Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PRAKTIKUM MAMALOGI

DASAR-DASAR TINGKAH LAKU MAMALIA

KELOMPOK 1

NAMA NIM
Haris Santoso 1707025019
Muhammad Farel Hidayat 1707025021
Kamalia Ramadayanti 1607025058
Rina Lestari 1707025016
Umi Zakiah 1707025012
Vivit Aulia Rusady 1707025013
Rani Mardayanti 1607025024

LABORATORIUM EKOLOGI DAN SISTEMATIKA HEWAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGATAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap makhluk hidup mempunyai kemampuan untuk hidup, tumbuh dan
berkembang biak pada habitat yang sesuai. Salah satu cara untuk mempertahakan
hidupnya dengan adanya perilaku harian yang dapat membantunya bertahan
dalam perubahan lingkungan maupun musim. Perilaku akan sangat ditentukan
oleh salah satu faktor yaitu habitat tinggal yang mencakup keamanan dan
ketersediaan bahan makanan demi tumbuh dan berkembang terutama pada musim
kawin atau berkembang biak. Perilaku ini berasal dari hewan tersebut, dimana tiap
hewan memiliki berbagai karakter perilaku harian sesuai dengan anatomi dan
morfologi tubuh masing-masing (Jumilawaty, 2001).
Perilaku merupakan suatu tindakan atau tingkah laku yang dipengaruhi oleh
otot maupun kelenjar tubuh yang berada dalam control sistem syaraf, komunikasi
sel dari sel otak menuju sistem syaraf serta merupakan sebuah respon yang
diberikan dan dipengaruhi oleh lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa perilaku
merupakan sejumlah respon makhluk hidup terhadap impuls internal maupun
eksternal lingkungan (Kikkawa, 1974).
Pada pengamatan tingkah laku hewan digunakan hewan mamalia yaitu mencit.
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang termasuk dalam famili Muridae.
Mus musculus liar atau Mus musculus rumah adalah hewan satu spesies dengan
Mus musculus laboratorium. Semua galur Mus musculus laboratorium sekarang
ini merupakan keturunan dari Mus musculus liar sesudah melalui peternakan
selektif (Santoso, 2006).
Mencit (Mus musculus) merupakan hewan pengerat yang memiliki rambut
bewarna keabu-abuan atau putih, mata bewarna merah atau hitam, kulit
berpigmen dan perut yang sedikit pucat. Mencit dewasa pada umur 35 hari dan
memiliki waktu kehamilan 19-21 hari. Mencit dapat melahirkan 6-15 ekor. Mencit
jantan dan betina siap melakukan kopulasi pada umur 8 minggu. Siklus estrus atau
masa birahi 4-5 hari dengan lama estrus 12-14 jam (Muliani, 2011).
Oleh karena itu praktikum ini dilakukan untuk mengetahui tingkah laku
mamalia baik sosial maupun individu, untuk mengetahui jenis - jenis aktifitas
individu pada mamalia, untuk mengetahui jenis aktifitas tingkah laku pada
mamalia yang tertinggi serta terendah.

1.2 Tujuan Praktikum


Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tingkah laku mamalia social,
untuk mengetahui tingkah laku mamalia individu, dan untuk mengetahui jenis
aktifitas tingkah laku yang memiliki frekuensi tertinggi dan terendah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Mamalia modern merupakan keturunan dari garis silsilah amniotes yang


muncul pada periode permian. Silsilah sinapsid ini ditandai dalam kondisi primitif
dengan memiliki tengkorak dengan satu pembukaan sementara. Mamalia modern
termasuk hewan yang endotermik dan homeotermik, memiliki tubuh sebagian
atau seluruhnya ditutupi oleh rambut, dan memiliki kelenjar susu yang digunakan
untuk makanan anak-anaknya (Hickman, 2004).
Mamalia dengan sistem saraf mereka yang sangat maju dan banyak adaptasi,
menempati hampir setiap lingkungan di bumi yang mendukung kehidupan.
Meskipun bukan kelompok yang besar (sekitar 4600 spesies dibandingkan dengan
lebih dari 9000 spesies burung, kira-kira 24.600 spesies ikan, dan 800.000 spesies
serangga), kelas mamalia mungkin merupakan kelompok yang paling dibedakan
secara biologis di dunia hewan. Mamalia sangat beragam dalam ukuran, bentuk,
bentuk dan fungsi. Ukurannya berkisar dari kelelawar kitti yang baru ditemukan
di Thailand, dengan berat hanya 1,5 g, hingga paus biru, yang mencapai 130
metrik ton (Hickman, 2004).
Mamalia termasuk ke dalam kelompok hewan berulang belakang (vertebrata).
Kerangka mamalia memiliki saraf yang terbuat dari tulang punggung yang disebut
tulang belakang tersebut. Ciri mamalia yang lain yaitu berdarah panas, berambut,
dan menyusui anaknya. Hanya ada dua kelas hewan yang berdarah panas, yaitu
mamalia dan aves. Berdarah panas memiliki arti tubuhnya memiliki suhu tubuh
yang tetap, bahkan ketika cuaca sekelilingnya membeku. Hal ini menyatakan
bahwa mamalia dapat bergerak di es dan salju ketika hewan berdarah dingin pun,
seperti ular dan serangga, merasa terlalu dingin untuk bergerak (Afrizal, 2014).
Adapun ciri-ciri dari hewan mamalia, yaitu tubuh sebagian besar ditutupi
dengan rambut, tetapi akan berkurang beberapa saat sudah menu. Tengkorak
dengan dua kondilus oksipital dan palatum sekunder, tulang turbin di rongga
hidung, telinga tengah dengan tiga lekukan (malleus, incus, stapes). Tujuh
vertebra serviks dan tulang panggul. Mulut dilengkapi dengan gigi diphyodont,
memiliki kelopak mata dan telinga luar (pinnae). Sistem peredaran darah memiliki
empat empat bilik jantung (dua atrium dan dua ventrikel), aorta kiri, dan sel darah
merah berbentuk bikonkaf. Sistem pernapasan menggunakan paru-paru dengan
alveoli, laring, palatum, diafragma otot untuk pertukaran udara dan rongga
abdominal. Sistem eksresi menggunakan ginjal dengan ureter yang biasanya
terbuka ke dalam kandung kemih. Otak sangat berkembang, terutama pada bagian
korteks serebral, memiliki 12 pasang saraf kranial. Termasuk jenis Endotermik
dan Homeotermik. Kloaka (hanya ada pada monotremata). Sistem reproduksi
mulai dari jenis kelamin, organ reproduksi penis, testis (biasanya dalam skrotum),
ovarium, saluran telur dan rahim. Pembuahan secara internal, embrio berkembang
dalam rahim dengan perlekatan plasenta (plasenta tidak ada pada monotremata),
memiliki membran janin (amnion, chorion, allantois). Ciri terakhir yaitu mudah
untuk dipelihara oleh manusia dan susu dari kelenjar susu hewan mamalia akan
digunakan untuk membesarkan anaknya (Hickman, 2004).
Mamalia juga merupakan salah satu satwa liar yang memiliki peranan dalam
ekosistem. Di alam mammalia memegang peranan penting sebagai salah satu
penyeimbang dalam ekosistem pada kehidupan liar hewan. Mammalia menempati
berbagai level dalam rantai makanan mulai dari mammalia jenis herbivora sebagai
predator tumbuhan pada urutan yang terbawah hingga mammalia jenis karnivora
sebagai pemangsa urutan teratas. Mammalia juga memiliki peran dalam
membantu menyuburkan tanah, penyerbukan bunga, pengendali hama/ penyakit
dan menyebarkan biji. Selain itu, mammalia ternyata juga memiliki nilai penting
secara estetika dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Dilihat dari segi
kelimpahannya, mammalia biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis
hewan lainnya, tetapi mammalia sering disebut sebagai ”Ecological Landscaper”
karena mammalia memiliki kemampuan dalam mengubah kondisi fisik dan
kondisi biologi suatu landscape sehingga berpengaruh terhadap kondisi ekosistem
di daerah tersebut. Lingkungan tempat hidup mamalia juga akan banyak
mempengaruhi keberadaan mammalia tersbut dalam suatu komunitas. Mammalia
terestrial (hidup di darat) termasuk ke dalam jenis makhluk hidup homeotermal
yang sering melakukan pemilihan lingkungan hidup secara musiman. Hal ini
disebabkan oleh kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitar. Hal penting yang dapat menjelaskan distribusi mammalia yaitu curah
hujan maksimum dan tahunan yang menjadi peubah kondisi habitat penting
(Kirmi, 2019).
Hewan mencit merupakan jenis hewan yang termasuk kedalam jenis hewan
uji coba yang sering digunakan untuk penelitian. Hewan uji coba adalah hewan
yang sengaja dipelihara untuk digunakan sebagai hewan model yang berkaitan
untuk pembelajaran dan pengembangan berbagai macam bidang ilmu dalam skala
penelitian atau pengamatan 2 laboratorium. Hewan coba banyak digunakan
sebagai penunjang dalam melakukan pengujian-pengujian terhadap obat, vaksin,
atau dalam penelitian biologi. Hewan bisa digunakan sebagai hewan coba apabila
hewan tersebut bebas dari mikroorganisme patogen, mempunyai kemampuan
dalam memberikan reaksi imunitas yang baik, kepekaan hewan terhadap sesuatu
penyakit, dan performa atau performa atau anatomi tubuh hewan percobaan yang
dikaitkan dengan sifat genetiknya. Hewan coba yang sering digunakan yakni
mencit(Mus musculus), tikus putih (Rattus Norvegicus), kelinci (Oryctolagus
cuniculus), dan hamster (Tolistiawaty, 2014).
Mencit (Mus musculus L.) termasuk ke dalam genus Mus, jenis musculus dan
termasuk ke dalam famili muridae. Mencit merupakan salah satu hewan yang
paling sering dijadikan bahan penelitian dalam bidang medis di laboraturium.
Jantung mencit terdiri dari 4 ruang dengan 2 atrium yang berdinding tipis dan 2
ventrikel yang berdinding lebih tebal (Kusumawati, 2004).
Hewan mamalia lain yaitu kuskus beruang (Ailurops ursinus) yang tergolomg
ke dalam jenis Marsupialia, famili Phalageridae dan merupakan famili dengan
penyebaran cukup luas di antara jenis Marsupialia lainnya. Kuskus beruang
termasuk marsupili sehingga merupakan salah satu dari dua jenis mamalia
berkantung, dan uniknya hewan ini merupakan endemik Pulau Sulawesi
(Talumepa, 2016).
Dari hewan mamalia, sebagai contoh mencit maupun kuskus dapat dipelajari
tingkah lakunya yang akan menjadi tingkah laku dasar mamalia. Tingkah laku
yang pertama yaitu istirahat. Waktu istirahat kuskus beruang dapat terjadi pada
pagi hari, siang hari dan sore hari, begitupun dengan mecit. Biasanya istirahat
dilakukan setelah selesai makan dan kegiatan pada saat istirahat yaitu berdiam diri
dan bisa sampai menutup matanya untuk hewan mencit, sedangkan untuk kuskus
dapat menggerakkan ekornya (Talumepa, 2016).
Tingkah laku berikutnya yaitu makan. Tingkah laku makan kuskus beruang
merupakan faktor utama yang membuat kuskus beruang sering melakukan
perpindahan tempat atau bergerak yang juga merupakan tingkah laku terendiri
(berpindah tempat). Tingkah laku makan kuskus beruang akan selalu mengikuti
tempatnya berpindah, begitupun dengan mencit (Talumepa, 2016).
Adapun keadaan yang dapat mempengaruhi semua tinkah laku hewan mamalia
yaitu stres. Stres merupakan keadaan di mana individu merasa terancam oleh
lingkungannya. Individu yang stres akan berusaha untuk menyeimbangkan antara
psikis dan fisik terhadap lingkungan tersebut sehingga terjadi tingkah laku sosial
afiliatif (grooming) (Cambu, 2013).
Ada beberapa jenis tingkah laku pada hewan mencit diantaranya yaitu:
Tingkah lokomosi : Lokomosi adalah suatu aktivitas berpindahnya suatu
individu dengan cara berjalan di kandang dan memanjat kandang. Dalam proses
kegiatannya memperlihatkan mencit jantan merupakan spesies yang aktif
bergerak. Pada periode 4-6 jam, mencit jantan di laboratorium banyak
menghabiskan lebih banyak waktu untuk lokomosi (Oktiansyah, 2015).
Tingkah Laku Grooming : Grooming terjadi secara spontan sebagai aktivitas
transisi antara istirahat dan lokomosi. Tingkat lokomosi yang tinggi dari mencit
jantan dewasa dan remaja diduga berpengaruh terhadap waktu transisi sehingga
aktivitas grooming pun terjadi. Grooming pada mencit bertujuan untuk
membersihkan tubuh untuk menjaga kesehatan dengan menghapus detritus
pembawa penyakit parasit, menarik pasangan, dan menghindari predator melalui
penghapusan bau (Oktiansyah, 2015).
Tingkah istirahat : Istirahat merupakan suatu keadaan yang menunjukkan
mencit tidak melakukan aktivitas apapun. Aktivitas istirahat bergantung
kepada aktivitas lain yang telah dikerjakan oleh mencit (Oktiansyah, 2015).
Makan : Aktivitas makan pada masing-masing mencit jantan, yaitu mencit
jantan dewasa 18%, mencit jantan remaja 13%, dan mencit jantan anak 21%. Pada
aktivitas ini, mencit jantan anak memiliki frekuensi tertinggi. Mencit
membutuhkan energi dari makanan untuk pemeliharaan tubuh. Aktivitas makan
yang tinggi ini bertujuan untuk mengatasi apabila tidak terdapat makanan. Mencit
harus berinvestasi lebih banyak makan (disimpang dalam bentuk lemak) sebagai
strategi fisiologis untuk mengalokasikan energi dan asupan nutrisi untuk
pertumbuhan. (Oktiansyah, 2015).
Tingkah Laku sosial : Seksual adalah aktivitas yang muncul karena
adanya interaksi jantan-betina yang bertujuan untuk reproduksi (Oktiansyah,
2015).
Aktivitas mencari makan : Aktivitas mencari makan merupakan aktivitas
mencit mengendus substrat, membolak-balik serasah, dan sebagainya
(Oktiansyah, 2015).
Aktivitas eksplorasi : Aktivitas eksplorasi mencit jantan di laboratorium
berbeda. Perbedaan frekuensi tersebut bergantung pada tahap perkembangan umur
mencit jantan (Oktiansyah, 2015).
Aktivitas minum : Setelah aktivitas makan, mencit jantan melakukan
aktivitas minum. Sama halnya dengan makan, minum juga memiliki fungsi, yaitu
mengurangi rasa haus mencit karena pelet yang dimakan menyerap sebagian besar
air (Oktiansyah, 2015).
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan

