Anda di halaman 1dari 50

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah Tuhan YME, karena hanya dengan ijinnyalah kami dapat menyusun Laporan Tutorial Skenario 1 BLOK 20 yang berjudul Its a case report ini. Dalam laporan ini kami lebih banyak membahas tentang bagaimana tindakan dalam primary survey dan secondary survey dan patofisiologi gangguan penurunan kesadaran. Kami sadar dalam laporan ini masih ditemukan sangat banyak kekurangan, baik itu dalam konten laporannya, pengetikan, maupun dalam proses diskusi yang kami jalani. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan supaya lebih baik ke depannya. Terakhir, kami harap laporan ini dapat berguna dalam proses pembelajaran yang sedang kami jalani.

Page | 1

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI . 1 2 3 4 5 6

SKENARIO.. MAPPING CONCEPT.. LEARNING OBJECTIVE Analisis Skenario.. Primary Survey.. Secondary Survey. Gangguan Kesadaran. Stroke Hemoragik. Stroke Iskemik.. Rujukan..

DAFTAR PUSTAKA

Page | 2

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

SKENARIO 1
Its a case report A 80 year old female, hypertensive for 14 years poorly compliant to Amlodipine presented to the neurology emergency department, with history of sudden fall to her right side, with a decrease in conscious level and preferential movement of left side. At the ER, the GCS was 10 (E4V1M5) had an elevated BP of 190/110 with cardiac rate of 130 bpm and an irregular pulse rhythm. Pupils were 2-3 mm isocoric, equally reactive to light. There was homonymous hemianopsia on the left eye with shallow right nasolabial fold and right sided hemiparesis. Babinskis was ellicitable on the right side. The admitting impression was total anterior circulation infarction. Nicardipine, Mannitol, Citicholine, Atorvastatin and Lactulose were started and she was admitted to the ward. On day 2, the patient deteriorated with GCS 3 and anisocoric pupils, a cranial CT scan was repeated.

Page | 3

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

MIND MAPPING

Page | 4

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

LEARNING OBJEKTIF
Analisis Skenario Penanganan kegawatdaruratan pasien Gangguan kesadaran Diagnosis banding pada kasus Stroke Hemoragik Stroke Iskemik

Page | 5

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

ANALISIS SKENARIO
Its a case report A 80 year old female, hypertensive for 14 years poorly compliant to Amlodipine presented to the eurology emergency department, with history of sudden fall to her right side, with a decrease in conscious level and preferential movement of left side.At the ER, the GCS was 10 (E4V1M5) had an elevated BP of 190/110 with cardiac rate of 130 bpm and an irregularly irregular pulse rhythm. Pupils were 2-3 mm isocoric, equally reactive to light. There was homonymous hemianopsia on the left eye with shallow right nasolabial fold and right sided hemiparesis. Babinskis was ellicitable on the right side. The admitting impression was total nterior circulation infarction. Nicardipine,

Mannitol, Citicholine, Atorvastatin and Lactulose were started and she was admitted to the ward. On day 2, the patient deteriorated with GCS 3 and anisocoric pupils, a cranial CT scan was repeated.

Page | 6

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

1. Mekanisme fokal timbul gejala Jatuh tiba-tiba ke sisi kanan kelemahan sisi kanan (hemiparesis kanan) lesi fokal pada hemisfer kiri (korteks motorik primer), kapsula interna Pupil anisokor terjadi akibat herniasi lobus temporalis, gangguan pada nervus III Lipatan nasolabial gangguan pada nervus VII. Hemianopsia homonim sebelah kiri gangguan pada traktus optikus sebelah kanan Barbinski lesi pada UMN Amlodipin obat antihipertensi golongan CCB tidak digunakan secara teratur rebound hypertension Manitol penurunan tekanan intrakranial (digunakan karena diduga perdarahan yang menyebabkan herniasi) Citocholin berfungsi protektif terhadap neuron (digunakan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut akibat infark dan pendesakan oleh perdarahan) Atorvastatin menurunkan kadar lipid dalam darah (tidak rasional digunakan karena pemberian obat ditujukan untuk kondisi akut) Nicardipine obat antihipertensi golongan CCB (digunakan karena kondisi pasien dalam hipertensi krisis yakni > 180/105) obat ini hanya digunakan untuk menurunkan MAP tidak lebih dari 20-25% dalam 1 jam kondisi akut. Laktulosa digunakan sebagai laksansia (dapat digunakan karena kondisi pasien tidak sadar sehingga tidak terjadi penumpukan skibala) 3. Tindakan awal : Primary survey ( airway, breathing, circulation, disability, exposure)

2. Fungsi penggunaan obat

Page | 7

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Secondary survey (pemeriksaan kepala, leher, thorax, abdomen, dan ekstremitas) Anamnesis (keluhan utama, awitan, progresifitas, keluhan penyerta, riwayat makan dan obat sebelumnya, riwayat penyakit sebelumnya) Pemeriksaan fisik (mempertahankan stabilisasi ABCD, pemeriksaan neuroemergensi [tingkat kesadaran, pupil dan gerak bola mata, tanda rangsang meningeal, fungsi saraf kranial, fungsi motorik dan refleks)

Pemeriksaan penunjang : CT-scan sebagai gold standard pada stroke. Dapat disertai dengan pemeriksaan lain : tes faal koagulasi, darah lengkap, fungsi hati ginjal, toksikologi urin, EKG, analisa gas darah.

Tatalaksana : 5 B untuk penderita koma o Breathing (Bersihkan jalan nafas , pemasangan pipa orofaring ,kepala Ektensi >20 30, penghisapan lendir, 02 : 2 4 l/mnt) o Blood Menurunkan tekanan darah : (nicardipin 5-15 mg/ jam IV atau , Clonidin 0,6 0,9 mg/100 ml, atau Furosemide 40 80 mg. I.V atau Nifedipin 20 30 mg) o Brain o Bladder (mengosongkan blaas + 3 X / hari dengan dauer kateter ganti tiap 48 jam o Bowel : Pemberian : Infus sonde ( hari III IV ),,makanan : 2000 kalori, nutrisi parenteral Dengan laksativum gliserin 30 40 ml/kg BB/hr. BAB :

4. Assessment : TACI (total anterior circulation infarction) pada hemisfer sebelah kanan. Perdarahan intraventrikular pada ventrikular sebelah kanan.

