Anda di halaman 1dari 89

PENGENDALIAN DIREKTUR PEMASARAN KAP: SUATU SINTESA LIMA TEORI Drs. Eko Widodo Lo, SE., M.Si., Akt.

ANALISIS REAKSI PEMEGANG SAHAM TERHADAP PENGUMUMAN DIVEDEND CUT DAN DIVEDEND OMISSION DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ) Caecilia Wahyu E.R. dan Erni Ekawati DAMPAK PENYALURAN DANA BUMN BAGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DI LAMPUNG Mahatma Kufepaksi, SE., M.Sc. COMPARATIVE STUDY ON FINANCIAL PERFORMANCE OF BMT WITH PROFIT SHARING SYSTEM AND BKD WITH INTEREST SYSTEM CASES IN JEMBER REGENCY, EAST JAVA, INDONESIA Ahmad Roziq, SE, MM. dan Drs. Hiras Pasaribu, M.Si ASPEK PERILAKU: SUATU TANTANGAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN MODERN Julianto Agung Saputro, SE., S.Kom., M.Si. KINERJA DAN POTENSI PENGEMBANGAN PEREKONOMIAN ERA SEBELUM OTONOMI DAERAH KABUPATEN BANTUL Dr. Soeratno, M.Ec.dan Suparmono SE., M.Si KAUSALITAS: PAJAK DAN PENGELUARAN PEMERINTAH STUDI EMPIRIS DI INDONESIA TAHUN 1968/1969 - 1999/2000 Drs. Haryono Subiyakto, SE., M.Si. USING STOCHASTIC OSCILLATORS INDICATORS TO ENCHANCE TRADING STRATEGIES Dr. Djoko Susanto, M.S.A., Akt. dan Drs. Agus Sabardi, MM.

ISSN 0853-1269 - Akreditasi No. 118/DIKTI/Kep/2001

Rp7.500,-

Editorial Staff Jurnal Akuntansi Manajemen (JAM) Editor in Chief Djoko Susanto STIE YKPN Yogyakarta Managing Editor Sinta Sudarini STIE YKPN Yogyakarta Editors Al. Haryono Jusup Universitas Gadjah Mada Arief Ramelan Karseno Universitas Gadjah Mada Arief Suadi Universitas Gadjah Mada Basu Swastha Dharmmesta Universitas Gadjah Mada Djoko Susanto STIE YKPN Yogyakarta Enny Pudjiastuti STIE YKPN Yogyakarta Gudono Universitas Gadjah Mada Harsono Universitas Gadjah Mada Indra Wijaya Kusuma Universitas Gadjah Mada Jogiyanto H.M Universitas Gadjah Mada Mardiasmo Universitas Gadjah Mada Soeratno Universitas Gadjah Mada Suad Husnan Universitas Gadjah Mada Suwardjono Universitas Gadjah Mada Tandelilin Eduardus Universitas Gadjah Mada Zaki Baridwan Universitas Gadjah Mada

Editorial Secretary Rudy Badrudin STIE YKPN Yogyakarta Editorial Office Pusat Penelitian STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telpon (0274) 486160, 486321 Fax. (0274) 486081 (http://v2.stieykpn.ac.id/jurnal)

DARI REDAKSI

Pembaca yang terhormat, Selamat berjumpa kembali dengan Jurnal Akuntansi Manajemen (JAM) STIE YKPN Yogyakarta Edisi April 2002. Perubahan tampilan di halaman sampul depan luar dan dalam telah kami mulai pada Edisi Desember 2001. Perubahan tampilan di halaman sampul depan luar telah memperindah tampilan sampul JAM dan memudahkan pembaca dalam melihat judul artikel dan nama penulis. Perubahan tampilan di halaman sampul depan dalam dimaksudkan untuk menambah bobot artikel yang ditulis dalam JAM karena artikel-artikel yang diterbitkan dalam JAM telah melalui proses editing yang sangat ketat oleh para Editors JAM. Di samping itu, untuk memudahkan para pembaca mengarsip dalam bentuk file artikel-artikel yang telah dimuat pada JAM edisi sebelumnya, maka pembaca dapat mengakses artikel-artikel tersebut di website STIE YKPN Yogyakarta (http://v2.stieykpn.ac.id/jurnal). Semua itu kami lakukan sebagai konsekuensi ilmiah dengan telah Terakreditasinya JAM berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 118/DIKTI/ Kep/2001. Dalam JAM Edisi April 2002 ini, disajikan 8 artikel sebagai berikut: Pengendalian Direktur

Pemasaran KAP: Suatu Sistesa Lima Teori; Analisis Reaksi Pemegang Saham Terhadap Pengumuman Divedend Cut dan Divedend Omission di Bursa Efek Jakarta (BEJ); Dampak Penyaluran Dana BUMN Bagi Pengembangan Usaha Kecil di Lampung; Camparative Study on Financial Performance of BMT with Profit Sharing System and BKD with Interest System Cases in Jember Regency, East Java, Indonesia; Aspek Perilaku: Suatu Tantangan pada Akuntansi Manajemen Modern; Kinerja dan Potensi Pengembangan Perekonomian Era Sebelum Otonomi Daerah Kabupaten Bantul; dan Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah, Studi Empiris di Indonesia Tahun 1968/1969 1999/2000; dan Using Stochastic Oscillators Indicators to Enchance Trading Strategies. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi pada penerbitan JAM Edisi April 2002 ini. Harapan kami mudah-mudahan artikel-artikel pada JAM tersebut dapat memberikan nilai tambah informasi bidang Akuntansi, Manajemen, dan Ekonomi Pembangunan bagi para pembaca. Selamat menikmati sajian kami pada edisi ini dan sampai jumpa pada edisi berikutnya dengan artikel-artikel yang lebih menarik.

Redaksi.

DAFTAR ISI

PENGENDALIAN DIREKTUR PEMASARAN KAP: SUATU SINTESA LIMA TEORI Drs. Eko Widodo Lo, SE., M.Si., Akt. 1 ANALISIS REAKSI PEMEGANG SAHAM TERHADAP PENGUMUMAN DIVEDEND CUT DAN DIVEDEND OMISSION DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ) Caecilia Wahyu E.R. dan Erni Ekawati 15 DAMPAK PENYALURAN DANA BUMN BAGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DI LAMPUNG Mahatma Kufepaksi, SE., M.Sc. 27 COMPARATIVE STUDY ON FINANCIAL PERFORMANCE OF BMT WITH PROFIT SHARING SYSTEM AND BKD WITH INTEREST SYSTEM CASES IN JEMBER REGENCY, EAST JAVA, INDONESIA Ahmad Roziq, SE, MM. dan Drs. Hiras Pasaribu, M.Si 35 ASPEK PERILAKU: SUATU TANTANGAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN MODERN Julianto Agung Saputro, SE., S.Kom., M.Si. 49 KINERJA DAN POTENSI PENGEMBANGAN PEREKONOMIAN ERA SEBELUM OTONOMI DAERAH KABUPATEN BANTUL Dr. Soeratno, M.Ec.dan Suparmono SE., M.Si 55 KAUSALITAS: PAJAK DAN PENGELUARAN PEMERINTAH STUDI EMPIRIS DI INDONESIA TAHUN 1968/1969 - 1999/2000 Drs. Haryono Subiyakto, SE., M.Si. 65 USING STOCHASTIC OSCILLATORS INDICATORS TO ENCHANCE TRADING STRATEGIES Dr. Djoko Susanto, M.S.A., Akt. dan Drs. Agus Sabardi, MM. 77

Jam STIE YKPN - Eko Widodo

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

PENGENDALIAN DIREKTUR PEMASARAN KAP: ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN SUATU SINTESA LIMA TEORI TERHADAP JUDGMENT AUDITOR
Drs. Eko Widodo Lo, SE., M.Si.,1) Akt. *) Hansiadi Yuli Hartanto Indra Wijaya Kusuma2)
PENDAHULUAN Dalam struktur organisasi tradisional Kantor Akuntan Publik (KAP) tidak terdapat pusat pertanggungjawaban pemasaran KAP karena secara tradisional aktivitas pemerolehan klien KAP dilakukan oleh partner yang bertugas melakukan aktivitas hubungan publik. Perubahan lingkungan dan peningkatan persaingan di antara KAP mendorong pembentukan departemen pemasaran dalam struktur organisasi KAP. Direktur pemasaran KAP telah memainkan peran yang berarti di Amerika Serikat (Hamberg, 1991). Perkembangan semacam ini dapat terjadi di Indonesia. Peran penting direktur pemasaran dalam struktur organisasi KAP memerlukan perancangan suatu sistem pengendalian yang dapat memantau, mengarahkan, mengevaluasi dan memberikan kompensasi yang adil kepadanya. Sistem pengendalian dapat dikategorikan dalam dua kelompok utama yaitu pengendalian atau kontrak berdasarkan perilaku dan hasil (Eisenhardt, 1989). Sistem pengendalian perilaku dalam konteks pengendalian direktur pemasaran KAP mempunyai karakteristik dasar sebagai berikut: 1. Managing partner (pimpinan KAP) banyak melakukan pengarahan dan intervensi terhadap aktivitas direktur pemasaran KAP. 2. Managing partner memantau secara terus menerus aktivitas dan kinerja direktur pemasaran KAP. 3. Metode yang relatif kompleks dan subyektif digunakan untuk menilai pengalaman, pengetahuan, dan strategi yang digunakan oleh direktur pemasaran KAP sebagai dasar evaluasi dan pemberian kompensasi kepada direktur pemasaran KAP, bukan berdasarkan hasil. Dalam pengendalian perilaku, KAP membentuk hubungan kerja jangka panjang. Untuk menciptakan kerja sama yang baik, direktur pemasaran pemasaran KAP diberi imbalan jasa dalam bentuk gaji atau penghasilan tetap sehingga KAP menanggung risiko untuk memperoleh pengendalian terhadapnya. Evaluasi kinerja dan perubahan gaji didasarkan pada penggunaan metode yang kompleks dan subyektif yang meliputi apa yang dikerjakan dan apa yang diketahui oleh direktur pemasaran dan bukannya berdasarkan hasil yang dicapai. Sistem pengendalian berdasarkan hasil merupakan kebalikan sistem pengendalian perilaku. Sistem ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Managing partner relatif sedikit memberikan pengarahan manajerial kepada direktur pemasaran KAP. 2. Managing partner relatif sedikit memantau aktivitas direktur pemasaran KAP. 3. Evaluasi dan pemberian kompensasi dilakukan berdasarkan ukuran-ukuran hasil yang obyektif, bukannya metode atau cara yang digunakan oleh direktur pemasaran KAP dalam mencapai hasil akhir. Dalam pengendalian berdasarkan hasil, direktur pemasaran bertanggungjawab atas hasil yang diperoleh

*)

Drs. Eko Widodo Lo, M.Si., Akt., Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta adalah kandidat doktor pada Program Doktor Akuntansi Pascasarjana UGM.

Jam STIE YKPN - Eko Widodo tapi tidak bertanggungjawab atas bagaimana atau cara memperoleh hasil. KAP mentransfer risiko kepada direktur pemasaran dan memberikan imbalan jasa secara proporsional langsung berdasarkan kinerja yang dapat diukur dengan baik. Pengendalian berdasarkan hasil mengakibatkan direktur pemasaran KAP sendirian dalam usaha memperoleh hasil dengan strategi yang dia miliki. Artikel ini bertujuan menelaah lima teori yang relevan dengan konteks sistem pengendalian untuk menghasilkan suatu model yang komprehensif atau proposisi-proposisi mengenai pemilihan jenis pengendalian terhadap direktur pemasaran KAP. Perbedaan sudut pandang atau rekomendasi yang dihasilkan di antara teori yang ditelaah diharapkan dapat saling melengkapi dan pertentangan yang mungkin ditemukan dapat diminimalkan. Pengorganisasian artikel ini meliputi aspek penting bidang pemasaran KAP, lima teori alternatif untuk pengendalian direktur pemasaran KAP teori agensi, teori organisasi, teori analisis kos transaksi, teori evaluasi kognitif, dan teori X dan Y, sintesa kelima teori, dan penutup.

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

LIMA TEORI ALTERNATIF UNTUK PENGENDALIAN DIREKTUR PEMASARAN KAP Lima macam teori yang relevan untuk menganalisis pemilihan jenis pengendalian direktur pemasaran KAP adalah teori agensi, teori organisasi, teori analisis transaksi, teori evaluasi kognitif, dan teori X dan Y. Setiap teori menggunakan sudut pandang dan asumsi yang berbeda dalam konteks pengendalian direktur pemasaran KAP. Setiap teori memberikan rekomendasi pemilihan jenis pengendalian yang sesuai untuk keadaan atau situasi tertentu. Persamaan dan perbedaan rekomendasi dapat terjadi di antara lima teori tersebut. Perbedaan yang terjadi diharapkan dapat saling melengkapi untuk menghasilkan suatu rerangka konsep pemikiran yang komprehensif. Teori Agensi Teori agensi meliputi principal , agen, ketidakpastian lingkungan, dan hasil kontrak yang

direalisasikan (Stathakopoulos, 1996). Suatu hubungan agensi terjadi jika principal mendelegasikan kepada agen untuk memberikan suatu jasa kepada principal sehingga memperoleh kompensasi dari principal. Principal berusaha mengendalikan agen yang telah memperoleh pendelegasian wewenang darinya untuk memaksimalkan manfaat yang diperoleh principal. Dalam teori agensi, hubungan antara principal dengan agen seharusnya merefleksikan organisasi yang efisien terhadap kos penanggungan risiko dan informasi. Unit analisis dalam teori agensi adalah kontrak yang terjadi antara principal dengan agen. Masalah-masalah yang berhubungan dengan pengontrakan dalam teori agensi adalah moral hazard, adverse selection, dan pembagian risiko. Informasi diasumsikan merupakan komoditi yang dapat dibeli. Teori agensi mengasumsikan bahwa manusia mempunyai karakteristik mementingkan diri sendiri, mempunyai rasionalitas yang terbatas, dan takut menanggung risiko. Asumsi organisasional teori agensi meliputi (1) konflik tujuan terjadi di antara principal dengan agen, (2) efisiensi merupakan kriteria keefektifan, dan (3) ketidakseimbangan informasi terjadi di antara principal dan agen. Domain masalah dalam teori agensi adalah bahwa dalam hubungan antara principal dengan agen terdapat perbedaan tujuan dan preferensi terhadap risiko. Ketidakselarasan tujuan antara principal dan agen merupakan premis sentral teori agensi, misalnya, principal ( partner) menginginkan peningkatkan laba KAP tapi direktur pemasaran KAP ingin menaikkan penghasilan pribadi. Ketidakselarasan tujuan menimbulkan konflik antara principal dengan agen. Teori agensi berhubungan dengan perancangan sistem pengendalian yang menyelaraskan insentif bagi principal maupun agen sehingga kedua belah pihak menginginkan hasil yang sama. Dalam teori agensi, pengendalian dapat didasarkan pada perilaku atau hasil. Jika perilaku agen dapat diamati, principal dapat melakukan spesifikasi perilaku agen yang diinginkan agar dapat memaksimalkan manfaat bagi principal. Jika perilaku agen tidak dapat diamati sehingga informasi yang diperoleh principal tidak lengkap, dalam arti agen mengetahui informasi tertentu sedangkan principal tidak, maka model agensi berhubungan dengan preferensi penanggungan risiko antara principal dan

Jam STIE YKPN - Eko Widodo agen. Principal mempunyai dua alternatif pilihan yang berhubungan dengan alokasi risiko dalam ketidakpastian lingkungan, yaitu: 1. Principal ( partner ) membeli informasi mengenai perilaku agen (direktur pemasaran KAP) dengan menggunakan suatu sistem pengendalian perilaku dengan melakukan investasi dalam sistem informasi manajemen yang memantau perilaku direktur pemasaran KAP dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk mengendalikan kinerja direktur pemasaran KAP. Oleh karena itu, teori agensi memandang informasi sebagai komoditi yang dapat dibeli. Jika alternatif ini dipilih maka partner menggunakan perilaku terhadap direktur pemasaran. 2. Partner dapat menggunakan pengendalian hasil, misalnya dengan jumlah kontrak audit yang diperoleh. Penggunaan pengendalian hasil berarti mentransfer risiko ketidakpastian lingkungan kepada direktur pemasaran KAP karena hasil merupakan fungsi dari aktivitas dan perilaku direktur pemasaran. Ketidakpastian lingkungan dapat mengakibatkan hasil yang baik walaupun usaha yang dilakukan adalah buruk atau hasil yang buruk walaupun usaha yang dilakukan adalah baik, sehingga direktur pemasaran dapat diberi imbalan atau dihukum untuk hasil yang tidak sepenuhnya dalam pengendaliannya. Pilihan yang optimal di antara dua alternatif tersebut tergantung pada dua faktor yaitu: 1. Kos relatif pengukuran perilaku dibandingkan dengan pengukuran hasil. 2. Berbagai bentuk ketidakpastian yang menciptakan risiko dalam lingkungan pemasaran KAP. Oleh karena itu, inti teori agensi adalah trade-off antara (1) kos pengukuran perilaku, dengan (2) kos pengukuran hasil dan pentransferan risiko kepada agen. Jika kos pengukuran masukan lebih murah daripada pengukuran hasil dan ketidakpastian lingkungan adalah tinggi maka kontrak berdasarkan perilaku dianjurkan untuk dipilih. Jika kos pengukuran hasil lebih murah daripada pengukuran masukan dan ketidakpastian lingkungan adalah rendah maka kontrak berdasarkan hasil disarankan untuk digunakan. Delapan faktor dapat mempengaruhi pemilihan

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

apakah menggunakan kontrak berdasarkan perilaku atau hasil (Eisenhardt, 1989), yaitu: 1. Keberadaan sistem informasi. Antisipasi terhadap situasi bahwa principal tidak dapat mengamati perilaku agen. Jika principal membentuk sistem informasi, maka perilaku agen dapat diamati sehingga kontrak berdasarkan perilaku dapat dipilih. Jika principal tidak membentuk sistem informasi sehingga perilaku agen tidak dapat diamati, maka kontrak berdasarkan hasil yang dipilih. 2. Ketidakpastian hasil. Jika ketidakpastian hasil adalah rendah, kos penggeseran risiko kepada agen adalah rendah maka kontrak berdasarkan hasil lebih menarik bagi principal . Jika ketidakpastian hasil adalah tinggi maka penggeseran risiko kepada agen menjadi mahal sehingga principal cenderung memilih kontrak berdasarkan perilaku. 3. Penolakan risiko oleh agen. Jika tingkat penolakan terhadap risiko yang dimiliki agen adalah tinggi maka kos pentransferan risiko kepada agen adalah mahal sehingga principal cenderung memilih kontrak berdasarkan perilaku. Jika penolakan terhadap risiko yang dimiliki agen adalah rendah maka kos pentransferan risiko kepada agen adalah rendah sehingga kontrak berdasarkan hasil lebih disukai oleh principal. 4. Penolakan risiko oleh principal. Jika principal mempunyai tingkat penolakan terhadap risiko yang tinggi maka principal lebih suka mentransfer risiko kepada agen sehingga kontrak berdasarkan hasil yang dipilih. Jika tingkat penolakan terhadap risiko yang dimiliki principal adalah rendah maka principal cenderung untuk tidak mentransfer risiko kepada agen sehingga kontrak berdasarkan perilaku yang dipilih. 5. Konflik tujuan. Jika tingkat konflik tujuan adalah rendah berarti agen berperilaku seperti yang diinginkan oleh principal, maka principal cenderung menggunakan kontrak berdasarkan perilaku. Jika tingkat konflik tujuan adalah tinggi, berarti agen berperilaku menyimpangkan dari yang diinginkan oleh principal, maka kontrak berdasarkan hasil yang

Jam STIE YKPN - Eko Widodo dipilih. Keterprograman tugas. Jika tingkat keterprograman tugas adalah tinggi berarti perilaku agen dapat dengan mudah diamati maka principal cenderung menggunakan kontrak berdasarkan perilaku. Jika tingkat keterprograman tugas adalah rendah berarti perilaku agen sulit diamati maka kontrak berdasarkan hasil yang cenderung untuk dipilih. 7. Keterukuran hasil. Jika tingkat keterukuran hasil adalah tinggi maka kontrak berdasarkan hasil lebih disukai oleh principal, sebaliknya jika rendah maka kontrak berdasarkan perilaku yang cenderung untuk dipilih. 8. Jangka waktu hubungan agensi. Jika hubungan agensi berlangsung lama maka ketidakseimbangan informasi akan menjadi rendah, sehingga kontrak berdasarkan perilaku yang cenderung dipilih oleh principal. Jika hubungan agensi berlangsung hanya dalam jangka pendek maka kontrak berdasarkan hasil yang cenderung untuk dipilih Tabel 1 berikut ini menyajikan rekomendasi jenis pengendalian yang sebaiknya dipilih berdasarkan teori agensi. 6. Tabel 1 Rekomendasi Pemilihan Jenis Pengendalian Direktur KAP : Teori Agensi
Variabel Variabel Lingkungan Eksternal: Ketidakpastian permintaan audit adalah tinggi Ketidakpastian permintaan audit adalah rendah Fluktuasi pendapatan jasa audit adalah tinggi Fluktuasi pendapatan jasa audit adalah rendah Variabel KAP (Partner): Sistem informasi diadakan Sistem informasi ditiadakan Tingkat penolakan risiko adalah tinggi Tingkat penolakan risiko adalah rendah Ketidakpastian hasil adalah tinggi Ketidakpastian hasil adalah rendah Keterprograman tugas adalah tinggi Perilaku Hasil Hasil Perilaku Perilaku Hasil Perilaku Perilaku Hasil Perilaku Hasil Jenis Pengendalian

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

Keterprograman tugas adalah rendah Tingkat keterukuran hasil adalah tinggi Tingkat keterukuran hasil adalah rendah Variabel Direktur Pemasaran KAP: Tingkat penolakan terhadap risiko adalah tinggi Tingkat penolakan terhadap risiko adalah rendah Perilaku agen sulit diamati Perilaku agen mudah diamati Variabel Hubungan Agensi: Tingkat konflik tujuan antara principal dengan agen adalah tinggi Tingkat konflik tujuan antara principal dengan agen adalah rendah Jangka waktu hubungan agensi adalah lama Jangka waktu hubungan agensi adalah cepat

Hasil Hasil Perilaku

Perilaku Hasil Hasil Perilaku

Hasil

Perilaku Perilaku Hasil

Sumber: Anderson dan Oliver, 1987; Eisenhardt, 1989.

Teori Organisasi Premis dasar teori organisasi adalah menghubungkan antara karakteristik tugas dengan sistem pengendalian (Stathakopoulos, 1996). Berlawanan dengan teori agensi, teori organisasi menganggap: 1. Preferensi tujuan yang berbeda di antara KAP (principal) dengan direktur pemasaran KAP (agen) tidak perlu diduga dalam hal agen dapat disosialisasikan untuk mengidentifikasi tujuannya dengan tujuan organisasi. 2. Pengukuran masukan, keluaran, atau keduanya tidak mungkin dilakukan. Anggapan kedua berlawanan dengan teori agensi yang mengasumsikan segala sesuatu dapat diukur jika organisasi bersedia melakukan investasi dalam sistem informasinya. Walaupun perusahaan mempunyai informasi yang sempurna, teori organisasi menyatakan bahwa tidak mungkin mengetahui bagaimana mentransformasi informasi ke dalam strategi, misalnya seorang partner mengetahui banyaknya pesanan audit yang berhasil diperoleh oleh direktur pemasaran KAP, tapi tidak mengetahui strategi apa yang dilakukan oleh direktur pemasaran untuk memperoleh hasil tersebut. Partner tidak mengetahui apa perilaku direktur pemasaran untuk memperoleh hasil yang

Jam STIE YKPN - Eko Widodo diinginkan. Situasi tersebut merupakan contoh tugas yang mempunyai keterprograman rendah atau disebut sebagai ketidaktahuan terhadap proses transformasi. Teori organisasi mengakui bentuk sistem pengendalian yang ketiga, yaitu sistem pengendalian clan . Sistem pengendalian clan tidak melakukan pengendalian terhadap perilaku maupun hasil, tapi melakukan pengendalian dengan sosialisasi (Anderson dan Oliver, 1987). Tujuan sistem clan adalah menimbulkan loyalitas agen kepada principal, yaitu loyalitas ke arah identifikasi tujuan organisasi dan tujuan agen. Bagaimana proses pencapaian tujuan ini adalah kurang jelas, tapi elemen-elemen penting dalam pencapaian tujuan tersebut adalah kehangatan hubungan antara principal dengan agen, suasana kerja yang humanistik, promosi, kontrak kerja jangka panjang, pemberian imbalan yang layak, dukungan dari dan untuk setiap individu. Hipotesis teori organisasi mengenai sistem pengendalian disajikan dalam Gambar 1. Sistem pengendalian clan (sel 4) dianjurkan untuk situasi bahwa proses transformasi tidak diketahui dan pengukuran hasil sulit dilakukan. Jika proses transformasi diketahui, misalnya partner dapat menggambarkan perilaku direktur pemasaran KAP tapi hasil atau keluaran sulit diukur maka penggunakan

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

pengendalian perilaku (sel 3) adalah menguntungkan. Jika proses transformasi tidak cukup diketahui tapi hasil dapat diukur dengan baik, maka pengendalian hasil (sel 2) yang cenderung untuk dipilih. Jika Proses transformasi dapat diketahui dengan baik dan hasil dapat diukur dengan baik, maka pengendalian perilaku atau pengendalian hasil (sel 1) dapat dipilih. Pendekatan teori organisasi mempunyai beberapa kelemahan yaitu: 1. Pada situasi proses transformasi dapat diketahui dengan baik dan hasil dapat diukur dengan baik, pendekatan teori organsiasi tidak memberikan rekomendasi yang tegas sistem pengendalian apa yang menguntungkan untuk dipilih. 2. Pendekatan teori organisasi mengabaikan unsur kos. Pemerolehan pengetahuan proses transformasi dan pengembangan pengukuran hasil adalah menguntungkan tapi mungkin memerlukan investasi yang tinggi. Analisis teori organisasi terhadap pemilihan jenis pengendalian direktur pemasaran KAP menghasilkan rekomendasi yang disajikan dalam Tabel 2 berikut ini.

Gambar 1 Hubungan Pengetahuan Proses, Kemampuan Mengukur Hasil, dan Jenis Pengendalian Dalam Pendekatan Teori Organisasi
Kemampuan Mengukur Hasil Tinggi Rendah Sumber: Anderson dan Oliver, 1987. Tingkat Pengetahuan Proses Tinggi Pengendalian perilaku atau hasil (1) Pengendalian perilaku (3) Rendah Pengendalian hasil (2) Pengendalian clan (4)

Tabel 2 Rekomendasi Pemilihan Jenis Pengendalian Direktur KAP: Teori Organisasi


Variabel Variabel KAP (Partner): Tingkat pengetahuan proses adalah tinggi Tingkat pengetahuan proses adalah rendah Tingkat akurasi pengukuran hasil adalah tinggi Tingkat akurasi pengukuran hasil adalah rendah Suasana humanistik tinggi Sumber: Anderson dan Oliver, 1987. Jenis Pengendalian Perilaku Hasil atau clan Hasil Perilaku atau clan Clan

Jam STIE YKPN - Eko Widodo Analisis Kos Transaksi Analisis kos transaksi juga memberikan suatu rerangka untuk penelitian pengendalian. Dalam konteks pemasaran KAP oleh direktur pemasaran KAP, kos transaksi meliputi kos pelaksanaan, pemantauan, dan pengendalian semua kegiatan pemasaran KAP. Dalam analisis kos transaksi, pengendalian berdasarkan hasil lebih menguntungkan kecuali kalau terjadi keadaankeadaan yang pasti (John dan Weitz, 1989). Pengendalian berdasarkan hasil adalah kos efisien jika pasar dalam kompetisi yang tinggi. Pengendalian hasil berhubungan dengan pasar karena KAP mengontrak direktur pemasaran untuk menciptakan penjualan jasa audit. Aktivitas direktur pemasaran dipantau hanya berdasarkan penjualan jasa audit yang dihasilkan, yang dipertimbangkan sebagai sinyal yang menunjukkan bagaimana keberhasilan direktur pemasaran KAP. Dalam hal ini, pengendalian hasil merupakan aktivitas yang berorientasi pada pasar yang memungkinkan klien KAP memberikan penghargaan terhadap perilaku yang diinginkan atau sangsi terhadap perilaku yang tidak diinginkannya. Analisis kos transaksi juga menyatakan bahwa pada keadaan-keadaan tertentu, pengendalian berdasarkan perilaku cocok untuk digunakan. Jika direktur pemasaran mempunyai transaction-specific assets (TSA) yaitu aktiva spesialisasi atau pengalaman yang mempunyai nilai tinggi bagi KAP maka pengendalian perilaku cocok untuk digunakan, misalnya, direktur pemasaran KAP mempunyai pengetahuan yang bernilai tinggi mengenai prosedur atau kebijakan dalam memperoleh klien baru, mempunyai hubungan yang dekat dekat klien-klien KAP, dan mempunyai hubungan baik dengan semua staf direktur pemasaran KAP semacam itu sulit untuk digantikan karena KAP akan mengkonsumsi kos yang tinggi untuk pelatihan pengembangan ketrampilan dan pengetahuan dalam merekrut direktur pemasaran yang baru. KAP harus mempertahankan dan memelihara loyalitas kepada KAP dengan menggunakan pengendalian perilaku. Dalam kondisi ketidakpastian lingkungan pasar dan direktur pemasaran KAP dapat digantikan, analisis kos transaksi menyarankan penggunaan sistem pengendalian berdasarkan hasil, walaupun direktur pemasaran akan menerima suatu kompensasi yang tinggi untuk mengganti peningkatan risiko yang

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

ditanggungnya. Direktur pemasaran yang tidak dapat mengantisipasi ketidakpastian lingkungan dapat digantikan dengan mudah. Jika direktur pemasaran KAP mempunyai transaction-specific assets dan tidak dapat dengan mudah digantikan, analisis kos transaksi menyarankan penggunaan sistem pengendalian berdasarkan perilaku daripada berdasarkan hasil. Jika terdapat ketidakpastian maka penggunaan pengendalian berdasarkan hasil akan lebih menguntungkan, tapi jika ketidakpastian berinteraksi dengan kesulitan untuk mengganti direktur pemasaran maka penggunaan pengendalian perilaku lebih dianjurkan. Analisis kos transaksi juga mengakui bahwa jika pengukuran keluaran sulit dilakukan, maka pengendalian perilaku yang sebaiknya dipilih. Jika jumlah direktur dan staf pemasaran relatif kecil maka investasi dana dalam pengembangan sistem informasi agar dapat mengamati perilaku mereka menjadi relatif mahal, sehingga pengendalian perilaku menjadi tidak menguntungkan dan memilih pengendalian hasil. Telaah dari sudut pandang analisis kos transaksi dalam konteks pengendalian direktur pemasaran KAP menghasilkan rekomendasi jenis pengedalian yang disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Rekomendasi Pemilihan Jenis Pengendalian Direktur KAP : Teori Analisis Kos Transaksi
Variabel Variabel Lingkungan: Ketidakpastian lingkungan adalah tinggi dan direktur pemasaran tidak memp14unyai TSA Ketidakpastian lingkungan adalah tinggi dan direktur pemasaran mempunyai TSA Variabel KAP (Partner): Jumlah direktur dan staf pemasaran KAP adalah kecil Pengukuran hasil adalah sulit Pengamatan perilaku adalah sulit Variabel direktur pemasaran KAP: Pengalaman dan spesialisasi bagi KAP adalah tinggi Semua keadaan lain Perilaku Hasil Hasil Perilaku Hasil Perilaku Hasil Jenis Pengendalian

Sumber: Anderson dan Oliver, 1987.

Jam STIE YKPN - Eko Widodo Teori Evaluasi Kognitif Teori evaluasi kognitif adalah relevan dalam pembahasan pemilihan sistem pengendalian, karena teori ini membahas struktur kompensasi hasil-kontinjen dan perilaku-kontinjen dan memberikan petunjuk keperilakuan untuk perancangan program umpan balik kinerja (Anderson dan Oliver, 1987). Kebanyakan individu lebih menyukai aktivitasnya ditentukan oleh dirinya sendiri daripada oleh orang lain, sehingga mereka lebih menyukai motivasi yang timbul secara intrinsik daripada ekstrinsik. Dalam konteks ini, pengendalian perilaku memungkinkan untuk memberikan motivasi intrinsik dalam diri direktur pemasaran KAP. Dalam teori evaluasi kognitif, terjadinya motivasi intrinsik atau ekstrinsik melalui dua tahap yaitu tahap umpan balik dan tahap atribusi sebagai berikut: 1. Dalam tahap umpan balik, imbalan yang diperoleh direktur pemasaran KAP dipersepsikan apakah merupakan umpan balik informasional atau pengendalian. 2. Dalam tahap atribusi, jika imbalan dipersepsikan sebagai umpan balik informasional yang berarti memberikan informasi relevan untuk memperbaiki kompetensi dan kinerja direktur pemasaran, maka rasa percaya dirinya akan meningkat dan motivasi intrinsik juga meningkat. Jika imbalan yang diterima dipersepsikan sebagai pengendalian, maka perubahan kinerja direktur pemasaran didorong secara eksternal sehingga yang terjadi adalah motivasi secara eksternal. Penggunaan konsep teori evaluasi kognitif dalam sistem pengendalian direktur pemasaran KAP memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut: 1. Jika imbalan jasa bagi direktur pemasaran KAP merupakan umpan balik informasional maka sistem pengendalian berdasarkan perilaku yang sebaiknya dipilih oleh KAP, sebaliknya jika dipersepsikan sebagai umpan balik pengendalian maka lebih baik menggunakan pengendalian berdasarkan hasil. 2. Jika direktur pemasaran KAP mempunyai preferensi motivasi intrinsik maka pengendalian berdasarkan perilaku yang sebaiknya

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

digunakan oleh KAP, dan sebaliknya jika direktur pemasaran mempunyai preferensi motivasi eksternal maka disarankan memilih pengendalian berdasarkan hasil. Rekomendasi tersebut secara ringkas disajikan dalam Tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Rekomendasi Pemilihan Jenis Pengendalian Direktur KAP: Teori Evaluasi Kognitif
Variabel Variabel KAP: Umpan balik imbalan jasa bersifat informasional Umpan balik imbalan jasa bersifat pengendalian Variabel direktur pemasaran KAP: Preferensi motivasi intrinsik Preferensi motivasi ekstrinsik Perilaku Hasil Perilaku Hasil Jenis Pengendalian

Sumber: Anderson dan Oliver, 1987.

