Anda di halaman 1dari 17

APTAMER SEBAGAI BIOSENSOR BERBASIS DNA

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Biokimia

KELOMPOK D :

1. Arinta Wulandari 2. Dwita Nur Aisyah 3. Ganjar Fadillah 4. Karima Apriany 5. Puji Estianingsih 6. Rahmat Hidayat 7. Tety Nur Indah

M0311010 M0311023 M0311031 M0311041 M0311055 M0311058 M0311066

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
i

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul Kromatografi Kolom dan Aplikasinya Dalam Berbagai Bidang Keilmuan disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Kimia Pemisahan dan Kromatografi, Jurusan Kimia FMIPA universitas Sebelas Maret Surakarta. Secara garis besar tulisan ini mengkaji pembahasan dengan

menitikberatkan pada mekanisme pemisahan dengan prinsip kromatografi kolom serta mengetahui aplikasi secara langsung dalam berbagai bidang disiplin keilmuan. Atas terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Triana Kusumaningsih, S.Si.,M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Biokimia Jurusan Kimia FMIPA UNS 2. Sahabat FMIPA Kimia 2011 UNS yang telah membantu memberikan masukan selama penyusunan makalah ini. 3. Semua pihak yang telah membantu hingga dapat diselesaikannya karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat membangun dan mendukung penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan penulis dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya serta rekan-rekan sebidang ilmu pada khususnya. Surakarta, November 2013

Penulis

ii

DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................ ii Daftar Isi...................................................................................................... ii Daftar Gambar............................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah............................................................................ 2 C. Tujuan.............................................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 3 A. Pengertian Aptamer........................................................ B. Biosensor........................................................ 3 3

C. Aptamer Berbasis Biosensor................... 4 D. Aptamer Berbasis Elektrokimia Biosensor. 5 BAB IV DISKUSI DAN PEMBAHASAN................................................ 7 A. B. Prinsip Aptamer Biosensor 7 Hibridisasi dalam Biosensor DNA (Aptamer) Berbasis Elektrokimia.. 8 C. Cara Sekuensing DNA dengan Biosensor Elektrokimia 10

BAB V PENUTUP....................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 13

iii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Umum Biosensor......................................................... 7 Gambar 2. Aptamer Biosensor................................................................... 9 Gambar 3. Sistematik Aptamer Biosensor................................................ 9

iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Biosensor adalah alat untuk mendeteksi suatu analit yang menggabungkan komponen biologis dengan komponen detektor fisikokimia. Ini terdiri dari 3 bagian: 1) unsur biologis sensitif bahan biologis misalnya jaringan,

mikroorganisme, organel, reseptor sel, enzim, antibodi, asam nukleat, dll yang berasal bahan biologis atau biomimic, 2) transduser atau elemen detektor, bekerja dengan cara yang fisikokimia; optik, piezoelektrik, elektrokimia, dll yang mengubah sinyal yang dihasilkan dari interaksi antara analit dengan unsur biologis menjadi sinyal listrik dan 3) elektronik yang terkait atau prosesor sinyal yang terutama bertanggung jawab untuk menampilkan hasil dalam cara yang userfriendly. Contoh umum dari biosensor komersial adalah biosensor glukosa darah, yang menggunakan enzim glukosa oksidase untuk memecah glukosa darah turun. Dalam melakukan hal itu pertama mengoksidasi glukosa dan menggunakan dua elektron untuk mengurangi FAD (komponen enzim) untuk FADH2. Hal ini pada gilirannya teroksidasi oleh elektrode (menerima dua elektron dari elektroda) di sejumlah langkah. Arus yang dihasilkan adalah ukuran konsentrasi glukosa. Dalam hal ini, elektroda adalah transduser dan enzim adalah komponen biologis aktif. Aptamer memiliki spesifikasi dan afinitas tinggi untuk setiap molekul target yang secara prinsip dapat dipilih untuk setiap molekul target yang diberikan, mulai dari molekul kecil sampai besar seperti protein dan bahkan sel-sel. Selain itu aptamer sangat mudah disintesis dengan reproduktifitas dan kemurnian yang tinggi. Berbeda dengan protein berbasis antibody atau enzim, aptamers DNA biasanya sangat stabil secara kimiawi. Apabila aptamer mengikat molekul target maka akan mengalami perubahan konformasi yang signifikan, hal tersebut akan menawarkan fleksibilitas yang besar dalam desain aptamer sebagai biosensor dengan sensitivitas deteksi dan selektivitas yang tinggi. Aptamer adalah oligonukleotida pita tunggal (ssDNA atau RNA), yang disintesis melalui proses seleksi, disebut systematic evolution of ligands by exponential enrichment

