Anda di halaman 1dari 37

DRAFT_V 30 SEPTEMBER 2009

PANDUAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER BIDANG PEKERJAAN UMUM

KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA SEPTEMBER 2009 1

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmatNya sehingga kami atas nama Tim Penyusun dalam menyelesaikan penyusunan Panduan Perencanaan Penganggaran Responsif Gender di Bidang Pekerjaan Umum. Kami menyadari bahwa panduan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun berkat kerjasama anggota Tim serta bantuan dari berbagai pihak yang berkompeten akhirnya penulisan panduan dapat diselesaikan dengan baik. Panduan ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender di Departemen Pekerjaan Umum. Diharapkan bagi unit organisasi bidang ke-PU-an dalam menyusun perencanaan penganggaran menjadi responsif gender dalam artian mempertibangkan perbedaan kebutuhan, aspirasi, permasalahan dan pengalaman antara laki-laki dan perempuan dalam menerima manfaat pembangunan daerah dan nasional. Sebagai bentuk apresiasi yang layak, maka segenap anggota Konsultan menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan panduan ini. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, Tim berharap semoga panduan ini bisa dimanfaatkan oleh para perencana di dalam penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA-KL) yang responsif gender di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum. Harapan kami juga semoga panduan ini dapat juga digunakan dalam menyusun perencanaan penganggaran responsif gender di daerah.

Jakarta, September 2009

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................ DAFTAR ISI ..................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran ................................................ 1.3. Landasan/Dasar hukum Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender ............................................................. BAB II SISTEM DAN MEKANISME PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER BIDANG KE-PU-AN........................................................................ 2.1. Struktur Perencanaan yang Responsif Gender....................... 2.2. Sistem Penganggaran yang Responsif Gender...................... 2.3. Mekanisme Penganggaran yang Responsif Gender.............. BAB III DATA DAN STATISTIK GENDER.................................................. 3.1. Pengertian Data ....................................................................... 3.2. Jenis-jenis Data............................................................ 3.2.1 Jenis Data...................................................................... 3.2.2. Sumber Data................................................................. 3.3. Manfaat Data........................................................................... 3.4. Beberapa contoh Isu Gender di Bidang Ke-PU-an BAB IV LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER BIDANG KE-PU-AN. 4.1. Langkah-langkah perencanaan yang Responsif Gender G bidang Ke-PU-an .. 4.2. Langkah-langkah penganggaran yang Responsif Gender MONITORING DAN EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER BIDANG PEKERJAAN UMUM...................................................................... 5.1 Monitoring ................................................................................ 5.1.1. Monitoring Perencanaan yang Responsif Gender................ 5.1.2. Monitoring Penganggaran yang Responsif Gender ............. 5.2. Evaluasi ................................................................................... 5.1.1. Evaluasi Perencanaan yang Responsif Gender ................... 5.1.2. Evaluasi Penganggaran yang Responsif Gender ................. BAB VI PENUTUP ...................................................................................... 3

BAB V

LAMPIRAN I Contoh Gender Budget Statement (GBS) di Departemen Pekerjaan Umum LAMPIRAN II Contoh Kerangka Acuan Kerja (KAK) di Departemen Pekerjaan Umum DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

DAFTAR ISTILAH GENDER


Gender adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki dalam hal peran, tanggung jawab, fungsi, hak, sikap dan prilaku yang telah dikonstruksikan oleh sosial dan budaya yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kemajuan zaman. Perbedaan tersebut tidak jarang memunculkan permasalahan atau isu gender. Isu gender merupakan permasalahan yang diakibatkan karena adanya kesenjangan atau ketimpangan gender yang berimplikasi adanya diskriminasi terhadap salah satu pihak (perempuan dan laki-laki). Dengan adanya diskriminasi terhadap perempuan dalam hal akses dan control atas sumberdaya, kesempatan, status, hak, peran dan penghargaan, akan tercipta kondisi yan tidak adil gender. Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah Strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki untuk memberdayakan perempuan mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dari seluruh kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang kehidupan pembangunan nasional dan daerah. Netral Gender adalah Kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang tidak memihak kepada salah satu jenis kelamin. Bias Gender adalah Pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan salah satu jenis kelamin daripada jenis kelamin lainnya sebagai akibat pengaturan dan kepercayaan budaya yang lebih berpihak kepada jenis kelamin tertentu. Misalnya, lebih berpihak kepada laki-laki daripada kepada perempuan atau sebaliknya. Kesetaraan Gender adalah Kesamaan kondisi dan posisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, social budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil yang dampaknya seimbang. Keadilan Gender adalah perlakuan adil bagi perempuan dan laki-laki dalam keseluruhan proses kebijakan pembangunan nasional, yaitu dengan mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, kesulitan, hambatan sebagai perempuan dan sebagai laki-laki untuk mendapat akses dan manfaat dari usahausaha pembangunan; untuk ikut berpartisipasi dalam mengambil keputusan (seperti yang berkaitan dengan kebutuhan, aspirasi) serta dalam memperoleh penguasaan (kontrol) terhadap sumberdaya (seperti dalam mendapatkan/ penguasaan keterampilan, informasi, pengetahuan, kredit, dll.). Analisis Gender Mengidentifikasi isu-isu gender yang disebabkan karena adanya pembedaan peran serta hubungan social antara perempuan dan laki-laki. Karena pembedaan-pembedaan ini bukan hanya menyebabkan adanya pembedaan diantara keduanya dalam pengalaman, kebutuhan, pengetahuan, perhatian, tetapi juga berimplikasi pada pembedaan antara keduanya dalam memperoleh akses dan manfaat dari hasil pembangunan; berpartisipasi dalam pembangunan serta

penguasaan terhadap sumberdaya. Analisis gender Merupakan langkah awal dalam rangka penyusunan program dan kegiatan yang responsif gender untuk analisis gender diperlukan data gender, yaitu data kuantitatif maupun kualitatif yang sudah terpilah antara laki-laki dan perempuan. Data gender ini kemudian disusun menjadi indikator gender. Gender Analysis Pathway (GAP) Suatu metode analisis untuk mengetahui kesenjangan gender secara lengkap, mulai dengan melakukan analisis dan mengintegrasikan hasil analisis isu gender ke dalam kebijakan/program/kegitan hingga dalam proses menyusun rencana aksi. Responsif Gender adalah Perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan perempuan dan laki-laki di dalam masyarakat yang disertai upaya menghapus hambatan-hambatan struktural dan kulturan dalam mencapai kesetaraan gender. Perencanaan yang Responsif Gender adalah perencanaan yang dibuat oleh seluruh lembaga pemerintah, organisasi profesi, masyarakat dan lainnya yang disusun dengan mempertimbangkan empat aspek seperti: peran, akses, manfaat dan control yang dilakukan secara setara antara perempuan dan laki-laki. Hal ini berarti bahwa perencanaan tersebut perlu mempertimbangkan aspirasi, kebutuhan dan permasalahan pihak perempuan dan laki-laki, baik dalam proses penyusunannya maupun dalam pelaksanaan kegiatan. Sehingga perencanaan ini akan terkait dalam perencanaan kebijakan maupun perencanaan program sampai operasionalnya di lapangan. Anggaran Responsif Gender (ARG) adalah Anggaran yang respon terhadap kebutuhan perempuan dan laki-laki yang tujuannya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender adalah Instrumen untuk mengatasi adanya perbedaan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan bagi laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk mewujudkan anggaran yang lebih berkeadilan. Kebijakan/ Program Responsif Gender adalah Kebijakan/program yang responsif gender berfokus kepada aspek yang memperhatikan kondisi kesenjangan dan kepada upaya mengangkat isu ketertinggalan dari salah satu jenis kelamin. Gender Budget adalah Sebuah pendekatan yang digunakan untuk melihat dan menyusun anggaran sebagai sebuah kesatuan yang tidak memisahkan item-item yang berhubungan dengan perempuan. Selain dapat digunakan untuk melihat sekilas jarak antara kebijakan dan sumberdaya gender budget yang merupakan sebuah pendekatan umum untuk memastikan bahwa uang masyarakat digunakan berdasarkan kesetaraan gender. Isunya bukan apakah kita mengeluarkan uang yang sama pada masalah yang berkaitan dengan perempuan dan laki-laki tapi apakah pengeluaran itu mencukupi kebutuhan perempuan dan laki-laki. Gender Budget Statement (GBS) adalah Suatu dokumen yang menginformasikan suatu kegiatan telah responsive gender terhadap isu gender yang ada, dan apakah telah dialokasikan dana pada kegiatan bersangkutan untuk menangani permasalahan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Berdasarkan data yang diperoleh dari UNDP pada tahun 2007 untuk Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), Indonesia menempati urutan ke 107 dari 177 negara dengan nilai 70,59. Sedangkan untuk Indeks Kemiskinan Manusia yang salah satu indikator kemiskinannya adalah orang tanpa akses ke sumber air, Indonesia masuk dalam peringkat 135 dengan nilai 17,2 %. Dari penilaian sudut gender yang berhubungan dengan IPM , Indonesia menempati urutan 87 dari 108 negara , dengan nilai 0,44. Dan berdasarkan laporan Millennium Development Goals (MDGs) Asia Pasifik 2006, Indonesia menempati kategori terbawah bersama Bangladesh, Laos, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Papua Nugini dan Philipina. Indonesia dalam capaian MDGs melengkapi ukuran lain dengan hasil yang hampir sama, yaitu masih buramnya potret kesejahteraan masyarakat. Angka kemiskinan, misalnya, bertambah dari 15,97 persen (Februari 2005) menjadi 17,75 persen (Maret 2006) (BPS, 2006). Ini berarti Indonesia mengalami kemunduran karena beberapa tahun sebelumnya, Indonesia telah masuk sebagai negara berkembang. Dasar penilainan yang digunakan adalah 8 tujuan MDGs, yang diikuti oleh seluruh dunia, salah satu dari 8 tujuan MDGs diantaranya terkait dengan akses air bersih dan keperluan sanitasi dasar secara konsisten serta meningkatkan kesejahteraan hidup yang signifikan yang hidup di perkampungan miskin, kumuh dan terpencil serta pulaupulau terluar. Salah satu fokus kebijakan nasional pemerintah adalah percepatan pembangunan infrastruktur, pemerintah melihat pentingnya penyediaan infrastruktur, baik dalam fungsinya sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan pekerjaan dan pendorong sektor ekonomi lainnya maupun sebagai instrumen peningkatan kesejahteraan masyarakat. Departemen Pekerjaan Umum (PU) merupakan salah satu instansi penting yang bertanggung jawab dalam penyediaan infrastruktur tersebut. Peran Departemen PU dimaksud terutama dalam penyediaan prasarana sumber daya air, jalan dan jembatan, prasarana permukiman serta penataan ruang. Dalam pembangunan infrastruktur tersebut sarat dengan isu-isu gender terkait dalam memperoleh akses, partisipasi, kontrol dan manfaat terhadap hasil pembangunan infrastruktur tersebut. Strategi Pengarusutamaan Gender yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 mengamanatkan kepada seluruh Menteri, Kepala Lembaga, Gubernur dan Bupati/Walikota untuk mengintegrasikan gender pada setiap tahapan proses pembangunan yaitu mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi seluruh kebijakan, program dan kegiatan nasional, provinsi dan kabupaten/kota pada semua bidang pembangunan termasuk pembangunan dibidang Pekerjaan Umum. Terbitnya PMK No. 119/2009 menjadi petunjuk bagi kementrian negara/lembaga dalam penyusunan, penelahaan dan pengesahan RKA-K/L anggaran yang responsif gender, yang dituangkan dalam dokumen GBS dan ToR.