5. Planning Tindakan operasi karena perburukan kondisi pasien.

Page | 8

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

PRIMARY SURVEY
a. Airway Tindakan yang dilakukan : Membuka jalan nafas dengan membuka mulut lihat adanya sumbatan Dengarkan bunyi nafas (Snoring/ngorok, Gurgling/kumur2, Stridor)

Dengan alat Pemasangan pipa orofaring Pemasangan pipa nasofaring Jika sumbatan berupa cairan lakukan suction

Tanpa alat Head tilt (mendorong kepala ke belakang) Chin lift Jaw thrust (Lakukan jika ada trauma cervikal)

Page | 9

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

b. Breathing Tindakan yang dilakukan : Menilai pasien dapat bernafas spontan (serta melihat gerak nafas) Avoid Hypoxia, Hypercardia

Dengan alat Kanul Nasal Aliran O2 1-6L/menit dgn konsentrasi 24-44% Sungkup Muka Sederhana Aliran O2 5-8L/menit dgn konsentrasi 40-60 %

Page | 10

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Sungkup Muka Aerosol (Ambu Bag) Aliran O2 >10 L/menit dgn konsentrasi 100%

Tanpa alat Pernapasan mouth to mouth Diberikan 2 kali pernapasan dg 1 kali napas selama 2 detik. Dgn aliran 800-1200 ml dg konsentrasi 16-17 %. Pernapasan mouth to nose Dilakukan jk pernapasan mouth to mouth tdk memungkinkan. Pernapasan Mulut ke Stoma Pasien laringotomi

Page | 11

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Tahap lanjut membuka jalan napas Pemasangan pipa endotrakheal (ETT). Pemasangan ETT dapat menjamin terpeliharanya jalan napas dan sebaiknya di lakukan sesegera mungkin.

Page | 12

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Indikasi pemasangan ETT : 1. Henti jantung 2. Pasien sadar yang tidak mampu bernapas dengan baik (edem paru) 3. Perlindungan jalan napas tidak memadai (koma) 4. Penolong tidak mampu memberi bantuan napas secara kompensional

Keuntungan ETT : 1. Terpeliharanya jalan napas 2. Dapat memebrikan oksigen dengan konsentrasi tinggi 3. Mencegah aspirasi 4. Tercapainya volume tidal yang di inginkan 5. Merupakan jalan masuk beberapa obat-obat resusitasi 6. Mempermudah penghisapan lendir di trakhea

Kerugian ETT : 1. Membersihkan jalan napas

Page | 13

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Sapuan jalan napas membuka mulut pasien dengan teknik jaw trusht lalu menggunakan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) untuk membersihkan dan mengambil benda asing dalam mulut

Jika ada cairan atau gurgling dilakukan suction Jika sumbatan benda asing padat Tersedak (choking) lakukan back blow lakukan abdominal thrust ( pasien tidak sadar) (pasien sadar) dan

c. Circulation Tindakan yang dilakukan : Memeriksa Arteri Karotis

Dengan alat Jika teraba nadi lemah & akral dingin (tanda2 syok) berikan infus 2 jalur dgn cairan RL yg hangat 1-2 L diguyur. Tanpa alat Di lakukan kompresi dada efektif dengan melakukan penekanan kuat dan cepat di tengah dada (2 jari diatas procesus xypoideus) yakni dengan 30 kali kompresi lalu 2 kali pernapasan (30 : 2). Dilakukan kompresi dengan tekanan sedalam 4-5 cm dengan kecepatan 100 kompresi/menit. d. Disability Tindakan yang dilakukan : Membuka jalan nafas dengan membuka mulut lihat adanya sumbatan Dengarkan bunyi nafas (Snoring/ngorok, Gurgling/kumur2, Stridor)

Dengan alat Pemasangan pipa orofaring

Page | 14

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Pemasangan pipa nasofaring Jika sumbatan berupa cairan lakukan suction

Tanpa alat Head tilt (mendorong kepala ke belakang) Chin lift Jaw thrust (Lakukan jika ada trauma cervikal)

e. Exposure Tindakan yang dilakukan : Membuka jalan nafas dengan membuka mulut lihat adanya sumbatan Dengarkan bunyi nafas (Snoring/ngorok, Gurgling/kumur2, Stridor)

Dengan alat Pemasangan pipa orofaring Pemasangan pipa nasofaring Jika sumbatan berupa cairan lakukan suction

Tanpa alat Head tilt (mendorong kepala ke belakang) Chin lift Jaw thrust (Lakukan jika ada trauma cervikal)

Setelah selesai melakukan semua tindakan Primary Survey, evaluasi kembali.

Page | 15

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

SECONDARY SURVEY
Secondary survey adalah suatu tindakan yang dilakukan setelah primary survey, dimana Secondary survey dingunakan untuk mencari perubahanperubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe). Juga bertujuan untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga dapat ditangani lebih lanjut. Ada tiga bagian utama dalam secondary survey: Vital sign monitorring Top-to-toe survey Medical history (AMPLE)

VITAL SIGN Pada bagian ini mencek kembali langkah-langkah yang dilakukan pada primary survey yakni Airway (A), Breathing (B), Circulation (C), dan Disability (D) untuk mendapatkan data yang akurat. Hal ini sebaiknya dilakukan setidaknya 10-15 menit sekali pada pasien yang stabil, dan lebih pada pasien yang kritis. Airway o Paten (ya) o Bising? / pernafasan tenang Breathing o Tingkat / keteraturan / kedalaman (16-24 /min) Circulation o Capulary refill (<2 dtk)

Page | 16

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

o Tekanan darah (>100/60 mmHg) Disability o Tingkat kesadaran (AVPU,/ GCS) o Refleks pupil