Teori X dan Y Teori X dan Y dikemukakan oleh McGregor pada tahun 1957 (Pinder, 1984). McGregor menyampaikan bahwa pemimpin organisasi (partner dalam KAP) mempunyai dua sudut pandang atau keyakinan terhadap bawahannya (direktur pemasaran KAP) apakah mempunyai keyakinan teori X atau teori Y. Teori X mengasumsikan bahwa manusia (bawahan) mempunyai sifat malas, tidak mempunyai ambisi, menghindari tanggungjawab, egois, dan menolak perubahan. Jika atasan yakin bahwa bawahannya mempunyai karakteristik seperti yang digambarkan oleh teori X maka atasan akan membuat kebijakan dan strategi pengendalian yang memaksa bawahan untuk bekerja. Teori Y mengasumsikan bahwa bawahan mempunyai sifat suka bekerja, bertanggung jawab, berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi, suka menolong, dan terbuka terhadap perubahan. Prinsip utama teori Y adalah bahwa bawahan merupakan individu yang mencapai tujuan terbaik pribadinya dengan mengarahkan semua usahanya untuk mencapai keberhasilan organisasi. Teori McGregor secara spesifik menyatakan bahwa penggunaan prinsip-

Jam STIE YKPN - Eko Widodo prinsip teori Y akan menciptakan keefektifan yang lebih tinggi bagi organisasi daripada penggunaan teori X. Penggunaan teori X dan Y dalam sistem pengendalian direktur pemasaran KAP dapat menghasilkan beberapa petunjuk sebagai berikut: 1. Jika pemimpin KAP (partner) mempunyai keyakinan teori Y terhadap direktur pemasaran dan stafnya maka pengendalian perilaku yang sebaiknya digunakan. Sebaliknya jika partner KAP menggunakan asumsi teori X maka pengendalian hasil yang disarankan untuk dipilih. 2. Jika direktur pemasaran dan stafnya mempunyai karakteristik yang cocok dengan teori Y maka pengendalian perilaku sebaiknya dipilih, tapi jika mempunyai karakteristik yang sesuai dengan teori X maka pengendalian hasil yang disarankan. Rekomendasi dalam konteks pemilihan jenis pengendalian terhadap direktur pemasaran KAP dari sudut pandang teori X dan Y disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Rekomendasi Pemilihan Jenis Pengendalian Direktur KAP: Teori X danY
Variabel Variabel pmpinan KAP (partner) : Penerapan teori Y terhadap bawahan Penerapan teori X terhadap bawahan Variabel bawahan (direktur pemasaran KAP): Bawahan mempunyai karakteristik teori Y Bawahan mempunyai karaketristik teori X Perilaku Hasil Perilaku Hasil Jenis Pengendalian

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

Sumber: Pinder, 1984 (adaptasi teori X dan Y, McGregor).

SINTESA KELIMA TEORI Aspek-aspek penting dari teori agensi, teori organisasi, teori analisis kos transaksi, teori evaluasi kognitif, dan teori X dan Y yang relevan dengan sistem pengendalian direktur pemasaran KAP telah dijelaskan. Pengintegrasian kelima teori tersebut dalam

suatu model sistem pengendalian akan dilakukan dan dihubungkan dengan teori motivasi. Integrasi kelima teori tersebut dalam suatu sistem pengendalian yang diterapkan KAP terhadap direktur pemasaran menghasilkan 20 variabel yang diprediksi mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemilihan jenis sistem pengendalian pengendalian perilaku, hasil, dan clan, sebagai berikut: 1. Variabel lingkungan eksternal, meliputi (a) ketidakpastian permintaan audit, (b) fluktuasi pendapatan jasa audit, dan (c) interaksi ketidakpastian dengan transaction-specific assets (TSA). 2. Variabel KAP atau partner meliputi (a) keberadaan sistem informasi, (b) tingkat penolakan risiko, (c) ketidakpastian hasil, (d) keterprograman tugas, (e) tingkat pengetahuan proses, (f) tingkat akurasi pengukuran hasil, (g) suasana humanistik, (h) jumlah direktur dan staf pemasaran KAP, (i) umpan balik imbalan jasa bersifat transformasional atau pengendalian, dan (j) penerapan teori Y atau X terhadap bawahan. 3. Variabel direktur pemasaran KAP meliputi (a) tingkat penolakan risiko, (b) tingkat kesulitan pengamatan perilaku direktur pemasaran, (c) pengalaman dan spesialisasi (TSA) yang dimiliki, (d) preferensi intrinsik atau ekstrinsik, (e) bawahan mempunyai karateristik teori Y atau X. 4. Variabel hubungan KAP dengan direktur pemasaran KAP meliputi (a) tingkat konflik tujuan dan (b) jangka waktu hubungan. Pengintegrasian tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya persamaan, pertentangan, dan perbedaan konsep di antara kelima teori. Pengintegrasian kelima teori tersebut lebih banyak dilakukan berdasarkan persamaan dan perbedaan dalam arti tidak bertentangan variabel yang berhubungan dengan pemilihan jenis pengendalian. Jika terdapat perbedaan maka variabelvariabel yang berbeda tetap dimasukkan dalam model. Masalah dapat timbul jika terjadi pertentangan, tapi dalam konteks ini pertentangan di antara kelima teori yang dibahas tidak signifikan. Penelitian ini menggunakan konsep fit atau

Jam STIE YKPN - Eko Widodo kecocokan hubungan antara jenis pengendalian dengan 20 variabel determinan sistem pengendalian tersebut. Tingkat kesesuaian tersebut mempengaruhi hubungan variabel jenis pengendalian dengan variabelvariabel konsekuensinya. Variabel jenis pengendalian dapat mempengaruhi kompetensi, komitmen, motivasi, hirarkhi motivasi, dan strategi keperilakuan (Anderson dan Oliver, 1987). Gambar 2 menunjukkan hubungan jenis sistem pengendalian dengan 6 variabel konsekuensi komitmen terhadap KAP, kompetensi, motivasi intrinsik dan ekstrinsik, hirarkhi motivasi, strategi keperilakuan, dan hubungan direktur pemasaran KAP dengan klien dimoderasi oleh kedua puluh variabel tersebut. Pengaruh moderasi tersebut didasarkan pada penelitian Cravens et al. (1993) yang menguji konsep-konsep Anderson dan Oliver (1987) mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi jenis pengendalian. Temuan empiris mereka hanya sebagian hubungan yang dihipotesiskan. Penjelasan yang dapat diberikan terhadap temuan tersebut adalah kemungkinan adanya pengaruh moderasi dari variabel-variabel determinan jenis pengendalian terhadap hubungan antara jenis pengendalian dengan variabel-variabel konsekuensinya. Kesesuaian antara jenis pengendalian dengan 20 variabel determinannya yang dinyatakan dalam bentuk pengaruh moderasi 20 variabel determinan jenis pengendalian tersebut terhadap hubungan pengaruh variabel jenis pengendalian terhadap enam variabel konsekuensinya dijelaskan sebagai berikut: 1. Penggunaan pengendalian perilaku akan menghasilkan komitmen yang lebih tinggi kepada organisasi daripada pengendalian hasil. Alasan yang dapat diberikan dalam konteks KAP adalah orientasi jangka panjang dalam pengendalian perilaku akan menjamin direktur pemasaran yang bekerja sesuai dengan perilaku yang diiginkan KAP akan diberi imbalan jasa, walaupun perilaku tersebut tidak langsung mengarah pada hasil yang diinginkan. Pengendalian perilaku bersifat bebas risiko bagi direktur pemasaran KAP sehingga dia akan dengan senang hasi bergabung dengan KAP yang bersangkutan. 2. Pengendalian perilaku memberikan penekanan pada pencapaian hasil jangka panjang atau

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

3.

4.

5.

menghilangkan pemberian insentif jangka pendek yang mengorbankan kepentingan jangka panjang. Oleh karena itu, direktur pemasaran KAP mempunyai kebebasan untuk mengembangkan pengetahuan dan profesionalismenya. Pemilikan pengetahuan dan keahlian merupakan merupakan pemberian imbalan intrinsik sehingga pengendalian perilaku dapat meningkatkan motivasi intrinsik. Pentransferan risiko kepada direktur pemasaran dalam pengendalian berdasarkan hasil dapat menyebabkan direktur pemasaran merasa sendiri, tidak memperoleh perlindungan terhadap risiko dari KAP, dan kurang loyal terhadap KAP. Pengendalian hasil menimbulkan motivasi ekstrinsik, sebaliknya pengendalian perilaku memberikan motivasi intrinsik. Sistem pengendalian clan yang mempunyai orientasi hubungan kerja jangka panjang, pemberian kompensasi yang memadai, dan memberikan dorongan dan dukungan penuh terhadap aktivitas direktur pemasaran, diharapkan dapat meningkatkan motivasi intrinsik maupun ekstrinsik direktur pemasaran KAP. Dalam pengendalian perilaku, direktur pemasaran KAP menempatkan kepentingan KAP pada rangking pertama, karena pengendalian perilaku melindunginya dari risiko dan dengan pemantauan secara aktif membentuk suatu ikatan komunikasi yang kuat dengannya. Kepentingan klien dan kepentingan pribadi berada dalam urutan rangking berikutnya. Pengendalian berdasarkan hasil dapat menciptakan sikap yang egois karena direktur pemasaran KAP tidak dilindungi dari risiko dan tidak ada komitmen dari KAP. Karena KAP jika mau menanggung kesalahan direktur pemasaran jika melakukan perilaku yang salah, maka direktur pemasaran mungkin berpendapat bahwa KAP tidak mempunyai hak untuk mengatur perilakunya. Kepentingan pribadi diletakkan pada rangking pertama oleh direktur pemasaran dan diikuti oleh kepentingan klien dan KAP. Pengendalian berdasarkan perilaku mendorong direktur pemasaran KAP untuk berorientasi

Jam STIE YKPN - Eko Widodo pada hasil jangka panjang, menghilangkan tekanan untuk segera memperoleh pesanan jasa audit, dan meningkatkan motivasi intrinsiknya. Direktur pemasaran akan berusaha menggunakan keahliannya dalam memasarkan jasa audit, lebih bersifat terbuka, dan berorientasi pada kepentingan klien. Dalam pengendalian berdasarkan hasil, direktur pemasaran KAP dapat berorientasi pada hasil jangka pendek dan bersikap lebih tertutup dalam menjalankan strateginya. 6. Pengendalian berdasarkan perilaku yang berfokus pada pengembangan hubungan jangka panjang akan mendorong direktur pemasaran KAP memberikan layanan yang terbaik kepada klien dan menjalin hubungan yang terbuka di antara mereka. Sistem pengendalian clan diharapkan juga dapat meningkatkan hubungan antara direktur pemasaran KAP dengan klien karena pengendalian clan dapat mendorong direktur pemasaran untuk menghargai dan mengakui pentingnya hubungan dengan baik dengan klien. Hubungan-hubungan tersebut apabila dihubungkan dengan sintesa teori yang dibahas sebelumnya memberikan rerangka pemikiran logis bahwa pengaruh jenis pengendalian terhadap keenam variabel konsekuensinya dimoderasi oleh tingkat kesesuaian yang tinggi antara jenis pengendalian yang dipilih dengan 20 variabel determinannya. Berdasarkan pemikiran-pemikiran yang telah diuraikan di atas kemudian dibuat proposisi-proposisi mengenai hubungan variabel jenis pengendalian, 20 variabel determinan jenis pengendalian, dan variabelvariabel konsekuensinya, sebagai berikut: 1. Proposisi 1 : Tiga variabel lingkungan eksternal, sepuluh variabel KAP, dan lima variabel direktur pemasaran KAP mempengaruhi kesesuaian pemilihan jenis pengendalian (Gambar 2). 2.

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

Proposisi 2 : Dua variabel hubungan KAP dengan direktur pemasaran KAP tingkat konflik tujuan antara KAP dengan direktur pemasaran KAP dan jangka waktu hubungan mempengaruhi kesesuaian pemilihan jenis pengendalian. 3. Proposisi 3 : Tiga variabel lingkungan eksternal, sepuluh variabel KAP, lima variabel direktur pemasaran KAP, dan dua variabel hubungan kerja antara KAP dengan direktur pemasaran KAP memoderasi pengaruh variabel jenis pengendalian terhadap enam variabel konsekuensinya komitmen terhadap KAP, kompetensi, motivasi intrinsik dan ekstrinsik, hirarkhi motivasi, strategi keperilakuan, dan hubungan direktur pemasaran KAP dengan klien. 4. Proposisi 4: Tingkat kesesuaian atau fit yang semakin tinggi antara 20 variabel determinan pengendalian dengan variabel jenis pengendalian yang dipilih maka semakin tinggi pula pengaruh variabel jenis pengendalian terhadap variabel komitmen direktur pemasaran terhadap KAP, kompetensi, motivasi intrinsik dan ekstrinsik, hirarkhi motivasi, strategi keperilakuan, dan hubungan direktur pemasaran KAP dengan klien Keempat proposisi yang dihasilkan oleh sintesa kelima teori tersebut dalam konteks hubungan antara KAP dengan direktur pemasaran KAP dapat dimasukkan dalam suatu model teori movitasi yang berfokus pada teori expectancy, yang disajikan dalam Gambar 2. Model tersebut diharapkan secara komprehensif dapat menunjukkan secara ringkas bagaimana proses motivasi terjadi serta bagaimana sistem pengendalian terhadap direktur pemasaran KAP dan kesesuaian dengan variabel-variabel determinannya mempengaruhi keenam variabel konsekuensi, yang kemudian mempengaruhi variabel usaha, kinerja, imbalan jasa, keadilan yang dirasakan, dan kepuasan direktur pemasaran KAP.

10

Jam STIE YKPN - Eko Widodo

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

Gambar 2 Model Sistem Pengendalian Direktur Pemasaran KAP

Variabel Lingkungan Eksternal: 1. Ketidakpastian permintaan audit 2. Fluktuasi pendapatan jasa audit 3. Interaksi ketidakpastian dg. transaction-specific assets (TSA) Variabel KAP (Partner): 1. Keberadaan sistem informasi 2. Tingkat penolakan risiko 3. Ketidakpastian hasil 4. Keterprograman tugas 5. Tingkat pengetahuan proses 6. Tingkat akurasi pengukuran hasil 7. Suasana humanistik 8. Jumlah direktur dan staf pemasaran KAP adalah kecil 9. Umpan balik imbalan jasa bersifat informasional/pengendalian 10. Penerapan teori Y atau X terhadap bawahan Variabel Direktur Pemasaran KAP: 1. Tingkat penolakan risiko 2. Tingkat kesulitan pengamatan perilaku direktur pemasaran 3. Pengalaman dan spesialisasi (TSA) yang dimiliki 4. Preferensi motivasi intrinsik atau ekstrinsik 5. Bawahan mempunyai karakteristik teori Y atau X Variabel Hubungan KAP dengan Direktur Pemasaran: 1. Tingkat konflik tujuan antara KAP dengan direktur pemasaran 2. Jangka waktu hubungan

Keadilan Komitmen thd. KAP 8 Kompetensi Motivasi int. & ekst. Hirarkhi motivasi Strategi keperilakukan Hubungan. Dg. klien
8

Jenis Sistem Pengendalian

8 Usaha

8 Kinerja

8 Imbalan Jasa

8 Kepuasan

Sumber: Adaptasi dari Anderson dan Oliver, 1987; Eisenhardt, 1989; Pinder, 1984.

11

Jam STIE YKPN - Eko Widodo PENUTUP Posisi direktur pemasaran KAP tidak terdapat dalam struktur organisasi tradisional Kantor Akuntan Publik. Aktivitas pemerolehan klien secara tradisional terutama dilakukan oleh partner yang bertugas melakukan hubungan dengan publik. Persaingan di antara KAP menimbulkan kebutuhan pemasar yang andal untuk menempati posisi direktur pemasaran KAP. Masalah yang muncul adalah bagaimana sistem pengendalian yang sebaiknya diterapkan oleh KAP terhadap direktur pemasarannya. Suatu model komprehensif sistem pengendalian direktur pemasaran KAP telah dikembangkan dengan melakukan sintesa terhadap lima teori yang relevan. Teori agensi, teori organisasi, teori analisis kos transaksi, teori evaluasi kognitif, dan teori X dan Y dapat memberikan kontribusi dalam perancangan sistem pengendalian yang optimal. Teoriteori tersebut ditelaah dalam hubungannya dengan

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

jenis sistem pengendalian direktur pemasaran KAP pengendalian berdasarkan perilaku, hasil dan clan yang direkomendasikan untuk variabel-variabel lingkungan, KAP, direktur pemasaran KAP, dan karakteristik hubungan KAP dengan direktur pemasaran KAP. Dua puluh variabel telah diidentifikasi sebagai determinan pemilihan sistem pengendalian. Kesesuaian antara jenis sistem pengendalian yang dipilih dengan dua puluh variabel determinannya mempengaruhi hubungan antara variabel jenis pengendalian dengan enam variabel konsekuensinya, yang kemudian mempengaruhi variabel-variabel lain yang konteks teori motivasi. Hubungan di antara variabel-variabel tersebut disajikan dalam Gambar 2. Model yang telah dikembangkan dan empat proposisi yang telah dihasilkan dari sintesa kelima teori tersebut masih bersifat subyektif dan memerlukan pengujian secara empiris.

12

Jam STIE YKPN - Eko Widodo

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

REFERENSI Anderson, E., & Oliver, R. L. 1987. Perspective on Behavior-Based Versus Outcome-Based Salesforce Control Systems. Journal of Marketing, 51: 76-88. Cravens, D. W., Ingram. T. N., LaForge, R. W., & Young, C. E. Behavior-Based and Outcome-Based Salesforce Control Systems. Journal of Marketing, 57: 47-59. Eisenhardt, K. M. 1989. Agency Theory: An Assesment and Review. Academy of Management Review, 14: 57-74. Hamberg, N. 1991. CPA Firms and Their Marketing Directors. Journal of Accountancy, 172: 87-90. John, G., & Weitz, B. 1989. Salesforce Compensation: An Empirical Invstigation of Factors Related Use of Salary Versus Incentive Compensation. Journal of Marketing Research, 26: 1-14. Pinder, C. C. 1984. Work Motivation: Theory, Issues, and Applications . Glenvieu: Scott, Foresman and Compaby. Stathakopoulos,V. 1996. Sales Force Control: A Systhesis of Three Theories. Journal of Personal Selling & Sales Management, 16: 1-12.

13

Jam STIE YKPN - Eko Widodo

Pengendalian Direktur Pemasaran KAP: Suatu Sintesa ......

14

Jam STIE YKPN - Caecilia dan Erni ...

Analisis Reaksi Pemegang Saham ......

ABSTRACT
Small businesses in Indonesia have already proved that

ANALISIS REAKSI PEMEGANG SAHAM TERHADAP ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN PENGUMUMAN DIVEDEND CUT DAN DIVEDEND OMISSION TERHADAP JUDGMENT AUDITOR DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)
Hansiadi Yuli Hartanto1) *) 2) Dra. Caecilia Wahyu E.R., M.Si. dan Dr. Erni Ekawati, M.B.A., M.S.A. **) Indra Wijaya Kusuma

ABSTRACT This study analyzes shareholders reaction to announcements of dividend cuts and omissions in Jakarta Stock Exchange (JSX). Dividend cut is defined as a firm policy to reduce the amount of cash dividend paid to shareholders, while dividend omission is a firm policy to omit cash dividend for the first time within 2 5 years continuous dividend payments. This study hypothesizes that announcements of dividend cut and omission have information contents. A sample of 52 firms, consisting of 33 dividend cuts and 19 dividend omissions during 1991 1996, is studied. An event study technique is employed to analyze shareholders reaction to announcements of dividend cut and omission. It is found that there is a significant abnormal return (used as a proxy of shareholders reaction) surrounding the announcement date. Using a multiple linear regression model, the study also analyzes the effects of firm specific characteristic variables: cut percentage; firm size; cumulative return movement prior to a dividend announcement; and firm risk on abnormal return. The result indicates that cumulative return movement and firm risk have positive relationship with the magnitude of abnormal return. The other variables have no significant relationship.

Key words : abnormal return, dividend announcement, dividend cut, dividend omission, firm specific characteristics, information content hypothesis PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Menurut Ross (1977) pengumuman dividen merupakan salah satu sinyal yang mengandung arti bagi investor tentang gambaran prospek masa depan perusahaan. Di samping itu juga pengumuman dividen mengandung informasi yang penting dan berarti yang mampu mempengaruhi reaksi pasar (Bhattacharya, 1979). Dengan demikian pasar akan bereaksi tergantung pada kandungan informasi dalam event tersebut. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk menguji kandungan informasi dari pengumuman dividen adalah dengan melakukan studi peristiwa (event study). Beberapa hasil penelitian empiris yang telah menemukan adanya kandungan informasi dari pengumuman dividen dengan menggunakan pendekatan ini diantaranya adalah Aharony & Swary, 1980; Asquith & Mullins, 1983; Healy & Palepu, 1988; dan Eddy & Seifert, 1992 (Jogiyanto, 1998). Hasil penelitian tersebut sesuai dengan dividend signaling

*) **)

Dra. Caecilia Wahyu E.R, M.Si., Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dr. Erni Ekawati, M.B.A., M.S.A., Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta.

15

Jam STIE YKPN - Caecilia dan Erni theory (Bhattacharya, 1979) yang menyatakan bahwa pengumuman dividen membawa sinyal yang berarti bagi investor sehingga mampu mempengaruhi reaksi investor yang dicerminkan oleh harga sahamnya. Namun masalah yang muncul adalah bagaimanakah reaksi pemegang saham, yang dicerminkan melalui perubahan harga saham, terhadap pengumuman dividend cut dan dividend omission di Bursa Efek Jakarta (BEJ) ? Riset dengan topik ini didasarkan pada tiga motivasi berikut ini. Pertama, isu mengenai pengaruh pengumuman dividen terhadap harga saham masih kontroversial. Kedua, penelitian ini sangatlah penting bagi investor yang rasional dalam melakukan analisis sebelum mengambil keputusan berinvestasi. Ketiga, penelitian mengenai pengaruh pengumuman perubahan dividen yang tidak diharapkan - khususnya pengumuman pemotongan/ penghapusan dividen terhadap reaksi pemegang saham yang dilakukan secara empiris sebelumnya di pasar modal Indonesia memberi hasil yang belum konklusif. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris reaksi pemegang saham terhadap pengumuman dari perubahan kebijakan pembayaran dividen yang tidak diharapkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ), dengan berfokus pada abnormal return saham yang terjadi setelah pemegang saham bereaksi terhadap pengumuman dividend cut dan dividend omission. TINJAUAN LITERATUR Reaksi Pemegang Saham terhadap Pengumuman Dividend Cut/ Dividend Omission Penelitian mengenai pengaruh pengumuman pemotongan/ penghapusan dividen terhadap reaksi pemegang saham (tercermin dari harga sahamnya) telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti Ghosh & Woolridge (1988), Black et al (1995), dan Bessler & Nohel (1996). Adapun hasil penelitian mereka adalah munculnya reaksi pemegang saham yang negatif dan signifikan di sekitar tanggal pengumuman. Begitu pula halnya dengan Michaely & Womack (1995) menguji pengaruh pengumuman dividend omission dan dividend initiation terhadap reaksi pasar (tercermin dari adanya penyimpangan harga). Hasil penelitian mereka mendukung studi Healy dan Palepu (1988), yaitu besarnya (magnitude) reaksi jangka

Analisis Reaksi Pemegang Saham ......

pendek untuk perusahaan yang menghapus dividen pertama kalinya (reaksi negatif) lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang membayar dividen pertama kalinya (reaksi positif). Perbedaan reaksi ini disebabkan karena penghapusan dividen pertama kalinya lebih banyak mengandung informasi. Di Indonesia penelitian tentang pengumuman dividen sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, meskipun memberikan hasil yang berbeda-beda. Amsari (1993), Soetjipto (1997), Raharjo (2000), dan Bukit (2000) menyimpulkan bahwa tidak ada reaksi pasar yang signifikan terhadap pengumuman perubahan dividen. Sedangkan Sujoko (1999), Fatmawati (1999), dan Kartini (2001) menyimpulkan bahwa ada reaksi pasar yang signifikan pada hari pengumuman perubahan dividen di Bursa Efek Jakarta. Teori-teori yang Berkaitan dengan Pengumuman Dividend Cut/ Dividend Omission a. Signaling theory Miller & Modigliani (dalam Brigham & Gapenski, 1999) berpendapat bahwa perubahan dividen yang tidak diharapkan merupakan petunjuk bagi pasar tentang perubahan laba yang diperoleh perusahaan, yang pada akhirnya akan memicu perubahan harga saham. Penelitian Ghosh & Woolridge (1988) menunjukkan bahwa reaksi pasar terhadap perubahan dividen tergantung pada kandungan informasi dalam pengumuman dividen tersebut. Dengan demikian menurut signaling theory pasar akan cenderung menginterpretasikan pemotongan/ penghapusan dividen sebagai sinyal penurunan kinerja perusahaan saat ini dan prospeknya di masa mendatang. Sinyal ini pada akhirnya akan mempengaruhi perubahan harga saham perusahaan. Akibatnya pasar akan bereaksi negatif terhadap pemotongan/ penghapusan dividen. Penelitian Ghosh & Woolridge (1988) mendukung signaling theory ini. b. Agency theory Perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham dapat menimbulkan agency conflict. Konflik ini muncul akibat kegagalan manajer untuk menjadi agen yang mampu memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Guna meyakinkan bahwa manajer

16

Jam STIE YKPN - Caecilia dan Erni ... bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan pemegang saham maka pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang disebut agency cost. Untuk mengurangi agency cost ini maka dilakukanlah pembayaran dividen, yang berperan dalam mekanisme monitoring karena membuat manajer harus menyediakan dana yang mungkin diperoleh dari luar (Ghosh & Woolridge, 1988). Agency theory memandang bahwa penurunan/ penghapusan dividen dimaksudkan untuk menyediakan dana internal bagi perusahaan sehingga perusahaan tidak perlu mencari dana ke pasar modal. Namun hal ini akan meningkatkan agency cost karena investor harus meningkatkan pengawasan terhadap manajer agar menggunakan dana tersebut secara bertanggung jawab. Teori ini memprediksikan bahwa harga saham akan turun dengan diumumkannya pemotongan/ penghapusan dividen. Akibatnya investor akan bereaksi negatif terhadap penurunan/ penghapusan dividen. Agency theory telah terbukti secara empiris dalam penelitian Ghosh & Woolridge (1988). c. Residual theory Residual theory beranggapan bahwa kebijakan dividen dipengaruhi oleh kebutuhan dana untuk pembiayaan investasi. Implikasi dari teori ini adalah bahwa kebijakan penurunan/ penghapusan dividen tanpa disertai penurunan earning merupakan sinyal untuk meraih kesempatan investasi yang lebih menguntungkan dan akan menghasilkan kenaikan harga saham. Akibatnya investor akan bereaksi negatif terhadap penurunan/ penghapusan dividen yang disertai penurunan earning. Dalam penelitian Ghosh & Woolridge (1988), kebenaran residual theory terbukti lemah. PERUMUSAN HIPOTESIS a. Kandungan Informasi pada Pengumuman Dividen Hipotesis kandungan informasi dividen menyatakan bahwa pembayaran dividen menginformasikan kepada pasar, pandangan manajemen tentang prospek masa depan perusahaan. Perubahan dalam pembayaran dividen mengandung informasi yang mampu membuat pelaku pasar merubah prediksi mereka tentang prospek perusahaan

Analisis Reaksi Pemegang Saham ......

di masa yang akan datang. Akibatnya terdapat penyesuaian harga saham ketika perubahan pembayaran dividen tersebut diumumkan. Reaksi pasar yang negatif dan signifikan terhadap pengumuman perubahan pembayaran dividen, khususnya penurunan dividen, telah dibuktikan oleh beberapa peneliti antara lain Pettit (1972), Charest (1978), dan Aharony & Swary (1980). Sementara itu menurut Ghosh & Woolridge (1988), Black et al. (1995) serta Bessler & Nohel (1996) pengumuman pemotongan/ penghapusan dividen memberikan reaksi pasar yang negatif dan signifikan. Disamping itu pula menurut Michaely & Womack (1995) pengumuman penghapusan dividen menimbulkan reaksi pasar yang negatif dan harga sahamnya menyimpang menurun serta pengumuman pembayaran dividen pertama kalinya memberikan reaksi pasar yang positif dan harga sahamnya menyimpang ke atas. Berdasarkan uraian ini maka diduga bahwa pemegang saham akan bereaksi negatif terhadap pengumuman dividend cut/ dividend omission di BEJ. Hipotesis 1 : Pemegang saham bereaksi negatif terhadap pengumuman pemotongan/ penghapusan dividen b. Pengaruh Variabel-variabel Karakteristik Khusus Perusahaan terhadap Reaksi Pemegang Saham Reaksi pemegang saham terhadap pengumuman dividen dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan harga sekuritas dari perusahaan yang bersangkutan. Apabila pengumuman dividen menyebabkan pemegang saham bereaksi maka pengumuman dividen dianggap memiliki kandungan informasi. Oleh karena reaksi pemegang saham diproksikan dengan abnormal return , maka selanjutnya abnormal return diteliti keterkaitannya dengan variabel-variabel karakteristik khusus perusahaan, apabila diperoleh abnormal return yang signifikan dari pengujian hipotesis pertama. Adapun variabel-variabel karakteristik khusus perusahaan (proksi bagi kandungan informasi dari pengumuman dividend cut / dividend omission ) adalah sebagai berikut : Prosentase perubahan dividen (Cut percentage). Besarnya perubahan penurunan dividen telah diamati oleh beberapa peneliti sebagai penyebab

17

Jam STIE YKPN - Caecilia dan Erni munculnya abnormal return pada dividend cut (Ghosh & Woolridge, 1988; Black et al., 1995; dan Bessler & Nohel, 1996). Prosentase perubahan dividen merupakan proksi untuk kandungan informasi yang sesungguhnya dari perubahan dividen itu sendiri. Semakin besar prosentase perubahan dividen semakin besar pula reaksi investor ( abnormal return ). Penelitian Ghosh & Woolridge (1988) serta Black et al. (1995) secara empiris telah membuktikan bahwa prosentase perubahan dividen berhubungan positif dengan abnormal return. Oleh karena abnormal return diprediksikan negatif maka variabel ini diduga memiliki tanda yang negatif pula. Ukuran perusahaan ( Firm size) . Reaksi pemegang saham terhadap pengumuman yang dikeluarkan perusahaan diduga dipengaruhi oleh ukuran perusahaan. Eddy & Seifert (1988) membuktikan secara empiris bahwa reaksi pemegang saham terhadap pengumuman pembayaran kenaikan dividen lebih besar untuk perusahaan kecil dibandingkan perusahaan besar. Hal ini disebabkan karena informasi-informasi yang ada di pasar mengenai perusahaan-perusahaan kecil sangat terbatas sehingga pengumuman yang dikeluarkan oleh perusahaan kecil menimbulkan reaksi yang besar. Berdasarkan bukti tersebut diduga bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki arah yang berlawanan dengan abnormal return. Dengan demikian variabel ini diprediksi memiliki tanda positif. Fluktuasi tingkat keuntungan kumulatif (Cummulative return movement). Fluktuasi tingkat keuntungan kumulatif perusahaan sebelum pengumuman dividen banyak diamati, karena kebanyakan perusahaan tersebut mengalami penurunan earning dan harga saham sebelum melakukan penurunan dividen. Adanya penurunan earning atau berita-berita buruk mengenai perusahaan yang terjadi sebelumnya menyebabkan investor lebih mampu mengantisipasi bila perusahaan nantinya mengeluarkan pengumuman pemotongan / penghapusan dividen. Ghosh dan Woolridge (1988) menggunakan variabel ini untuk mengukur fluktuasi tingkat keuntungan kumulatif selama periode estimasi. Variabel cummulative return movement ini juga mencerminkan risiko perusahaan karena volatilitas return saham perusahaan terhadap return pasar dapat

Analisis Reaksi Pemegang Saham ......

diukur dengan beta (Jones, 1998). Semakin besar fluktuasi return suatu saham terhadap return pasar semakin besar pula beta saham tersebut. Hasil penelitian Ghosh dan Woolridge (1988) membuktikan secara empiris bahwa variabel fluktuasi tingkat keuntungan kumulatif sebelum pengumuman dividen memiliki hubungan yang searah dengan abnormal return. Oleh karena itu variabel ini diduga memiliki tanda negatif. Risiko perusahaan ( Beta ). Eades (1982) membuktikan secara empiris bahwa reaksi pasar terhadap perubahan dividen yang tidak diharapkan merupakan fungsi positif dari risiko perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin besar risiko perusahaan semakin besar pula reaksi pemegang saham. Menurut Lintner (dalam Jogiyanto, 1998) perusahaan yang mempunyai risiko tinggi cenderung untuk membayar dividend payout ratio lebih kecil, supaya nantinya tidak memotong dividen apabila laba yang diperoleh turun. Untuk perusahaan yang berisiko tinggi, probabilitas mengalami laba yang menurun adalah tinggi, sehingga hal ini akan menimbulkan reaksi pemegang saham yang besar. Oleh karena beta merupakan pengukur risiko dan abnormal return merupakan proksi dari reaksi pemegang saham, maka dapat juga dinyatakan bahwa beta dan abnormal return mempunyai hubungan yang positif. Jadi dalam penelitian ini variabel beta (risiko) diduga memiliki tanda negatif. Jadi secara terperinci, hubungan antara variabelvariabel karakteristik khusus perusahaan (prosentase perubahan dividen, ukuran perusahaan, fluktuasi tingkat keuntungan kumulatif sebelum pengumuman dividen, dan risiko perusahaan) dengan abnormal return dapat dirumuskan sebagai berikut : Hipotesis 2a : Besarnya prosentase perubahan dividen berpengaruh positif terhadap abnormal return Hipotesis 2b : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap abnormal return Hipotesis 2c : Fluktuasi tingkat keuntungan kumulatif sebelum pengumuman dividen berpengaruh positif terhadap abnormal return Hipotesis 2d : Risiko perusahaan yang diukur dengan beta berpengaruh positif terhadap abnormal return

18

Jam STIE YKPN - Caecilia dan Erni ... METODOLOGI PENELITIAN Populasi dan Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis perusahaan yang terdaftar di BEJ sejak tahun 1991 sampai dengan tahun 1996. Hal ini didasarkan atas pertimbangan guna memenuhi jumlah data yang akan diuji, dan menghilangkan pengaruh krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997. Dari populasi yang sudah ditentukan maka pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Menurut Cooper & Emory (1995) metode purposive sampling adalah metode pengambilan sampel dengan mendasarkan pada kriteria-kriteria tertentu yaitu : (1) Perusahaan terdaftar di BEJ selama periode pengamatan 1991 1996, (2) Perusahaan membayar dividen setahun sekali selama enam periode tersebut, (3.a) Bagi sampel perusahaan yang melakukan dividend cut. Sebelum periode pengamatan perusahaan telah membayar dividen selama minimal dua tahun berturut-turut secara rutin dalam jumlah yang tetap maupun meningkat, tetapi pada satu periode pengamatan perusahaan melakukan pemotongan dividen, (3.b) Bagi sampel perusahaan yang melakukan dividend omission . Sebelum periode pengamatan perusahaan telah membayar dividen selama minimal dua tahun berturut-turut secara rutin dalam jumlah yang tetap, menurun maupun meningkat, tetapi pada satu periode pengamatan perusahaan melakukan penghapusan dividen tunai pertama kalinya, (4) Selama periode pengamatan perusahaan tidak melakukan company action seperti melakukan stock split Berdasarkan kriteria tersebut maka terpilih 52 perusahaan yang memenuhi syarat kelengkapan data yang terdiri dari berbagai jenis perusahaan, yaitu 33 perusahaan yang melakukan dividend cut dan 19 perusahaan yang melakukan dividend omission. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang berupa harga saham harian, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) harian, dividen per-lembar saham ( dividend per-share ), tanggal RUPS, dan kapitalisasi pasar. Data-data

Analisis Reaksi Pemegang Saham ......

tersebut diperoleh dari BEJ, Database PACAP, JSX Monthly Statistics Report, Business News, Fact Book, dan Capital Market Directory. Penentuan Periode Peristiwa dan Periode Estimasi Tanggal yang dianggap sebagai event pengumuman dividend cut/ dividend omission adalah tanggal pelaksanaan RUPS yang dilaporkan ke BEJ (t0). Kemudian berdasarkan tanggal RUPS tersebut ditentukan kisaran 10 hari sebelum (t -10) dan 10 hari sesudahnya (t +10) sebagai event period sehingga periode peristiwa ada 21 hari. Sedangkan estimation period yang dipakai dalam penelitian ini adalah 60 hari (sejak t -70 s/d t -11), dan digunakan untuk mengestimasi expected return saham. a. Pengujian Abnormal Return Tahap pertama penelitian ini adalah menguji apakah pemegang saham bereaksi negatif terhadap pengumuman dividend cut / dividend omission. Pengujian ini dilakukan dengan event study (Kritzman, 1994), yaitu untuk menguji reaksi pasar yang signifikan terhadap pengumuman dividend cut/ dividend omission di BEJ. Reaksi pasar ini diproksi dengan abnormal return yang terjadi selama event period. b. Pengujian Variabel Karakteristik Khusus Perusahaan Tahap penelitian berikutnya adalah menguji pengaruh variabel-variabel karakteristik khusus perusahaan (sebagai proksi dari kandungan informasi) terhadap abnormal return. Tahap ini akan dilakukan apabila terdapat abnormal return yang signifikan di sekitar periode peristiwa. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan model Regresi Linier Ganda, dengan memasukkan empat variabel bebas. Sebagai independent variable adalah variabel-variabel karakteristik khusus perusahaan, sedangkan dependent variable adalah cummulative abnormal return pada hari terakhir di periode jendela untuk masing-masing perusahaan ke-i. Adapun model persamaan Regresi Linier Ganda untuk hipotesis ini adalah sebagai berikut:
CAR i,t = 0 + 1 PERCUT + 2 ln SIZE + 3 CARM + 4 BETA

19

Jam STIE YKPN - Caecilia dan Erni Keterangan : CAR : cummulative abnormal return pada hari terakhir di periode jendela PERCUT : cut percentage (prosentase perubahan dividen) SIZE : ukuran perusahaan, diproksi dengan market value CARM : fluktuasi return kumulatif sebelum pengumuman dividen BETA : resiko perusahaan

Analisis Reaksi Pemegang Saham ......