1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran Panduan yang disusun ini bertujuan sebagai acuan bagi penanggung jawab program, perencana internal, dan Biro Perencanaan dan Penganggaran (istilah di Departemen PU adalah Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri) Departemen Pekerjaan Umum dalam melaksanakan perencanaan dan penganggaran serta penerapan, indikator kinerja dengan Performance Based Budgetting melalui proses analisis gender. Panduan ini bukanlah sesuatu yang terpisah dari mekanisme dan sistem perencanaan dan penganggaran yang telah ada di Departemen Pekerjaan Umum selama ini. Secara khusus panduan ini bertujuan sebagai berikut: Pertama, menyamakan persepsi para pemangku kepentingan di lingkup departemen PU tentang program perencanaan penganggaran yang responsif gender di bidang pekerjaan umum. Kedua, mengintegrasikan isu gender dalam sistem perencanaan dan penganggaran di bidang pekerjaan umum Ketiga, memberikan pedoman bagi para perencana di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum dalam menyusun perencanaan dan penganggaran responsif gender Keempat, memberikan panduan teknis cara penyusunan Renja KL dan RKA KL Departemen Pekerjaan Umum dengan menggunakan indikator kinerja yang responsif gender Sasaran Sasaran panduan ini adalah teratasinya permasalahan gender di bidang kePU-an dengan lebih efektif dan efesien. 1.3. Landasan/Dasar Hukum Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025. Undang-undang No.1 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Undang-undang No.25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2004 tentang penyusunan RKP. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2007 tentang Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004 tentang penyusunan RKA-KL. Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2004-2009. Instruksi Presiden No 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, Peraturan Menteri Keuangan No. 119/ PMK.02/ 2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/ lembaga dan penyusunan, penelaahan, pengesahan dan pelaksanaan daftar isian pelaksanaan anggaran tahun 2010.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah.

BAB II SISTEM DAN MEKANISME PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER BIDANG KE PU-AN
2.1. Struktur Perencanaan yang Responsif Gender Perencanaan yang responsif gender bukanlah suatu upaya penyusunan rencana yang terpisah dalam perencanaan program dan kegiatan pembangunan, namun merupakan suatu pendekatan analisis untuk mengintegrasikan perbedaan kondisi dan kebutuhan perempuan dan laki-laki yang mendasarkan analisis gender. Dengan melakukan analisis gender akan diketahui perbedaan kebutuhan yang kemudian dapat disusun intervensi kebijakan untuk menutupi atau mengurangi permasalahan kesenjangan gender. Secara umum perencanaan kebijakan yang berlaku pada bidang ke-PU-an digambarkan melaui diagram berikut: Diagram 1 Arsitektur Program Departemen Pekerjaan Umum

Sumber, Materi workshop perencanaan penganggaran yang diselengarakan Departemen Pekerjaan Umum, Juli 2009. Diagram 1 diatas menunjukan bagan arsitektur program untuk eselon1 dan eselon 2 dalam menyiapkan dokumen perencanaan kebijakan, penganggaran yang menghubungkan dengan indikator kinerja dilingkungan Departemen PU. Dalam hal penyusunan penganggaran bidang ke-PU-an sudah dilakukan dengan pendekatan menurut klasifikasi fungsi, subfungsi, program, kegiatan dan jenis belanja, juga telah dilengkapi dengan indikator kinerja program dan kegiatan oleh setiap satuan administrasi pangkal (Satminkal). Secara umum lingkup kerja penyusunan program dan anggaran bidang ke-PU-an disusun dengan mempertimbangkan 2 hal yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal meliputi; pembangunan pedesaan, pengentasan kemiskinan, percepatan pembangunan infrastruktur, ketahanan pangan nasional, bencana alam, MDGs, usulan daerah, sementara faktor internal meliputi; pembangunan bidang Penataan Ruang, Bidang Sumber Daya Air, Bidang Bina Marga, Bidang Cipta Karya dan administrasi pembangunan. Pertimbangan dasar dalam menyusun adalah mengunakan prinsip penyusunan program/kegiatan pembangunan yang mengunakan kriteria yaitu: (1) kriteria pembangunan nasional (KPPN), (2) kriteria fungsionalisasi kegiatan (KFK), (3) kriteria fasilitasi usulan daerah (KFUD), (4) kriteria prioritas pembangunan departmeen (KPPD), (5) kriteria penyaringan pembiayaan program pembangunan (KP4), (6) kriteria prioritas alokasi anggaran (KPA2). Proses pembahasan program

10

dan anggaran di lakukan dengan singkronisasi secara bottom up melalui kegiatan konsultasi regional dan penajaman dengan kunjungan ke daerah (internal), dan singkronisasi pusat melalui kegiatan konsultasi dengan DPR dalam trialateral meeting dan Musrembangnas. Hasil sinkronisasi program dan anggaran tahunan melalui kriteria dimaksud menjadi masukan untuk koordinasi penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) dan koordinasi penyusunan konsep DIPA dan pengesahan DIPA yang disertai perubahanya. Untuk memahami bagaimana interaksi penyusunan program dan anggaran pada biro perencanaan dan kerjasama luar negeri anggaran di Departemen Pekerjaan Umum disajikan melalui diagram berikut:

Diagram 2

11

DIAGRAM INTERAKSI PENYUSUNAN PROGRAM DAN ANGGARAN DI BIRO PERENCANAAN DAN KLN
Triwulan

Perencanaan Umum
Evaluasi pencapaian Renstra Terhadap DIPA

Program dan Anggaran


Renja-KL/ RKAKL / DI PA

Pemantauan & Evaluasi


Evaluasi Kinerja

Kerjasama Luar Negeri


Evaluasi Kinerja Program / Kegiatan bersumber dana PHLN dan Evaluasi DRPHLN

Penyusunan Prog. Prioritas Nasional dan Ranc. Awal RKP Penyusunan Rancangan Awal Renja K/L Dep. PU

Prioritas Program / kegiatan Dep. Pekerjaan Umum (5 thn)

Penyusunan Pagu Ancarancar dan Bahan Masukan Renc. Awal RKP

Dep. PU)

Rapat Kerja (Raker) Dep. PU Percepatan pelaksanaan Persiapan koordinasi sektor DRPHLN / dgn ttg

Penyusunan Rancangan Akhir Renja K/LDep. PU KoordinasiSektor/ Departemen Lintas Penyusunan Renja K/L Dalam Aplikasi Penyusunan Nota Keuangan Sesuai Pagu Indikatif Penyusunan Renja K/L Final & Masukan RKP Dep. PU ( Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan

II

Evaluasi Pencapaian Sasaran Prioritas

Penyusunan Rancangan RKAKL Dep. PU

Rapat Kerja (Raker) Dep. PU Midterm Review

Koordinasi dgn sektor dlm penyusunan AWP-PHLN

III

Penyusunan Rancangan APBNP

Penyusunan RKA-KL Dalam Aplikasi Penyusunan Nota Keuangan Sesuai Pagu Sementara Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan beserta perubahan- nya

Usulan rencana Pelaksanaan kegiatan Pinjaman (RPK-PHLN)

Penelaahan Review Rencana Umum Revisi DIPA dan Prioritas Program / APBN-P kegiatan Dep. Pekerjaan Umum (5 thn)

