Anda di halaman 1dari 11

MENSTRUASI

1. Pengertian Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus. Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi (Greenspan et al., 1998). 2. Siklus Menstruasi a. Gambaran klinis menstruasi Sebagian besar wanita pertengahan usia reproduktif, perdarahan menstruasi terjadi setiap 25-35 hari dengan median panjang siklus adalah 28 hari. Wanita dengan siklus ovulatorik, selang waktu antara awal menstruasi hingga ovulasi fase folikular bervariasi lamanya. Siklus yang diamati terjadi pada wanita yang mengalami ovulasi. Selang waktu antara awal perdarahan menstruasi fase luteal relatif konstan dengan rata-rata 14 2 hari pada kebanyakan wanita (Grenspan et al., 1998). Lama keluarnya darah menstruasi juga bervariasi; pada umumnya lamanya 4 sampai 6 hari, tetapi antara 2 sampai 8 hari masih dapat dianggap normal. Pengeluaran darah menstruasi terdiri dari fragmen-fragmen kelupasan endrometrium yang bercampur dengan darah yang banyaknya tidak tentu. Biasanya darahnya cair, tetapi apabila kecepatan aliran darahnya terlalu besar, bekuan dengan berbagai ukuran sangat mungkin ditemukan. Ketidakbekuan darah menstruasi yang biasa ini disebabkan oleh suatu sistem fibrinolitik lokal yang aktif di dalam endometrium. Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama satu periode menstruasi telah ditentukan oleh beberapa kelompok peneliti, yaitu 25-60 ml. Konsentrasi Hb normal 14 gr per dl dan kandungan besi Hb 3,4 mg per g, volume darah ini mengandung 1229 mg besi dan menggambarkan kehilangan darah yang sama dengan 0,4 sampai 1,0 mg besi untuk setiap hari siklus tersebut atau 150 sampai 400 mg per tahun (Cunningham et. al., 1995).

a)

b)

c)

a)

b. Aspek hormonal selama siklus menstruasi Mamalia, khususnya manusia, siklus reproduksinya melibatkan berbagai organ, yaitu uterus, ovarium, vagina, dan mammae yang berlangsung dalam waktu tertentu atau adanya sinkronisasi, maka hal ini dimungkinkan adanya pengaturan, koordinasi yang disebut hormon. Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang langsung dialirkan dalam peredaran darah dan mempengaruhi organ tertentu yang disebut organ target (Syahrum et al., 1994). Hormon-hormon yang berhubungan dengan siklus menstruasi ialah ; 1. Hormon-hormon yang dihasilkan gonadotropin hipofisis : Luteinizing Hormon (LH) LH merupakan glikoprotein dengan BM sekitar 28.000. Terdiri dari satu unit alfa dan satu unit beta. Waktu paruh plasma awal dari awal LH sekitar 30 menit. LH dihasilkan oleh sel-sel asidofilik (afinitas terhadap asam), bersama dengan FSH berfungsi mematangkan folikel dan sel telur, serta merangsang terjadinya ovulasi. Folikel yang melepaskan ovum selama ovulasi disebut korpus rubrum yang disusun oleh sel-sel lutein dan disebut korpus luteum (Greenspan et. al., 1998; Syahrum et. al., 1994). Folikel Stimulating Hormon (FSH) FSH merupakan glikoprotein dengan BM sekitar 33.000 yang terdiri dari satu unit alfa dan satu unit beta, sedangkan waktu paruh awalnya adalah 3 jam. FSH dihasilkan oleh sel-sel basofilik (afinitas terhadap basa). Hormon ini mempengaruhi ovarium sehingga dapat berkembang dan berfungsi pada saat pubertas. FSH mengembangkan folikel primer yang mengandung oosit primer dan keadaan padat (solid) tersebut menjadi folikel yang menghasilkan estrogen (Greenspan et. al., 1998; Syahrum et. al., 1994). Prolaktin Releasing Hormon (PRH) Berbeda dengan LH dan FSH, prolaktin terdiri dari satu rantai peptida dengan 198 asam amino, dan sama sekali tidak mengandung karbohidrat. BM-nya adalah sekitar 25.000. Secara pilogenetis, prolaktin adalah suatu hormon yang sangat tua serta memiliki susunan yang sama dengan hormon pertumbuhan (Growth hormone, Somatogotropic hormone, TSH, Somatotropin). Secara sinergis dengan estradia, prolaktin mempengaruhi payudara dan laktasi, serta berperan pada pembentukan dan fungsi korpus luteum (Syahrum et. al., 1994). 2. Steroid ovarium Ovarium menghasilkan progestrin, androgen, dan estrogen. Banyak dari steroid yang dihasilkan ini juga disekresi oleh kelenjar adrenal atau dapat dibentuk di jaringan perifer melalui pengubahan prekursor-prekursor steroid lain; konsekuensinya, kadar plasma dari hormon-hormon ini tidak dapat langsung mencerminkan aktivitas steroidogenik dari ovarium. Estrogen Fase pubertas terjadi perkembangan sifat seks sekunder. Kemudian juga terjadi perkembangan sifat seks sekunder. Selanjutnya akan berlangsung siklus pada uterus, vagina dan kelenjar mammae. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon estrogen. Terhadap uterus, hormon estrogen menyebabkan endometrium mengalami proliferasi, yaitu lapisan endometrium berkembang dan menjadi lebih tebal. Hal ini diikuti dengan lebih banyak kelenjar-kelenjar, pembuluh darah arteri maupun vena. Hormon estrogen dihasilkan oleh teka interna folikel. Estradiol (E2) merupakan produk yang paling penting yang disekresi oleh ovarium karena memiliki potensi biologik dan efek fisiologik yang beragam terhadap jaringan perifer sasaran. Peninggian kadar estradiol plasma berkorelasi erat dengan peningkatan ukuran folikel pra-ovulasi. Setelah lonjakan LH, kadar estradiol serum akan mencapai kadar terendah selama beberapa hari dan terjadi peningkatan kedua kadar estradiol plasma yang akan mencapai puncaknya pada pertengahan fase luteal, yang akan mencerminkankan sekresi estrogen oleh korpus luteum. Studi kateterisasi telah menunjukkan