TOP-TO-TOE SURVEY 1. Kepala a. Rambut dan kulit kepala: perdarahan, pengelupasan, perlukaan, dan penekanan b. Telinga: Perlukaan, darah, cairan c. Mata: Perlukaan, pembengkakan, perdarahan/panda eye (battle sign) echymosis yang menunjukkan adanya fraktur Basis Cranii, reflek pupil, kondisi kelopak mata, adanya benda asing, pergerakan abnormal d. Hidung: Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping hidung, kelainan anatomi akibat trauma e. Mulut: Perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi, bau, dapat buka mulut/ tidak f. Bibir: Perlukaan, perdarahan, sianosis, kering g. Rahang: Perlukaan, stabilitas, krepitasi h. Kulit: Perlukaan, basah/kering, darah, suhu, warna 2. Leher : inspeksi apakah ada Perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme otot, stoma, stabilitas tulang leher atau pembengkakan

Page | 17

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

3. Chest : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi perhatikan kesimetrisannya, luka/ memar, deformitas, pengunaan otot aksesoris pernafasan, suara, tingkat, dan kedalaman pernafasan. Foto thoraks cari dan periksa pelebaran mediastinum, fraktur costa, flail segment, haemothoraks, pneumothoraks, dan contusio paru. 4. Abdomen: memar atau luka, suara usus, tenderness, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi. 5. Pelvis/genetalia : Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia 6. Rektal : adanya darah menunjukkan adanya perforasi rektal, prostat letak tinggi menandakan adanya ruptur uretra, teraba fragmen tulang pada dinding rektal menandakan fraktur pelvis. 7. Ekstermitas: periksa ada tidaknya luka, tanda deformitas, pergerakan, tenderness, sensasi, dan pulsasi nadi perifer. 8. Pemeriksaan neurologis : ulangi pemeriksaan kesadaran GCS, reevaluasi pupil, perhatikan apakan ada tanda lateralisasi.

MEDICAL HISTORY A : Alergi (obat-obatan, makanan, dll) M : Medication (obat-obat yang biasa digunakan) P : Past medical history (Penyakit Penyerta, operasi sebeelumnya) L : last food and drink E : Event/ Environment

Page | 18

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

GANGGUAN KESADARAN

Kesadaran

merupakan

fungsi

utama

susunan

saraf

pusat.

Untuk

mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang konstan dan efektif antara hemisfer serebri yang intak dan formasio retikularis di batang otak. Gangguan pada hemisfer serebri atau formasio retikularis dapat menimbulkan gangguan kesadaran. Bergantung pada beratnya kerusakan, gangguan kesadaran dapat berupa apati, delirium, somnolen, sopor atau koma. Koma sebagai kegawatan maksimal fungsi susunan saraf pusat memerlukan tindakan yang cepat dan tepat, sebab makin lama koma berlangsung makin parah keadaan susunan saraf pusat sehingga kemungkinan makin kecil terjadinya penyembuhan sempurna.

Patofisiologi
Lesi Supratentorial Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkannya. Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro kaudal sepanjang batang otak. Gejala Gejala klinik akan timbul sesuai dengan perjalan proses tersebut yang dimulai dengan gejala- gejala neurologik fokal sesuai dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah berat dapat timbul sindroma diensefalon, sindroma meseisefalon bahkan sindroma ponto-meduler dan deserebrasi.

Page | 19

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Oleh kenaikan tekanan intrakranial dapat terjadi herniasi girus singuli di kolong falks serebri, herniasi transtentoril dan herniasi unkus lobus temporalis melalui insisura tentorii.

Lesi infratentorial Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik

GANGGUAN DIFUS (GANGGUAN METABOLIK) Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomiktertentu pada susunan saraf pusat. Penyebab gangguan kesadaran pada golongan ini terutama akibat kekurangan 02, kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi darah serta pengaruh berbagai macam toksin Kekurangan 02 Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 02/100 gr otak/menit yang disebut Cerebral Metabolic Rate for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai kondisi normal tidak banyak berubah.Hanya pada kejang-kejang CMR 02 meningkat dan jika timbul gangguan fungsi otak, CMR 02 menurun. Pada CMR 02 kurang dari 2.5 cc/100 gram otak/menit akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc 02/100 gram otak/menit terjadi koma. Glukosa Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada

Page | 20

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Menurut Arduini hipoglikemi menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf pusat yang dimulai pada formasio retikularis dan kemudian menjalar ke bagian-bagian lain.Pada hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan gejala dini. Gangguan sirkulasi darah Untuk mencukupi keperluan 02 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang peranan penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, 02dan glukosa darah juga akan berkurang Toksin Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit metabolik dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal dariluar/akibat infeksi.

Tingkat Kesadaran
Dalam klinik dikenal tingkat- tingkat kesadaran : kompos mentis, inkompos mentis (apati, delirium, somnolen, sopor, koma)

1.

Kompos mentis : Keadaan waspada dan terjaga pada seseorang yang bereaksi sepenuhnya dan adekuat terhadap rangsang visual, auditorik dan sensorik.

2. Apatis : sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya.

3. Delirium :

Page | 21

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

kesadaran menurun disertai kekacauan mental dan motorik seperti desorientasi, iritatif, salah persepsi terhadap rangsang sensorik, sering timbul ilusi dan halusinasi.

4. Somnolen : penderita mudah dibangunkan, dapat lereaksi secara motorik atau verbal yang layak tetapi setelah memberikan respons, ia terlena kembali bila rangsangan dihentikan.

5. Sopor (stupor) : penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat oleh rangsang nyeri yang hebat dan berulang-ulang.

6. Koma : tidak ada sama sekali respon terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun hebatnya

Page | 22

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Stroke Hemoragik
Stroke hemorragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan pengeluaran darah ke parenkim otak, ruang cairan cerebrospinal di otak, atau keduanya. Adanya perdarahan ini pada jaringan otak menyebabkan terganggunya sirkulasi di otak yang mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan otak yang tidak mendapat darah lagi, serta terbentuknya hematom di otak yang mengakibatkan penekanan. Proses ini memacu peningkatan tekanan intrakranial sehingga terjadi shift dan herniasi jaringan otak yang dapat mengakibatkan kompresi pada batang otak.

