1. Pendahuluan
Masalah tekuk menjadi perhatian dalam desain bangunan baja. Tekuk menyebabkan hilangnya kekuatan tekan sehingga pengecekan kapasitas tekan dari suatu elemen struktur menjadi satu hal yang paling diperhatikan. Masalah tekuk pada bresing dapat diselesaikan apabila bresing memiliki ketahanan terhadap gaya tekan yang diterima, khususnya pada struktur yang memikul beban gempa bolak-balik. Hal ini diakomodasi dengan kehadiran bresing tahan tekuk. Makalah ini membahas Struktur Rangka Bresing Tahan Tekuk - SRBTT (BucklingRestrained Braced Frames-BRBF) yang merupakan pengembangan dari Sistem Rangka Bresing Konsentrik (Concentrically Braced Frame), yaitu bresing didesain memiliki kapasitas tekan yang sama dengan kapasitas tariknya. Sistem rangka ini telah banyak diaplikasikan di Amerika Serikat dan Jepang. Dua buah perencanaan struktur rangka bresing tahan tekuk (SRBTT) dilakukan terhadap bangunan gedung 10 lantai berdasarkan Seismic Provisions for Structural Steel Buildings1) yang diterbitkan American Institute of Steel Construction. Struktur yang pertama (SRBTT-1) menggunakan faktor overstrength hanya pada elemen struktur pada portal bresing, sedangkan pada struktur kedua (SRBTT-2) faktor overstrength digunakan untuk seluruh elemen struktur.
Mahasiswa Program Magister Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung. Lektor Kepala, Kelompok Keahlian Rekayasa Struktur, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.
Casing + pengisi Pencegah Tekuk Profil Inti Tak Terkekang (tidak leleh)
Terkekang
Potongan A-A
Gambar 2 Kurva Histeretik Hasil Pengujian Bresing Tahan Tekuk (Lopez, 2004)
3. Batang Bresing
3.1 Batang Baja Batang baja yang dipakai dalam bresing didesain untuk menahan gaya aksial dari bresing secara keseluruhan. Kuat aksial rencana, (LRFD), baik tarik maupun tekan, ditentukan berdasarkan batas leleh sebagai berikut:
dimana : Fysc = tegangan leleh minimum dari batang baja inti, atau tegangan leleh yang aktual dari batang baja inti yang ditentukan dari hasil uji, (MPa) Asc = luas dari batang baja inti (mm2) = 0.90
berdeformasi
mencapai
2.0
simpangan
antar
lantai
yang
dimana: Pmaks = gaya tekan maksimum (N) Tmaks = gaya tarik maksimum dengan deformasi sesuai dengan 200% dari simpangan antar lantai Fysc = kekuatan leleh dari batang baja inti (MPa) Dalam hal ini, adalah rasio antara gaya tekan maksimum terhadap gaya tarik maksimum dari hasil pengujian, sedangkan adalah rasio antara gaya tarik maksimum terhadap kuat leleh batang baja inti.
4. Sambungan Bresing
Kekuatan dari sambungan bresing untuk tarik dan tekan (termasuk hubungan antara balok dan kolom jika ini termasuk ke dalam sistem bresing) direncanakan 1,1 kali lebih besar daripada adjusted brace strength untuk tekan. Hal ini dilakukan untuk menjamin sambungan tidak leleh pada saat bresing berdeformasi maksimum.
Untuk pelat buhul, desain sambungan memperhatikan tekuk lokal dan tekuk komponen bresing. Konsistensi penggunaan bresing yang akan digunakan diperlukan untuk pengujian, dimana hasilnya dijadikan dasar untuk perencanaan.
6. Studi Kasus
Perencanaan struktur dilakukan terhadap gedung perkantoran sepuluh lantai dengan denah simetris berukuran 30x30 meter dengan jarak antar kolom 6 meter dalam arah kedua sumbu bangunan. Tinggi lantai dasar adalah 4 meter dan lantai 1 hingga lantai 10 setinggi 3,6 meter. Balok anak dipasang dalam arah sumbu Y dengan jarak 2 meter. Struktur direncanakan berada pada wilayah gempa kuat atau zona 4 dengan kondisi tanah lunak menurut SNI 03-1726-2002. Pemodelan struktur dilakukan dengan menggunakan software ETABS 9.7.0. seperti tampak dalam Gambar 4 dan 5.
Gambar 4
a. Denah
b. Tampak
6.1 Bresing Tahan Tekuk Bresing yang digunakan merupakan bresing yang diproduksi secara khusus dan didesain sedemikian rupa sehingga kapasitas tekan yang dimiliki sama dengan kapasitas tariknya. Parameter yang direncanakan adalah luas steel core bresing yang berpengaruh pada nilai kapasitas bresing yang akan ditentukan. Penentuan kapasitas tarik dan tekan maksimum dilakukan berdasarkan hasil uji terhadap sampel bresing tahan tekuk. Dalam perencanaan ini, digunakan hasil uji bresing tahan tekuk yang dilakukan di Universitas California9), yang selanjutnya diolah untuk memperoleh backbone curve yang dipakai dalam perencanaan.
