Anda di halaman 1dari 13

TI JAUA PUSTAKA Kancil (Tragulus javanicus) Klasifikasi dan Morfologi Ruminansia adalah jenis hewan yang mempunyai kebiasaan

memamahbiak. Ruminansia dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan jenis makanannya. Golongan pertama adalah pemakan rumput berserat kasar, seperti sapi, kerbau, domba. Golongan kedua adalah ruminansia pemakan rumput dan daun-daunan, seperti kambing, gazelle, dan impala. Golongan ketiga adalah ruminansia pemakan daundaunan, umbi, biji-bijian, dan buah-buahan yang mudah dicerna. Perbedaan jenis makanan ini menimbulkan adanya perbedaan struktur anatomis alat pencernaan masing-masing golongan. Kancil yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ruminansia golongan ketiga (Kay et al., 1980). Kancil diklasifikasikan kedalam kingdom Animalia, sub kingdom Metazoa, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactila, sub ordo Ruminansia, famili Tragulidae, dan genus Tragulus. Genus Tragulus dibagi menjadi tiga spesies yaitu Tragulus napu dengan berat antara 5-8 kg, T. meminna dengan berat 2.25-2.70 kg, dan T. javanicus dengan berat 2-2.5 kg. Kancil merupakan hewan herbivora. Ukuran panjang badannya antara 45-100 cm dengan tinggi antara 20-40 cm. Satwa ini memiliki kepala kecil, moncong mulut lebar dengan rambut yang sedikit di bagian hidung, matanya lebar tanpa kelenjar air mata, telinganya kecil dan memusat. Lehernya pendek dan tidak bertanduk. Kancil memiliki empat kaki, kuku semu lebih lemah daripada kuku tengah. Gigi kancil berjumlah 34. Hewan jantan memiliki gigi taring atas yang panjang dan berbentuk tombak, sedangkan kancil betina memiliki gigi taring atas kecil. Perutnya terdiri dari empat bagian tetapi omasumnya tereduksi dan kecil. Betina memiliki empat puting, jantan memiliki skrotum yang tidak runcing dan penisnya berbentuk spiral (Grzimek, 1972). Habitat dan Status Konservasi Habitat merupakan hasil interaksi berbagai komponen yaitu komponen fisik yang terdiri dari air, tanah, topografi, dan iklim (makro dan mikro) serta komponen biologis yang terdiri dari manusia, vegetasi, dan satwa. Habitat yang sesuai menyediakan semua kelengkapan habitat bagi suatu spesies selama musim tertentu

atau sepanjang tahun (Smiet, 1986). Kelengkapan habitat terdiri dari beberapa jenis termasuk makanan, perlindungan, dan faktor-faktor lain yang diperlukan oleh spesies kehidupan liar untuk bertahan hidup dan melangsungkan reproduksinya secara berhasil (Bailey, 1984). Wilayah jelajah (home range) adalah wilayah yang dikunjungi satwa liar secara tetap karena dapat memenuhi kebutuhan makan, minum serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung, tempat tidur, dan tempat kawin (Alikodra, 1990). Hasil penelitian Farida et al. (2003) di Cagar Alam Nusakambangan Barat dan Nusakambangan Timur menyatakan bahwa habitat kancil tersebar hampir di semua lokasi di wilayah luar maupun dalam kawasan. Kancil menyukai habitat di tempat-tempat rimbun misalnya di bawah rimbunan pohon-pohon salak, banyak jatuhan daun-daun kering dan umumnya tempat bersarangnya tidak jauh dari sungai. Kancil merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, status konservasi kancil bersama semua anggota genus Tragulus merupakan satwa yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia (Departemen Kehutanan, 1999). Karakteristik Karkas dan Kandungan utrisi Daging Kancil Rataan karkas kancil sebesar 52,03%. Persentase karkas kancil jantan lebih kecil daripada kancil betina. Kancil jantan memiliki berat organ-organ non-karkas yang lebih berat dibanding kancil betina. Kancil memiliki persentase karkas tidak jauh berbeda dengan kambing dan domba (Rosyidi, 2005). Rataan karkas kancil, kambing, dan domba tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Rataan Karkas Kancil, Kambing, dan Domba Jenis Hewan Kancil Domba Kambing Kacang Kambing Peranakan Etawah
Sumber : (Rosyidi, 2005)