Etiologi Stroke dapat disebabkan oleh aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan rupture aneurisma. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi faktor resiko seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, atau penyakit vaskuler perifer. Adapun penyebab perdarahan pada stroke hemoragik: a. Intrakranial : 1. Perdarahan intraserebral primer (hipertensiva) 2. Pecahnya aneurisma 3. Pecahnya malformasio arterio-venosa 4. Penyakit moya-moya 5. Tumor otak (primer/metastasis) 6. Infeksi (meningoensefalitis) b. Ekstrakranial : 1. Leukemia 2. Hemofilia
Page | 23

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

3. Anemia 4. Obat-obat antikoagulan 5. Penyakit liver

Faktor Resiko a. Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi, yaitu : 1. Kelainan pembuluh darah otak, biasanya merupakan kelainan bawaan. 2. Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki resiko terkena stroke iskemik ataupun perdarahan intraserebrum lebih tinggi sekitar 20% daripada wanita. 3. Riwayat keluarga dan genetika 4. Ras b. Faktor resiko yang dapat di modifikasi yaitu : 1. Hipertensi 2. Penyakit jantung 3. Diabetes mellitus 4. Hiperkolesterolemia 5. Serangan iskemik sesaat (transient ischemic attack atau TIA) 6. Obesitas 7. Merokok

Menurut WHO dalam International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems 10th Revision, stroke Hemoragik di bagi atas : 1. Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma yang pecah ataupun karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding arteri menipis dan rapuh seperti pada hipertensi dan angiopati amiloid. Pada perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Adapun penyebab perdarahan intraserebral :
Page | 24

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Hipertensi (80%) Aneurisma Malformasi arteriovenous Neoplasma Gangguan koagulasi seperti hemofilia Antikoagulan Vaskulitis Trauma Idiophatic

2. Perdarahan Subarachnoid Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga subarachnoid. Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang ruptur di samping juga sebab-sebab yang lain. Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5% dari semua kejadian stroke. Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke ruang subarachnoid dan ruang cairan serebrospinal. Penyebab perdarahan subarachnoid : Aneurisma (70-75%) Malformasi arterivenous (5%) Antikoagulan ( < 5%) Tumor ( < 5% ) Vaskulitis (<5%) Tidak di ketahui (15%)

Insidens dan Epidemiologi Insidens global stroke diperkirakan akan semakin meningkat sejak populasi manula berusia lebih dari 65 tahun meningkat dari 390 juta jiwa menjadi 800 juta

Page | 25

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

jiwa yang diperkirakan pada tahun 2025. Stroke iskemik adalah tipe yang paling sering ditemukan, kira-kira 85% dari seluruh kasus stroke. Sedangkan stroke hemoragik mencakup 15% dari seluruh kasus stroke. Di USA, sebanyak 705.000 kasus stroke terjadi setiap tahun, termasuk kasus baru dan kasus rekuren. Dari semua kasus tersebut, hanya 80.000 kasus adalah stroke hemoragik.

Patofisiologi Aterosklerosis atau trombosis biasanya dikaitkan dengan kerusakan lokal pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan adanya plak berlemak pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh darah sebagian terisi oleh materi sklerotik. Plak cenderung terbentuk pada daerah percabangan ataupun tempat-tempat yang melengkung. Trombosit yang menghasilkan enzim mulai melakukan proses koagulasi dan menempel pada permukaan dinding pembuluh darah yang kasar. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli atau dapat tetap tinggal di tempat dan menutup arteri secara sempurna. Emboli kebanyakan berasal dari suatu thrombus dalam jantung, dengan kata lain hal merupakan perwujudan dari masalah jantung. Meskipun lebih jarang terjadi embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotis atau arteri karotis interna. temapt yang paling sering terserang emboli serebri adalah arteri serebri media, terutama bagian atas. Perdarahan intraserebral sebagian besar terjadi akibat hipertensi dimana tekanan darah diastoliknya melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik dapat menyebabkan pecah/ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan/atau subarakhnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Daerah distal dari tempat dinding arteri pecah tidak lagi kebagian darah sehingga daerah tersebut menjadi iskemik dan kemudian menjadi infark yang tersiram darah ekstravasal hasil perdarahan. Daerah infark itu tidak berfungsi lagi
Page | 26

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

sehingga

menimbulkan

deficit

neurologik,

yang

biasanya

menimbulkan

hemiparalisis. Dan darah ekstravasal yang tertimbun intraserebral merupakan hematom yang cepat menimbulkan kompresi terhadap seluruh isi tengkorak berikut bagian rostral batang otak. Keadaan demikian menimbulkan koma dengan tandatanda neurologik yang sesuai dengan kompresi akut terhadap batang otak secara rostrokaudal yang terdiri dari gangguan pupil, pernapasan, tekanan darah sistemik dan nadi. Apa yang dilukis diatas adalah gambaran hemoragia intraserebral yang di dalam klinik dikenal sebagai apopleksia serebri atau hemorrhagic stroke. Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah kapsula interna. Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa disitu terdapat aneurisme kecil-keci yang dikenal sebagai aneurisme Charcot Bouchard. Aneurisma tersebut timbul pada orang-orang dengan hipertensi kronik, sebagai hasil proses degeneratif pada otot dan unsure elastic dari dinding arteri. Karena perubahan degeneratif itu dan ditambah dengan beban tekanan darah tinggi, maka timbullah beberapa pengembungan kecil setempat yang dinamakan aneurismata Charcot Bouchard. Karena sebab-sebab yang belum jelas, aneurismata tersebut berkembang terutama pada rami perforantes arteria serebri media yaitu arteria lentikolustriata. Pada lonjakan tekanan darah sistemik seperti sewaktu orang marah, mengeluarkan tenaga banyak dan sebagainya, aneurima kecil itu bisa pecah. Pada saat itu juga, orangnya jatuh pingsan, nafas mendengkur dalam sekali dan memperlihatkan tandatanda hemiplegia. Oleh karena stress yang menjadi factor presipitasi, maka stroke hemorrhagic ini juga dikenal sebagai stress stroke. Pada orang-orang muda dapat juga terjadi perdarahan akibat pecahnya aneurisme ekstraserebral. Aneurisme tersebut biasanya congenital dan 90% terletak di bagian depan sirkulus Willisi. Tiga tempat yang paling sering beraneurisme adalah pangkal arteria serebri anterior, pangkal arteria komunikans anterior dan tempat percabangan arteria serebri media di bagian depan dari sulkus lateralis serebri. Aneurisme yang terletak di system vertebrobasiler paling sering dijumpai pada

