Adad DDWD Bukddu Redsdsolusi Konfldsik
Adad DDWD Bukddu Redsdsolusi Konfldsik
ISBN. 978-602-18530-9-2
ii
KATA PENGANTAR Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan - RI Nomor : P.40/Menhut-II/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan, tercantum bahwa Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan (BP2SDMK) berkedudukan sebagai unsur pendukung dengan tugas melaksanakan penyuluhan dan pengembangan SDM kehutanan dan salah satu fungsinya adalah penyiapan bahan materi penyuluhan kehutanan. Penyiapan materi penyuluhan dilakukan dalam rangka membekali Penyuluh Kehutanan dengan berbagai informasi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan kehutanan serta meningkatkan kompetensi yang bersangkutan. Salah satu Materi Penyuluhan Kehutanan yang disusun dalam tahun 2012 adalah pengelolaan konflik sumber daya hutan. Buku ini disusun dengan mengambil bahan dari berbagai sumber antara lain dari Ditjen Bina Usaha Kehutanan CIFOR, serta pengalaman di beberapa tempat. Diharapkan buku ini dapat menjadi acuan dan referensi sehingga pelaksanaan penyuluhan dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada para pihak sehingga buku ini dapat tersusun. Semoga bermanfaat. Kepala Pusat,
iii
DAFTAR ISI HalamanHalaman KATA PENGANTAR ............................................................................... DAFTAR ISI ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR & DAFTAR TABEL ...................................................... BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ A. Latar Belakang ................................................................... B. Ruang Lingkup ................................................................... C. Tujuan ............................................................................... D. Batasan Dan Pengertian ...................................................... iii V VII 1 1 3 3 4 6 6 7 9 11 14 15 17 18 20 26 26 26 27 36 39
BAB II MEMAHAMI KONFLIK ................................................................ A. Pengertian Konflik .............................................................. B. Jenis Konflik ....................................................................... C. Penyebab Konflik ................................................................ D. Berbagai Pendekatan Pengelolaan Konflik ............................ BAB III ANALISIS KONFLIK ................................................................... A. Prinsip-Prinsip .................................................................... B. Instrumen/Alat Analisis ....................................................... C. Isu-Isu Konflik Dan Analisis Akar Permasalahan .................... D. Mengidentifikasi Dan Menganalisis Para Pemangku Kepentingan ....................................................................... BAB IV STRATEGI PENGELOLAAN KONFLIK............................................ A. Pengertian Pengelolaan Konflik ............................................ B. Tujuan Pengelolaan Konflik ................................................. C. Pendekatan Dan Cara Pengelolaan Konflik ........................... D. Sistem Pengelolaan Konflik ................................................. E. Indikator Keberhasilan Pengelolaan Konflik ..........................
BAB V TEKNIK NEGOSIASI DAN MEDIASI DALAM PENGELOLAAN KONFLIK .................................................................................. A. Negosiasi ........................................................................... B. Mediasi .............................................................................. BAB VI CONTOH PENGELOLAAN KONFLIK SUMBER DAYA HUTAN .......... A. Contoh Pengelolaan Konflik pada Kawasan Hutan Produksi/Banten Mega Biodiversity (BMB) ............................ B. Contoh Pengelolaan Konflik pada Kawasan Hutan Konservasi di TN Gunung Halimun-Salak .............................. C. Contoh Pengelolaan Konflik pada Kawasan Hutan Lindung di Register 38 Lampung Timur................................. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
41 41 48 59 61 63 67 71
VI
DAFTAR GAMBAR Halaman Halaman Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Sasaran Dan Perilaku Berbagai Macam Konflik ..................... Sumber Terjadinya Konflik .................................................. Respon Terhadap Berbagai Konflik ...................................... Berbagai Pendekatan Dalam Mengelola Konflik ..................... Rangkaian Pendekatan Pengelolaan Konflik ......................... Peta Proses Pengelolaan Konflik ........................................ 8 10 12 27 34 55