Setelah diperoleh persamaan regresi maka dilakukan pengujian terhadap hipotesis 2a, 2b, 2c, dan 2d untuk melihat signifikansinya dengan uji t (t - test). ANALISIS DATA Pengujian Hipotesis a. Pengujian Abnormal Return (AR) Pengujian hipotesis pertama ini dilakukan dengan menggunakan uji t satu sisi sebelah kiri dengan tingkat signifikansi a = 1%, 5% dan 10% pada df 51.

Tabel 1 Hasil Pengujian Abnormal Return Harian di sekitar Tanggal Pengumuman Dividend Cut/ Dividend Omission (untuk Semua Sampel) Hari ke
T -10. T -9 T -8 T -7 T -6 T -5 T -4 T -3 T -2 T -1 T0 T +1 T +2 T +3 T +4 T +5 T +6 T +7 T +8 T +9 t+10

Sebelum koreksi beta AAR t T - hitung


0.00388 -0.00020 -0.01118 0.00176 0.00504 0.00267 0.00022 0.00100 0.00272 0.00703 -0,00451 0.00453 0.00395 0.00299 -0.01696 -0.01323 0.00044 0.00314 0.00277 0.00340 0.00685 0.41282 0.16800 -2.66916 *** 0.11552 1.20006 0.99736 0.55533 0.98357 0.67230 1,87090 -1,61939 * 0.82622 1.03746 1.36365 -2.56131 *** -3.09045 *** 0.25262 1.29213 0.02500 0.89214 0.87174

Sesudah koreksi beta AAR t T - hitung


-0.00043 -0.00199 -0.01176 0.00122 0.00591 0.00325 -0.00271 0.00136 0.00344 0.00619 -0,00565 0.00322 0.00239 0.00312 -0.01914 -0.01371 -0.00203 0.00150 0.00423 0.00424 0.00814 0.08232 0.13459 -2.64022 *** 0.05438 1.24267 1.31365 0.06665 0.71532 0.88930 1,79413 -1,63135 * 0.58357 0.74166 1.35978 -2.73890 *** -3.04109 *** -0.06301 1.42776 0.32933 1.05969 1.05150

Keterangan

* = signifikan pada = 10% (t < -1,303) *** = signifikan pada = 1 % (t < -2,423)

20

Jam STIE YKPN - Caecilia dan Erni ... Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemegang saham bereaksi terhadap pengumuman dividend cut/ dividend omission . Reaksi pemegang saham ini diproksi dengan nilai abnormal return negatif yang signifikan di sekitar tanggal pengumuman. Berikut ini merupakan hasil pengujian statistik abnormal return : Ternyata kedua hasil perhitungan ini tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Hasil perhitungan keduanya menunjukkan bahwa AAR positif dan negatif muncul pada 21 hari perdagangan selama event period, akan tetapi tidak semuanya signifikan. Meskipun sebagian besar yang muncul adalah AAR yang positif, akan tetapi terdapat AAR yang negatif dan signifikan pada 4 hari perdagangan, yaitu pada hari t -8, t 0, t +4, dan t +5. AAR yang negatif dan signifikan pada = 10% muncul pada saat pengumuman dividend cut/ dividend omission itu dikeluarkan. Hal ini dapat diartikan bahwa hipotesis alternatif diterima, yaitu pemegang saham bereaksi negatif terhadap pengumuman dividend cut/ dividend omission. Reaksi pemegang saham yang negatif ini sesuai dengan signaling theory, yaitu pengumuman

Analisis Reaksi Pemegang Saham ......

pemotongan maupun penghapusan dividen cenderung diartikan sebagai sinyal penurunan kinerja perusahaan saat ini dan prospeknya di masa mendatang. Sinyal ini akan berpengaruh negatif terhadap pemegang saham yang dicerminkan oleh turunnya harga sahamnya. AAR yang negatif dan signifikan juga muncul pada saat 8 hari sebelum pengumuman yaitu sebesar .01118 dan -0.01176 (sebelum dan sesudah koreksi beta) pada = 1%. Hal ini diduga karena adanya kebocoran informasi. Sebagian investor mungkin telah memperoleh informasi dari pihak dalam perusahaan. Sedangkan AAR yang negatif dan signifikan juga muncul pada saat 4 dan 5 hari sesudah pengumuman yaitu sebesar -0.01696 dan -0.01323 (sebelum koreksi beta) serta -0.01914 dan -0.01371 (sesudah koreksi beta) pada = 1%. Hal ini diduga karena adanya distribusi informasi yang belum simetris sehingga hanya sebagian investor yang mengetahui pengumuman ini pada waktunya dan sisanya terlambat mengetahui informasi ini.

Tabel 2 Data Analisis Regresi Linier Ganda (untuk semua sampel)


No. Urut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Kode Perush. INPC BRNA MTSM ASBI MERK SMRA DART ASGR MLBI SKBM TBMS DSST RIGS PNLF HPSB ESTI LMSH EKAD SMGR BAYU CAR sebelum koreksi 0.075826 0.036393 0.005956 0.113675 0.017582 0.109371 -0.136884 0.205632 0.023903 0.088929 -0.042820 -0.008381 -0.022607 0.189440 -0.117241 0.090446 0.027155 0.098711 -0.017897 -0.433511 CAR sesudah koreksi 0.133448 0.036393 -0.000011 0.146209 0.019692 0.109371 -0.122849 0.205632 0.045636 0.070541 -0.067275 0.044097 -0.013489 0.263758 -0.192416 0.079408 0.040732 0.098711 -0.033215 -0.494452

Variabel Bebas
PERCUT -0.454545 -0.375000 -0.333333 -0.400000 -0.419643 -0.575342 -0.500000 -0.791667 -0.225610 -0.523810 -0 .285714 -0.500000 -0.644444 -0.875000 -0.500000 -0.500000 -0.500000 -0.090909 -0.405405 -0.700000 Ln Size 24.803680 24.833320 25.944810 22.942469 23.837225 25.810121 27.689413 23.861495 23.838025 26.359055 23.100402 26.706950 23s.977045 25.122629 25.268049 25.658847 23.080339 23.059479 29.153178 25.899416 CARM -0.340382 -0.122949 -0.125000 -0.136032 -0.067164 -0.314114 -0.031156 -0.717611 0.066667 0.012575 -0.038428 -0.006221 -0.083846 -0.168797 -0.043233 0.056108 -0.101301 -0.232305 -0.029177 0.441167 BETA -0.420807 0.319105 -0.226364 -0.295973 0.009873 2.168289 2.898043 1.046327 -0.019599 0.590915 -0.218824 1.043578 0.687582 -1.917289 -0.646729 -0.518490 0.139092 1.363185 -0.280956

21

Jam STIE YKPN - Caecilia dan Erni

Analisis Reaksi Pemegang Saham ......

No. Urut 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52

Kode Perush. IGAR KICI MYOR MDLN RDTX RAMA PTRA GSMF PCMF INTP DAVO LPPS MEDC PBRX CTBN MYTX MYRX BNII SHDA BFIN PGIN BATA FASW INTD MLPL INCF CNBE SAIP CPPR INRU TKGA TFCO

CAR sebelum koreksi 0.093919 0.049109 0.119373 -0.034088 0.417964 0.006469 -0.002603 0.131926 -0.010658 0.155964 -0.003026 -0.463909 0.071465 0.111107 -0.103443 0.024706 0.001118 -0.186939 0.026548 0.003772 0.056637 0.045312 0.114195 0.189281 -0.548262 -0.056125 -0.028727 0.084797 -0.256148 0.060186 0.006526 -0.051332

CAR sesudah koreksi 0.069819 0.059219 0.176078 -0.019302 0.085309 -0.055531 0.007392 0.212984 -0.002362 0.243012 0.037815 -0.677040 0.084990 0.117343 -0.071328 -0.057763 0.001607 -0.294376 0.034439 -0.105781 0.064005 -0.105984 0.100488 0.267732 -0.873440 -0.082724 -0.052716 0.111983 -0.344872 0.093902 0.182650 -0.056087

Variabel Bebas
PERCUT -0.333333 -0.250000 -0.750000 -0.439394 -0.662500 -0.166667 -0.830000 -0.500000 -0.866667 -0.562500 -0.868154 -0.750000 -0.200000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 -1.000000 Ln Size 24.396397 25.362837 27.719382 26.014946 25.965013 25.907854 28.514350 29.324293 26.322687 29.611106 26.943106 27.805657 27.371474 24.652736 25.377226 23.738801 25.162381 28.374586 26.706751 25.365597 22.694844 22.769021 26.062572 24.660996 26.992313 23.832327 23.635236 26.183702 26.722699 27.284267 24.723300 24.244022 CARM -0.039951 -0.188439 -0.321930 0.022526 -0.873743 0.002489 0.128435 -0.039155 -0.265190 -0.075091 0.003483 0.045702 -0.034560 -0.306235 0.406507 -0.730252 -0.004525 0.097493 0.004078 0.340644 -0.220306 -0.198193 -0.063609 -0.498162 -0.315722 -0.074390 0.239269 0.109331 0.037664 -0.132389 -0.076923 0.198537 BETA -1.401369 -0.000572 1.152253 -0.198016 8.086712 0.656270 -0.096254 0.146894 0.269637 0.651412 -0.163488 3.5 01100 0.258790 -0.007983 0.050429 -1.637444 -0.003708 2.433408 -0.044911 -1.258984 -0.738717 1.643582 0.878932 0.919945 4.135189 0.039967 1.631443 0.788514 -0.373661 0.273804 0.996521 -0.102383

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama ini maka disimpulkan bahwa hipotesis alternatif diterima, yaitu pemegang saham bereaksi negatif terhadap pengumuman dividend cut/ dividend omission. Hal ini diartikan bahwa pengumuman dividen memiliki kandungan informasi. Reaksi pemegang saham yang negatif ini muncul karena pemegang saham cenderung menginterpretasikan pemotongan/ penghapusan dividen sebagai sinyal penurunan kinerja perusahaan saat ini dan prospeknya di masa mendatang.

b. Pengujian Variabel Karakteristik Khusus Perusahaan Pengujian hipotesis yang kedua dapat dilakukan karena pengujian hipotesis yang pertama telah memperoleh hasil yang signifikan. Pengujian hipotesis ini menggunakan Analisis Regresi Linier Ganda, dengan cara meregresikan abnormal return masingmasing perusahaan dengan empat variabel karakteristik khusus masing-masing perusahaan. Sebagai dependent variable adalah CAR selama 21 hari dalam event period . Sedangkan empat variabel karakteristik khusus perusahaan yang merupakan in-

22

Jam STIE YKPN - Caecilia dan Erni ...


Tabel 3. Rangkuman Hasil Perhitungan Analisis Regresi Linier Ganda
(Y = 0 + 1 PERCUT + 2 ln SIZE + 3 CARM + 4 BETA

Analisis Reaksi Pemegang Saham ......

dimana Y = CAR i,t sebelum koreksi beta)

Keterangan PERCUT ln SIZE CARM BETA Intercept R square F = =

Koefisien 0.0898 -0.0042 -0.3461 -0.019 0.1553 0.2926 4.8597

T 1.333 -0.355 -3.942 *** -1.528 0.513

Keterangan : *** = signifikan pada = 1% (t < -2,423) Tabel 4. Rangkuman Hasil Perhitungan Analisis Regresi Linier Ganda
(Y = 0 + 1 PERCUT + 2 ln SIZE + 3 CARM + 4 BETA

dimana Y = CAR i,t sesudah koreksi beta) Keterangan PERCUT ln SIZE CARM BETA Intercept R square F = = Koefisien 0.1368 -0.0001 -0.3547 -0.0497 0.0854 0.2483 3.8820 T 1.501 -0.003 -2.982 *** -2.849 *** 0.208

dependent variable adalah prosentase perubahan dividen, ukuran perusahaan, fluktuasi tingkat keuntungan kumulatif sebelum pengumuman dividen, dan risiko perusahaan. Berikut ini merupakan data Analisis Regresi Linier Ganda dan rangkuman hasil perhitungannya : Berdasarkan tabel 3 dan 4 tersebut tampak bahwa variabel bebas yang memiliki tanda negatif seperti yang diprediksi hanyalah CARM dan BETA, tetapi PERCUT dan ln SIZE tidak memiliki tanda sesuai dengan yang diharapkan dan tidak signifikan

pula. Meskipun CARM dan BETA memiliki tanda negatif seperti yang diprediksi akan tetapi perhitungan signifikansi CARM dan BETA pada Tabel 3 dan 4 berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena adanya koreksi terhadap beta. Di samping itu pada Tabel 3 dan 4 terlihat bahwa nilai F hitung baik sebelum maupun sesudah koreksi beta = 4.8597 dan 3.8820, dengan nilai probabilitas = 0.0023 dan 0.0083 - yang lebih kecil daripada nilai = 0.01, 0.05 maupun 0.10. Hal ini berarti bahwa secara simultan variabel-variabel yang digunakan sebagai proksi bagi information content dari pengumuman dividend cut/ dividend omission adalah signifikan. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa pengumuman dividend cut/ dividend omission di Bursa Efek Jakarta memiliki kandungan informasi yang digunakan pemegang saham sebagai dasar pengambilan keputusan investasi. Disamping itu besarnya R square = 0.29258 dan 0.24833 (sebelum dan sesudah koreksi beta) menunjukkan bahwa 29.258% ataupun 24.833% variasi dependent variable dipengaruhi oleh variasi independent variable yang diikutsertakan dalam model. Hal ini berarti bahwa yang memberi pengaruh lebih besar terhadap abnormal return pada saat pengumuman dividend cut/ dividend omission adalah independent variable yang tidak diikutsertakan dalam model ini. Variabel Prosentase Perubahan Dividen (PERCUT). Variabel ini digunakan untuk menguji hipotesis besarnya prosentase perubahan dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham berpengaruh terhadap abnormal return pada saat pengumuman dividend cut/ dividend omission . Hasil perhitungan menunjukkan bahwa variabel PERCUT memiliki tanda yang berbeda dengan yang diprediksi dan juga tidak signifikan, baik sebelum dilakukan koreksi beta maupun sesudahnya. Berdasarkan hasil pengujian ini maka tidak diperoleh cukup bukti untuk dapat menolak hipotesis 2a. Variabel prosentase perubahan dividen tidak berpengaruh terhadap abnormal return pada saat pengumuman dividend cut/ dividend omission. Variabel Ukuran Perusahaan (ln SIZE). Variabel ini digunakan untuk menguji besarnya ukuran perusahaan berpengaruh terhadap abnormal return pada saat pengumuman. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa variabel ln SIZE memiliki tanda

23

Jam STIE YKPN - Caecilia dan Erni yang berbeda dengan yang diprediksi dan juga tidak signifikan, baik pada hasil perhitungan sebelum dilakukan koreksi beta maupun sesudahnya. Berdasarkan hasil pengujian ini maka tidak diperoleh cukup bukti untuk dapat menolak hipotesis 2b. Variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap abnormal return pada saat pengumuman dividend cut/ dividend omission. Variabel Fluktuasi Return Kumulatif (CARM) . Variabel ini digunakan untuk menguji besarnya fluktuasi return kumulatif sebelum pengumuman dividen berpengaruh terhadap abnormal return pada saat pengumuman. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa variabel CARM memiliki tanda yang sama dengan yang diprediksi dan juga signifikan, baik pada hasil perhitungan sebelum dilakukan koreksi beta maupun sesudahnya. Disamping koefisien CARM menunjukkan nilai yang relatif tinggi dibandingkan koefisien regresi lainnya yaitu -0.346054 dan 0.354651 (sebelum dan sesudah koreksi), koefisien CARM juga memiliki tanda negatif. Hal ini berarti bahwa hubungan antara variabel ini dengan abnormal return pada saat pengumuman dividend cut/ dividend omission searah, dan ini menunjukkan kecenderungan bahwa semakin besar fluktuasi return kumulatif semakin besar reaksi negatif pemegang saham. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya adalah investor menganggap adanya pengumuman dividend cut/ dividend omission mencerminkan prospek perusahaan yang semakin buruk apabila perusahaan yang mengeluarkan pengumuman dividen tersebut memiliki fluktuasi return kumulatif yang tinggi. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 2c ini maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif 2c diterima, yaitu variabel fluktuasi return kumulatif sebelum pengumuman dividen berpengaruh terhadap abnormal return pada saat pengumuman dividend cut/ dividend omission. Variabel Risiko Perusahaan (BETA) . Variabel ini digunakan untuk menguji besarnya risiko perusahaan berpengaruh terhadap abnormal return pada saat pengumuman dividend cut/ dividend omission. Hasil perhitungan sesudah dilakukan koreksi beta menunjukkan bahwa variabel BETA memiliki tanda yang sama dengan yang diprediksi dan juga signifikan. Disamping koefisien BETA menunjukkan nilai yang relatif kecil (sebelum dan sesudah koreksi) yaitu -

Analisis Reaksi Pemegang Saham ......

0.019659 dan -0.049664, koefisien BETA juga memiliki tanda negatif. Hal ini berarti bahwa hubungan antara variabel ini dengan abnormal return pada saat pengumuman dividend cut/ dividend omission searah, dan ini menunjukkan kecenderungan bahwa semakin besar beta perusahaan semakin besar reaksi negatif pemegang saham. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya adalah investor menganggap pengumuman pemotongan/ penghapusan dividen sebagai sinyal yang semakin buruk apabila perusahaan yang mengeluarkan pengumuman dividen tersebut merupakan perusahaan yang berisiko tinggi. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 2d ini maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif diterima, yaitu variabel risiko perusahaan berpengaruh terhadap abnormal return pada saat pengumuman dividend cut/ dividend omission. Analisis Output Regresi Linier Ganda Dalam penggunaan model regresi linier yang diperoleh dari OLS method terdapat beberapa asumsi klasik yang dapat menghasilkan estimator linier tidak bias yang terbaik (Gujarati, 1995). Berdasarkan output yang diperoleh dari hasil perhitungan Regresi Linier Ganda maka dapatlah diartikan bahwa sesudah dilakukan koreksi terhadap beta, model regresi ini secara keseluruhan sudah lolos uji heteroskedastisitas, autokorelasi, multikolinieritas, dan uji normalitas. Oleh karenanya model ini dapat digunakan untuk memprediksi dengan memberikan hasil yang lebih akurat. KESIMPULAN Pemegang saham di BEJ bereaksi negatif terhadap pengumuman dividend cut/ dividend omission. Hal ini ditunjukkan dari munculnya abnormal return yang negatif dan signifikan pada hari pengumuman dengan = 10%. Reaksi pemegang saham yang negatif ini sesuai dengan signaling theory. Selain itu pada saat 8 hari sebelum pengumuman muncul abnormal return yang negatif dan signifikan dengan = 1%. Hal ini diduga karena adanya kebocoran informasi yang diperoleh investor dari pihak dalam perusahaan. Kemudian pada saat 4 dan 5 hari sesudah pengumuman muncul juga abnormal return

24

Jam STIE YKPN - Caecilia dan Erni ... yang negatif dan signifikan dengan = 1%. Hal ini diduga karena adanya penyebaran informasi yang belum merata kepada seluruh investor. Pengujian terhadap variabel-variabel karakteristik khusus perusahaan secara keseluruhan menunjukkan signifikan meskipun secara parsial hanya 2 variabel, CARM dan BETA, yang signifikan dan memiliki tanda seperti yang diharapkan. Hal ini berarti bahwa pengumuman dividend cut/ dividend omission mengandung informasi yang dapat digunakan oleh pemegang saham sebagai dasar pengambilan keputusan investasi. Sedangkan variabel PERCUT dan ln SIZE tidak signifikan dan memiliki tanda yang berbeda dengan tanda yang diprediksi. Hal ini menunjukkan baik prosentase perubahan dividen maupun ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap abnormal return pada saat pengumuman dividen. Keterbatasan yang terjadi dalam penelitian ini adalah hanya satu faktor yang digunakan untuk dianalisis, yaitu karakteristik khusus perusahaan, dan sedikitnya jumlah sampel yang dipilih dalam penelitian ini. Selain itu kriteria dalam penelitian ini dibatasi

Analisis Reaksi Pemegang Saham ......

hanya untuk perusahaan yang selama minimal dua tahun berturut-turut membayar dividen dalam jumlah tetap atau meningkat dan kemudian memotong/ menghapuskan dividennya. Oleh karena itu penelitian selanjutnya dapat mereplikasi penelitian ini dengan menganalisis faktor lainnya yang belum diuji, menambah jumlah sampel yang ada dan memperlebar rentang waktunya. Penggunaan metode koreksi beta dan penentuan event date dalam penelitian ini masih kurang tepat karena memberikan perbedaan hasil yang tidak signifikan, dan rentang waktu antara tanggal RUPS dan periode pengamatan di mana perusahaan melakukan dividend cut/ omission tidak tercakup seluruhnya dalam periode peristiwa sehingga munculnya reaksi pemegang saham yang signifikan hanya selama beberapa periode. Oleh karena itu penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan metode koreksi beta yang lebih baik, yaitu Error Correction Model, dan juga dapat memperlebar periode peristiwa agar dapat menimbulkan reaksi pasar yang signifikan.

DAFTAR PUSTAKA Amsari. (1993). Pengaruh Pengumuman Dividen terhadap Harga Saham di Pasar Modal Indonesia. Tesis S-2 UGM, Yogyakarta Bessler, Wolfgang dan Tom Nohel. (1996). The Stock - Market Reaction to Dividend Cuts and Omissions by Commercial Banks. Journal of Banking & Finance 20, pp. 1485 1508 Bhattacharya, S. (Spring 1979). Imperfection Information, Dividend Policy and the Bird in the Hand Fallacy. Bell Journal of Economics and Management Science 10, pp. 259- 270 Black, Harold A., Ketcham David C. dan Robert Schweitzer. (December 1995). The

Reaction of Bank Holding Company Stock Prices to Dividend Cuts or Omissions. The Mid-Atlantic Journal of Business Vol.31 No. 3, pp. 217- 231 Brigham, Eugene F. dan Louis C. Gapenski. (1999). Dividend Policy. Intermediate Financial Management. Sixth Edition. USA : The Dryden Press, pp. 437 - 462 Cooper, R.D., dan C.W. Emory. (1995). Business Research Methods. Richard D. Irwin Eades, K.M. (November 1982). Empirical Evidence on Dividends as a Signal of Firm Value. Journal of Financial and Quantitative Analysis 17, pp. 471 - 502

25

Jam STIE YKPN - Caecilia dan Erni

Analisis Reaksi Pemegang Saham ......

Eddy, Albert dan Bruce Seifert. (1988). Firms Size and Dividend Announcement. Journal of Financial Research, pp. 295 - 302 Ghosh, Chinmoy, dan J. Randall Woolridge. (Winter 1988). An Analysis of Shareholder Reaction to Dividend Cuts and Omissions Journal of Financial Research Vol XI No. 4, pp. 281 - 294 Gujarati, Damodar N. (1995). Basic Econometrics. Third Edition. Singapore: McGraw Hill, Inc. Healy, P.M., dan K.G. Palepu. (1988). Earnings Information Conveyed by Dividend Initiations and Omissions. Journal of Financial Economics 21, pp. 149 - 175 Indah Fatmawati. (1999). Analisis Reaksi Pemegang Saham terhadap Dividend Cut pada Bursa Efek Jakarta. Tesis S-2 UGM, Yogyakarta Institute for Economic and Financial Research, Indonesian Capital Market Directory, 1994 -1997 Jakarta Stock Exchange Statistics 1994 - 1997, Fact Book 1993 - 1996 Jogiyanto, H.M. (1998). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE Jogiyanto, H.M. dan Surianto. (Juni 1999). Bias Beta Sekuritas dan Koreksinya untuk Pasar Modal yang sedang Berkembang : Bukti Empiris di Bursa Efek Jakarta. Disampaikan dalam Seminar Nasional dan Hasil-hasil Penelitian Forum Komunikasi Penelitian Manajemen dan Bisnis V, Lustrum Program Studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro Semarang

Jones, C.P. (1998). Investment : Analysis and Management. Sixth Edition. New York: John Willey & Sons. Kartini. (2001). Analisis Reaksi Pemegang Saham terhadap Pengumuman Perubahan Pembayaran Dividen di Bursa Efek Jakarta tahun 1993 - 1996. Tesis S-2 UGM, Yogyakarta Kritzman, Mark P. (November - December 1994). What Practitioners Need to Know ...about Event Studies. Financial Analysts Journal, pp. 17 - 20 Michaely, R., R.H. Thaler dan K.L. Womack. (1995). Price Reactions to Dividend Initiations and Omissions : Overreaction or Drift ? Journal of Finance 50, pp. 573 - 606 Rina Br Bukit. (2000). Reaksi Pasar terhadap Dividend Initiations dan Dividend Omissions: Studi Empiris di Bursa Efek Jakarta. Tesis S-2 UGM, Yogyakarta Ross, S.A. (June 1977). Some Notes on Financial Incentive - Signaling Model, Activity Choice and Risk Preference. Journal of Finance 33, pp. 777 - 792 Soetjipto. (1995). Pengaruh Pengumuman Dividen terhadap Return Saham di Bursa Efek Jakarta tahun 1995. Tesis S-2 UGM, Yogyakarta Sugeng Raharjo. (2000). Reaksi Pasar terhadap Pengumuman Dividen : Studi Empiris di Bursa Efek Jakarta tahun 1994. Tesis S-2 UGM, Yogyakarta Sujoko. (1999). Analisis Kandungan Informasi Dividen dan Ketepatan Reaksi Pasar: Studi Empiris di Bursa Efek Jakarta. Tesis S-2 UGM, Yogyakarta

26

Jam STIE YKPN - Mahatma

Dampak Penyaluran Dana BUMN ......

ABSTRACT
Small businesses in Indonesia have already proved that

DAMPAK PENYALURAN DANA BUMN ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN BAGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL TERHADAP JUDGMENT *)AUDITOR DI LAMPUNG
Hansiadi Yuli Hartanto1) **) 2) Mahatma SE., M.Sc. Indra Kufepaksi, Wijaya Kusuma

ABSTRACT Small businesses in Indonesia have already proved that they could survive in the turbulence of economy in the late 1990s. According to the government policy, state owned companies (BUMNs) have obligation to allocate around 5 - 10 % of their net incomes ( profits ) to help the small business community by distributing low interest loans which can be paid in monthly installments for three years. The problem is that how far those financial supports could increase the business performance of the targeted community. There were 904 small business units of the population spreading all over five districts of the Lampung Province which have already received and managed soft loans during 1998-2000. The minimum sample size was 87 , and this research involved 100 significant respondents. It is a descriptive research that explained the collected data from the questionnaires. This research was designed to seek the impacts of soft loan policy towards the business performance of small businesses in Lampung . The research was done in January 2002 and showed that there is approximately 61% of the respondents failed to pay the installments. BUMNs could not claim the loan installments successfully since 63% of the total respondents gave no collateral item at all. According to the research, the fi*) **)

nancial aids have generated local investment, increased working capital and the volume of sales significantly, but there is also the increasing number of small business went bankrupt due to the economic crisis. In addition, the distribution of the financial aids was not accompanied by the sufficient monitoring activities so that the payments of the installments seemed to be ineffective. Kata kunci : penyaluran kredit, BUMN , pengusaha kecil

PENDAHULUAN Krisis moneter yang melanda Indonesia benar benar telah mengacaukan perekonomian nasional. Bisnis konglomerat yang selama ini memperoleh fasilitas dari penguasa diharapkan dapat menjadi motor perekonomian nasional, justru menjadi pemicu hancurnya perekonomian nasional. Sesuai dengan karakteristiknya, bisnis konglomerat merambah sampai ke daerah sehingga kesulitan yang dialami oleh kantor pusat akan membawa dampak yang langsung maupun tak langsung terhadap perwakilan mereka di daerah. Di pihak lain, pelaku ekonomi di tingkat bawah yaitu pengusaha kecil telah menunjukkan kemampuan

Hasil Penelitian. Mahatma Kufepaksi, SE., M.Sc., Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, sedang menempuh Program Doktor Manajemen Pascasarjana UGM.

