Anda di halaman 1dari 11

HUKUM ADAT

(PROSESI PERNIKAHAN ALA Adat MAKASSAR)


OLEH : DR. HJ. HIKMAWATI MUSTAMIN, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH :
NAMA : Andy pratama aBDULLAH STAMBUK : 0402011-0086 KELAS : HL-2.1

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA TAHUN AJARAN 2012

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena berkat rahmat-Nya tugas Hukum Adat ini dapat terselesaikan makalah yang berjudul PROSESI PERNIKAHAN ALA ADAT MAKASSAR, dan tak lupa kita kirimkan salam dan shawalat kepada Nabi besar Muhammad SAW. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas Hukum Adat yang diberikan Bapak/Ibu dosen kami di Universitas Muslim Indonesia (UMI). Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dan telah membantu sehingga tugas makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat, dan bisa dimanfaatkan di kemudian hari oleh para pembaca yang akan mendatang, dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Makassar, Mei 2012

Penyusun

PROSESI PERNIKAHAN ALA ADAT MAKASSAR


Pernikahan merupakan bagian terpenting dan dianggap sakral dalam kehidupan manusia yang beradab.Masyarakat Makassar meyakini bahwa, pernikahan adalah wadah tempat bersatunya dua keluarga besar.

Prosesi Pernikahan Ala Adat Makassar

Maka tidak mengherankan apabila pesta pernikahan dalam tradisi masyarakat harus melibatkan seluruh keluarga besar dari kedua mempelai. Mulai dari saudara, kakak dan adik, paman dan bibi, serta para sesepuh seluruhnya ikut terlibat dalam mempersiapkan pernikahan bagi si mempelai. Selain melibatkan seluruh keluarga besar dari kedua belah pihak mempelai, tata cara upacara pernikahan adat Makassar juga harus melalui berberapa tahapan yaitu: 1. Ajangang-jangang (Mamanu-manu). 2. Asuro (Massuro) atau melamar. 3. Apanassar (Patenre ada) atau menentukan hari. 4. Apanai Leko Lompo (erang-erang) atau sirih pinang. 5. Abarumbung (Mappesau) atau mandi uap, dilakukan selama 3 (tiga) hari. 6. Appassili bunting (Cemme mappepaccing) atau siraman dan Abubbu ( mencukur rambut halus dari calon mempelai. 7. Akkorontigi (Mappacci) atau malam pacar. 8. Assimorong atau akad nikah. 9. Appabajikang bunting atau menyatukan kedua mempelai. 10. Allekka bunting (Marolla) atau mundu mantu.

A'jangang-jangang (Mamanu-manu) Dalam tahapan ini keluarga calon mempelai laki-laki melakukan penyelidikan secara diam-diam untuk mengetahui latar belakang dan keadaan pihak calon mempelai wanita. Asuro (Massuro) atau melamar Tahap kedua adalah assuro yaitu acara pinangan atau lamaran. Dalam cara ini secara resmi pihak calon mempelai pria menyatakan keinginannya kepada calon mempelai wanita. Di jaman dahulu, proses lamaran ini membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan melalui beberapa fase sebelum mencapai kesepakatan. Proses lamaran ini membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan melalui beberapa fase sebelum mencapai kesepakatan. Appa'nassa (Patenre ada) atau menentukan hari. Selanjutnya setelah acara pinangan, dilakukan appa'nassa yaitu kedua belah pihak keluarga menentukan hari pernikahan. Dalam fase ini, juga diputuskan mengenai besarnya uang belanja yang harus disiapkan oleh keluarga calon mempelai laki-laki. Adapun besarnya uang belanja ditentukan menurut golongan dan status sosial dari sang gadis dan kesanggupan pihak keluarga pria. Appanai Leko Lompo (erang-erang) atau sirih pinang Cara ini dilakukan setelah pinangan diterima secara resmi, prosesi ini sama dengan prosesi pertunangan di daerah lain. Dalam tradisi Makassar, acara ini disebut A'bayuang, prosesinya berupa pengantaran passikko atau pengikat oleh keluarga mempelai laki-laki kepada keluarga mempelai wanita, biasanya berupa cincin. Prosesi mengantarkan passikko diiringi dengan mengantar daun sirih pinang yang disebut Leko Cadi. Namun karena pertimbangan waktu dan kesibukan, di jaman sekarang acara ini dilakukan bersamaan dengan acara Appa'nassa.