(SELEX), dari sekumpulan oligonukleotida dengan sekuen acak (random combinatorial libraries). Karena struktur 3-dimensinya yang unik, maka aptamer dapat membentuk ikatan dengan berbagai target dengan afinitas yang sebanding dengan antibodi. Oleh sebab itu dengan menggunakan aptamer sebagai biosensor maka dapat dijadikan alat yang penting untuk diagnosa dan terapi yang lebih baik dibandingkan menggunakan biosensor reseptor alamai seperti antibod atau enzim.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang di kaji adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana prinsip dasar aptamer biosensor? 2. Bagaimana hibridisasi dalam aptamer biosensor berbasis elektrokimia? 3. Bagaimana cara sekuensing DNA dengan biosensor elektrokimia?

C. Tujuan Adapun tujuan dari tulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui prinsip dasar aptamer biosensor. 2. Mengetahui hibridisasi dalam aptamer biosensor berbasis elektrokimia. 3. Mengetahui cara sekuensing DNA dengan biosensor elektrokimia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian aptamer Aptamer adalah oligonukleotida pita tunggal (ssDNA atau RNA), yang disintesis melalui proses seleksi, disebut systematic evolution of ligands by exponential enrichment (SELEX), dari sekumpulan oligonukleotida dengan

sekuen acak (random combinatorial libraries). Karena struktur 3-dimensinya yang unik, maka aptamer dapat membentuk ikatan dengan berbagai target dengan afinitas yang sebanding dengan antibody. DNA dan RNA pada aptamer memiliki kemampuan untuk berikatan dengan protein karena dia memilikin afinitas dan selektivitas yang tinggi , bersifat spesik dan sedikit sekali variasi penganggu molekul target yang dapat mengganggu aptamer . Aptamer kini dijadikan alat untuk diagnose dan terapi. Aptamer berdasarkan biosensor ini memiliki kelebihan dari pada biosensor yang menggunakan reseptor alami seperti antibody dan enzim. (Wenjuan et al, 2008) Aptamer disebut juga antibody kimia karena proses pembuatannya secara in vitro berdasarkan proses SELEK. Tidak seperti pada antibody pada system imun hewan, proses selek memungkinkan fabrikasi aptamer untuk non-imunogenik yang tidak mungkin dihasilkan oleh system imun. Bahkan memunkinkan bila produksi aptamer hanya pada daerah targer tertentu yang ini tidak bisa dilakukan oleh antibody hewan, karena dia akan menghasilkan epitop pada molekul target.

B. Biosensor Biosensor adalah alat pendeteksi atau penyelidik yang menggabungkan komponen biologis (seperti mikroba, jaringan, sel, bakteri, protein, enzim dan antibodi) dan elektronis untuk menghasilkan sinyal yang terukur, yang dapat mendeteksi, mencatat, dan mengirimkan informasi secara cepat. Definisi klasik mendefiniskan biosensor sebagai suatu perangkat atau instrumen analitik yang menggunakan biomolekul seperti mikroba, jaringan, sel, protein, enzim, antibodi, dan DNA untuk melakukan pengenalan, deteksi atau rekognisi pada suatu zat biokimia tertentu, yang kemudian adanya perubahan sifat fisika-kimia pada

biomolekul tersebut dapat merepresentasikan informasi yang ditransduksikan dengan transduser fisis menjadi besaran elektronik untuk bisa diolah selanjutnya. Prinsip kerja biosensor adalah biokatalis atau senyawa aktif biologi akan berinteraksi dengan zat kimia yang akan dideteksi (molekul target). Hasil interaksi yang berupa besaran fisik seperti panas, arus listrik, potensial listrik atau lainnya panas, arus listrik, potensial listrik atau lainnya akan dimonitor oleh transduser. Besaran tersebut kemudian diproses sebagai sinyal sehingga diperoleh hasil yang dapat dipahami pada suatu layar monitor. Beberapa komponen dasar biosensor adalah sebagai berikut : 1. Bioreseptor. Merupakan komponen biologis yang peka, dibuat dengan teknis biologis. Misalnya jaringan, mikroba, organel, sel, protein, enzim, antibodi, nucleic acids dan sebagainya. 2. Transduser. Merupakan detektor yang bekerja secara fisikokimia,