27

Jam STIE YKPN - Mahatma mereka dalam mengatasi krisis ekonomi. Kantor Mennegkop RI (1996) mendefinisikan usaha kecil sebagai perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan usaha yang mempunyai asset (diluar tanah dan bangunan ) atau memiliki omset setinggi-tingginya Rp 600 juta,-. Pengusaha kecil tidak mengalami kesulitan yang sama dengan pihak konglomerat karena skala ekonomi usaha mereka yang relatif kecil mempermudah mereka mengadakan penyesuaian penyesuaian yang dipandang perlu. Usaha kecil di Propinsi Lampung memiliki potensi yang amat besar dalam pembangunan ekonomi daerah. Dengan kekuatan ekonomi sebanyak 41,485 unit usaha dengan total investasi sebesar Rp 664,5 milyar yang telah mampu memberi kesempatan kerja kepada 199.148 orang serta menghasilkan nilai produksi senilai Rp 1687,74 milyar pada tahun 2000 (Lampung Dalam Angka, 2001) menunjukkan gambaran bahwa kalau usaha kecil ini diberdayakan secara optimal akan memunculkan kekuatan ekonomi yang kuat dan patut dipertimbangkan dalam dunia usaha regional, bahkan ditingkat nasional. Dengan berbagai kendala yang dihadapi, terutama kemampuan SDM yang sangat terbatas, usaha kecil seringkali sulit berkompetisi secara sehat dengan pelaku ekonomi lain sehingga pertumbuhan ekonomi disektor ekonomi rakyat ini tidaklah begitu menggembirakan. Dengan segala kekurangannya, pengusaha kecil di propinsi Lampung terus berupaya untuk memperbaiki kinerjanya, baik dalam rangka untuk tetap bertahan hidup, maupun untuk mempersiapkan diri menghadapi persaingan global. Untuk mempercepat pemberdayaan pengusaha kecil; pemerintah melalui BUMN yang unit kegiatannya ada di propinsi Lampung telah membantu sektor ekonomi rakyat tersebut melalui berbagai kebijakan dan bantuan pembinaan baik berupa bantuan kredit modal dengan bunga murah, bantuan manajemen maupun bantuan lain yang mengarah kepada usaha pengembangan usaha kecil. Dalam kurun waktu 1998 - 2000, ada 13 BUMN yang telah membantu sekitar 904 unit usaha kecil dan koperasi di propinsi Lampung. Hampir seluruh BUMN membantu usaha kecil dan koperasi tanpa memandang jenis usaha mereka, namun ada beberapa yang lebih menekankan pada usaha manufaktur ( PT Sucofindo, PT Pusri, PT Bukit Asam),

Dampak Penyaluran Dana BUMN ......

usaha grabatan ( PT Pos, PT Telkom, PT PLN ), usaha pertanian / kelompok tani ( PTPN VII ). Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya duplikasi pemberian pinjaman, BUMN Pembina memiliki forum komunikasi dalam bentuk rapat koordinasi yang dilakukan sebelum kredit dicairkan kepada binaan mereka. Selanjutnya, untuk dapat mengoptimalkan pembinaan pengusaha kecil , pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia no 316/KMK.016/1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi Melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara. Dalam surat keputusan ini, BUMN harus membentuk unit pelaksana teknis yang diberi nama Unit Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (Unit PUKK) di setiap BUMN yang bertugas mengadakan pemilihan atau seleksi terhadap calon binaan yang layak diberi bantuan kredit, melaksanakan kegiatan pelatihan manajemen usaha kecil bekerja sama dengan pihak terkait, serta melakukan kegiatan monitoring binaan sekaligus melakukan penagihan terhadap binaan yang tidak atau kurang memiliki niat baik untuk mengembalikan pinjamannya. Walaupun landasan operasionalnya sudah ada, namun belum semua BUMN membentuk unit PUKK karena keterbatasan sumber daya manusia yang ada di masing masing BUMN. Ada beberapa BUMN membentuk unit PUKK, namun personalia yang ditempatkan di unit tersebut tak sepenuhnya dapat mengelola unit PUKK karena mereka tidak dibebaskan tugaskan dari tugas pokoknya sebagai karyawan BUMN. Bagi BUMN yang tidak memiliki unit PUKK, maka kegiatan pembinaan usaha kecil dilakukan oleh Divisi Keuangan BUMN yang bersangkutan. Dengan demikian, unit PUKK BUMN ini menjadi kurang efektif sehingga dapat mempengaruhi suksesnya pembinaan usaha kecil. Terlepas dari ada tidaknya Unit PUKK di masing masing BUMN, BUMN telah banyak membantu usaha kecil di propinsi Lampung. Namun demikian, bantuan tersebut nampaknya belum dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi pengusaha disektor akar rumput ini. Permasalahan yang muncul adalah seberapa besar dampak penyaluran dana BUMN bagi pengembangan usaha kecil di Propinsi Lampung. Tujuan yang hendak dicapai dalam

28

Jam STIE YKPN - Mahatma penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai seberapa jauh dampak penyaluran dana BUMN bagi pengembangan usaha kecil di Propinsi Lampung. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2002 METODOLOGI Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dalam menjelaskan atau menginterpretasikan data yang diperoleh dilapangan dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Prosedur yang digunakan dalam menganalisis data adalah : (1) Menyusun tabel dari data yang diperoleh dari kuisoner, (2) Menghitung frekuensi dan persentase, dan (3) Menganalisis data secara deskriptif terhadap masing masing kelompok data. Sasaran dari kegiatan penelitian ini adalah pengusaha kecil yang telah memperoleh bantuan dana BUMN tahun 1998,1999 dan 2000 yang tersebar di 5 Dati II se propinsi Lampung dengan jumlah populasi sebanyak 904 pengusaha kecil yang menjadi binaan 10 BUMN. Untuk mengetahui jumlah sampel minimal dengan populasi yang tidak lengkap informasinya ini, Suparmoko (1987) merekomendasikan rumus sebagai berikut: n =

Dampak Penyaluran Dana BUMN ......

NZ2 p ( 1 p ) N D2 + Z2 p ( 1-p )

Dengan asumsi p = 0,5, derajat kepercayaan 95% dan estimasi penyimpangan terhadap rata-rata sebesar 10% diperoleh sampel minimum sebanyak 87 orang. Dengan mempertimbangkan keterbatasan yang ada, dalam penelitian ini berhasil dikumpulkan data yang relevan dan lengkap yang diperoleh dari responden sebanyak 100 orang. Teknik penentuan sample dilakukan atas dasar wilayah kabupaten dan BUMN Pembina secara proporsional seperti yang dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut HASIL DAN PEMBAHASAN Sehubungan belum adanya ketentuan yang baku di semua BUMN untuk menjustifikasi status kredit bermasalah, maka dalam penelitian ini digunakan aturan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dalam menentukan status kredit bermasalah dimaksud. Beberapa terminologi yang digunakan dalam penelitian ini (Bank Indonesia,1993) adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Jumlah Populasi dan Sampel berdasarkan Dati II

BUMN Peruri Pos dan Telkom BUMN Lain * Jumlah

Bandar Lampung Lampung Barat

Lampung Lampung Lampung Utara Selatan Tengah

Total

Pop Spl Pop Spl Pop Spl Pop Spl Pop Spl Pop Spl 88 63 207 358 10 7 23 40 72 8 3 0 55 6 130 14 73 17 93 183 8 2 10 20 45 36 62 143 5 4 7 16 36 53 1 90 4 6 0 10 314 172 418 904 35 19 46 100

*) Terdiri dari PT Bukit Asam, PT Jamsostek, PT Sucofindo, PT Pusri, PT PLN, PT Pelindo II, PT Askrindo, PT PN VII, PT Dahana, PT Pan MF Pop : Populasi Spl : Sampel Selanjutnya, penentuan responden dilakukan secara acak.

29

Jam STIE YKPN - Mahatma Kredit lancar: kredit yang sampai saat kegiatan penelitian ini dilakukan dikategorikan lancar artinya (1) tidak terdapat tunggakan angsuran pokok (2) terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga , tetapi belum melampaui 3 bulan. Kredit kurang lancar: kredit yang sampai saat kegiatan penelitian ini ini dilakukan dikategorikan kurang lancar, artinya terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga melampaui 3 bulan, tetapi belum melampaui 6 bulan. Kredit diragukan: kredit yang sampai saat kegiatan penelitian ini dilakukan dikategorikan diragukan, artinya kredit tersebut tidak memenuhi kriteria lancar dan kurang lancar, tetapi berdasarkan penilaian kredit tersebut masih dapat diselamatkan karena memiliki agunan sekurang kurangnya 75% dari hutang. Kredit macet: kredit yang sampai saat kegiatan penelitian ini dilakukan dikategorikan macet, artinya (1) tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar, diragukan. (2) memenuhi kriteria diragukan,tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasannya. Informasi Kredit Pengusaha kecil dan koperasi memperoleh informasi tentang adanya bantuan dana BUMN dari beberapa sumber. Dari keseluruhan responden,

Dampak Penyaluran Dana BUMN ......

kebanyakan responden (45%) menyatakan informasi tersebut bersumber dari Kanwil Depkop dan jajarannya, sebagian lagi dari BUMN sebesar 40 % serta 15 % dari partner usaha, atau lembaga lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ) dan Pos Ekonomi Rakyat ( PER ). Dilihat dari prosedur pengajuan kredit, kebanyakan responden (53% ) mengajukan proposal kredit langsung kepada BUMN, 45% mengajukan proposal kreditnya melalui Forum Koordinasi Daerah Tingkat II c/q Kakandepkop Kabupaten / Kodya setempat dan 2% melalui lembaga lain. Hampir seluruh responden menyatakan bahwa mereka membuat proposal sendiri (85%) dan sisanya meminta bantuan pihak lain. Klasifikasi Responden Berdasar Status Kredit - Jenis Usaha Dilihat dari jenis usaha responden, komposisi antara usaha perdagangan, manufaktur / industri rumah tangga serta jasa relatif berimbang. Dari ketiga jenis usaha tersebut, usaha manufaktur/industri rumah tangga relatif lebih lancar dalam pengembalian kreditnya dibandingkan dengan jenis usaha perdagangan dan jasa seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Dengan demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keseluruhan responden, ternyata 39% dikategorikan lancar, 13% kurang lancar, 11% diragukan dan 37% dikategorikan macet.

Tabel 2 Jenis Usaha Binaan

Lancar

Jenis Jml
Perdagangan Manufaktur/ Industri R.Tangga Jasa Jumlah

Kurang Lancar

Tidak Lancar

Macet

Jumlah

% 25 52,8 37,5

Jml 7 5 1 13

% 21,9 13,9 3,1 14

Jml 3 4 4 11

% 9.4 11,1 12,5 20

Jml 14 8 15 37

% 43,8 22,3 46,9

Jml 32 36 32 100

% 100 100 100

8 19 12 39

30

Jam STIE YKPN - Mahatma Bentuk Badan Usaha Dilihat dari bentuk badan usaha, binaan yang berbentuk perusahaan perorangan sebesar 85%, koperasi sebesar 10 % dan sisanya berbentuk CV dan PT seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3 berikut ini. Dalam Table 3 tampak bahwa jumlah kredit lancar pada perusahaan perseorangan sebesar 38,8 %, CV sebesar 66,7%, koperasi hanya 30%, sedangkan PT sebesar 50%. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa kredit macet relatif lebih banyak dialami oleh binaan yang berbadan usaha koperasi Berdasarkan jumlah pinjaman, pinjaman yang terbanyak dikucurkan adalah pinjaman dengan nominal Rp 5 juta - Rp 10 juta yaitu sebesar 32%, sedangkan pinjaman dengan nilai lebih dari Rp 30 juta hanya 2 % saja. Pinjaman dengan kisaran Rp 5 juta - Rp 10 juta tersebut ternyata lebih banyak potensi macetnya, terutama di unit usaha jasa yaitu sebesar 15% dan unit usaha perdagangan yaitu sekitar 14% dari total responden, sedangkan unit usaha manufaktur/ industri rumah tangga merupakan unit usaha yang paling lancar dalam pengembalian kreditnya yang diwakili oleh sekitar 19% dari total responden. Peningkatan Kinerja Usaha Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa menurut persepsi responden, 37% diantaranya menyatakan bahwa kredit yang mereka terima mampu meningkatkan kinerja usaha mereka, 22% binaan

Dampak Penyaluran Dana BUMN ......

merasa bahwa kredit yang diterima belum mampu meningkatkan kinerja usaha mereka, sedangkan 41% diantara mereka menyatakan bahwa kredit tersebut tidak mampu meningkatkan kinerja usaha mereka. Tentu saja responden yang mengatakan bahwa kredit yang mereka terima mampu meningkatkan kinerja usaha merupakan responden yang lancar pembayaran kreditnya. Demikian juga sebaliknya. Secara umum, bantuan kredit BUMN memberikan manfaat bagi binaan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa setelah bantuan kredit direalisasikan dalam usaha binaan, rata-rata modal investasi meningkat sebesar 25,67 %, modal kerja meningkat sebesar 27 % , omset penjualan meningkat sebesar 36%, namun jumlah tenaga kerja yang diserap dalam usaha binaan relatif tetap, tidak berubah karena terjadinya krisis moneter yang melanda perekonomian nasional. Kredit Bermasalah Selanjutnya, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kelancaran binaan dalam mengembalikan pinjaman dipengaruhi oleh persepsi binaan terhadap jaminan, kegiatan pendidikan dan latihan (diklat), kegiatan monitoring, realisasi kredit serta kegiatan penagihan oleh pihak kreditor,dalam hal ini adalah BUMN pembinanya. Jaminan merupakan salah satu faktor yang amat penting dalam transaksi pinjaman. Kesediaan calon debitur untuk menjaminkan sebagian harta miliknya, berapapun besarnya, sudah

Tabel 3 Bentuk Badan Usaha

Lancar

Bentuk Jml
Perorangan CV Koperasi PT

Kurang Lancar

Tidak Lancar

Macet

Jumlah

% 38,8 66,7 30 50

Jml 12 1 0 0 13

% 14,1 33,3 0 0

Jml 9 0 2 0 11

% 10,6 0 20

Jml 31 0 5 1 37

% 36,5 0 50 50

Jml 85 3 10 2 100

% 100 100 100 100

Jumlah

33 2 3 1 39

31

Jam STIE YKPN - Mahatma menunjukkan tanda bahwa yang bersangkutan memiliki niat atau komitmen untuk mengembalikan kredit yang diambilnya. Sebaliknya, penolakan pemberian jaminan, sekecil apapun, sebenarmya sudah merupakan petunjuk bahwa yang bersangkutan enggan atau sulit melunasi pinjamannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan responden (63%) menyatakan bahwa kredit yang diterima tersebut diberikan oleh BUMN tanpa jaminan dan 37% mensyaratkan jaminan. Binaan yang lancar pembayaran kreditnya lebih banyak dilakukan oleh mereka yang memberikan jaminan (sekitar 22 % dari total responden) dan binaan yang macet pembayaran kreditnya lebih banyak dilakukan oleh binaan yang tidak memberikan jaminan ,sekitar 30 % dari total responden. Keikut sertaan pengusaha kecil penerima kredit dalam kegiatan pendidikan dan latihan manajemen usaha kecil merupakan upaya masing masing binaan dalam meningkatkan kemampuan manajemen maupun kemampuan ketrampilan berwirausaha. Dengan mengikuti kegiatan diklat ini diharapkan akan dapat meningkatkan mutu SDM sehingga mampu mengelola usaha mereka dengan lebih baik yang selanjutnya mampu melaksanakan kewajibannya dalam membayar pinjaman. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebanyakan responden (sekitar 73%) mengikuti kegiatan diklat manajemen usaha kecil yang diselenggarakan oleh BUMN pembinanya dan 27% responden tidak mengikuti diklat. Ditinjau dari responden yang mengikuti diklat, 31% diantaranya memiliki status lancar dalam pengembalian kreditnya dan 24% diantaranya dinyatakan macet. Dilihat dari responden yang tidak mengikuti diklat, 8% dinyatakan lancar, dan 19% macet pengembalian kreditnya.

Dampak Penyaluran Dana BUMN ......

Berdasarkan gambaran ini dapat disimpulkan adanya kecenderungan bahwa dengan mengikuti diklat, kemungkinan terjadinya kredit macet dapat dikurangi. Kegiatan monitoring merupakan kegiatan yang amat penting dalam proses pengawasan pemberian kredit. Melalui kegiatan ini, kreditor (BUMN) akan lebih mudah untuk mengetahui posisi atau kelancaran usaha binaan sekaligus dapat mengingatkan binaan untuk membayar angsuran kreditnya. Disamping itu, pada kesempatan monitoring, BUMN akan bertindak sebagai konsultan bisnis mereka. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia no 316/ KMK.016/1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi Melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara, BUMN pembina wajib memonitor perkembangan usaha binaan mereka. Bagi sebagian besar BUMN, pekerjaan tambahan ini dianggap sebagai beban tambahan yang bersifat inferior karena mereka lebih mementingkan tugas pokok mereka sebagai unsur BUMN. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya BUMN yang belum memiliki unit Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK ) tersendiri yang khusus menangani pembinaan usaha kecil, yang selanjutnya menyerahkan urusan ini pada Divisi Keuangan BUMN yang bersangkutan. Penelitian ini menunjukkan bahwa 82% responden telah dimonitor dan sisanya belum dimonitor sama sekali oleh BUMN. Ditinjau dari binaan yang lancar pembayaran kreditnya, 36 % diantaranya adalah binaan yang selalu dimonitor oleh BUMN pembinanya; sedangkan dari binaan yang macet pembayaran kreditnya, 11 % diantaranya belum / tidak dimonitor oleh BUMN pembinanya seperti yang disajikan pada Tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4 Jumlah Binaan Yang Dimonitor / Tidak Dimonitor Oleh BUMN Menurut Status Kreditnya

Pernyataan Dimonitor Tidak Dimonitor Jumlah

Lancar 36 3 39

Kurang Lancar 13 0 13

Diragukan 7 4 11

Macet 26 11 37

Jumlah 82 18 100

32

Jam STIE YKPN - Mahatma Dengan demikian dapat disimpulkan adanya kecenderungan bahwa dengan diadakannya kegiatan monitoring oleh BUMN pembina, kemungkinan terjadinya kredit macet dapat dikurangi. Dalam pengajuan kredit, binaan mengajukan jumlah kredit yang dibutuhkannya, tetapi pada kenyataannya BUMN pembina tidak selalu memberikan kredit sebesar yang mereka ajukan. Dari data yang dikumpulkan dapat diperoleh informasi bahwa 53% responden memperoleh kredit kurang dari 55% dari jumlah kredit yang diajukan. Jika dilihat dari kelancaran angsuran kreditnya ternyata pengembalian kredit yang lancar lebih banyak dilakukan oleh mereka memperoleh kredit dengan nilai persetujuan sekitar 55% - 70% dari nilai proposalnya, sedangkan yang macet lebih banyak dilakukan oleh mereka yang memperoleh kredit dengan nilai persetujuan dibawah 55% Dengan demikian dapat diperoleh gambaran bahwa semakin rendahnya tingkat realisasi kredit dibandingkan dengan usulan kreditnya akan memperbesar peluang terjadinya kredit macet. Apalagi jika harus memberikan kompensasi kepada oknum yang merasa berjasa dalam pencairan kredit mereka. Aspek Pengembalian Berdasarkan persepsi binaan terhadap kredit yang diberikan oleh BUMN, seluruh binaan telah menyadari bahwa kredit yang mereka terima merupakan kredit yang harus dikembalikan dan bukanlah merupakan hibah dari pemerintah, walaupun mereka juga mengetahui bahwa tidak ada sanksi

Dampak Penyaluran Dana BUMN ......

hukum yang jelas jika tidak mengembalikan angsuran tersebut. Sehubungan dengan belum diberlakukannya persyaratan jaminan maka pemberian kredit BUMN ini mempunyai kelemahan dari aspek pengembaliannya. Hal ini sudah dibuktikan bahwa 37% responden dikategorikan macet dan 11% dikategorikan diragukan. Ada potensi kredit dengan status diragukan berubah menjadi macet. Demikian pula dengan kredit yang macet akan berubah menjadi benar benar tidak dapat ditagih mengingat hampir 48% responden merupakan unit usaha tak layak kredit, bahkan ada 13% usaha responden yang benar benar sudah kolaps mengarah ke kebangkrutan karena krisis ekonomi. Potensi terjadinya kredit macet ini juga diperparah dengan kurang aktifnya kegiatan penagihan dari pihak BUMN pembina. Hasil penelitian menunjukkan 64% responden menyatakan bahwa pihak BUMN tidak mengadakan aktifitas penagihan dan 36% responden mengatakan bahwa BUMN melakukan penagihan ke binaan. Bila hal ini dibiarkan terus maka tidak tertutup kemungkinan binaan yang lancar kreditnya dapat berubah menjadi tak lancar, bahkan macet setelah mengetahui binaan lain macet pembayaran kreditnya, walaupun usahanya jalan Ditinjau dari alasan penundaan pembayaran kredit, kebanyakan responden (46,67% ) menunda pembayaran kreditnya karena alasan lalai, 27,87 % responden mengalami kerugian (misal pasar lesu, krismon), 19,67 % responden mengalami mismanajemen serta 6,56% responden menggunakan kredit untuk konsumsi harian seperti yang disajikan pada Tabel 5 berikut ini :

Tabel 5 Alasan Penundaan Pembayaran Angsuran


Pernyataan Responden Kurang Lancar Jml % Diragukan Jml % Macet Jml % Jumlah Jml %

Mengalami Kerugian Menutupi Kebutuhan/Konsumsi harian Mismanagement

2 1 1 9 13

3,28 1,64 1,64 14,75 21,31

2 1 2 6 11

3,28 1,64 3,28 9,84 18,03

13 2 9 13 37

21,31 3,28 14,75 21,31 60,66

17 4 12 28 61

27,87 6,56 19,67 46,67 100

Lalai Jumlah

33

Jam STIE YKPN - Mahatma KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan total dana 12 BUMN yang disalurkan di propinsi Lampung dalam kurun waktu tahun 1998-2000 sebagai kredit murah, ternyata 61 % diantaranya dikategorikan sebagai kredit yang bermasalah ( kurang lancar, diragukan dan macet) dan 39 % dikategorikan sebagai kredit lancar dalam pengembaliannya. Keadaan ini tentu saja akan mempengaruhi kebijakan penyaluran dimasa datang, apalagi krisis ekonomi masih menjadi hambatan bagi BUMN untuk menampilkan kinerja sehatnya yang pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah kredit yang dapat disalurkan. 2. Kredit bermasalah bersumber dari beberapa hal: a. Kurang efektifnya peran BUMN dalam menseleksi, membina pengusaha kecil serta memonitor perkembangan usaha dan kredit binaannya b. Kredit yang diberikan tidak diikat oleh jaminan c. Kredit diberikan pada waktu yang kurang tepat d. Karakter pengusaha kecil yang kurang baik, sebagai akibat kesalahan seleksi e. Keadaan perekonomian nasional yang secara umum kurang mendukung. SARAN Saran yang diberikan adalah sebagai berikut: 1. Mengaktifkan peran BUMN sebagai pembina. Dalam hal ini BUMN harus segera membentuk unit Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi ( PUKK ) seperti yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia no 316/KMK.016/ 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi Melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara sehingga kegiatan pembinaan ini dapat dilakukan secara professional dan efektif. Dengan demikian maka diharapkan sumber daya manusia yang ditempatkan dalam unit ini dapat berkonsentrasi penuh dan dapat dibebaskan dari tugas rutinnya. 2. Kredit yang diberikan harus disertai atau diikat oleh jaminan yang sesuai, karena kredit ini harus

Dampak Penyaluran Dana BUMN ......

aman yang segera akan disalurkan kembali kepada pengusaha kecil lain yang sudah lama menunggu giliran untuk memperoleh kredit lunak tersebut 3. Penyaluran kredit harus tepat waktu sehingga kredit dapat dicairkan pada saat dibutuhkan. Oleh karena itu, BUMN harus membuat rencana dan jadwal pencairan kreditnya sedemikian rupa sehingga kredit dapat digunakan sesuai dengan rencana, seperti yang disampaikan dalam pengajuan proposal kreditnya. 4. Penyaluran kredit harus tepat sasaran, dengan mengacu kepada kriteria yang biasa digunakan, terutama masalah karakter calon debitur. Oleh karena itu, proses seleksi harus dilakukan secara hati-hati sehingga dapat memperbesar kemungkinan pengembalian kredit.

DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia, Biro Penelitian dan Pengembangan Perbankan.1993. Himpunan Ketentuan Perbankan Yang Disempurnakan. Biro Pusat Statistik Lampung.1999.Lampung Dalam Angka.2001. Departemen Keuangan Republik Indonesia.1994. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 316/KMK.016/1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi Melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara. Kantor Menegkop Republik Indonesia.1996, Pokok Pokok Ketentuan Pelaksanaan Pembinaan BUMN. Suparmoko,1987. Metode Penelitian Praktis. BPFE , Yogyakarta.

34

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu

Comparative Study on Financial Performance of......

COMPARATIVE STUDY ON FINANCIAL ANALISIS PENGARUH KETAATAN PERFORMANCE OF BMT TEKANAN WITH PROFIT SHARING TERHADAP JUDGMENT AUDITOR SYSTEM AND BKD WITH INTEREST SYSTEM CASES IN JEMBER REGENCY, 1) Hansiadi Yuli Hartanto 2) EAST JAVA, Indra WijayaINDONESIA Kusuma
Ahmad Roziq, SE, MM. *) dan Drs. Hiras Pasaribu, M.Si **)

ABSTRAKSI Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja keuangan BMT yang menerapkan sistem bagi hasil dibandingkan dengan BKD yang menerapkan sistem bunga. Studi perbandingan dilakukan untuk mengetahui apakah BKD dan BMT yang mempunyai sistem yang berbeda mempunyai karakteristik yang sama atau berbeda dalam kinerja keuangannya jika diperbandingkan dengan menggunakan beberapa variabel sebagai standar pengukur. Perbandingan menggunakan empat elemen kinerja keuangan: likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan efisiensi aktivitas sebagai standar pengukur dan dari empat elemen tersebut digunakan dua belas rasio keuangan. Data diolah dengan analisis diskriminan yang menggunakan 12 rasio keuangan: leg reserve requirement, loan to deposit ratio, capital adequacy ratio, risk of asset ratio, deposit risk ratio, gross profit margin, net profit margin, return on asset, return on equity, interest margin, leverage multiplier, and asset utilization. Lima rasio keuangan ditemukan mempunyai kekuatan mendiskriminasi tertinggi yaitu berurut mulai dari yang tertinggi leverage multiplier, leg reserve requirement, gross profit margin, net profit margin,

dan deposit risk ratio. Bagi seluruh BMT, hanya leverage multiplier yang menunjukkan kekuatan mendiskriminasi tertinggi dibandingkan seluruh BKD. Bagi seluruh BKD, leg reserve requirement, gross profit margin, net profit margin, dan deposit risk ratio menunjukkan kekuatan mendiskriminasi tertinggi dibandingkan dengan seluruh BMT. Ditinjau dari likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas, semua BKD mempunyai kinerja keuangan lebih baik dibandingkan dengan kinerja keuangan semua BMT. Berdasarkan segi efisiensi aktivitas, semua BMT mempunyai kinerja keuangan lebih baik dibandingkan dengan kinerja keuangan BKD. Berdasarkan atas penemuan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan BKD lebih baik daripada BMT. BMT seharusnya lebih menekankan perhatiannya pada empat variabel pendiskriminasi: leg reserve requirement, gross profit margin, net profit margin, dan deposit risk ratio dan memperbaiki kinerja keuangannya terutama pada elemen likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas. BKD seharusnya lebih menekankan perhatiannya pada satu variabel pembeda leverage multiplier dan memperbaiki kinerja keuanganya terutama pada elemen efisiensi aktivitas. Keywords : Financial Performance, Financial Ratio, and Discriminating Power

*) **)

Ahmad Roziq, SE, MM., Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Jember. Drs. Hiras Pasaribu, M.Si., Dosen Tetap Fakultas Ekonomi UPN. Veteran Yogyakarta.

35

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu INTRODUCTION There is a wide gap between the poor and the rich despite continuous economic development in Indonesia. Statistics showed that capital gap among small businessmen. Majority of the small businessmen (97.6%) have capital below 50 million rupiah .The rest (2.4%) have capital between 50 million rupiah, and 2 billion rupiah. However, this data only classified capital based on the amount of capital, i.e., below 50 million rupiah and above 50 million rupiah. There are many small businessmen with capital below 5 million. In reality, many small businessmen have capital below 1 million, even below 100 thousand rupiah. (PINBUK;1999) A different list of problems met by small business is given by Lutfhi (1998); the problems are: limited capital, low information market access, limited scale of business and limited entrepreneurship ability. Problems related to capital involve two aspects, how to require capital (capital sources) and how to manage capital (Budiharjo, 1997) It has taken the world years to realize the value and possibilities that the Islamic Banking System offers.Islamic Banks perform most of the conventional banking functions and services within the meanings of the Sharia. They manage customer funds at the risk and responsibility of the investor and pass the entire effects of the investment process to the investor except for a management fee that is agreed upon in advance by both parties (AIFIC Islamic Banking, 2000). Baitul Maal Wat Tamwill (BMT) is a small Islamic financial institution that runs two kinds of activities: business as main activity, and social activity. The BMT can be a financial resource for borrowers and new customers to solve their capital difficulties. With

Comparative Study on Financial Performance of......

its profit-sharing system, it can provide an advantage for them. Since there is no charge of interest cost as conventional bank interest, the customer gets a profit and a loss. However, if the customer is earning a profit, he has to share with the BMT based on the previous agreement between both parties. On the other hand, customers may acquire technical assistance in improving their managerial ability and marketing. Customers have difficulty in getting assistance when acquiring credit from a conventional bank. The assistance enables the BMT to monitor and control its credit, which it lends to its customers (PINBUK,1998). The Institution of Integrated Autonomy Business (Baitul Maal Wat Tamwill, or BMT) was established within the framework of solving capital difficulty particularly for small businessmen in running their businesses. In Jember, there are eight (8) BMTs located in districts mostly in the agriculture area; they were established in 1997. In these districts where the present study was conducted, there are ten (10) Rural Credit Banks (BKDs) as BMTs main competitors. The Rural Credit Banks business activities involve developing productive businesses and investment activities to improve the quality of economic activity of small businesses by providing credit and encouraging a savings activity. Its business activities are the same with BMTs business activities, but it has no social business. The Rural Credit Bank uses an interest system in financing credit for small businesses. A fundamental difference between a conventional bank such as Rural Credit Bank with its interest system and a BMT with its profit-sharing system can be shown in the descriptive table below (PINBUK, 1999):

ITEM 1. Determination of amount of yield 2. Which is determined before 3. If a loss occurs 4. How to count 5. Priority of business/project by a customer 6. How to know its yield capital which is already known

AN INTEREST SYSTEM Before doing business An interest rate, amount of money value To be shouldered by customer only From a fund loaned (Fixed) Amount of interest that must be paid Fixed; (%) time amount of borrowed is not known yet

A PROFIT-SHARING SYSTEM After doing business and based on any profit Agreement on a proportion of profit shared by BMT and customer(s) To be shouldered by both customer(s) and BMT From profit earned (Variable) Profit-sharing between BMT and customer(s) Proportionate; (%) time amount of a profit which

36

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu Research Objectives The general objectives of this research are: to measure the financial performances of BMT using a profit-sharing system and compare it with that of a BKD using an interest system in financing funds to small businesses. Specifically, this research aims to determine the following financial ratios for the 8 BMTs and 10 BKDs in Jember Regency: leg reserve requirement, loan to deposit ratio, capital adequacy ratio, risk of asset ratio, deposit risk ratio, gross profit margin, net profit margin, return on asset, return on equity, interest margin, leverage multiplier, and asset utilization; determine the discriminating power of each of the financial ratios; and based on the results of the above analyses, the financial performance between the BMTs and BKDs will be compared REVIEW OFLITERATURE Financial analysis involves the use of various financial statements to do several things. First, the balance sheet summarizes the assets, liabilities, and owners equity of a business at a present time, usually the end of a year or a quarter. Next, the income statement summarizes the revenues and expenses of the firm over a particular period of time, usually a year or a quarter (Van Horne and Wachowicz, 1998). A financial analyst uses the ratios to compare with those of similar firms or with industry averages or norms to determine how the company is faring relative to its competitors (Siegel and Shim, 1986). Financial ratios can be classified into four types (Fridson, 1995): balance sheet ratios, income statement ratios, statement of cash flows ratios and combination ratios .Financial statement analysis is an attempt to work with the reported financial figures in order to assess the entitys financial strengths and weaknesses. There are two techniques for solving the tradeoff between strict comparability and sufficient sample size. By employing both, the analyst can achieve a satisfactory assessment of relative credit risk. One technique is to compare the company within a narrowly defined industry peer group. The credit analyst can use this type of analysis to slot a company within

Comparative Study on Financial Performance of......

industry. A second comparative ratio analysis technique is to rank a company within a rating peer group (Fridson: 1995). Altman (1968, as cited by Brealy in 1996) used multiple-discriminant analysis (MDA) to predict bad business risks. Altmans objective was to determine how well financial ratios could be used to determine which firms would go bankrupt from 1946-1965. MDA provided him the following index of creditworthiness: Z = 3.3 (EBIT/ total assets) + 1.0 (sales/total assets) + 0.6 (market value equity/book value debt) + 1.4 (retained earning/total assets) + 1.2 (working capital/total assets). In this model, scores below 1.81 signify serious credit problems, while scores above 3.0 indicate a healthy firm (Fridson: 1995). This equation provided a good tool for distinguishing the bankrupt from non-bankrupt firms. Of the former, 94 percent had Z scores of less than the cut-off score the year before they went bankrupt. In contrast, 97 percent of the nonbankrupt firms had Z scores above cut-off (Brealey and Myers: 1996). Prasetiyanti (1998) conducted research about analysis of financial ratios to evaluate performance of state general banks. She analyzed 14 financial ratios such as leg reserve requirement, loan to deposit ratio, investing policy, primary ratio, capital adequacy ratio, risk of asset ratio, deposit risk ratio, gross profit margin, net profit margin, return on asset, return on equity, interest margin, leverage multiplier and asset utilization. The results showed that interest margin, investing policy and return on asset were significance discriminating power. Lutfhi and Roziq (1999) conducted research about responses of small businessmen to BMT Alkaromah Mayang, Jember, East Java, Indonesia. The research used the chi-square method (x2) to compare responses between small businessmen, which are clients or non-clients of BMT Alkaromah Mayang. The research results concluded that small businessmen, especially non-clients of BMT at district of Mayang, did not know and understand BMT Alkaromah Mayang and its operation system. But only 14.60% of the clients of the BMT did not understand its operating system.