Rentangan (%) 47,14-55,68 45,00-57,00 40,72-44,22 43,37-49,76

Rataan (%) 52,03 52,00 42,46 46,65

Kandungan asam amino kancil relatif tinggi dan lengkap dibandingkan dengan ternak lainnya kecuali kerbau (Widiatmoko, 2005). Kandungan asam amino daging kancil dibandingkan dengan ternak lain disajikan pada Tabel 2. Kancil termasuk salah satu spesies satwa liar yang mampu menghasilkan proporsi produksi

daging yang relatif tinggi sehingga kancil mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai salah satu hewan penghasil daging yang potensial (Rosyidi, 2005). Setiawan (2005) melaporkan bahwa daging kancil memiliki daya mengikat air rendah, susut masak besar, dan sangat empuk. Daging kancil matang memiliki kesan juiceness sedang, empuk, tekstur agak halus, dan rasa yang gurih. Daging kancil jantan maupun betina tidak berbeda nyata secara fisik maupun organoleptik, kecuali untuk warna daging matang betina lebih cerah dibandingkan jantan. Tabel 2. Kandungan Asam Amino Daging Kancil dan Beberapa Ternak Lain
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Asam Amino As. Aspartat As. Glutamat Serin Glisin Histidin Arginin Threonin Alanin Prolin Tirosin Valin Methionin Sistin Isoleusin Leusin Phenilalanin Lisin Kancil Sapi Kerbau Domba Kambing .%................................. 0,93 2,56 1,49 3,97 0,58 0,87 0,30 1,07 1,32 0,07 0,77 0,18 0,13 0,47 1,22 0,41 0,46 0,41 0,11 1,17 0,29 0,30 0,90 1,42 0,46 1,19 0,35 0,82 0,19 0,19 0,51 0,11 1,32 0,34 0,34 0,21 0,05 0,65 0,19 0,17 0,43 0,36 0,08 0,08 0,36 0,08 1,23 0,29 0,32 0,18 0,19 1,88 0,48 0,53 0,19 0,10 0,90 0,21 0,22 0,56 0,18 1,80 0,49 0,47

Sumber : (Widiatmoko, 2005)

Tingkah Laku Tingkah laku hewan adalah suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya. Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku yaitu berkurangnya sifat liar dan agresif, musim kawin yang lebih panjang, dan kehilangan sifat berpasangan (Craig, 1981). Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Menurut Stanley dan Andrykovitch (1984), tingkah laku maupun kemampuan

belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen. Tingkah laku individu dalam satu spesies secara umum relatif sama meskipun terdapat variasi. Tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya yaitu berupa tingkah laku dasar. Perilaku satwa adalah respon atau ekspresi satwa terhadap rangsangan atau stimulus atau agent yang mempengaruhinya. Rangsangan dibagi menjadi dua macam yaitu rangsangan dalam dan rangsangan luar. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis, sekresi hormon, dan faktor motivasi. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis, dan rangsangan kimia (Mukhtar, 1986). Rosyidi (2005) menyatakan, perilaku merupakan suatu kegiatan yang diperlihatkan oleh hewan dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Satwa liar sebagian besar mempunyai berbagai pola tingkah laku yang dapat dicobakan untuk suatu situasi, dengan demikian kancil belajar menerapkan salah satu pola yang menghasilkan penyesuaian terbaik (Alikodra, 1990). Perilaku merupakan suatu aktivitas yang perlu melibatkan fungsi fisiologis. Setiap macam perilaku melibatkan penerimaan rangsangan melalui panca indera. Perubahan rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik, baik internal maupun eksternal (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985). Kebanyakan perilaku yang diarahkan untuk suatu tujuan (seperti makan, minum, tidur, dan seksual) terdiri dari tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. Tiga tahap tersebut yaitu perilaku apetitif, konsumatoris, dan refraktoris. Tahap apetitif dapat sederhana atau kompleks, sering mencakup mencari dari perilaku yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung untuk konsisten, memperlihatkan sedikit perbedaan dari individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instinktif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk memberi respon selalu ada. Satwa liar mempunyai berbagai tingkah laku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Menurut Mukhtar (1986), aktivitas tingkah laku dapat dikelompokkan kedalam sembilan sistem tingkah laku, yaitu: (1) tingkah laku makan dan minum (ingestif); (2) tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking), adalah kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya; (3) tingkah laku persaingan antara dua