Penelaahan Awal RKAKL Pagu Sementara Di DepKeu. Penyusunan

Penelaahan Lanjutan RKA-KL Sesuai Pagu Definitif


Renja-KL/ RKAKL / DIPA

IV

Pengesahan Revisi Dan Pengesahan DIPA DIPA APBN-P

Rapat Kerja (Raker) Dep. PU Review Akhir Tahun

Rencana RPK- PHLN dan evaluasi disbursement tahunan

Sumber: Biro Perencanaan dan KLN Departemen Perkerjaan Umum, Agustus 2009 2.2. Sistem Penganggaran yang Responsif Gender Harus dipahami bahwa penganggaran yang responsif gender bukanlah tujuan, melainkan merupakan sebuah kerangka kerja atau alat analisis kebijakan anggaran untuk mewujudkan kesetaraan gender melalui proses-proses penentuan alokasi sumberdaya yang proposional atau berkeadilan. Oleh karena itu, anggaran yang responsif gender bukanlah sebuah proses yang terpisah dari sistem yang berlaku. Selain itu, jangan diartikan sebagai rencana dan anggaran khusus untuk perempuan yang terpisah dari laki-laki. Penerapan ARG dalam struktur penganggaran pada penyusunan RKA ditempatkan pada level program dan kegiatan/subkegiatan. Hal ini berarti pada saat penyusunan program, kegiatan dan subkegiatan sudah ditentukan sasaran dan target kegiatan yang mempertimbangkan perspektif gender. Dalam kaitan itu, maka dalam perencanaan suatu kegiatan harus sudah menerapkan analisis gender. Perubahan mendasar dalam pendekatan sistem penganggaran di Indonesia adalah penerapan penganggaran yang berbasis kinerja. Penganggaran berbasis kinerja pada dasarnya merupakan penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan hubungan keterkaitan antara pembiayaan (pendanaan) dengan keluaran (output) dan hasil (outcome) yang diharapkan, juga termasuk prinsip ekonomi, yaitu efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil atas pelaksanaan program, kegiatan dan sukegiatan. Pada kementerian dan Lembaga diharuskan

12

menyusun anggaran yang mengacu indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja. Dalam hal penerapan ARG pada K/L harus diletakan melalui Indikator kinerja (performance indicators) dan indikator sasaran (target) yang telah mengintegrasikan isu gender ke dalam penyusunan program,kegiatan dan subkegiatan dengan melalui analisis gender. Pendekatan anggaran kinerja pada prinsipnya berusaha untuk menghubungkan antara keluaran (outputs) dengan hasil (outcomes) yang disertai dengan penekanan pengunaan prinsip efektifitas dan efisiensi terhadap pengunaan anggaran yang dialokasikan, selain prinsip ini, perlu juga ditambahkam prinsip keadilan dan kesetaraan gender sebagai bagian yang takterpisahkan untuk mengukur kinerja yang dihasilkan. Hal baru mengenai penganggaran yang responsif gender harus terintegrasi dengan isu gender dalam penyusunan anggaran yang berbasis kinerja. Tujuan anggaran yang berbasis kinerja pada intinya adalah: a. Mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (outcome) dan dampak (impact) atas alokasi belanja (input) yang ditetapkan unit kerja. b. Menentukan sasaran (target) yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran melalui perencanaan kegiatan yang terukur. c. Penyusunan program dan kegiatan berdasarkan rencana strategis (Renstra), serta tugas pokok dan fungsi (tupoksi) bagi unit organisasi pada K/L. Dengan penerapan penganggaran berbasis kinerja yang mengintegrasikan isu gender dalam prosesnya akan merubah fokus pengukuran pencapaian program/kegiatan masing-masing unit kerja. Selama ini setiap unit kerja hanya mendasarkan atas besarnya jumlah alokasi sumberdaya dan menghabiskan anggaran dalam pelaksanaan kegiatan. Namun penerapan anggaran kinerja telah bergeser pada pencapaian hasil dari pengunaan sumber daya termasuk alokasi anggaran. Hal yang penting bagi perencana program,kegiatan dan subkegiatan dalam upaya menuju penerapan penganggaran berbasis kinerja yang mengintgerasikan isu gender adalah adanya singkronisasi program, kegiatan/subkegiatan dan indikator-indikatornya, hal tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan/subkegiatan yang diusulkan secara benar akan menghasilkan keluaran yang bermanfaat untuk mendukung pencapaian kinerja program,kegiatan/subkegiatan. Terkait pengukuran kinerja yang menjadi inti indikator kinerja adalah: a. Indikator input (input indicator). Indikator ini dimaksudkan untuk melaporkan jumlah sumber daya yang digunakan untuk menjalankan suatu kegiatan/subkegiatan atau program. b. Indikator output (output indicator). Indikator ini dimaksudkan untuk melaporkan unit barang/jasa yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau program. c. Indikator outcome (outcome indicator). Indikator ini dimaksudkan melaporkan hasil yang dicapai dari kegiatan atau program termasuk kualitas pelayanan. Substansi anggaran kinerja pada dasarnya lebih ditekankan pada segi pengelolaan anggaran, baik segi ekonomi ketika membuat rencana program/kegiatan/subkegiatan dan anggaran, maupun pada pelaksanaan anggaran yang efektif untuk mencapai tujuan. 2.3. Mekanisme Penganggaran yang Responsif Gender

13

Mekanisme penganggaran yang responsif gender harus dihubungkan dengan proses penyusunan anggaran yang berbasis kinerja. Secara teoritis proses penyusunan anggaran berbasis kinerja yang mengintegrasikan isu gender meliputi 4 segmen seperti terlihat pada diagram berikut :

Diagram 3 Mekanisme Penganggaran yang Responsif Gender

Analisis Situasi

Pengukuran Kinerja

4 3
Penetapan Indikator Kinerja

Perencanaan Kegiatan

1. Analisis sistuasi. Analsisi situasi merupakan analisis untuk melakukan penilaian masalah untuk mengetahui isu kesenjangan gender. Analisis situasi tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi masalah, faktor penyebab masalah, analisis faktor, menentukan prioritas masalah dan menilai mana masalah yang dihadapi masyarakat dan pemerintah. 2. Perencanaan kegiatan. Perencanaan kegiatan merupakan usulan rencana kegiatan/subkegiatan yang responsif gender. Rencana kegiatan/subkegiatan yang telah responsif gender tersebut bertujuan untuk mengatasi kesenjangan gender yang ada. 3. Penetapan indikator kinerja. Penetapan indikator kinerja yang terkait dengan indikator output dan outcome didasarkan atas kegiatan dan subkegiatan yang telah mengunakan analisis gender. Indikator yang ditetapkan unit kerja/satminkal sebaiknbya mengunakan data terpilah menurut jenis kelamin laki-laki dan perempuan. 4. Pengukuran Kinerja. Pengukuran kinerja menjadi dasar untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kegiatan/subkegiatan yang responsif gender. Pengukuran kinerja yang responsif gender adalah indikator output (keluaran) dan outcome (hasil) yang diharapkan mengeliminir kesenjangan gender atau dengan kata lain adanya pencapaian sasaran bagi penerima manfaat antara laki-laki dan perempuan.

14

BAB III JENIS-JENIS DATA, MANFAAT DATA DAN ISU-ISU GENDER BIDANG KE-PU-AN
3.1. Pengertian Data Secara sederhana data berarti sesuatu yang diketahui atau dianggap. Dengan arti ini menunjukan bahwa data dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan. Umumnya data dikaitkan dengan tempat dan waktu, penyebutan tempat dan waktu menjadi satu hal yang penting, sebab data akan berubah-ubah dari waktu ke waktu dan juga berbeda menurut tempatnya. Sementara yang dimaksud data terpilah adalah data yang dirinci menurut jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Sebagai contoh data terpilah menurut jenis kelamin, data yang mengambarkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat baik laki-laki dan perempuan. Data ini menjadi penting dikumpulkan, untuk mengetahui keberhasilan pembangunan, termasuk pembangunan manusia yang berbasis kesetaraan gender. Pengertian data yang dianggap pada dasarnya merupakan juga data, walaupun data ini belum tentu benar, sebab masih merupakan hipotesis atau anggapan sementara yang perlu diuji terlebih dahulu. 3.2. Jenis-Jenis Data 3.2.1. Data Menurut Sumber Data menurut sumber, jenis data dapat dibedakan atas data internal dan data eksternal. Data internal menunjukan data yang bersumber dari internal, misalnya data dari Departemen Pekerjaan Umum, sedangkan data ekternal berarti data yang bersumber pihak luar. Cara untuk mendapatkan data dapat berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dihimpun, disusun, diolah dan disajikan sendiri oleh lembaga yang membuat data. Umumnya data primer berisikan data yang sifatnya spesifik tentang sesuatu masalah, sementara data sekunder berisikan data yang sifatnya umum (makro) tentang sesuatu masalah. 3.2.2. Data Menurut Waktu Jenis data atas dasar perspektif waktu dapat dibedakan menjadi data runtun waktu (time series) dan data lintas tempat (cross section). Data runtun waktu dapat disebut pula sebagai data historis menurut cakupan waktunya. Data runtun waktu bisa berwujud ke dalam satuan tahun, kuartal, bulan, minggu, hari atau ukuran waktu yang lebih kecil. Misalnya data jumlah anggaran untuk masing-masing unit kerja/satminkal bidang ke-PU-an yang dikumpulan untuk 5 tahun. Data lintas tempat sebagai data mengenai banyak obyek dengan satu unit waktu. Banyak obyek bisa berisikan dimensi tempat, misalnya panjang jalan yang rusak untuk Provinsi, Kabupaten, Kota, Kecamatan dan Desa. 3.2.3. Data Menurut Bentuk Jenis data dapat ditelusuri atas bentuknya, hal itu medasarkan pada bentuk datanya. Data menurut bentuknya dapat dibedakan menjadi data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang mencatat fakta yang diwujudkan ke dalam angka/numerik. Contoh data kuantitatif bidang ke-PU-an adalah cacatan mengenai volume jalan yang dibangun, jumlah rumah tangga miskin yang mendapatkan air bersi, jumlah jembatan yang dibangun,irigasi dan lain-lain. Untuk