bahwa peningkatan kadar estradiol plasma pada fase pra-evolusi dan pertengahan fase lueal dari siklus. Prinsipnya mencerminkan sekresi dari ovarium yang mengandung folikel dominan atau pra-ovulasi, yang kelak akan menjadi korpus luteum (Greenspan et. al., 1998; Syahrum et. al., 1994). b) Progesteron Kadar progesteron adalah rendah selama fase folikuler, kurang dari 1 ng/ml (3,8 nmol/l) dan kadar progesteron akan mencapai plateau yaitu antara 10-20 ng/ ml (32-64 nmol) pada pertengahan fase luteal. Selama fase luteal, hampir semua progesteron dalam sirkulasi merupakan hasil sekresi langsung korpus luteum. Pengukuran kadar progesteron plasma banyak dimanfaatkan untuk memantau ovulasi. Kadar progesteron di atas 4-5 ng/ml (12,715.9 nmol/l) mengisyaratkan bahwa ovulasi telah terjadi. Perkembangan uterus yang sudah dipengaruhi hormon estrogen selanjutnya dipengaruhi progesteron yang dihasilkan korpus luteum menjadi stadium sekresi, yang mempersiapkan endometrium mencapai optimal. Kelenjar mensekresi zat yang berguna untuk makanan dan proteksi terhadap embrio yang akan berimplantasi. Pembuluh darah akan menjadi lebih panjang dan lebar (Greenspan et. al., 1998). c) Androgen Androgen merupakan hormon steroid dengan 19 atom C dan yang termasuk androgen yaitu : testosteron, DTH, 17 ketosteroid DHEA, dihidroeplandrosteron, juga termasuk golongan ini tetapi khasiat androgennya lemah. Androgen merangsang pertumbuhan rambut di daerah aksila dan pubes serta mampu meningkatkan libido. Androgen terbentuk selama sintesis steroid di ovarium dan adrenal, sebagai pembakal estrogen. Androgen pada wanita dapat berakibat maskulinisasi, maka pembentukan yang berlebih akan menyebabkan gangguan yang berarti. Fase folikuler dan fase luteal kadar rata-rata testosteron plasma berkisar antara 0,2 ng/mg-0,4ng/mg (0,69-1,39 nmol/l) dan sedikit meningkat pada fase praovulasi (Jacoeb et. al., 1994). c. Fase-fase dalam siklus menstruasi Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang terjadi dalam uterus. Fase-fase ini merupakan hasil kerjasama yang sangat terkoordinasi antara hipofisis anterior, ovarium, dan uterus. Fase-fase tersebut adalah : Fase menstruasi atau deskuamasi Fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Fase ini berlangsung selama 3-4 hari. Fase pasca menstruasi atau fase regenerasi Fase ini, terjadi penyembuhan luka akibat lepasnya endometrium. Kondisi ini mulai sejak fase menstruasi terjadi dan berlangsung selama 4 hari. Fase intermenstum atau fase proliferasi Setelah luka sembuh, akan terjadi penebalan pada endometrium 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus menstruasi. Fase proliferasi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : Fase proliferasi dini, terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat dikenali dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel. Fase proliferasi madya, terjadi pada hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenali dari epitel permukaan yang berbentuk torak yang tinggi. Fase proliferasi akhir, berlangsung antara hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenali dari permukaan yang tidak rata dan dijumpai banyaknya mitosis. Fase pramenstruasi atau fase sekresi

