Anda di halaman 1dari 10

Pengelolaan sumber daya manusia sebagai salah satu modal untuk bersaing di dunia bisnis dilakukan baik oleh

perusahaan besar dan perusahaan kecil, bukan hanya perusahaan lokal tetapi juga perusahaan asing. Hal ini dilakukan karena banyaknya tenaga kerja di Indonesia dengan beragam pendidikan dan ketrampilan yang diserap oleh perusahaan-perusahaan ini sehingga tenaga-tenaga kerja ini harus diberi pengarahan akan visi utama dari perusahaan sehingga tercipta sinergi perusahaan yang baik. Keragaman karakteristik tenaga kerja dan banyaknya lini kerja di perusahaan membuat pekerjan untuk mengelola, mengorganisasi, dan memimpin tenaga kerja bukanlah pekerjaan yang mudah, oleh sebab itu diperlukan system dan divisi tersendiri dalam perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai sesuai dengan visi dan misi yang telah ditentukan. Selain karena keragaman dari tenaga kerja itu sendiri, berlimpahnya tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan terbukanya lapangan pekerjaan yang membuat jumlah penganggur semakin banyak dan membuat kecenderungan lain yang terjadi saat ini dalam pengelolaan karyawan yaitu dengan adanya sistem kontrak karyawan baru yang dapat meminimalkan biaya perusahaan tetapi diharapkan dapat memaksimalkan kinerja perusahaan. Pengelolaan sumber daya manusia tidak hanya terpaku pada pengarahan cara kerja saja, tetapi mereka juga harus diberikan motivasi, kompensasi, dan penghargaan untuk hasil jerih payah kerja mereka sehingga mereka tahu bahwa mereka merupakan bagian dari kemajuan perusahaan. Untuk itu diperlukan penilaian kinerja yang baik oleh perusahaan sehingga terbuka jalan antara manajemen atas dengan para pekerja di lini bawah. Penilaian kinerja ini juga digunakan untuk mengetahui apakah para pekerja ini berada jalur yang benar sesuai dengan deskripsi jabatan (job description) mereka, ataukah pekerja ini kehilangan fokus pekerjaan sehingga bisa menjadi penghambat dalam pertumbuhan perusahaan. Selain itu, penilaian kinerja juga diperlukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah pantas dalam menilai hasil kerja mereka dan apakah perusahaan tersebut sudah layak memberikan penghargaan kepada mereka atau pekerja malah merasa sebaliknya, perusahaan belum cukup untuk menghargai hasil kerja mereka. Secara teoritis, deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan adalah produk dari aktivitas analisis jabatan. Tentang deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan, Werther, Jr. dan Davis (1996:131) menyatakan bahwa keduanya sangat erat hubungannya dan yang membedakan hanya perspektifnya, dengan pendapat sebagai berikut : "The difference between a job description and a job specification is a matter of perspective. Since a job descriptions and job specifications both focus on the job, they are often combined into one document, commonly call a job description. Job specifications may include specific tools, actions, experience, education, and training requirements that help clarify individual requirements for successful job performance." Menurut pendapat keduanya, deskripsi jabatan yang merupakan produk dari analisis jabatan mencakup dua jenis aplikasi, pertama adalah sebagai sasaran-sasaran dari prestasi kerja pegawai dan kedua, adalah sebagai standar kinerja untuk pengukuran hasil akhir kinerja. Lengkapnya pendapat Werther, Jr. dan Davis (1996:133) adalah sebagai berikut