Praktikum Mamalogi tentang “Dasar-dasar Tingkah Laku Mamalia”


dilaksanakan pada hari Rabu Tanggal 16 Oktober 2019 pukul 13.00-15.00 WITA.
Bertempat di Laboratorium Ekologi dan Sistematika Hewan gedung C lantai 1.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman,
Samarinda

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah stopwatch,
kamera, alat tulis, kandang mencit
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu 5 ekor mencit
jantan dan 5 ekor mencit betina (Mus musculus), kardus, lakban, pakan mencit, air
minum

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Mengenal dan mendeskripsikan tingkah laku
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu interval sampling.
Disiapkan kandang mencit untuk mengamati tingkah laku mencit. Kemudian
mencit disiapkan 2 ekor mencit jantan dan 3 ekor mencit betina. Kemudian hewan
di tandai agar mudah di amati, setiap orang mengamati 1 ekor mencit. Hewan di
amati selama 100 menit setiap 4 menit sekali. Dicatat apa saja tingkah laku hewan
target tersebut selama 4 menit sekali di dalam table pengamatan yang telah di
buat. Kemudian dideskripsikan masing-masing pengertian tingkah laku dari
hewan target tersebut.
3.3.2 Menghitung Frekuensi dan Durasi Tingkah Laku
Setelah di catat hasil dari apa saja tingkah laku hewan target tersebut
selama 4 menit sekali. Kemudian dihitung dengan menggunakan Rumus
Frekuensi Tingkah laku:

Jumlah suatutingkah Laku


Frekunensi Tingkah Laku= x 100%
Jumla h Seluruh Tingka h Laku
BAB IV

PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
4.1.1 Tabel Frekuensi Aktivitas Mencit (Mus musculus)
AKTIVITAS