A'barumbung(Mappesau) atau mandi uap Acara mandi uap yang dilakukan oleh calon mempelai wanita. Biasanya berlangsung selama tiga hari.

Appasili Bunting (Cemme mappepaccing) atau siraman Sebelum acara ini dilakukan, keluarga calon mempelai wanita membuatkan tempat khusus berupa gubuk siraman yang telah ditata sedemikian rupa di depan rumah atau pada tempat yang telah disepakati bersama oleh anggota keluarga. Rangkaian dari upacara ini terdiri dari appasili bunting, a'bubu, dan appakanre bunting. Prosesi appasili bunting dilakukan sekitar pukul 09.00 10.00 pagi. Pemilihan waktu itu memiliki maksud agar calon mempelai wanita berada dalam kondisi yang segar bugar. Calon mempelai memakai busana yang baru/baik dan ditata sedemikian rupa. Acara ini dimaksudkan sebagai pembersihan diri lahir dan batin sehingga saat kedua mempelai mengarungi bahtera rumah tangga, mereka akan mendapat perlindungan dari Yang Maha Kuasa dan dihindarkan dari segala macam mara bahaya.

Alat/Bahan yang digunakan beberapa alat atau bahan yang digunakan dalam prosesi adat ini adalah: Pammaja besar/Gentong. Gayung/tatakan pammaja. Air, sebagai media yang suci dan mensucikan. Bunga tujuh rupanna (tujuh macam bunga) dan wangi-wangian. Jajakkang, terdiri dari segantang (4 liter) beras diletakkan dalam sebuah bakul. Kanjoli (lilin), berupa lilin berwarna merah berjumlah tujuh atau sembilan batang.

Kelapa tunas. Gula merah. Padupang. Leko passili.

Prosesi Acara Appassili Sebelum dimandikan, calon mempelai terlebih dahulu memohon doa restu kepada kedua orang tua di depan pelaminan. Lalu calon mempelai dituntun ke tempat siraman di bawah naungan payung berbentuk segi empat yang dipegang oleh empat orang gadis bila calon mempelai wanita dan empat orang laki-laki jika calon mempelai pria. Prosesi dimulai diawali oleh Anrong Bunting, setelah selesai dilanjutkan oleh kedua orang tua serta orang-orang yang dituakan (Tomalabbiritta) yang berjumlah tujuh atau sembilan pasang.

Tata cara pelaksanaan siraman adalah air dari pammaja ataugentong yang telah dicampur dengan 7 (tujuh) macam bunga dituangkan ke atas bahu kanan kemudian ke bahu kiri calon mempelai dan terakhir di punggung, disertai dengan doa dari masing-masing orang yang diberi mandat untuk memandikan calon mempelai. Setelah keseluruhan selesai, acara siraman diakhiri oleh Ayahanda yang memandu calon mempelai mengambil air wudhu dan mengucapakan dua kalimat syahadat sebanyak tiga kali. Selanjutnya calon mempelai menuju ke kamar untuk berganti pakaian. ABubu mencukur rambut halus dari calon mempelai Setelah berganti pakaian, calon mempelai selanjutnya didudukkan di depan pelaminan dengan berbusana Baju bodo, tope (sarung pengantin), serta assesories lainnya. Prosesi acara Abubu (macceko) dimulai dengan membersihkan rambut atau bulubulu halus yang terdapat di ubun-ubun atau alis, acara ini dilakukan oleh Anrong Bunting (penata rias), yang bertujuan memudahkan dalam merias pengantin wanita, dan supaya hiasan hitam pada dahi yang dikenakan calon mempelai wanita dapat melekat dengan baik.

Appakanre Bunting Appakanre bunting artinya menyuapi calon mempelai dengan makan berupa kue-kue khas tradisional Makassar, seperti Bayao Nibalu, Cucuru Bayao, Sirikaya, Onde-onde/ Umba-umba, Bolu Peca, dan lain-lain yang telah disiapkan dan ditempatkan dalam suatu wadah besar yang disebut Bosara Lompo. Acara Appakanre Bunting atau suapan calon mempelai yang dilakukan oleh orang tua calon mempelai, ini merupakan simbol bahwa tanggung jawab orang tua kepada si anak sudah berakhir dan dialihkan ke calon suami.