6.1.1 Perhitungan Kekuatan Bresing5) Perhitungan dimulai dengan memperkirakan ukuran luas steel core yang akan dipakai dalam desain, dengan memperhatikan besarnya gaya aksial yang akan terjadi pada bresing akibat kombinasi pembebanan yang telah direncanakan. Sebagai evaluasi kekuatan bresing, ditentukan kapasitas bresing yang akan dipasang, Sehingga didapat Demand Capacity Ratio (DCR), dengan Pu adalah gaya aksial ultimit dengan 0,9.
Apabila nilai DCR kurang dari satu (DCR<1), maka pemilihan luasan steel core bresing dapat diterima. Apabila nilai DCR > 1, diambil langkah dengan memperbesar luas penampang bresing. 6.1.2 Perhitungan Adjusted Brace Strength Untuk menentukan nilai adjusted brace strength, diperlukan nilai dan . Nilai-nilai tersebut didapat setelah dilakukan perhitungan nilai 2.0 bm dan regangan bresing (brace strain) sebagai berikut: 1) Menentukan nilai bx Nilai bx adalah nilai deformasi bresing tahan tekuk berdasarkan simpangan antar lantai elastik. Nilai ini ditentukan dengan menggunakan persamaan
= panjang inti batang baja bresing leleh = luas penampang inti batang baja = gaya aksial maksimum bresing akibat kombinasi pembebanan
2) Menentukan nilai bm Nilai bm adalah nilai deformasi bresing tahan tekuk berdasarkan simpangan antar lantai desain dalam kondisi inelastik yang direncanakan. Nilai ini ditentukan dengan menggunakan persamaan
Dengan Cd adalah faktor perbesaran defleksi yang tergantung pada sistem rangka yang sedang direncanakan. Untuk SRBTT ini, nilai Cd adalah 5 (Tabel R3-1 Appendix R, ANSI/AISC 341-05). 3) Menghitung regangan bresing rata-rata (BRC) Dengan asumsi bresing berdeformasi hingga mencapai 2 kali deformasi inelastik yang direncanakan, nilai regangan bresing rata-rata (dalam %) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
4) Menentukan adjustment factors dan Dengan menggunakan backbone curve yang menggambarkan hubungan antara gaya aksial bresing normalisasi terhadap regangan bresing rata-rata dari bresing yang akan digunakan, nilai BRC diplotkan untuk menentukan adjustment factors dan yang digunakan dalam perencanaan seperti terlihat pada Gambar 6. Dengan demikian akandapat diketahui berapa luas penampang bresing yang dibutuhkan dan kapasitas maksimum dari bresing tersebut. 6.2 Balok dan Kolom Balok dan kolom merupakan elemen yang diharapkan tidak leleh pada saat bresing mengalami kelelehan. Untuk pengecekan kapasitas desain balok dan kolom akibat beban gempa, dilakukan perbesaran nilai gaya dalam akibat gempa dengan mengalikan suatu faktor overstrength sebesar:
dimana: Pmax adalah kapasitas tekan maksimum bresing Paktual adalah gaya aksial yang terjadi akibat kombinasi pembebanan. Besarnya gaya dalam yang digunakan dalam pengecekan kapasitas elemen akibat gempa dihitung sebagai berikut: . Berdasarkan nilai gaya dalam (momen lentur, gaya aksial, gaya geser) pada saat bresing mencapai kekuatan ultimitnya, balok dan kolom yang direncanakan menggunakan profil baja tertentu dengan melakukan pengecekan terhadap kekompakan penampang, kapasitas tekan, kapasitas lentur, kapasitas geser, interaksi momen lentur, dan nilai DCR. Dalam studi ini dilakukan dua buah perencanaan struktur dengan perbedaan pada penggunaan faktor overstrength. Pada struktur pertama, SBRTT-1, faktor overstrength hanya digunakan dalam mendesain balok dan kolom yang terletak dalam portal bresing, sedangkan pada struktur kedua, SRBTT-2, seluruh balok dan kolom dalam portal bresing dan portal lainnya direncanakan dengan memperhitungkan faktor overstrength. 6.2.1 Pengecekan Kapasitas Desain Balok 5)
5)
Dalam pengecekan kapasitas desain balok akibat deformasi bresing, dilakukan perhitungan gaya aksial yang terjadi pada balok dengan memperhitungkan nilai adjusted brace strength yang telah ditentukan. Dalam pengecekan ini, diambil beberapa asumsi yang memberikan hasil yang konservatif, yaitu: : Gaya geser pada kolom diasumsikan bernilai nol, sehingga seluruh gaya geser lantai dianggap dipikul oleh bresing. Fi adalah gaya gempa total yang bekerja pada lantai tersebut, dan didistribusikan ke portal-portal yang memiliki bresing pada lantai tersebut. Selanjutnya dihitung gaya aksial balok sebagai berikut:
Dimana TMAX adalah gaya tarik maksimum hasil perhitungan adjusted brace strength Pu balok adalah gaya dalam aksial balok hasil kombinasi pembebanan. 6.2.2 Pengecekan Kapasitas Desain Kolom5)
5)
Dalam pengecekan kapasitas desain kolom akibat deformasi bresing, dilakukan perhitungan gaya aksial yang terjadi pada kolom dengan memperhitungkan nilai adjusted brace strength yang telah ditentukan sebelumnya. Nilai gaya aksial, Pu untuk kolom dihitung untuk setiap lantai dengan memperhitungkan nilai gaya dalam balok. Selanjutnya, nilai Pu untuk kolom dihitung sebagai berikut:
Nilai Pu untuk kolom paling bawah merupakan penjumlahani dari nilai PD, PL, dan PE dari lantai-lantai di atasnya. Selain itu, perhitungan ini melibatkan nilai Mp dan Pu dari balok.