37

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu METHODOLOGY OF RESEARCH Hypotheses of the Study The research proposes hypotheses are as follows; Ho = Leg reserve requirement, loan to deposit ratio, capital adequacy ratio, risk of asset ratio, deposit risk ratio, gross profit margin, net profit margin, return on asset, return on equity, interest margin, leverage multiplier, and asset utilization have discriminating power on financial performance of a BMT and a BKD. H1 = Leg reserve requirement, loan to deposit ratio, capital adequacy ratio, risk of asset ratio, deposit risk ratio, gross profit margin, net profit margin, return on asset, return on equity, interest margin, leverage multiplier, and asset utilization have no discriminating power on financial performance of a BMT and a BKD. H2 = The financial performance of a BMT is lower than that of a BKD. Research Design Comparative research is undertaken to confirm if two or more variables reveal similar or different patterns of characteristics when compared, using a set of variables as standard bases, Edralin (2000). In the current study, this researchers aim was to compare the financial performance of BKDs with that of BMTs. The point of comparison would be the measured elements of financial performance such as liquidity, solvability, and profitability and activity efficiency as the standards; within these four, twelve (12) financial ratios were compared. The financial ratios are: (a) leg reserve requirement; (b) loan to deposit ratio; (d) capital adequacy ratio; (e) risk of asset ratio; (f) deposit risk ratio; (g) gross profit margin; (h) net profit margin; (i) return on asset; (j) return on equity; (k) interest margin; (l) leverage multiplier and (m) asset utilization. Sampling Plan This research utilized judgment sampling in selecting the BMT managers and BKD supervisors as respondents. The respondents comprised eight BMTs and ten BKDs in Jember Regency. The respondents were selected because (a) they were considered to be

Comparative Study on Financial Performance of......

in the best position or most knowledgeable, to give the needed information; and (b) their offices were willing to share their data to the researcher. Method of Data Collection The study made use of both primary and secondary data. The primary data was collected directly from managers of BMTs and supervisors of BKDs through interviews. The secondary data was gathered from secondhand sources like financial statements (balance sheet and income statement), annual reports and related documents. Location of Study The research was conducted on November 2000 at the Jember Regency in East Java, Indonesia. This research was self administered. This research involved 8 BMTs and 10 BKDs. The six districts where the BMTs and the BKDs were located, were selected in this study since farmers were predominant in this area. Method of Data Analysis Discriminant analysis with the SPSS computer program was used to analyze the financial performance of BMTs. In deriving a discriminant function, two methods were used: simultaneous (direct) and stepwise. Simultaneous estimation involves computing the discriminant function so that all of the independent variables are considered concurrently. Thus, the discriminant function is computed based upon the entire set of independent variables, regardless of the discriminating power of each independent variable. Stepwise estimation is an alternative to the simultaneous approach. It involves entering the independent variables into the discriminant function one at a time on the basis of its discriminating power. If a stepwise method is used to estimate the discriminant function, the Mahalanobis D2 and Wilks lambda measures are most appropriate. The Mahalanobis D2 procedure performs a stepwise discriminant analysis similar to a stepwise regression analysis, designed to develop the best onevariable model, followed by the best two-variable model, and so forth, until no other variable meets the desired selection rule. The selection rule in this procedure is to maximize Mahalanobis D2 between groups. Wilks lambda considers all the characteristic roots; that is, it examines whether groups are some-

38

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu how different without being concerned with whether they differ on at least one linear combination of the dependent variables. The larger the between-groups dispersion, the smaller the value of Wilks lambda and the greater the implied significance. Canonical correlation analysis is used to quantify the strength of relationships, in this case between the two sets of variables (independent and dependent variables). It resembles discriminant analysis in its ability to determine independent dimensions (similar to discriminant functions) for each variable set in this situation, with the objective of producing the maximum correlation between the dimensions. To analyze the data, the following formulas were used: Z Z b x X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 = = = = = = = = = = = = = = = = b1x1 + b2x2+b3x3+..b12x12 index or score of financial performance trend discriminant coefficient discriminant variable in the form of financial ratio leg reserve requirement (LRR) loan to deposit ratio (LDR) capital adequacy ratio (CAR) risk assets ratio (RAR) deposit risk ratio (DRR) gross profit margin (GPM) net profit margin (NPM) return on assets (ROA) return on equity (ROE) interest margin (IM) leverage multiplier (LM) assets utilization (AU)

Comparative Study on Financial Performance of......

RESULTS AND DISCUSSION The financial institutions under the study are categorized into two groups based on the operational system they use: interest system and profit-sharing system. Group 1, which are banks using an interest system, comprises of 10 Rural Credit Banks (BKDs), namely BKD Lojejer, Tanjungrejo, Ambulu, BKD Sumberejo, BKD Jember Kidul, BKD Gladak Kembar, BKD Rambipuji, BKD Kaliwining, BKD Sempuhsari, BKD and BKD Mangli. Group 2, banks using a profit-sharing system, comprises 8 BMTs, namely BMT Wahana Artha Mubarok, BMT Nuansa Abadi, Bina Tanjung, BMT Mitra Muamalah Ummat, BMT Artha Barokah, BMT Alif, BMT Harapan Ummat, and BMT Bina Insan. Group Means of Independent Variables With the two-group discriminant analysis, Table 1 shows the group means for each of the independent variables, based on the 18 samples of bank with 36 cases constituting the analysis sample. Nine of twelve variables: leg reserve requirement (X1), loan to deposit ratio (X2), capital adequacy ratio (X3), risk assets ratio (X4), deposit risk ratio (X5), gross profit margin (X6), net profit margin (X7), return on assets (X8), and interest margin (X10), have higher means for those BKDs employing the interest system, meaning that they have better overall financial performance than do the BMTs using a profit-sharing system. Only on return on equity (X9), leverage multiplier (X11), and assets utilization (X12) are the means for BMTs higher. Besides profiling the two groups, we can also identify the variables with the largest differences in the group means:

Table 1. Group means for the independent variables


X1 LRR 10.25500 0.39688 5.87361 X7 NPM 0.46700 0.19063 0.34417 X2 LDR 18.70950 0.81188 10.75500 X8 ROA 0.09050 0.06687 0.08000 X3 CAR 2.52350 0.64563 1.68889 X9 ROE 0.09950 0.20813 0.14778 X4 RAR 1.92250 0.48562 1.28389 X10 IM 0.59500 0.51125 0.55778 X5 DRR 29.98550 0.57625 16.91472 X11 LM 1.07000 3.05313 1.95139 X6 GPM 0.99800 0.81500 0.91667 X12 AU 0.19600 0.36563 0.27139

Group 1 (BKD) Group 2 (BMT) Total

Group 1 (BKD) Group 2 (BMT) Total

39

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu leg reserve requirement (X1), loan to deposit ratio (X2), capital adequacy ratio (X3), risk assets ratio (X4), deposit risk ratio (X5), and leverage multiplier (X11). The purpose of the discriminant analysis is to define the set of variables that will best discriminate between the groups and to determine which variables are the most efficient in discriminating between firms using the two financing approaches. Therefore, a stepwise procedure is used in this analysis. The Mahalanobis D2 measure was used in the stepwise procedure to determine the variable with the greatest power of discrimination. The stepwise variable selection rules are as follows:
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) Maximum number of steps Minimum tolerance level Minimum F to enter Maximum F to remove Maximum number of functions Maximum cumulative percent of variance Maximum significance of Wilks Lambda 24 .00100 3.84000 2.71000 1 100.00 1.0000

Comparative Study on Financial Performance of......

Overall Results of Discriminant Analysis Table 2 provides the overall stepwise discriminant analysis results after all the significant variables have been included in the estimation of the discriminant function. This summary Table describes the four variables: loan to deposit ratio (X2), leverage multiplier (X11), return on equity (X9), and net profit margin (X7) that were found to be significant discriminators based on their Wilks lambda and minimum Mahalanobis D2 values. The multivariate aspects of the model are reported under the heading canonical discriminant function. The discriminant function is highly significant (.0000) and displays a canonical correlation of 0.952 We interpret this correlation by squaring it (0.952)2 = 0.9063. Thus, 90.63 percent of the variance in the dependent variable (financial performance) can be accounted for (explained) by this model, which includes only four independent variables. Group Centroids Table 3 reveals that group centroid for the BKDs using interest system (group 1) is 2.70223, whereas the group centroids for the BMTs using profit-sharing system (group 2) is -3.37778. Grouped centroids represent the mean of the individual discriminant function scores for each group. They can be used to interpret

The stepwise procedure begins with all of the variables excluded from the model, and then, selection of the variable that maximizes the Mahalanobis distance between the groups.

Table 2a. Summary of two-group discriminant analysis results Action Step 1 2 3 4 5 6 Entered GPM LM NPM ROE LDR GPM Removed Value 0.23945 0.19446 0.14070 0.11563 0.08916 0.09377 Wilks Lambda Significance 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Value 12.14923 15.84483 23.36050 29.25494 39.07614 36.96651 Minimum D2 Significance 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Between Group 1 and 2 1 and 2 1 and 2 1 and 2 1 and 2 1 and 2

Table 2b. Canonical discriminant functions Percent of variance Func. 1 Eigenval 9.6644 func 100.00 cumul 100.00 canonical correl 0.9520 After Func 0 Wilks Lmbda 0.09377 Chisquare df 75.741 4 signif 0.0000

40

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu

Comparative Study on Financial Performance of......

Table 2c. Canonical discriminant functions Coefficients Independent variables X 2 (Loan to deposit ratio) X11 (Leverage multiplier) X7 (Net profit margin) X9 (Return on equity) Constant Standardized 0.63481 -0.43671 1.62052 -1.11590 Unstandardized 0.0339132 -0.5541032 12.2180289 -9.1823276 -2.1315595

Table 2d. Structure matrix Independent variables X1 (leg reserve requirement) X2 (loan to deposit ratio) X3 (capital adequacy ratio) X4 (risk assets ratio) X5 (deposit risk ratio) X6 (gross profit margin) X7 (net profit margin) X8 (return on assets) X9 (return on equity) X10 (interest margin) X11 (leverage multiplier) X12 (assets utilization) Canonical discriminant function 0.40283 0.15726 0.25835 0.25469 0.31279 0.35145 0.34272 0.09374 -0.14701 0.27788 -0.41385 -0.26579

Table 2e. Classification functions Coefficients (Fishers linear discriminant functions) Independent variables X 2 (Loan to deposit ratio) X11 (Leverage multiplier) X7 (Net profit margin) X9 (Return on equity) Constant Group 1 (BKD) 0.2259837 2.2298629 80.8073911 -68.4358569 -19.4639864 Group2 (BMT) 0.0197913 5.5988154 6.5216647 -12.6072221 -8.5577800

the discriminant function results from a global or an overall perspective. In this analysis of sample of 18 observations, the dependent variable consists of two groups, 10 BKDs following the interest system and the remaining 8 BMTs using the profit-sharing system. The cutting score or the criterion against which each observations discriminant Z score is judged, is used to determine into which group BKDs and BMTs should be classified.

The critical cutting score for unequal two group sizes is -0.67555 calculated from [(10 X -3.37778)+(8 X 2.70223)/18)]. The procedure for classifying firms with the optimal cutting score is as follows: 1. Classify a BMT as using profit-sharing system if its discriminant score is less than -0.67555. 2. Classify a BKD as using interest system if its discriminant score is greater than -0.67555. The results of the classification of BMTs and BKDs are shown in Table 4b. This indicates those 20

41

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu of 20 cases of BKDs (100%) and 16 of 16 cases of BMTs (100%) were correctly classified using these four independent variables. Table 3a. Group mean centroids of canonical discriminant functions Group 1 2 Group centroids: function 1 2.70223 -3.37778

Comparative Study on Financial Performance of......

Table 3b. Classification results


Predicted group membership Actual group Group 1 (BKDs using interest system) Group 2 (BMTs using profit-sharing system) Number of cases 20 Group 1 20 100.0% 0 .0% Group 2 0 .0% 16 100.0%

16

Discriminating Between BMT and BKD groups The examining of the function is needed to determine the relative importance of each independent variable in discriminating between BMT and BKD groups. Table 4 contains, among the interpretive measures, the discriminant weights, loadings for function and the univariate F ratio. The independent variables were screened by the stepwise procedure, and four variables: loan to deposit ratio (X2), leverage multiplier (X11), return on equity (X9), and net profit margin (X7) are significant enough to be included in the function. For interpretation purposes, there is a need to rank the independent variables in terms of both their weights and loadings indicators of their discriminating power. It is interesting to note in interpretations of the individual variables their statistical and practical significance. Such interpretations are accomplished by identifying variables with substantive loadings and understanding what the differing group means on each variable indicate. For example, for all the variables in this analysis, higher scores indicate better financial performance of BMTs and BKDs on that attribute. From Table 4, we can use the standardized weights, discriminant loadings (structure-matrix information) and the univariate F values to determine the ranking of these variables in terms of their discriminating value. The higher value indicates that they have higher discriminating power.

Table 4. Summary of interpretive measures for two-group discriminant analysis


Independent variables X1 (leg reserve requirement) X2 (loan to deposit ratio) X3 (capital adequacy ratio) X4 (risk assets ratio) X5 (deposit risk ratio) X6 (gross profit margin) X7 (net profit margin) X8 (return on assets) X9 (return on equity) X10 (interest margin) X11 (leverage multiplier) X12 (assets utilization)
NI: not included in stepwise solution

Standardized weights Value NI 0.63481 NI NI NI NI 1.62052 NI -1.11590 NI -0.43671 NI Rank 3

Discriminant loadings Value 0.40283 0.15726 0.25835 0.25469 0.31279 0.35145 0.34272 0.09374 -0.14701 0.27788 -0.41385 -0.26579 Rank 2 10 8 9 5 3 4 11 12 6 1 7

Univariate F ratio Value 12.1137 8.1261 11.6106 30.6771 14.8967 107.9932 38.5958 3.0760 7.1017 0.4343 56.2774 18.9584 Rank 7 9 8 4 6 1 3 11 10 12 2 5

1 2 4

42

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu When using the standardized weights approach, of the four discriminators in the function or model, net profit margin (X7) discriminates the most, and leverage multiplier (X11) discriminates the least, with return on equity (X9) and loan to deposit ratio (X2) in-between. When using the discriminant-loadings approach, there is a need to know which variables are substantive discriminants worthy of note. In simultaneous discriminant analysis, all variables are entered in the function, and generally any variables exhibiting a loading of 0.30 or higher are considered substantive. The loadings of the four discriminators entered in the discriminant function are two, the leverage multiplier (X11) and net profit margin (X7), higher and exceed 0.30, along with leg reserve requirement (X1), deposit risk ratio (X5), and gross profit margin (X 6 ). When using the univariate-F-ratio approach, two of the four discriminators in the function, the leverage multiplier (X11), and net profit margin (X7), along with gross profit margin (X6) and risk assets ratio (X4), have higher values than other variables. Because loadings are considered more valid than the weights and F ratio (Hair et al., 1998), the loadings are used in this analysis. In understanding the factors that distinguish these two groups, all five of the twelve independent variables must be considered. It is noted that four of five variables as discussed above, BKDs have higher means for leg reserve requirement (X1), deposit risk ratio (X5), gross profit margin (X6), and net profit margin (X7).This means that the BKDs have better performance in liquidity, solvability, and profitability. BMTs have higher means for leverage multiplier (X11). This means that BMTs have a better performance only in terms of activity efficiency. One can conclude that BKDs using interest system have good financial performance on a wider range of factors, whereas the high performance of BMTs is limited to only activity efficiency. Rankings Using Discriminant Score, BKDs Table 5a shows the summary of rank of BKDs based on the discriminant score, by year 1998. The higher discriminant score indicates better performance, whereas the lower discriminant score indicates poorer performance, based on average discriminant score (2.27521). If a BKDs discriminant score is greater than 2.27521, its financial performance is classified as good.

Comparative Study on Financial Performance of......

But if a BKDs discriminant score is lower than 2.27521, its financial performance is classified as poor. Based on average discriminant score, the BKDs that have good performance (listed by rank) are BKD Sempuhsari, Jember Kidul, Mangli, and Ambulu. BKD Rambipuji shows average performance. On the other hand, the BKDs that have poor performance (listed by rank) are Sumberejo, Tanjungrejo, Gladak Kembar, and Lojejer, with Kaliwining as the poorest performer. BKD Sempuhsari ranked highest in performance due to its having high LRR, CAR, and DRR values. On the other hand, BKD Kaliwining ranked lowest in performance due to its getting very low LRR, DRR, NPM, and ROA values. Table 5b shows the summary of rank of BKDs based on the discriminant score, as of 1999. The higher discriminant score indicates good performance, whereas the lower discriminant score indicates poor performance, based on average discriminant score (3.12926). If a BKDs discriminant score is greater than 3.12926, its financial performance is classified as good; if a BKDs discriminant score is lower than 3.12926, its financial performance is classified as poor. Based on average discriminant score, the BKDs that have good performance (listed by rank) are BKD Tanjungrejo, Jember Kidul, Sempuhsari, Kaliwining and Mangli. BKD Gladak Kembar had average performance. Rambipuji shows average performance. The BKDs that have poor performance (listed by rank) are Lojejer and Ambulu, while Sumberejo had the poorest.BKD Tanjungrejo ranked highest in performance due to its having high IM, NPM, and DRR values. On the other hand, BKD Sumberejo ranked lowest due to its getting low RAR and NPM values, If the performance of the BKDs in 1999 is compared with their performance in 1998, their performance increased where it is shown by increasing average discriminant score (3.12926 > 2.27521). Also it is shown by an increasing number of BKDs showing good financial performance (6 BKDs > 5 BKDs). BKD Tanjungrejo and BKD Kaliwining are experiencing improved performance, i.e., their ratings of poor are becoming good. It is because BKD Tanjungrejo shows increasing improvement in its LRR, LDR, CAR, RAR, DRR, and IM, while BKD Kaliwining shows increasing improvement in its LRR, LDR, and DRR, On the other hand, BKD Ambulu is experiencing decreasing performance, i.e., from good to poor. It is

43

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu because BKD Ambulu shows declining values in its LRR, CAR, RAR, and NPM. Performance of BKD Sempuhsari is still a good but it also is decreasing. Performance of BKD Mangli is also still good but it also decreasing. Performance of BKD Rambipuji is increasing. It is because BKD Ambulu has decreasing performance in terms of its declining LDR and DRR. Table 5a. Summary of rank of BKDs based on discriminant, by year 1998
Name of BKD Sempuhsari Jember Kidul Mangli Ambulu Rambipuji Sumberejo Tanjungrejo Gladak Kembar Lojejer Kaliwining Average score Discriminant score 3.6417 3.5507 2.7842 2.4852 2.2835 2.2272 2.2224 1.9929 1.8207 -0.2564 2.27521 Performance Very Good Very Good Good Good Average Poor Poor Very Poor Very Poor Poorest Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Comparative Study on Financial Performance of......

LRR, GPM, NPM and DRR. Given such a situation, the ranking and the performance rating of any BMT are given relative to the ranking and performance of the other BMTs. In contrast with that of the BKDs, this is the assumption behind the BMT labels Best, Very Good, Good, Average, Poor, and Poorest. Table 6a shows the summary of rank of BMTs based on the discriminant score, by year 1998. The higher discriminant score indicates good performance, whereas the lower discriminant score indicates poor performance, based on average discriminant score (-3.65711). If a BMTs discriminant score is greater than -3.65711, its financial performance is classified as good. But if a BMTs discriminant score is lower than 3.65711, its financial performance is classified as poor. Table 6a. Summary of rank of BMTs based on discriminant, by year 1998
Name of BMT Bina Insan Nuansa Abadi Harapan Ummat Mitra Muamalah Ummat Wahana Artha Mubarok Artha Barokah Bina Tanjung Alif Average score Discriminant score -2.2617 -2.6256 -2.6498 -3.4923 -3.9705 -4.0460 -4.8455 -5.3655 -3.65711 Performance Best Very Good Very Good Good Poor Poor Very Poor Poorest Rank 1 2 3 4 5 6 7 8

Table 5b. Summary of rank of BKDs based on discriminant, by year 1999


Name of BKD Tanjungrejo Jember Kidul Sempuhsari Rambipuji Kaliwining Mangli Gladak Kembar Lojejer Ambulu Sumberejo Average score Discriminant score 3.9040 3.7964 3.7392 3.4741 3.3352 3.2139 3.1122 2.8551 2.6509 1.2116 3.12926 Performance Best Very Good Very Good Good Good Good Average Poor Poor Poorest Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Rankings Using Discriminant Score, BMTs It is important to note that all the BMTs reported negative values for their discriminant score. This means that all the BMTs performed unsatisfactorily in all the five-discriminator variables emphasized: LM,

Based on average discriminant score, the BMTs that have good performance (listed by rank) are BMT Bina Insan, Nuansa Abadi, Harapan Ummat, and Mitra Muamalah Ummat. The BMTs that have poor performance (listed by rank) are BMT Wahana Artha Mubarok, Artha Barokah, Bina Tanjung and Alif.BMT Bina Insan ranked highest in performance due to its having high LDR, NPM, and ROA values. On the other hand, Alif ranked the lowest in performance due to getting low LRR, CAR, and GPM. Table 6b shows the summary of rank of BMTs based on the discriminant score, by year 1999. The higher discriminant score indicates good performance,

44

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu whereas the lower discriminant score indicates poor performance, based on average discriminant score (-3.09844). If BMTs discriminant score is greater than -3.09844, its financial performance is classified as good. But if BMTs discriminant score is lower than -3.09844, its financial performance is classified as poor. Table 6b. Summary of rank of BMTs based on discriminant, by year 1999
Name of BKD Nuansa Abadi Bina Insan Artha Barokah Mitra Muamalah Ummat Bina Tanjung Harapan Ummat Wahana Artha Mubarok Alif Average score Discriminant score -2.0238 -2.2289 -2.9277 -2.9936 -3.2594 -3.3277 -3.4206 -4.6058 -3.09844 Performance Best Very Good Good Average Poor Poor Very Poor Poorest Rank 1 2 3 4 5 6 7 8

Comparative Study on Financial Performance of......

good but its rank is lower. Performance of BMT Nuansa Abadi is increasing because it has increasing improvement in LDR, DRR, NPM, ROA, ROE and LM. Comparing Performance of BKDs and BMTs The BKDs performed much better than all the BMTs except for 1 BKD (Kaliwining) but only in 1998. The high-performing BKDs excelled in four out of five discriminator variables: gross profit margin (GPM), net profit margin (NPM), leg reserve requirement (LRR) and deposit risk ratio (DRR). However, the BKDs performed poorly in terms of the leverage multiplier (LM). On the other hand, the BMTs all reported poor performances in all the discriminator variables. The BMTs have low levels of performance in terms of liquidity, solvability, and profitability. All the BKDs have big internal financial resources (equity capital) from Bank Rakyat Indonesia, the biggest state bank and little liabilities from soft loan. Only two BKDs have liabilities from customers savings. Eight of ten BKDs have no interest expenses, and the two remaining, BKD Lojejer and Sumberejo, have small interest expenses. Therefore, all BKDs have high capabilities of controlling expenses and earning profits; and because of the small amount of liabilities, all BKDs have the ability to meet all their obligations/ liabilities. In contrast, most of BMTs have big external financial resources (liabilities) from customers savings but little internal financial resources (equity capital). Because of little income from profit sharing, the fact that their liabilities are greater than their equity in financing, and their low level of capability in controlling operational expenses and earning profits, BMTs have poor financial performance in terms of profitability, liquidity and solvability. CONCLUSIONS AND RECOMMENDATIONS Conclusions Based on the above findings, the following conclusions are made: (a) Five of twelve financial ratios were found to have high discriminating power: leverage multiplier, leg reserve requirement, gross profit margin, net profit margin, and deposit risk ratio (b) Leverage multiplier has the highest discriminating power among the five variables, followed

Based on average discriminant score, the BMTs that have good performance (listed by rank) are BMT Nuansa Abadi, Bina Insan, and Artha Barokah. Mitra Muamalah Ummat has average performance. On the other hand, the BMTs that have poor performance (listed by rank) are BMT Bina Tanjung, Harapan Ummat, Wahana Artha Mubarok, and Alif.BMT Nuansa Abadi ranked highest in performance due to its having high NPM and ROA values. On the other hand, Alif ranked lowest in performance due to its getting low LRR, CAR, and RAR values. If the performance of BMTs in 1999 is compared with performance of BMTs as of 1998, the performance in 1999 increased where it is shown by increasing average discriminant score (-3.09844 > - 3.65711 ). BMT Artha Barokah is experiencing an increasing performance. It is because BMT Artha Barokah has increasing improvement in LRR, CAR, RAR, GPM, and IM. While BMT Harapan Ummat is experiencing a decreasing performance. It is because BMT Harapan Ummat has declining performance in LDR, DRR, NPM, ROA and ROE. Performance of BMT Bina Insan is still

45

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu by leg reserve requirement, gross profit margin, net profit margin, and deposit risk ratio For all the BKDs, four discriminators such as gross profit margin, net profit margin, leg reserve requirement and deposit risk ratio showed higher discriminating power than for all the BMTs. For all the BMTs, only leverage multiplier showed higher discriminating power than for all the BKDs. In terms of liquidity, solvability and profitability, all BKDs have higher performance than all BMTs. In terms of activity efficiency, all BMTs have higher performance than all BKDs. One concludes that all BKDs have higher financial performance than all BMTs.

Comparative Study on Financial Performance of......

(b). Recommendations for BKDs 1. BKDs should maintain their watchfulness on the three financial measures in which they are performing well, namely liquidity, solvability, and profitability. BKDs should pay more attention to only one discriminator variable: leverage multiplier. This means they have to improve the firms ability to manage the assets funded from its own equity capital. BKDs should improve their performance in terms of activity efficiency. They should learn to be more efficient in using their assets funded from their own equity capital.

(c)

2.

(d)

3.

(e)

Recommendations Based on the above findings and conclusions, the following recommendations are given separately for each BMTs, BKDs and other recommendations involve future research: (a). 1. Recommendations for BMTs BMTs should pay more attention to four discriminator variables: gross profit margin, net profit margin, leg reserve requirement and deposit risk ratio. BMTs should improve their performance in terms of the following elements: liquidity, solvability, and profitability. To improve liquidity and solvability, BMTs should not generate funds only from depositors but look for alternative funding. . In terms of financial resources, BMTs should not rely on external resources as main fund resources. BMTs should reduce their debt to equity ratio into minimum 1:1 or total debt lower than equity. To improve profitability, BMTs must be careful to (a) give loan only after conducting a feasibility study; (b) focus on products which have less risk; (c) improve a way of debt collection; and (d) make alliance with Bank Muammalat Indonesia, one biggest Islamic bank.

(c). Recommendations for Subsequent Research 1. To validate or verify the results of the current study, the five-discriminator variables should be considered together to measure and compare financial performances of all BMTs and BKDs in the whole of Indonesia. 2. Subsequent studies should also involve the managers of BMTs and BKDs in a survey to identify and describe the implementation of their profit sharing systems and interest system. Limitations of the Study The limitations of the study are as follows: (a) It covers only the years 1998-1999. (b) The balance sheet and income statement obtained to determine the financial performance came from only eight BMTs and ten Rural Credit Banks in Jember Regency. (c) The financial ratios used to measure financial performance of the BMTs and Rural Credit Banks are: leg reserve requirement (LRR), loan to deposit ratio (LDR), capital adequacy ratio (CAR), risk of asset ratio (RAR), deposit risk ratio (DRR), gross profit margin (GPM), net profit margin (NPM), return on asset (ROA), return on equity (ROE), interest margin (IM), leverage multiplier (LM), and asset utilization (AU); (d) The area studied is only Jember, East Java, Indonesia.

2.

3.

4.

5.

46

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu

Comparative Study on Financial Performance of......

BIBLIOGRAPHY Allen, Franklin., D. Gale 1999, Innovations in Financial Services, Relationships, and Risk sharing, Journal of Management Sciences, 45 (9): 1239-1253. Brealey, Richard A and Myers, Stewart C. 1996. Principles of Corporate Finance, International Edition, McGraw-Hill Companies Budihardjo.1997. Study of small industry investment system in urban area of Jember regency, Indonesia, Argapura BPUJ Cooper, Donald R. and P.S. Schindler, 1998.Business Research Methods. Sixth Edition, Irwin and McGraw-Hill Frei, F.X., Ravi Kalakota., Andrew J. Leone., Lesile M, 1999, Process variation as a determinant of Bank Performance: Evidence from the Retail Banking Study, Journal of Management Sciences, 45(9): 1210-1220. Fridson, Martin S.1995,Financial Statement Analysis. Second Edition.USA:, John Wiley & Sons,Inc. Garrison, Ray H. 1998. Managerial Accounting, Fifth Edition, Business Publications, Inc Ghanie Ghaussy, 1995, Islamic Economy, Journal of Economics., Volume 52, Institute for Scientific Co-operation.. Tubingen Krishnan,M.S., V.Ramaswamy., M.C eyer., P. Damien, 1999, Customer Satisfaction for Financial Services: The Role of Products, Services and Information Technology, Journal of Management Sciences, 45 (9): 1194-1209.

Lutfhi, Agus and Roziq, Ahmad, 1999.Responses of Small Businessmen to BMT Alkaromah Mayang, University of Jember, East Java, Indonesia. Unpublished Prasetiyantiningtiyas, 1998. Analysis of Financial Ratio to Evaluate Performance of State General Bank, University of Airlangga, Indonesia, Unpublished Schall, Lawrence D and Haley, Charles W. 1977. Introduction to Financial Management, Series in Finance, McGraw-Hill Book Company. Siegel, Andrew F. 1994. Practical Business Statistics. Second Edition,.United States of America: Irwin. Siegel, Joel G.and J.K. Shim, 1986. Managerial Finance. Quezon City, Philippines: JMS Press, Incorporated. Soteriou, Andreas., S.A. Zenios, 1999, Operations, Quality, and Profitability in the Provision of Banking Services, Journal of Management Sciences, 45 (9): 1221-1238. Team PINBUK East Java. 1998. Module of Training for Manager of BMT, Surabaya: Vde Press Team PINBUK East Java. 1999. Guidance of Way of Establishment of BMT. Second Edition,surabaya: Vde Press Van Horne, James C and J. Mchowicz Jr, 1998. Fundamentals of Financial Management, Tenth edition, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

47

Jam STIE YKPN - Ahmad Roziq & Hiras Pasaribu

Comparative Study on Financial Performance of......

48

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro

Aspek Perilaku: Suatu Tantangan Pada Akuntansi.......

ASPEK PERILAKU: SUATU TANTANGAN PADA AKUNTANSI MANAJEMEN MODERN


Julianto Agung Saputro, SE., S.Kom., M.Si. *)

ABSTRACT To successfully creating effective management accounting systems needs a philosophy change from manage numbers to manage with commitment to make continuous improvement. This changes depend on strategy development that focus not only on technical but also on behavioral aspect. Accountants should not only understand about technical tools like budgeting, cost behaviour and accounting system, but they must also understand about human behaviour. Management accounting has moved to new era that use new advanced technology to support it, and the effect from this changes must be consider. More powerful and sophisticated the supporting tools, more difficult to anticipate and predict behavioural aspect in management accounting. This paper will explain about the development of modern management accounting and its challenging a behavioural aspect. tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah pertimbangan pada tanggapan perilaku yang terjadi. Semakin hebat dan canggihnya teknik dan alat-alat pendukung yang digunakan, maka aspek perilaku semakin sulit untuk diantisipasi dan diprediksi dalam akuntansi manajemen. Oleh karena itu, beberapa hal yang berdampak langsung pada perilaku harus diperhatikan seperti pengembangan budaya perusahaan, struktur organisasi, pendidikan dan pelatihan, pengembangan pola kerja, pengukuran kinerja dan sistem penghargaan yang diberikan. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai tantangan aspek perilaku yang dihadapi dalam pengembangan akuntansi manajemen modern. Tantangan yang perlu diperhatikan dalam memahami aspek perilaku terhadap akuntansi manajemen (Caplan, 1992), adalah waktu dan kurangnya ketertarikan akuntan pada bidang perilaku. Perubahan pada aspek perilaku membutuhkan waktu yang lama dengan proses yang lambat. Karena perubahan ini membutuhkan waktu yang lama maka diperlukan generasi-generasi baru yang juga harus ikut berubah untuk dapat memahami aspek perilaku ini. Ini berarti akuntan manajemen, sebagai salah satu yang memegang peran penting dalam perubahan perilaku, membutuhkan banyak waktu untuk dapat menerapkan pendidikan perilaku yang tepat dan berkelanjutan. Tantangan lain yang harus diperhatikan adalah kurangnya ketertarikan akuntan pada bidang perilaku. Kurangnya ketertarikan ini menyebabkan pemahaman terhadap aspek perilaku menjadi kurang baik dan

PENDAHULUAN Pada tahun-tahun terakhir ini akuntansi manajemen terus mengalami perkembangan yang luar biasa. Perkembangan yang terjadi sangat inovatif dengan dukungan sistem yang semakin baik, seperti sistem akuntansi manajemen dengan dukungan teknologi komputer dan teknologi manufakturing yang semakin canggih. Akuntansi manajemen telah bergerak ke era yang baru, akuntan manajemen semakin ahli dalam menggunakan alat-alat pendukung yang canggih. Akan

*)

Julianto Agung Saputro, SE., S.Kom., M.Si., Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta.