NO. MENCIT SOSIAL INDIVIDU

A B C D E F G H I J K L

1. Tom 2 3 0 0 2 6 5 0 0 3 1 3

2. Tim 2 2 0 0 3 4 5 0 0 3 2 4

3. Ella 1 3 0 0 5 3 3 0 0 3 3 4

4. Elli 2 9 0 0 0 0 3 0 0 9 0 2

5. Ello 3 10 0 0 2 2 3 0 0 4 1 0

Keterangan :
1. Aktivitas
1.1 Sosial
- A = Play (bermain)
- B = Alelomimetik (berkelompok)
- C = Play sexual (pejantan menaiki punggung wanita)
- D = sexual (kawin)
1.2 Individu
- E = Ingestif (makan, minum dan merumput)
- F = Investgatory (penyelidikan atau mncari tau)
- G = Shelter seeking (mencari tempat perlindungan)
- H = Agonistik (berkelahi/agresif)
- I = Eliminatif (Buang air besar dan buang air kecil)
- J = Mobilitas (bergerak dan berlarian)
- K = Membersihkan diri
- L = Streching (merenggangkan badan dan beristirahat)
2. Waktu Pengamatan : Dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2019, pukul
13.56 - 15.37 WITA
3. Mencit
- Tom : Mencit Jantan 1
- Tim : Mencit Jantan 2
- Ella : Mencit Betina 1
- Elli : Mencit Betina 2
- Ello : Mencit Betina 3
4. Cuaca : Keadaan cuaca cerah sedikit berawan
Dari hasil pengamatan terhadap aktivitas tingkah laku mencit (Mus
musculus) dengan perbandingan 2 mencit jantan dengan 3 mencit betina, yaitu
pada mencit jantan 1 (Tom) didapatkan aktivitas yang dilakukan secara sosial
yaitu berupa tingkah laku A (Play) dilakukan sebanyak 2 kali dan tingkah laku B
(Alelomimetik) dilakukan sebanyak 3 kali. Sedangkan pada aktivitas yang
dilakukan secara individu yaitu berupa tingkah laku E (Ingestif) dilakukan
sebanyak 2 kali, tingkah laku F (Investigatory) dilakukan sebanyak 6 kali, tingkah
laku G (Shelter seeking) dilakukan sebanyak 5 kali, tingkah laku J (Mobilitas)
dilakukan sebanyak 3 kali, tingkah laku K (Membersihkan diri) dilakukan
sebanyak 1 kali dan tingkah laku L (streching) dilakukan sebanyak 3.
Pada mencit jantan 2 (Tim) didapatkan aktivitas yang dilakukan secara
sosial yaitu berupa tingkah laku A (Play) dilakukan sebanyak 2 kali dan tingkah
laku B (Alelomimetik) dilakukan sebanyak 2 kali. Sedangkan pada aktivitas yang
dilakukan secara individu yaitu berupa tingkah laku E (Ingestif) dilakukan
sebanyak 3 kali, tingkah laku F (Investigatory) dilakukan sebanyak 4 kali, tingkah
laku G (Shelter seeking) dilakukan sebanyak 5 kali, tingkah laku J (Mobilitas)
dilakukan sebanyak 3 kali, tingkah laku K (Membersihkan diri) dilakukan
sebanyak 2 kali dan tingkah laku L (streching) dilakukan sebanyak 4 kali.
Pada mencit betina 1 (Ella) didapatkan aktivitas yang dilakukan secara
sosial yaitu berupa tingkah laku A (Play) dilakukan sebanyak 1 kali dan tingkah
laku B (Alelomimetik) dilakukan sebanyak 3 kali. Sedangkan pada aktivitas yang
dilakukan secara individu yaitu berupa tingkah laku E (Ingestif) dilakukan
sebanyak 5 kali, tingkah laku F (Investigatory) dilakukan sebanyak 3 kali, tingkah
laku G (Shelter seeking) dilakukan sebanyak 3 kali, tingkah laku J (Mobilitas)
dilakukan sebanyak 3 kali, tingkah laku K (Membersihkan diri) dilakukan
sebanyak 3 kali dan tingkah laku L (stracing) dilakukan sebanyak 4 kali.
Pada mencit betina 2 (Elli) didapatkan aktivitas yang dilakukan secara
sosial yaitu berupa tingkah laku A (Play) dilakukan sebanyak 2 kali dan tingkah
laku B (Alelomimetik) dilakukan sebanyak 9 kali. Sedangkan pada aktivitas yang
dilakukan secara individu yaitu berupa tingkah laku G (Shelter seeking) dilakukan
sebanyak 3 kali, tingkah laku J (Mobilitas) dilakukan sebanyak 9 kali, dan tingkah
laku L (stracing) dilakukan sebanyak 2 kali.
Pada mencit betina 3 (Ello) didapatkan aktivitas yang dilakukan secara
sosial yaitu berupa tingkah laku A (Play) dilakukan sebanyak 3 kali dan tingkah
laku B (Alelomimetik) dilakukan sebanyak 10 kali. Sedangkan pada aktivitas
yang dilakukan secara individu yaitu berupa tingkah laku E (Ingestif) dilakukan
sebanyak 2 kali, tingkah laku F (Investigatory) dilakukan sebanyak 2 kali, tingkah
laku G (Shelter seeking) dilakukan sebanyak 3 kali, tingkah laku J (Mobilitas)
dilakukan sebanyak 4 kali dan tingkah laku K (Membersihkan diri) dilakukan
sebanyak 1 kali.
4.2 Grafik Frekuensi dan Perhitungan
4.2.1 Grafik frekuensi mencit (Mus musculus)
45

40

35

30
A
25 D
Frekuensi

E
20 F
I
15 J
K
10
L
5

0
Tom Tim Ella Elli Ello
Mencit
4.2.2 Perhitungan
2
×100 %=8 %
1. Tom (mencit jantan 1) : - A = 25
3
×100 %=12%
- B = 25

2
×100 %=8%
- E = 25

6
×100 %=24 %
- F = 25

5
×100 %=20 %
-G= 25

3
×100 %=12%
- J = 25

1
×100 %=4 %
- K = 25

3
×100 %=12%
- L = 25

2
×100 %=8 %
2. Tim (mencit jantan 2) : - A = 25
2
×100 %=8 %
- B = 25

3
×100 %=12%
- E = 25

4
×100 %=16 %
- F = 25
5
×100 %=20 %
- G = 25

3
×100 %=12%
-J= 25

2
×100 %=8 %
- K = 25

4
×100 %=16 %
- L = 25

1
×100 %=4 %
3. Ella (mencit betina 1) : - A = 25
3
×100 %=12%
- B = 25

5
×100 %=20 %
- E = 25

3
×100 %=12%
- F = 25

3
×100 %=12%
- G = 25

2
×100 %=8 %
- J = 25

3
×100 %=12%
- K = 25

4
×100 %=16 %
- L = 25

2
×100 %=8 %
4. Elli (mencit betina 2) : -A= 25
9
×100 %=36 %
- B = 25

3
×100 %=12%
-G= 25

9
×100%=36 %
- J = 25

2
×100 %=8%
- L = 25

3
×100 %=12%
5. Ello (mencit betina 3) : - A = 25
10
×100 %=40 %
- B = 25

2
×100 %=8%
- E = 25

2
×100 %=8 %
- F = 25

3
×100 %=12%
- G = 25

4
×100 %=16 %
- J = 25

1
×100 %=4 %
- K = 25

4.3 Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Tingkah Laku Mencit


(Mus musculus)

Dari sekian banyak aktivitas yang dilakukan oleh mencit berdasarkan dari
hasil pengamatan yang didapatkan menunjukkan terdapat beberapa gangguan
maupun faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi aktivitas para mencit
salah satunya adalah gangguan dari aktivitas manusia, lalu ada dari cuaca yang
mempengaruhi dari aktivitas mencit bahkan ketersediaan makam dan minuman
mau nutrisi yang cukup untuk mencit itu sendiri (Kirmi, 2019).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil yaitu tingkah laku
mamalia pada aktivitas sosial terdiri dari play, alelomimetik, play seksual,
dan seksual.
 Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil yaitu tingkah laku
mamalia pada aktifitas individu terdiri dari ingestif, investgatory, shelter
seeking, agonistik, eliminatif, mobilitas, membersihkan diri (groming),
streching.
 Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil yaitu jenis aktifitas
tingkah laku yang paling tertinggi yaitu tingkah laku alelomimetik
(tingkah laku yang dilakukan secara berkelompok) pada mencit betina 2
dan pada jenis aktifitas tingkah laku terendah yaitu membersihkan pada
jantan 1 dan betina 3.
DAFTAR PUSTAKA

Cambu, Maria. 2013. Evaluasi Tatalaksana Pemeliharaan dan Tingkah Laku


Sosial Macaca di Taman Marga Satwa Tandurusa Kecamatan Aertembaga
Kota Bitung Sulawesi Utara. Jurnal MIPA Unsrat. Vol. 2, No,2 hal 88-93.
Jumilawaty. 2001. Perilaku Pecuk Hitam (Phalacrocorax sulcirostis) Saat Musim
Berbiak Di Suaka Margasatwa Pulau Rambutan Jakarta. Jurnal Biologi
Sumatera. Padang bulan, Medan. Vol. 1 (1) : 20-23.
Kikkawa, J. M, J, Thorne. 1974. The Behaviour Of Animal John Murray
Publishers. London.
Kirmi, Hifzil. 2019. Tingkat Kehadiran dan Keanekaragaman Jenis Mammalia di
Areal Reklamasi PT. Berau Coal, Kalimantan Timur. Jurnal Biologi dan
Pendidikan Biologi. Vol.5, No.1 hal 35-45.
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press
Muliani, Hirawati. 2011. Pertumbuhan Mencit (Mus musculus L.) Setelah
Pemberian Biji Jarak Pagar. Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol 1(12): 44-
54
Nanang, Afrizal. 2014. Perancangan Aplikasi Pembelajaran Hewan Mamalia
Berbasis Multimedia Dengan Metode Computer Based Instruction (CBI).
Jurnal Informasi dan Teknologi Ilmiah (INTI). Vol.4, No1 hal 153-160.
Oktiansyah, Rian. 2015. Aktifitas Harian Mencit Jantan Di Laboratorium. Jurnal
Research Gate. Vol 1(1) :1-14
Santoso, H.B. 2006. Pengaruh Kafein terhadap Penampilan Reproduksi dan
Perkembangan Skeleton Fetus Mencit (Mus musculus L). Jurnal Biologi X:
39-48.
Tolistiawaty, Intan. 2014. Gambaran Kesehatan pada Mencit (Mus musculus) Di
Instalansi Hewan Coba. Jurnal Vektor Penyakit. Vol 8(1) : 27-32
LAPORAN PRAKTIKUM MAMALOGI

No/Judul Praktikum : 3/ Tingkah laku mamalia


Tanggal Praktikum : Rabu, 16 Oktober 2019

OLEH :
KELOMPOK 2

NAMA NIM
AGNESIA LALONG 1607025035
FITRIA SARI N.H 1707025001
HUSDIATI 1707025022
KENTZAHWA AKBAR. F 1707025037
NDARUNING TRI RAHAYU 1707025002
PUJI RAHAYU 1707025047
RISKY EMELIA UTAMI 1707025952
SUWITO NEGORO 1707025032

