Anda di halaman 1dari 26

Seperti aset, kewajiban merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi semantik berupa posisi keuangan bila

dihubungkan dengan elemen yang lain yaitu aset dan ekuitas atau pos-pos rinciannya. Kewajiban merepresentasi sebagian sumber dana dari aset badan usaha berupa potensi jasa (manfaat) fisis dan nonfisis yang memampukannya untuk menyediakan barang dan jasa.

Pengertian FASB mendefinisi kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No. 6, prg. 35): Liabilities are probable future sacrifices of economic benefits arising from present obligations of a particular entity to transfer assets or provide services to other entities in the future as a result of past transactions or events. (Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.)

Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi kewajiban sebagai berikut: A liability is a present obligation of the enterprise arising from past events, the settlement of which is expected to result in an outflow from the enterprise resources embodying economic benefit.

Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standards Board (AASB) mendefinisi kewajiban sebagai berikut (prg. 12): Liabilities are the future sacrifices of service potential or future economic benefits that the entity is presently obliged to make to other entities as a result of past transaction or other past events.

Definisi-definisi di atas memisahkan antara makna atau pengertian dan pengukuran serta pengakuan sehingga definisi tersebut lebih bersifat semantic daripada struktural. Definisi IASC dan AASB menanggalkan kata probable karena dianggap

bahwa tia merupakan kriteria pengakuan bukan sifat dari kewajiban. Kriteria ini dinyatakan AASB sebagai berikut (penebalan oleh penulis): A liability shall be recognised in the statement of financial position when and only when: (a) it is probable that the future sacrifice of service potential or future economic benefits will be required; and (b) the amount of the liability can be measured reliably.

Seperti dalam mendefinisi aset, APB No. 4 mendefinisi kewajiban dengan menggabungkan makna, pengakuan, dan pengukuran sebagai berikut (prg. 132): Liabilitieseconomic obligations of an enterprise that are recognized and measured in conformity with generally accepted accounting principles. Liabilities also include certain deferred credits that are not obligations but that are recognized and measured in conformity with generally accepted accounting principles.

Sumber-sumber di atas dianggap cukup mewakili untuk membahas pengertian kewajiban. Mathews dan Perera (1986, hlm. 167-169) membahas perkembangan pendefinisian kewajiban dan mengutip pengertian kewajiban dari berbagai sumber. Kata-kata kunci yang terkandung dalam tiap definisi antara lain: a debt owed money cost of discharging an enforceable obligation payable in money or goods and services existing legal (or equitable) duty to render service future outlay of money obligations to convey assets or perform services a negative present value of an anticipated actual or constructive cash flow

Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan dalam bab ini karena definisi tersebut cukup lengkap secara semantik. Artinya definisi tersebut telah mencakupi berbagai gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi

kewajiban oleh sumber-sumber yang lain. Definisi IASC dan AASB secara substantif tidak berbeda dengan definisi FASB. Secara umum, dapat dikatakan bahwa kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu: (a) pengorbanan manfaat ekonomik masa datang, (b) keharusan sekarang untuk mentransfer aset, dan (c) timbul akibat transaksi masa lalu.

Pengorbanan Manfaat Ekonomik Untuk dapat disebut disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas atau tanggung jawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang.

Keharusan Sekarang Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan sekarang. Pengertian sekarang dalam hal ini mengacu pada dua hal: waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca). Jenis-jenis keharusan, antara lain: 1. Keharusan kontraktual: keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang di dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara eksplisit ataau implisit dan mengikat. 2. Keharusan konstruktif: keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka menjalankan dan memajukan usahanya memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik atau etika bisnis dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis. 3. Keharusan demi keadilan: keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi perusahaan semata-mata krena panggilan etis atau moral dari pada karena peraturan hukum atau praktik bisnis yang sehat. 4. Keharusan bergantung atau bersyarat: keharusan yang pemenuhnnya tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat-syarat tertentu di masa datang.

Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu Transaksi masa lalu yang dimaksud di sini adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi. Sebagai contoh, karena perusahaan mendapat pinjaman bank (dengan kontrak), keharusan sekarang berupa keharusan kontraktual timbul pada akhir perioda akuntansi (berupa pokok pinjaman dan bunga) yang menuntut pengorbanan sumber ekonomik masa datang (suatu saat setelah akhir perioda tersebut).

Hak Kewajiban Tak Bersyarat Konsep ini menyatakan bahwa walaupun kontrak telah ditandatangani, salah satu pihak tidak mempunyai kewajiban apapun sebelum pihak lain memenuhi apa yang menjadi hak pihak lain. Konsep hak-kewajiban tak bersyarat menyatakan tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak. Secara teknis, konsep ini diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu. Kontrak-kontrak semacam ini dikenal dengan nama kontrak saling mengimbangi tak bersyarat atau kontrak eksekutori . Secara konseptual, diperlukan pedoman atau kriteria untuk memilih saat yang tepat. Most, mengemukakan hal yang harus dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat yaitu : 1. 2. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban Kekuatan mengikat yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat dibatalkan 3. Kebermanfaatan bagi keputusan

Karakteristik Pendukung Selain ketiga karakteristik tersebut, FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung, yaitu : 1. Keharusan Membayar Kas Pelunasan kewajiban pada umumnya dilakukan dengan pembayaran kas. Keharusan membayar kas pada waktu dan jumlah rupiah tertentu di masa datang merupakan petunjuk yang kuat atau jelas mengenai adanya kewajiban. Akan tetapi, untuk menjadi kewajiban, penyerahan aset (kas) bukan satu-satunya kriteria tetapi meliputi pula penyerahan jasa. Esensi kewajiban lebih terletak pada pengorbanan

manfaat ekonomik masa datang dari pada terjadinya pengeluaran kas. 2. Identitas Terbayar Jelas Jika identitas terbayar sudah jelas, maka hal tersebut hanya sekedar menguatkan bahwa kewajiban memang ada tetapi untuk menjadi kewajiban. Identitas terbayar tidak harus dapat ditentukan pada saat keharusan terjadi. Jadi yang penting adalah bahwa keharusan sekarang pengorbanan sumber ekonomik di masa datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau dibayar. 3. Berkekuatan Hukum Memang ada pada umumnya, keharusan suatu entitas untuk mengorbankan manfaat ekonomik timbul akibat klaims yuridis yang mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yuridis hanya menunjukkan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan secara yuridis material. Definisi kewajiban sebenarnya merupakan bayangan cermin aset.