15

data kualitatif merekam fakta bukan ke dalam bentuk angka/numerik melainkan ke dalam bentuk kategori yang sifatnya lebih diskritif, contohnya adalah kinerja pegawa pada unit kerja/satminkal bidang ke-PU-an, jumlah irigasi yang dapat digunakan masyarakat untuk produktif dan yang tidak produktif, jalan yang bagus, sedang dan kurang. Pencacatan data kuantitatif biasanya mengunakan standar pengukuran yang tetap dan lebih pasti, sedangkan pencatatan data kualitatif mengunakan standar yang fleksibel dan bahkan subyektif. Penjabaran mengenai data kualitatif dapat diukur ke dalam dua macam skala pengukuran, yaitu skala nominal yang hanya bisa membedakan sesuatu yang bersifat kualitatif, misalnya jenis kelamin, agama, warna kulit, dan skala ordinal yang menunjukan tingkatan, misalnya tingkat pendidikan, tingkat kepuasan masyarakat penguna jalan dan lain-lain. Sementara data kuantitatif dapat dikur dengan dua macam skala pengukuran pula, yaitu skala interval yang berupa angka kuantitatif namun tidak memiliki angka nol mutlak, misalnya tahun, suhu, pajang jalan, dan pengukuran skala rasio yang berupa angka kuantitaif yang memiliki angka nol mutlak, misalnya pajang jalan yang aspal terhadap total jumlah jalan yang belum diaspal, bisanya dalam prosentase. 3.3. Sumber Data Data dapat diperoleh melalui berbagai sumber antara lain: 1. Hasil sensus dan survey yang dilakukan oleh BPS, Meliputi penduduk, sensus pertanian, sensus ekonomi dan lain-lain. sensus

2. Survai, merupakan data dari hasil pencacahan/pendataan dengan mengambil sampel, misalnya Survai Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas), Survai Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Survai Penduduk Antar Sensus (Supas). Susenas dan Sakernas dilakukan setiap tahun, sedangkan Supas dilakukan tiap lima tahun sekali. 3. Hasil Registrasi, merupakan data dari instansi terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, BKKBN, Kanwil HAM & PerUU, Dinas Tenaga Kerja; serta data dari LSM/Organisasi masyarakat. 4. Sumber data yang digunakan untuk HDI dan GDI propinsi dan kabupaten/kota di Indonesia, biasanya diolah dari data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Data Susenas ini mencakup data seluruh Indonesia sampai pada tingkat terendah (kota/desa). 5. HDR (Human Development Report) adalah publikasi tahunan UNDP yang memuat data HDI, GDI dan GEM untuk semua negara di dunia. 3.4. Manfaat Data Manfaat data yang sifatnya terpilah menurut jenis kelamin maupun yang belum terpilah pada dasarnya digunakan untuk membuat keputusan oleh para pembuat keputusan (decision makers). Dalam konteks perencanaan dan penganggaran responsif gender yang dimaksud dengan pembuat keputusan adalah siapa yang menetapkan kegiatan/subkegiatan yang telah mengintegrasikan isu gender, termasuk perencana. Dalam kaitan dengan penerapan anggaran responsif gender, maka manfaat data secara umum bidang ke-PU-an dipergunakan untuk:

16

1.

Sebagai dasar penyusunan perencanaan kegiatan dan subkegiatan. Agar perencanaan responsif gender, maka dapat mamanfaatkan data yang terpilah menurut jenis kelamin. Sebagai alat pengendalian. Pelaksanaan kegiatan/subkegiatan yang telah responsif gender dapat diimplementasikan secara dini, sehingga mengetahui kesalahan-kesalahan atau penyimpangan yang terjadi dan selanjutnya segera diperbaiki atau dilakukan koreksi khususnya kegiatan yang resposnif gender dimasing-masing unit kerja/satminkal bidang ke-PU-an. Sebagai dasar evaluasi. Hasil capaian kinerja sebuah kegiatan dan subkegiatan yang responsif gender bidang ke-PU-an harus diukur dengan hasil atau manfaat yang dicapai, misalnya apakah kegiatan yang telah ditetapkan responsif gender mencapai sasaran dan target yang telah ditetapkan, untuk menggambarkan hasil tersebut diperlukan data sebagai ukuran pencapian hasil dan manfaat atas pelaksanaan kegiatan dari berbagai bidang pembangunan ke-PU-an.

2.

3.

Data yang terpilah, khususnya, sangat banyak manfaat yang dapat diperoleh antara lain: 1. Sebagai bahan untuk menyusun kegiatan dan subkegiatan yang responsif gender. 2. Untuk mengetahui kondisi dan situasi perempuan dan laki-laki di berbagai bidang pembangunan. 3. Untuk mengetahui potensi dan kelemahan SDM dan dapat menentukan kebijakan yang tepat. 4. Sebagai alat untuk melakukan analisis gender, untuk mengetahui berbagai permasalahan isu gender serta untuk mengukur ada tidaknya kesenjangan gender. 5. Sebagai bahan evaluasi dampak atas pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan/subkegiatan yang responsif gender di berbagai bidang pembangunan ke-PU-an. 3.5. Beberapa contoh Isu Gender Bidang Ke-PU-an 3.5.1. Cipta Karya a. Kegiatan Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) NUSSP merupakan program pembangunan perkotaan yang dirancang sebagai upaya perbaikan lingkungan permukiman kumuh di perkotaan dengan berbasis partisipasi masyarakat. Kegiatan ini terdiri dari pembangunan sarana: Jalan lingkungan (rabat beton) dan jalan gertak (jembatan kayu), drainase, lampu penerangan jalan, sarana pembuangan sampah dan penyediaan bak sampah, sarana air bersih dan penyediaan sarana MCK. Berdasarkan data kegiatan perbaikan permukiman kumuh perkotaan keterlibatan rata-rata perempuan dalam tahapan kegiatan masih kurang dari 30% dibandingkan keterlibatan laki-laki, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa isu, antara lain: - Pada Desain proyek NUSSP tidak tersedianya Juklak/Juknis yang memadai untuk menyertakan kelompok perempuan dan laki-laki dalan setiap tahapan kegiatan NUSSP, tidak adanya indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat partisipasi kelompok perempuan dan laki-laki.

17

- Kurangnya pengetahuan SDM pelaksana NUSSP (korkot-fasilitator) tentang pentingnya peran kelompok perempuan dan laki-laki serta terbatasnya kemampuan personil pelaksanan NUSSP untuk mendorong tingkat partisipasi berbagai kelompok dalam masyarakat - Dalam internalisasi kegiatan NUSSP kurangnya penekanan pada aspek pemberdayaan masyarakat (lebih pada tahapan dan hasil) serta penetapan sasaran lebih difokuskan pada perwakilan/ tokoh kelompok dalam masyarakat (kurang menjangkau masyarakat sasaran secara luas). - Dalam dokumen laporan kegiatannya belum tersedianya data-data terpilah tentang: Status kepemilikan tanah, pola penggunaan fasilitas permukiman (air bersih, sanitasi, pembuangan limbah rumah tangga, pola perawatan fasilitas permukiman, kebutuhan, prioritas dan harapan kelompok perempuan dan laki-laki terkait dengan perbaikan permukiman kumuh). - Perbedaan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan terhadap letak dan pola penggunaan fasilitas permukiman. Perbedaan ini terkait dengan pembagian tugas yang berbeda dalam rumah tangga dimana perempuan umumnya melakukan tugas pemeliharaan/ perawatan keluarga dan laki-laki umumnya melakukan tugas pencarian nafkah utama bagi keluarga. Contoh: Perbaikan jalan lingkungan memberi manfaat yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Di kelompok perempuan mengatakan bahwa perbaikan jalan lingkungan membuat jalan di kampung mereka tidak becek saat musim hujan sehingga pakaian dan sepatu anggota keluarga tidak mudah kotor. Mereka merasa perbaikan tersebut meringankan pekerjaan ibu-ibu dalam mencuci baju dan sepatu anggota keluarga. Sementara kelompok laki-laki mengatakan bahwa sebelum ada jalan lingkungan mereka dapat mengendarai motor sampai di rumah dan menyimpannya di halaman depan rumah. - Perbedaan dalam mengakses informasi. Umumnya laki-laki dapat mengakses lebih banyak informasi dari berbagai sumber dibandingkan perempuan. Hal ini karena laki-laki biasanya memiliki kegiatan yang membuka peluang bagi kelompok laki-laki untuk berinteraksi dengan banyak pihak di luar rumah tangga dan lingkungan pemukiman. Sementara kelompok perempuan umumnya sangat terbatas pada lingkungan rumahtangga dan permukimannya. - Kegiatan-kegiatan konsultasi dengan masyarakat (misalnya rembug warga) yang diselenggarakan oleh proyek sering mengundang kepala keluarga sebagai wakil keluarga. Tetapi pandangan/kepentingan laki-laki yang biasanya menjadi kepala keluarga - tidak selalu sama dan bisa mewakili pandangan/kepentingan anggota keluarga yang lain termasuk kelompok perempuan dalam rumah tangga. Pembagian peran dan tugas yang berbeda dalam rumahtangga dan masyarakat membuat kelompok perempuan dan laki-laki memiliki pemahaman yang berbeda pula tentang apa yang bermanfaat bagi mereka. - Sejak awal kegiatan pelaksanaan kegiatan perbaikan permukiman kumuh perkotaan diarahkan untuk diikuti oleh kelompok laki-laki, yaitu dengan hanya mengundang para ketua RT/ RW, tokoh masyarakat dan kepala keluarga (KK). Pelibatan laki-laki saja dinilai dapat memperlancar proses kegiatan karena sudah biasa terlibat dalam kegiatan masyarakat, sementara perempuan dinilai lebih lama mengerti. - Adanya perbedaan Status kepemilikan dan kontrol terhadap aset rumah tangga rumah. Tanah dan kendaraan biasanya atas nama Kepala Keluarga. Hal ini terlihat dalam proses pengajuan kredit perbaikan dan pembangunan rumah yang umumnya dilakukan oleh laki-laki (KK) karena aset yang digunakan sebagai