49

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro menyebabkan kurangnya dukungan penelitian mengenai perilaku yang ditulis oleh ahli-ahli akuntansi manajemen. Studi mengenai dampak perilaku terhadap akuntansi manajemen termasuk masih baru dan masih memerlukan penelitian di bidang ini. Perbaikan perlu dilakukan pada sistem akuntansi manajemen yang ada untuk mencapai efektifitas, terutama dalam hal perilaku. Kepedulian akuntan terhadap aspek perilaku ini diperlukan untuk dapat mencapai efektifitas dalam pekerjaan dan mencerminkan kepedulian mereka dalam berinteraksi dengan orang lain dalam organisasi. Kesuksesan dalam membangun sistem akuntansi manajemen yang efektif dibutuhkan perubahan filosofi dari mengelola dengan angkaangka menjadi mengelola dengan komitmen pada perbaikan yang berkelanjutan (Johnson dan Kaplan, 1987). Perubahan filosofi ini tergantung pada pengembangan strategi yang berfokus pada perilaku dan bukan hanya sekedar teknis saja. Dalam hal ini, akuntan manajemen selain harus memahami pengetahuan teknis seperti penganggaran, perilaku biaya, sistem akuntansi dan aspek teknis akuntansi manajemen lainnya, mereka juga harus memiliki pemahaman yang memadahi tentang perilaku manusia dan motivasinya. Implementasi sistem akuntansi manajemen akan berdampak langsung pada evaluasi kinerja, produk dan proses, yang akan berdampak pada organisasi secara keseluruhan (Shields dan Mark, 1989). AKUNTANSI MANAJEMEN SEBAGAI PROSES PERILAKU Akuntan memiliki peran penting dalam penyediaan informasi yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan. Akuntan harus memperhatikan proses perilaku dari orang yang mengambil keputusan, karena orang yang berbeda akan menggunakan informasi secara berbeda. Selain itu juga harus diperhatikan aspek budaya yang berkomitmen pada perbaikan yang berkelanjutan. Faktor perubahan struktur organisasi juga harus diperhatikan untuk mengadaptasi perilaku yang terus berubah. Hal terakhir yang harus diperhatikan adalah faktor pendidikan yang berkelanjutan untuk menimbulkan keinginan untuk terus melakukan perubahan dan perbaikan pada perilaku.

Aspek Perilaku: Suatu Tantangan Pada Akuntansi.......

Pada banyak organisasi kegagalan sistem akuntansi manajemen disebabkan oleh gagalnya mengantisipasi masalah perilaku yang dihadapi. Lebih jauh lagi akuntan manajemen sering tidak peduli terhadap kasus yang dihadapi. Mereka mengasumsikan bahwa semuanya telah berjalan dengan baik dan menganggap bahwa perilaku para manajer dan pemakai informasi adalah konsisten dan tetap saja, sehingga perubahan tidak terjadi. Tentunya sistem akuntansi manajemen seperti ini akan memberikan sedikit kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi. Akuntan manajemen tidak boleh mengabaikan faktor pertimbangan perilaku, karena akuntansi manajemen pada dasarnya adalah proses perilaku. Tujuan utama dari akuntansi manajemen adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dan memotivasi individu untuk secara nyata membuat keputusan sesuai dengan tujuan perusahaan. Hal ini akan semakin jelas dengan melihat bagaimana manajemen mengambil keputusan secara efektif (Caplan, 1992), yaitu: 1. Adanya tujuan organisasi yang akan dicapai dan setiap pengambil keputusan mengetahui perannya untuk mencapai tujuan tersebut. 2. Pengambil keputusan mempunyai informasi yang relevan sehingga keputusannya akan konsisten dengan pencapaian tujuan organisasi. 3. Pengambil keputusan termotivasi untuk membuat keputusan yang sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi. Ini berarti harus ada kesesuaian antara tujuan secara individu dengan tujuan organisasi. Setiap individu seharus dapat melakukan yang terbaik bagi organisasi, karena yang terbaik bagi organisasi juga akan menjadi yang terbaik bagi dirinya. 4. Pengambil keputusan dapat mengkomunikasikan hasil keputusannya kepada setiap anggota organisasi. Ini dilakukan agar setiap anggota organisasi melakukan tindakan sesuai dengan keputusan yang dibuat. Setiap anggota organisasi juga harus termotivasi untuk melakukan tindakan yang tepat karena motivasi merupakan elemen penting untuk mencapai kesesuaian tujuan. 5. Pengambil keputusan menerima umpan balik yang mencukupi dari keputusan yang telah diambil. Umpan balik ini dapat dijadikan sarana

50

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro perbaikan, sehingga jika diperlukan dapat dilakukan keputusan tambahan. Akuntansi manajemen memiliki peran yang sangat penting dalam membantu dan memberikan kontribusi proses pengambilan keputusan. Sebagai contoh, akuntansi manajemen menyediakan proses penganggaran yang memberikan kontribusi dalam menyiapkan tujuan. Akuntansi manajemen juga menjadi alat komunikasi dan koordinasi dengan menyediakan data dalam pengambilan keputusan dan menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan. Akuntansi manajemen juga menyediakan saluran komunikasi kepada semua anggota organisasi untuk mengimplementasikan keputusan. Akhirnya, akuntansi manajemen merupakan sumber formal yang utama dari umpan balik mengenai konsekuensi tindakan yang telah dilakukan. Akuntansi manajemen merupakan salah satu sistem formal yang ada di organisasi, yang memiliki tujuan utama untuk membantu manajemen dalam menentukan dan memotivasi perilaku sesuai yang diinginkan oleh organisasi. Perbaikan berkelanjutan dapat terlaksana dengan adanya kesadaran akan bangunan budaya perusahaan, struktur organisasi, pengembangan pola kerja, pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan, pengukuran kinerja, dan sistem penghargaan yang diberikan. PENDEKATAN PERILAKU PADA AKUNTANSI MANAJEMEN TRADISIONAL DAN MODERN Pergeseran pengelolaan perusahaan dari cara tradisional ke cara modern telah menyebabkan pergeseran sistem akuntansi manajemen. Pergeseran ini menyebabkan pengembangan akuntansi manajemen terarah pada pengembangan perubahan secara berkelanjutan. Agar perubahan secara berkelanjutan dapat dikembangkan dan dijalankan secara efektif dan efisien, perlu pemahaman yang baik mengenai pergeseran peran akuntansi manajemen pada kondisi tradisional dan modern. Berikut ini dijelaskan mengenai peran akuntansi manajemen pada kondisi tradisional dan modern (Caplan, 1992). Peran akuntansi manajemen pada kondisi tradisional menekankan pada beberapa hal, yaitu: 1. Fungsi utama dari akuntansi manajemen adalah untuk membantu manajemen dalam proses

Aspek Perilaku: Suatu Tantangan Pada Akuntansi.......

memaksimumkan laba. Sistem akuntansi manajemen adalah alat alokasi tujuan yang mengijinkan manajemen untuk memilih tujuan operasi serta mendistribusikan ke seluruh bagian organisasi, seperti menetapkan tanggung jawab untuk kinerja, yang biasa disebut dengan perencanaan. 3. Sistem akuntansi manajemen merupakan alat pengendali yang mengijinkan manajemen untuk mengidentifikasi dan melakukan tindakan pembetulan untuk hasil kinerja yang tidak diharapkan. 4. Sistem akuntansi manajemen netral dalam melakukan evaluasi dan meminimumkan penyimpangan individu. Peran akuntansi manajemen pada kondisi modern menekankan pada beberapa hal, yaitu: 1. Proses akuntansi manajemen merupakan suatu sistem informasi dengan tujuan utama menyediakan data untuk berbagai level manajemen, yang dapat digunakan untuk memudahkan fungsi pengambilan keputusan dari perencanaan dan pengendalian serta menyediakan media komunikasi dalam organisasi. 2. Penggunaan yang efektif dari anggaran dan teknik pengendalian akuntansi lainnya membutuhkan pemahaman tentang interaksi antara teknik pengendalian akuntansi dengan motivasi, dan aspirasi individu yang akan dikendalikan. 3. Tujuan dari proses akuntansi manajemen sangat luas, oleh karena itu akuntan manajemen mempunyai kebijaksanaan dalam menyeleksi, memproses dan menyajikan informasi. 4. Dalam melakukan fungsinya di organisasi, akuntan manajemen diharapkan dapat memberikan pengaruh secara personal dan fungsional. Pemahaman terhadap peran ini membawa akuntansi manajemen menjadi responsif terhadap pengembangan perilaku yang mendasarkan pada konsep teori organisasi modern. Perancangan sistem akuntansi manajemen yang responsif perlu didukung dengan adanya pendidikan dan pelatihan pada semua level manajemen. Pendidikan ini terutama ditujukan pada 2.

51

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro pemahaman yang baru mengenai perubahan lingkungan manufakturing maju dan faktor pengukuran kinerja. Pemahaman terhadap perubahan ini akan memberikan gambaran terhadap dampak perilaku mereka pada sistem akuntansi manajemen yang baru. TANTANGAN ASPEK PERILAKU PADA SISTEM AKUNTANSI MANAJEMEN MODERN Untuk sukses pada persaingan lingkungan pemanufakturan maju seperti sekarang ini, keputusan dan tindakan dari semua karyawan perusahaan harus diarahkan dengan menggunakan sistem akuntansi manajemen yang lebih modern. Ini membutuhkan perubahan filosofi, yaitu untuk memiliki komitmen pada perbaikan yang berkelanjutan. Oleh karena perilaku manusia memegang peranan penting dalam mencapai kesuksesan ini, maka fokus pengembangan sistem akuntansi manajemen modern tidak boleh meninggalkan aspek pengembangan perilaku. Aspek pengembangan perilaku dapat dilakukan dengan baik jika perusahaan memperhatikan aspek-aspek yang mendukung pengembangan perilaku, yaitu pengembangan budaya perusahaan, pengembangan struktur organisasi, pengembangan pola kerja, pengembangan pengukuran kinerja dan sistem penghargaan yang diberikan. PENGEMBANGAN BUDAYA PERUSAHAAN Komitmen untuk melakukan perbaikan yang berkelanjutan akan dapat diterima dengan baik oleh seluruh karyawan, kalau perusahaan memiliki budaya, yang akan menjadi arah tujuan dari seluruh karyawan perusahaan. Dengan kata lain, budaya merupakan salah satu faktor penting kesuksesan mengelola aktivitas dan perilaku. Pembahasan mengenai budaya merupakan faktor yang penting, karena budaya perusahaan dapat mempengaruhi kinerja dan dapat membantu pencapaian budaya yang tepat untuk melakukan perbaikan yang berkelanjutan. Selain itu budaya dapat dijadikan sebagai penuntun perilaku. Budaya dapat menyebabkan jalannya organisasi menjadi sangat efisien, yaitu dengan berbagi pemahaman dan kemudahan komunikasi antarsesama anggota perusahaan. Jika terdapat

Aspek Perilaku: Suatu Tantangan Pada Akuntansi.......

budaya yang kuat, organisasi dapat membuat keputusan yang baik. Budaya dapat dijadikan dasar untuk melakukan tindakan, tanpa konsensus budaya pada nilai-nilai kepercayaan dan nilai-nilai kebenaran, setiap karyawan akan melakukan pekerjaan tanpa memperhatikan apa yang dikerjakan orang lain. Peranan pemimpin disini sangat penting karena akan memberikan visi dan misi yang jelas, membangun sistem yang baik, dan mendidik karyawan sehingga karyawan akan cenderung membuat keputusan yang benar, karena mereka memiliki dasar budaya yang sama. Budaya yang kuat memang mempunyai banyak keunggulan, tetapi sebenarnya dalam organisasi terdapat berbagai macam budaya yang dibawa anggota perusahaan dari lingkungan asalnya, yang tidak sepenuhnya mereka tinggalkan ketika masuk dalam organisasi. Budaya organisasi merupakan hasil dari pengaruh budaya yang dibawa oleh anggotanya. PENGEMBANGAN STRUKTUR ORGANISASI Pengendalian perlu dirancang dan diimplementasikan untuk meningkatkan perbaikan yang berkelanjutan dan pengendalian terhadap perilaku yang ada, guna pencapaian strategi perusahaan. Salah satu cara pengendalian yang dapat dilakukan dengan menggunakan strategi struktur organisasi. Struktur organisasi tradisional mengendalikan aktivitas dan tanggung jawab baik secara vertikal maupun horizontal. Struktur vertikal dan horizontal ini tidak lagi memadahi untuk mengembangkan karakteristik organisasi dan perilaku untuk dapat mencapai kesuksesan sistem akuntansi manajemen. Pengembangan inovasi, integrasi, fleksibilitas, dan kecepatan yang dibutuhkan untuk dapat mengikuti perbaikan yang berkelanjutan tidak mungkin dapat dikembangkan dengan menggunakan struktur organisasi seperti ini. Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat inovasi yang tinggi mempunyai struktur organisasi organik, yaitu organisasi yang berstruktur flat dengan sedikit perbedaan secara vertikal, tidak terpusat dalam pengambilan keputusan, tingkat formalitas untuk aturan dan prosedurnya rendah, sedikit spesialisasi pekerjaan, lebih berkonsentrasi pada profesionalisme dengan berbagai pengetahuan dan lebih menekankan pada komunikasi horizontal dibanding cara

52

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro komunikasi vertikal. Struktur organisasi seperti inilah yang sangat kondusif untuk pengembangan dan pengimplementasian inovasi. PENGEMBANGAN POLA KERJA Pengembangan pola kerja merupakan salah satu faktor kritis dari perilaku, untuk tujuan pengendalian guna mencapai kesuksesan dalam sistem akuntansi manajemen. Pola kerja yang terus dikembangkan dalam lingkungan bisnis yang modern adalah pola kerja dalam tim lintas fungsi (cross functional team). Tim lintas fungsi terdiri dari sekelompok orang yang mempunyai misi dan visi yang jelas dari berbagai fungsi atau disiplin ilmu dalam organisasi untuk mewujudkan nilai-nilai bagi pelanggan. Dengan mengkombinasi anggota organisasi dari berbagai fungsi, perusahaan memiliki daya saing jangka panjang yang mampu merespon terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan yang senantiasa berubah dengan cepat. Penerapan pola kerja tim lintas fungsi dalam organisasi dapat meningkatkan efektifitas kerja dan mengembangan perilaku dari setiap anggota untuk dapat bekerja sama. selain mempunyai banyak keunggulan juga meningkatkan efektifitas kerja. PENGEMBANGAN PENGUKURAN KINERJA DAN PENGHARGAAN Kesuksesan sistem akuntansi manajemen modern juga dipengaruhi oleh pengembangan pengukuran kinerja dan sistem penghargaan yang diberikan. Pengukuran kinerja dan sistem penghargaan merupakan faktor penting yang menentukan aspek perilaku dalam perusahaan. Terjadinya disfunctional behavior pada perusahaan, banyak disebabkan karena faktor ini. Berbagai perubahan pada perusahaan tidak akan bermakna pada perubahan perilaku jika tidak dipikirkan hubungan eratnya dengan sistem penghargaan pada individu yang ada dalam perusahaan itu. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Semakin majunya alat bantu pemrosesan informasi akuntansi manajemen dan teknologi informasi, maka akuntansi manajemen tidak cukup hanya mengkon-

Aspek Perilaku: Suatu Tantangan Pada Akuntansi.......

sentrasikan pada angka-angka teknis yang semakin mudah didapatkan. Akan tetapi akuntansi manajemen harus memberikan cakupan ilmu yang lebih luas pada bidang pengoordinasian antara teknologi, perilaku, intuisi, dan rasionalisasi. Pemanfaatan ilmu perilaku menjadi semakin dituntut untuk melengkapi kemampuan dan kelebihan akuntasi manajemen. Oleh karena itu, untuk mencapai kesuksesan, sistem akuntansi manajemen tidak boleh mengabaikan faktor motivasi dan perilaku dari pemakai sistem akuntansi manajemen tersebut. Perlu adanya kerjasama antara akuntan manajemen dengan manajer sebagai upaya untuk memperbaiki efektifitas dari sistem akuntansi manajemen. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah perubahan sikap dari akuntan manajemen dan manajer. Perubahan sikap ini sebagai upaya untuk dapat menemukan cara baru pengembangan sistem akuntansi manajemen yang peduli terhadap perilaku yang ada dalam organisasi. Akuntan juga perlu pemahaman yang baik mengenai anggota organisasi dalam melihat sistem akuntansi manajemen dan bagaimana reaksi mereka terhadap berbagai macam data akuntansi manajemen, proses, dan pelaporannya. Karena pergeseran paradigma, budaya lama dari organisasi tradisional tidak dapat lagi dipertahankan dan harus diubah dengan budaya yang baru. Budaya muncul sebagai tanggapan terhadap masalah internal dan eksternal, yang setiap anggota organisasi harus belajar untuk memecahkannya. Budaya menuntun tingkah laku dalam organisasi dan menjamin kesesuaian dalam bertindak, berpikir, dan memecahkan masalah. Selain budaya, pengembangan struktur organisasi dan pengembangan pola kerja ke dalam bentuk kerja tim lintas fungsi perlu secara dilakukan untuk dapat menghadapi tantangan aspek perilaku dalam sistem akuntansi manajemen. Sistem akuntansi manajemen harus konsisten dengan teori organisasi modern yang dikembangkan. Pengembangan sistem akuntansi manajemen modern tidak boleh melupakan faktor pengukuran kinerja dan sistem penghargaan yang diberikan. Pengukuran kinerja yang baik dengan sistem penghargaan yang mendukung akan berdampak positif pada perubahan perilaku. Masih diperlukan banyak penelitian di bidang akuntansi manajemen yang berhubungan perkem-

53

Jam STIE YKPN - Julianto Agung Saputro bangan aspek perilaku di perusahaan, terutama untuk menjawab pertanyaan bagaimanakah perubahan dalam akuntansi manajemen jika akuntan lebih banyak berkonsentrasi pada isu-isu perilaku? Akuntan harus memiliki cukup pemahaman mengenai ilmu perilaku paling tidak untuk memecahkan masalah-masalah perilaku yang dihadapi dalam sistem akuntansi manajemen. Selain itu juga perlu adanya perubahan

Aspek Perilaku: Suatu Tantangan Pada Akuntansi.......

pada perilaku akuntan yang akan membuat mereka kritis terhadap aktivitasnya dan dampak dari aktivitasnya terhadap organisasi secara keseluruhan. Seperti yang dikatakan oleh Machfoedz (1997): Akuntan manajemen abad 21 harus bersih hatinya, cerdas otaknya, dan kreatif memanfaatkan teknologi canggih.

DAFTAR PUSTAKA Beynon, Roger, 1992, Change Management as a Platform for Activity-Based Management dalam Emerging Practices in Cost Management, Barry J. Brinker, 1993 Edition, Boston. Warren Gorham Lamont. Caplan, Edwin H., 1992, The Behavioral Implication of Management Accounting, Management International Review (Special Issue), hal 92-102. Cooper, Robin, 1995, When Lean Enterprises Collide: Competing Through Confrontation, USA. Harvard Business Scholl Press. Davis, Stanley, 1984, Managing Corporate Culture, Cambridge, Mass: Balinger. Hirch, Maurice L., 1994, Advanced Management Accounting, Cincinnati Ohio, SouthWestern Publishing Co. Hiromoto, Toshiro, 1988, Another Hidden Edge-Japanese Management Accounting, Harvard Business Review (Juli/Agustus), hal 22-26.

Johnson, H.T., dan R. Kaplan, 1987, Relevance Lost: The Rise and Fall of Management Accounting, Management Accounting (Januari), hal 22-30. Lammert, Thomas B. dan Robert Ehrsam, 1987, The Human Element: The Real Challenge in Modernizing Cost Systems, Management Accounting (Juli), hal 32-37. Machfoedz, Masud, 1997, Perubahan Pola Berpikir, Pola Bisnis, dan Strategi Akuntansi Manajemen dalam Menghadapi Persaingan Global, Makalah pada Kuliah Umum, STIE YKPN. Shank, John. K. dan Vijay Govindarajan, 1993, Strategic Cost Management: The New Tool for Competitive Advantage, Don Mills, Ontario, Canada, Maxwell Macmillan Canada, Inc. Shields, Michael D. dan S. Mark Young, 1989, A Behavioral for Implementing Cost Management Systems dalam The Design of Cost Management Systems: Text, Cases, and Readings, Robin Cooper dan Robert S, Kaplan, International Edition, Englewood Cliffs, New Jersey, Prentice-Hall Inc.

54

Jam STIE YKPN - Soeratn0 dan Suparmono

Kinerja dan Potensi Pengembangan Perekonomian ......

KINERJA DAN POTENSI PENGEMBANGAN ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN PEREKONOMIAN TERHADAP JUDGMENT AUDITOR ERA SEBELUM OTONOMI DAERAH 1) KABUPATEN BANTUL Hansiadi Yuli Hartanto
Indra Wijaya Kusuma2) Dr. Soeratno, M.Ec. *) dan Suparmono SE., M.Si * *)

ABSTRAKSI Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten di Propinsi D.I. Yogyakarta yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Potensi tersebut terutama dari kekayaan alam berupa kesuburan tanah dan potensi pariwisata yang ada di Kabupaten Bantul. Untuk melihat kinerja dan potensi pengembangan perekonomian Kabupaten Bantul, digunakan alat analisis berupa location quotient (LQ), distribusi kontribusi sektoral, laju inflasi, jumlah angkatan kerja dan pengangguran, indeks disparitas, dan pertumbuhan ekonomi. Dari analisis yang telah dilakukan ditemukan bahwa sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada perekonomian sekaligus sebagai sektor unggulan adalah sektor sektor pertanian, diikuti oleh sektor bangunan, sektor perdagangan hotel, dan restoran, dan sektor industri pengolahan. Tingkat inflasi di Kabupaten Bantul sebesar 11,13 persen pada tahun 1994 dan 9,31 persen pada tahun 2000. Masalah pengangguran di Kabupaten Bantul didominasi oleh penduduk dengan tamatan SMK dan SMU. Di Kabupaten Bantul juga mengalami kesenjangan pendapatan antara penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan non-pertanian sebesar 4,86. Pertumbuhan ekonomi kabupaten Bantul untuk periode 1993-1999 sebesar 6,23 persen.

Keyword : kinerja perekonomian, potensi daerah, otonomi daerah. PENDAHULUAN Kabupaten Bantul merupakan daerah potensial di antara 4 daerah lain di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta karena memiliki banyak sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan, khususunya untuk mendukung sektor pertanian , sektor industri dan sektor pariwisata sebagai sebuah aset yang bisa dikembangkan lebih maju. Suatu keuntungan lain, bahwa secara geografis letak Kabupaten Bantul berdekatan dengan Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai daerah yang kaya akan Sumber Daya Manusia (SDM). Dengan potensi seperti ini sudah selayaknya Kabupaten bantul mulai menerapkan sistem pengelolaan potensi daerah secara komprehensif dengan metode yang cepat, akurat dan efisien, sehingga dapat meningkatkan kinerja perekonomian secara keseluruhan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Secara rinci, posisi Kabupaten Bantul dapat dilihat pada Tabel. 1 berikut ini: Luas wilayah Kabupaten Bantul adalah 506,85 km2, dari luas tersebut, lahan yang digunakan untuk sawah yaitu seluas 16.596 km 2 (32 persen) sedangkan

*) **)

Dr. Soeratno, M.Ec., Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Suparmono SE., M.Si., Dosen Tetap Akademi Manajemen Perusahaan (AMP) YKPN Yogyakarta.

55

Jam STIE YKPN - Soeratno dan Suparmono

Kinerja dan Potensi Pengembangan Perekonomian ......

Tabel 1 Batas Administratif Wilayah Kabupaten Bantul Propinsi D.I. Yogyakarta Sebelah/Bagian Utara Timur Barat Selatan Perbatasan Kodya Yogyakarta dan Kabupaten Sleman Kabupaten Gunung Kidul Kabupaten Kulon Progo Samudera Indonesia

Sumber : Kabupaten Bantul Dalam Angka, BPS, 1998. penggunaan lahan untuk non sawah seluas 34.089 km 2 (68 persen). Dari luas lahan yang dipergunakan untuk sawah, yaitu yang terbesar dengan irigasi setengah teknis (12.516 km2). Sedangkan luas lahan untuk bukan sawah, sebagian besar (19.938 km 2 ) dipergunakan untuk lahan pekarangan dan yang terkecil adalah untuk kolam/tambak/tebat/empang. Secara administratif, Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan yang meliputi 75 desa/kelurahan. Adapun rata-rata setiap kecamatan terdiri dari 4 sampai 5 desa/ kelurahan. Dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Bantul, dilihat dari luas wilayahnya, maka kecamatan yang memiliki daerah terluas, yaitu Kecamatan Dlingo seluas 55.87 km 2 (11,03 persen) dan Kecamatan Imogiri seluas 54.48 km 2 (10,74 persen). Secara lengkap, gambaran administratif Kabupaten bantul dapat dilihat pada Tabel.2. berikut ini:

Tabel 2 Luas wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan, dan Jumlah Desa Di Kabupaten Bantul, 1999 No. (1)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Kecamatan (2)
Srandakan Sanden Kretek Pundong Bb. Lipuro Pandak Bantul Jetis 1mogiri Dlingo Pleret Piyungan Banguntapan Sewon Kasihan Pajangan Sedayu

Luas (km2) (3)


18.32 23.16 26.77 23.68 22.70 24.30 21.95 24.47 54.48 55.87 22.97 32.54 28.48 27.16 32.38 33.25 34.36

Penduduk (4)
28.632 33.564 30.337 32.441 41.324 47.055 55.539 47.817 54.972 34.987 33.146 36.849 72.083 72.547 73.518 28.911 40.486

Penduduk/km2 (5)
1.563 1.449 1.133 1.370 1.820 1.936 2.530 1.954 1.009 626 1.443 1.132 2.531 2.671 2.270 870 1.178

Jlh. desa/kel (6)


2 4 5 3 3 4 5 4 8 6 5 3 8 4 4 3 4

Kabupaten 506.84 764.208 Sumber : Kabupaten Bantul Dalam Angka, BPS, 1998, diolah.

1.508

71

56

Jam STIE YKPN - Soeratn0 dan Suparmono

Kinerja dan Potensi Pengembangan Perekonomian ......

Data yang digunakan dan alat analisis Data yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagian besar merupakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, Bappeda, dan sumber lain yang relevan. Untuk melengkapi kajian agar hasil analisis lebih tajam, data dilengkapi dengan beberapa data primer yang diperoleh dari pengambil kebijakan dan pihakpihak yang ahli dalam bidang yang terkait dengan topik ini. Alat-alat analisis yang digunakan untuk melihat kinerja perekonomian Kabupaten Bantul terdiri dari: location quotient (LQ), distribusi kontribusi sektoral, laju inflasi, jumlah angkatan kerja dan pengangguran, indeks disparitas, dan pertumbuhan ekonomi. HASIL ANALISIS Sektor Unggulan dan Kontribusi Sektoral Untuk menentukan sektor unggulan di Kabupaten Bantul, digunakan alat analisis berupa nilai indeks LQ (Location Quotient). Dalam nilai indeks LQ ini, diperlukan data daerah lain sebagai pembanding (daerah referensi) terhadap tingkat keunggulan tiap sektor di Kabupaten Bantul. Sebagai daerah referensi ditetapkan Propinsi DI. Yogyakarta. Nilai indeks LQ (Location Quotient) dihitung dengan rumus sebagai berikut: LQ = DSi Kab. DSi prop

LQ : adalah nilai atau angka indeks LQ DSi Kab : adalah distribusi sektori tingkat kabupaten DSi Prop : adalah distribusi sektori tingkat propinsi Untuk distribusi sektori tingkat Kabupaten (DSi Kab) dan distribusi sektori tingkat propinsi (DSi prop) digunakan rumus: DSi Kab. = PDRB sektor i Kab PDRB Kab Apabila nilai LQ lebih besar daripada satu (LQ > 1), berarti sektor ekonomi tersebut memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan sektor ekonomi yang sama untuk Kabupaten lain di DI. Yogyakarta. Sebaliknya, bila nilai LQ lebih kecil dari satu tapi lebih besar dari nol (0<LQ<1), berarti sektor ekonomi tersebut masih mungkin untuk ditingkatkan potensinya. Apabila nilai LQ negatif (LQ < 0) berarti sektor tersebut relatif tertinggal bila dibandingkan dengan Propinsi DI. Yogyakarta. Dari sembilan sektor ekonomi yang terdapat di Kabupaten Bantul, terdapat 4 sektor yang mempunyai indeks LQ lebih dari satu, yaitu: 1. Sektor pertanian 2. Sektor bangunan 3. Sektor perdagangan hotel, dan restoran, 4. Sektor industri pengolahan. Hasil perhitungan LQ Kabupaten Bantul secara lengkap dapat dilihat pada Tabel. 3. berikut ini.

Tabel 3 Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Bantul 1994 - 2000


LAPANGAN USAHA PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEU., SEWA DAN JASA PERUSAHAAN JASA-JASA LQ PER TAHUN 1994 1.38 0.46 0.94 0.85 1.10 1.01 0.85 0.56 0.98 1995 1.40 0. 7 0.95 0.87 1.11 1.01 0.84 0.57 0.98 1996 1.40 0.97 0.99 0.53 1.12 1.00 0.84 0.59 0.96 1997 1.39 0.39 1.03 0.56 1.10 0.98 0.85 0.59 0.95 1998 1.36 0.31 1.02 0.70 1.27 1.02 0.74 0.60 0.96 1999 1.39 0.24 1.04 0.71 1.26 1.02 0.73 0.60 0.95 2000 1.40 0.57 1.09 0.60 1.09 1.00 0.89 0.57 0.97

Sumber: diolah dari berbagai sumber publikasi data BPS.

57

Jam STIE YKPN - Soeratno dan Suparmono

Kinerja dan Potensi Pengembangan Perekonomian ......

Ada dua hal yang perlu dicermati disini, yaitu: 1. Krisis ekonomi yang terjadi mulai tahun 1997 memiliki keunikan dampak pada dua sektor, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selama terjadinya krisis ekonomi, sektor industri pengolahan justru memiliki keunggulan dibandingkan dengan daerah referensi. Hal ini kemungkinan dikarenakan sektor industri pengolahan memiliki daya saing sehingga mampu mengambil keuntungan dari ekspor yang dilakukan. Keunggulan daya saing itu dikarenakan oleh rendahnya kandungan bahan baku impor dalam proses produksinya. Sedangkan pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran, krisis ekonomi hanya mempengaruhi pada tahun awal krisis yaitu tahun 1997. Setelah periode tersebut kondisinya kembali ke kondisi semula sebelum terjadi krisis ekonomi. 2. Dilihat dari nilai LQ secara keseluruhan, Kabupaten Bantul ini memiliki peluang pengembangan seluruh sektor ekonominya selain sektor penggalian dan pertambangan. Ini dilihat dari indeks nilai LQ yang rata-rata diatas 0,5 dan bahkan tidak ada yang negatip. Dihitung secara rata-rata mulai tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada perekonomian Kabupaten Bantul adalah: sektor

pertanian (22,24 persen) , sektor jasa lain-lain (20,14 persen), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (15,74 persen), dan sektor industri pendolahan (13,41 persen). Perhitungan ini sesuai dengan penentuan sektor unggulan diatas, dimana sektor-sektor yang unggul juga merupakan sektor-sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada perekonomian secara keseluruhan. Secara umum, distribusi ataupun kontribusi per sektor dapat dilihat pada Tabel. 4. di bawah ini: Laju Inflasi Inflasi adalah kecenderungan harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus1 . Kenaikan harga ini dihitung berdasarkan IHK (indeks harga konsumen) tahun dasar (base year) tertentu. Inflasi ini dapat dihitung berdasarkan periode bulanan, kwartalan, maupun tahunan. Untuk mengetahui laju inflasi secara tahunan, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Inf1 = IHKt IHKt-1 X 100 IHKt-1 Inft adalah nilai inflasi tahun diteliti (tahun t) IHKt adalah indeks Harga Konsumen tahun diteliti (tahun t) IHKt-1 adalah indeks Harga Konsumen setahun sebelum (tahun t-1)

Tabel 4 Distribusi Persentasi Kabupaten Bantul Menurut Harga Konstan Tahun 1994 - 2000
LAPANGAN USAHA 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN REST. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEU., SEWA DAN JASA PERUSAHAAN JASA-JASA PDRB

1994 22.6 1.4 12.96 0.47 11.28 15.63 9.75 5.77 20.14 100

1995 22.04 1.38 12.68 0.47 11.59 15.65 9.57 6.05 20.58 100

LQ PER TAHUN 1996 1997 1998 21.82 1.33 13.45 0.3 11.63 15.63 9.49 6.29 20.05 100 21.68 1.34 13.64 0.33 11.55 15.38 9.6 6.34 20.15 100 22.55 1.17 14.36 0.47 10.04 16.17 8.52 6.7 20.02 100

1999 21.46 1.2 14.95 0.48 10.19 16.43 8.5 6.75 20.05 100

2000 25.96 1.54 15.65 0.47 12.95 18.37 10.95 7.29 23.50 100

Sumber: Diolah dari Bantul dalam Angka, berbagai edisi.

58

Jam STIE YKPN - Soeratn0 dan Suparmono

Kinerja dan Potensi Pengembangan Perekonomian ......