satwa yang sejenis (agonistik), umumnya terjadi selama musim kawin; (4) tingkah laku seksual yang merupakan tingkah laku peminangan (courtship), kopulasi dan halhal lain yang berkaitan dengan hubungan satwa jantan dan betina satu jenis; (5) care giving atau epimelitic adalah pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour); (6) tingkah laku meminta dipelihara merupakan tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa (care soliciting atau et-epimelitic); (7) tingkah laku eliminatif atau tingkah laku membuang kotoran; (8) tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan (allelomimetik); dan (9) tingkah laku memeriksa lingkungannya (investigatif). Tingkah Laku Makan Hewan mempunyai tiga cara dalam memperoleh makanan, yaitu pertama tetap berada di tempat dan makanan datang sendiri, kedua berjalan untuk mencari makan, dan ketiga menjadi parasit bagi organisme lain. Tingkah laku makan dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis makanan yang tersedia, dan habitat (Warsono, 2002). Fungsi utama tingkah laku adalah untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam. Tingkah laku makan disebabkan oleh adanya rangsangan dari luar (makanan) dan rangsangan dari dalam (adanya kebutuhan atau lapar). Tingkah laku ini berkembang sesuai dengan perkembangan dari proses belajar (Alikodra, 1990). Satwa liar mempunyai tingkah laku proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Satwa liar melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan persaingan dan bekerja sama untuk mendapatkan makanan, perlindungan, pasangan untuk kawin, reproduksi dan sebagainya untuk mempertahankan kehidupannya (Alikodra, 1990). Hasil pengamatan Winarto et al. (1991) melaporkan secara berurutan dari beberapa pakan yang disukai kancil adalah pisang, kacang panjang, kangkung, pepaya, jambu biji, jagung, mentimun, tomat, wortel, dan bayam. Penggunaan otot bibir pada kancil dalam mengambil pakan tidak terlalu aktif dibandingkan pada domba. Penggunaan bibir pada kancil hanya untuk mengangkut pakan, sedangkan pemotongan pakan dilakukan oleh gigi geraham. (Winarto et al., 1991). Keadaan seperti demikian dikarenakan otot-otot bibir relatif kurang

berkembang yang mengakibatkan pasifnya gerakan bibir dalam menangkap pakan. Bibir pada kancil berfungsi untuk mengambil dan menahan pakan untuk dimasukkan ke dalam mulut (Nurhidayat et al., 1992). Otot bibir pada domba berkembang baik untuk merumput (Hafez, 1969). Kancil yang hidup di alam mendapatkan pakan dari tumbuhan dan buahbuahan. Hasil penelitian yang dilakukan di Nusakambangan Barat dan Timur melaporkan ada 34 jenis tumbuhan hutan yang tergolong kedalam 21 suku tumbuhan sebagai sumber pakan kancil dan kijang, 14 jenis diantaranya adalah jenis tumbuhan yang dipilih kancil sebagai sumber pakannya, 19 jenis tumbuhan yang dimakan kijang, dan hanya 1 jenis tumbuhan berupa daun muda dan buah uris-urisan (Grewia laevigata) yang dimakan oleh kancil dan kijang (Farida et al., 2003). Dilaporkan dari penelitian di Taman Nasional Gunung Halimun bahwa tercatat sebanyak 50 jenis tumbuhan hutan yang termasuk kedalam 22 famili dari tanaman hutan yang dipilih oleh kancil dan rusa sebagai sumber makanan. Terdapat 44 jenis tumbuhan hutan yang dimakan kancil dan 50 jenis yang dimakan rusa (Farida et al., 2006). Kancil termasuk Sub ordo Ruminansia yang mempunyai perilaku