18

jaminan kebanyakan atas nama KK. Dengan kondisi tersebut jika pengajuannya dilakukan oleh istri maka prosesnya akan lebih sulit dan lama. Adanya perbedaan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan di rumah tangga dan masyarakat. Untuk hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan NUSSP perempuan harus mendapat ijin dari suami atau anggota keluarga laki-laki (jika belum menikah). Suami cenderung tidak mengijinkan kalau undangannya tidak jelas atau kegiatan dilakukan pada malam hari. Sementara kelompok laki-laki dapat memutuskan sendiri kehadiran dan keikutsertaannya dalam kegiatan perbaikan permukiman kumuh perkotaan. Waktu kegiatan musyawayah masyarakat umumnya dilakukan pada malam hari yaitu setelah umumnya masyarakat sudah tidak sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Tetapi hal tersebut tidak berlaku bagi kelompok perempuan karena tugas rumah tangga adalah jenis pekerjaan harus dikerjakan secara terus menerus sepanjang hari sehingga tingkat kehadiran perempuan sangat rendah

b. Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) Program Pamsimas bertujuan menanggulangi kemiskinan melalui upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka menopang produktifitas kegiatan masyarakat. Dengan penyediaan sarana air minum dan sanitasi dilakukan perubahan praktik hidup tidak bersih dan sehat menuju perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat dan sekolah, melalui 2 dari 5 pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat), yaitu [1] stop BABS (Buang Air Besar Sembarangan) dan [2] CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) dalam rangka menekan jumlah kejadian penyakit terkait air dan sanitasi lingkungan. Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan peningkatan derajat kesehatan melalui perubahan perilaku PHBS banyak berhubungan dengan kegiatan sehari-hari kaum ibu-ibu (perempuan) dan pemanfaatan sarana air minum dan sanitasi. Oleh karena itu pelibatan kaum perempuan dan kelompok miskin merupakan pilar penyangga kesuksesan, keberlanjutan dan kesinambungan program Pamsimas. Isu-isu gender terkait dengan kegiatan PAMSIMAS, antara lain: - Peran komponen masyarakat perempuan dan laki-laki, miskin dan kaya dalam kegiatan PAMSIMAS dituangkan dalam buku Pedoman Pelaksanaan Pamsimas di Tingkat Masyarakat, dan Petunjuk Teknis Pengamanan ( Safe Guard) Pamsimas, dalam seluruh tahapan kegiatan selalu harus dipastikan kehadiran kelompok perempuan minimal 30%, adanya forum diskusi kelompok terfokus khusus untuk kelompok perempuan, kepengurusan Badan Pengelola SPAMS harus melibatkan kelompok perempuan, dan sebagainya, di mana hal tersebut didasari oleh kenyataan bahwa kelompok perempuan adalah yang paling banyak berhubungan dengan pemanfaatan sarana air minum mana dan sanitasi dalam kegiatan sehari-harinya. - Kelompok perempuan merupakan pengguna dan pengelola utama air untuk keperluan rumah tangga dan sebagai promotor dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan sanitasi di rumah dan di masyarakat. Namun di kebanyakan masyarakat pandangan kaum perempuan tidak terwakili secara sistematis dalam lembaga-lembaga pembuat keputusan. - Perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam menggunakan dan mengelola air dan memajukan praktek-praktek saniter namun dalam sebuah pertemuan/rapat perencanaan pembahasan masalah yang dialami maupun yang dirasakan khususnya yang berhubungan dalam sektor air bersih dan sanitasi hampir tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

19

Adanya perbedaan kebutuhan dan manfaat antara laki-laki dan perempuan terhadap letak dan pola penggunaan fasilitas air minum dan sanitasi. Perbedaan ini terkait dengan pembagian tugas yang berbeda dalam rumah tangga dimana perempuan umumnya melakukan tugas pemeliharaan/ perawatan keluarga dan laki-laki umumnya melakukan tugas pencarian nafkah utama bagi keluarga. Contoh: Di kelompok perempuan mengatakan bahwa perbaikan sarana air minum dan sanitasi membuat lebih bersih dan sehat. Mereka merasa perbaikan tersebut meningkatkan pengelolaan makan-minum dan kebersihan keluarga. Sementara kelompok laki-laki mengatakan bahwa sebelum ada sarana air minum dan sanitasi mereka harus menempuh jarak yang jauh untuk mendapatkan air bersih dan untuk BAB. Adanya perbedaan dalam mengakses informasi. Umumnya laki-laki dapat mengakses lebih banyak informasi dari berbagai sumber dibandingkan perempuan. Hal ini karena laki-laki biasanya memiliki kegiatan yang membuka peluang untuk berinteraksi dengan banyak pihak di luar rumah tangga dan lingkungan pemukiman. Sementara kelompok perempuan umumnya sangat terbatas pada lingkungan rumahtangga dan permukimannya. Mekanisme yang dikembangkan dlam monitoring dan evaluasi sering mengabaikan akan kebutuhan gender dan partisipasi kaum perempuan selama implementasi.

c. PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) Program pemberdayaan masyarakat yang berbasis nilai yang tujuannya memberikan akses dan kesempatan masyarakat miskin laki-laki dan perempuan kepada sumber daya secara mandiri serta menikmati terhadap perbaikan sosial dan ekonomi. Beberapa isu gender yang terkait antara lain: - Belum seluruh pelaku pusat (direktorat PBL) paham mengenai PUG. - Sosialisasi pentingnya PUG belum merata dilakukan disemua level pelaku program (Pemda dan masyarakat) Dalam pembentukan Badan Keswadayaan Perempuan (BKM), pemilihan di tingkat RT rata-rata dari 3 orang yang dicalonkan 1 orang adalah perempuan (1:2) dan utusan perempuan yang terpilih juga 1:2, tetapi pada tingkat kelurahan untuk anggota perempuan yang terpilih rata-rata masih dibawah 30% dari jumlah anggota yang terpilih, hal ini dikarenakan juga perempuan yang ikut memilih tidak memilih perwakilan utusan perempuan untuk menjadi anggota BKM. Adanya kurang kepercayaan dan kesempatan yang diberikan masyarakat terhadap kemampuan perempuan itu sendiri. 3.5.2. Sumber Daya Air a. Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A) Kegiatan ini untuk memberikan referensi model pemberdayaan P3A dan dijadikan bahan informasi kegiatan-kegiatan pemberdayaan P3A yang telah dilakukan proyek. Dimana tujuan model ini agar air irigasi dapat digunakan secara efektif untuk kegiatan pertanian dalam rangka meningkatkan hasil pertanian dan pendapatan petani. Daerah model adalah dipilih dari sebagian daerah proyek irigasi Bili Bili. - Pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan Irigasi baik di tingkat nasional, daerah maupun di tingkat komunitas mulai menunjukkan kesediannya untuk memperhatikan berbagai kegiatan terkait gender di dalam proyek.

20

Masalahnya selama ini isu gender dalam pembangunan irigasi belum diidentifikasi dan ditetapkan dengan benar. Tidak adanya indikator pelaksanaan (performance indicators) terkait dengan gender menjadi kendala dalam memonitor dan mengevaluasi hasil kesetaraan gender dalam kegiatan proyek. - Dalam perkumpulan petani pengguna air (P3A) anggotanya hanya diikuti oleh kelompok petani laki-laki, adanya kesenjangan akses bagi petani perempuan untuk masuk dalam keanggotaan P3A. Dalam kegiatan irigasi tidak ada ketentuan secara spesifik dimana petani perempuan dapat terlibat dan bagaimana seharusnya dilibatkan. Tingkat partisipasi petani perempuan masih kurang dari 10% dan dimana keterlibatan tersebut kebanyakan hanya bersifat nominal. Belum terlihat perempuan yang dapat secara efektif terlibat dalam proses mengeluarkan pendapat, mengemukakan kebutuhannya serta dalam pengambilan keputusan di tingkat musyawarah masyarakat petani. Seperti contoh dalam kegiatan sosialisasi kehadirannya didominasi oleh laki-laki, kehadiran perempuan rata-rata masih kurang dari 10 persen dari jumlah yang hadir. Dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan P3A (pemberdayaan organisasi P3A, pengelolaan air yang memadai, pengelolaan fasilitas irigasi, pertanian dan pelatihan) belum responsif gender. Perencaan dan pelaksanaan kegiatan belum menggunakan analisis gender sehingga manfaat dari kegiatan irigasi belum dapat mengidentifikasi kebutuhan dan manfaat kegiatan bagi kelompok petani laki-laki dan perempuan. 3.5.3. Penataan Ruang a. Perencanaan Tata Ruang Dalam penyusunan dan penetapan rencana tata ruang, ditempuh langkah-langkah penentuan arah pengembangan, identifikasi potensi dan masalah pembangunan, perumusan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan, dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Dalam langkah-langkah yang ditempuh tersebut terdapat beberapa isu gender, antara lain: - Dalam tahap penentuan arah pengembangan, kegiatannya belum mengarah pada pengembangan kegiatan yang responsif gender baik dalam hal tinjauan terhadap aspek ekonomi, sosial, budaya dll. - Dalam tahap identifikasi potensi dan masalah pembangunan, kurang adanya keterlibatan yang seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam pelaksanaan sosialisasi sehingga pada saat penentuan identifikasi kebutuhan antara laki-laki dan perempuan tidak seimbang yang menyebabkan manfaat yang dirasakan sangat berbeda. Selain itu keterlibatkan stake holder dan masyarakat (laki-laki dan perempuan dengan komposisi tidak proporsional) karena tidak ada ketetapan persyaratan komposisi peserta yang proporsional. - Dalam tahap perumusan rencana struktur tata ruang kawasan perkotaan metropolitan, aspirasi perempuan belum muncul secara optimal pada saat forum publik. Perempuan dan laki-laki memiliki peran, kebutuhan, dan persepsi yang berbeda, perbedaaan ini sering tidak dipertimbangkan sehingga dapat menghambat pencapaian tujuan program. Partisipasi perempuan masih bersifat partisipasi nominal (jumlah yang hadir) belum berpartisipasi secara efektif (mengeluarkan aspirasi dan mengambil keputusan). - Dalam tahap penetapan rencana tata ruang, kurangnya keterlibatan perempuan dan laki-laki yang seimbang dalam proses pengambilan keputusan. Dalam sebuah pertemuan/rapat perencanaan, peranan perempuan cenderung lebih