piezoelektronik, optik, elektrokimia, dan sebagainya yang mengubah sinyal yang dihasilkan dari interaksi antara analit dengan bioreseptor menjadi sinyal lain (yaitu, transduser) yang dapat lebih mudah diukur dan dihitung. 3. Elemen elektronik. Prosesor sinyal utama yang bertanggung jawab untuk menampilkan hasil yang mudah dipahami.

C. Aptamer berbasis Biosensor Ketika antibodi menjadi dominan didalam pendeteksian protein, biosensor yang mengunakan tipe dari pengenalan komponen telah disaingi keuntungannya saat penemuan pertamanya ditahun 1990. Keuntungan tersebut adalah aptamer, DNA, dan molekul RNA yang mengalami metodologi seleksi untuk mengikat afinitas yang tinggi dan kekhususan dari kesukaan analit. Metodologi seleksinya disebut SELEX (systematic evolution of ligands by exponential enrichment). DNA yang secara acak mengandung 1014 hingga 1015 urutan acak diproduksi. Analit tersebut bergerak menuju kolom dan DNA/RNA dilewatinya. Aptamer yang tidak mengikat suatu analit secara spesifik akan dicuci ketika aptamer lain yang tidak berikatan ditahan. Kekuatan ionik suatu kolom buffer ini kemudian diubah untuk melepaskan molekul-molekul asam nukleat yang telah terikat dengan spesifitas tinggi. Polymerase chain reaction (PCR) atau reverse-transcriptase polymerase

chain reaction (RT-PCR) dilakukan untuk kembali memperkuat suatu kolam yang berisi urutan asam nukleat putative yang akan diuji. Siklus tersebut diulang untuk mengisolasi ikatan asam nukleat yang spesifikasinya tinggi. Hasil urutan tersebut dikloning kedalam bentuk plasmid dan dimasukan kedalam bakteri diikuti dengan pengurutan modern untuk mengelusidasi analit tersebut. Aptamer-aptamer menawarkan pengganti yang baik untuk antidodi karena mudah dalam penanganan dan stabilitasnya (Nutiu, 2004). Sintesis aptamer pada in vivo dibandingkan in vitro menghasilkan elastisitas yang rendah terhadap respon imun. Kemampuan aptamer mengikat analit tidak dengan sendiri menjamin dalam penerapannya untuk biosensor. Pengikatan transduksi hingga pengukuran sinyal sama pentingnya. Pengukuran sinyal transduksi biasanya terjadi pada bentuk elektriknya atau bentuk optiknya yang mana telah disampaikan dalam literature. Peristiwa pengikatan mengubah konfigurasi atau juga konformasi dari aptamer yang mana terjadi juga perubahan sifat-sifat optic dari system tersebut (Steel, 1998). Molekul-molekul analit yang berikatan menginduksikan perubahan terhadap absorbansinya yang mana dapat dimonitor secara spektroskopi atau secara kolorimetri. Ketika penggunaan aptamer-aptamer (bertentangan dengan antibodi) menghasilkan lebih banyak struktur datar yang serbaguna dan kuat untuk pendeteksian. (Alan, 2009)

D. Aptamer berbasis elektrokimia biosensor Sebuah biosensor elektrokimia khas yang menggunakan elektroda permukaan sebagai platform untuk melumpuhkan komponen penginderaan biologi (misalnya, antibodi atau aptamers), dimana ikatan analit dipantau berdasarkan variasi arus listrik. Hal ini analog dengan sensor glukosa pada umumnya, tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan miniatur, portabel, dan biosensor serbaguna baik untuk mikromolekul maupun makromolekul. Dalam pembuatan aptamer berbasis elektrokimia biosensor, salah satu bahan elektroda yang paling populer digunakan adalah emas, setelah yang thiolated DNA / RNA untai dapat bergerak melalui kuat Au- S. modifisi DNA atau RNA dengan terminal tiol sangat mudah: phosphoramidite kimia sederhana pada DNA /