Page | 27

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

pangkal arteria serebeli posterior inferior, dan pada percabangan arteria basilaris terdepan, yang merupakan pangkal arteria serebri posterior. Fakta bahwa hampir selalu aneurisme terletak di daerah percabangan arteri menyokong anggapan bahwa aneurisme itu suatu manifestasi akibat gangguan perkembangan embrional, sehingga dinamakan juga aneurisme sakular (berbentuk seperti saku) congenital. Aneurisme berkembang dari dinding arteri yang mempunyai kelemahan pada tunika medianya. Tempat ini merupakan tempat dengan daya ketahanan yang lemah (lokus minoris resistensiae), yang karena beban tekanan darah tinggi dapat menggembung, sehingga dengan demikian terbentuklah suatu aneurisme. Aneurisme juga dapat berkembang akibat trauma, yang biasanya langsung bersambung dengan vena, sehingga membentuk shunt arteriovenosus. Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan tekanan intraandominal, aneurisma ekstraserebral itu pecah, maka terjadilah perdarahan yang menimbulkan gambaran penyakit yang menyerupai perdarahan intraserebral akibat pecahnya aneurisma Charcor Bouchard. Pada umumnya factor presipitasi tidak jelas. Maka perdarahan akibat pecahnya aneurisme ekstraserebral yang berimplikasi juga bahwa aneurisme itu terletak subarakhnoidal, dinamakan hemoragia subduralis spontanea atau hemoragia subdural primer.

Penatalaksanaan Penanganan tepat dan segera pada pasien dengan infark hemoragik merupakan penanganan kegawatdaruratan. Pasien dengan stroke hemoragik harus dirawat dalam ruangan khusus. Penatalaksaan pasien dengan infark hemoragik terdiri atas dua yaitu: 1. Konservatif

Amankan jalan napas dan pernapasan. Jika perlu pemberian intubasi dan hiperventilasi mekanik. Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien dengan koma yang tidak dapat mempertahankan jalan napas dan pasien dengan gagal

Page | 28

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

pernapasan. Analisa gas darah harus diukur pada pasien dengan gangguan kesadaran

Keseimbangan cairan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit mudah ditemui pada pasien-pasien ICU. Hal ini disebabkan oleh respon simpatis terhadap adanya injuri neuron akibat iskemik ataupun hemoragik, subsitusi cairan/elektrolit yang tidak seimbang, regimen nutrisi yang tidak adekuat, dan pemberian diuretik ataupun obat-obat lainnya. Pilihan terapi enteral/ cairan isotonik intravena. Monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit perlu dilakukan.

Nutrisi. Beberapa studi menyebutkan bahwa konsentrasi serum albumin mempunyai hubungan signifikan dengan komplikasi infeksi dan merupakan prediktor independen kematian dalam waktu 3 bulan. Penelitian ini menunjukkan pentingnya suplai kalori dan protein adekuat pada pasien stroke akut.

Mannitol dan diuretik berguna untuk menurunkan tekanan intrakranial lebih cepat.

Jika demam, berikan acetominofen dan kompres mekanik. Demam merupakan prediktor bagi prognosis buruk sehingga harus ditemukan penyebabnya.

Keadaan hiperglikemia menunjukkan adanya cedera sel-sel saraf ataupun pemberian tissue plasminogen activator (rt-PA) pada iskemik akut yang memicu peninggian serum glukosa.

Kontrol hipertensi melalui pemberian antihipertensi Manajemen pasien stroke hemoragik disertai hipertensi masih kontroversi. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mencegah terjadinya perdarahan ulangan, namun dilain pihak hal ini dapat mencetuskan iskemik perihematomal. Beberapa peneliti menyarankan penurunan tekanan darah menuju tekanan darah rata-rata harus dilakukan perlahan hingga, 130 mmHg namun penurunan tekanan darah lebih darah 20% harus dicegah dan tekanan darah tidak boleh turun lebih dari 84 mmHg.
Page | 29

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Mencegah diatesis perdarahan dengan pemberian plasma darah, antihemofilik, vitamin K, transfusi platelet, dan transfusi darah.

2. Operasi Drainase hematoma drainase stereotaktik atau evakuasi operasi Drainase ventrikular atau shunt Evakuasi perdarahan malformasi arterivenous atau tumor Memperbaiki aneurisma. Penatalaksaan operatif pada pasien dengan perdarahan intraserebral masih kontroversi. Walaupun terdapat indikasi-indikasi jelas bahwa pasien memerlukan suatu tindakan operatif ataupun tidak, masih terdapat daerah abu-abu diantaranya. Sebagai contoh pasien usia muda dengan perdarahan intraserebral pada hemisfer nondominan yang awalnya sadar dan berbicara kemudian keadaannya memburuk secara progresif dengan perdarahan intraserebral area lobus memerlukan penanganan operatif. Sebaliknya, pasien usia lanjut dengan perdarahan intraserebral luas pada hemisfer dominan disertai perluasan ke area talamus dan berada dalam kondisi koma tergambar memiliki prognosis jelek sehingga tindakan operatif tidak perlu dipertimbangkan. Tindakan pembedahan untuk evakuasi atau aspirasi bekuan darah pada stadium akut kurang begitu menguntungkan. Intervensi bedah pada kasus-kasus demikian adalah : Pasien yang masih dapat tetap bertahan setelah iktus awal setelah beberapa hari, di mana pada saat itu bekuan sudah mulai mencair dan memungkinkan untuk di aspirasi sehingga massa desakan atau defisit dapat dikurangi. Hematom intraserebeler, mudah segera dikeluarkan dan kecil kemungkinan menimbulkan defisit neurologis. Dalam hal ini biasanya dapat segera dilakukan operasi pada hari-hari pertama. Hematom intraserebral yang letaknya supericial, seringkali mudah diangkat dan tidak memperburuk defisit neurologis.
Page | 30