"Job Analysis has a third application: job performance standards. These standards serve two functions. First, they become targets for employee efforts. Without standards, employee performance may suffer. Second, standards are criteria against which job success is measured. Without standards, no control system can evaluate job performance. All control systems have four features: standards, measures, correction, and feedback. Job performance standards are developed from job analysis information and then actual employee performance is measured." Peranan deskripsi jabatan sangat penting bahkan secara legalitas merupakan salah satu persyaratan bagi organisasi. Dalam hal ini Werther, Jr. dan Davis (1996 : 130) menyatakan bahwa : "Job description is the job summary, a written narrative that concisely summarizes the job in a few sentences. Most authorities recommend that job summaries specify the primary actions involved. Then, in a simple, action oriented style, the job description list the job duties. Since the effectiveness of other human resources actions depends on an understanding of the job, each major duty is described in terms of the actions expected. Tasks and activities are identified. Performance is emphasized." Lebih lanjut, Werther, Jr. dan Davis (1996:134) mengemukakan bahwa rancangan jabatan yang buruk dapat mengakibatkan produktivitas yang rendah, keluarnya pegawai, kemangkiran, keluhan, sabotase, munculnya serikat buruh, pengunduran diri karyawan dan masalah-masalah lainnya dengan pendapat sebagai berikut : "Poorly designed jobs may lead to lower productivity, employee turnover, absenteeism, complaints, sabotage, unionization, resignations, and other problems. Organizational elements of job design are concerned with efficiency. Achieving a high quality of work life requires that jobs are well designed. " Penilaian kinerja adalah proses yang dinamis dan saling berhubungan dengan berbagai aktivitas organisasi. Kinerja organisasi tergantung pada kinerja unit-unit kerja, sementara kinerja unit-unit kerja tergantung pada kinerja orang-orang di dalamnya. Oleh karena itu sasaran-sasaran stratejik organisasi harus dapat dijabarkan dalam sasaran-sasaran unit kerja untuk kemudian direduksi menjadi sasaransasaran kinerja individu. Penilaian kinerja juga dapat digunakan untuk mematahkan dugaan bahwa kondisi sumber daya manusia Indonesia berkualitas rendah terutama di bidang keuangan. Hal ini berbeda sekali dengan anggapan pada tenaga kerja di negara-negara maju seperti Jepang atau China yang terkenal dengan tenaga kerjanya yang ulet. Dengan adanya sistem penilaian kinerja yang baik di setiap perusahaan yang ada di Indonesia, baik lokal maupun asing diharapkan dapat mematahkan anggapan tadi dan dapat meningkatkan persaingan bisnis Indonesia di dunia internasional. Kegiatan operasional perusahaanperusahaan multinasional (MNC) yang melewati batas negara menurut Sobirin (2007) memunculkan masalah budaya dimana pemahaman organiasasi sebagai hasil kebudayaan dan di saat yang sama organisasi dianggap memiliki budaya merupakan kajian terhadap organisasi tidak lagi bersifat linear. Perusahaan asing sebesar Epson juga menyadari bahwa persaingan bisnis di Indonesia semakin ketat. Bukan hanya investasi modal yang besar saja yang diperlukan oleh Epson untuk menjadi perusahaan printer besar di Indonesia, tetapi juga sumber daya manusia yang menjalankan bisnisnya sehari-hari

sehingga Epson tetap dapat bertahan di Indonesia. Sebagai perusahaan printer asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, Epson memerlukan kekuatan untuk bersaing dengan perusahaan printer lain baik lokal maupun asing yang kian banyak dari tahun ke tahun. Untuk itu maka Epson bukan hanya memerlukan modal investasi yang besar saja tetapi juga sumber daya manusia yang handal untuk menjalankan bisnisnya. EPSON yang bersaing dengan perusahaan-perusahaan printer lain yang sudah dikenal namanya di dunia memerlukan suatu sistem organisasi yang bisa mengelola, mengarahkan, memantau hingga mengevaluasi seluruh aspek bisnisnya, tidak terkecuali adalah pengelolaan sumber daya manusia. EPSON memerlukan sistem manajemen yang mampu mengelola para tenaga kerjanya agar bisa menjadi kekuatan perusahaan. Dan bukan hanya mengelola, seperti perusahaan lainnya, EPSON juga memerlukan suatu sistem penghargaan untuk karyawannya agar mereka dapat terpacu untuk bekerja dan memiliki rasa "sense of belonging" atau rasa memiliki pada EPSON sehingga mereka mampu memaksimalkan kinerja untuk meraih persaingan. Visi EPSON adalah menjadi sebuah perusahaan progresif dan dipercaya di seluruh dunia karena komitmennya untuk kepuasan pelanggan, lingkungan hidup, secara individul dan kerjasama tim. Visi tersebut termuat dalam Management Philosophy EPSON sebagai berikut: "EPSON is a progressive company trusted throughout the world because of our commitment to customer satisfaction, environmental, individually, and teamwork. We are confident of our collective skills and most challanges with innovative and creative solution. Dari filosofi tersebut, EPSON menginginkan kualitas sumber daya manusia yang tinggi, yang mampu baik secara individu maupun kolektif berkembang menjadi pribadi yang inovatif dengan memberikan solusisolusi kreatif bagi para pelanggan.Seperti perusahaan-perusahaan Jepang lainnya, EPSON pun memiliki kinerja bangsa yang sudah tertanam turun temurun. Sistem kerja yang mereka anut disebut dengan sistem 5'S, Poerwopoespito dan Utomo (2000:15) menyatakan : "Bangsa Jepang tidak memulai kebangkitannya dengan suatu sistem yang canggih dan tidak ingin mencapai sesuatu dengan jalan pintas. Mereka membangun kekayaan dengan sederhana, seperti dengan system 5 S yaitu: Seiri, Seton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke (pemilahan, penataan, pembersihan, pemantapan, dan kebiasaan) untuk memelihara kondisi yang mantap dan memelihara kebiasaan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Selain itu, mereka selalu mengadakan perubahan/perbaikan terus-menerus untuk mencapai dan mendapatkan segala sesuatu yang lebih baik di tempat kerja. Mereka mau belajar seumur hidup, bahkan mau bekerja lembur tanpa menuntut upah lembur." Jelas terlihat bahwa secara umum, Perusahaan Jepang menuntut adanya kinerja tinggi dan loyalitas tinggi, oleh sebab itu tingkah laku dan kedisiplinan karyawan pun tidak luput diperhitungkan oleh perusahaan. Hasil kajian Mc Kenzie menyatakan bahwa kemampuan perusahaan Jepang bertahan tidak lepas dari peran budayanya yang begitu kukuh. Budaya bagi bangsa Jepang tidak saja menjadi landasan dalam cara mengelola kegiatan organisasi perusahaan. Bangsa Jepang paling tidak mengajarkan bahwa untuk menjadi bangsa yang kuat, bangsa Jepag tidak boleh bercerai berai melainkan harus bersatu dan