RNA synthesizer sudah cukup . Modifikasi permukaan Au dengan thiolated untaian oligonukleotida dilakukan dengan mencelupkan Au ke dalam larutan deposisi untuk membentuk monolayer rakitan. Hasil permukaan biasanya mengalami langkah pasif (ditangani dengan larutan 1 - mercapto - 6 - hexanol ) untuk meminimalkan non - spesifik terikat untaian oligonukleotida. Elektrokimia biosensor yang memanfaatkan berbagai desain sensor yaitu dengan cara bagaimana helai aptamer dimasukkan ke dalam surfacebound DNA membangun dan bagaimana sinyal elektrokimia diperoleh pada pengikatan analit . aptamer berbasis elektrokimia biosensor dapat dibagi menjadi tiga jenis, yang tergantung pada perubahan (i) konfigurasi, (ii) konformasi, dan (iii) konduktivitas DNA aptamer yang mengandung membangun setelah mengikat suatu analit, masing-masing.

BAB III DISKUSI DAN PEMBAHASAN

A. Prinsip Aptamer Biosensor Pada dasarnya biosensor terdiri dari tiga unsur yaitu unsur biologi (reseptor biologi), transduser, dan sistem elektronik pemroses sinyal. Unsur biologi yang umumnya digunakan dalam mendesain suatu biosensor dapat berupa enzim, organel, jaringan, antibodi, bakteri, jasad renik, dan DNA. Unsur biologi ini biasanya berada dalam bentuk teramobilisasi pada suatu transduser. Amobilisasi sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara baik dengan adsorpsi fisik, menggunakan membran atau perangkap matriks atau dengan membuat ikatan kovalen antara biomolekul dengan transduser. Untuk transduser, yang banyak digunakan dalam suatu biosensor adalah transduser elektrokimia, optoelektronik, kristal piezoelektronik, transistor efek medan dan temistor. Proses yangterjadi dalam transduser dapat berupa biosensor kalorimetrik, potensiometrik,

amperometrik, optikal maupun piezo-electric biosensor. Sinyal yang keluar dari transduser ini kemudian diproses dalam suatu sistem elektronik misalnya perekam atau komputer. Suatu Biosensor DNA (Aptamer) (atau genosensor) menggunakan DNA yang diamobilisasi sebagai unsur pengenalnya. Untuk Biosensor DNA (Aptamer) elektrokimia, unsur biologi yang digunakan adalah DNA dan transdusernya adalah transduser lektrokimia. Metode elektrokimia yang digunakan adalah voltametri, amperometri dan cyclic voltametry. Berikut adalah contoh skema umum dari biosensor :

Gambar 1. Skema Umum Biosensor

B. Hibridisasi dalam Biosensor DNA (Aptamer) Berbasis Elektrokimia Aspek yang penting pada hibridisasi biosensor adalah sensitivitas untuk mendeteksi konsentrasi DNA yang serendah mungkin, dan elektivitas untuk dapat mendeteksi titik mutasi. Metode tradisional untuk mendeteksi terjadinya

hibridisasi adalah sangat lambat dan memerlukan preparasi khusus. Ini yang menjadi alasan mengapa akhir-akhir ini pengembangan biosensor hibridisasi secara elektrokimia menjadi sangat menarik. Suatu biosensor hibridisasi DNA elektrokimia pada dasarnya terdiri dari suatu elektrode yang dimodifikasi dengan ssDNA yang disebut probe. Karena elektrode dimodifikasi dengan probe, maka akan menyebabkan interaksi dengan sampel melalui pengenalan urutan komplementernya, di antara yang lainnya, di bawah kondisi pH, kekuatan ion, dan temperatur tertentu. Tahap selanjutnya adalah deteksi pembentukan double helix. Tahap-tahap pembuatan biosensor hibridisasi elektrokimia meliputi amobilisasi probe, hibridisasi dan deteksi terjadinya hibridisasi. Deteksi terjadinya hibridisasi DNA antara probe dengan target adalah DNA diamobilisasi hingga menyebabkan basabasa dapat mengalami biopengenalan dengan urutan komplementernya. Dalam hal ini, sifat elektrode memainkan peranan yang sangat penting. BagHaimana kompromi basa-basa untuk berinteraksi dengan permukaan elektrode dan selanjutnya mereka dapat membentuk double helix. Untuk transduser pada biosensor digunakan transduser elektrokimia. Secara elektrokimia, fungsi dari biosensor dijalankan berdasar pada kelistrikan yang timbul dari sampel berupa sinyal. Sinyal yang keluar dari transduser ini diproses dalam suatu sistem elektronik recorder atau komputer. Pada sistem biologis, sering terdapat reaksi redoks pada enzim. Pertukaran elektronnya bisa dideteksi dengan metode elektrokimia untuk mendapatkan hubungan dengan konsentrasi zat yang terkait dalam reaksi redoks tersebut. Metode elektrokimia yang dipakai amperometri. Elektrode mengkonversi pengenalan pasangan basa menjadi sinyal listrik yang dapat diukur terhadap waktu.