JURUSAN BIOLOGI
LABORATORIUM EKOLOGI DAN SISTEMATIKA HEWAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mencit merupakan hewan mammalia yang dimana sering digunakan
sebagai makhluk hidup percobaan laboratorium dalam penelitian. Yang
dimana mencit tersebut dipelihara dengan sengaja untuk digunakan
sebagai hewan model yang berkaitan untuk ilmu pengetahuan dan
perkembangan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau
pengamatan laboratorium. Hewan mencit termasuk hewan uji coba yang
dimana digunakan untuk penunjang dalam melakukan pengujian –
pengujan terhadap obat, dan lain lain dalam penelitian biologi. Hewan uji
coba biasanya menggunakan hewan yang bebas dari mikroorganisme
patogen, memiliki kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang
baik, kepekaan hewan terhadap suatu perubahan pada lingkungan, serta
kemampuan dari tubuh makhluk hidup tersebut yang dikaitkan dengan
sifat genetiknya (Tolistiawaty, 2014).
Secara klasifikasi mencit (Mus musculus) termasuk ke dalam genus
Mus, sub famili murinae, famili muridae, dan ordo rodentia. Mencit yang
sudah di pelihara di laboratorium sebenarnya masih satu famili dengan
mencit liar. Sedangkan mencit yang sering dipakai untuk penelitian
biomedis adalah Mus muscullus. Berbeda dengan hewan-hewan lainnya,
mencit tidak memiliki kelenjar keringat. Pada umur empat minggu
badannya mencapai 18-20 gram. Jantung terdiri dari empat ruang dengan
dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang lebih tebal. Hewan
ini memiliki karakter yang lebih aktif pada malam hari dan siang hari.
Diantara spesies-spesies hewan lainnya, mencit yang paling banyak
digunakan untuk penelitian medis karna mudah berkembang biak
(Kusumawati, 2004).
Oleh karena itu, pada praktikum mengenai perilaku keseharian dari mencit
(Mus musculus) agar dapat mengetahui jenis aktivitas tingkah laku yang memiliki
frekuensi paling tinggi serta mengetahui frekuensi tingkah laku mobilitas yang
tertinggi maupun terendah.

1.2 Tujuan Praktikum


Pada praktikum mengenai perilaku keseharian dari mencit (Mus
musculus) bertujuan untuk mengetahui jenis aktivitas tingkah laku yang
memiliki frekuensi tertinggi, untuk mengetahui frekuensi tingkah laku
mobilitas terendah dan untuk mengetahui frekuensi tingkah laku mobilitas
tertinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mencit (Mus musculus)


Hewan mencit adalah jenis hewan yang termasuk kedalam jenis
hewan coba yang dimana digunakan untuk penelitian. Hewan coba adalah
hewan yang sengaja dipelihara untuk digunakan sebagai hewan model
yang berkaitan untuk pembelajaran dan pengembangan berbagai macam
bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan 2 laboratorium.
Hewan coba banyak digunakan sebagai penunjang dalam melakukan
pengujian-pengujian terhadap obat, vaksin, atau dalam penelitian biologi.
Hewan bisa digunakan sebagai hewan coba apabila hewan tersebut bebas
dari mikroorganisme patogen, mempunyai kemampuan dalam
memberikan reaksi imunitas yang baik, kepekaan hewan terhadap sesuatu
penyakit, dan performa atau performa atau anatomi tubuh hewan
percobaan yang dikaitkan dengan sifat genetiknya. Hewan coba yang
sering digunakan yakni mencit(Mus musculus), tikus putih (Rattus
Norvegicus), kelinci (Oryctolagus cuniculus), dan hamster (Tolistiawaty,
2014).
Dari suatu jenis percobaan perhitunganya sekitar dari 40-80 %
penggunaan mencit sebagai hewan model laboratorium karena siklus
hidupnya yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi
sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani, dan sifat anatomis dan fisiologinya
terkarakterisasi dengan baik. Mencit dapat hidup sampai umur 1-3 tahun
tetapi terdapat perbedaan usia dari berbagai galur terutama berdasarkan
kepekaan terhadap lingkungan dan penyakit. Tingkat kesuburan mencit
sangat tinggi karena dapat menghasilkan kurang lebih satu juta keturunan
dalam kurun waktu kurang lebih 1 tahun. Dimana produktivitas seksualnya
berlangsung selama 7-8 bulan dengan rata-rata anak yang dilahirkan
sebanyak 6 sampai 10 anak (Tolistiawaty, 2014)
Dalam pertumbuhannya mencit diperlakukan dengan baik akan
memudahkan dari segi penanganan, sebaliknya perlakuan yang kasar akan
menimbulkan sifat agresif bahkan dapat menggigit pada kondisi tertentu.
Mencit betina yang sedang menyusui anak akan mempertahankan
sarangnya dan bila anaknya dipegang dengan tangan yang kotor, induknya
akan menggigit dan memakan 3 anak tersebut (Tolistiawaty, 2014)
2.2 Hewan Mamalia
Asal usul kelas Mamalia adalah dari bangsa reptil, muncul pada era
Mesozoikum. Mamalia telah menyebar disetiap relung ekologi di bumi
dan ditemukan di laut, sepanjang pantai, di danau, sungai, di bawah tanah,
di atas tanah, di pohon dan bahkan di udara. Daerah penyebaran mamalia
mulai dari kutub sampai daerah tropis, jumlah spesiesnya melebihi semua
vertebrata terestrial lain hingga mencapai ± 4060. Namun demikian jumlah
ini dapat menyusut, apabila spesies tidak didasarkan pada variasi geografis
(Sukiya, 2001).
Mamalia merupakan salah satu taksa yang memegang peran penting
dalam mempertahankan dan memelihara kelangsungan proses-proses
ekologis yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia. Taksa
mamalia merupakan taksa satwa yang mempunyai resiko tinggi
mengalami kepunahan (Kartono, 2015).
Mencit termasuk ke dalam genus Mus, sub famili murinae, famili
muridae, dan ordo rodentia. Mencit yang sudah di pelihara di laboratorium
sebenarnya masih satu famili dengan mencit liar. Sedangkan mencit yang
sering dipakai untuk penelitian biomedis adalah Mus muscullus. Berbeda
dengan hewan-hewan lainnya, mencit tidak memiliki kelenjar keringat.
Pada umur empat minggu badannya mencapai 18-20 gram. Jantung terdiri
dari empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel
yang lebih tebal. Hewan ini memiliki karakter yang lebih aktif pada malam
hari dan siang hari. Diantara spesies-spesies hewan lainnya, mencit yang
paling banyak digunakan untuk penelitian medis karna mudah berkembang
biak (Kusumawati, 2004).
Menurut Sukiya (2001) mamalia memiliki karakter struktural yang
membedakan dari kehidupan vertebrata lain. Ciri utama kelas mamalia
adalah adanya kelenjar susu, yang berfungsi sebagai sumber makanan
untuk anaknya. Kelenjar lain yang biasa ditemukan adalah kelenjar
minyak (sebasea) dan kelenjar keringat (sudofira). Rambut tumbuh selama
periode tertentu dalam hidupnya, meskipun berkurang atau tidak ada sama
sekali pada stadium tua seperti pada paus. Mamalia seperti halnya burung
yang endotermis, karena memiliki mekanisme internal pengontrol suhu
tubuh.
Pada umumnya semua jenis mamalia memiliki rambut yang menututpi
tubuhnya. Jumlahnya berbeda-beda antara satu spesies dengan yang lain,
ada spesies yang seluruh tubuhnya ditutupi rambut di tempat tertentu pada
bagian tubuhnya. Mamalia merupakan hewan bersifat homoisterm atau
sering disebut hewan berdarah panas (Sunil, 2013).
Menurut Jasin (1984) karakteristik mamalia adalah sebagai berikut:
1. Tubuh umumnya tertutup rambut, kulit berkelenjar.
2. Cranium dengan dengan dua occipital condyle, mulut umumnya bergigi.
3. Lubang telinga luar umumnya memiliki daun telinga yang kenyal, lidah mudah
di gerakkan, mata dengan pelupuk yang mudah digerakkan.
4. Mempunyai empat anggota gerak kecuali anggota golongan Cetacea.
5. Jantung dengan empat ruang.
6. Respirasi hanya dengan paru- paru.
7. Terdapat 12 pasang saraf kranialis.
8. Suhu tubuh endotermis (homoistermis).
9. Jantan dengan organ kopulasi (penis).