1)

2)

3)

a. b. c. 4)

Fase ini berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang berkelok-kelok dan mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata. Bagian dalam sel endometrium terdapat glikogen dan kapur yang diperlukan sebagai bahan makanan untuk telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi dalam 2 tahap, yaitu : a) Fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis dari fase sebelumnya karena kehilangan cairan. b) Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium berkembang dan menjadi lebih berkelok-kelok dan sekresi mulai mengeluarkan getah yang mengandung glikogen dan lemak. Akhir masa ini, stroma endometrium berubah kearah sel-sel; desidua, terutama yang ada di seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan terjadinya nidasi (Hanafiah, 1997). d. Mekanisme siklus menstruasi Selama haid, pada hari bermulanya diambil sebagai hari pertama dari siklus yang baru. Akan terjadi lagi peningkatan dari FSH sampai mencapai kadar 5 ng/ml (atau setara dengan 10 mUI/ml), dibawah pengaruh sinergis kedua gonadotropin, folikel yang berkembang ini menghasilkan estradiol dalam jumlah yang banyak. Peningkatan serum yang terus-menerus pada akhir fase folikuler akan menekan FSH dari hipofisis. Dua hari sebelum ovulasi, kadar estradiol mencapai 150-400 pg/ml. Kadar tersebut melebihi nilai ambang rangsang untuk pengeluaran gonadotropin pra-ovulasi. Akibatnya FSH dan LH dalam serum akan meningkat dan mencapai puncaknya satu hari sebelum ovulasi. Saat yang sama pula, kadar estradiol akan kembali menurun. Kadar maksimal LH berkisar antara 8 dan 35 ng/ml atau setara dengan 30-40 mUI/ml, dan FSH antara 4-10 ng/ ml atau setara dengan 15-45 mUI/ml. Terjadinya puncak LH dan FSH pada hari ke-14, maka pada saat ini folikel akan mulai pecah dan satu hari kemudian akan timbul ovulasi. Bersamaan dengan ini dimulailah pembentukan dan pematangan korpus luteum yang disertai dengan meningkatnya kadar progesteron, sedangkan gonadotropin mulai turun kembali. Peningkatan progesteron tersebut tidak selalu memberi arti, bahwa ovulasi telah terjadi dengan baik, karena pada beberapa wanita yang tidak terjadi ovulasi tetap dijumpai suhu basal badan dan endometrium sesuai dengan fase luteal. Awal fase luteal, seiring dengan pematangan korpus luteum. Sekresi progesteron terus menerus meningkat dan mencapai kadar antara 6 dan 20 ng/ml. Estradiol yang dikeluarkan terutama dari folikel yang besar yang tidak mengalami atresia, juga tampak pada fase luteal dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada selama permulaan atau pertengahan fase folikuler. Produksi estradiol dan progesteron maksimal dijumpai antara hari ke-20 dan 23 (Jacoeb et. al., 1994). e. Gangguan-gangguan yang menyertai menstruasi Terdapat dua klasifikasi besar gangguan yang menyertai siklus menstruasi, yaitu : 1) Gangguan atau gejala-gejala yang menyertai siklus menstruasi normal : a) Sindroma Pre-Menstruasi (PMS) Sindrom Pre Menstruasi didefinisikan Magos : Gejala fisik, psikologis dan perilaku yang menyusahkan yang tidak disebabkan oleh penyakit organik, yang secara teratur berulang selama fase siklus yang banyak mengalami regresi atau menghilang selama waktu haid yang tersisa.