tidak boleh saling menyalahkan. Kalaulah diantara mereka ada yang salah maka orang tersebut harus secara sadar dan bersikap ksatria mengakui kesalahannya -itulah harakiri, jika bisa dikatakan demikian, yang dalam konteks bisnis ditandai dengan mundurnya seorang CEO jika perusahaan yang dikelolanya mengalami kemunduran sangat tajam. Selain itu, Orang Jepang misalnya lebih suka menggunakan kata "kita" bukan "saya" sebagai ujud dari kolektivitas bangsa. Selain itu mereka juga mengadakan perbaikan yang kontinu pada sistem kerja mereka untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan dan kondisi yang lebih baik lagi. Intinya adalah mereka mau belajar pada pengalaman untuk diperbaiki terus menerus sehingga mereka tahu sistem yang lebih baik dari sebelumnya. Untuk itulah mereka memerlukan banyak sistem penilaian kinerja. Penilaian kinerja yang baik adalah penilaian kinerja yang tidak hanya dilakukan satu arah tetapi juga dilakukan dua arah bahkan tiga arah. Penilaian kinerja dua arah adalah penilaian kinerja yang dilakukan oleh atasan untuk bawahan dan sebaliknya, bawahan untuk atasan, sedangkan penilaian kinerja tiga arah dilakukan oleh atasan, bawahan, dan rekan sekerja. Penilaian kinerja ini dilakukan dengan melakukan pemberian nilai untuk hasil kerja selama satu kurun waktu sehingga dapat dilihat dan diketahui pencapaian target, performa dan semangat kerja, kelemahan dan kekuatan karyawan termasuk di dalamnya masalah-masalah yang dihadapi, dan perhitungan objektif dari orang lain akan hasil kerja karyawan. Dari penilaian kinerja ini dapat diukur kompensasi atau sistem penghargaan bagi karyawan agar potensi karyawan tidak terbuang sia-sia dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi perusahaan dan begitu juga sebaliknya, karyawan bisa memanfaatkan secara maksimal potensi perusahaan untuk pengembangan dirinya. Adanya ketidak puasan akan penilaian hasil kerja mereka menyebabkan turn over karyawan yang tinggi pada perusahaan sehingga mengakibatkan menurunnya daya saing perusahaan. Karyawan tidak lagi menjadi asset perusahaan dan mereka pun akhirnya akan bertindak diluar jalur yang telah ditentukan dan membuat lemah daya saing perusahaan. Selain itu, turn over karyawan yang tinggi dapat menyebabkan ketimpangan pada permintaan dan penawaran tenaga kerja di lapangan kerja, banyak tenaga kerja yang sebenarnya masih diperlukan kapabilitasnya oleh perusahaan tersebut tetapi kemudian kembali menjadi pengangguran, sedangkan tenaga kerja lain yang menganggur tidak bisa menggantikan tempatnya. Oleh sebab itu diperlukan sistem penilaian kinerja yang juga bisa menekan angka turn over karyawan. Dengan sistem penilaian kinerja yang baik maka perusahaan sebesar EPSON bisa mengurangi perputaran keluar masuk karyawan (turn over karyawan) dan bisa mengerahkan kemampuan dari setiap individu karyawannya secara maksimal untuk meraih persaingan bisnis di industri peripheral (alat-alat pendukung Personnal Computer / Notebook). Karena pentingnya sumber daya manusia bagi perusahaan dan pentingnya sistem manajemen yang mengelola tenaga kerja ini, maka perusahaan memerlukan sistem penilaian kinerja yang baik sehingga karyawan merasa bahwa hasil kerjanya benar -benar dihargai oleh perusahaan dan setiap jenjang karyawan dapat menciptakan kondisi kerja yang kondusif untuk bersaing di dunia bisnis Indonesia. Pentingnya penilaian kinerja (performance appraisal) ini karena bila ada kesalahan pada sistem penilaian kinerja bisa menjadi salah satu sumber masalah dalam kemunduran perusahaan, oleh sebab itu baik sistemnya sendiri maupun poin-poin yang digunakan