21

mengambil posisi diam dan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, dimana kondisi ini disebabkan peran laki-laki yang dominan dan berasumsi bahwa apa yang diputuskan merupakan perwakilan dari perempuan, perempuan cenderung menerima keputusan dari pihak laki-laki b. Penataan Ruang Dalam kegiatan penyusunan Norma standar pedoman dan manual (NSPM) bidang penataan ruang di pusat maupun daerah tidak memasukkan data terpilah gender dalam dokumennya. Data komposisi demografis yang dimasukkan masih bersifat umum. Hal ini karena dirasakan bahwa perempuan dan laki-laki adalah masyarakat, sehingga data yang dikeluarkan beradasarkan data masyarakat secara keseluruhan baik dilihat dari akses, partisipasi, kontrol dan manfaatnya, belum dipilah berdasarkan jenis kelamin. Beberapa isu gender antara lain: - Tidak tersedianya Juklak/Juknis yang memadai untuk memastikan peran efektif perempuan dan laki-laki yang proporsional dalam penyusunan kegiatan. - Kurang adanya keterlibatan yang seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam proses perencanaan fasilitas umum (contoh : fasilitas pendidikan, pasar, fasilitas kesehatan) - Kurangnya partisipasi yang seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam proses perencanaan. - Dalam pelaksanaan kegiatan penataan ruang baru mempertimbangkan manfaat yang diterima masyarakat secara umum belum berdasarkan manfaat yang diterima oleh perempuan dan laki-laki. - Kurangnya keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan dalam penyusunan kegiatan. - Kurangnya media untuk penyampaian materi sosialisasi kepada masyarakat lakilaki dan perempuan secara proporsional. - Kurang adanya keterlibatan yang seimbang antara perempuan dan laki-laki sebagai peserta dan dalam pelaksanaan sosialisasi - Dalam perencanaan kegiatan penataan ruang masih bersifat teknis dan umum, belum mempertimbangkan sesuai dengan kebutuhan perempaun dan laki-laki.

22

BAB IV LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER BIDANG KE-PU-AN


4.1. Langkah-Langkah Perencanaan yang Responsif Gender Perencanaan program/kegiatan/subkegiatan yang responsif gender bidang ke-PU-an dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai model analisis gender (bisa dengan SWOT, PROBA, dan GAP atau model analisis lainnya. Alat analisis tersebut membantu perencana dalam penyusunan kegiatan/subkegiatan yang mengidentifikasi isu gender. Hasil analisis yang mencerminkan adanya isu kesenjangan gender yang selanjutnya dapat mengusulkan program/kegiatan/ subkegiatan pembangunan bidang Ke-PU-an yang hendak diintervensi untuk mengurangi kesenjangan gender yang ada. Hal yang pokok dalam perencanaan yang responsif gender adalah penyusunan kegiatan/subkegiatan yang mempertimbangkan perbedaan kebutuhan, pengalaman, aspirasi dan kesulitan yang dihadapi perempuan dan laki-laki. Salah satu motode analisis gender yang dapat digunakan untuk penyusunan perencanaan yang responsif gender yaitu mengunakan Gender Analysis Pathway (GAP). GAP merupakan metode analisis untuk mengetahui kesenjangan gender secara lengkap, mulai dari analisis dan mengintegrasikan hasil analisis gender ke dalam kebijakan/program/ kegiatan/subkegiatan hingga dalam proses menyusun rencana aksi. Oleh karena itu GAP merupakan metode analisis gender untuk mengetahui kesenjangan gender dengan melihat aspek akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan. Dengan pengunaan analisis model GAP, perencana akan mengetahui kesenjangan gender dan permasalahan gender yang dihadapi masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Adapun langkah-langkah analisis model GAP adalah: Langkah 1. Analisis Kebijakan/Program/Kegiatan/Subkegiatan Memilih kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan yang hendak dianalisis baik yang sudah ada maupun yang sedang di buat atau yang disusun. Langkah analisis ini, untuk memastikan pada tingkat apa yang dianalisis, apakah tingkat kebijakan, program, atau tingkat kegiatan/subkegiatan. Hal yang penting dalam melakukan analisis gender adalah melakukan pemeriksaan rumusan tujuannya, apakah responsif terhadap isu gender terkait dengan kebijakan, program dan kegiatan/subkegiatan serta apakah tidak diskrimintaif terhadap perempuan dan lakilaki atas kebijakan,program,kegiatan/subkegiatan tersebut. Pada lahgkah ini dilakukan Identifikasi dan menuliskan tujuan dari kebijakan, program, dan kegiatan serta subkegiatan, memilih, apa yang dianalisis, apakah kebijakan, program, kegiatan/subkegiatan, jika kebijakan yang menjadi fokus untuk analisis maka yang menjadi acuan adalah tujuan dari kebijakan tersebut, demikian juga jika memilih program atau kegiatan yang hendak dianalisis. Langkah 2. Menyajikan Data Terpilah Menyajikan data pembuka wawasan, data yang di maksud adalah data terpilah menurut jenis kelamin. Penyajian data terpilah ini sangat penting untuk melihat apakah ada kesenjangan gender dalam bidang Ke-PU-an. Data pembuka wawasan tersebut bisa berupa data statistik yang kuantitatif atau yang kualitatif, misalnya hasil survei, hasil FGD, review pustaka, hasil kajian, hasil pengamatan,

23

atau hasil dilakukan.

intervensi

kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan

yang

sedang

Langkah 3. Mengenali Faktor Kesenjangan Gender Menemukenali isu gender di dalam proses perencanaan kebijakan/program/ kegiatan/subkegiatan dengan menganalisis data pembuka wawasan dan dengan cara memperhatikan 4 faktor kesenjangan gender yaitu (1) Akses (2) Kontrol (3) Partisipasi dan (4) Manfaat. Agar kesenjangan gender tersebut dapat dikenali, maka pertanyaan kunci yang diajukan difokuskan pada; Apakah proses penyusunan kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan memberikan akses yang sama antara perempuan dan laki-laki terhadap sumber daya pembangunan bidang ke-PU-an. Apakah penyusunan kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan memberikan kontrol yang sama antara perempuan dan laki-laki terhadap sumber daya pembangunan bidang ke-PU-an. Apakah penyusunan kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan memberikan partisipasi yang sama antara perempuan dan laki-laki terhadap sumber daya pembangunan bidang ke-PU-an. Apakah hasil kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan memberikan manfaat yang sama terhadap perempuan dan laki-laki Langkah 4. Menemukenali Sebab Kesenjangan Gender (internal lembaga) Menemukenali isu gender di intenal lembaga atau budaya organisasi yang menyebabkan terjadinya isu gender, misalnya terkait dengan produk hukum, kebijakan, pemahaman gender yang masih terbatas/kurang diantara pengambil keputusan, perencana dan juga political wiil dari pembuat kebijakan. Langkah 5. Menemukenali Sebab Kesenjangan Gender (eksternal lembaga) Menemukenali isu gender di eksternal lembaga pada proses perencanaan, misalnya apakah perencana program sensitif gender (peka) terhadap kondisi isu gender di dalam masyarakat yang menjadi target program, kondisi masyarakat yang menjadi sasaran (target group) yang belum kondusif, misalnya, budaya patriakhi, gender stereotype (laki-laki yang selalu dianggap sebagai kepala keluarga dan pekerjaan tertentu yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan atau laki-laki) Langkah 6. Reformulasi Tujuan Merumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan yang sesuai dengan hasil indentifikasi, analisis pada langkah 1 agar menjadi responsif gender dan menjadi rencana aksi kedepan. Langkah 7. Menyusun Rencana Aksi Menyusun rencana aksi yang responsif gender dengan merujuk pada isu gender yang telah teridentifikasi (langkah 3-5) dan sesuai dengan tujuan kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan yang telah direformulasi sesuai langkah 6.

24

Langkah 8. Baseline Data (pengukuran hasil) Menetapkan data dasar yang dipilih untuk mengukur kemajuan (progress) pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan. Data dasar yang dimaksud dapat diambil dari data pembuka wawasan seperti yang telah diungkapkan pada langkah 2. Langkah 9. Indikator Gender (pengukuran hasil) Hal yang dilakukan untuk penetapan indikator gender meliputi: Menetapkan indikator gender sebagai pengukuran hasil melalui ukuran kuantitatif maupun kualitatif. Memperhatikan apakah kesenjangan gender sudah tidak ada atau berkurang. Memperhatikan apakah telah terjadi perubahan perilaku dan nilai dari para perencana kebijakan/program/kegiatan/subkegiatan baik dalam internal lembaga atau ekstrenal. Memperhatikan apakah terjadi perubahan relasi gender di dalam rumah tangga, masyarakat dan dalam pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).