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Berbagai Alat/Instrumen Dalam Analisis Konflik .................... Rangkuman Berbagai Pendekantan Dalam Penyelesaian Konflik/Sengketa Di Indonesia ............................................. Jenis Konflik, Penyebab Dan Kemungkinan Intervensinya ...... Kekuatan Dan Keterbatasan Sistem Adat Dalam Pengeloalan Konflik ............................................................. Kekuatan Dan Keterbatasan Sistem Hukum Nasional Dalam Pengelolaan Konflik SDA ........................................... Kekuatan Dan Keterbatasan Sistem Pengelolaan Konflik Alternatif (ACM) Pada Pengelolaan SDA ............................... 17 30 32 36 37 39
VII
I. A. Latar Belakang
PENDAHULUAN
Konflik dalam kehidupan manusia merupakan hal yang manusiawi, alami dan berpotensi terjadi setiap kali. Konflik terjadi bila ada ketidaksepahaman atau pertentangan atas suatu obyek yang sama, ataupun memiliki sasaran-sasaran yang berbeda atas suatu obyek yang sama. Yang terpenting dari suatu konflik adalah ditemukannya keluaran atau solusi atas konflik tersebut. Didalam pengurusan dan pengelolaan sumber daya hutan (SDH), konflik pun sering terjadi antar pemangku kepentingan baik karena pemahaman yang berbeda, sasaran yang berbeda, kepentingankepentingan yang berbeda atas keberadaan kawasan hutan dan hasil hutan, tetapi yang terpenting adalah bahwa tujuan utama pengurusan dan pengelolaan hutan adalah terwujudnya Hutan Lestari dan Masyarakat Sejatera. Fenomena yang kita hadapi sekarang sebagai suatu realitas yang sedang dan akan kita hadapi yaitu adanya degradasi fungsi hutan, ada desa dan masyarakat yang berada dalam kawasan hutan, ada juga masyarakat yang melakukan pendudukan/merambah kawasan hutan, ada juga masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan yang termasuk kategori miskin sehingga prinsip yang menjadi pilihan didalam pengurusan dan pengelolaan hutan antara lain kepastian dan penegakan hukum, devolusi dan desentralisasi, transparansi dan partisipasi serta kelestarian dan pemberdayaan. Perkembangan konflik kehutanan di era reformasi sebagaimana hasil kajian CIFOR sangat dipengaruhi oleh adanya krisis multi dimensi sejak tahun 1997 terutama krisis ekonomi; dan dengan pergantian pola pemerintahan dari rezim Orde Baru yang bercirikan pertumbuhan, pemerataan dan keamanan menjadi pemerintahan desentralisasi yang lebih demokratis. Penelitian CIFOR menunjukkan bahwa setelah era Orde Baru, selain peningkatan jumlah, konflik yang terjadi cenderung disertai kekerasan, yang diduga antara lain karena dampak reformasi. Reformasi telah membuat masyarakat sadar akan haknya dan akhirnya
1
berani menuntut untuk mendapatkan porsi manfaat yang lebih wajar dari keberadaan hutan di sekitar mereka. Akibat tuntutan mereka kurang ditanggapi dengan baik dan ketidakpastian penegakan hukum, keberanian masyarakat lokal akhirnya diekspresikan dalam bentuk perlawanan terbuka terhadap pengelola hutan. Konflik bukan saja perlu ditangani tetapi perlu dikelola dengan baik, karena konflik-konflik dapat menghasilkan keluaran-keluaran yang membangun dan posistif. Contohnya, konflik dapat membantu memperjelas kebijakan-kebijakan, institusi-institusi dan proses-proses yang mengatur akses sumber daya alam/hutan. Konflik SDA/SDH perlu dikelola karena dapat menjadi kekuatan penting dalam meningkatkan pengelolaan sumberdaya alam/hutan secara berkelanjutan. Oleh karena itu perlu dipelajari keahlian-keahlian dalam menganalisis dan mengelola konflik secara konstruktif dan partisipatif. Berbagai program/kegiatan pemberdayaan masyarakat didalam dan sekitar hutan antara lain pemberian ijin usaha HKm, Hutan Desa, HTR, fasilitasi pengembangan hutan rakyat dan KBR dapat menjadi salah satu pintu masuk pengelolaan konflik secara kolaboratif di sektor kehutanan. Pengembangan kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) juga diharapkan dapat menjadi salah satu pendekatan untuk resolusi konflik. KPH yang dibangun dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kekhasan masing-masing daerah, sehingga KPH dibangun tidak seragam untuk menghindari permasalahan pada masing-masing lokasi. KPH diharapkan menjadi jembatan bagi terjalinnya komunikasi institusi di tingkat Pusat/Provinsi/Kabupaten/ Kota dengan masyarakat, karena KPH merupakan institusi pemerintah yang berada di tingkat tapak. Sebagai organisasi tingkat tapak, KPH mempunyai mata dan tangan untuk menggali sekaligus pemetaan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Disamping itu KPH dapat menjalin interaksi dan komunikasi intensif dengan masyarakat, sekaligus menggali alternatif solusi sesuai kebutuhan masyarakat. Semua kegiatan di atas, dapat menjadi salah satu pendekatan resolusi konflik tetapi bila tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber konflik yang baru. Oleh karena itu perlu ada upaya pengawalan