Gambar 7.1 Definisi Kewajiban sebagai Bayangan Cermin Definisi Aset

Penguasaan/pengendalian ASET menimbulkan sekarang pemerolehan


Manfaat Ekonomik

Transaksi Atau Kejadian Masa Lalu Masa Datang


Manfaat Ekonomik

menimbulkan

Pengorbanan

KEWAJIBAN

Keharusan Sekarang

Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian Sebagai cermin asset, kewajiban juga harus diukur dan diakui pada saat terjadinya. Kalau asset diukur atas dasar penghargaan sepakatan (kos), demikian juga kewajiban. Jadi, kos sebagai pengukur tidak hanya diterapkan untuk aset pada saat perolehan tetapi juga untuk kewajiban pada saat terjadinya. Sebagai ketentuan umum, pengukuran kewajiban harus sejalan dengan pengukuran aset yang berkaitan. Kalau aset yang direpsentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan (perolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga tahap perlakuan yaitu penanggungan (pengakuan terjadinya), penelusuran dan pelunasan (penyelesaian). Dalam hal kewajiban, penelusuran berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos) kewajiban setiap saat. Penentuan kos setiap saat (termasuk pada tanggal neraca) dapat disebut dengan penilaian kewajiban. Begitu terjadi dan dicatat atau diakui, kewajiban akan tetap menjadi kewajiban sampai kesatuan usaha menyelesaikannya, atau sampai adanya transaksi atau kejadian yang membatalkannnya atau yang membebaskan kesatuan dari usaha melunasinya.

Pengakuan Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu keharusan harus dievaluasi atas dasar kaidah pengakuan (recognition rules). Kam (1990,hlm.109) membedakan kaidah pengakuan dan kriteria pengakuan (recognition criteria). Kriteria pengakuan lebih berkaitan dengan pedoman umum dalam rangka memenuhi karakteristik kualitatif informasi sehingga elemn statemen keuangan hanya dapat diakui bila criteria definisi, keterpautan, keterandalan, dan keterukuran dapata dipenuhi. Kriteria umum disini tidak operasional sehingga diperlukan kaidah pengakuan sebagai penjabaran teknis kriteria pengakuan umum. Jadi,kaidah pengakuan merupakan prosedur aplikasi untuk menandai adanya elemen dan saat dipenuhinya kriteria pengakuan umum. Dalam hal kewajiban, kaidah pengakuan berkaitan dengan saat atau apa yang menandai bahwa kewajiban telah mengikat sehingga suatu kewajiban dapat diakui (dibukukan). Kam juga mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu pada hal.119-120 sebagai berikut : 1) Ketersediaan dasar hukum.

2) Keterterapan konsep dasar konservatisma 3) Ketertentuan subtansi ekonomik transaksi. 4) Keterukuran nilai kewajiban. Keempat kaidah ini secara teknis memicu pencatatan atau pengakuan kewajiban. Dengan kata lain, memberi petunjuk tentang adanya bukti teknis (technical evidence) untuk mengakui kewajiban.

1.

Ketersediaan dasar hukum Kalau terdapat bukti yuridis yang kuat tentang adanya daya paksa untuk

memenuhi keharusan, jelas tidak dapat disangkal bahwa suatu kewajiban memang ada. Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi. Faktur pembelian (invoice) dan tanda penerimaan barang (receiving report) merupakan dasar hukum yang cukup meyakinkan untuk mengakui kewajiban dimana dengan adanya bukti ini kewajiban juga dapat diakui bila terdapat bukti substantif adanya keharusan konstruktif.

2.

Keterterapan konsep dasar konservatisma

Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-keadaan tertentu yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan untung. Ini berarti kewajiban dapat segera diakui sedangkan aset tidak.

3.

Ketertentuan subtansi ekonomik transaksi Substansi suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang

timbul ketika transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat secara berkaitan pada saat keharusan sekarang timbul. Kaidah ini berkaitan langsung dengan masalah relevansi informasi. Dengan kata lain, kewajiban dapat atau bahkan harus diakui kalau secara substantif.

4.

Keterukuran nilai kewajiban

Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai keterandalan informasi. Definisi kewajiban mengandung sumber ekonomik masa mendatang tetapi juga pada jumlah rupiahnya. Oleh karena itu, adanya kepastian mengenai jumlah rupiah dapat memicu diakuinya suatu kewajiban. Kalau pengukuran suatu pos kewajiban bersifat sangat subjektif dan arbitrer pada umumnya pos tersebut tidak diakui. Yang menjadi masalah teknis ialah kapan keempat kaidah ini dipenuhi, hal ini berkaitan penentuan dengan penentuan saat (timing) pengakuan kewajiban. Pada umumnya saat pengakuan terjadinya sangat jelas karena kebanyakan kewajiban timbuk dari kontrak yang menyebutkan secara tegas saat mengikatnya kontrak, jumlah rupiah pembayaran kewajiban, dan saat pembayaran. Akan tetapi beberapa kasus, jumlah rupiah (kos) kewajiban bergantung pada kejadian dimasa mendatang meskipun cukup pasti bahwa keharusann membayar dimasa datang tidak dapat dihindari. Hendriksen dan van Breda (1991,hlm 675-676) menunjukkan saat-saat untuk mengakui kewajiban yaitu : a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah mengikat. Dalam hal kontrak eksekutori, pengakuan menunggu sampai salah satu pihak memanfaatkan/menguasai manfaat yang diperjanjikan atau memenuhi kewajibannya (to perform). b. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya. c. Bersamaan dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk menggunakan barang dan jasa diperoleh. d. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian. Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban akruan (accrued liabilities) Keempat kaidah ini sebagai bukti tehnis dan ketentuan saat pencatatan sebagaimana diuraikan bahwa mudah diidentifikasi dan diterapkan untuk keharusan kontraktual, konstruktif, dan demi keadilan.