4.2. Langkah-Langkah Penganggaran yang Responsif Gender Harus dipahami, bahwa anggaran responsif gender (ARG) merupakan penyusunan anggaran untuk menjawab kebutuhan setiap warga negara baik lakilaki maupun perempuan. Penerapan ARG bukan memfokuskan penyediaan anggaran untuk pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender (PUG), tetapi ARG mencerminkan anggaran keseluruhan, yang tujuannya adalah bagaimana anggaran dari kegiatan/subkegiatan memberi manfaat yang adil antara perempuan dan lakilaki. Penerapan anggaran responsif gender (ARG) melekat pada struktur kegiatan/ subkegiatan, pada subkegiatan harus dilakukan analisis situasi yang mengambarkan adanya isu kesenjangan atau langkah-langkah dalam proses pelaksanaan pelembagaan strategi PUG, dan harus ada upaya yang mencermingkan perbaikan kesenjangan gender tersebut. Dalam kaitan itu, maka perencana diwajibkan menyusun gender budget statement (GBS) pada level subkegiatan sebagai syarat untuk mendapatkan alokasi anggaran, dan dinyatakan sebagai kegiatan/subkegiatan dalam RKA bidang ke-PU-an yang sudah responsif gender. GBS masing-masing unit kerja (Satminkal) sebagai dasar untuk menilai suatu kegiatan/subkegiatan yang responsif gender bidang ke-PU-an. Adanya GBS menginformasikan suatu hasil perencanaan kegiatan unit kerja/satminkal bidang ke-PU-an yang telah responsif gender. Penerapan anggaran responsif gender (ARG) tersebut dilakukan dengan cara mengintegrasikan hasil analisis gender ke dalam penyusunan kerangka acuan kegiatan (TOR) subkegiatan. Harus ada keterkaitan antara TOR, dan GBS pada suatu kegiatan/subkegiatan. Untuk memudahkan perencana pada masing-masing unit kerja/satminkal tentang bagaimana melakukan penganggaran yang responsif gender bidang ke-PU-an, berikut diuraikan langkah-langkah penganggaran yang responsif gender yaitu: Langkah 1. Melakukan Analisis Gender Melakukan analisis situasi mengenai, apa ada masalah isu kesenjangan gender baik intenal maupun eksternal. Analisis gender yang dimaksud menguraikan secara ringkas mengenai aspek kesenjangan akses, partisipasi, kontrol, dan

25

manfaat bagi perempuan dan laki-laki. Analisis yang dilakukan tersebut difokuskan pada level subkegiatan yang hendak dilaksanakan unit kerja/satminkal bidang kePU-an. Langkah 2. Melakukan penyiapan KAK/TOR Menyiapkan kerangka acuan kegiatan (KAK/TOR) yang dilakukan berdasarkan atas analisis gender. Hasil analisis gender yang ada dipakai oleh perencana program sebagai dasar untuk pengembangan kerangka acuan kegiatan (TOR). Karangka acuan kegiatan yang telah mengintegrasikan hasil analisis gender merupakan ukuran bahwa TOR yang dibuat sudah responsif gender. Langkah 3. Perencanaan Kegiatan/Subkegiatan Rencana kegiatan/subkegiatan yang diusulkan unit kerja/satminkal bidang kePU-an harus didukung dengan data terpilah menurut jenis kelamin sebagai pembuka wawasan. Deskripsi mengenai kesenjangan gender tersaebut menjadi menjadi bahan untuk dimasukan dalam latar belakang pada penyusunan kerangka acuan kegiatan (KAK-TOR) yang akan dikembangkan. Langkah 4. Menentukan Grup Akun Rencana kegiatan/subkegiatan yang ada dirinci menjadi grup akun-grup akun yang merupakan tahapan kegiatan yang diharapkan untuk menangani isu gender yang telah diidentifikasi. Setiap grup akun adalah bagian sub-sub kegiatan yang harus dilengkapi dengan perkiraan alokasi anggaran, perkiraan keluaran, dan hasil yang secara langsung berdampak terhadap kesenjangan gender. Langkah 5. Penetapan Indikator Anggaran Penetapan alokasi anggaran digunakan untuk pembiayaan rencana aksi yang menjadi rincian kegiatan atau grup-grup akun. Setiap alokasi anggaran untuk grup akun 1, grup akun 2 diharapkan mempunyai manfaat langsung maupun tidak langsung untuk mengubah kondisi kesenjangan gender. Besarnya alokasi anggaran kegiatan yang telah responsif gender tersebut dilakukan dengan analisa standar belanja umum maupun belanja khusus sesuai peraturan yang berlaku. Langkah 6. Penetapan indikator Input Subkegiatan Penetapan indikator input masing-masing grup akun meliputi rincian jumlah anggaran, tenaga, waktu dan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan sub-sub kegiatan yang telah responsif gender. Indikator input dari setiap grup akun merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang mengambarkan modal atau sumberdaya yang digunakan dalam upaya untuk pencapaian suatu kegiatan/subkegiatan yang direncanakan yang dilaksanakan. Langkah 7. Penetapan indikator Output Subkegiatan Penetapan indikator output subkegiatan merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja output merupakan ukuran keberhasilan subkegiatan yang dilaksanakan oleh unit kerja atau organisasi. Indikator keluaran dari

26

subkegiatan yang responsif gender tersebut harus didasarkan atas pertimbangan pada penerima manfaat antara perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain indikator keluaran yang responsif gender haruslah berupa sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari sesuatu kegiatan baik berupa fisik dan atau non fisik. Langkah 8 Penetapan Indikator Outcome Subkegiatan Indikator hasil suatu kegiatan yang responsif gender haruslah dikaitkan dengan segala seuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran atau yang menjadi efek langsung mengenai perubahan kondisi perempuan dan laki-laki. Penetapan indikator hasil (outcome) subkegiatan harus yang realistis dengan rumusan tujuan dan sasaran yang ditetapkan dalam grup akun. Untuk menetapkan indikator kinerja hasil suatu subkegiatan yang responsif gender hendaknya memenuhi kriteria berikut: (1) spesifik dan jelas, (2) dapat diukur secara obyektif, (3) relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dan (4) tidak bias terhadap kelompok sasaran penerima manfaat untuk perempuan dan laki-laki. Selain penetapan indikator hasil, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah indikator manfaat dan dampak yang terkait dengan aspek gender yang berguna bagi perempuan dan laki-laki.

27

BAB V MONITORING DAN EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER DI BIDANG PEKERJAAN UMUM
Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari Pengarusutamaan Gender di tingkat nasional dan daerah. Dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional secara tegas menginstruksikan kepada semua instansi dan lembaga pemerintah, pemerintah propinsi, dan kabupaten/kota untuk melaksanakan PUG mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, atas kebijakan dan program pembangunan nasional sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing lembaga/Departemen. Tujuan pelaksanaan PUG antara lain; agar semua komponen masyarakat mendapatkan manfaat yang sama dari pembangunan, memperoleh akses, partisipasi dan kontrol yang setara antara laki-laki dan perempuan, serta kelompok-kelompok rentan dan termarjinalisasi dalam pembangunan. Demikian halnya Anggaran responsif gender (ARG) adalah suatu strategi pengarusutamaan gender melalui intervensi alokasi anggaran pemerintah sehingga kesenjangan gender di berbagai bidang pembangunan secara bertahap dapat dieliminir melalui penerapan anggaran resposnif gender pada kegiatankegiatan/sub-sub dalam penyusunan rencana kerja anggaran instansi, departemen dan lembaga pemerintah. Kegiatan bidang ke-PU-an yang telah dilaksanakan dan anggaran yang dialokasikan sudah harus memenuhi kriteria responsif gender untuk masing-masing bidang ke-PU-an. Berkaitnya dengan berakhirnya program kegiatan, maka perlu melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja yang telah dilakukan. 5.1. Monitoring Monitoring adalah sebuah usaha untuk memastikan berjalannya dan proses sebuah aktivitas dicatat dengan baik. Hasil monitoring adalah serangkaian data yang akan digunakan untuk evaluasi, penilaian ataupun pengembangan aksi-aksi perbaikan sebagaimana yang diminta. Monitoring dilakukan melalui berbagai cara: dijalankan oleh setiap pihak yang melaksanakan proses aktivitas tersebut ataupun oleh pihak di luar itu, dilakukan secara tetap pada waktu-waktu tertentu ataupun secara random. Monitoring dapat dilakukan pada setiap tahapan kegiatan, apakah dari perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. 5.1.1. Monitoring Perencanaan Yang Responsif Gender Perencanaan yang responsif gender adalah proses pengintegrasian gender ke dalam proses perencanaan pembangunan yang meliputi penyusunan rencana, penetapan rencana dan evaluasi pelaksanaan, di mana pada setiap tahap tersebut wajib melibatkan partisipasi laki-laki dan perempuan. Sasaran monitoring perencanaan yang responsif gender adalah dokumendokumen perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN), Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (RK/L).

28

5.1.2. Monitoring Penganggaran Yang Responsif Gender Dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi ada 3 tahap yang harus dilakukan, yaitu: tahap moniotoring, evaluasi, pelaporan. Ketiga tahap ini akan dijelaskan lebih rinci di bawah ini. Secara umum, aspek-aspek yang dapat menjadi sasaran monitoring dan evaluasi anggaran responsif gender mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran responsif gender di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum, khususnya untuk program-kegiatan/sub kegiatan yang sudah direncanakan sesuai dengan perencanaan dan penganggaran responsif gender di ke-PU-an. Namun hal ini untuk sementara hanya berlaku untuk kegiatan-kegiatan/sub kegiatan yang dipilih Departemen Keuangan untuk menjadi Pilot Proyek penerapan anggaran responsif gender dalam penyusunan anggaran pada tahun anggaran 2010. Dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi responsif gender dapat disesuaikan metode dan format yang sudah ada di departemen Pekerjaan Umum. Tahap Monitoring Pada tahap ini ada dua kegiatan yang harus dilakukan yaitu: (1) Persiapan; yaitu mengumpulkan, memilah dan menyajikan data yang terkait dengan penerapan anggaran responsif gender pada kegiatan/sub kegiatan. (2). Pelaksanaan, yaitu pelaksanaan monitoring oleh KL untuk menjawab pertanyaan yang sudah tersedia pada instrumen monitoring dan evaluasi. Di bawah ini adalah format sederhana yang dapat digunakan untuk melakukan monitoring dan evaluasi mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. a. Instrumen Monitoring ARG Tahap Perencanaan

Pada tahap perencanaan, dokumen yang menjadi fokus Monev anggaran responsif gender adalah dokumen Rencana Kerja dan Anggaran (RKA-KL), Term of Reference (TOR), Gender Budget Statement (GBS).