Besarnya nilai overstrength yang dipakai dan batasan kekompakan secara seismik yang ketat membuat dimensi balok dan kolom di dalam protal bresing lebih besar daripada dimensi balok dan kolom di portal lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa balok dan kolom di dalam portal bresing tetap dalam kondisi elastik pada saat bresing mengalami kelelehan.
Pada desain SRBTT-1, balok dan kolom di portal lainnya didesain berdasarkan gaya dalam akibat beban gempa rencana; sedangkan pada SRBTT-2, pemilihan dimensi balok dan kolom di seluruh portal didasarkan kepada nilai gaya dalam pada saat bresing mencapai kekuatan maksimumnya, yaitu nilai gaya dalam yang telah diperbesar menggunakan faktor overstrength. Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukkan dimensi balok dan kolom yang lebih besar pada SRBTT-2 akibat penggunaan faktor overstrength. 7.2 Analisis Push Over Hasil analisis push over dengan cara displacement control (Gambar 9) menggambarkan kinerja kedua struktur yang berbeda dalam memikul beban lateral, yang ditunjukkan dengan besarnya gaya geser dan perpindahan lateral lantai atas
10
Pergerakan kurva yang meningkat secara monoton mengindikasikan tidak terjadinya tekuk pada seluruh komponen struktur di kedua struktur, dan bresing mengalami kelelehan seperti yang diharapkan. Perbedaan terlihat dari segi kekakuan, kekuatan, dan daktilitas kedua struktur. SRBTT-1 memiliki kekakuan elastik yang sedikit lebih rendah dan kekuatan yang jauh lebih rendah daripada SRBTT-2. Walaupun kurva menunjukkan simpangan yang cukup besar, namun daktilitas SRBTT-1 dinilai lebih rendah daripada SRBTT-2 seperti yang dijelaskan pada bahasan selanjutnya. 7.3 Sebaran Sendi Plastis Sebaran dan urutan terjadinya sendi plastis pada analisis push over (Gambar 10 dan 11) menunjukkan perbedaan perilaku kedua struktur yang direncanakan. 7.3.1 SRBTT-1 a. b. c. d. Bresing leleh untuk pertama kali (dibandingkan elemen lain) pada saat V = 2809 kN Pada V = 4642 kN, perilaku inelastik pada balok dimulai dengan lelehnya bresing terakhir dan balok pertama pada saat yang besamaan. Selanjutnya terjadi leleh pada kolom di luar sistem portal bresing, pada saat V = 5377 kN, sementara itu belum seluruh balok mengalami leleh. Sejalan dengan lelehnya sejumlah kolom di portal lain di luar sistem portal bresing, struktur tidak mampu lagi memikul pertambahan beban yang cukup signifikan.
Pada SRBTT-1, terjadi defleksi yang berlebihan akibat lelehnya kolom di portal lain di luar sistem portal bresing. Namun demikian, kolom yang berada di dalam sistem portal bresing dapat bertahan elastik sampai beban mencapai V = 5786 kN. Hal ini disebabkan oleh kekuatan kolom yang diperbesar dengan faktor overstrength.
11
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 10 Sendi Plastis Pada SRBTT-1: Saat Bresing Mulai Leleh : (a) Portal Bresing, (b) Portal Lain Akhir Pembebanan : (c) Portal Bresing, (d) Portal Lain.