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Kontraindikasi tindakan operasi terhadap kasus-kasus perdarahan intraserebral adalah hematom yang terletak jauh di dalam otak (dekat kapsula interna) mengingat biasanya walaupun hematomnya bisa dievakuasi, tindakan ini malahan menambah kerusakan otak. Operasi juga tidak dipertimbangkan pada pasien dengan volume hematoma sedikit dan defisit fokal minimal tanpa gangguan kesadaran. Hal tersebut diatas menunjukkan indikasi jelas mengapa seseorang memerlukan tindakan operatif atau tidak. Hal inilah yang menjadi ketidakmenentuan mengenai indikasi apakah operasi diperlukan atau tidak. Jenis-jenis operasi pada stroke hemoragik antara lain: 1. Kraniotomi Mayoritas ahli bedah saraf masih memilih kraniotomi untuk evakuasi hematoma. Secara umum, ahli bedah lebih memilih melakukan operasi jika perdarahan intraserebral terletak pada hemisfer nondominan, keadaan pasien memburuk, dan jika bekuan terletak pada lobus dan superfisial karena lebih mudah dan kompresi yang lebih besar mungkin dilakukan dengan resiko yang lebih kecil. Beberapa ahli bedah memilih kraniotomi luas untuk

mempermudah dekompresi eksternal jika terdapat udem serebri yang luas.

Gambar 1. Flap lebar tulang kranium pada Hemicraniotomi dan dekompresi operasi untuk infrak area arteri cerebri media.

Page | 31

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Gambar 2. Insisi kulit pada suboksipital kraniotomi dan drainase ventrikular. A. Insisi Linear. B. Insisi question mark untuk kepentingan kosmetik.(15)

Gambar 3. Prosedur Sub-sekuen Kraniotomi.(16)

2. Endoskopi Melalui penelitian Ayer dan kawan-kawan dikatakan bahwa evakuasi hematoma melalui bantuan endoskopi memberikan hasil lebih baik. pada

Page | 32

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

laporan

observasi

lainnya

penggunaan

endoskopi

dengan

tuntunan

stereotaktik dan ultrasonografi memberikan hasil memuaskan dengan evakuasi hematoma lebih sedikit (volume < 30 ml) namun teknik ini belum banyak diaplikasikan dan validitasnya belum dibuktikan. 3. Aspirasi dengan bantuan USG Hondo dan Lenan melaporkan keberhasilan penggunaan aspirator USG pada aspirasi stereotaktik perdarahan intracerebral supratentorium, namun prosedur ini masih diobservasi. 4. Trombolisis intracavitas Blaauw dan kawan-kawan melalui penelitian prospektif kecil meneliti pasien perdarahan intraserebral supratentorial dengan memasukkan urokinase pada kavitas serebri (perdarahan intraserebri) dan setelah menunggu periode waktu tertentu kemudian melakukan aspirasi. Namun penelitian ini dinyatakan tidak berpengaruh pada angka mortalitas, walaupun pada beberapa pasien menunjukkan keberhasilan. Pasien perdarahan intraserebral dengan ruptur menuju ke ventrikel drainase ventrikular eksternal mungkin berguna. Namun cara ini belum melalui penelitian prospektif luas dan patut dicatat bahwa melalui penelitian observasi menunjukkan prognosis buruk. Perdarahan intraserebral dan subarahnoid biasanya dikaitkan dengan adanya malformasi arterivenous (AVM). Jika lesi dapat terlihat maka evakuasi perdarahan harus dilakukan sehingga perdarahan tidak terkontrol dari AVM dapat diatasi. Apabila perdarahan intraserebral di terapi secara konservatif biasanya ahli bedah saraf memilih menunggu 6-8 minggu dahulu karena operasi dapat mencetuskan AVM yang terletak pada dinding perdarahan intraserebral. Pilihan penanganan operatif pada AVM antara lain: pengangkatan endovaskular, eksisi, stereotaxic radiosurgery, dan kombinasi diantaranya.

Page | 33

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Eksisi langsung AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop operasi sehingga menurunkan resiko kecacatan dan kematian. Komplikasi mayor eksisi langsung seperti kehilangan jaringan otak normal beserta fungsi neurologisnya yang dikenal dengan breakthrough phenomenon.

Pengangkatan endovaskular menggunakan teknik embolisasi

dapat

dilakukan sebelum ataupun saat berlangsungnya operasi. Penanganan ini berguna untuk lesi yang tidak dapat terjangkau melalui operasi ataupun tambahan pengangkatan pada operasi. Komplikasi yang dapat berkembang yaitu perdarahan,iskemik, dan angionekrosis karena toksisitas materi emboli. Radioterapi, teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan proton menginduksi deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin yang menyempitkan lumen pembuluh darah kecil dan mengerutkan AVM dalam beberapa bulan setelah terapi. komplikasi cara ini berupa radionekrosis jaringan otak normal, perdarahan, hidrosefalus, kejang post terapi, kehilangan regulasi temperatur, defisit fungsi kongnitif.

Komplikasi Komplikasi stoke dapat di bagi menjadi komplikasi akut, biasanya dalam 72 jam, dan komplikasi yang muncul di kemudian hari. 1. Komplikasi akut berupa edema serebri, peningkatan TIK dan kemungkinan herniasi, pneumonia aspirasi dan kejang. 2. Komplikasi postfibrinolitik di sekeliling pusat perdarahan. Pada perdarahan intraserebral yang luas biasanya muncul dalam 12 jam setelah penanganan. Perdarahan potensial yang lain juga dapat muncul di traktus gastrointestinal, traktus genitourinarius dan kulit terutama di sekitar pemasangan intravenous line.

Page | 34

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

3. Komplikasi subakut, yaitu pneumonia, trombosis vena dalam dan emboli pulmonal, infeksi traktus urinarius, luka dekubitus, kontraktur, spasme, masalah sendi dan malnutrisi. 4. Beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal ini dapat diatasi dengan identifikasi dan penanganan dini depresi pada pasien untuk meningkatkan kualitas hidup penderita.