Terjadinya inflasi akan berpengaruh pada kemampuan atau daya beli konsumen terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan. Dengan kata lain, inflasi pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Inflasi ini oleh BPS dihitung dengan Indeks Harga Implisit (IHI) pada tingkat produsen. Untuk masing-masing wilayah, IHI merupakan indeks gabungan dari sektor atau sub sektor yang bersangkutan. IHI Kabupaten Bantul periode 1993 1999 dapat dilihat pada tabel.5. berikut ini: Tabel 5 Perubahan IHI Kabupaten Bantul dalam Persen 1994 - 2000
Tahun IHI IHI Berantai Perubahan IHI (persen)

1994 116.25 106.26 11.13 1995 118.53 106.66 6.66 1996 125.75 106.09 6.09 1997 137.05 108.99 8.99 1998 210.37 153.29 53.29 1999 244.41 116.18 9.31 2000 267.17 109.31 9.31 Sumber: Diolah dari Bantul dalam Angka dan SEKI, 1999. Apabila kita lihat sebagai contoh, IHI berantai tahun 1997 yaitu 108.99 lebih besar daripada IHI tahun sebelumnya (1996) yaitu sebesar 106.09. Ini berarti terjadi inflasi dan itu diukur dari perubahannya yaitu 8,99 persen. Tingkat perubahan terbesar terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 53,29 persen. Kondisi ini dapat dimaklumi karena pada periode satu tahun sebelumnya terjadi krisis ekonomi sehingga dampaknya baru dirasakan satu tahun kedepan (ada time-lag). Jumlah Angkatan Kerja dan Pengangguran Gambaran umum dan masalah ketenagakerjaan yang terjadi di Kabupaten Bantul meliputi komposisi angkatan kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan, jumlah jam kerja, dan masalah ketenagakerjaan lain yang berkaitan dengan fluktuasi perekonomian, terutama krisis ekonomi. Lapangan pekerjaan utama penduduk di Kabupaten Bantul selama rentang penelitian,

terkonsentrasi pada sektor pertanian (30,79%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (21,40%), dan sektor industri pengolahan (19,93%). Hal ini sesuai dengan teori yang ada, yaitu bahwa untuk negera berkembang seperti Indonesia, sumber mata pencarian penduduk adalah dari sektor primer seperti sektor pertanian. Sektor pertanian mendominasi perekonomian Kabupaten Bantul karena masih luasnya persentase ketersediaan lahan untuk lapangan pekerjaan tersebut. Disisi lain, sektor perdagangan, hotel dan restoran juga mendominasi pada urutan kedua dalam struktur ketenagakerjaan di Kabupaten bantul. Sektor ini sesuai dengan kondisi geografisnya yang memiliki kawasan wisata. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten Bantul masih mengalami ketimpangan distribusi penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan. Ada sektor-sektor tertentu yang masih sangat rendah menyerap tenaga kerja. Hal ini dikarenakan beberapa sebab, yaitu : pertama, rendahnya sektor tersebut dalam kontribusinya terhadap PDRB sehingga nilai tambah dan produktivitasnya juga masih rendah. Kedua, kurangnya kesesuaian kemampuan penduduk untuk lapangan usaha tertentu. Akan tetapi hal tersebut tidaklah menjadi permasalahan yang serius dalam perekonomian. Dilihat dari komposisi menurut jenis kelamin, sektor perdagangan dan industri didominasi oleh kaum perempuan, sedangkan sektor lainnya didominasi oleh kaum laki-laki. Walaupun tidak ada ukuran yang jelas tentang kemerataan dan ketidakmerataan distribusi tenaga kerja ini, tetapi secara relatif dapat dikatakan bahwa komposisi pekerjaan menurut jenis kelamin di Kabupaten Bantul relatif merata. Permasalahan pengangguran menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Bantul ini termasuk unik. Hal ini dikarenakan pengangguran yang terjadi justru pada penduduk tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yaitu sebesar 32,47 persen, kemudian Sekolah Menengah Umum (SMU) sebesar 28,69 persen. Untuk tingkat pendidikan sampai dengan Sekolah Dasar (SD) mengalami pengangguran yang rendah, dugaan sementara adalah bahwa untuk tingkat pendidikan ini penduduk rela bekerja di sektor informal dengan nilai tambah rendah. Secara lengkap, tingkat pengangguran penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel. 6 berikut ini:

59

Jam STIE YKPN - Soeratno dan Suparmono

Kinerja dan Potensi Pengembangan Perekonomian ......

Tabel 6 Presentase Pengangguran Kabupaten Dati II Bantul Menurut Tingkat Pendidikan, Tahun 1993 - 1994
Pendidikan s/d SD SMP SMU SMK Sarjana Muda Sarjana Penuh Total Total Pengangguran % Pengangguran 1995 6.71 12.77 27.81 31.92 6.84 13.95 100 7.408 20.91 1996 6.04 12.38 27.68 29.69 6.29 17.93 100 7.353 17.76 1997 4.06 11.19 30.81 33.15 5.04 15.74 100 9.400 18.35 1998 3.80 12.14 30.13 32.86 6.46 14.61 100 7.841 24.26 1999 5.15 12.31 28.14 33.90 5.22 15.28 100 7.575 22.79 2000 3.89 11.67 27.60 33.32 5.59 21.20 100 10.147 22.19 Rata-Rata 4.94 12.08 28.69 32.47 5.90 16.45 100

Sumber : Diolah dari berbagai publikasi data BPS

Keberhasilan Kabupaten Bantul dalam mengurangi pengangguran secara keseluruhan dapat ditingkatkan lagi dengan mendorong investasi yang bersifat padat karya maupun padat modal. Ini merupakan tantangan kebijakan bagi pemerintah daerah. Dilihat pada tingkat pendidikannya, Kabupaten Bantul memiliki kualitas sumber daya manusia yang memadai untuk memacu pembangunan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Indeks disparitas Mengingat data pendapatan daerah yang tersedia belum terdistribusi menurut kelompok tingkat pendapatan, maka analisis distribusi pendapatan yang mungkin dilakukan didasarkan pada sektor ekonomi. Salah satu alat yang dapat digunakan adalah indeks disparitas sektoral. Semakin besar nilai indeks yang ditemukan, semakin besar pula kesenjangan penghasilan antara sektor. Nilai indeks disparitas yang ditemukan, menggambarkan tingkat kesenjangan penghasilan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian. Indeks disparitas sektoral, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

DI adalah indeks disparitas Yk adalah pendapatan perkapita sektor nonpertanian Ym adalah pendapatan perkapita sektor pertanian Hasil perhitungan indeks disparitas di Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut : Tabel 7 Perkiraan Pendapatan Perkapitan dan Indeks Disparitas Sektor Pertanian dan Non-Pertanian Kabupaten Bantul
Sektor Pendapatan Perkapita 1998 Indeks Disparitas

Pertanian Non-Pertanian

0,98 4.86 4,78

Sumber : Diolah dari Kabupaten Bantul dalam Angka, 1999. Perkiraan pendapatan perkapita pada sektor diatas dihitung melalui pembagian PDRB sektor pertanian dan non-pertanian dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja dimasing-masing sektor. Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa indeks disparitas adalah 4,86

DI = Yk / Ym

60

Jam STIE YKPN - Soeratn0 dan Suparmono

Kinerja dan Potensi Pengembangan Perekonomian ......

yang berarti pendapatan sektor non-pertanian lebih dari empat kali lipat pendapatan perkapita sektor pertanian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa walaupun sektor pertanian termasuk sektor utama dalam PDRB Kabupaten Bantul, namun kesejahteraan petani belum sejajar dengan pekerja non-pertanian. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan nilai tukar perdagangan (term of trade) sektor pertanian jauh lebih kecil daripada pertumbuhan nilai tukar perdagangan sektor non-pertanian. Pertumbuhan ekonomi Indikator pertumbuhan ekonomi, baik nasional maupun regional, oleh sebagian ekonom sering dianggap sebagai indikator yang menipu. Hal ini dapat difahami, karena untuk negara berkembang seperti Indonesia, tingginya pertumbuhan ekonomi belum tentu diikuti dengan tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum. Akan tetapi paling tidak, pertumbuhan ekonomi dapat digunakan sebagai pengukur kinerja perekonomian. Pertumbuhan ekonomi, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Yr - Yrt-1 Gt = t X 100 Yrt-1 Gt Yrt Yrt-1 adalah pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dalam persen adalah PDRB riil tahun t adalah PDRB riil t-1

Dari rumus diatas, selain pertumbuhan ekonomi secara nasional, dapat pula digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi secara regional, baik tingkat propinsi, kabupaten, maupun kecamatan. Pertumbuhan ekonomi pertahun Kabupaten Bantul pada periode 1993-1999 adalah sebesar 6,23 persen. Dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Propinsi DIY, angka ini lebih besar untuk tahun 19992000 yaitu 5,10 persen. Dilihat dari kenaikan riil pada periode yang sama, Kabupaten Bantul mencapai kenaikan sebesar 5,71 persen. Terjadinya krisis ekonomi khususnya pada tahun 1997-1998 di Indonesia berdampak pada pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantul. Seluruh sektor ekonomi terkena dampaknya, terutama sektor listrik, air, dan gas (29,84 persen), sektor bangunan (21,26 persen), dan sektor pertambangan dan Penggalian (20,91 persen). Sektor yang terkena dampak paling ringan yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang mengalami pertumbuhan rata-rata 4 persen pada tahun 1998. Walaupun demikian, kondisi ini masih lebih baik apabila dibandingkan dengan pertumbuhan DIY sebesar 11,28 persen, terlebih bila dibandingkan kondisi nasional yang bahkan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 13,34 persen. Setelah tahun 1998, pertumbuhan ekonomi mulai membaik, ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhan positif sebesar 1,36 persen pada tahun 1999 dan membaik lagi ditahun berikutnya yang mencapai 8,0 persen. Pada periode tersebut Industri Pengolahan dan

Gambar 1 PERBANDINGAN TREND PDRB KABUPATEN BANTUL DAN PDRB PROPINSI DIY 1993-2000
(PADA HARGA KONSTAN 1993)

1.600.000 1.400.000 1.200.000 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 0

1993

1994

1995 1996 PDRB Bantul

1997 1998 PDRB DIY

1999

2000

Sumber: DIY dalam Angka, tahun 2000, BPS, diolah.

61

Jam STIE YKPN - Soeratno dan Suparmono

Kinerja dan Potensi Pengembangan Perekonomian ......

Bangunan serta perdagangan hotel, dan restoran menjadi sektor yang pemberi kontribusi terbesar pada perekonomian Kabupaten Bantul atau sebagai leading sector. Sektor pertanian mengalami pertumbuhan yang negatip setelah tahun 1997, yaitu -5,78 persen pada tahun 1998 dan -3,51 persen pada tahun 1999. Disamping itu, selama periode penelitian (1993 1999), pertumbuhan rata-rata per sektor pertumbuhan tertinggi justru pada sektor listrik, air, dan gas (14,90 persen) dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran (6,91 persen). Sebelum terjadinya krisis ekonomi, sektor yang tumbuh diatas rata-rata sektor lain adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantul selama periode 19931999 dapat dilihat pada Tabel.8. di bawah ini :

2.

3. Sektor perdagangan hotel, dan restoran 4. Sektor industri pengolahan Hal ini berarti keempat sektor tersebut memiliki keunggulan untuk dikembangkan dalam memacu pertumbuhan ekonomi maupun meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam mempersiapkan otonomi daerah. Dari perhitungan distribusi sektoral, ditemukan bahwa sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada perekonomian Kabupaten Bantul adalah : sektor pertanian (22,24 persen) , sektor jasa lain-lain (20,14 persen), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (15,74 persen), dan sektor industri pendolahan (13,41 persen). Dari hasil wawancara dengan petugas BPS Kabupaten Bantul, diperoleh kesimpulan bahwa sektor sektor perdagangan, hotel, dan restoran perlu

Tabel 8 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bantul Menurut Harga Konstan, Tahun 1993 - 1999
LAPANGAN USAHA 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. PERTANIAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN REST. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEU., SEWA DAN JASA PERUSAHAAN JASA-JASA PDRB

Tahun
1994 3,42 7,08 17,99 67,09 6,91 9,59 2,82 6,42 8,62 130,3 1995 4,57 5,12 4,92 7,55 10,21 7,36 5,2 12,42 9,58 66,93 1996 5,71 3,26 13,2 -30,77 7,15 6,57 5,82 10,94 4,02 25,9 1997 2,32 3,35 4,52 12,5 2,32 1,36 4,27 3,78 3,49 37,91 1998 -5,87 -20,91 -4,67 29,84 -21,26 -4,72 -19,66 -4,25 9,99 -41,42 1999 -3,51 4,5 5,51 3,18 2,79 2,97 1,1 2,03 1,5 20,07 Rerata 1,12 0,40 6,91 14,90 1,35 3,92 -0,08 5,22 6,20

Sumber : Diolah dari Kabupaten bantul dalam Angka, berbagai edisi

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Dari perhitungan indeks LQ diperoleh kesimpulan bahwa dari sembilan sektor ekonomi pada PDRB menurut harga konstan, terdapat 4 sektor yang mempunyai indeks LQ lebih dari satu, yaitu : 1. Sektor pertanian 2. Sektor bangunan

3.

mendapatkan perhatian khusus. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengelolaan pajak dan retribusi yang seharusnya lebih besar dari saat ini. Dilihat dari laju inflasinya, kenaikan harga di Kabupaten Bantul terjadi sepanjang rentang penelitian. Secara umum laju inflasi masih dibawah 10 persen, kecuali pada tahun 1998 (53,29 persen).

62

Jam STIE YKPN - Soeratn0 dan Suparmono

Kinerja dan Potensi Pengembangan Perekonomian ......

Ketimpangan pendapatan antar penduduk juga terjadi di Kabupaten Bantul, ini dapat dilihat dari indeks disparitas sebesar 4,86. Ketimpangan pendapatan ini disebabkan oleh karena adanya ketimpangan nilai tukar perdagangan (term of trade) antara produk pertanian dan produk non pertanian, sehingga penduduk yang bekerja di sektor pertanian cenderung tertinggal tingkat pendapatannya dari penduduk yang bekerja di sektor non pertanian. 5. Sebagian besar penduduk di Kabupaten Bantul bekerja di sektor pertanian (30,79 persen) dan di sektor perdagangan hotel dan restoran (21,40 persen), hal ini sesuai dengan kondisi geografis Kabupaten Bantul yang terdiri dari tanah pertanian dan daerah kawasan wisata. Ada keunikan dalam masalah pengangguran, yaitu pengangguran yang terjadi justru pada penduduk tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yaitu sebesar 32,47 persen, kemudian Sekolah Menengah Umum (SMU) sebesar 28,69 persen. Hal ini dikarenakan sebagian besar lapangan kerja yang tersedia masih bersifat informal sehingga penduduk dengan tingkat pendidikan SMU dan SMK cenderung tidak bersedia bekerja di sektor informal. 6. Terjadinya masalah dasar pada perekonomian, seperti ketimpangan distribusi pendapatan antara

4.

penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan non pertanian, inflasi dan tingkat pengangguran yang tinggi. Saran 1. Berkaitan dengan kesimpulan 1, maka kebijakan pengembangan perekonomian yang sedang berjalan sekarang, perlu disesuaikan dengan sektor yang memberikan kontribusi terbesar dan menjadi sektor unggulan. Bila ternyata kebijakan pemerintah yang telah dilakukan selama ini tidak sesuai dengan sektor-sektor tersebut, berarti pengembangan perekonomian dan penentuan kebijakan yang dilakukan tidak mendasar dan tidak optimal. 2. tingkat inflasi yang ringan perlu dipertahankan agar daya beli masyarakat tidak semakin rendah. Campur tangan pemerintah dalam harga produk pertanian masih tetap diharapkan untuk mempertahankan dan meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi disparitas pendapatan antar penduduk. 3. Pengembangan pertanian perlu koordinasi yang baik antara intansi yang terkait. Koordinasi ini dilakukan agar permasalahan dalam perekonomian dapat ditanggulangi.

****

KEPUSTAKAAN Boediono, Seri Sinopsis Pengantar Ekonomi Makro, Penerbit BPFE-UGM, 1991. Hg.Suseno Triyanto Widodo, Indikator Ekonomi Dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia , Cet. III. Kanisius, Yogyakarta, 1993. Kabupaten Bantul dalam Angka, Badan Pusat Statistik (BPS) , 1998.

Sekretariat Negara RI, UUD 1945, P4, TAP MPR No. 11/MPR/1993, Jakarta, 1993. Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan , Penerbit STIE YKPN, Edisi ke-2, 1992. Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Bahan Hearing dengan DPR-RI, 1999. Paul A. Samuelson, dan William Nordhaus, Economics,McGraw Hill, international edition, 15 th edition, 1995.

63

Jam STIE YKPN - Soeratno dan Suparmono

Kinerja dan Potensi Pengembangan Perekonomian ......

Sepuluh UU 1999 dan Pedoman Penyusunan APBD TA. 1999/2000, Penerbit Eko Jaya Jakarta, 1999. Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan , LPFE-UI, Jakarta, 1985. Sriyanto Saputro, Menyongsong Otonomi Seluruh Dati II, Suara Merdeka on-line, 20 April 2000. Suwarjoko Warpani, Analisis Kota dan Daerah, ITB, Bandung, 1984.

64

Jam STIE YKPN - Haryono Subiyakto

Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah ......

ABSTRACT
Small businesses in Indonesia have already proved that

KAUSALITAS : PAJAK ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP JUDGMENT AUDITOR STUDI EMPIRIS DI INDONESIA TAHUN 1968/1969 - 1999/2000 Hansiadi Yuli Hartanto1)
Indra Wijaya Kusuma2) Haryono Subiyakto *)

ABSTRACT There is a different opinion about causality between tax revenues and government expenditures. Some authors suggested that the tax revenues cause the government expenditures. The second group of authors suggested that the government expenditures cause the tax revenues. And, the others suggested that the tax revenues and the government expenditures were interdependent. The research tests causality between tax revenues and government expenditure in Indonesia. The research uses data of tax revenues, government expenditures, gross domestic product, in-terest rate, and consumer price index from 1968/1969 to 1999/2000. The augmented Dickey-Fuller test, the Granger causality test, and error correction model are used to test the data. The results of the research are (1) there is a relation between the tax revenues and the government expenditures and (2) the tax revenues affect the government expenditures for nominal data and real data. So, the government should predict the tax revenues first, and than it plans the government expenditures.

PENDAHULUAN Perekonomian kontemporer, barangkali tanpa kecuali, telah terganggu oleh defisit anggaran pemerintah yang sedemikian besar dan menghebat. Defisit ini diperkirakan memiliki konsekuensi ekonomi yang merugikan, misalnya tingkat bunga tinggi, formasi kapital yang lamban, dan tingkat pengangguran yang tinggi (Darrat, 1998). Defisit anggaran pemerintah terjadi pada banyak negara, baik negara yang sudah berkembang maupun yang sedang berkembang. Para peneliti dan pengambil keputusan telah mengembangkan berbagai usaha untuk menganalisis permasalahan defisit dan mencari cara penyelesaiannya. Beberapa di antaranya berpendapat bahwa penyeimbangan anggaran pemerintah lebih baik dilakukan dengan pengurangan pengeluaran pemerintah daripada peningkatan pajak (Darrat, 1998). Mereka mengemukakan alasan bahwa banyak pemerintah yang membiayai pengeluarannya dengan penerimaan mereka dari pajak atau bahkan pengeluaran tersebut jauh lebih besar daripada pajak.

1)

Drs. Haryono Subiyakto, SE., M.Si., Dosen Tetap pada STIE YKPN Yogyakarta, sedang menempuh Program Doktor Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP) Pascasarjana UGM.

65

Jam STIE YKPN - Haryono Subiyakto Dengan demikian peningkatan pajak akan mendorong peningkatan pengeluaran pemerintah, sehingga usaha penyeimbangan tidak akan pernah tercapai. Ada peneliti dan pengambil kebijakan yang lain menolak pendapat di atas, dengan mengajukan alasan bahwa pajaklah yang menyesuaikan secara bertahap terhadap pengeluaran pemerintah. Berdasarkan pemikiran tersebut mereka berpendapat bahwa peningkatan pajak tidak akan mendorong peningkatan pengeluaran pemerintah. Dengan demikian hal ini da-pat digunakan sebagai ukuran pengurangan defisit yang efektif sepanjang melalui pengurangan pengeluaran pemerintah. Yang lainnya berpendapat bahwa perubahan pengeluaran dan pajak dapat terjadi secara simultan. Oleh karena itu, kebijakan yang hanya memfokuskan pada salah satu komponen anggaran pemerintah dan mengabaikan interdependensi dengan komponen lain tidak akan memperoleh hasil yang efektif (Darrat, 1998). Penelitian Miller dan Russek pada tahun 1997 (dalam Ahmed and Miller, 2000) serta Ahmed dan Miller (2000) menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah dapat dibiayai dengan pajak atau hutang. Miller dan Russek memisahkan efek dari pengeluaran peme-rintah yang didasarkan pada metode pembiayaan pajak atau hutang. Mereka sependapat dengan strategi tentang mempertimbangkan perbedaan perubahan yang dibiayai dengan pajak dan dengan hutang ke dalam komponen pengeluaran pemerintah yang berfokus pada implikasi investasi terhadap perubahan Gross Domestic Product (GDP). Berdasarkan hasil studi empiris, Ahmed dan Miller (2000) menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah yang dibiayai de-ngan pajak, secara umum, lebih sering mempengaruhi investasi daripada pengeluaran pe-me-rintah yang dibiayai dengan hutang. Studi empiris yang dilakukan Bell (2000) menunjukkan bahwa pajak tidak mampu membiayai pengeluaran pemerintah jika pajak tersebut dibayar dengan menggunakan uang yang memiliki kekuatan tinggi, misalnya dengan cara kontan atau cek dalam sistem uang fiat. Mereka juga menemukan bahwa pajak dan penjualan bonds melalui sistem perbankan, tidak memberikan kepada pemerintah uang untuk membiayai pengeluarannya. Mempertimbangkan pajak dan penjualan bonds sebagai pembiayaan

Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah ......

operasi, berarti menerapkan kebijakan fiskal dan moneter. Analisis perhitungan cadangan menyatakan bahwa semua pengeluaran pemerintah dibiayai dengan penciptaan uang yang secara langsung mempunyai kekuatan tinggi; penjualan bonds dan pajak merupakan alternatif yang berarti pengucuran dana yang memiliki kekuatan tinggi (Bell, 2000). Perdebatan berkisar metode pembiayaan alternatif benar-benar harus menjadi perdebatan yang berkisar pada metode alternatif guna mengucurkan dana cadangan (pajak vs penjualan bonds). Miller dan Russek (1990) serta Darrat (1998), Sara (1999), dan Cipollini (2001) melakukan studi empiris tentang hubungan antara pengeluaran pemerintah dan pajak. Dengan menggunakan error correction models (ECM) Miller dan Russek (1990) menemukan hubungan kausalitas bidirectional antara pajak dan pengeluaran (nominal dan riil) untuk tingkat pemerintahan federal, state , dan lokal, dengan menggunakan data kuartalan. Interpretasi fiskal temuan mereka ada tiga pola waktu yang berbeda yang mencakup hubungan temporal yang mungkin terjadi antara pajak dan pengeluaran pemerintah: pengeluaran pemerintah menyesuaikan pajak, pajak menyesuaikan pengeluaran pemerintah, dan keduanya. Pola pertama menekankan pada alasan pengurangan pajak sebagai metode pengendalian pengeluaran pemerintah; kemanapun arah pajak, pengeluaran pemerintah mengikuti. Pola kedua memberikan petunjuk bahwa keputusan pengeluaran pemerintah memiliki kehidupan dari diri mereka sendiri, dan akhirnya mengarahkan perubahan pajak. Di sini, pemerintah memutuskan pada tingkat pengeluaran yang cocok, dan pajak menyesuaikan untuk menutup biaya. Pola ketiga, sekurang-kurangnya data kuartalan setelah Perang Dunia II untuk pembiayaan fiskal pemerintah federal, state, dan lokal. De-ngan kata lain, suatu hubungan timbal balik dua arah dari pajak ke pengeluaran pemerintah dan dari pengeluaran pemerintah ke pajak kelihatan ada atau terjadi. Adapun model yang dikemukakan oleh Miller dan Russek adalah sebagi berikut:

xt = o + xi xt-i + yi yt-i + t
i1 i=1

(1)

66

Jam STIE YKPN - Haryono Subiyakto dengan: D adalah operator perbedaan pertama Dx dan Dy adalah runtut waktu stasioner t adalah periode waktu tahunan atau triwulanan p bernilai 3 untuk data tahunan dan 4 untuk data triwulanan Data yang digunakan dalam penelitian berbentuk logaritma dan diukur dalam satuan nominal maupun konstan setelah Perang Dunia II. Model kedua yang diajukan dengan memasukkan nilai kelambanan dari persamaan bentuk kointegrasi model:
xt = o +

Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah ......

antara pengeluaran pemerintah dan pajak. Dengan demikian uji kausalitas tidak dapat dilanjutkan. Adapun model yang dikemukakan oleh Darrat adalah
Gt = o +
Tt = o +

i 1

n1

1i

Gt-i +

i =1

n2

2i

Tt-i +

i 1

n3

3i

Xt-i +

i =1

n4

4i

Rt -i + t
Rt - j + t

(4) (5)

ji1

m1

1j

Tt - j +

j=1

m2

2j

Tt - j +

j1

m3

3j

Xt - j +

j=1

m4

4j

i 1

xi

xt -i +

i =1

yi

yt -i + 1 t -1 + t

(2)

dengan: q bernilai 3 untuk data tahunan dan 4 untuk data triwulanan mt-1 adalah nilai kelambanan bentuk kesalahan dari persamaan kointegrasi yang meng-ikuti model:

xt = gyt + mt

(3)

Darrat (1998) melakukan investigasi hubungan kausalitas antara pengeluaran pemerintah dan pajak untuk Turki. Darrat menggunakan model kointegrasi dan ECM dalam konteks bivariat dan multivariat. Model bivariat digunakan untuk mengkaji hubungan antara pengeluaran pemerintah dan pajak, sedangkan model multivariat memuat lebih banyak variabel, yaitu: kedua variabel di atas ditambah GNP (gross national product) riil dan tingkat bunga yang berfungsi sebagai variabel pengendali makroekonomi. Sehubungan dengan kointegrasi dan kausalitas antara dua variabel fiskal, model bivariat dan multivariat menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Hasil analisis kointegrasi multivariat untuk Turki mendukung keberadaan satu vektor kointegrasi tidak nol, yaitu menunjukkan adanya suatu hubungan keseimbangan jangka panjang antara dua variabel fiskal. Selain itu, fakta dari ECM multivariat menunjukkan bahwa pajak secara satu arah dan signifikan mempengaruhi pengeluaran pemerintah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan hasil analisis dengan menggunakan model bivariat memperlihatkan bahwa tidak kointegrasi. Ini berarti tidak ada hubungan

dengan: G adalah pengeluaran pemerintah T adalah pajak X adalah GNP riil (sebagai variabel kontrol) R adalah tingkat bunga (sebagai variabel kontrol) m dan x adalah bentuk kesalahan white-noise i dan j bernilai 1, 2, 3 Data yang digunakan berupa data tahunan dari periode 1967 1994. Sara (1999) menguji hubungan kausalitas antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah Connecticut dengan menggunakan uji Granger dan Sims. Secara umum hasil analisis Sara adalah bahwa dan efek feedback di antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah untuk jangka waktu lag yang lebih pendek. Secara khusus, ada suatu hubungan secara statistik dalam perubahan penerimaan pajak dan perubahan pengeluaran pemerintah. Penerimaan pajak cenderung mempengaruhi pengeluaran pemerintah, tetapi tidak sebaliknya. Adapun model yang digunakan oleh Dara adalah sebagai berikut. Model Granger: Et = a + S bk Et-k + S ci Rt-i + et Rt = d + S ek Rt-k + S fi Et-i + ut Model Sims: Et = p + S qi Rt-i + S rj Rt+j + et Rt = m + S ni Et-i + S oj Et+j + ut dengan: R adalah penerimaan pajak E adalah pengeluaran pemerintah i dan j bernilai 1, 2, 3 (8) (9) (6) (7)

67

Jam STIE YKPN - Haryono Subiyakto Data yang digunakan adalah data tahunan dari tahun 1969 sampai dengan 1989 dan diukur berdasarkan harga yang berlaku. Cipollini (2001) menggunakan smooth transition error correction model (STECM) untuk menguji dan mengestimasi suatu perubahan penyesuaian yang mengarah ke suatu hubungan linier kointegrasi antara rasio pengeluaran pemerintah terhadap output dan rasio penerimaan pajak terhadap output. Sara menemukan bahwa pemerintah hanya bereaksi terhadap perubahan yang besar akan rasio pengeluran pemerintah terhadap output. Hubungan jangka panjang antara variabel x dan y dapat dinyatakan dengan STECM sebagai berikut. yt = wi + (wj ) F(, c; st) + t (10)

Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah ......

pandangan terhadap kebijakan yang akan membantu penyusunan perencanaan anggaran pendapatan dan belanja nasional. Pengeluaran Pemerintah Penerimaan Pajak Pengeluaran pemerintah berupa barang dan jasa, antara lain: gaji pegawai pemerintah, sarana dan prasarana umum, sarana dan prasarana pendidikan, sarana dan prasana militer, dan pensiun. Pengeluaran pemerintah tersebut didanai dari penerimaan pajak (Mankiw, 2000). Jika pengeluaran pemerintah lebih kecil daripada penerimaan pajak, berarti pemerintah mengalami surplus. Sebaliknya, jika pengeluaran pemerintah lebih besar daripada penerimaan pajak, berarti pemerintah mengalami defisit. Kekurangan dana ini ditutup dengan hutang pemerintah yang dapat diperoleh dari pinjaman dalam negeri maupun luar negeri. Pinjaman dari dalam negeri dapat dilakukan melalui pasar uang, misalnya dengan menjual surat berharga Bank Indonesia. Secara ringkas aliran dana dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan uraian di atas, secara teoritis antara pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak ada hubungan. Jika pemerintah tidak menginginkan defisit, berarti pemerintah tidak akan melakukan pengeluaran yang melebihi penerimaan pajak. Jika ini terjadi pinjaman dari pasar uang dalam negeri atau pinjaman dari luar negeri tidak perlu dilakukan. Sehubungan dengan kondisi surplus dan defisit, sangat menentukan rencana penerimaan pajak di masa yang akan datang. Jika pemerintah memiliki hutang, pelunasan terhadap hutang tersebut diperoleh dari penerimaan pajak di masa yang akan datang. Dengan demikian ada kemungkinan besar peningkatan penarikan pajak. Pengeluaran pemerintah tidak hanya dipenuhi dengan pajak tetapi juga bonds sebagai sumber keuangan (Romer, 1996). Kendala anggaran pemerintah merupakan nilai sekarang dari pengeluaran yang harus kurang dari atau sama dengan kekayaan awal ditambah nilai sekarang dari penerimaan pajak. Misalnya G(t) dan T(t) melambangkan pengeluaran pemerintah dan pajak per unit tenaga kerja efektif pada saat t, n menyatakan pertumbuhan penduduk, g melambangkan pertumbuhan pengeluaran pemerintah, A melambangkan aset, dan L manyatakan jumlah tenaga kerja efektif; dengan demikian pengeluaran total

wi = (1, yi-1, , yi-p, xi-1, , xi-p, zi-1) t ~ IN(,2) dengan: adalah operator perbedaan order pertama zi-1 adalah kesalahan keseimbangan F(, c; st) adalah fungsi transisi st adalah variabel transisi adalah parameter yang mengukur perubahan regim yang terjadi c adalah parameter lokasi di mana perubahan regim terjadi Data yang digunakan adalah data kuartalan dari 1963:1 sampai dengan 1997:3. F(g, c; st) = 1 exp[- g (st c)2] Jika st = c, kita dapatkan: Dyt = wi j + mt (12) g> (11)

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji ulang hubungan kausalitas antara pengeluaran pemerintah dan pajak untuk kasus di Indonesia dengan model kointegrasi dan ECM. Analisis penelitian ini merupakan contoh khusus bagaimana sumber kausalitas dapat ditolak dengan menggunakan uji kausalitas Granger. Selanjutnya, dengan mengarahkan pada hubungan kausalitas antara pengeluaran pemerintah dan pajak hasil penelitian ini memberikan

68

Jam STIE YKPN - Haryono Subiyakto Gambar 1

Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah ......

Tabungan Pasar Uang Defisit Pajak

Rumah tangga

Pemerintah

Pendapatan

Pasar Faktor

Pembayaran Faktor

Pengeluaran Pasar Barang dan Jasa

Konsumsi

Sumber: Mankiw, N. Gregory. 2000. Macoeconomics. 4th ed. New York: Worth Publisher. p: 43.

pada saat t adalah G(t)e(n+g)t A(0)L(0), dan pajak total adalah T(t)e(n+g)t A(0)L(0). Se-lanjutnya, misalkan b(t) melambangkan hutang pemerintah per unit tenaga kerja efektif pada waktu t.

Kita asumsikan bahwa pemerintah memilih kendala anggarannya dalam kesamaan. Dengan asumsi ini, Kendala anggaran pemerintah adalah

t=0

R(t)

[G(t)

(n + g)t

A(0)L(0)]d t = - b(0)A(0)L( 0) +

t=0

Perhatikan bahwa b(0) lebih menyatakan hutang daripada kekayaan, nilai ini bertanda negatif dalam

kendala anggaran. Jika kita bagi kedua ruas dengan A(0)L(0), kita dapatkan:
- R(t) (n + g)t

t=0

R(t)

G(t)

(n + g)t

dt = - b(0) +

t=0

T(t)

Persamaan (14) menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah sangat ditentukan oleh hutang yang dimiliki pemerintah dan penerimaan pajak. Hubungan antara pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak adalah positif. Sedangkan hubungan antara penge-luaran pemerintah dan hutang adalah negatif. Selain itu, jika pemerintah memiliki hutang,

sebagian penerimaan pajak akan digunakan untuk membayar hutang sebelum digunakan untuk mem-biayai pengeluaran pemerintah. Konsep Ricardian equivalence menyatakan bahwa prinsip umum adalah bahwa hutang pemerintah ekuivalen dengan pajak di masa mendatang dan jika konsumen berpan-dangan ke depan, pajak di masa

Perusahaan

Penerimaan

- R(t)

[T(t)

(13)

dt

(14)

69

Jam STIE YKPN - Haryono Subiyakto mendatang ekuivalen dengan yang sedang berjalan (Mankiw, 2000). Oleh karena itu, pembiayaan pengeluaran pemerintah dengan menggunakan pinjaman ekuivalen dengan pembiayaan pengeluaran pemerintah dengan menggunakan pajak. Dalam identitas pengeluaran dan pendapatan, kita menempatkan pengeluaran pemerintah (G) pada sisi pengeluaran, dan pajak (TA) dikurangi transfer (TR) pada sisi pendapatan. Adapun persamaan identitas dapat dinyatakan dengan (Dornbusch and Fischer, 1984): C + I + G S + (TA TR) + C (15)

Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah ......