29

FORMULIR 5-1 Instrumen Monitoring ARG Tahap Perencanaan Bidang Ke-PU-an TA .....
Unit Organisasi (1)1 Cipta Karya (Contoh) Kegiatan/ Sub Kegiatan (2)2

Pertanyaan (3) 1. Apakah penyusunan kegiatan/sub kegiatan sudah mengunakan analisis gender? 2. Apakah kegiatan/sub kegiatan tersedia dokumen GBS? 3. Apakah dokumen GBS dijadikan dasar untuk menyusun kerangka acuan kegiatan (KAK)/TOR? 4. Apakah isu gender dipertimbangkan dalam penyusunan RKA/TOR? 5. Apakah subkegiatan dalam RKA menjawab isu kesenjangan gender? 6. Apakah input (anggaran dan input lainya) rasional yang ada pada TOR/RKA untuk mengurangi kesejangan gender? 7. Apakah tujuan kegiatan dalam dalam RKA/TOR berhungan dengan hasil (outcome0 pada RKA? 8. apakah tujuan kegiatan/subkegiatan secara jelas akan memberi manfaat kepada perempuan dan laki-laki?

Jawaban Ya Tidak (4)3 (5)4

Ket (6)5

b.
1 2

Instrumen Monitoring ARG Tahap Pelakanaan

Kolom 1 Isi dengan unit kerja Anda. Kolom 2 Isi dengan kegiatan/sub kegiatan yang menjadi percontohan anggaran responsif gender pada TA. 2010. 3 Pada kolom 4, bubuhkan () pada kolom yang tersedia jika Anda menjawab YA. 4 Pada kolom 5 Bubuhkan () pada kolom yang tersedia jika Anda menjawab TIDAK. 5 Kolom 6 isi dengan tanggapan anda jika Anda tidak bisa menjawab YA atau TIDAK.

30

Pada tahap pelaksanaan, dokumen yang menjadi fokus monev adalah proses dan hasil yang dicapai melalui dokumen-dokumen pelaksanaan setiap kegiatan/sub kegiatan.

FORMULIR 5-2 6 Instrumen Monitoring ARG Tahap Pelaksanaan Bidang Ke-PU-an TA .....
Unit Organisasi (1) Cipta Karya (Contoh) Kegiatan/ Sub Kegiatan (2) Pertanyaan (3) 1. Apakah pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan sudah sesuai dengan input RKA- K/L? 2. Apakah pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan sudah sesuai dengan output RKA K/L? 3. Apakah pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan sudah sesuai dengan outcome RKA K/L? 4. Apakah pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan sudah sesuai dengan alokasi anggaran pada RKA K/L? 5. Apakah pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan sudah melibatkan partisipasi laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan ? 6. Apakah pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan sudah memperhatikan penerima manfaat laki-laki dan perempuan? c. Instrumen Monitoring ARG Tahap Pertanggungjawaban Jawaban Ya Tidak (4) (5) Ket (6)

Pada tahap pertanggungjawaban, dokumen yang akan dievaluasi adalah laporan pertanggungjawaban setiap kegiatan dengan membandingkan dengan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan yang sudah menerapkan anggaran responsif gender.

Pengisian Formulir 2 ini sama dengan cara pengisian Formulir 1.

31

FORMULIR 5-37 Instrumen Monitoring ARG Tahap Pertanggungjawaban Bidang Ke-PU-an TA .....
Unit Organisasi (1) Cipta Karya (Contoh) Kegiatan/ Sub Kegiatan (2) Pertanyaan (3) 1. Apakah hasil kegiatan kegiatan/sub kegiatan sudah sesuai dengan RKA- K/L dan DIPA? 2. Apakah hasil kegiatan kegiatan/sub kegiatan sudah memberikan akses yang setara bagi laki-laki dan perempuan? 3. Apakah hasil kegiatan kegiatan/sub kegiatan sudah melibatkan perempuan laki-laki dan perempuan? 4. Apakah hasil kegiatan kegiatan/sub kegiatan sudah memberikan manfaat yang adil bagi laki-laki dan perempuan? 5. Apakah hasil kegiatan kegiatan/sub kegiatan dapat mengurangi kesenjangan gender sesuai dengan analisa situasi semula? 6. Apakah alokasi anggaran yang teredia dapat memberikan manfaat maksimal untuk mengatasi kesenjangan gender sesuai dengan analisa situasi. 5.2. Evaluasi Evaluasi adalah sebuah proses di mana keberhasilan yang dicapai dibandingkan dengan seperangkat keberhasilan yang diharapkan. Perbandingan ini kemudian dilanjutkan dengan pengidentifikasian faktor-faktor yang berpengaruh pada kegagalan dan keberhasilan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara internal oleh mereka yang melakukan proses yang sedang dievaluasi ataupun oleh pihak lain, dan dapat
7

Jawaban Ya Tidak (4) (5)

Ket (6)

Pengisian Formulir 2 ini sama dengan cara pengisian Formulir 1 atau Formulir 2.

32

dilakukan secara teratur maupun pada saat-saat yang tidak beraturan. Proses evaluasi dilakukan setelah sebuah kegiatan selesai, dimana kegunaannya adalah untuk menilai/menganalisa apakah keluaran (output), hasil (outcomes) ataupun dampak (impact) dari kegiatan yang dilakukan sudah sesuai dengan yang diinginkan. 3.5.4. Evaluasi Perencanaan Yang Responsif Gender Sebagaimana disebutkan di atas bahwa sasaran monitoring perencanaan yang responsif gender adalah dokumendokumen perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN), Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (RK/L). engan demikian untuk mengetahui apakah perencanaan tersebut sudah responsif gender adalah dengan menghitung pertanyaan-pertanyaan kunci yang sudah ditetapkan dalam monitoring perencanaan yang responsif gender. 5.2.2. Evaluasi Penganggaran Yang Responsif Gender Pada tahap ini ada dua kegiatan yang harus dilakukan yaitu: (1) Pengolahan Data; yaitu menelaah jawaban pada instrumen monev perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban, kemudian memberikan nilai terhadap jawaban tersebut. Evaluasi penerapan anggaran responsif gender yang terintegrasi pada kegiatan/sub kegiatan pembangunan dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan. Namun ada 3 (tiga) pendekatan pokok yang dapat digunakan, baik oleh pihak pembuat kebijakan maupun pihak yang mengawasi dan menilai kebijakan perencanaan itu sendiri. Pendekatan-pendekatan dimaksud adalah: pertama, pendekatan yang mengevaluasi sejauh mana proses penyusunan kebijakan perencanaan tersebut dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip anggaran responsif gender. kedua, pendekatan input yaitu menekankan penyusunan kebijakan perencanaan menggunakan input yang valid yaitu termasuk penggunaan data terpilah menurut jenis kelamin, akurat dan efisien; dan ketiga, pendekatan output yaitu menitikberatkan kepada kegiatan/sub kegiatan. Pendekatan yang digunakan dalam evaluasi ini menitiberatkan pada dokumen kebijakan kegiatan/sub kegiatan, yaitu sejauhmana substansi kegiatan/sub kegiatan menerapkan prinsip penyusunan anggaran responsif gender. Evaluasi ini mencakup pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban kegiatan/sub kegiatan. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan Formulir-4. Petunjuk Pengisian: 1. 2. 3. 4. Kolom 1 isi dengan nama unit organisasi Anda. Kolom 2 Isi dengan kegiatan/sub kegiatan yang menjadi percontohan anggaran responsif gender pada TA. 2010. Kolom 4 isi dengan jumlah jawaban YA dari setiap tahap proses penganggaran responsif gender. Kolom 5 isi dengan jumlah jawaban TIDAK dari setiap tahap proses penganggaran responsif gender.

33

FORMULIR 4-4 Instrumen Evaluasi Anggaran Responsif Gender Bidang Ke-PU-an TA .....
Unit Organisasi (1) Cipta Karya (Contoh) Kegiatan/ Sub Kegiatan (2) Komponen Evaluasi (3) Perencanaan Pelaksanaan Pertanggungjawaban Grand Total Total Jawaban Ya Tidak (4) (5)

KLASIFIKASI EVALUASI No 1. 2. 3. Nilai Variabel 15 20 8 14 17 Kriteria Penilaian Responsif Gender Kurang Responsif Gender Tidak responsif Gender

4.2.3. Tahap Pelaporan Monev


Tahap ini merupakan tahap akhir dari monitoring dan evaluasi penerapan anggaran responsif gender. Tim monev setelah menyelesaikan tugasnya, menyusun laporan kesimpulan kualitatif hasil monev. Laporan kesimpulan kemudian didiskusikan dengan unit-unit kerja yang sudah menerapkan anggaran responsif gender pada kegiatan/sub kegiatan masing-masing.

34

DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU BPKP, (2004), Pengukuran Kinerja dan Evaluasi Kinerja. Debbie Budlender, Diane Elson, Guy Hewitt and Tanni Mukhopadhyay,2002. Understanding Gender Responsive Budgets. Department of Health & Human Services, Office of Inspectorate General, (1994), Practical Evaluation for Public Managers, Getting The Information You Need , Office of Inspector General. Gray, Sandra T. and Associates, (1998), Evaluation with Power, A New Approach to Organizational Effectiveness, Empowerment, and Excellence, A publication of Independent Sector, Jossey-Bass Publishers, San Francisco. Nogel, Stuart S. (1999), Policy Analysis Methods, Nova Science Publisher, Inc. New York. Owen, John M. and Patricia J. Rogers, (1999), Program Evaluation, Forms and Approaches-International Edition, SAGE Publications, London. Rinusu, Penyusunan Anggaran Kinerja Berbagis Gender Bagi Perencana Departemen Hukum dan Ham, Juni 2009. Weimer, David L. and Aidan R, Vining, (1998), Policy Analysis, Concepts and Practice, Prentice Hall, New Jersey. Bahan Pembelajaran Pengarusutamaan Gender, Cetakan ke-4, 2005 (BKKBN, KNPP, UNFPA). B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Peraturan Pemerintah (PP) No. 8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 tentang Rencana Kerja Pemerintah. Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

35

Panduan Pelaksanaan Inpres No. 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Kepmendagri No.15/2008 tentang Pedoman umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan di Daerah. PERMENKEU No. 105/PMK.02/2008 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2009. PERMENKEU No. 119/PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2010.

36

37

Anda mungkin juga menyukai