Shreeve (1983) mendefinisikan sindroma pre-menstruasi sebagai sejumlah perubahan mental maupun fisik yang terjadi antara hari ke-2 sampai hari ke-14 sebelum menstruasi dan mereda segera setelah menstruasi berawal. Menurut Dalton (1983), sindroma pre-menstruasi adalah kambuhnya gejala-gejala pada saat premenstrum dan menghilang setelah menstruasi usai. Arti kata premenstrum yang digunakan secara longgar meliputi fase luteal siklus menstruasi yaitu dari ovulasi hingga menstruasi. Konteks ini, premenstrum meliputi 4 hari sebelum menstruasi. Hari-hari tersebut gejala-gejala yang hebat sindroma menstruasi timbul, meskipun demikian gejala-gejala yang mungkin muncul sewaktu-waktu selama fase luteal. Gejala dimulai selama premenstrum, berlanjut selama hari-hari pertama atau kedua menstruasi yang sangat sedikit dan sebelum aliran darah menstruasi banyak keluar (Dalton, 1983). Penelitian dr. Katharina Dalton dari Inggris didapatkan adanya tanda-tanda sociological yang berhubungan dengan PMS. Tanda-tanda sociological yang berat mengakibatkan gangguan tersebut hanya terjadi pada 40-50 % dari seluruh populasi wanita, sehingga tidak semua wanita menderita gangguan ini. Banyak sekali keluhan yang dirasakan para penderita sindroma pre-menstruasi antara lain pembesaran di daerah perut, pembengkakan di pergelangan kaki dan jaringan, kenaikan berat badan, kaki terasa berat, payudara mengeras dan sakit, kaki terasa lemah untuk berjalan, perut sakit dan kejang seperti dismenorea spasmodik, produksi urin berkurang serta timbul gangguan-gangguan pada kulit seperti jerawat, bisul, kepucatan, nafsu makan dan tidur terganggu (Shreeve, 1983). Kekambuhan gejala berarti pengulangan gejala minimum untuk 3 siklus berturut-turut. Hebatnya gejala yang terjadi bervariasi dari 1 siklus ke siklus sebelumnya, meskipun demikian tipe gejala pada dasarnya sama. Satu siklus mempunyai gejala yang dominan berupa sakit kepala. Siklus berikutnya mungkin didominasi oleh gejala migren dan kelemahan. Hilangnya gejala pada saat postmenstrum membutuhkan paling tidak 7 hari bebas dari semua gejala. Banyak wanita yang mengalami 2-3 minggu bebas dari gejala (Dalton, 1983). Etiologi sindroma pre-menstruasi masih belum begitu jelas. Beberapa teori dikemukakan untuk menerangkan sindroma pre-menstruasi antara lain kelebihan estrogen, defisiensi progesteron, atau kombinasi keduanya, defisiensi vitamin, hipoglikemia, alergi hormon endogen, retensi cairan dengan gangguan penyebab neuroendokrin, serta faktor psikosomatik (Ying et. al., 1987). Kelompok gejala-gejala yang bersama-sama ada di dalam gejala premenstrual (Molimina) biasanya terjadi pada siklus ovulatoir. Perdarahan anovulotoir biasanya tidak berhubungan dengan gejala premenstrum dan terjadi secara tak terduga (France, 1996). Munculnya penyebab dihubungkan dengan progesteron, sejak sindroma menstruasi timbul sampai dengan fase luteal siklus dan mungkin juga dialami oleh wanita yang menjalani terapi pengganti hormon yang memiliki fase progesteron dominan. Fungsi ovarium normal selama siklus, konsentrasi estradiol dan progesteron serum normal. Respon abnormal yang terdapat dalam sistem syaraf sentral dan jaringan target terhadap perubahan endokrin yang normal pada siklus menstruasi kemungkinan merupakan penyebab. Ketidakseimbangan hormonal bagaimanapun juga bukan merupakan penyebab (OBrien dalam France, 1996). Selama ini teori yang telah dikenal tentang penyebab sindroma pre-menstruasi adalah antara lain disebabkan karena kurangnya progesteron. Selama bertahun-tahun teori ini mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi progesteron biasa dipakai untuk mengatasi problem premenstruasi. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa terapi