Dalam keadaan keseimbangan I = S, kita dapatkan G = (TA TR). Ini berarti antara pengeluaran pemerintah dan pajak ada hubungan, dan hubungan tersebut positif. Jika suatu ketika besarnya transfer tetap, kenaikan pengeluaran pemerintah menuntut kenaikan penerimaan pajak, atau penerimaan pajak mendorong kenaikan pengeluaran pemerintah. HIPOTESIS Para peneliti telah mengembangkan empat hipotesis guna menguji hubungan kausalitas antara pengeluaran pemerintah dan pajak. Pertama, para peneliti mengemukakan bahwa keputusan melakukan pengeluaran pemerintah independen dari keputusannya untuk menarik pajak (Darrat, 1998). Owing serta Hoover dan Sheffrin (dalam Darrat, 1998) menemukan adanya determinasi yang independen dari dua sisi anggaran, terutama sejak tahun 1960-an. Banyak literatur menyebutkan bahwa pengeluaran pemerintah dan pajak saling berhubungan (Darrat, 1998). Pernyataan ini memungkinkan adanya tiga hipotesis yang lain. Kedua, beberapa ekonom yang didahului oleh Milton Friedman pada tahun 1982 (dalam Darrat, 1998), berpendapat bahwa peningkatan pajak akan gagal menurunkan defisit anggaran karena defisit ini akan mengganti dengan pengeluaran yang lebih banyak. Hal ini menunjukkan adanya dampak kausal positif dari pajak terhadap pengeluaran pemerintah. Buchanan dan Wagner dalam penelitian yang mereka lakukan pada tahun 1977 dan 1978 (dalam Darrat, 1998), menyusun hipotesis bahwa hubungan kausalitas antara pengeluaran pemerintah

dan pajak adalah negatif. Mereka mengemukakan alasan bahwa pengurangan pajak akan menurunkan biaya program pemerintah yang dinikmati oleh publik. Dengan demikian masyarakat cenderung menerima atau bahkan meminta program pemerintah, akibatnya pengeluaran pemerintah menjadi lebih tinggi. Ini berarti meningkatkan defisit anggaran. Selanjutnya mereka berpendapat bahwa peningkatan pajak yang akan meningkatkan biaya pengeluaran pemerintah yang dinikmati masyarakat, sehingga menghasilkan penurunan pengeluaran pemerintah. Kenaikan pajak yang disertai dengan pengurangan pengeluaran pemerintah dapat secara drastis mengurangi defisit anggaran. Ketiga, pada tahun 1979 Barro serta Peacock dan Wiseman (dalam Darrat 1998) menentang pandangan di atas dengan menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah mendahului pajak. Mereka berpendapat bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah cenderung mendorong dan memberikan petunjuk terhadap peningkatan pajak permanen guna mendanai kelebihan pengeluaran. Berdasarkan pola kausal ini (dari pengeluaran pemerintah ke pajak), solusi optimal untuk mengendalikan defisit anggaran adalah jelas pengurangan pengeluaran pemerintah. Keempat , hubungan kausalitas antara pengeluaran pemerintah dan pajak menunjukkan perubahan yang bersifat mutual. Hipotesis sinkronisasi fiskal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Musgrave pada tahun 1966 serta Meltzer dan Richard pada tahun 1981 (dalam Darrat, 1998). Mereka berpendapatan bahwa publik secara simultan menentukan pengeluaran pemerintah dan pajak dengan membandingkan antara manfaat jasa pemerintah dengan biayanya. Dengan demikian, para ekonom ini mempertahankan pendapat bahwa pengeluaran pemerintah dan pajak ditentukan secara konkuren (terjadi bersama-sama). Secara ringkas keempat hipotesis yang diuraikan di atas dapat dinyatakan sebagai berikut: (1). pengeluaran pemerintah dan pajak secara kausal independen; (2). pajak mempengaruhi pengeluaran pemerintah; (3). pengeluaran pemerintah mempengaruhi pajak; (4). pengeluaran pemerintah dan pajak saling mempengaruhi.

70

Jam STIE YKPN - Haryono Subiyakto METODOLOGI Penelitian ini menggunakan uji kausalitas Granger standard yang digambarkan dengan kointegrasi dan error-correction modeling (ECM) untuk menguji kausalitas antara pengeluaran pemerintah dan pajak. Dalam bentuk umum dan bersifat formal, uji kausalitas Granger standard didasarkan pada persamaan regresi berikut ini (Miller dan Russek, 1990): dengan:

Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah ......

regresi pada persamaan (16) dan (17) memasukkan informasi properti kointegrasi dari variabel runtut waktu. Dua (atau lebih) variabel berkointegrasi (memiliki hubungan keseimbangan) jika mereka memberikan trend umum. Dengan demikian persamaan (16) dikembangkan menjadi:
Gt = o +

i 1

Gi

G t -i +

i =1

Ti

Tt -i + 1 t -1 + t

(18) (19)

Tt = o +

i 1

Gi

G t -i +

i =1

Ti

Tt -i + 1 t -1 + t

Gt = o +
Tt = o +

i 1
p

+ Gi Gt -i
G t -i + Gi

i =1
p

Ti

T t -i + t
T t -i + t

(16)

i 1

i =1

Ti

(17)

dengan: DGt dan DTt adalah stasioner perbedaan tingkat pertama, runtut waktu yang berkointegrasi mt-1 adalah nilai kelambanan bentuk kesalahan dari persamaan kointegrasi yang mengikuti: Gt = gTt + mt (20)

D adalah operator perbedaan pertama DG adalah perbedaan pengeluaran pemerintah DT adalah perbedaan penerimaan pajak Hipotesis nol untuk persamaan (16), bahwa penerimaan pajak tidak mempengaruhi pengeluaran pemerintah ditolak jika koefisien, byi, dalam persamaan (16) signifikan, berdasarkan uji standard F. Dengan cara yang sama untuk persamaan (17). Bentuk yang lebih formal yang ditemukan oleh Granger bersama dengan Engle merupakan penyempurnaan bentuk

Berdasarkan persamaan (18) hipotesis nol bahwa T tidak mempengaruhi G ditolak tidak hanya jika byi signifikan, tetapi jika koefisien pada mt-1 juga signifikan. Guna menghindari kesalahan spesifikasi dan bias dimasukkan dua variabel kontrol, yaitu produk domestik bruto (PDB) dan tingkat bunga (r). Sehingga persamaan (16) dan (17) menjadi:
p

Gt = o +

Gi Gt-i +
i 1

Ti Tt-i + PDBi PDB


i =1 i 1

(21)

Tt = o +

Gi Gt-i +
i 1

Ti Tt-i + PDBi PDB


i =1 i 1

(22)

HASIL EMPIRIS Data Penerimaan pajak (T), pengeluaran pemerintah (G), produk domestik bruto (PDB), serta tingkat bunga yang digunakan dalam studi ini adalah data tahunan (1968/1969 1999/2000) dan diambil dari Indikator Ekonomi berbagai terbitan (Biro Pusat Statistik Jakarta). Data kuartalan tidak tersedia dan interpolasi data tahunan menjadi data kuartalan

dilakukan dengan menggunakan rumus (Insukendro, 1990): Qkt = Yt {1 + (k 2,5)(1 B)/4} (24)

dengan Qkt adalah data kuartal ke k tahun t Yt adalah data tahun ke t B adalah operasi kelambanan waktu ke udik. k bernilai 1,2, 3, 4

71

Jam STIE YKPN - Haryono Subiyakto

Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah ......

Tabel 1 Data Penerimaan Pajak dan Pengeluaran Pemerintah Indonesia Tahun 1969/1970 - 1998/1999 (dalam milyar rupiah)
Tahun Th. T setahun ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 163.333 240.537 331.491 400.530 555.390 917.900 1687.100 2131.500 2787.500 3391.800 4074.700 6509.500 9911.300 11876.200 11982.700 13913.700 15218.200 17761.400 14993.300 20014.000 21881.000 29465.000 39751.000 39989.000 45423.000 49168.000 57979.000 64741.000 77477.000 101493.000 137336.000 163425.000

G setahun

Perub. T Perub. G IHK

T riil

G riil

Perub. T riil

Perub. G riil

1968/1969 1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/1985 1985/1986 1986/1987 1987/1988 1988/1989 1989/1990 1990/1991 1991/1992 1992/1993 1993/1994 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000

206.724 216.500 288.200 349.100 438.100 713.300 1016.100 1332.600 1629.800 2148.900 2743.700 4061.800 5800.000 6977.600 6996.300 8411.800 9428.900 11951.500 13559.300 17340.000 20935.000 24335.000 29121.000 29053.000 33605.000 40290.000 44069.000 50435.000 82561.000 89610.000 147717.000 166881.000

8.0 77.204 9.776 10.7 90.954 71.700 12.2 69.039 60.900 12.5 154.860 89.000 12.9 362.510 275.200 16.9 769.200 302.800 21.9 444.400 316.500 25.3 656.000 297.200 29.2 604.300 519.100 32.7 682.900 594.800 34.8 2434.800 1318.100 38.5 3401.800 1738.200 49.1 1964.900 1177.600 64.4 106.500 18.700 68.7 1931.000 1415.500 72.0 1304.500 1017.100 76.2 2543.200 2522.600 81.8 -2768.100 1607.800 84.7 5020.700 3780.700 98.3 1867.000 3595.000 100.0 7584.000 3400.000 108.8 10286.000 4786.000 110.2 238.000 -68.000 128.6 5434.000 4552.000 139.0 3745.000 6685.000 147.4 8811.000 3779.000 161.6 6762.000 6366.000 171.9 12736.000 32126.000 189.6 24016.000 7049.000 194.8 35843.000 58107.000 198.6 26089.000 19164.000 198.8

2041.663 2248.009 2717.139 3204.240 4305.349 5431.361 7703.653 8424.901 9546.233 10372.477 11708.908 16907.792 20185.947 18441.304 17442.067 19324.583 19971.391 21713.203 17701.653 20360.122 21881.000 27081.801 36071.688 31095.645 32678.417 33356.852 35878.094 37662.013 40863.397 52101.129 69152.064 82205.734

2584.050 2023.364 2362.295 2792.800 3396.124 4220.710 4639.726 5267.194 5581.507 6571.560 7884.195 10550.130 11812.627 10834.783 10183.843 11683.056 12373.885 14610.636 16008.619 17639.878 20935.000 22366.728 26425.590 22591.757 24176.259 27333.786 27270.421 29339.732 43544.831 46001.027 74379.154 83944.165

206.347 469.130 487.101 1101.109 1126.012 2272.292 721.248 1121.332 826.244 1336.431 5198.884 3278.155 -1744.643 -999.237 1882.516 646.808 1741.812 -4011.550 2658.469 1520.878 5200.801 8989.886 -4976.042 1582.772 678.435 2521.242 1783.919 3201.384 11237.733 17050.935 13053.670

-560.686 338.931 430.505 603.324 824.586 419.016 627.468 314.313 990.053 1312.636 2665.934 1262.497 -977.845 -650.940 1499.213 690.829 2236.751 1397.983 1631.259 3295.122 1431.728 4058.862 -3833.832 1584.502 3157.527 -63.365 2069.312 14205.099 2456.195 28378.127 9565.011

Sumber: Indikator Ekonomi. Berbagai edisi. Jakarta: BPS.

Selanjutnya data yang diolah adalah data triwulanan, karena jumlah data setelah dijadikan data triwulanan dan dapat diolah menjadi 118 pasang data. Sedangkan tingkat signifikansi (a) yang digunakan dalam pengujian-pengujian adalah 5 persen atau a = 5%. Pertama-tama data runtut waktu diuji stasioneritasnya. Uji yang digunakan adalah uji augmented Dickey-Fuller (ADF). Untuk keperluan ini

semua data ditransformasikan ke logaritma-natural. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa uji ADF pada beda pertama semua data penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah, baik yang nominal maupun riil adalah stasioner. Semua signifikan pada tingkat signifikansi 5 persen. Uji ADF secara umum menunjukkan adanya stasioneritas.

72

Jam STIE YKPN - Haryono Subiyakto

Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah ......

Tabel 2 Runtut Waktu, Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) ADF Beda Pertama 3,7644* -4,7106*

Level Nominal Penerimaan Pajak (T) Pengeluaran Pemerintah (G) Riil Penerimaan Pajak (T) Pengeluaran Pemerintah (G) -2,24037 -1,5960

Beda Kedua -7,5718* -8,5350*

-1,5215 0,2351

-3,9888* -4,7083*

7,9467* --8,6503*

Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien ADF: Dxt = a0 + dxt-1 + f Dxt -1 + et * berarti signifikan negatif. Berdasarkan Tabel 3 dapat kita simpulkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah dengan pengeluaran pemerintah sebagai variabel dependen. Artinya penerimaan pajak sebagai kausal dari pengeluaran pemerintah. Hal ini dapat dilihat pada nilai F yang signifikan pada tingkat kurang dari 1 persen, baris kedua dari Tabel 3. Sedangkan pengeluaran pemerintah bukan sebagai kausal penerimaan pajak. Tabel 3 Uji F, Kausalitas Granger Standard, Penerimaan Pajak Pengeluaran Pemerintah Nominal Variabel Dependen T Variabel Dependen G 1,0762 29,4424* Riil 0,5936 9,8674*

Formula yang digunakan:

xt = o +

i 1

xi

x t -i +

i =1

yi

y t -i + t

* berarti signifikan. Penggunaan ECM untuk menguji kausalitas antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah dapat dikatakan tidak cocok, karena hampir semua koefisen kesalahan, baik pada data riil maupun nominal, pada fungsi dengan variable dependen T maupun G, tidak signifikan. Lihat Tabel 4. Untuk mengatakan adanya hubungan kausalitas harus dipenuhi syarat bahwa koefisen pada perubahan secara bersama-sama (jointly) dan koefisen pada kesalahan (secara individu) harus juga signifikan. Hal ini hanya dipenuhi pada data nominal dengan pengeluaran pemerintah sebagai variabel dependen, yaitu koefisien pada perubahan penerimaan pajak secara bersama-sama signifikan pada tingkat kurang dari 1 persen dan koefisien pada kesalahan signifikan pada tingkat 8 persen. Hasil ini sesuai dengan uji kausalitas Granger pada data nominal dengan pengeluaran pemerintah sebagai variabel dependen dengan tingkat keyakinan yang sangat kuat.

73

Jam STIE YKPN - Haryono Subiyakto

Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah ......

Tabel 4 Uji Kausalitas dengan ECM, Penerimaan Pajak Pengeluaran Pemerintah Nominal Perbedaan Kesalahan (F) (t) Variabel Dependen T Variabel Dependen G 0,1565 25,6964* -0,0879 -0,0878 Riil Perbedaan (F) 0,1446 9,8945* Kesalahan (t) -0,0852 -0,0496

Formula yang digunakan:

xt = o +

i1

+ xi xt-i

i=1

yi

yt-i + 1 t-1 + t

* berarti signifikan Formula yang digunakan persamaan (18) dan (19). Tabel 5 Uji F, Kausalitas Granger Standard, Penerimaan Pajak Pengeluaran Pemerintah, dengan memasukkan Variabel PDB dan Tingkat Bunga Nominal Variabel Dependen T Variabel Dependen G 0,7059 1,5245 Riil 0,8816 1,0067

Hasil pengolahan data dengan memasukkan variabel kontrol PDB dan r dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah tidak ada hubungan kausiltas Granger. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa tidak ada satupun koefisen secara bersama-sama, baik data nominal dan riil yang signifkan. KESIMPULAN Hasil analisis dengan menggunakan uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah dengan pengeluaran pemerintah sebagai variabel dependen. Artinya

penerimaan pajak sebagai kausal dari pengeluaran pemerintah. Dengan kata lain penerimaan pajak mempengaruhi pengeluaran pemerintah. Sedangkan pengeluaran pemerintah bukan sebagai kausal atau tidak mempengaruhi penerimaan pajak. Uji ECM untuk menguji kausalitas antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah dapat dikatakan tidak cocok, karena hampir semua koefisen kesalahan, baik pada data riil maupun nominal, pada fungsi dengan variable dependen T maupun G, tidak signifikan. Hanya analisis data nominal dengan pengeluaran pemerintah sebagai variabel dependen menunjukkan bahwa penerimaan pajak mempengaruhi pengeluaran pemerintah. Dengan demikian, untuk pengujian hubungan antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah lebih baik menggunakan uji kausalitas Granger. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa besarnya penerimaan pajak menentukan atau mempengaruhi besarnya pengeluaran pemerintah. Temuan ini sesuai dengan pendapat Buchanan dan Wagner pada tahun 1977 dan 1978 serta Milton Friedman pada tahun 1982 (dalam Darat, 1998). Implikasi hasil penelitian ini terhadap kebijakan pemerintah Indonesia adalah bahwa dalam penyusunan anggaran penerimaan dan belanja negara pemerintah Indonesia terlebih dulu menentukan penerimaan pajak. Jika penerimaan pajak perlu dinaikkan, usaha yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah mengkaji sumber penerimaan pajak yang penyetor pajaknya masih lebih kecil daripada yang seharusnya dan menggali potensi pajak yang dapat dijadikan sumber penerimaan pajak baru.

74

Jam STIE YKPN - Haryono Subiyakto

Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah ......

REFERENSI Ahmed, Habib and Stephen M. Miller. 2000. Crowding-out and Crowding-in Effects of The Components of Government Expenditure. Contemporary Economic Policy. 18: 124-133. Bell, Stephanie. 2000. Do Taxes and Bonds Finance Government Spending? Journal of Economic Issue 34: 603-620. Cipollini, Andres. 2001. Testing for Governmnet Intertemporal Solvency: A Smooth Transition Error Correction Model Approach. Manchester School. 69: 643-655. Darrat, Ali F. 1998. Tax and Spend, or Spend and Tax? An Inquiry into The Turkish Budgetary Process. Southern Economic Journal. 64: 940-956. Dornbusch, Rudiger and Stanley Fischer. 1984. Macro-economics. 3rd ed. Singapore: Tien Wah Press Pte. Dwyer, Gerald P. Jr. and R.W. Hafer. 1998. The Federal Governments Budget Surplus: Cause for Celebration? Economic Review [Federal Reserve Bank of Atlanta]. 83: 42-51. Insukendro. (1990). The Short and Long-term Determinants of Money and Bank Credit Markets in Indonesia. Ph.D. Thesis, University of Essex, UK. Tidak dipublikasikan. Mankiw, N. Gregory. 2000. Macroeconomics. Fourth edition. New York: Worth Publishers.

Miller, Stephen M. and Frank S. Russek. 1990. Co-Integration adn Error Correction Models: The Temporal Causality Between Government Taxes and Spending. Southern Economic Journal. 57: 221-229. Romer, David. 1996. Advanced Macroeconomics. New York: McGraw-Hill Company. Sara, T. 1999. The Causal Relationship between Tax and Expenditure: The Case of Connecticut. The Journal of Business and Economic Studies. 5: 43-54. Thomas, R.L. 1997. Modern Econometrics: An Introduction. Harlow: Addison Wesley Longman. ___________. Berbagai Edisi. Indikator Ekonomi. Jakarka: BPS.

75

Jam STIE YKPN - Haryono Subiyakto

Kausalitas: Pajak dan Pengeluaran Pemerintah ......

76

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi

Using Stochastic Oscillators ......

USING STOCHASTIC OSCILLATORS INDICATORS ANALISIS PENGARUH TEKANAN KETAATAN TO ENCHANCE TRADING STRATEGIES TERHADAP JUDGMENT AUDITOR
*) 1) Dr. Djoko Susanto, MSA., Akt. dan Drs. Agus Sabardi, MM. * *) Hansiadi Yuli Hartanto Indra Wijaya Kusuma2)

ABSTRAKSI Stochastic Oscillators adalah salah satu indikator yang banyak digunakan oleh para pelaku di pasar modal. Indikator ini diperkenalkan oleh George C Lane, seorang analis pasar modal dari Amerika Serikat, sebagai cara mengidentifikasi kondisi pembelian atau penjualan saham yang berlebihan. Tujuan dari studi ini adalah menunjukkan apakah sinyal yang berasal dari Stochastic Oscillators tersebut akurat, dan dapat digunakan untuk meramalkan pergerakan harga saham di hari-hari perdagangan saham berikutnya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sinyal membeli dan menjual saham di Bursa Efek Jakarta yang dihasilkan dari sinyal Stochastic Oscillators adalah cukup robust. Sochastic Oscillators merupakan indicator yang dapat dipercaya untuk mengidentifikasi sinyal membeli dan menjual saham di Bursa Efek Jakarta. Meskipun penelitian ini menggunakan database dalam kurun waktu yang cukup pendek, namun hasil studi menunjukkan bahwa Stochastic Oscillators baik untuk buying signal (B) maupun selling signal (S) berada pada posisi yang memang telah diperkirakan, sehingga menunjukkan bahwa teknik analisis ini dapat diandalkan. Penelitian di masa akan datang dengan database yang lebih luas dengan menggunakan teknik

yang sama akan memberikan bukti yang lebih meyakinkan. Keywords : Stochastic Oscillators, signals, Jakarta Stock Exchange, Trading Strategy. INTRODUCTION The Stochastic (probabilistic) indicator gained a its popularity since the 1980, probably because of its simple, deliberate style, which on the face of it, appears to offer profitable and easy-to-follow signals (Pring, 1999, page 211). Stochastic oscillators originated as an engineering analytical technique and were adapted by the US analyst George C. Lane as a way of indicating overbought/oversold conditions using a simple percentage scale (Reuter, 1999, page 100). A key use of the indicator is to look for divergence between the stochastic lines and that of the instrument price itself. This information can be used to reinforce buy and sell in trading decision. Oscillators or momentum indicators is one of basic type of indicators that most frequently used techniques in technical analysis. Oscillators include Relative Strength Index (RSI), Moving Average Convergence Divergence (MACD), and Stochastic Oscilla-

*) **)

Dr. Djoko Susanto, MSA., Akt., Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta. Drs. Agus Sabardi, MM., Dosen Tetap STIE YKPN Yogyakarta

77

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi tor. Susanto and Sabardi (2001) and Sabardi (2000) have conducted these types of researches, MACD and RSI, using databases in The Jakarta Stock Exchange. The results of the researches suggested the accuracy of buying and selling signals derived from MACD lines (Sabardi, 2000). Also employing database for 6 months the RSI investigation in Jakarta Stock Exchange also indicated the accuracy of buying and selling signals derived from RSI lines (Susanto and Sabardi, 2001). This study employs Stochastic Oscillators measure to investigate the accuracy of buying and selling signals using database available in the Jakarta Stock Exchange. The purpose of the research is to show if Stochastic Oscillators can be one of indicator strong enough to help enhance investor in determining their trading strategy. STOCHASTIC OSCILLATORS Stochastic is a price velocity technique based on the theory that as price increase, closing price has a tendency to be ever nearer to the highs for the period. Similarly, as prices move to lower position, closing prices tend to be closer and closer to the lows the period (Meyers, 1992, page 191). The Stochastic Oscillators Analysis is available in two forms: fast and slow. Fast Stochastic Analysis uses two Oscillating lines, which are usually shown as different colors in charting applications or as solid or broken lines in publications. The raw value or %K line (solid line) is shown on a chart scale 0 100. The other line, shown on the same chart, is a simple moving average of %K and is
Overbought

Using Stochastic Oscillators ......

called the %D line (broken line). The formula for calculating stochastic is as follow (Meyers, 1992, page 191): (C L) %K = X 100 (H L) where: %K is stochastic. C is the latest closing price. L is the low price during the last N periods. H is the high price during the last N periods. N can be any number of periods. Stochastic is used to identify potential overbought/oversold situations. Divergence between the stochastic performance and that of the underlying price action is very important indicator. Overbought conditions are generally taken as occurring when the lines move over 70/80%; oversold is taken when the lines move below 30/20%. By far the most common value used for %D = the 3 period simple moving average and Slow D is the 3 period simple moving average of %D. The fact that a market is indicated as overbought should not be seen necessarily as a sell signal or indication of an imminent trend reversal. In any strongly trending market, overbought/oversold conditions can exist for a considerable period of time. One of the most powerful signals that stochastic can deliver is that of divergence. However, the key to the successful use of stochastic is to use them in association with other indicators/analyses to indicate when a market is grossly overbought/oversold.
% K line - solid

78

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi RESEARCH METHOD Sample used in the study are companies listed on the Jakarta Stock Exchange during the research period of March until August 2001. The sample is drawn based on purposive sampling method. The sample consists companies represented by each industry and whose shares were actively traded in the stock market. This procedure produced 48 companies as listed in the appendix. Object of the research is information on daily closing price of the stocks in the Jakarta Stock Exchange. The prices were collected from the Real Time Informations database for the period of six months since March until August 2001. Steps conducted during the data analysis are as follows: 1. Stochastic Oscillators Line was calculated and be drawn in the bottom part of the chart using the formula of Stochastic Oscillators. 2. Charting Closing Price Movement at the upper part of chart. (Both step1 and 2 were processed by Real Time Information Program.) 3. Find the points where the value of Stochastic Oscilllators Line is equal to or above 70/80. Draw a vertical line from Stochastic Oscillators Line above 70/80 until crossed The Price Movement Line, then place a cutting point with a symbol of S (selling signal). 4. Find the points where the value of Stochastic Oscilllators Line is equal to or below 30/20.

Using Stochastic Oscillators ......

5.

6.

Draw a vertical line from Stochastic Oscillators Line below 30/20 until crossed The Price Movement Line, then name the cutting point as B (buying signal). When point B appears below The Price Movement Line during the period after point B, this situation indicates that the buying signal correctly proven. If point B located in the contrary, the buying signal is said to be not proven. The selling signal is said to be proven correctly if point S appears above the Price Movement Line during the period after point S, and concluded to be not correct if the point S appears below The Price Movement Line.

RESULTS OF THE STUDY There were buying(B) and selling (S) signals derived from Stochastic Osscillators Line in every stock investigated during the examination period. All of buying signals (B) were found lying below The Price Movement Chart during the period after point B. This phenomenon indicates that all of buying signals had been proved correctly. All of selling signals (S) were found lying above The Price Movement Line during the period after point S. This situation, again, shows that all of selling signals had been proved correctly. Figures 1 and 2 shows the charts analysis of the results

79

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi

Using Stochastic Oscillators ......

Figure 1: Stochastic Oscillators Indicator of Gudang Garam

The first signal (B) was at Rp10,750; in the mid of March 2001 before the price increased. The folowing buying signal was around Rp11,000; in the mid of April 2001, and the last signal occured at Rp12,800. These last two points of B occured before

the increase of The Price Movement Line after point B. The first selling signal (S) occured at Rp13,000; at the end of March, before the price decreased. The folowing selling signal was at Rp13,600, in the mid of June 2001, which is followed by the decreased of The Price Movement Line.

80

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi

Using Stochastic Oscillators ......

Figure 2: Stochastic Oscillators Indicator of HM Sampurna

The first buying signal (B) occurred at Rp11,000, in the mid of March 2001, and the next buying signal was at Rp11,100, and the last buying signal was at Rp15,350 on early July. These last two points of B were both followed by the increase of The

Price Movement Line. The first selling signal (S) appeared at Rp13,650 on early May and the following selling signal was at Rp16,700 in the mid of June 2001 and the last selling signal was occurred at Rp18,000 in the mid of July 2001. All of the S points were followed by the decrease of The Price Movement Line.

81

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi CONCLUSION The result of the analysis suggests that buying signals (B) occurred below The Stochastic Oscillators Line at 30/20, and followed by an up-turn direction, while selling signals (S) appeared above The Stochastic Oscillators Line at 70/80, and followed by adownturn direction. Therefore, Stochastic Oscillator is one of the robust signals which can help investors to enhance their trading strategies. However, investors should be cautious in using only a single indicator in isolation. It is important to recognize that different indicators may be better suitable to different types of

Using Stochastic Oscillators ......

market instruments. Trading at profit does not necessary require the ability to predict the future precisely all the time. One of the greatest problems facing a trader is to learn when to take profit from a successful trade and when to exit a trade, which is going wrong. What is important is the ability to be able to combine many indicators in order to determine the direction of prices and to drive tactics within a trading strategy. One of the limitations of the study is short period of data used. This short period of data may disturb the generalization of the results of the study. Similar study with more extensive databases in the future will improve the results of this study.

APPENDIX The Simple Firms STOCKS 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Astra Agro Lestari (AALI) Alfa (ALFA) Antam (ANTM) Astra Grafia (ASGR) Astra International (ASII) Astra Autopart (AUTO) Bank BCA (BBCA) Bakti Investama (BHIT) Bimantara (BMTR) Bakri Brothers (BNBR) Citra Marga Nusa Perdana (CMNP) Darma Samodra Fishing (DSFI) Dynaplast (DYNA) Fajar Surya Wisesa (FASW) Gudang Garam (GGRM) Gajah Tunggal (GJTL) HM Sampurna (HMSP) Indosiar (IDSR) Indofood (INDF) 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. STOCKS Indorama (INDR) Indocement Tunggal Perkasa (INTP) Indosat (ISAT) Kalbefarma (KLBF) Lippo Bank (LPBN) Lippo Life (LPLI) Lippo Securitas (LPPS) Medco Energy (MEDC) Makindo (MKDO) Mulia (MLIA) Multipolar (MLPL) Matahari Putra Prima (MPPA) Metro Data (MTDL) Mayora (MYOR) Panin Bank (PNBN) Ramayana Lestari (RALS) Bentul International (RMBA) Surya Inti Permata (SIIP) Smart Corporation (SMAR)

82

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi

Using Stochastic Oscillators ......

REFERENCES Colby, Robert M., and Thomas A. Meyers. 1988. The Encyclopedia of Technical Market Indicators. Homewood, IL: Dow Jones Irwin. Edwards, Robert D., and John Magee. 1981. Technical Analysis of Stock Trends. Boston, MA: John Magee, Inc. Meyers, Thomas A. 1992. The Technical Analysis Course. Tokyo: Toppan Co. Ltd. Murphy, John J. 1986. Technical Analysis of the Futures Markets. New York: New York Institute of Finance. Pring, Martin J. 1985. Technical Analysis Explained. New York: McGraw-Hill. . 1999. Introduction to Technical Analysis , International Edition, Singapore: McGraw-Hill. Reuter Limited. 1999. An Introduction to Technical Analysis, Singapore: John Wiley & Sons Pte. Ltd. Sabardi, Agus, and Miranda, Primidya K. 2000. Analisis Teknikal di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Manajemen STIE YKPN, April, p: 29-36. Sabardi, Agus. 2000. Analisis Moving Average Convergence Divergence Untuk Menentukan sinyal membeli dan menjual di BEJ. Jurnal Akuntansi dan Manajemen STIE YKPN, December, p:69-77. Sabardi, Agus, and Kusumasari, Lita. 2001. Mengenal Pasar Modal Dan Analisis

Teknikal. Jurnal Akuntansi dan Manajemen STIE YKPN, August, p: 51-57. Susanto, Djoko, and Sabardi, Agus. 2001. Relative Strength Index Are Used To Help Determine Trading Strategy. Jurnal Akuntansi & Manajemen STIE YKPN, December, p: 15-21. Wilder, J. Welles. (1978). New Concepts in Technical Trading Systems. Greensboro, NC: Trend Research.

83

Jam STIE YKPN - Djoko Susanto dan Agus Sabardi

Using Stochastic Oscillators ......

84

KEBIJAKAN EDITORIAL Jurnal Akuntansi & Manajemen


Format Penulisan 1. 2. 3. 4. 5. Naskah adalah hasil karya penulis yang belum pernah dipublikasikan di media lain. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar. Naskah diketik di atas kertas ukuran kwarto (8.5 x 11 inch.) dengan jarak 2 spasi pada satu permukaan dan diberi nomor untuk setiap halaman. Naskah ditulis dengan menggunakan batas margin minimal 1 inch untuk margin atas, bawah, dan kedua sisi. Halaman pertama harus memuat judul, nama penulis (lengkap dengan gelar kesarjanaan yang disandang), dan beberapa keterangan mengenai naskah dan penulis yang perlu disampaikan (dianjurkan dalam bentuk footnote). Naskah sebaiknya diawali dengan penulisan abstraksi berbahasa Indonesia untuk naskah berbahasa Inggris, dan abstraksi berbahasa Inggris untuk naskah berbahasa Indonesia. Abstraksi berisi keyword mengenai topik bahasan, metode, dan penemuan. Penulisan yang mengacu pada suatu referensi tertentu diharuskan mencantumkan bodynote dalam tanda kurung dengan urutan penulis (nama belakang), tahun, dan nomor halaman. Contoh penulisan: a Satu referensi: (Kotler 1997, 125) b. Dua referensi atau lebih: (Kotler & Armstrong 1994, 120; Stanton 1993, 321) c. Lebih dari satu referensi untuk penulis yang sama pada tahun terbitan yang sama: (Jones 1995a, 225) atau (Jones 1995b, 336; Freeman 1992a, 235) d. Nama pengarang telah disebutkan dalam naskah: (Kotler (1997, 125) menyatakan bahwa ....... e. Referensi institusi: (AICPA Cohen Commission Report, 1995) atau (BPS Statistik Indonesia, 1995) Daftar pustaka disusun menurut abjad nama penulis tanpa nomor urut. Contoh penulisan daftar pustaka: Kotler, Philip and Gary Armstrong, Principles of Marketing, Seventh Edition, New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1996 Indriantoro, Nur. Sistem Informasi Strategik; Dampak Teknologi Informasi terhadap Organisasi dan Keunggulan Kompetitif.KOMPAK No. 9, Februari 1996; 12-27. Yetton, Philip W., Kim D. Johnston, and Jane F. Craig.Computer-Aided Architects: A Case Study of IT and Strategic Change.Sloan Management Review (Summer 1994): 57-67. Paliwoda, Stan. The Essence of International Marketing. UK: Prentice-Hall, Ince., 1994. Prosedur Penerbitan 1. 2. 3. 4. 5. Naskah dikirim dalam bentuk print-out untuk direview oleh Editors JAM. Editing terhadap naskah hanya akan dilakukan apabila penulis mengikuti kebijakan editorial di atas. Naskah yang sudah diterima/disetujui akan dimintakan file naskah dalam bentuk disket kepada penulis untuk dimasukkan dalam penerbitan JAM. Koresponden mengenai proses editing dilakukan dengan Managing Editor Pendapat yang dinyatakan dalam jurnal ini sepenuhnya pendapat pribadi, tidak mencerminkan pendapat redaksi atau penerbit.Surat menyurat mengenai permohonan ijin untuk menerbitkan kembali atau menterjemahkan artikel dan sebagainya dapat dialamatkan ke Editorial Secretary.

6.

7.

8.

Anda mungkin juga menyukai