dan pendampingan. Penyuluh kehutanan sebagai garda terdepan pembangunan kehutanan di tingkat tapak mempunyai peran sangat penting dalam kegiatan pendampingan masyarakat agar program kehutanan dapat berjalan baik secara berkelanjutan. Penyuluh kehutanan diharapkan dapat berperan bukan saja sebagai edukator, fasilitator, motivator, dinamisator tetapi juga sebagai negosiator dan mediator dalam pengelolaan berbagai kasus konflik kehutanan di tanah air. Penyuluh kehutanan harus dapat memainkan perannya sebagai agent of change bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan hutan berkelanjutan. Pada sisi lain disadari bahwa pada saat ini kompetensi penyuluh kehutanan sebagai pendamping masyarakat masih perlu terus ditingkatkan. Oleh karena itu, selain mengadakan pelatihan bagi penyuluh, Kementerian Kehutanan khususnya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan juga berupaya memberikan wawasan melalui penyebaran luasan berbagai materi penyuluhan agar penyuluh kehutanan baik penyuluh PNS, swadaya dan swasta dapat berperan sebagaimana yang diharapkan. B. Ruang Lingkup Mengingat luasnya cakupan permasalahan konflik, materi ini dibatasi pada pengelolaan konflik sumber daya hutan, dari pendekatan persuasif dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam, tepi dan sekitar kawasan hutan sedangkan pendekatan represif dan tenurial tidak termasuk dalam materi ini. Pembahasan materi dibatasi pada pemahaman konflik SDH secara umum, metode analisis konflik, strategi pengelolaan konflik serta teknik negosiasi dan mediasi dalam pengelolaan konflik. C. Tujuan Tujuan penyusunan materi penyuluhan ini adalah meningkatkan wawasan dan pemahaman tentang pengelolaan konflik SDH/SDA bagi penyuluh kehutanan (PNS, swadaya dan swasta) dan semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan penyuluhan kehutanan dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.
D. Batasan Dan Pengertian 1. Kolaborasi adalah melibatkan orang-orang dengan berbagai macam kepentingan dan bekerja sama untuk mencapai jalan keluar yang memuaskan dan saling menguntungkan. Tujuan kolaborasi adalah untuk mengelola perselisihan sehingga hasil/jalan keluar yang didapatkan bersifat membangun dan tidak merusak. Hasil yang membangun akan mendorong komunikasi, pemecahan masalah dan hubungan yang semakin baik; 2. Kolaborasi pengelolaan sumberdaya hutan adalah suatu kemitraan dimana para pemangku kepentingan setuju untuk saling berbagi fungsi pengelolaan (manajemen), hak-hak dan tanggung jawab atas suatu wilayah atau sejumlah sumberdaya; 3. Konflik adalah perbedaan atau pertentangan kepentingan antara dua pihak atau lebih yang dapat mengakibatkan permusuhan atau tindakan yang merusak pihak lainnya; 4. Analisis konflik adalah identifikasi dan perbandingan kedudukan, nilai, tujuan, isu, kepentingan dan kebutuhan dari pihak-pihak yang berkonflik; 5. Manajemen konflik adalah praktek mengidentifikasi dan menangani konflik secara bijaksana, adil, efisien, mencegah konflik menjadi lepas kendali dan berubah menjadi kekerasan; 6. Resolusi Konflik adalah kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada proses yang bertujuan untuk menangani dan menyelesaikan akar permasalahan dan sebab utama dari suatu konflik; 7. Penyelesaian konflik adalah semua strategi yang berorientasi kepada tercapainya suatu konflik dalam bentuk kesepakatan di antara pihak-pihak yang berkonflik yang memungkinkan mereka untuk menyelesaikan konflik bersenjata tanpa harus menangani penyebab-penyebab yang mendasari konflik; 8. Transformasi konflik adalah usaha-usaha jangka panjang yang berorientasi untuk mendapatkan hasil, proses dan perubahan struktural. Tujuannya menanggulangi bentuk-bentuk kekerasan langsung, budaya, struktural yang muncul melalui transformasi hubungan sosial dan promosi yang dapat membantu menciptakan hubungan-hubungan kerjasama;
4
9. Negosiasi adalah suatu bentuk pengambilan keputusan dimana dua pihak atau lebih berdiskusi satu sama lain dalam usaha untuk menyelesaikan kepentingan-kepentingan mereka yang berlawanan; 10. Mediasi adalah perpanjangan atau elaborasi dari proses perundingan yang melibatkan pihak ketiga. Pihak ketiga bekerja dengan pihak-pihak yang berselisih untuk membantu mereka meningkatkan komunikasi mereka dan analisis terhadap situasi konflik sehingga mereka dapat melakukan identifikasi sendiri dan memilih suatu opsi untuk menyelesaikan konflik yang dapat memenuhi kepentingan dan kebutuhan bagi seluruh pihak yang berselisih; 11. Pemangku kepentingan adalah orang-orang yang akan dipengaruhi oleh suatu konflik atau resolusi dari konflik tersebut, baik yang terlibat langsung yaitu pihak-pihak yang berselisih maupun orang-orang yang tidak terlibat konflik secara langsung tetapi mungkin akan terpengaruh oleh konflik tersebut dan hasilhasilnya di masa yang akan datang.