progesteron kelihatan tidak efektif bagi kebanyakan wanita, selain kadar progesteron pada penderita tidak menurun secara konsisten. Bila kadar progesteron yang menurun dapat ditemukan hampir pada semua wanita yang menderita sindroma pre-menstruasi, maka dapat dipahami bahwa kekurangan hormon ini merupakan sebab utama. Sebagian wanita yang menderita sindroma pre-menstruasi terjadi penurunan kadar progesteron dan dapat sembuh dengan penambahan progesteron, akan tetapi banyak juga wanita yang menderita gangguan premenstruasi hebat tapi kadar progesteronnya normal (Shreeve, 1983). Teori lain menyatakan bahwa penyebab sindroma pre-menstruasi adalah karena meningkatnya kadar estrogen dalam darah, yang akan menyebabkan gejala depresi dan khususnya gangguan mental. Kadar estrogen yang meningkat akan mengganggu proses kimia tubuh termasuk vitamin B6 (Piridoksin) yang dikenal sebagai vitamin anti depresi karena berfungsi mengontrol produksi serotonin. Serotonin penting sekali bagi otak dan syaraf, dan kurangnya persediaan zat ini dalam jumlah yang cukup dapat mengakibatkan depresi. Depresi yang berhubungan dengan penggunaan pil kontrasepsi disebabkan oleh estrogen sintesis yang terkandung dalam pil kontrasepsi tersebut (Shreeve, 1983). Batas tertentu estrogen menyebabkan retensi garam dan air serta berat badannya bertambah. Mereka yang mengalami akan menjadi mudah tersinggung, tegang, perasaan tidak enak (premenstrual tension), dan gejala-gejala dapat dicegah bila pertambahan berat dicegah. Peranan estrogen pada premenstrual tension tidak nyata, sebab ketegangan ini timbul terlambat pada siklus tidak pada saat ovulasi waktu sekresi estrogen berada pada saat puncaknya. Kenaikan sekresi vasopresin kemungkinan berperan pada retensi cairan pada saat premenstruasi (Ganong, 1983). Hormon lain yang dikatakan sebagai penyebab gejala premenstruasi adalah prolaktin. Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis dan dapat mempengaruhi jumlah estrogen dan progesteron yang dihasilkan pada setiap siklus. Jumlah prolaktin yang terlalu banyak dapat mengganggu keseimbangan mekanisme tubuh yang mengontrol produksi kedua hormon tersebut. Wanita yang mengalami sindroma pre-menstruasi tersebut kadar prolaktin dapat tinggi atau normal. Wanita yang mempunyai kadar prolaktin cukup tinggi dapat disembuhkan dengan menekan produksi prolaktin (Shreeve, 1983). Shreeve (1983) mengemukakan bahwa kurangnya asam lemak esensial yang diperlukan oleh tubuh kita merupakan penyebab utama sindroma pre-menstruasi. Hewan yang sama sekali tidak mendapatkan asam lemak esensial mendapatkan problem yang serius, antara lain : tidak kuat melawan infeksi, kulit memburuk, dan rambut rontok, jaringan berserabut dan menjadi tidak subur, menyebabkan sendi bengkak serta sakit. Kekurangan asam lemak essensial dapat menimbulkan efek yang sama seperti kenaikan pada prolaktin, karena kekurangan asam lemak essensial maka tubuh menjadi hipersensitif terhadap kadar normal prolaktin bila ada. Adanya piridoksin, jaringan tubuh dapat menggunakan asam lemak esensial secara efisien, dan wanita yang kekurangan asam lemak esensial dengan memanfaatkan tambahan piridoksin akan dapat menggunakan asam lemak esensial sebaik mungkin. Dalton (1983) mengemukakan beberapa diagnosis banding yang dapat diperoleh dengan melakukan beberapa pemeriksaan dan pengamatan terhadap gejala. Apabila timbulnya gejala juga terjadi pada saat postmenstrum meskipun hanya ringan atau sedang dan kemudian pasien menderita mental distres, maka penyebab gejala ini memerlukan pemeriksaan lebih lajut. Depresi kemungkinan terjadi karena depresi endogen atau anxietas pada neurosis, kedua kondisi ini memerlukan evaluasi psikiatrik lebih lanjut. Letargi kemungkinan terjadi karena hipotiroidisme dan hipokalemi pada penggunaan diuretik yang terlalu banyak. Pembengkakan kemungkinan merupakan sebuah manifestasi udema idiopatik hasil dari diet yang berlebihan,