Akkorontigi (Mappacci) atau malam pacar.

Sehari menjelang pesta pernikahan, rumah calon mempelai wanita telah ditata dan dihiasi sedemikian rupa dengan dekorasi khas makassar, yang terdiri dari: Pelaminan (lamming); Bantal; Sarung sutera sebanyak 7 (tujuh) lembar yang diletakkan di atas bantal; Bombong Unti (Pucuk daun pisang); Leko Panasa (Daun nangka), daun nangka diletakkan di atas pucuk daun pisang secara

bersusun terdiri dari 7 atau 9 lembar;

Leko Korontigi (Daun Pacci), adalah semacam daun tumbuh-tumbuhan (daun pacar) Benno (Bente), adalah butiran beras yang digoreng tanpa menggunakan minyak Unti Tene (Pisang Raja); Kado Minnya (Nasi Ketan); Kanjoli/Tai Bani (Lilin berwarna merah).

yang ditumbuk halus;

hingga mekar;

Acara Akkorontigi merupakan suatu rangkaian acara yang sakral yang dihadiri oleh seluruh sanak keluarga (famili) dan undangan. Acara Akkorontigi memiliki hikmah yang mendalam, mempunyai nilai dan arti kesucian dan kebersihan lahir dan batin, dengan harapan agar calon mempelai senantiasa bersih dan suci dalam menghadapi hari esok yaitu hari pernikahannya. Dalam ritual ini, mempelai wanita dipakaikan daun pacar ke tangan si calon mempelai. Masyarakat Makassar memiliki keyakinan bahwa daun pacar memiliki sifat magis dan melambangkan kesucian. Menjelang pernikahan biasanya diadakan malam pacar atau Akkorontigi, yang artinya malam mensucikan diri dengan meletakan tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai. Orang-orang yang diminta meletakkan daun pacar adalah orang-orang yang punya kedudukan sosial yang baik serta memiliki rumah tangga langgeng dan bahagia.

Setelah para undangan lengkap dimana sanak keluarga atau para undangan yang telah dimandatkan untuk meletakkan daun pacar telah tiba, acara dimulai dengan pembacaan barzanji atau shalawat nabi, setelah petugas barzanji berdiri, maka prosesi peletakan daun pacar dimulai oleh Anrong bunting yang kemudian diikuti oleh sanak keluarga dan para undangan yang telah diberi tugas. Satu persatu para handai taulan dan undangan dipanggil didampingi oleh gadisgadis pembawa lilin yang menjemput mereka dan memandu menuju pelaminan. Acara Akkorontigi ini diakhiri dengan peletakan daun pacar oleh kedua orang tua tercinta dan ditutup dengan doa.

Malam korontigi dilakukan menjelang upacara pernikahan dan diadakan di rumah masing-masing calon mempelai.

Assimorong atau akad nikah Acara ini dilaksanakan di rumah mempelai wanita, dan merupakan acara akad nikah serta menjadi puncak dari rangkaian upacara pernikahan adat Makassar. Calon mempelai pria diantar ke rumah calon mempelai wanita yang disebut Simorong. Calon mempelai pria diantar oleh dua rombongan keluarga pria, dengan komposisi: Petugas pembawa leko lompo (seserahan/erang-erang), yang terdiri dari: Gadis-gadis berbaju bodo 12 orang yang bertugas membawa bosara atau keranjang yang

berisikan kue-kue dan busana serta kelengkapan assesories untuk calon pengantin wanita. Petugas pembawa panca terdiri dari 4 orang laki-laki. Panca berisikan 1 tandan kelapa, 1

tandan pisang raja, 1 tandan buah lontara, 1 buah labu kuning besar, 1 buah nangka, 7 batang tebu, jeruk seperlunya, buah nenas seperlunya, dan lain-lain.