memamahbiak. Aktivitas memamahbiak umumnya dilakukan pada waktu istirahat setelah makan sebagaimana ruminansia lain. Memamahbiak dilakukan dengan duduk, posisi kaki depan maupun belakang ditekuk di bawah badan. Aktivitas memamahbiak selama ada waktu kosong. Frekuensi memamahbiak pada siang hari lebih tinggi daripada malam hari, namun mencapai puncak pada periode pukul 22.0002.00 WIB. Puncak aktivitas makan pada kancil yang hidup secara berkelompok di Kebun Binatang Ragunan dan Surabaya terjadi pada pukul 09.00-12.00 WIB dan pada periode 15.00-18.00 WIB (Winarto et al., 1991). Tingkah Laku Membuang Kotoran (Defekasi dan Urinasi) Kancil pada saat urinasi bisa di sembarang tempat, akan tetapi yang paling sering biasanya menempatkan urinnya pada tempat yang sama di sudut kandang dekat tempat buang feses. Kancil betina saat akan melakukan urinasi ditandai dengan merendahkan pantat sambil membuka paha lebar-lebar, sedangkan pada kancil jantan hanya sedikit merendahkan pantatnya dan tidak membuka paha terlalu lebar. Proses urinasi yang umum pada jantan air mengucur ke bawah dari bawah perut, sedangkan yang betina air kencing mengucur dari belakang pantat seperti pancuran (Rosyidi,

2005). Jumlah dan komposisi urin sangat berubah-ubah dan tergantung pemasukan bahan makanan, berat badan, usia, jenis kelamin dan lingkungan hidup seperti temperatur, kelembaban, aktivitas tubuh, dan keadaan kesehatan (Koolman et al., 2000). Tingkah Laku Istirahat Perilaku istirahat pada hewan dilakukakan dalam berbagai bentuk yaitu tidur (siang hari pada hewan nokturnal), duduk di atas panjatan tanpa melakukan aktivitas lainnya dan lain sebagainya. Istirahat (tidak bergerak) menunjukkan tidak adanya aktivitas kadang diselingi dengan merawat tubuh (grooming) (Kinnaird, 1997). Perilaku istirahat pada kancil meliputi perilaku diam, istirahat untuk memamahbiak, dan tidur. Perilaku diam biasanya dilakukan di sudut kandang yang jauh dari pintu kandang. Perilaku diam dilakukan dengan keempat kakinya lurus menapak ke lantai tidak bergerak, kepala agak menunduk, kadang-kadang matanya terlihat menutup (Rosyidi, 2005). Tingkah Laku Minum Aktivitas minum dilakukan oleh hewan untuk memenuhi kebutuhan akan air. Hewan akan minum jika merasa haus. Winarto et al. (1991) melaporkan bahwa selama pengamatan yang dilakukan di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta aktivitas minum pada kancil sangat jarang dilakukan. Aktivitas minum hanya diketahui 1-2 kali saja. Pengamatan yang dilakukan di Kebun Binatang Surabaya aktivitas minum tidak pernah dilakukan. Kebutuhan air diduga sudah terpenuhi dari makanan yang didapat dan didukung lingkungan kandang yang sejuk. Rosyidi (2005) melaporkan bahwa kemampuan menahan haus pada kancil diduga karena kemampuan dinding sel darah merah kuat sehingga mampu menahan terjadinya hemolisis. Kemampuan sel darah merah dalam menahan terjadinya hemolisis dibuktikan dari hasil penelitian di laboratorium bahwa darah kancil tahan terhadap penambahan NaCl hingga 25%. Tingkah Laku Merawat Diri Grooming merupakan salah satu tingkah laku pada hewan untuk merawat dirinya dari ektoparasit yang melekat pada rambut di permukaan tubuhnya (Mitchell dan Erwin, 1987). Perilaku grooming merupakan rangkaian dari perilaku istirahat (perilaku merawat tubuh ini lebih sering dilakukan pada saat istirahat). Perawatan