Pengakuan Kewajiban Bergantung Untuk keharusan bergantung (khususnya yang menimbulkan kewajiban), kaidah pengakuan keempat (keterukuran nilai kewajiban) dan pasti tidaknya pengorbanan sumber ekonomik masa mendatang akan terjadi menimbulkan masalah pengakuan.

Kewajiban kontraktual, konstruktif, dan demi keadilan dalam beberapa kasus juga bersifat bergantung terutama bila kewajiban tersebut melibatkan penafsiran jumlah masa datang yang meragukan. Oleh karena itu, diperlukan ketentuan yang lebih tegas untuk mengakui kewajiban yang berkaitan dengan rugi bergantung. FASB memberi contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss contingencies) yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut (SFAS No.5,prg.4) : a. Ketertagihan piutang usaha. b. Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk. c. Risiko rugi atau kerusakan property (fasilitas) kesatuan usaha akibat kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya. d. Ancaman pengambilalihan aset oleh pemerintah. e. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan. f. Klaim, atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin (possible) terjadi. g. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi. h. Jaminan terhadap utang pihak lain. i. Keharusan bank komersial dalam ikatan standby letters of credit. j. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang telah dijual. Rugi potensial yang dapat ditimbulkan oleh keadaan kebergantungan diatas dapat diakui (dibebankan ke pendapatan) sebelum terlaksananya kejadian yang menjadi syarat terjadinya rugi atau hanya diakui pada saat diperolehnya kepastian tentang status kejadian yang menjadi syarat. FASB menetapkan bahwa rugi taksiran yang dapat terjadi dari kebergantungan rugi harus diakrual (to be accruded) dengan membebankannya ke pendapatan (sebagai biaya atau rugi) bila kedua kondisi No.5,prg.8) : a. Informasi yang tersedia sebelum penerbitan statemen keuangan menunjukkan bahwa suatu aset cukup pasti telah turun nilainya (impaired) atau suatu kewajiban cukup pasti telah terjadi pada tanggal statemen keuangan. Pada tanggal statemen keuangan harus sudah dapat disimpulkan bahwa kejadian atau berikut dipenuhi (SFAS

beberapa kejadian yang menegaskan adanya rugi, cukup pasti (probable) akan terjadi. b. Jumlah rupiah rugi dapat diestimasi dengan cukup tepat (reasonably estimated). Bila kondisi diatas tidak terpenuhi, jumlah rupiah potensil harus tetap diungkapkan dengan menjelaskan sifat dan implikasi kebergantungan tersebut. Ketentuan tentang dapat diakrulnya rugi potensial sebelum kejadian yang menegaskan terjadinya dilandasi oleh interpretasi tentang makna kewajiban dan aset serta konsep dasar penandingan (matching) dan konservatisma.

Pengukuran Pengukuran dilakukan setelah suatu kewajiban terukur dengan cukup pasti. Penentuan kos kewajiban pada saat terjadinya paralel dengan pengukuran aset. Terjadinya kewajiban pada umumnya disertai dengan pemrolehan aset atau timbulnya biaya. Pemerolehan aset dapat berupa penguasaan barang dagangan atau aset nomoneter lainnya yang terjadi dari transaksi pembelian. Pemerolehan aset dapat juga berupa kas yang terjadi dari transaksi peminjaman (penerbitan obligasi) atau penerimaan uang muka untuk barang atau jasa. Oleh karena itu pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan (measured considerations) dalam transaksi-transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa mendatang. Jadi,konsep dasar penghargaan berlaku baik untuk aset maupun untuk kewajiban. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang. Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik (kas masa mendatang). Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek, kos pendanaan (financing cost) atau kos penundaan (bunga sebagai nilai waktu uang) dianggap tidak material.

Kewajiban Dalam Pembelian Kedit. Dasar pengukuran aset yang paling objektif adalah kos tunai (cash cost) atau kos tunai implicit (implied cash cost). Karena kewajiban merupakan bayangan cermin aset, pengukurannya juga mengikuti pengukuran aset.

Misalnya suatu perusahaan menandatangani kontrak pembelian mesin. Perusahaan menyepakati harga kontrak mesin Rp 1.600.000,- dan dibayar dalam delapan kali angsuran tiap akhir triwulan sebesar Rp 200.000,- tanpa menyebutkan adanya bunga secara eksplisit. Dalam kasus ini sebenarnya harga nominal (kontrak) melebihi kos tunai implicit yaitu jumlah rupiah yang diperlukan seandainya pembelian dilakukan secara tunai Rp 1.465.000,- maka jumlah rupiah ini kos tunai implicit sedangkan selisih sebesar Rp 135.000,- adalah setara dengan bunga dan harus dibebankan terhadap pendapatan selama jangka waktu kontrak. Bunga ini akhirnya akan menjadi biaya yang sesungguhnya terjadi atau nyata dan bukan bungan hipotetis. Dengan demikian, secara konseptual kewajiban harus diakui pada saat transaksi sebagai berikut : Mesin1.465.000,Utang Usaha 1. 465.000,-

Secara teknis pembukuan dapat saja jumlah rupiah bunga dicatat untuk kepentingan internal dan jumlah utang dicatat sebesar nominalnya sebagai berikut : Mesin1.465.000,Bunga Tanggungan.....135.000,Utang Usaha 1. 465.000,-

Bila cara diatas dilakukan, pelaporan kewajiban harus tetap menunjukkan nilai tunai implisitnya dengan cara mengurangkan bunga tangguhan terhadap utang usaha. Bunga tangguhan tidak dilaporkan sebagai aset.