Prognosis Angka kesembuhan pada perdarahan intraserebral bergantung pada lokasi, ukuran, dan kecepatan perkembangan hematoma. Pasien dengan hematoma kecil, berlokasi jauh ke dalam dan dekat dengan midline sering diikuti dengan herniasi sekunder dan massa sehingga mortalitasnya tinggi. Penyembuhan pasien dengan perdarahan intraserebral biasanya disertai defisit neurologis. Pasien dengan perdarahan subarahnoid masif sejak awal dapat berakhir dengan kematian ataupun kerusakan otak. Namun jika perdarahan terbatas, pasien dapat bertahan dengan resiko perdarahan ulangan pada beberapa hari/minggu berikut setelah perdarahan subarahnoid pertama. Jika tidak di terapi segera, perdarahan subarahnoid yang disebabkan oleh ruptur AVM beresiko terhadap perdarahan ulangan pada 24 jam sesudahnya, 1-2 % 1 bulan sesudahnya, dan sebesar 3 % terjadi 3 bulan setelah serangan awal. Evaluasi dan penanganan pasien dengan perdarahan subarahnoid harus segera diberikan untuk mencegah prognosis buruk pasien.

Page | 35

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Stroke Iskemik
Definisi Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler . Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak . Epidemiologi Stroke merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan meskipun rata-rata kejadian stroke menurun, tetapi jumlah penderita stroke tetap meningkat yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah populasi tua/meningkatnya harapan hidup. Terdapat beberapa variasi terhadap insidensi dan outcome stroke di berbagai negara . Sampai dengan tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada lakilaki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia 18 tahun. Diantara orang kulit hitam, prevalensi stroke adalah 3,7% dan 2,2% pada orang kulit putih serta 2,6 % pada orang Asia. Diantara Warga Amerika Indian yang berusia 65-74 tahun, insiden ratarata/1000 populasi dengan kejadian stroke yang baru dan berulang pertahunnya adalah 6,1% pada laki-laki dan 6,6% pada perempuan. Rata-rata mortalitas stroke mengalami perubahan dari tahun 1980 hingga 2005. Penurunan mortalitas stroke pada laki-laki lebih besar daripada perempuan dengan rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan menurun dari 1,11 menjadi 1,03. Juga dijumpai penurunan mortalitas stroke pada usia 65 tahun pada laki-laki dibandingkan perempuan (National Center for

Page | 36

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Dari Survey ASNA di 28 RS seluruh Indoneisia, diperoleh gambaran bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dan profil usia 45 tahun yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5%. Data-data lain dari ASNA Stroke Collaborative Study diperoleh angka kematian sebesar 24,5% Klasifikasi Stroke Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pumbuluh darah) . I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: 1. Stroke iskemik a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Trombosis Serebri c. Emboli Serebri 2. Stroke hemoragik a. Perdarahan Intraserebral b. Perdarahan Subarakhnoid II. Berdasarkan stadium 1. TIA 2. Stroke in evolution 3. Completed Stroke III. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah) 1. Tipe Karotis

Page | 37

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

2. Tipe Vetebrobasiler Faktor Resiko Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well

documented) Non modifiable risk factors: 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Berat badan lahir rendah 4. Ras/etnik 5. Genetik 2. Modifiable risk factors: Well-documented and modifiable risk factor 1. Hipertensi 2. Terpapar asap rokok 3. Diabetes 4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition 5. Dislipidemia 6. Stenosis arteri karotis

Page | 38

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

7. Terapi hormon postmenopouse 8. Poor diet 9. Physical inactivity 10. Obesitas dan distribusi lemak tubuh Less well-documented and modifiable risk factor 1. Sindroma metaboliK 2. Alcohol abuse 3. Penggunaan kontrasepsi oral 4. Sleep disordered-breathing 5. Nyeri kepala migren 6. Hiperhomosisteinemia 7. Peningkatan lipoprotein 8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase 9. Hypercoagulability 10. Inflamasi 11. Infeksi

Patofisiologi Stroke Iskemik Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron secara bertahap:

Page | 39

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Tahap 1: a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan 02 c. Kegagalan energi d. Termina; depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion b. Spreading depression Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis Tatalaksana Terapi umum: Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia

Page | 40

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

(kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, di- lanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:

Page | 41

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

RUJUKAN
TUJUAN Mengenal penderita trauma yang harus dilakukan rujukan Melakukan persiapan yang optimal untuk dilakukan rujukan dengan cara transport yang sesuai Mengetahui RS rujukan yang mampu menangani penderita trauma MENENTUKAN PERLUNYA RUJUKAN Kebanyakan penderita trauma dapat dilakukan tindak di RS setempat Dalam menentukan rujukan penting diketahui kemampuan dokter dan RS yang akanmenerima rujukan Bila sudah diputuskan dirujuk jangan menundanunda rujukan dengan melakukan tindakandiagnostik (misal:DPL CT Scan dsb) Waktu sangatlah penting dari mulai kejadian sampai dilakukan terapi difinitif

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN RUJUKAN Jarak antara RS Pusat rujukan Kesiapan tenaga terampil untuk mendampingi penderita Peralatan ambulans Keadaan penderita sebelum dan selama transport

FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI DASAR UNTUK RUJUKAN

Page | 42

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Kriteria fisiologis penderita syock yang sulit diatasi dengan penurunan keadaan neu rologis Pola perlukaan Biomekanik trauma Masalah khusus

Sebaiknya stabilkan dulu keadaan penderita kemudian dilakukan rujukan KESULITAN DALAM MELAKUKAN RUJUKAN Penderita dalam keadaan gelisah dengan tidak kooperatif akan sangat sulit, kadangkadangpenderita diikat kuat Pemberian sedativa pada penderita tersebut sebaiknya dilakukan intubasi

KESULITAN DALAM MELAKUKAN RUJUKAN Sebelum memberikan sedativa sebaiknya : Masalah ABCDE sudah teratasi Mengurangi rasa nyeri dengan memasang pada penderita fraktur dan pemberiannark otik dengan dosis kecil Menghentikan pendarahan dengan balutan Usahakan menenangkan penderita

PATUT DI INGAT Pemberian benzodiazopam, fentanyl,propofol dengan ketamin berbahaya bila diberik apada penderita dengan syock intoksikasi dan trauma kapitis Bila ragu-ragu serahkan pada ahlinya Pemakai alkohol/obatobatan lain sering ditemukan pada penderita trauma harus dikenalikarena mungkin dapat mengurangi rasa nyeri dan menghilangkan gejala Perubahan tingkat kesadaran dapat dipengaruhi oleh alkohol dan obat-obatan

CARA RUJUKAN Dokter/perawat yang mengirim bertanggung jawab untuk memulai rujukan yaitu : Page | 43