tubuh pada kancil dilakukan dengan cara menggosok-gosokkan badannya ke benda keras. Perilaku merawat tubuh dilakukan pada dua posisi, yaitu berdiri dan rebah. Perilaku merawat diri dilakukan dengan cara menjilati bulu-bulu di sekitar bibir kiri maupun bibir kanan dengan menggunakan lidah. Lidah juga digunakan untuk membersihkan bulu di kaki dan perut (Rosyidi, 2005). Tingkah Laku Bergerak (Lokomosi) Tingkah laku bergerak adalah semua pergerakan satwa dari satu tempat ke tempat lainnya (Kinnaird, 1997). Tingkah laku lokomosi pada kancil adalah aktivitas kancil pada saat berjalan-jalan untuk makan, minum, dan bermain. Aktivitas berjalan pada kancil dilakukan dengan cara melangkahkan kaki secara bergantian antara kaki kanan dan kiri (Rosyidi, 2005). Pemilihan dan Konsumsi Pakan Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) diartikan sebagai jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1995). Konsumsi zat makanan sangat diperlukan untuk membantu metabolisme dalam tubuh (Sutardi, 1980). Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari makan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indra hewan terhadap pakan, proses memilih pakan, dan proses menghentikan pakan. Produktivitas hewan salah satunya dapat dilihat dari jumlah konsumsi. Konsumsi pakan akan bertambah jika diberikan pakan yang berdaya cerna lebih tinggi daripada pakan yang berdaya cerna rendah. Temperatur lingkungan yang tinggi menurunkan konsumsi sedangkan penurunan temperatur merangsang pusat makan untuk meningkatkan konsumsi pakan (Arora, 1989). Cara pengambilan pakan pada kancil agak sedikit berbeda dibandingkan dengan ruminansia lain. Pengambilan pakan diawali dengan pemilihan pakan menggunakan alat penciuman. Kancil mengambil pakan pilihannya setelah memilih pakan yang disediakan. Pengambilan pakan dilakukan dengan menggunakan bibir atas dan bawah kemudian pakan yang diambil dibawa langsung ke gigi geraham. Pakan yang telah sampai di gigi geraham dikunyah sebentar sebelum ditelan. Lama pengunyahan awal ini tergantung dari jenis pakan yang dipilihnya (Nurhidayat et al., 1992). Pengambilan rumput pada domba dilakukan dengan bibir yang ototototnya berkembang dengan baik (Hafez, 1969). Pakan yang berupa pisang, pepaya, 10

dan mentimun hanya dikunyah beberapa kali saja lalu ditelan. Pakan yang berupa sayur-sayuran dan polong-polongan yang ukuran panjangnya 10-20 cm dikunyah bertahap sampai keseluruhan potongan itu masuk kemudian baru ditelan (Winarto et al., 1991). Jenis Pakan Pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna, dan digunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa jenis pakan merupakan bahan-bahan pakan yang dapat dimakan atau edible. Bahan pakan mengandung zat-zat makanan, yaitu komponen-komponen yang ada dalam bahan pakan tersebut yang dapat digunakan oleh hewan (Tillman et al., 1991). Ubi Jalar Merah (Ipomea batatas) Kandungan protein sebagian besar kultivar ini adalah antara 1,5% dan 2,5%. Ubi jalar merupakan sumber vitamin C yang baik dan vitamin B sedang. Ubi berdaging jingga adalah sumber beta karoten yang amat baik, yang kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan yang berdaging kuning sedangkan yang berdaging putih hanya mengandung sedikit atau tidak mengandungnya (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Rosyidi (2005) melaporkan bahwa komposisi nutrien yang terdapat dalam ubi jalar adalah 35,19% bahan kering, 2,30% protein kasar, 2,56% serat kasar, 1,88% lemak kasar, 93,04% bahan ekstrak tanpa nitrogen, 0,23% abu, 88,46% total digestible nutrients. Oyong (Luffa acutangula) Oyong merupakan jenis tanaman setahun, berbatang lemah, berbulu, dan merambat. Buahnya bulat panjang, berbelimbing dengan ukuran 15-30 cm dan semakin mengecil ke pangkalnya. Oyong banyak ditanam di Asia tropika. Tanaman ini cocok ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1.500 m dpl. Pertumbuhannya tidak membutuhkan perawatan khusus, hanya pada waktunya memerlukan ajir sebagai rambatannya. Buah yang tua berserat. Kandungan airnya tinggi dan nilai gizinya rendah. Oyong dapat memberi rasa dingin pada yang memakannya. (Sastrapradja et al., 1984). Kandungan gizi oyong adalah air 94,5 g, energi 19 Kkal, protein 0,8 g, lemak 0,2 g, karbohidrat 4,1 g, abu 0,4 g, kalsium 19 mg, fosfor 33 mg, besi 0,9 mg (Mahmud et al., 2009).