Diskon dan Premium Utang Obligasi. Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun kreditor. Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodik dan pokok pinjaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan aset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implisit. Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh penerbit dan yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah merupakan

bagian kecil dari jumlah total yang terlibat dalam kontrak obligasi. Jumlah rupiah total ini adalah seluruh rupiah pembayaran masa mendatang (bunga periodic dan nominal obligasi). Pembayaran masa datang ini sebenarnya terditi atas dua unsure yaitu : (1) nilai sekarang pembayaran bunga periodic dan nilai sekarang nominal obligasi dan (2) bunga efektif yang terlibat dalam penentuan harga obligasi tersebut.

Makna Harga Efektif Obligasi Setelah transaksi terjadi maka kesepakatan dalam hubungannya dengan obligasi tersebut mulai menunjukkan makna yang sebenarnya. Dengan berjalanya kesepakatan dalam transaksi obligasi diatas, bunga Rp 100.000,- tiap tahun mulai terhimpun dan dibayar secara periodic sampai jatuh tempo. Bersamaan dengan itu, jumlah rupiah utang obligasi yang mula-mula tercatat akan berangsur-angsur berubah (bertambah) menuju jumlah rupiah nilai jatuh tempo atau nominal. Kalau kos utang dan aset dicatat sebesar nominal pada saat terjadinya, jelas kos ini tersaji lebih (overstated).

Diskon Obligasi Diskon utang obligasi pada waktu penerbitan adalah suatu jumlah rupiah debit yang menunjukkan biaya bunga yang harus dibayarkan pada tanggal jatuh tempo. Dengan demikian, diskon harus dilaporkan dalam neraca sebagai akun pengurang nilai nominal (jatuh tempo) utang obligasi. Jadi, akun diskon obligasi merupakan akun penilaian (valuation account) terhadap akun utang obligasi sebagai bunga dibayar dimuka (prepaired interest).

Premium Obligasi Sejalan dengan penalaran tentang makna diskon obligasi yang dilandasi konsep dasar penghargaan sepakatan, dapat disimpulkan bahwa premium yang dibayarkan investor untuk obligasi merupakan unsure dari jjumlah rupiah utang perusahaan. Bersamaan dengan berjalannya waktu mendekati jatuh tempo, jumlah rupiah bagian utang yang merupakan premium harus diamortisasi secara sistematis dengan cara memisahkan dari penghargaan sepakatan bagian yang diperhitungkan sebagai pembayaran bunga tangguhan (deferred income) jelas tidak tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses pemrolehan utang. Pendapatan hanya timbul dari kegiatan-

kegiatan pembetukan pendapatan (earning process). Atas dsaar konsep kontinutitas usaha, premium obligasi yang belum diamortisasi adalah benar-benar merupakan utang dan jumlah amortisasi periodic adalah penyesuai (pengurang) terhadap biaya bunga dan bukannya merupakan elemen pendapatan. Tanpa penyesuaian ini biaya bunga periodic akan menjadi tersaji lebih (overstated).

Kewajiban Moneter dan Nonmoneter Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmoneter. Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah tunggal maupun beberapa pembayaran secara berkala). Secara konseptual, pada saat terjadinya, kewajiban moneter diukur atas dasar nilai diskonan pembayaran kas masa datang (discounted future cash outflows). Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban moneter jangka panjang. Untuk kewajiban jangka pendek, kewajiban dapat diukur atas dasar nilai nominal (fase value) berdasarkan konsep dasar materialitas. Kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan pembayaran dimuka untuk brang dan jasa. Bila pembayaran dimuka penuh, kewajiban nonmoneter diukur atas dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan jasa. Pembayaran penuh dimuka tersebut sebenarnya merepresentasikan jumlah untuk menutup kos barang dan jasa yang akan diserahkan dan laba. Jumlah yang digunakan untuk menutup menutup kos itulah yang murni merupakan kewajiban sedangkan jumlah untuk menutup laba merupakan laba tangguhan yang tidak dapat disebut sebagai kewajiban karena tidak memenuhi definisi kewajiban. Sebagai ilustrasi, misalkan suatu Perusahaan menerima uang muka sebesar Rp 100.000 yang menggambarkan jumlah rupiah penuh harga barang yang dipesan seorang pelanggan. Dimisalkan pula kos produksi, pemasaran dan penjualan ditaksir dengan cukup pasti sebesar Rp 80.000. Atas dasar permasalahan diatas, terdapat tiga alternative untuk mengakui kewajiban yaitu : a) Kas .. 100.000