diuretik yang berlebihan, gangguan tubuh terhadap fluktuasi sodium dan masukan karbohidrat. Sakit kepala dan migren kemungkinan disebabkan oleh alergi spesifik atau panjangnya interval di antara makan. Asma kemungkinan terjadi karena alergi, inhalasi atau ingesti, dan karena sensitivitas terhadap aspirin yang diminum untuk mengurangi gejala sindroma pre-menstruasi seperti sakit pinggang. Gangguan tidur yang sering terjadi adalah hipersomnia. Wanita mengalami kesulitan besar untuk bangun pagi setelah tidur selama 12 jam. Gangguan tidur yang jarang terjadi pada sindroma pre-menstruasi adalah insomnia dengan gangguan mimpi dan nightmare. Gangguan tidur mendahului ketegangan premenstrual selama 2-3 hari. Apabila obat hipnotika diberikan kemungkinan akan meningkatkan premenstrual letargi (Dalton, 1983). Ringkasannya, etiologi pada sindroma PMS, yaitu : (1) Sekresi estrogen yang abnormal (2) Kelebihan atau defisiensi progesteron (3) Kelebihan atau defisiensi kortisol, androgen, atau prolaktin (4) Kelebihan hormon anti diuresis (5) Abnormalitas sekresi opiate endogen atau melatonin (6) Defisiensi vitamin A, B1, B6 atau mineral, misalnya magnesium (7) Hipoglikemia reaktif (8) Alergi hormon (9) Kelebihan atau defisiensi prostaglandin (10) Toksin haid (11) Faktor-faktor psikologi, sosial, evolusi, dan genetik (Hacker et al., 1998) Gejala- gejala yang paling banyak ditemukan pada PMS, ialah ; (1) Perasaan bengkak (2) Kenaikan berat badan (3) Hilangnya efisiensi (5) Sukar konsentrasi (6) Kelelahan (7) Perubahan suasana hati (8) Depresi, termasuk gangguan tidur (insomnia). Penanganan Setiap wanita mempunyai keadaan hormon dan ciri-ciri sindroma premenstruasi yang berbeda. Pengobatan diberikan sesuai dengan kebutuhan khusus pada masing-masing tubuh (Shreeve, 1983). Selama ini terapi lebih banyak dilakukan untuk menghilangkan gejala. Ada beberapa macam terapi yang dikemukakan oleh para ahli maupun dokter antara lain dengan terapi vitamin dan hormonal. Tujuan terapi adalah membuat pasien senyaman mungkin sehingga mampu untuk menjalankan fungsi dengan normal. Sedikit perubahan dalam gaya hidup, program diet, dan olah raga. Keterangan empiris mengenai diet dan kurangnya berolahraga masih belum memadai (Freeman et. al., 1988). Mengurangi asupan alkohol dan kafein dapat mengurangi irritabilitas dan kecemasan. Pembatasan garam dapat mengurangi pembengkakan. Kunci penanganan yang tepat adalah riwayat yang tepat dan pemeriksaan. Obat teraupetik yang utama digunakan antara lain : a) Pil konsentrasi oral atau progestin, misalnya : medroksiprogesteron asetat; b) NSAIDs, misalnya : aspirin, naproksen, indometasin, asam mefenamat; c) Progesteron, dengan injeksi atau Supositoria sering digunakan bila upaya konservatif yang lain telah gagal. Metode psikologis yang digunakan para ahli yaitu dengan menggunakan pita kaset untuk relaksasi, hipnoterapi (Greenspan et. al., 1998). Topik-topik tentang pengobatan hormonal sejak lama selalu berada dalam perdebatan dan diributkan efek sampingnya. Oleh karena itu, dokter-dokter tampak

lebih mudah dan aman untuk menganjurkan pasien menahan gejala-gejala yang timbul atau memberikan obat penenang untuk mengatasi ketegangan dan perasaan cepat marah. b) Dismenorea Dismenorea atau nyeri haid mungkin merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan, karena gangguan ini sifatnya subyektif, berat atau intensitasnya sukar dinilai Istilah dismenorea atau nyeri haid hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaannya untuk beberapa jam atau beberapa hari (Simanjuntak, 1997). Ada 2 jenis dismenorea, yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Pembagian dismenorea menurut Sunaryo (1989) adalah sebagai berikut : pertama dismenorea primer atau esensial, intrinsik, idiopatik, yang pada jenis ini tidak ditemukan atau didapati adanya kelainan ginekologik yang nyata; yang kedua dismenorea sekunder atau ekstrinsik, yaitu rasa nyerinya disebabkan karena adanya kelainan pada daerah pelvis, misalnya endometriosis, mioma uteri, stenosis serviks, malposisi uterus atau adanya IUD. Menurut Huffman (1968) menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri pada remaja hampir semuanya disebabkan dismenorea primer. Dismenorea primer disebabkan karena gangguan keseimbangan fungsional, bukan karena penyakit organik pelvis, sedangkan dismenorea sekunder berhubungan dengan kelainan organik di pelvis yang terjadi pada masa remaja. (1) Dismenorea primer Definisi Dismenorea primer adalah nyeri menstruasi yang terjadi tanpa adanya kelainan ginekologik yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelah menarke, biasanya sesudah menarke, umumnya sesudah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus menstruasi pada bulan-bulan pertama setelah menarke biasanya bersifat anovulatoir yang tidak disertai nyeri. Rasa nyeri timbul sebelum atau bersama-sama dengan menstruasi dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah kejang yang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat merambat ke daerah pinggang dan paha. Rasa nyeri dapat disertai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare (Hanafiah, 1997). Etiologi dismenorea primer Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab dismenorea primer. Menurut Hanafiah (1997), beberapa faktor berikut ini memegang peranan penting sebagai penyebab dismenorea primer, antara lain 1. Faktor kejiwaan Gadis-gadis remaja yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses menstruasi, maka mudah untuk timbul dismenorea primer. Faktor ini, bersama-sama dismenorea merupakan kandidat terbesar untuk menimbulkan gangguan insomnia. 2. Faktor konstitusi Faktor ini erat hubungannya dengan faktor kejiwaan yang dapat juga menurunkan ketahanan terhadap nyeri, faktor-faktor ini adalah anemia, penyakit menahun, dan sebagainya. 3. Faktor obstruksi kanalis servikalis Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenorea primer adalah karena terjadinya stenosis kanalis servikalis. Akan tetapi sekarang tidak lagi dianggap sebagai faktor penting sebagai penyebab dismenorea primer, karena banyak wanita menderita dismenorea primer tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi, begitu