Gambar 2. Aptamer Biosensor (Radi, 2011)

Pemilihan asam nukleat untuk preparasi suatu biosensor berdasarkan DNA bergantung pada apa yang akan di-sense. Biosensor untuk mendeteksi urutan DNA, suatu ssDNA, biasanya digunakan oligonukleotida pendek sebagai elemen biosensing. Dendrimer dan analog DNA dapat digunakan juga untuk tujuan ini Suatu Biosensor DNA (Aptamer) (atau genosensor) menggunakan DNA yang diamobilisasi sebagai unsur pengenalnya. Biosensor DNA (Aptamer) secara elektrokimia merupakan suatu elektrode yang mengkonversi pengenalan pasangan basa menjadi sinyal listrik yang dapat diukur. Biosensor DNA (Aptamer) berdasarkan proses pengenalan asam nukleat berkembang pesat ke arah pengujian yang cepat terhadap penyakit infeksi maupun genetik.

Gambar 3. Sistematik Aptamer Biosensor

Transduser elektrokimia sering digunakan untuk mendeteksi terjadinya hibridisasi DNA, karena sensitivitasnya, dimensinya yang kecil dan biayanya yang tidak mahal. Beberapa piranti melibatkan amobilisasi probe single-stranded (ss-) pada permukaan elektrode untuk mengenali pasangan basa komplementernya
9

dalam larutan sampel. Pembentukan dupleks biasanya dideteksi dengan penggunaan indikator hibridisasi elektroaktif. Indikator biasanya menggunakan kompleks logam kationik, seperti Co[phen] atau Co[bpy]atau senyawa organik penginterkalasi (seperti acridine orange dan biru metilen), yang berinteraksi dengan cara yang berbeda antara ss-DNA dan ds-DNA. Respon elektrokimia yang meningkat karena asosiasi indikator dengan permukaan dupleks kemudian berperan sebagai sinyal hibridisasi.

C. Cara Sekuensing DNA dengan Biosensor Elektrokimia Sekuensing DNA berbasis sensor elektrokimia memanfaatkan berbagai sifat kimia yang berbeda berupa interaksi skala nano pada larutan target ,lapis tipis antara larutan dan permukaan elektroda yang solid. Berbagai pendekatan untuk deteksi elektrokimia telah berkembang, termasuk elektrokimia langsung pada DNA, elektrokimia dengan elektroda polimer termodifikasi, elektrokimia yang meliputi reaksi redoks spesifik DNA, electrochemical amplifications dengan partikel-partikel nano, dan perangkat elektrokimia berdasarkan sistem transpor kimia media DNA. Metode yang tepat digunakan adalah metode elektronika secara tak langsung. Dalam penelitian tersebut yang dibutuhkan hanya peralatan dasar

elektrokimia untuk pendeteksian secara elektronika dengan membuat hibridisasi yang menarik. Metode tersebut adalah metode amperometri dengan menggunakan film (membran) sangat tipis terbuat dari polimer polipirol dengan campuran minyak oligonukleotida, dengan limit deteksi yang rendah yaitu 1,6 fmol dalam 0,1 mL. Fokus utama adalah terhadap deteksi DNA dengan metode elektrokimia tidak langsung. DNA silikon yang sensitif dan bebas label merupakan basis dari mikrosensor elektrokimia yang dibuat dengan menggunakan film tipis dari polipirol yang dipasangkan dengan probe oligonukleotika. Metode yang digunakan untuk deteksi target DNA yang melawan patogen adalah amperometri. Silikon untuk sensor elektrokimia yang disatukan dalam bentuk chip didesain dengan 12 disc elektroda dengan ukuran 34. Disiapkan elektroda dengan diameter 90 mm dan dibuat jarak antara pusat elektroda ke pusat sepanjang 250 mm. Semua elektroda berlokasi di bawah wadah reaksi elektrokimia dan setiap