11

Labu Siam (Sechecium edule) Labu siam atau waluh siyem lebih dikenal dengan nama gambas di daerah Jawa Barat. Tanaman ini tumbuh merambat, batangnya kecil dan panjang. Buah berbentuk seperti bola lampu, berdaging tebal, lunak, dan banyak mengandung air. Tanaman ini berasal dari Amerika tropika, sekarang banyak ditanam di kawasan malesia seperti Filipina, Malaysia dan Indonesia. Labu siam dapat dan mudah tumbuh dimana saja, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Syarat penting untuk pertumbuhannya yaitu penyinaran matahari yang penuh. Tanaman ini tidak menyukai air tergenang. Labu siam memiliki kandungan air sebesar 92% dari buahnya (Sastrapadja et al., 1984). Kandungan gizi labu siam adalah air 92,3 g, energi 30 Kkal, protein 0,6 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 6,7 g, abu 0,3 g, kalsium 14 mg, fosfor 25 mg, besi 0,5 mg (Mahmud et al., 2009). Pisang lampung (Musa sp.) Pisang lampung mirip dengan pisang mas dan memiliki perbedaan pada ujung buahnya. Pisang lampung ujung buahnya lancip sedangkan pisang mas ujung buahnya tumpul. Setiap tandannya terdiri dari enam sampai delapan sisir dan setiap sisir terdiri dari 18-20 buah. Berat setiap sisir 940 gram, berat setiap buah 50 gram. Panjang buah sembilan cm dan lingkar buah 10,5 cm. Warna kulit buah kuning penuh dan warna daging buah kuning kemerahan. Rasa buahnya manis dan aromanya harum. Pisang lampung disajikan sebagai hidangan segar. Jenis pisang ini mudah sekali rontok dari sisirnya. (Satuhu dan Supriyadi, 1999). Sawi Putih (Brassica chinensis) Sawi putih tumbuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tergolong terbesar dan terberat diantara jenis sawi lainnya. (Haryanto et al., 2003). Kandungan gizi sawi putih adalah air 96,6 g, energi 9 Kkal, protein 1 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 1,7 g, serat 0,8 g, abu 0,6 g, kalsium 56 mg, fosfor 42 mg, besi 1,1 mg (Mahmud et al., 2009).

12

Buncis (Phaseolus vulgaris) Tumbuhan ini termasuk kedalam famili leguminosae dan mempunyai dua tipe pertumbuhan, yaitu membelit atau merambat dan tegak. (Setianingsih, 2002). Kandungan setiap 100 g bagian biji kering yang dapat dimakan berisi 10 g air, 22,6 g protein, 1,4 g lemak, 62 g karbohidrat, 4,3 g serat, dan 3,7 g abu. Kandungan energinya rata-rata 1.453 kJ per 100 g. Kandungan setiap 100 g polong muda adalah 91 g air, 1,8 g protein, 0,2 g lemak, 6,6 g karbohidrat, 1 g serat, dan 0,7 g abu. Kandungan energinya rata-rata 126 kJ per 100 g. (Van der Maesen dan Somaatmadja, 1993). Jaat Liar (Phaseolus sp.) Suku polong-polongan atau Fabaceae merupakan salah satu tumbuhan dikotil yang terpenting dan terbesar. Banyak tumbuhan budidaya penting termasuk kedalam suku ini, dengan bermacam-macam kegunaan antara lain sebagai bahan makanan, minuman, bumbu masak, zat pewarna, pupuk hijau, pakan ternak, dan bahan pengobatan. Anggota suku ini dikenal karena kemampuannya mengikat (fiksasi) nitrogen langsung dari udara (tidak melalui cairan tanah) karena bersimbiosis dengan bakteri tertentu pada akar atau batangnya. Tumbuhan ini memiliki kandungan gizi sebagai berikut air 9,61%, abu 8,85%, protein kasar 1,43%, serat kasar 20,02%, energi bruto 3.928,55 kal/gram (Apriyanti, 2010). Dokumentasi jaat liar (Phaseolus sp.) disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Phaseolus sp.


Sumber : Bagus (2009)

Daun Brojo lego (Mikania cordata) Tumbuhan brojo lego (M.cordata) merupakan tumbuhan liar yang banyak terdapat di lingkungan sekitar. Tumbuhan ini bersifat merambat dan mudah tumbuh.