untuk menilai kinerja perlu disusun sedemikian rupa sehingga penilaian kinerja menjadi suatu sistem yang efektif bagi peningkatan kerja karyawan dan mampu menahan perputaran keluar masuk karyawan menjadi rendah. Saat ini PT EPSON INDONESIA menerapkan sistem penilaian kinerja dengan menggunakan metode PDCA (Plan, Do, Check, and Action) dan WRD (Working Related Dimensions). PDCA adalah penilaian pekerjaan oleh masing-masing karyawan berdasarkan target pekerjaan yang dilakukan, sedangkan WRD adalah hasil penilaian yang dibuat oleh atasan baik atasan langsung maupun bukan atasan langsung yang berdasarkan loyalitas,sikap dan tingkah-laku masing-masing karyawan. Hasil dari penilaian tersebut akan digunakan pihak manajemen untuk memutuskan promosi ataupun demosi bagi seorang karyawan. Proporsi penilaian untuk karyawan tingkat junior staff sampai dengan senior staff adalah 30% untuk PDCA dan 70% untuk WRD. Selanjutnya, pada tahun mendatang, PT Epson Indonesia merencanakan akan menerapkan sistem penilaian yang berbasis Hay System dimana penilaian dengan sistem tersebut bertitik tolak pada job description karyawan di masing-masing area pekerjaan.

Pada dasarnya pengertian kinerja dapat dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu proses penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Agar terdapat kejelasan mengenai kinerja, akan disampaikan beberapa pengertian mengenai kinerja. A. Menurut Bernardin and Russel (1998: 239), kinerja dapat didefinisikan sebagai berikut: Performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a time period. Berdasarkan pendapat Bernardin and Russel, kinerja cenderung dilihat sebagai hasil dari suatu proses pekerjaan yang pengukurannya dilakukan dalam kurun waktu tertentu.

B.

Sementara itu menurut Ilgen and Schneider (Williams, 2002: 94):

Performance is what the person or system does. Hal senada dikemukakan oleh Mohrman et al (Williams, 2002: 94) sebagai berikut: A performance consists of a performer engaging in behavior in a situation to achieve results. Dari kedua pendapat ini, terlihat bahwa kinerja dilihat sebagai suatu proses bagaimana sesuatu dilakukan. Jadi, pengukuran kinerja dilihat dari baik-tidaknya aktivitas tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. C. Pendapat yang lebih komprehensif disampaikan oleh Brumbrach (Armstrong, 1998: 16) sebagai berikut: Performance means behaviours and results. Behaviours emanate from the performer and transform performance from abstraction to action. Not just the instruments for results, behaviours are also outcomes in their own right the product of mental and physical effort applied to tasks and can be judged apart from results.