Kewajiban Menyerahkan Barang 100.000 b) Kas 100.000 Pendapatan Tangguhan 100.000 c) Kas 100.000 Kewajiban Menyerahkan Barang . 80.000 Laba Tangguhan 20.000 Bila kos barang dan jasa merupakan unsur yang dominan, pembayaran di muka dapat dianggap seluruhnya menimbulkan kewajiban (sebagai kewajiban lancar). Akan tetapi, kalau kos merupakan unsure yang kecil dari seluruh harga jual barang dan jasa, pembayaran dimuka dapat ndianggap seluruhnya kredit atau pendapatan tangguhan atau pendapatan takterhak (unearned revenues) yang merupakan kewajiban non keharusan. Keduanya masih memenuhi defiisi kewajiban karena adanya keharusan untuk menyerahkan barang dan jasa. Perlakuan ini secara konseptual lebih didukung daripada pemisahan uang muka menjadi komponen kos (merepresentasi kewajiban) dan laba. Berikut argument-argumen yang mendukung : a. Keharusan menyerahkan barang dan jasa merupakan bagian dari operassi perusahaan secara keseluruhan sehingga barang dan jasa dinyatakan dalam harga jual dari kaca mata kedua pihak yang bertransaksi. Dengan demikian, pemabayaran di muka merupakan pendapatan tangguhan yang menunggu penyerahan barang bukan jumlah untuk menutup kos barang dan jasa. b. Sebagai bagian dari operaasi Perusahaan secara keseluruhan, penerimaan uang muka lebih tepat bila diperlakukan seluruhanya sebagai kewajiban. Ini merupakan konsekuensi argument a di atas. c. Laba secara automatis tercipta pada saat pendapatan telah diakui sehingga pemisahan anatar kewajiban dan laba tangguhan tidak ada manfaatnya karena keduannya sama-sama akan dilaporkan di sisi kredit dan bersifat kewajiban yang keduannya terselesaikan pada saat barang dan jasa telah diserahkan.

d. Kas yang diterima dapat dikaitkan dengan kos penyediaan barang/produk atau jasa yang diberi uang muka karena beberapa komponen produk atau jasa pada umumnya sudah diperoleh perusahaan (misalnya depresiasi) bahkan beberapa komponen mungkin belum diperoleh perusahaan pada saat penerimaan uang muka. Tidak ada basis untuk menghubungkan secara rasional uang muka dengan kos barang dan jasa yang harus diserahkan. Ini memperkuat argument b di atas. e. Penyerahan barang merupakan saat yang kritis untuk mengakui pendapatan daripada saat penerimaan kas sehingga lab (baik sekarang atau tangguhan) tidak dapat diakui pada saaat penerimaan kas. Jadi, percuma saja untuk memisahkan uang muka untuk merepresentasi kos dan laba. Penilaian Penilaian kewajiban pada saat tertentu adaalah penentuan jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Dalam hal obligasi, nilain sekarang tersebut disebut nilai bawaan (carrying value) atau nilai pelunasan sekarang (current settlement value). Nilai pelunasan sekarang pada umumya bergantung pada nilai pasar obligasi. Amortisasi diskun atau premium merupakan proses dalam rangka penelusuran kewajiban untuk menentukan nilai pelunsan sekarang. Untuk kewajiban moneter, nilai sekarangnya biasanya ditentukan atas dasar aliran kas keluar masa datang diskunan dengan tingkat bunga pasar sebagi tariff diskun. Pelunasan Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang disengaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk memenuhi (to satisfly) kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal usaha (in due course of business) sehingga tia bebas dari kewajiban tersebut. Pelunasan biasannya merupakan pemenuhan secara langsung kepada pihak yang berpiutang. Pelunasan menjadikan kewajiban tersebut hapus, tiada, atau lenyap (extinguished) secara langsung (kewajiban langsung didebit). Kebanyakan kewajiban dipenuhi dengan pentransfer asset atau penyedia jasa oleh kesatuan usaha kepada kesatuan usaha lainya. Beberapa kewajiban menjadi batal atau kesatuan usaha menjadi bebas dari kewajiban lantaran pengampunan (forgiveness) sebagian/seluruhnya, kompromi,

penimbulan/pengakuan kewajiban baru/pengganti, pengambil-alihan kewajiban oleh pihak lain, atau keadaan khusus misalnya dalam kasus restrukturisasi utang.

Dasar atau atribut penialian kewajiban


Basis (Atribut) Penialain Harga pasar sekarang (current market value) Keterangan berbagai kewajiban yang melibatkan komoditas dan Surat-surat berharga (comodi Ties And securities) Nilai pelunasan neto (net settlement Value) berbagai kewajiban yang melibatkan jumlah rupiah yang cukup pasti tetapi waktu pelunasannya tidak cukup pasti Nilai diskunaan aliran kas masa Datang (discounted value of Future cash flows) kewajiban moneter jangka panjang jumlah rupiah maupun saat pembayaran cukup pasti utang obligasi, dan utang wesel jangka panjang. Contoh Pos yang Berputar kewajiban penerbit opsi (baik call maupun put options) sebelum jangka opsi habis (expired) dan beberapa kewajiban pedagang efek utanng usaha, utanng garansi. dan utanng wesel jangka pendek

a. Nilai pelunasan neto ini harus dibedakan dengan nilai pelunasan sekarang. Nilai pelunasan neto adalah jumlah rupiah kas tak diskunan (undiscouted) yang diharapakan akan dibayarkan untuk melunasi utanng pada saatnya termasuk kos langsung yang diperlukan dalam rangka pelunasan. b. Kewajiban semacam ini banyak timbul bagi para pedagang efek atau bagi perusahaan yang sering melakukan jual bel saham sebagi investasi jangka pendek. FASB member pedoman tentang saat pelenyapan (extinguishment) kewajiban. Debitur harus mengawaakui suatu kewajiban hanya apabila telah lenyap. Pada mulanya FASB menentukan criteria lenyapnya suatu kewajiban dalam SFAC no. 76 sebagai berikut : a. Debitur membayar atau melunsai kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan dengan utang. Pelunasan ini meliputi pemerolehan kembali sekuritas utang yang beredar di pasar modal, tanpa memperhatikan apakah sekuritas utang tersebut dibatalkan (canceled) atau ditahan sementara sebagai obligasi, treasuri.. b. Debitur telah dibebaskan secara hokum dari statusnya sebagi penanggung utang (obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan (probable) bahwa debitor tidak akan diharuskan melakukan pembayaran dimasa datang yang berkaitan dengan utang dengan pinjaman dalam bentuk apapun (debt under any guarantes) c. Debitor menaruh kas atau asset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu perwalian (trust) yang semata-mata digunakan untuk pelunasan pembayara