2.3 Jenis Tingkah Laku pada mencit


- Tingkah lokomosi
Lokomosi merupakan Lokomosi merupakan aktivitas berpindahnya
suatu individu dengan cara berjalan di kandang dan memanjat kandang.
Dalam proses kegiatannya memperlihatkan mencit jantan merupakan
spesies yang aktif bergerak. Pada periode 4-6 jam, mencit jantan di
laboratorium banyak menghabiskan lebih banyak waktu untuk lokomosi
(Oktiansyah, 2015).
- Tingkah Laku Grooming
Grooming terjadi secara spontan sebagai aktivitas transisi antara
istirahat dan lokomosi. Tingkat lokomosi yang tinggi dari mencit jantan
dewasa dan remaja diduga berpengaruh terhadap waktu transisi sehingga
aktivitas grooming pun terjadi. Grooming pada mencit bertujuan untuk
membersihkan tubuh untuk menjaga kesehatan dengan menghapus detritus
pembawa penyakit parasit, menarik pasangan, dan menghindari predator
melalui penghapusan bau (Oktiansyah, 2015).
- Tingkah istirahat
Istirahat merupakan suatu keadaan yang menunjukkan mencit tidak
melakukan aktivitas apapun. Aktivitas istirahat bergantung kepada
aktivitas lain yang telah dikerjakan oleh mencit (Oktiansyah, 2015).
- Makan
Aktivitas makan pada masing-masing mencit jantan, yaitu mencit
jantan dewasa 18%, mencit jantan remaja 13%, dan mencit jantan anak
21%. Pada aktivitas ini, mencit jantan anak memiliki frekuensi tertinggi.
Mencit membutuhkan energi dari makanan untuk pemeliharaan tubuh.
Aktivitas makan yang tinggi ini bertujuan untuk mengatasi apabila tidak
terdapat makanan. Mencit harus berinvestasi lebih banyak makan
(disimpang dalam bentuk lemak) sebagai strategi fisiologis untuk
mengalokasikan energi dan asupan nutrisi untuk pertumbuhan.
(Oktiansyah, 2015).
- Tingkah Laku sosial
Seksual adalah aktivitas yang muncul karena adanya interaksi jantan-
betina yang bertujuan untuk reproduksi (Oktiansyah, 2015).
- Aktivitas mencari makan
Aktivitas mencari makan merupakan aktivitas mencit mengendus
substrat, membolak-balik serasah, dan sebagainya (Oktiansyah, 2015).
- Aktivitas eksplorasi
Aktivitas eksplorasi mencit jantan di laboratorium berbeda. Perbedaan
frekuensi tersebut bergantung pada tahap perkembangan umur mencit
jantan (Oktiansyah, 2015).
-Aktivitas minum
Setelah aktivitas makan, mencit jantan melakukan aktivitas minum.
Sama halnya dengan makan, minum juga memiliki fungsi, yaitu
mengurangi rasa haus mencit karena pelet yang dimakan menyerap
sebagian besar air (Oktiansyah, 2015).
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Mamalogi tentang “Dasar-Dasar Tingkah Laku Mamalia”
dilaksanakan pada hari Rabu, 16 Oktober 2019, pukul 13.00-15.00 WITA,
bertempat di Laboratorium Ekologi dan Sistematika Hewan, Gedung C, Lantai 1,
Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman,
Samarinda.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan adalah seperti pensil, pisau/ cutter, kardus,
stopwatch, kamera handphone.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah 2 mencit jantan (Mus musculus) dan 3
mencit betina (Mus musculus)
3.3 Cara kerja
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Kemudian kardus yang telah
dibawa dibentuk menjadi seperti arena bermain untuk tempat menaruh mencit
(Mus musculus) yang akan diamati. Lalu masukkan mencit yang terdiri dari 2
mencit jantan (Mus musculus) dan 3 mencit betina (Mus musculus) kedalam arena
yang sudah dibuat. Dihitung selama 100 menit dengan menggunakan stopwatch
dan dicatat setiap 4 menit sekali tingkah laku yang sedang dilakukan oleh mencit
(Mus musculus) tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Frekuensi Aktivitas Mencit


Aktivitas
Sosial Individu
Total
A B C D E F G H I J K L
Jantan 1 1 9 1 0 1 2 1 0 1 3 3 3 25
Jantan 2 2 1 1 2 3 8 1 0 1 1 2 3 25
Betina 1 1 3 0 0 3 4 4 0 1 6 1 2 25
Betina 2 0 1 0 0 0 6 5 0 0 7 1 5 25
Betina 3 0 5 0 0 5 4 3 1 0 1 0 6 25

Dari hasil pengamatan tingkah laku yang dilakukan di dapatkan data dari
mencit jantan satu yaitu tingkah laku play/bermain sebanyak 1 kali, tingkah laku
alelometik sebanyak 9 kali ,tingkah laku play seksual 1 kali, tingkah laku seksual
0 , tingkah laku ingestif 1 kali, tingkah laku investigator 2 kali, tingkah laku
shelter seeking 1 kali, tingkah laku agonestik 0, tingkah laku eliminatif 1 kali,
tingkah laku mobilitas 3 kali, tingkah laku membersihkan diri 3 kali ,tingkah laku
streching 3 kali.
Dari hasil pengamatan tingkah laku yang dilakukan di dapatkan data dari
mencit jantan dua yaitu tingkah laku play/bermain sebanyak 2 kali, tingkah laku
alelometik sebanyak 1 kali ,tingkah laku play seksual 1 kali, tingkah laku seksual
2 , tingkah laku ingestif 3 kali, tingkah laku investigator 8 kali, tingkah laku
shelter seeking 1 kali, tingkah laku agonestik 0, tingkah laku eliminatif 1 kali,
tingkah laku mobilitas 1 kali, tingkah laku membersihkan diri 2 kali ,tingkah laku
streching 3 kali.
Dari hasil pengamatan tingkah laku yang dilakukan di dapatkan data dari
mencit betina satu yaitu tingkah laku play/bermain sebanyak 1 kali, tingkah laku
alelometik sebanyak 3 kali ,tingkah laku play seksual 0 , tingkah laku seksual 0 ,
tingkah laku ingestif 3 kali, tingkah laku investigator 4 kali, tingkah laku shelter
seeking 4 kali, tingkah laku agonestik 0, tingkah laku eliminatif 1 kali, tingkah
laku mobilitas 6 kali, tingkah laku membersihkan diri 1 kali ,tingkah laku
streching 2 kali.
Dari hasil pengamatan tingkah laku yang dilakukan di dapatkan data dari
mencit betina dua yaitu tingkah laku play/bermain sebanyak 0 kali, tingkah laku
alelometik sebanyak 1 kali ,tingkah laku play seksual 0 kali, tingkah laku seksual
0 , tingkah laku ingestif 0, tingkah laku investigator 6 kali, tingkah laku shelter
seeking 5 kali, tingkah laku agonestik 0, tingkah laku eliminatif 0 kali, tingkah
laku mobilitas 7 kali, tingkah laku membersihkan diri 1 kali ,tingkah laku
streching 5 kali.
Dari hasil pengamatan tingkah laku yang dilakukan di dapatkan data dari
mencit betina tiga yaitu tingkah laku play/bermain sebanyak 0 kali, tingkah laku
alelometik sebanyak 5 kali ,tingkah laku play seksual 0 kali, tingkah laku seksual
0 , tingkah laku ingestif 5 kali, tingkah laku investigator 4 kali, tingkah laku
shelter seeking 3 kali, tingkah laku agonestik 1, tingkah laku eliminatif 0 kali,
tingkah laku mobilitas 1 kali, tingkah laku membersihkan diri 0 kali ,tingkah laku
streching 6 kali.

4.2 Grafik Frekuensi Individu dan Sosial

0.40%

0.35%

0.30%

0.25%

0.20%

0.15%

0.10%

0.05%

0.00%
Jantan 1 Jantan 2 Betina 1 Betina 2 Betina 3

Play Alelomimetik Play Seksual Seksual/ Kawin


Ingestif Investigatory Shalter-seeking Agonistik
Eliminiatif Mobilitas Membersihkan diri Stretching
Berdasarkan grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas indiividu yang
dilakukan oleh setiap mencit, baik betina maupun jantan, antara lain investigatory,
mobilitas, dan stretching. Adapun aktivitas individu agonistik, hanya ditemukan
pada mencit betina 3 yaitu sebanyak 0,04%. Apabila dilihat pada grafik tersebut,
tingkah laku sosial yang paling tinggi atau paling sering dilakukan ialah tingkah
laku Alelomimetik, yang paling sering dialami oleh mencit jantan 1 sebanyak
0,36%. Tingkah laku pada mencit jantan 2 yang paling sering dilakukan ialah
investigatory sebanyak 0,32%. Adapun tingkah laku yang lebih sering dilakukan
oleh mencit betina 1 dan mencit betina 2 ialah sama, yaitu mobilitas, pada mencit
betina 1 sebanyak 0,24% dan pada mencit betina 2 sebanyak 0,28%. Pada mencit
betina 3, tingkah laku yang paling sering dilakukan ialah stretching yaitu
sebanyak 0,24%.

4.2 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Tingkah Laku Mammalia


Adapun faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku adalah
semua kondisi dimana gen yang mendasari perilaku tersebut diekspresikan. Hal
ini meliputi lingkungan kimiawi di dalam sel, dan juga semua kondisi hormonal
dan kondisi kimiawi serta kondisi fisik yang dialami oleh seekor hewan yang
sedang berkembang di dalam sebuah sel telur atau didalam rahim. Perilaku juga
meliputi interaksi beberapa komponen sistem saraf hewan dengan efektor, dan
juga berbagai interaksi kimia, penglihatan, pendengaran atau sentuhan dengan
organisme lain. Tidak tepat pula untuk mengatakan bahwa setiap perilaku hewan
hanya semata-mata disebabkan oleh gen. Semua gen, termasuk gen-gen yang
ekspresinya mendasari perilaku bawaan, memerlukan suatu lingkungan untuk
diekspresikan (Campbell, 2004).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pada praktikum ini mengenai perilaku keseharian dari mencit (Mus
musculus) yaitu :
 Berdasarkan hasil yang didapat jenis aktivitas tingkah laku yang memiliki
frekuensi tertinggi yaitu tingkah laku alelomimetik sebanyak 9 kali pada
mencit jantan 1.
 Berdasarkan hasil yang didapat frekuensi tingkah laku mobilitas terendah
yaitu 1 kali pada mencit jantan 2.
 Berdasarkan hasil yang didapat frekuensi tingkah laku mobilitas terendah
yaitu 7 kali pada mencit betina 2.