MEMAHAMI KONFLIK
Istilah konflik sangat sering kita dengar, mulai dari level yang sangat sempit yaitu konflik keluarga sampai dengan level yang sangat luas seperti konflik antar negara atau konflik internasional. Kita dapat mengatakan bahwa konflik merupakan bagian dari hidup manusia. Sebagai mahluk sosial, manusia setidaknya pernah mengalami konflik dalam hubungan sosial dengan manusia lain. Konflik berasal dari bahasa Yunani konfigere yang berarti memukul dan dari bahasa Inggris conflict yang berarti pertentangan. Konflik memiliki dimensi pengertian yang sangat luas, baik dari sisi ilmu sosiologi, antropologi, komunikasi maupun manajemen. Para ahli dari berbagai latar belakang keilmuan mendefinisikan konflik sebagai berikut: Konflik adalah pertentangan antara banyak kepentingan, nilai, tindakan atau arah serta merupakan bagian yang menyatu sejak kehidupan ada. Karenanya konflik merupakan sesuatu yang tidak terelakkan yang dapat bersifat positif atau bersifat negatif (Johnson dan Dunker (1993) dalam Mitchell et al, 2000); Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih individu atau kelompok, yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan (Fisher, 2001); Konflik adalah suatu hubungan yang melibatkan dua pihak atau lebih yang memiliki atau merasa memiliki kepentingan, tujuan yang bertentangan(Angel dan Korf, 2005); Konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan diantara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai suatu obyek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi yang menghasilkan keluaran konflik (Wirawan, 2010).
Menurut Hardjana (1994) konflik, perselisihan, percekcokan, pertentangan merupakan pengalaman hidup yang cukup mendasar dan amat mungkin terjadi. Seperti pengalaman hidup yang lain, konflik tidak dapat dirumuskan secara ketat. Lebih tepat jika konflik itu diuraikan dan dilukiskan. Konflik terjadi manakala dalam hubungan antara dua orang/kelompok atau lebih, perbuatan yang satu berlawanan dengan perbuatan yang lain, sehingga salah satu atau beberapa orang/kelompok tersebut saling tergangu. Konflik merupakan hal yang dapat atau biasa terjadi dalam hidup. Secara teoritis konflik berpotensi timbul dalam setiap interaksi sosial, tidak hanya disebabkan karena adanya perjuangan untuk bertahan hidup dengan keterbatasan ruang/sumber daya (struggle for limited space/resources), tetapi dikarenakan adanya insting agresif dan kompetitif yang dimiliki oleh manusia (innate instinct). B. Jenis Konflik Ada beragam konflik, tergantung dari sudut pandang, sehingga jika dipandang dari aspek perilaku terhadap sasaran, maka konflik ada 4 kategori yaitu : 1. Pra Konflik, yaitu ada perbedaan tetapi belum menjadi sumber konflik; 2. Konflik tertutup (latent), yaitu konflik tersembunyi atau tidak muncul dipermukaan tetapi terus berlangsung; 3. Konflik permukaan (emerging) yaitu konflik yang nampak/muncul hanya karena kesalahpahaman atas sasaran yang ingin dicapai; 4. Konflik terbuka (manifest) yaitu konflik atau pertentangan yang sangatnyata dan berakar sangat mendalam.