13

Daun brojo lego mempunyai kandungan nutrisi sebagai berikut air 10,58%, abu 11,29%, protein kasar 18,44%, lemak kasar 1,58%, serat kasar 17,44%, energi bruto 3674,84 kal/gram (Apriyanti, 2010). Dokumentasi brojo lego (Mikania cordata) disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Brojo lego (Mikania cordata)


Sumber : Bagus (2009)

Meniran (Phylanthus urinaria) Tumbuhan ini termasuk dalam famili Euphorbiaceae banyak ditemukan tumbuh liar di pekarangan rumah dan ladang. Meniran dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi (1.000 meter dpl.). Seluruh bagian tumbuhan meniran dapat digunakan sebagai obat. Meniran juga berkhasiat mencegah penularan penyakit karena virus dengan memperkuat daya tahan tubuh. Senyawa kimia yang dikandung meniran antara lain filantin, kalium, mineral, dammar, dan zat penyamak (Kusuma, 2005). Kandungan gizi pada meniran adalah kadar abu 6,39%, protein 10,65%, lemak 2,94%, serat kasar 29,97%, energy bruto 3.967 kal/gram (Farida, 2007). Dokumentasi meniran disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Meniran (Phylanthus urinaria)


Sumber : Bagus (2009)

Jambu Biji (Psidium guajava) Jambu biji merah tiap 100 g daging buahnya mengandung 3.100 mikrogram vitamin A dan 310 miligram vitamin C. Buah daging yang pucat warnanya praktis 14

tidak bervitamin A, namun rata-rata masih mengandung 46 miligram vitamin C ( Rismunandar, 1989). Rukmana (2008), melaporkan Tiap 100 g buah jambu biji mengandung 49,0 kalori, 0,9 g protein, 0,3 g lemak, 12,2 g k, 14,0 mg kalsium, 28,0 mg fosfor, 1,1 mg zat besi, 5 SI vitamin A, 0,02 mg vitamin B1, 87,0 mg vitamin C, 86,0 g air, dan 82,0% bagian yang dapat dimakan. Vitamin C hanya terdapat pada daging dan kulit buah yang masih hijau, sedangkan pada buah yang sudah tua dan matang kandungan vitamin C-nya menurun. Jambu biji memiliki kandungan vitamin C paling banyak dibandingkan dengan buah yang lain. Labu Air (Lagenaria siceraria) Labu air atau labu botol (Lagenaria siceraria) adalah tanaman purba yang tersebar luas dan sangat cocok tumbuh pada kondisi semi kering daerah tropika dan subtropika. Tanaman ini berasal dari Afrika yang kemudian didomestikasi di dataran rendah tropika afrika tengah di bagian selatan. Labu air merupakan tanaman setahun dengan batang jalar merambat, panjang, bertulang, dan bercabang banyak, dengan panjang batang 3-15 m. Batang merayap longitudinal dengan bulu lembut dan sulur bercabang, satu pendek dan lainnya panjang. Daunnya sederhana, sangat besar, berbentuk jantung (cordate) atau lonjong dengan lebar 15-30 cm. Permukaan daun tertutup bulu halus lir-beludru dan berbau harum. Tanaman ini cocok tumbuh di tanah bertekstur ringan dan berdrainase baik dengan pH mendekati netral. Buah memerlukan waktu empat sampai lima bulan untuk mencapai matang sempurna dan memiliki kulit keras permanen (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Kandungan gizi labu air adalah air 95 g, energi 19 Kkal, protein 0,6 g, lemak 0,2 g, kh 3,8 g, seratabu 0,4 g, kalsium 12 mg, fosfor 18 mg, besi 0,6 mg (Mahmud et al., 2009). Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) Perkecambahan adalah proses awal pertumbuhan individu baru pada tanaman yang diawali dengan munculnya radikel pada testa benih. Proses perkecambahan dan pertumbuhan perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium pertumbuhan. Air diabsorbsi dan digunakan untuk memacu aktivitas enzimenzim sebagai metabolisma perkecambahan di dalam benih (Salisbury dan Ross, 1992). Kandungan gizi kecambah atau tauge adalah air 90,4 g, energi 34 Kkal, protein 3,7 g, lemak 1,2 g, karbohidrat 4,3 g, serat 1,1 g, abu 0,4 g, kalsium 166 mg, fosfor 74 mg, besi 0,8 mg (Mahmud et al., 2009). 15

Anda mungkin juga menyukai