bunga serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debotor untuk diharuskan lagi dilakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut. Didalam FASB menetapkan bahwa suatu kewajiban dapat dikatakan lenyap kalau salah satu kondisi berikut dipenuhi : a. Debitur membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat pada kewajiban. Membayar kreditor mencakupi penyerahan kas, asset financiall lain, barang, atau jasa atau penebusan sekuritas utang oleh debitor untuk menghapus utang atau untuk menahannya sebagi utang obligasi treasuri. b. Debitor telah dibebaskan secara hokum dari status nya sebagai penanggunng utang (obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor. Instrument financial adalah kas, bukti pemilikan (ownership interesta) dalam suatu entitas, atau suatu kontrak yang memuat ketentuan berikut : a. Mengenakan atas suatu entitas keharusan kontraktual untuk (1) menyerahkan kas instrument financial lainnya kepada entitas kedua atau (2) menukar instrument finansial yang dipegang entitas kedua dengan instrumen financial lain atas entitas kedua. b. Mengalihakn atau member kepada entitas kedua diatas suatu ha kontraktual untuk (1) menerima kas atau instrumen financial lainnya dari entitas pertama atau (2) menukarkan instrument financial yang dipegangnya dengan instrument financial lain dari entitas pertama atas keuntunagn entitas kedua. Transfer Aset Finansial Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer asset financial (termasuk kas), barang, atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secar penuh kas, baranng, atau jasa ke debitor, maka pada saat itu di anggap tuntas. Debitor tidak lagi terlibat dengan asset atau kreditor secara financial. Pelunasan kewajiban dengan asset financial juga dapat bersifat tuntas bila penyerahanaset financial bersifat tak bersyarat dan dianggap penjualan. Artinya, asset fianansial dijual dianggap dijual secara tunai dank as yang diterima seketika itu pula dianggap untuk meluasi kewajiban. Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo

Bila kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo,, nilai jatuh tempo (nominal) dengan sendirinnya merefleksi nilai sekaranng (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama dengan nilai buku atau nilai bawaan (carrying value) kewajiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama beredar, nilai pasar atau nilai sekarang kewajiban berfluktuasi megikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor. Dengann kata lain, debitor tidak mengakui untung atau rugi fluktuasi harga. Oleh karena itu, bila utang dilunasi sebelum jatuh tempo (APBO no.26 menyebutnya sebagai esrly extinguisment of debt), debitor harus menebus utang tersebut dengan harga pasarnya sehingga dapat terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan. Yang menjadi masalah adalah apakah selisih dapat diperlakukan sebagai untung atau rugi (masuk statement laba-rugi) atau sebagai penyesuai ekuitas pemegang saham (adjustment to stakeholders equity). Kriteria untuk menentukan hal ini adalah apakah pos tersebut merupakan akibat transaksi atau kejadian yang mempunyai sifat sebagai berikut : A. B. C. Sangat berbeda dengan kegiatan operasi rutin kesatuan usaha Tidak diharapkan akan sering terjadi Berpengaruh material terhadap operasi perusahaan secara keseluruhan

Ketentuan APB dan FASD diatas berlaku baik untuk penarikan kembali utang dengan atau tanpa pendanaan (refunding atau non refunding estinguishment).APB berargumen bahwa sifat semua pelunasan utang sebelum jatuh tempo pada dasarnya sama.untuk pelunasan dengan pendanaan sebenarnya terdapat tiga perlakuan alternative untuk selisih yaitu : A. B. C. Selisih diamortisasih selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali Selisih diamortisasih selama umur utang baru yang diterbitkan Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan distatement labarugi tahun bersangkutan. Alternatif (a) dilandasi oleh pemikiran bahwa selisih tersebut merupakan penyesuai terhadap pos peminjaman ( pos bunga ) lama selama sisa waktu pinjaman akibat diperolehnya pinjaman baru.

Alternatif (b) dilandasi oleh gagasan bahwa motivasi pendanaan kembali utang adalah untuk mendapatkan tingkat bunga yang lebih menguntungkan selama umur utang baru dibanding tingkat bunga selama sisa umur utang lama. Alternatif (c) didasarkan pada pemikiran bahwa pelunasan lebih awal dengan pendanaan kembali sifatnya sama dengan pelunasan yang lain. Utang terkonversi Utang terkonversi atau konvertibel merupakan salah satu instrumen financial. Sekuritas yang semacam ini biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus. Artinya pemegang instrumen mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku. Instrumen semacam ini adalah salah satu bentuk dari apa yang disebut sekuritas hibrida. Contoh yang paling sering dijumpai dalam praktik adalah obligasi

terkonversi.obligasi terkonersi pada umumnya diterbitkan untuk menarik para investor karena mereka dapat meggeser resiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih menguntungkan. Hak konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga umum. Oleh kaena itu harga perdana biasanya jauh lebih ringgi dari obligasi biasa dengan tingkat resiko yang sama. Kelebihan ini dapat dipandang sebagai harga hak konversi yang setara dengan hak opsi atau waran seandainya saham diterbitkan secara terpisah. Hebdriksen dan van breda menunjukkan bahwa obligasi terkonversi biasaya mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang setara 2. Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa 3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen saham Hal diatas menjadi karakteristik obligasi terkonversi karena pada umumnya perusahaan penerbit merupakan perusahaan yang agresif dan sedang berkembang sehingga memerlukan dana yang cukup murah. Itulah sebabnya karakteristik 1 selalu melekat pada obligasi konversi. Karakteristik 2 dan 3 dimaksudkan agar pemegang obligasi tidak segera mengkonversi obligasinya.karena akan kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan pengamatan pajak. Bila prospek perusahaan sangat baik, obligasi