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

- cara transport harus dipilih yang sesuai - perawatan dalam perjalanan - komunikasi dengan RS dirujuk - penderita dalam keadaan stabil saat akan dirujuk - laporkan prosedur tindakan yang telah dilakukan CARA RUJUKAN Dokter/perawat yang dirujuk Yakinkan bahwa RS mampu menerima penderita Bersedia untuk menerima Sebaiknya dapat membantu memilih cara transport Komunikasi dapat membantu keamanan dalam transport penderita

CARA TRANSPORT Prinsip DO NO Further Harm sangat berperan Udara-darat,laut dapat dilakukan dengan aman Stabilkan penderita sebelum dilakukan transport Persiapkan tenaga yang terlatih agar proses transport berjalan dengan aman

PROTOKOL RUJUKAN 1.Sebelum melakukan rujukan harus melakukan komunikasi dengan memberikan informasike RS rujukan tentang : dentitas penderita ;nama, umur, kelamin,dll Hasil anamnesa penderita dan termasuk data pra RS Penemuan awal pemeriksaan dengan respon terapi

PROTOKOL RUJUKAN 2. Informasi untuk petugas pendamping

Page | 44

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Pengelolaan jalan nafas Cairan yang telah/akan diberikan Prosedur khusus yang mungkin diperlukan GCS, resusitasi, dan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalamperjalanan.

PROTOKOL RUJUKAN 3. Dokumentasi Harus disertakan dengan penderita : -Permasalahan penderita -Terapi yang telah diberikan -Keadaan penderita saat akan dirujuk -Sebaiknya dengan fax agar data lebih cepat sampai PROTOKOL RUJUKAN 4.Sebelum rujukan Sebelum dirujuk stabilkan dulu penderita, yaitu : Airway : pasang OPA bila perlu intubasi Breathing : tentukan laju pernafasan, oxygen bila perlu ventilasi mekanik

Circulation : Kontrol pendarahan Pasang infus bila perlu 2 jalur Tentukan jenis cairan Perbaiki kehilangan darah, bila perlu teruskan selama transportasi Pemasangan kateter urin Monitor kecepatan dan irama jantung Berikan diuretik bila diperlukan

Page | 45

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Luka : - hentikan pendarahan dengan balutan dan tehnik lainnya - profilaksis tetanus - antibiotik bila perlu Fraktur : pasang bidai atau traksi

5. Pegelolaan selama transport Petugas pendamping harus : Monitor, tanda-tanda vital bila tersedia, pasang pulse oxymetry Bantu kardio respirasi bila diperlukan Pemberian darah bila diperlukan Pemberian obat-obatan sesuai instruksi dokter atau sesuai protap Melakukan komunikasi dengan dokter selama transportasi Dokumentasi

PERMASALAHAN Pemindahan penderita dari satu tempat ke tempat lain tanpa mempertimbangkan jarak selalu berbahaya Harus dipikirkan masalah yang akan timbul selama transportasi. Misal : ETT tercabut, pemakai monitor jantung, penggunaan listrik yang tidak cocok Terjadi penurunan tingkat kesadaran atau hemodinamika Data dengan hasil pemeriksaan tertinggal

KESIMPULAN Prinsip utama pelayanan trauma DO NO FURTHER HARM Harus ada komunikasi antar RS yang merujuk dengan yang dirujuk Petugas/perawat pendamping harus sudah terlatih dengan baik dibidang gawat darurat PERSYARATAN AMBULANS Suspensi lunak

Page | 46

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

Cukup tinggi Ruangan cukup luas Kalau bisa muat 2 penderita paling sedikit Pakai pendingin/AC Identitas jelas

ALAT-ALAT YANG DIPERLUKAN Tempat tidur/blankard Tandu scoop Vacum matras/LSB SSB Alat resusitasi Alat monitor jantung Obat-obat resusitasi

MASALAH DALAM EVAKUASI MEDIS MASALAH YANG MUNGKIN TERJADI DALAM EVAKUASI Dapat berupa : - Darat - Udara - Laut / air 1.Melalui darat & laut tidak terlalu banyak masalah hanya waktu lebih lama 2.Melalui udara mempunyai masalah tersendiri yang harus dikuasai oleh tim medis yangmela kukannya. - Sebelum Melakukan Evakuasi Harus Dipikirkan - Apakah pasien perlu dirujuk ? - Cara transportasinya ? PASIEN-PASIEN YANG HARUS DIRUJUK

Page | 47

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

1.Bayi Prematur dengan komplikasi yang memerlukan fasilitas (NIC ) 2.Pasien hamil dengan resiko tinggi 3.Infark miokard, terutama yang tidak stabil COPD keracunan obat, syok septik dengan pasien HD 4.Pasien Trauma dengan kelaianan neurologi, luka bakar >30% 5.Pasien psikiatri dapat ditolak dipenerbangan PENYAKIT YANG DAPAT TIMBUL DI UDARA HIPOKSIA

Dapat terjadi karena : 1. Kadar oksigen menurun 2. Menurunnya suplay oksigen dalam darah - COPD - Odema paru - Pneumoni - Emboli paru 3. Menurunnya kemampuan darah - Anemia - Keracunan CO, dll 4. Menurunnya suplay O2 ke jaringan - Syok - Nyeri - Perfusi jaringan menurun karena luka bakar Frostbite 5. Menurunnya kemampuan sel mempergunakan O2 - Keracunan sianida - Mabuk alkohol Page | 48 mentransport O2.

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

- Bahan hitotostik lain TOTAL CARE Dapat dipakai dalam persiapan atau selama transport : 1. Diagnosa - Pemeriksa fisik - Pemeriksa lab 2. Apakah harus di evakuasi 3. Kontra indikasi 4. Cara evakuasi 5. Timing evakuasi 6. Problem pra evakuasi 7. Problem selama evakuasi 8. Problem pasca evakuasi 9.Follow up setelah keluar RS

Page | 49

Laporan Tutorial Skenario 1

Kelompok 5

DAFTAR PUSTAKA
1. David, et al. Treating the acute stroke patient as an emergency: current practices and future opportunities. Int J Clin Pract, April 2006, 60, 4, 399 407. 2.

Page | 50

Anda mungkin juga menyukai