juga sebaliknya. Mioma submukosum bertangkai atau polip endometrium dapat menyebabkan dismenorea karena otot-otot uterus berkontraksi kuat untuk mengeluarkan kelainan tersebut. 4. Faktor endokrin Umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenorea primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2 alfa yang menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 alfa berlebih dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain dismenorea, dijumpai pula efek umum, seperti diare, nausea, dan muntah. 5. Faktor alergi Teori ini dikemukakan setelah adanya asosiasi antara dismenorea primer dengan urtikaria, migren atau asma bronkiale. Patofisiologi Mekanisme terjadinya nyeri pada dismenorea primer diterangkan sebagai berikut : Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan mengalami regresi dan hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar progesteron. Penurunan ini akan mengakibatkan labilisasi membran lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase ini A2 akan menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membran sel endometrium; menghasilkan asam arakhidonat. Adanya asam arakhidonat bersama dengan kerusakan endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat yang akan menghasilkan prostaglandin, antara lain PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan dismenorea primer didapatkan adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang akan merangsang miometrium dengan akibat terjadinya peningkatan kontraksi dan disritmi uterus. Akibatnya akan terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan ini akan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi dan selanjutnya menurunkan ambang rasa sakit pada ujung-ujung syaraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik dan kimia (Sunaryo, 1989). (2) Dismenorea sekunder Dismenorea sekunder, berhubungan dengan kelainan kongenital atau kelainan organik di pelvis yang terjadi pada masa remaja (Huffman, 1968). Rasa nyeri yang timbul disebabkan karena adanya kelainan pelvis, misalnya : endometriosis, mioma uteri, stenosis serviks, malposisi uterus atau adanya IUD (Sunaryo, 1989). Dismenorea yang tidak dapat dikaitkan dengan suatu gangguan tertentu biasanya dimulai sebelum usia 20 tahun, tetapi jarang terjadi pada tahun-tahun pertama setelah menarke. Dismenorea merupakan nyeri bersifat kolik dan dianggap disebabkan oleh kontraksi uterus oleh progesteron yang dilepaskan saat pelepasan endometrium. Nyeri yang hebat dapat menyebar dari panggul ke punggung dan paha, seringkali disertai mual pada sebagian wanita dan juga tak menutup kemungkinan dijumpai mual dan muntah. Pengobatan Pengobatan yang sering dipakai adalah golongan NSAIDs yaitu : aspirin, naproksen, ibuprofen, indometasin, dan asam mefenamat. Obat-obatan ini sering kali lebih efektif jika diminum sebelum timbul nyeri. Karena dismenorea jarang menyertai perdarahan tanpa ovulasi, maka pemberian kontrasepsi oral untuk menekan ovulasi juga merupakan pengobatan yang efektif (Greenspan et. al., 1998). 2) Gangguan fungsi menstruasi dan ovarium abnormal Fungsi endokrin ovarium yang abnormal dapat bermanifestasi sebagai (1) bukti sekresi estrogen yang tidak sesuai (Misalnya pubertas prekoks), (2) sekresi estrogen yang