7.3.2 SRBTT-2 a. b. c. d. Kelelehan pertama bresing diperkirakan terjadi pada V = 3900 kN. Pada V= 6999 kN, balok mulai leleh bersamaan dengan lelehnya bresing terakhir. Kelelehan terus terjadi pada balok-balok lainnya sampai akhir pembebanan. Kolom di dalam portal bresing dan portal-portal lainnya tidak mengalami kelelehan sampai keruntuhan terjadi.
Pembentukan sendi plastis pada SRBTT-2 berlangsung lebih baik menurut skenario desain kapasitas, dimana kelelehan direncanakan terjadi pada seluruh bresing tahan tekuk, tanpa terjadi kelelehan di kolom. Hal ini menghasilkan peningkatan kuat lebih struktur sekaligus menghindari terjadinya perpindahan lateral yang berlebihan (yang terjadi pada SRBTT-1 akibat lelehnya sejumlah kolom).
12
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 11 Sendi Plastis Pada SRBTT-2: Saat Bresing Mulai Leleh : (a) Portal Bresing, (b) Portal Lain Akhir Pembebanan : (c) Portal Bresing, (d) Portal Lain.
7.3.3 Kinerja Struktur Berdasarkan kurva hasil analisis push-over, dilakukan pendekatan bi-linier (Gambar 12) untuk menentukan nilai defleksi maupun beban leleh pada struktur, dan selanjutnya dihitung nilai daktilitas struktur ( ) dan faktor modifikasi respon struktur (R), seperti ditunjukkan dalam Tabel 6.
y = 6.24x+4074
y = 29.91x
(a)
(b)
Gambar 12 Kurva Push Over Pendekatan Bilinear (a) SRBTT-1 (b) SRBTT-2
13
Parameter Xleleh (mm) Vleleh (kN) Vdesain (kN) K elastik (kN/mm) Vmaks (kN) Xmaks (mm) R
Analisis push-over menunjukkan bahwa sesuai dengan rencana, kedua struktur memiliki kuat leleh (Vleleh) lebih besar daripada kuat rencana (Vdesain). Nilai Xmaks pada SRBTT-1 sebesar 733 mm diambil pada saat mulai terdeteksi terjadinya soft story akibat leleh mulai terjadi di kolom atas, yang selanjutnya menyebabkan perpindahan yang berlebihan. Pada SRBTT-2, nilai Xmaks diambil pada titik terakhir pada kurva push-over dimana mulai terjadi kelelehan pada kolom atas. Nilai parameter daktilitas struktur ( ) dan faktor modifikasi respon struktur (R) pada Tabel 3 menunjukkan kinerja kedua struktur, dan SRBTT-2 menunjukkan kinerja yang lebih baik. Penggunaan faktor overstrength pada perencanaan balok dan kolom di seluruh portal, secara konsisten mencegah terjadinya kelelehan pada kolom di seluruh portal. Hal ini telah meningkatkan kinerja struktur SRBTT-2 secara keseluruhan, yang dalam perhitungan menggunakan pendekatan kurva bi-linier ini memberikan nilai R yang lebih tinggi dari yang direncanakan (R=7), hal mana perlu dikaji lebih lanjut dalam upaya memperoleh desain yang lebih ekonomis.
8. Penutup Perencanaan yang telah dilakukan terhadap struktur rangka baja dengan bresing tahan tekuk berdasarkan desain kapasitas menghasilkan struktur dengan kinerja tahan gempa seperti yang diharapkan, yaitu dengan mengembangkan daktilitas sekaligus kuat lebih struktur melalui pembentukan sendi plastis pada seluruh bresing yang direncanakan leleh akibat gempa besar. Penggunaan faktor overstrength bresing pada perencanaan balok dan kolom merupakan langkah penting dalam menjamin kinerja struktur SRBTT yang baik.
Daftar Pustaka 1. American Institute of Steel Construction. Seismic Provisions for Structural Steel Buildings ANSI/AISC 341-05. 2005. 2. American Institute of Steel Construction. Specification for Structural Steel Buildings ANSI/AISC 360-05. 2005.
14
3. Andarini, Rhonita Dea. 2010. Perencanaan Struktur Baja Tahan Gempa Dengan Bresing Tahan Tekuk Konfigurasi Single Diagonal Berdasarkan AISC/ANSI 341-05 & AISC/ANSI 360-05. 4. Bruneau, Michael., et al. (1985). Design Ductile of Steel Structure. Mc-Graw-Hill. New York. 5. Lopez, Walterio A., and Rafael Sabelli. (2004). Steel Tips: Seismic Design of Buckling Restrained Braced Frames. 6. Moestopo (2005) Perkembangan Terkini Desain Struktur Baja Tahan Gempa, Seminar HAKI 2005, Jakarta. 7. Newell, James., et al. (2006) Subassemblage Testing of Corebrace BucklingRestrained Braces (G Series). Universitas California. 8. SNI 03-1726-2002. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung. 2002
15