Brumbrach, selain menekankan hasil, juga menambahkan perilaku sebagai bagian dari kinerja. Menurut Brumbach, perilaku penting karena akan berpengaruh terhadap hasil kerja seorang pegawai.

D. Menurut Mangkunegara, Anwar Prabu, kinerja diartikan sebagai : Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

E.

Sedangkan menurut Nawawi. H. Hadari, yang dimaksud dengan kinerja adalah:

Hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang bersifat fisik/mental maupun non fisik/non mental. Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil, proses, atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas dalam konteks penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah menentukan perspektif kinerja yang mana yang akan digunakan dalam memaknai kinerja dalam organisasi yang dipimpinnya.

2.

FACTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA

Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong (1998: 16-17) adalah sebagai berikut: Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian, motivasi, komitmen, dll. Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja. Faktor sistem (system factors). Faktor sistem berkaitan dengan sistem/metode kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi. Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal. Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat perhatian serius dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal.

3.

SISTEM PENGUKURAN KINERJA

Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja. Beberapa ukuran kinerja yang meliputi; kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih disederhana terdapat tiga kreteria untuk mengukur kinerja, pertama; kuantitas kerja, yaitu jumlah yang harus dikerjakan, kedua, kualitas kerja, yaitu mutu yang dihasilkan, dan ketiga, ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang telah ditetapkan. Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut: Relevan (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat keterkaitan yang jelas antara elemenelemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam form penilaian. Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian. Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda dalam menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati mudah dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut. Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria sistem pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut: Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran kinerja dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran kinerjanya menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi. Sebagai contoh, jika organisasi tersebut menekankan pada pentingnya pelayanan pada pelanggan, maka pengukuran kinerja yang digunakan harus mampu menilai seberapa jauh pegawai melakukan pelayanan terhadap pelanggannya.

Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya mengukur dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran kinerja yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu pengukuran kinerja adalah dengan membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang pegawai. Jika nilai dari kedua penilai tersebut relatif sama, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut reliabel. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Hal ini menjadi suatu perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja valid dan reliabel, akan tetapi cukup banyak menghabiskan waktu si penilai, sehingga si penilai tidak nyaman menggunakannya. Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran kinerja yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai memahami apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana cara untuk mencapai kinerja tersebut. Spesifisitas berkaitan erat dengan tujuan strategis dan tujuan pengembangan manajemen kinerja. Dari pendapat Cascio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian kinerja harus didisain sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan konsep Cascio dan Noe et al, terutama harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan oleh pegawai. Mengingat jenis dan fungsi pegawai dalam suatu organisasi tidak sama, maka nampaknya, tidak ada instrumen yang sama untuk menilai seluruh pegawai dengan berbagai pekerjaan yang berbeda.

4.

PENILAIAN KERJA

Setiap organisasi pada dasarnya telah mengidentifikasi bahwa perencanaan prestasi dan terciptanya suatu prestasi organisasi mempunyai kaitan yang sangat erat dengan prestasi individual para pegawai. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa prestasi kerja organisasi merupakan hasil dari kerjasama antara pegawai yang bersangkutan dengan organisasi dimana pegawai tersebut bekerja. Untuk mencapai prestasi kerja yang diinginkan, maka tujuan yang diinginkan, standar kerja yang dinginkan, sumber daya pendukung, pengarahan, dan dukungan dari manajer lini pegawai yang bersangkutan menjadi sangat vital. Selain itu sisi motivasi menjadi aspek yang terlibat dalam peningkatan prestasi kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Torington dan Hall (1995: 316) yang menyatakan bahwa Prestasi kerja dilihat sebagai hasil interaksi antara kemampuan individual dan motivasi. Mondy & Noe (1990: 382) mendefinisikan penilaian prestasi kerja sebagai: Suatu sistem yang bersifat formal yang dilakukan secara periodik untuk mereview dan mengevaluasi kinerja pegawai. Sedangkan Irawan (1997: 188) berpendapat bahwa penilaian prestasi kerja adalah Suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap prestasi kerja pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara berkala.