5.2 SARAN
Untuk praktikum selanjutnya dalam mengamati praktikum pengamatan
perilaku hewan mammalia dapat mengganti mencit (Mus musculus) menjadi
marmut (Cavia cabaya) agar data yang dihasilkan lebih bervarasi.
DAFTAR PUSTAKA

Jasin, M. 1984. Sistematik Hewan: (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Wijaya:


Surabaya.
Kartono, A. P. 2015. Keragaman Dan Kelimpahan Mamalia Di Perkebunan Sawit
PT Sukses Tani Nusasubur Kalimantan Timur. Media Konservasi. 20(2):
85-92.
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gadjah Mada Press:
Yogyakarta.
Oktiansyah, Rian. 2015. Aktifitas Harian Mencit Jantan Di Laboratorium. Jurnal
ResearchGate. Vol 1(1) :1-14
Tolistiawaty, Intan. 2014. Gambaran Kesehatan pada Mencit (Mus musculus) Di
Instalansi Hewan Coba. Jurnal Vektor Penyakit. Vol 8(1) : 27-32
Sukiya. 2001. Biologi Vertebrata. JICA: Yogyakarta.
Sunil, N. T., dan Sucheta, S. T. 2013. Comparative Anatomy Off Knee Joint :
Class Amphibian (Frog) Versus Class Mamalia (Human Being). Scholars
Journal of Applied Medical Sciences. 1(5): 560-567.
LAMPIRAN

1.1 Laporan Sementara


1,2 Cara Kerja

Disiapkan 5 mencit campuran betina dan jantan. Lalu diamati aktivitas setiap 4 menit
sekali
LAPORAN PRAKTIKUM MAMALOGI
STUDI JEJAK KAKI/FOOTPRINT MAMALIA

DISUSUN OLEH:

MAMALOGI 2019

LABORATORIUM EKOLOGI DAN SISTEMATIKA HEWAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mammalia merupakan salah satu kelas yang terdapat dalam filum Chordata
dan satu-satunya kelompok binatang yang memiliki rambut. Mamalia sangat
identik dengan kelenjar mammae atau kelenjar susu, itulah mengapa disebut
mammalia. Hewan yang termasuk kelas ini tergolong kedalam vivipar, yakni
anak-anaknya lahir dari perut induknya baik secara sempurna maupun
berkembang sebagian, missal seperti pada kelompok hewan marsupial, anak yang
lahir ialah premature sehingga harus masuk kembali kedalam kantong di perut
induknya untuk melanjutkan perkembangannya. Hewan yang tergolong kedalam
kelompok mammalia, termasuk hewan yang berdarah panas sehingga mereka
mampu mengontrol suhu tubuhnya agar tetap stabil walaupun suhu udara disekitar
hewan tesebut sering berubah-ubah (Hariyanti, 2007).
Kelas hewan dalam kelas mamalia, mencakup berbagai hewan yang
sering kita lihat – antara lain kuda, sapi, anjing, kucing, tikus besar dan kecil, biri-
biri, kambing, dan kelinci. Dalam kelas ini juga termasuk hewan yang jarang kita
lihat sehari-hari seperti gajah, jerapah, badak, gorilla, ikan paus, ikan lumba-
lumba, kangguru dan platipus. Kesemuanya, baik yang sering kita jumpai maupun
yang tidak, mempunyai kesamaan sifat tertentu, yaitu hewan bertulang belakang
atau vertebrata (Cowan, 1999).
Adapun untuk mengetahui keberadaan suatu mahluk hidup, khususnya pada
mamalia, diperlukan studi jejak yang merupakan salah satu indikator yang
membuktikan serta menandai adanya keberadaan dan pergerakan satwa liar dari
satu tempat ke tempat yang lain. Semua hewan hidup dengan berbagai tanda yang
diperlihatkannya, misalnya dalam bentuk jejak kaki, feses, serpihan kulit, bagian
tubuh, tulang, gigi, sisa makanan, sarang dan sebagainya. Diantara semuanya itu
salah satu hal yang paling mudah diamati adalah jejak atau cetakan kaki dari
hewan tersebut. Cetakan kaki merupakan bekas kaki pada suatu substrat yang
ditinggalkan oleh suatu hewan, sedangkan jejak merupakan kumpulan dari
cetakan kaki dari satwa liar yang ditinggalkan oleh suatu jenis hewan liar di atas
permukaan tanah. Cetakan kaki ataupun jejak ini merupakan tanda khusus yang
dapat ditinggalkan oleh suatu jenis hewan liar (Payne, 1985).
Adapun melacak jejak merupakan salah satu metode lapangan yang sangat
berguna dalam menentukan jenis hewan yang terdapat pada suatu areal lokasi
yang diamati. Banyak hal yang dapat diambil sebagai data dari mengamati jejak
yang kita temukan dilapangan. Terdapat pula beberapa faktor yang mempengaruhi
bentuk jejak adalah substrat, waktu terbentuknya jejak, curah hujan, topografi
daerah, kaki depan, kaki belakang dan aktifitas yang sedang di lakukannya
(Alikodra, 1980).
Oleh karena itu, dilakukan praktikum mengenai studi jejak kaki mamalia
guna mengetahui keberadaan suatu hewan khususnya mamalia di lingkungan serta
untuk dapat mengenali suatu hewan melalui jejak kaki yang ditinggalkan oleh
hewan mamalia tersebut.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan percobaan praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara-cara
identifikasi dari hewan mamalia di lingkungan, untuk mengetahui bentuk jejak
kaki hewan mamalia, dan untuk mengetahui manfaat dari jejak kaki/footprint.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jejak Kaki (Footprint)


Salah satu untuk mengetahui keberadaan suatu mamalia dilihat dengan adanya
jejak kaki yang didapatkan, yang merupakan adanya pergerakan dari satwa pada
wilayah tersebut. Misalnya dilihat dari dalam bentuk jejak kaki, feses, serpihan
kulit, bagain tubuh, tulang, gigi, sisa makanan, sarang dan sebagiannya, dengan
cara tersebut kita sudah dapat melakukan identifikasi pada mamalia darat
(Alikodra, 1990)
Bentukan jejak kaki yang khas dapat dibedakan antara individu jantan atau
betina. Dilihat dengan dimensinya yang terutama panjang, yang dibedakan antara
struktur kakinya yang didasarkan kelar umur yaitu individu dewasa, remaja, muda
dan anak. Melacak jejak kaki merupakan salah satu metode laporan yang sangat
umum digunakan dalam menentukan segala hewan yang terdapat pada suatu areal
lokasi yang teramati. Data morfologi dan ekologi yang mungkin didapatkan pada
saat pengamatan dilapangan antara lain karakter berupa spesies, jenis kelamin,
ukuran tubuh dan berat, tipe jejak, kajain populasi yaitu bias diketahui dari jumlah
minimal individu serta range, tingkah laku yang terdiri dari makan, pola lintasan
dan sebagiannya (Alikodra, 1980)
Jejak kaki merupakan salah satu dalam melakukan identifikasi pada mamalia,
dengan melakukan pengukuran panjang dan lebar jejak kaki yang diamati. Jejak
kaki yany diukur yaitu jejak kaki bagian depan dan belakang. Dalam menguji
apakah suatu jejak kaki antara tiap kelas umur berbeda secara statistic, dilakukan
uji beda dari 2 sampel yaitu menggunakan uji analisis statistik yang tepat dalam
hal ini adalah uji kruskal-wallis anova (Suba, 2010)
Terdapat faktor yang mempengaruhi bentuk jejak kaki yitu substrat, waktu
terbentuknya jejak, curah hujan, topografi daerah, kaki depan dan kaki belakang
dan aktivitas yang sedang dilakukan pada mamalia (Suba, 2010).

2.2 Jejak Kaki Mamalia


Jejak merupakan cetakan kaki atau kuku dari hewan pada substrat tertentu
sesuai denga kebiasaan atau prilaku yang dimaksud, misalnya aktivitas kehidupan,
sifat kelompok, waktu aktif, wilayah pergerakan, cara mencari makan, cara
membuat sarang, hubungan sosial, tingkah laku dan lain-lain. Ada beberapa hal
yang dapat kita ketahui dengan mengamati suatu jejak. Dengan mengamati suatu
jejak kita dapat mengetahui jenis hewan tersebut, ukuran tubuh dan jenis kelamin
hewan tersebut. selain itu kita juga bisa mengetahui tipe berjalan hewan tersebut,
apakah hewan tersebut memiliki tipe berjalan cepat atau tipe berlari cepat
(Djuanda,1983).
Jejak kaki merupakan cetakan kaki pada suatu substrat yang ditinggalkan
oleh suatu hewan, sedangkan jejak merupakan kumpulan dari cetakan kaki dari
satwa liar yang ditinggalkan oleh suatu jenis hewan liar di atas permukaan tanah.
Cetakan kaki ataupun jejak ini merupakan tanda khusus yang dapat ditinggalkan
oleh suatu jenis hewan liar (Payne, 1985).
Untuk meneliti suatu jejak kita perlu mengetahui posisi kakinya, mana
posisi kaki depan dan mana posisi kaki belakang. Kita juga dapat menganalisa
hewan tersebut dengan membuat gambarnya. Cetakan kaki juga dapat digambar di
atas kertas melimeter sebelumnya digambar dengan bantuan plastik transparan
(Strien, 1975).
Mencari tanda-tanda yang ditinggalkan oleh hewan kita belajar untuk
mengamati detail berguna untuk memburu mereka atau menghindari
mereka. Pelacakan mengungkapkan usia tanda yang ditinggalkan oleh hewan dan
perilaku alami hewan tanpa pengaruh pengamat. Sebagai metode non-invasif, itu
merupakan alat penting untuk mempelajari spesies terancam atau hewan sulit
untuk mengamati dan perangkap. Hal ini dapat diterapkan juga untuk mempelajari
dan nokturnal hewan langka. Meskipun membutuhkan pengamat yang terlatih
dengan sensitivitas yang tajam, biaya rendah dan teknologi pelacakan dapat
diakses gilirannya menjadi pilihan yang baik untuk studi lapangan (Wemmer,
1996 ).
Jejak dapat ditemukan dengan mudah di tempat yang sering dilalui oleh
hewan untuk mendapatkan air atau untuk berkubang. Ada beberapa kriteria tempat
yang bagus guna mendapatkan jejak yang baik, diantaranya tanah yang bersih,
tanah di sekitar sungai, danau, muara, tanah liat dan sebagainya. Umumnya
setelah turun hujan, pada jalur yang sering dilewati oleh hewan pada tanah liat
atau tanah berpasir akan menghasilkan jejak yang lebih bagus. Berdasarkan
struktur kaki dan ukuran tubuh hewan,  jejak dapat  dibagi menjadi dua kelompok
yaitu: jejak yang dibuat oleh hewan yanh memiliki cakar dan kuku dan jejak yang
dibuat oleh ujung kuku. Bentuk jejak harus dikenali apakah masih baru atau sudah
lama, keabsahan dari jejak tersebut dapat diperiksa dengan gambar yang
menggunakan gips (Borner, 1979).