tekonversi masih tetap menarik bagi investor. harga saham yang cukup pasti memicu investor utuk mengkonversi obligasinya. Karena bersifat kewajiband an ekuitas masalah pada saat pengakuan adalah apakah harga penerbitan (kos) obligasi harus dipecah menjadi porsi merepresentasi utang obligasi dan porsi yang merepresentasi hak konversi atau haraga penerbitan tidak pecah dan tang terkonversi dianggap utang semata-mata. pendukung alokasi berargumen bahwa kaena utang tekonversi mengandung sifat utang dan ekuitas, kedua komponen harus diakui secara terpisah. Pandangan ini didasarkan atas pemmikiran sebagai berikut: a. Hak konversi mempuyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda dengan sifat hak opsi atau waran. Oleh karena itu nilai tersebut harus dilaporkan secara terpisah dengan nilai utang sejalan dengan perlakuan hak opsi atau waran. Analogi dengan goodwill, nilai hak konversi secara logis juga harus dipisahkan. Bila tidak dipisahkan akan terjadi inkonsistensi perlakuan akuntansi. b. Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa dapat diukur secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis utuk mengimplementasi pemisahan tersebut. nilai informasional pemisahan jauh lebih peting dari masalah kepraktisan sehingga kepraktisan tidak relevan sebagai basis penolakan pemisahan c. Tujuan penebitan utang terkonversi yang sebenarnya adalah pendanaan dengan ekuitas. Sifat utang semata-mata untuk melindungi inveator dari keadaan jelek yang dapat menimpa perusahaan. Sementara itu, pendukung semata-mata utang mengajukan argumen sebalinya. Dasar pemikiran yang melandasi perlakuan sebagai utang semata-mata dapat dikemukakan sebagai berikut: a. Utang obligasi tekonversi merupakan sekuritas hibrida sehingga harus dpandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hak konversi tidak independen terhadap utang oblligasi. Artinya hak konversi tidak dapat dijual tanpa menjual obligasi terkonversi atau sebaliknya. Pilihan antra

mempertahankan obligasi dan mengambil hak konversi bersifat saling meniadakan

b. Penilaian hak konversi akan bersifat subjektif karena ketidakterpisahan kedua komponen. Alasannya adalah adanya ketidakkpastian dalam hal saat pengambilan hak konversi dan nilai saham pada saat konversi. Kesulitan praktis akan lebih terasa bila tidak ada sekuritas sejenis yang dijual secara bebas Jadi ketidakterpisahan dan kepraktisan menjadi landasan pikiran untuk memperlakukan utang terkonversi semata-mata sebagai utang. Hal ini lah yang menjadi basis opini APB yang memandang nilai obligasi dan hak konversi sebagai satu kesatuan. Meskipun demikian untuk sekuritas utang dengan hak beli saham yang terpisah, APB mengambil posisi sebaliknya yaitu porsi nilai securitas yang melekat pada hak beli harus diperlukan sebagai modal setoran dan nilainya ditentukan atas dasar nilai wajar relatif dari kedua sekuritas pada saat penerbitan. Hal ini berlaku untuk securitas utang dengan hak beli saham atau waran terpisah. Artinya waran tetap berlaku meskipun utnag sudah dilunasi atau pengambilan hak waran tidak harus disertai dengan penyerahan sekuritas utang yang berkaitan. Bila waran melekat pada sekuritas utang, perlakuan terhadap kas hasil penerbitan sekuritas utang sama dengan perlakuan terhadap utang terkonversi. Perdebatan mengenai perlakuan sekuritas hibrida timbul karena pembedaan elemen kewajiban dan ekuitas secara defisional sehingga selalu timbul masalah klasifikasi terhadap sekurutas hibrida atau instrumen keuangan. Salah satu pemecahan masalah ini adalah mendefinisakan ekuitas dalam arti luas yang mencakupi utang kemudian mengklasifikasi ekuitas menjadi beberapa kelas. Cara lain adalah menyediakan subklasifikasi yang tegas untuk berbagai instrumen finansial untuk dapat diakui dan dilaporkan dalam neraca secara mudah atas dasar FASB. Instrumen finansial tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Unconditional receivable payable contracts Conditional recevable payable contracts Financial option contracts Financial guarantees or other conditional exchange contracts Financial forward contracts Equity instruments

Pembebasan Substabsif

Pada mulanya FASB menetapkan bahwa kewajiban dapat dianggap lenyap apabila debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu perwalian dan aliran kas dari aset tersebut akan cukup untuk pelunasan pembayaran bunga serta poko pinjaman Bila telah dicapai saat sehingga debitor tidak perlu lagi melakukan pembayaran dimasa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut maka pada saat tersebut secara substansif debitr sudah bebas dari kewajiban sehingga dapat mengakui kewajiban dan aset dalam perwalian meskipun utnag belum jatuh waktu. Demikian juga bila debitor membentuk dana pelunaasan utang obligasi pada saat debitor sudah tidak perlu lagi membayar atau menyetor kas ke dana tersebut sudah pasti akan cukup untuk menutup utang pada saat jatuh tempo, maka pada saat itu kewajiban debitor secara substansif dianggap lenyap meskipun kewajiban belum jatuh tempo. Jadi pada saat tidak adal lagi keharusan membayar, telah terjadi pembebasan substansif. Masalah teoritis dalam hal ini adalah apakah pada saat terjadi pembebasan substansif perusahaan dapat mengakui kewajiban. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa FASB membolehkan pengawaakan kewajiban pada saat tercapainya pembebasan substansif melalui SFAS. Namun kemudian FASB membatalkan ketentuan tersebut dengan dikeluarkannya SFAS dalam standar ini FSAB menegaskan bahwa pada saat terjadi pembebasan substansif, kewajiban tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak emenuhi karakteristik atau kriteria kritis sebagai berikut: a. Debitor tidak dengan sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara hukum hanya lataran perusahaan menematkan aset kedalam suatu pewalian. Alasannya adalah bahwa kalau aset dalam perwalian teryata tidak cukup debitor tetap harus menutup kekurangan tersebut. b. Untuk pelunasan kewajiban, sumber dana tidak dibatasi hanya dari dana yang ditemoatkan dalam perwalian. Bahwa perusahaan secara substansif mempunyai kemampuan untuk melunasi utang tidak dengan sendirinya utang tersebut dapat dihapus c. Creditor tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas aset dalam perwalian dan juga tidak dapat menghentikan atau membatalkan perwalian tersebut.

d.