berkurang (misalnya pubertas tertunda), (3) gangguan atau perubahan siklus menstruasi pada wanita dewasa, (4) bukti-bukti produksi androgen yang berlebihan. Penekanan terutama akan diberikan pada gangguan-gangguan yang terjadi pada wanita dewasa pasca pubertas, oleh karena merupakan gangguan yang sering ditemukan. a) Ketidakteraturan Menstruasi Pengertian ketidakteraturan menstruasi Bentuk lainnya kelainan gangguan haid misalnya datang bulan terlambat, terlalu cepat, atau bahkan dalam satu bulan beberapa kali datang bulan. Gangguan haid dapat pula dalam bentuk masa haid yang terlalu lama atau terlalu pendek, atau bisa juga perdarahannya itu sendiri dapat banyak atau terlalu sedikit. Perubahan-perubahan tersebut erat hubungannya dengan fisik, keseimbangan hormonal dan kondisi-kondisi mental emosional seorang wanita (Hawari, 1997). b) Gangguan-gangguan menstruasi Gangguan haid dan siklusnya, khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam : (1) Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid / Jenis-jenis perdarahan vagina abnormal, yaitu : (a) Hipermenore (menorragi) Hipermenore ialah perdarahan siklik yang sangat banyak, lebih dari normal (lebih dari 8 hari). Faktor penyebabnya antara lain : mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan kontraktilitas terganggu, polip endometrium, gangguan pelepasan endometrium pada saat haid (irregular endometrial shedding), hiperplasi, adenomiosis, endometrium, endometritis, penyakit Von Willebrand. (b) Hipomenore Hipomenore ialah perdarahan siklik dengan jumlah yang lebih sedikit dari biasanya. Faktor penyebabnya antara lain : obstruksi serviks, konstitusi penderita, sinekia endometrium, tuberkulosis endometrium, pada uterus (misalnya sesudah miomektomi), pada gangguan endokrin, dan sebagainya. (2) Kelainan siklus : (a) Polimenore Polimenore ialah menstruasi yang sering (siklus haidnya lebih pendek dari biasa ; kurang dari 21 hari). Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa. Hal yang terakhir ini diberi nama polimenoragia atau epimenoragia. Polimenorea dapat disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, atau menjadi pendeknya masa luteal / ketidakcukupan luteal, pemendekan fase folikuler, sering pendarahan anovulatorik dan sebagainya. (b) Oligomenore Oligomenore ialah menstruasi yang jarang (panjang siklus 35 hari). Apabila panjang siklusnya lebih dari 3 bulan, hal itu sudah mulai dinamakan amenorea, perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang. Faktor penyebabnya antara lain : anovulasi, gangguan sistemik. (c) Amenore Amenore ialah tidak menstruasi lebih dari 5 bulan sejak menstruasi terakhir. Lazim diadakan pembagian antara amenore primer dan amenore sekunder. Amenore primer apabila seorang wanita berumur 18 tahun keatas tidak pernah mendapat haid, sedang pada amenore sekunder penderita pernah mendapat haid, tapi kemudian tidak dapat lagi. Faktor penyebabnya antara lain : anovulasi ataupun gangguan pada saluran keluar. (3) Perdarahan di luar haid

Perdarahan di luar haid adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid. Perdarahan ini tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu, yang pertama dinamakan metroragia, yang kedua menometroragia. Faktor penyebabnya antara lain; kelainan organik atau fungsional pada alat genital, perdarahan dan spotting ovulatorik, gejala ini biasanya menunjukkan gangguan pada vagina, serviks, ataupun uterus. (4) Gangguan lain yang ada hubungannya dengan haid (a) Premenstrual tension (ketegangan prahaid) Premenstrual tension merupakan keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid, dan kemudian menghilang sesudah haid datang, walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti. Keluhan-keluhan terdiri atas gangguan emosional berupa iritabilitas, gelisah, insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran dari rasa nyeri pada mammae, dan sebagainya. Kasus-kasus berat terdapat depresi, rasa ketakutan, gangguan konsentrasi, dan peningkatan gejala-gejala fisik tersebut di atas. (b) Mastodinia (c) Mittelschmerz (rasa nyeri pada saat ovulasi) Mittelschmerz atau nyeri antara haid terjadi kira-kira sekitar pertengahan siklus haid, pada saat ovulasi. Rasa nyeri yang terjadi mungkin ringan, tetapi mungkin juga berat. Lamanya mungkin hanya beberapa jam, tetapi pada beberapa kasus sampai 2-3 hari. Rasa nyeri dapat disertai atau tidak disertai dengan perdarahan, yang kadang-kadang sangat sedikit berupa getah berwarna coklat, sedang pada kasus lain dapat merupakan perdarahan seperti haid biasa. (4) Gangguan ovarium primer : (a) Agenesis gonad : Hipogonadisme dapat terjadi akibat tidak berkembangnya ovarium ataupun perkembangan yang tidak lengkap. Kelainan ini dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan pada tahap awal kehamilan. (b) Sindrom turner (Disgenesis Gonad) : Sindrom turner dan varian disgenesis gonad terkait merupakan penyebab hipogonadisme kongenital yang tersering. Kariotip penderita penderita sindrom ini seringkali 45, X. dimana kromosom X kedua tidak ditemukan. Penanganan gangguan-gangguan ini sebagian tergantung pada penyebab dan manifestasinya (Greenspan et. al., 1998).

Anda mungkin juga menyukai