10

elektroda dikontrol secara individu. Dua batang silikon berukuran 60 inchi digunakan sebagai substrat dalam pembuatan sensor elektrokimia ini. Emas digunakan sebagai material elektrodanya. Ukuran chip yang digunakan adalah 1 cm x 1 cm, dan volume wadah adalah 0,5 cm x 0,5 cm x 0,67 cm. Elektroda yang digunakan adalah 5000A disc emas yang dilapisi oleh 200A titanium. Setelah logam dideposisi, lapisan insulator dengan 2000A silikon dioksida, 2000A silikon nitrida, dan 2000A silikon dioksida diendapkan oleh PECVD. Untuk membentuk bilik reaksi elektrokimia dan bilik hibridisasi DNA, silikon kedua digunakan sehingga terbentuk rongga dan terbentuk bilik reaksi. Lapisan insulator kemudian diluruskan dengan lapisan yang saling berikatan oleh PDMS pada suhu kamar. Permukaan elektroda dipoles dengan serbuk alumina dan dicuci dengan air, serta dikeringkan dengan nitrogen untuk uji perbandingan. Aplikasi dari elektrokimia dalam bidang kedokteran, medis, forensik, dan obat-obatan, dengan cara mendeteksi dan mengkuantifikasi urutan dari rantai DNA sangat mudah, dapat dipercaya, hemat, dan dapat dilakukan dalam skala besar dengan menggunakan metode amperometri. Sebelumnya telah berkembang metode Maxam-Gilbert dan metode Sanger. Metode Sanger saat ini merupakan metode yang banyak dipakai baik dalam skala laboratorium maupun massal. Aplikasi elektrokimia yang yang diterapkan pada bioteknologi biosensor memberikan alternatif yang menarik dalam perkembangan pengetahuan dan teknik sekuensing DNA dari yang telah ada sebelumnya.

11

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan : 1. Pada dasarnya biosensor biologi (reseptor biologi), pemroses sinyal. 2. Aspek yang penting pada hibridisasi biosensor adalah sensitivitas untuk mendeteksi konsentrasi DNA yang serendah mungkin, dan elektivitas unt uk dapat mendeteksi titik mutasi. 3. Sekuensing DNA berbasis sensor elektrokimia memanfaatkan berbagai si fat kimia yang berbeda berupa interaksi skala nano pada larutan target ,la pis tipis antara larutan dan permukaan elektroda yang solid. terdiri dari tiga unsur yaitu unsur transduser, dan sistem elektronik

B. Saran Secara kualitatif, kebutuhan akan biosensor sangat besar. Dan diperkirakan permintaan biosensor di pasaran dunia akan selalu meningkat tiap tahun. Sehingga sudah seyogyanya para peneliti memanfaatkan momentum tersebut untuk dapat merintis dan mengembangkan sistem sensor dengan kreatifitas, langkah dan kebijakan yang lebih baik lagi

12

DAFTAR PUSTAKA Alan, K. H Cheng, et al. 2009. Design and Testng of Aptamer Biosensor for Protein and Small molecules. Bioelectrochemistry 77, 1-12 Nutiu, Y. Lu. (2004). Structure-switching signal aptamers: transducing molecular. Chem Eur J, 1868-1876. Radi, Elgawad. 2011. Electrochemical Aptamer-Based Biosensor : Recent Advanes and Perspective. International Journal of Electrochemistry Vol. 2011, Hal. 17 Steel, T.M. Herne, M.J. Tarlov. (1998). Electrochemical quantitation of DNA immobi-lized on gold. Anal Chem, 46704677. Wenjuan et al. 2008. Aptamer Biosensor for Protein Detection Using Gold Nanoparticles. Analytical Chemsitry, 373, 213-219

13

Anda mungkin juga menyukai