2.3 Struktur Jejak kaki


Salah satu untuk mengetahui keberadaan suatu mamalia dilihat dengan
adanya jejak kaki yang didapatkan, yang merupakan adanya pergerakan dari satwa
pada wilayah tersebut. Misalnya dilihat dari dalam bentuk jejak kaki, feses,
serpihan kulit, bagain tubuh, tulang, gigi, sisa makanan, sarang dan sebagiannya,
dengan cara tersebut kita sudah dapat melakukan identifikasi pada mamalia darat
(Alikodra, 1990).
Bentukan jejak kaki yang khas dapat dibedakan antara individu jantan atau
betina. Dilihat dengan dimensinya yang terutama panjang, yang dibedakan antara
struktur kakinya yang didasarkan kelar umur yaitu individu dewasa, remaja, muda
dan anak. Melacak jejak kaki merupakan salah satu metode laporan yang sangat
umum digunakan dalam menentukan segala hewan yang terdapat pada suatu areal
lokasi yang teramati. Data morfologi dan ekologi yang mungkin didapatkan pada
saat pengamatan dilapangan antara lain karakter berupa spesies, jenis kelamin,
ukuran tubuh dan berat, tipe jejak, kajain populasi yaitu bias diketahui dari jumlah
minimal individu serta range, tingkah laku yang terdiri dari makan, pola lintasan
dan sebagiannya (Alikodra, 1980).
Jejak kaki merupakan salah satu dalam melakukan identifikasi pada
mamalia, dengan melakukan pengukuran panjang dan lebar jejak kaki yang
diamati. Jejak kaki yany diukur yaitu jejak kaki bagian depan dan belakang.
Dalam menguji apakah suatu jejak kaki antara tiap kelas umur berbeda secara
statistic, dilakukan uji beda dari 2 sampel yaitu menggunakan uji analisis statistik
yang tepat dalam hal ini adalah uji kruskal-wallis anova (Suba, 2010).
Terdapat faktor yang mempengaruhi bentuk jejak kaki yitu substrat, waktu
terbentuknya jejak, curah hujan, topografi daerah, kaki depan dan kaki belakang
dan aktivitas yang sedang dilakukan pada mamalia (Suba, 2010).
Jejak (Footprint) didefinisikan sebagai cetakan dari kaki mamalia pada
sebuah substrat (salju, tanah liat, pasir, dll). Secara teori, jejak merupakan
gambaran negatif dari kaki bagian bawah. Akan tetapi, seperti gerakan dan
intensitas pergerakan, kondisi substrat, usia dan jenis kelamin pada suatu
individual, dll mempengaruhi ekspresi dan kualitas sebuah jejak kaki. Itulah
mengapa terkadang elemen struktur dari kaki tidak dapat didaftarkan pada jajak
kaki (Sidorovich, 2013).
Dalam struktur subuah jejak dapat dibedakan berdasarkan tanda digiti dan
metakarpal atau bantalan metatarsal, cakar, kuku, dan elemen spesifik dari sebuah
kaki (Gambar 5). Pada salju yang tebal atau substrat lembut dan dalam lainnya,
jejak mungkin memiliki tanda yang tertinggal dari bagian atas kaki, biasanya
ketika menyeret tungkai melalui substrat seperti itu (Sidorovich, 2013).

Gambar 5. Struktur jejak kaki mamalia: a) Serigala, b) Rusa, c)


Musang, d) Berang-berang. Cetakan dari: dp – digiti, mcp – metacarpal,
mtp – metatarsal, bp – beel, h – kuku, dc – cakar, w – selaput. Gambar
oleh Alius Ulevicius.
Cetakan kuku bervariasi pada spesies mamalia. Kucing menahan kuku/cakar
mereka dan tersembunyi saat mereka bergerak secara perlahan, oleh karena itu
jejak mereka cenderung tidak memiliki tanda kuku/cakar (Sidorovich, 2013).

2.4 Peran Penting Mamalia


Mamalia berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Mulai
dari mamalia kecil sampai mamalia besar mempunyai peranan dan fungsinya
mmasing-masing. Selain itu, mamalia memiliki peran penting dalam jaring
makanan dari hampir setiap ekosistem dan memiliki peranan yang sangat penting
untuk mendukung suatu ekosistem di kawasan konservasi. Keberadaan mamalia
di alam ditandai dengan ditemukannnya jejak berupa telapak kaki (foot print),
feses, sisa makanan, bekas menggesekan tubuh atau mengasah taring, bekas
cakaran, sarang, dan kubangan untuk memperlihatkan keberadaanya di alam. Hal
ini dapat dijadikan sebagai indikator ada atau tidak adanya satwa yang
bersangkutan (Alikodra, 1990).
Jejak merupakan salah satu indikator yang membuktikan serta menandai
adanya keberadaan dan pergerakan satwa liar dari satu tempat ke tempat yang
lain. Semua hewan hidup dengan berbagai tanda yang diperlihatkannya, misalnya
dalam bentuk jejak kaki, feses, serpihan kulit, bagian tubuh, tulang, gigi, sisa
makanan, sarang dan sebagainya. Diantara semuanya itu salah satu hal yang
paling mudah diamati adalah jejak atau cetakan kaki dari hewan tersebut. Cetakan
kaki merupakan bekas kaki pada suatu substrat yang ditinggalkan oleh suatu
hewan, sedangkan jejak merupakan kumpulan dari cetakan kaki dari satwa liar
yang ditinggalkan oleh suatu jenis hewan liar di atas permukaan tanah. Cetakan
kaki ataupun jejak ini merupakan tanda khusus yang dapat ditinggalkan oleh suatu
jenis hewan liar (Payne, 1985).
Jejak kaki dapat memberikan informasi mengenai jenis kelamin dan struktur
kelas umur Rusa Sambar. Bentuk jejak kaki yang khas dapat membedakan antara
individu jantan dan betina. Dilihat dari dimensinya terutama panjang, dapat 17
dibedakan struktur rusa sambar berdasarkan kelas umur yaitu individu dewasa,
remaja, muda dan anak. Caranya dengan menggunakan interval-interval selang
kepercayaan masing-masing kelas umur yang telah teridentifikasi, kemungkinan
dapat langsung dibedakan kelas umur dengan langsung mengukur jejak kaki yang
ditemukan di alam bebas (Suba et al., 2010).
Melacak jejak merupakan salah satu metoda lapangan yang sangat berguna
dalam menentukan jenis hewan yang terdapat pada suatu areal lokasi yang
diamati. Banyak hal yang dapat diambil sebagai data dari mengamati jejak yang
kita temukan dilapangan. Data morfologi dan ekologi yang mungkin kita peroleh
dilapangan antara lain karakter berupa spesies, jenis kelamin, ukuran tubuh dan
berat, tipe jejak, kajian populasi yaitu bisa diketahui jumlah minimal individu
serta range, tingkah laku berupa tingkah laku makan, pola lintasan dan
sebagainya. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk jejak adalah
substrat, waktu terbentuknya jejak, curah hujan, topografi daerah, kaki depan dan
kaki belakang dan aktifitas yang sedang dilakukannya (Alikodra, 1980).

2.5 Penyebaran Mamalia


Penyebaran mamalia memiliki kecenderungan untuk dibatasi oleh
pengahalang - penghalang fisik (sungaim tebingm dan gunung) serta penghalang
ekologis (batas tipe hutan dan adanya spesies saingan). Adanya pengahalang-
penghalang tersebut menyebabkan mamalia menyesuaikan diri secara optimum
dengan habitatnya. Hal ini juga yang menyebabkan adanya satwa endemis pada
habitus tertentu (Alikodra, 1990)
Menurut alikodra (1990) jejak merupakan salah satu indikator yang
membuktikan serta menandai adanya keberadaan dan pergerakan satwa liar dari
satu tempat ke tempat lainnya. Semua hewan hidup dengan berbagai tanda yang
diperlihatkannya, misalnya dalam bentuk jejak kaki, feses, serpihan kulit, bagian
tubuh, tulang, gigi, sisa makanan, sarang dan sebagainnya. Diantara semuanya itu
salah satu hal yang paling mudah diamati adalah jejak atau cetakan kaki dari
hewan tersebut.
Jejak kaki dapat memberikan informasi mengenai jenis kelamin dan struktur
kelas umur rusa sambar. Bentuk jejak kaki yang khas dapat membedakan antara
individu jantan dan betina. Dilihat dari dimensinya terutama panjang, dapat
dibedakan struktur rusa sambar berdasarkan kelas umur yaitu individu dewasa,
remaja, muda, dan anak. Caranya dengan menggunakan interval - interval selang
kepercayaan masing-masing kelas umur yang telah teridentifikasi, kemungkinan
dapat langsung dibedakan kelas umur dengan langsung mengukur jejak kaki yang
ditemukan di alam bebas (Suba et al., 2010).
Melacak jejak merupakan salah satu metode lapangan yang sangat berguna
dalam menentukan jenis hewan yang terdapat pada suatu areal lokasi yang
diamati. Banyak hal yang dapat diambil sebagai data dari mengamati jejak yang
kita temukan dilapangan. Data morfologi dan ekologi yang mungkin kita peroleh
dilapangan antara lain karakteristik berupa spesies, jenis kelamin, ukuran tubuh
dan berat, tipe jejak, kajian populasi yaitu bisa diketahui jumlah minimal individu
serta range, tingkah laku berupa tingkah laku berupa tingkah laku makan, pola
lintasan, dan sebagainnya. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk
jejak kaki adalah substrat, waktu terbentuknya jejak, curah hujan, topografi
daerah, kaki depan dan kaki belakang dan aktifitas yang sedang dilakukannya
(Alikodra, 1980).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan


Praktikum Mamalogi tentang “Studi Jejak Kaki/Footprint Mamalia”
dilaksanakan pada hari Rabu Tanggal 23 Oktober 2019 pukul 13.00-15.00 WITA.
Bertempat di Laboratorium Ekologi dan Sistematika Hewan gedung C lantai 1.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman,
Samarinda.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah kaleng, sekop,
pengaduk kayu 20cm, kuas lembut, sikat gigi, sendok semen, ember, alat tulis dan
kamera.
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu jejak kaki
mamalia, tanah, semen putih atau gibsum dan air.

3.3 Cara Kerja


Metode yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu foot printing
sampling. Diambil tanah tempat jejak kaki kuda (Equus caballus) yang
ditinggalkan. Kemudian diletakkan pada kaleng bekas jejak kaki hewan,
kemudian di bersihkan kotoran yang ada di sekitar jejak kaki, lalu di ratakan
permukaan tanah. Kemudian disiapkan ember, lalu dimasukkan semen putih
bubuk atau gibsum 2 kg serta diisi air secukupnya. Setelah itu diaduk dengan
pengaduk kayu 20cm hingga gibsum dan air menyatu. Kemudian tuangkan
gibsum kedalam jejak kaki, lalu dirapikan permukaan gibsum. Setelah itu
ditunngu gibsum sampai mengeras. Diambil cetakan dengan dengan tanah yang
melekatnya. Lalu dibersihkan secara perlahan cetakan dengan air. Lalu dirapikan
tepi cetakan. Kemudian dibuat data-data pada bagian belakang cetakan (Kolektor,
tanggal, spesies, lokasi, panjang, lebar dan kedalaman).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan
Berdasarkan hasil yang didapatkan yaitu jejak kaki kuda (Equus caballus)
ditemukan secara langsung di Krus dan secara langsung berada didalam tempat
kuda (Equus caballus) beraktivitas. Berdasarkan jejak kaki yang sudah didapat
kuda (Equus caballus) sedang melakukan aktivitas dan ketika sedang
dilakukannya aktivitas kedua kaki kuda (Equus caballus) diangkat satu persatu
kemudian diarahkan untuk menginjakan kakinya di tempat yang sudah disediakan.
Telapak jejak kaki kuda (Equus caballus) sebelah kanan dan sebelah kiri
diambil dengan cara disediakannya kaleng yang telah berisi tanah padat yang akan
digunakan untuk tempat menginjakan jejak kaki kuda (Equus caballus) tersebut
agar terbentuk bagian kaki. Kemudian setelah terdapat jejak kaki kuda (Equus
caballus) segera dibersihkan jika terdapat kotoran dan dicampurkan dengan semen
putih yang sudah diolah sampai mengering agar jejak kaki kuda (Equus caballus)
terbentuk secara sempurna ketika kering. Pada saat jejak kaki mengerting dan
terbentuk sesuai dengan jejak kakinya diberi nama dan disimpan.
Footprint merupakan suatu cetakan kaki yang ditinggalkan oleh satwa liar
diattas permukaan tanah. Identifikasi umum dilakukannya untuk jejak kaki satwa
liar dari golongan mamalia yang besar. Jejak kaki dari berbagai jenis hewan liar
dapat diidentifikasi dilapangan berdasarkan hasil cetakan jejak kaki pada keadaan
Fadalah posisi dari kaki bagian depan dan kaki bagian belakang (Djuanda,1983).
Banyak tanda yang dapat diperlihatkan oleh semua hewan hidup, salah
satunya ialah jejak kaki. Contoh lain yang dapat ditinggalkan oleh hewan selain
jejak kaki yaitu serpihan kulit, bagian tubuh, tulang, gigi, sisa makanan, feses,
sarang dan sebagainya. Ada beberapa kriteria tempat yang bagus untuk
mendapatkan jejak kaki yang baik diantaranya tanah yang bersih, tanah yang
berada disekitar sungai, danau, muara, tanah liat. Selain itu jejak juga dapat
ditemukan dengan mudah ditempat yang sering dilaui oleh hewan yang biasa jadi
tempat mendapatkan air untuk berkubang seperti kerbau (Payne, 1985).
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain telapak kaki kuda
sebagai obyek jejak kaki, kaleng sebagai wadah tanah beserta jejak kaki, gibsum
sebagai cairan pengeras jejask kaki agar memadat, air sebagai pengencer gibsum,
sikat gigi untuk menggosok dan membersihkan sisa-sisa tanah.
Sedangkan alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain pinset
penjepit untuk membersihkan sisa-sisa rumput pada tanah jejak kaki, pengaduk
semen untuk meratakan tanah, kamera untuk mendokumentasikan cara kerja.
Faktor perlakuan dari praktikum ini yaitu pencetakan jejak kaki kuda
dengan kaki depan dan ditekan agar jejak kaki jelas terlihat, pemberian gibsum
untuk pengeras jejak kaki pada kaleng, pengadukan gibsum untuk meratakannya
dengan air, penuangan gibsum pada jejak kaki dilakukan dengan hati-hati agar
hasilnya rata.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
 Cara yang digunakan untuk mengidentifikasi hewan mamalia di lingkungan
yaitu dengan memperhatikan bekas-bekas makanan, bekas cakaran, bekas
rambut dan bau serta bekas jejak kaki.
 Bentuk jejak kaki mamalia dibagi dua jenis yaitu : jejak yang dibuat oleh
hewan mamalia yang memiliki cakar serta kuku dan jejak yang dibuat oleh
ujung kuku
 Manfaat dilaksanakan studi jejak kaki/footprint mamalia ialah untuk
memudahkan dalam proses identifikasi jenis mamalia pada habitat aslinya.
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya dapat menggunakan jejak kaki dari
hewan mamalia lain seperti jejak kaki babi (Sus scrofa).
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra. H.S. 1980. Dasar-Dasar Pembinaan Margasatwa. Bogor : Fakultas


Institut Pertanian Bogor.
Alikodra. H.S. 1990. Pengelolahan Satwa Liar Jilid 1. Bogor : Fakultas IPB.
Borner. 1979. Anatomy and Fisiology. New York: Harpem Colin.
Cowan. 1999. Plant Product As Antimicrobial Agents. Oxford: Miamy University.
Djuanda, T. 1983. Anatomi Struktur Vertebrata Jilid I. Bandung: Amrico.
Hariyanti, Rosana., dkk. 2007. Atlas Binatang: Mammalia 2. Solo: Tiga
Serangkai.
Jasin, Maskoeri. 1992.  Zoologi Vertebrata. Sinar Wijaya : Surabaya.

Nasihin. Ling. A. 2017. Keanekaragaman Jenis dan Karateristik Habitat Mamalia


Besar Di Kawasan Hutan Bukit Bahohor Desa Citapen Kecamatan Hantara
Kabupater Kuningan. Wanaraksa. Vol11 (1) : 21-29.
Payne, J. 1985. Panduan Lapangan Mamalia dari Kalimantan, Sabah, Serawak,
dan Brunei Darussalam. Buku Panduan. Indonesia Program. Bogor. 386
hlm.
Sidorovich, V. Nikolaj, V. 2013. Mammal activity signs: Altas, identification keys
and reasearch methods. Moskow: Veche.
Strien, Van. 1983. Menghitung Populasi Berdasarkan Jejak. Bina Cipta :
Bandung.

Suba.R.B. 2010. Informasi dari Feses dan Jejak Kaki Rusa Sambar (Cervus
unicolor) Serta Implikasinya Pada Akurasi Penaksiran Populasi. Jurnal
Ilmu Kehutanan. Vol 4 (2) : 70-79.
Wemmer , 1996. Tanda Mamalia. DE Wilson, FR Cole, JD.: New York.
LAMPIRAN

1. Cara Kerja

Disiapkan hewan yang akan di cetak


jejak kakinya

Setelah itu cetak kaki hewan

Kemudian dibersihkan hasil cetakan kaki hewan


tersebut agar bersih
Kemudian tanah dari cetakan tersebut di rapikan agara cetakan lebih rapi

Di buat seperti kubangan agar memudahkan dalam mencetak jejak kaki

Tuang gibsum kedalam cetakan jejak kaki


Diratakan dan di jemur cetakan selama 2 hari, tunggu gibsum hingga mengeras

Setelah itu ambil cetakan dengan tanah yang melekatnya dan di pisahkan dari
tanah

Kemudian jejak kaki/footprint dibersihkan menggunakan kuas


Jejak kaki/footprint yang telah dibersihkan di jemur agar lebih keras

Anda mungkin juga menyukai