Sementara itu Levinson seperti dikutip oleh Marwansyah dan Mukaram (1999: 103) mengatakan bahwa Penilaian unjuk kerja adalah uraian sistematik tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang atau sebuah kelompok. Adapun sasaran proses penilaian dikemukakan oleh Alewine (1992: 244) sebagai berikut: Sasaran proses penilaian prestasi kerja adalah untuk membuat karyawan memandang diri mereka sendiri seperti apa adanya, mengenali kebutuhan perbaikan kinerja kerja, dan untuk berperan serta dalam membuat rencana perbaikan kinerja. Sedangkan tujuan umum penilaian kinerja adalah mengevaluasi dan memberikan umpan balik konstruktif kepada para pegawai yang pada akhirnya mencapai efektivitas organisasi. Sementara itu, menurut Cummings dan Schwab (1973: 4), penilaian kinerja pegawai pada umumnya memiliki dua fungsi sebagai berikut: Fungsi summative atau evaluative. Fungsi ini biasanya berhubungan dengan rencana pengambilan keputusan yang bersifat administratif. Sebagai contoh, hasil dari penilaian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan gaji pegawai yang dinilai, memberikan penghargaan atau hukuman, promosi, dan mutasi pegawai. Dalam fungsi ini manajer berperan sebagai hakim yang siap memberikan vonis. Fungsi formative. Fungsi formative berkaitan dengan rencana untuk meningkatkan keterampilan pegawai dan memfasilitasi keinginan pegawai untuk meningkatkan kemampuan mereka. Salah satu maksudnya adalah untuk mengidentifikasi pelatihan yang dibutuhkan pegawai. Manajer berperan sebagai konsultan yang siap untuk memberikan pengarahan dan pembinaan untuk kemajuan pegawai. Sedangkan Stewart dan Stewart (1977: 5) menyatakan bahwa penilaian kinerja pegawai dimaksudkan untuk: Memberikan feedback bagi pegawai. Agar efektif, maka masukan yang diberikan kepada pegawai harus jelas (tepat sasaran), deskriptif (menggambarkan contoh-contoh pekerjaan yang benar), objektif (memberikan masukan yang positif dan negatif), dan konstruktif (memberikan saran perbaikan). Management by Objective. Manajer menentukan target dan tujuan yang harus dicapai oleh setiap bawahan. Target dan tujuan tersebut harus disetujui oleh kedua belah pihak, dan evaluasi dilaksanakan berdasarkan pada hal-hal yang sudah disetujui bersama. Salary review. Hasil dari penilaian digunakan untuk menentukan apakah seseorang akan mendapatkan kenaikan atau penurunan gaji. Career counselling. Dalam pelaksanaan penilaian, manajer mempunyai kesempatan untuk melihat kemungkinan perjalanan karier pegawai, salah satunya bisa melalui pengiriman pegawai kedalam program diklat.

Succession planning. Penilaian pegawai dapat membantu manajer dalam membuat daftar pegawai yang memiliki keterampilan dan kemampuan tertentu, sehingga jika ada posisi yang kosong, manajer bisa dengan cepat menunjuk seseorang. Mempertahankan keadilan. Adalah suatu hal yang wajar jika seseorang lebih menyukai seseorang dibanding orang lain. Penilaian pegawai dapat mengurangi terjadinya hal tersebut misalnya dengan melibatkan atasan dari atasan langsung kita untuk ikut secara acak dalam proses penilaian. Penggantian pemimpin. Sistem penilaian pegawai dapat mengurangi beban pekerjaan manajer baru yang tidak tahu menahu kondisi dan kompetensi pegawainya. Data yang ada dalam dokumen penilaian dapat digunakan sebagai informasi yang penting untuk mengetahui kompetensi dan mengenal bawahan lebih cepat dan mungkin akurat.

Dari uraian sebelumnya, terlihat bahwa penilian kinerja memberikan banyak tujuan. Tujuan penilian kinerja ini pada akhirnya akan memberikan manfaat, tidak hanya untuk pegawai yang bersangkutan, akan tetapi juga untuk organisasi. Perlu diingat bahwa penilaian kinerja tidak dimaksudkan untuk memberikan hukuman jika pegawai tidak dapat memenuhi capaian kinerja yang ditentukan. Oleh karena itu, salah satu aspek penting dalam penilaian kinerja adalah adanya apresiasi yang proporsional dan program pengembangan SDM yang tepat. Apresiasi diberikan kepada prg yang mampi mencapai atau melebihi tingkat kinerja yang diharapkan. Sedangkan program pengembangan pegawai diberikan kepada pegawai yang memerlkukan treatment tertentu untuk meningkatkan kinerjanya.

Anda mungkin juga menyukai