Perangkat adat, yang terdiri dari: Seorang laki-laki pembawa tombak. Tiga orang anak kecil pembawa ceret. Seorang lelaki dewasa pembawa sundrang (mahar). Remaja pria 4 orang untuk membawa Lellu (payung persegi empat). Seorang anak laki-laki bertugas sebagai passappi bunting.

Menyusul rombongan Calon mempelai Pria, yang terdiri dari: Rombongan orang tua; Rombangan saudara kandung; Rombongan sanak keluarga; Rombongan undangan.

Di masa sekarang, Assimorong dan prosesi Appanai Leko Lompo (seserahan) dilakukan bersamaan, maka rombongan terdiri dari dua rombongan, yaitu rombongan pembawa Leko Lompo (seserahan) dan rombongan calon mempelai pria bersama keluarga dan undangan.

Keluarga Calon Mempelai Wanita lalu keluar menjemput kedatangan rombongan calon mempelai pria, dengan komposisi sebagai berikut: Dua pasang sesepuh dari calon mempelai wanita keluar menjemput calon mempelai

pria dan memegang Lola menuntun calon pengantin pria memasuki rumah calon pengantin wanita; Seorang ibu yang bertugas menaburkan benno (sejenis pop corn dari beras) ke calon

pengantin pria saat memasuki gerbang kediaman calon pengantin wanita. Penerima erang-erang atau seserahan. Penerima tamu.

Prosesi acara Assimorong Setelah calon pengantin pria beserta rombongan calon tiba di sekitar wanita, sesuai

kediaman seluruh

pengantin diatur

rombongan

susunan barisan yang telah ditetapkan. Ketika calon pengantin pria telah siap di bawa Lellu, sesepuh dari pihak calon pengantin wanita datang menjemput dengan mengapit calon pengantin pria dan menggunakan Lola menuntun calon pengantin pria menuju gerbang

kediaman calon pengantian wanita. Saat tiba di gerbang halaman, calon

pengantin pria disiram dengan Benno oleh salah seorang sesepuh dari keluarga calon pengantin wanita. Kemudian dilanjutkan dengan dialog serah terima pengantin dan penyerahan seserahan leko lompo atau erang-erang. Setelah itu calon pengantian pria beserta rombongan memasuki kediaman calon pengantin wanita untuk dinikahkan. Kemudian dilakukan pemeriksaan berkas oleh petugas KUA dan permohonan ijin kepada kedua orang tua untuk dinikahkan, yang selanjutnya dilakukan dengan prosesi Ijab dan Qobul. Ini merupakan simbol bahwa tanggung jawab orang tua kepada si anak sudah berakhir dan dialihkan ke calon suami.

Appabajikang Bunting atau menyatukan kedua mempelai Prosesi ini merupakan prosesi

menyatukan kedua mempelai. Setelah akad nikah selesai, mempelai pria diantar ke kamar mempelai wanita. Dalam tradisi Makasar, pintu menuju kamar mempelai wanita biasanya terkunci rapat. Kemudian terjadi dialog singkat antara pengantar mempelai pria dengan penjaga pintu kamar mempelai wanita. Setelah mempelai pria diizinkan masuk, kemudian diadakan acara Mappasikarawa (saling menyentuh). di

Sesudah itu, kedua mempelai bersanding atas tempat tidur untuk mengikuti

beberapa acara seperti penyerahan mahar atau mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita, pemasangan sarung sebanyak tujuh lembar yang dipandu oleh anrong bunting (pemandu adat). Hal ini mengandung makna mempelai pria sudah diterima oleh keluarga mempelai wanita. Setelah itu kedua mempelai menuju ke depan pelaminan untuk melakukan prosesi Appalapopporo atau sungkeman kepada kedua orang tua dan sanak keluarga lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan acara pemasangan cincin kawin, nasehat perkawinan, dan doa.

Allekka bunting (Marolla) atau munduh mantu Acara ini sering disebut sebagai acara ngunduh mantu. Sehari sesudah pesta pernikahan, mempelai wanita ditemani beberapa orang anggota keluarga diantar ke rumah orang tua mempelai pria. Rombongan ini membawa beberapa hadiah sebagia balasan untuk mempelai pria. Mempelai wanita membawa sarung untuk orang tua mempelai pria dan saudara-saudaranya. Acara ini disebut Makkasiwiang.

Anda mungkin juga menyukai