Kalau ternyata aset dalam perwalian melebihi apa yang diperlukan untuk membayar pokok dan bunga pinjaman debitor dapat menggunakan kelebihan tersebut. ini berarti bahwa aset dalam perwalian masih dikuasai oleh debitor

e.

Kreditor atau agennya bukan pihak yang terikat dalam kontrak pembentukann dana pembebasan utang

f.

Debitor tidak menyerahkan kendali atas manfaat aset karena anfaat aset tersebut masih melekat pada debitor meskipun debitor telah mengawakuinya sementara itu kreditor juga tidak mengakuinya sebagai aset sehingga praktis aset tersebut masih dikuasai debitor Alasan lain yang sering dikemukakan adalah pengawakaan kewajiban pada saat

tercapainya pembebasan substantif sama saja dengan mengkompensasi kewajiban dengan aset. Kritik lain adalah pengawaakuan kewajiban pada saat terjadinya pembebasan subtantif dapat dimanfaatkan oleh debitor untuk melakukan manajemen laba dan peningkatan kinerja. Hal ini dapat dilakukan karenakeutungan bagi debitor sebagai berikut: a. b. Kewajiban dihapus dari neraca sehingga resiko kewajiban-ekuitas membaik Laba tahun berjalan akan meningkat dengan jumlah utang yang tejadi dalam pengawakuan kewajiban. Hal ini terjadi bila selisih antara nilai tunai dana aset dan nominal utang dicatat sebagai untung c. Untung pengawakuan kewajiban tidak dikenai pajak kerena untuk tersebut sebenarnya belum teralisasi sehingga perusahaan dapat menghemat atau menunda pajak dan meningkatkan profitabilitas secara cukup berarti pada saat pembebasan subtantif d. Bila berupa obligasi pemerintah perusahaan dapat menghemat pajak karena penghitungan pajak pendapatan bunga obligasi pemerintah dapat dikompensasi oleh biaya bunga utang e. Pembebasan subtantif memungkinkan perusahaan untuk memperlakukan kewajiban jangka panjang seperti mengelola surat-surart berharga disisi aset. Artinya, perusahaan seakan-akan bebas melunasi utang jangka panjang setiap saat dikehendakinya hanya dengan menyisihkan aset tertentu

Penolakan FASB terhadap pengawaakuan kewajiban pada saat pembebasan subtantif seakan-akan bertentagan dengan konsep subtantif mengungguli bentuk. Substansi ekonomik juga harus menggambarkan realitas ekonomik.

Penyajian Secara umum kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan penyajian aset. PSAK No.1 menggariskan bahwa aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewjiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Dari segi urutan perlindungan dan jaminan, utang yang dijamin pada umumnya disajikan lebih dahulu untuk menunjukkan dalam hal ini terjadi likuidasi utang ini harus dibayar dan kewajiban disajikan lebih dahulu daripada ekuitas. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek bila: a. Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan b. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca Siklus operasi normal perusahaan sangat sulit untuk diidentifikasi sehingga dalam implementasinya, waktu satu tahun dianggap sebagai siklus operasi normal perusahaan karena dianggap praktis untuk kepentingan akuntansi. Paragraf 47 menyebutkan bahwa kewajiabn berbunga jangka panjang tetap diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan sejak tanggal neraca apabila: a. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan b. Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka panjang c. Maksud tersebut pada huruf (b) didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau penjadualan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebleum laporan keuanga disetujui Penyajian utang jangka panjang yang jatuh tempo dalam kewajiban lancar akan mempengaruhi likuiditas. Oleh karena itu syarat di atas diperlukan agar kewajiban jangka pendek tidak diklasifikasi sebagai utang jangka panjang

Standar akuntansi yang berkaitan dengan berbagai jenis kewajiban dan kontrak biasanya menetapkan hal-hal yang harus diungkapkan

Hak mengkompensasi Kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca dengan mengkompensasinya atau mengkotraknya dengan aset yang dianggap berkaitan. Misalnya dalam hal subtantif, dana pelunasan obligasi tidak dapat dikompensasikan dengan utang obligasi. Kompensasi tidak dapat dilakukan karena tidak ada transaksi yang menghubungkan antara debitor dan kreditor. Artinya pembentukan dana merupakan kegiatan internal perusahaan atau kehendak manajamen dan bukan transaksi yang melibatkan kreditor. Adakalanya hak mengontra diperbolehkan bila kondisi tertentu dipenuhi. Kondisi ini bisaya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak bersyarat dan kontrak pertukaran. Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan kewajiban bergantung pada timbulnya kejadian masa datang tertentu yag belum tentu terjadi dan dapat mengubah saat penerimaan, penyerahan atau pertukaran jumlah rupiah. Contohnya adalah futures contrac dan forward purchase sale contracts. Kontrak pertukaran adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukan aset dan kewajiban dimasa datang dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak saja. Contohnya adalah interest rate swaps dan currency swaps. Secara umum pengkompensasian aset dan kewajiban dalam neraca adalah tidak layak kecuali terdapat hak mengontra. FASB mengidentifiksi hak mengontra adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya untuk menghapus semua atau sebagian utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi utang tersbut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor. Hak mengontra ini dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut dipenuhi: a. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah rupiah tertentu. b. Puhak pelapor mempunyai hak menngontra jumlah yang diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain. c. Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra. d. Hak mengontra terpaksakan secara hukum.

Anda mungkin juga menyukai