(Sumber Fisher (2001)) Gambar 1 : Sasaran dan Perilaku Berbagai Macam Konflik
Wirawan (2010) mengemukakan beberapa jenis konflik ditinjau dari berbagai aspek: 1. Aspek subyek yang terlibat dalam konflik Konflik personal adalah konflik yang terjadi dalam diri seseorang karena harus memilih dari sejumlah alternatif pilihan; Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi antar personal dalam suatu organisasi, dimana pihak-pihak dalam organisasi saling bertentangan;
2. Aspek substansi konflik Konflik realistis yaitu konflik dimana isu ketidaksepahaman/pertentangan terkait dengan substansi/obyek konflik sehingga dapat didekati dari dialog, persuasif, musyawarah, negosiasi ataupun voting; Konflik non realistis adalah konflik yang tidak ada hubungan dengan substansi/obyek konflik, hanya cenderung mau mencari
kesalahan lawan baik dengan cara kekuasaan, kekuatan, agresi/paksaan. 3. Aspek keluaran Konflik konstruktif yaitu konflik dalam rangka mencari dan mendapatkan solusi; Konflik destruktif yaitu konflik yang tidak menghasilkan atau tidak berorientasi pada solusi, mengacaukan, menang sendiri dan hanya saling menyalahkan.
4. Aspek bidang kehidupan Konflik bidang kehidupan antara lain bidang ekonomi, termasuk SDH merupakan konflik yang terjadi lebih dipicu oleh keterbatasan sumber daya alam, manusia cenderung berkembang dan terjadi perebutan atas akses ke sumber-sumber ekonomi, perebutan penguasaan atas sumber-sumber eknomi dan dapat saja memicu konflik-konflik bidang kehidupan lainnya yaitu konflik sosial, politik dan budaya. Suporahardjo (2000) membagi konflik menjadi dua jenis menurut level permasalahnnya, yaitu konflik vertikal dan konflik horizontal. Menurut level permasalahannya, konflik vertikal terjadi antara pemerintah dan masyarakat, sedangkan antar masyarakat atau antar institusi pemerintah adalah konflik horisontal. C. Penyebab Konflik Sumber konflik menurut Suporahardjo (2000) adalah adanya perbedaan, dan perbedaan tersebut bersifat mutlak yang artinya secara obyektif memang berbeda. Perbedaan tersebut dapat terjadi pada tataran antara lain: (1) perbedaan persepsi; (2) perbedaan pengetahuan;(3) perbedaan tata nilai; (4) perbedaan kepentingan; dan (5) perbedaan pengakuan hak kepemilikan (klaim). Fisher et. al. (2001) menyebutkan penyebab konflik adalah isu-isu utama yang muncul pada waktu menganalisis konflik, yaitu isu kekuasaan, budaya, identitas, gender dan hak. Isu-isu ini muncul ketika mengamati interaksi antar pihak yang bertikai, yang pada satu
9
kesempatan tertentu akan menjadi latar belakang konflik serta berperan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi secara diam-diam. Menurut Wirawan (2010) konflik dapat terjadi karena keterbatasan sumber, tujuan yang berbeda, komunikasi yang tidak baik, keragaman sosial, perlakuan yang tidak manusiawi, sebagaimana nampak pada diagram berikut ini.
Keterbatasan Sumber
Komunikasi Yang Tidak Baik Sumber Konflik Sistem Imbalan Yg Tidak Layak
Interdepensi Tugas
Pribadi Orang
Ambiguitas Yurisdikasi
Deferensiasi Organisasi
Engel dan Korf (2005) menyebutkan ada 4 penyebab konflik SDA yaitu: (1) persaingan yang ketat akan pemanfaatan SDA; (2) pertentangan antara hukum adat dan hukum positif; (3) perubahan terkait dengan perubahan kepentingan dan kebutuhan penggunaan SDA, (4) kebijakan, program, kegiatan pengelolaan SDA sering menjadi sumber konflik, karena kebijakan sering ditentukan tanpa partisipasi, identifikasi dan konsultasi pemangku-kepentingan yang sering tidak tepat, penyampaian informasi yang tidak tepat, kapasitas kelembagaan yang tidak memadai, pemantauan dan evaluasi atas program, kegiatan tidak memadai sehingga mempersulit identifikasi dan penyelesaian masalah.
10
Secara umum persoalan mendasar yang dihadapi masyarakat desa hutan ; pertama : kepastian hak penguasaan SDH (forets tenuar security), kedua : kapasitas masyarakat desa hutan untuk membangun diri sendiri secara terus-menerus, selanjutnya disebutkan bahwa salah satu kebijakan untuk melakukan devolusi yaitu kebijakan pemberian kesempatan bagi masyarakat desa hutan atas hak pengelolaan kawasan hutan negara sesuai karakteristik. Menurut Hardjana (1994) secara garis besar, penyebab atau inti konflik itu dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu: (1) Masalah struktural; (2) Masalah kepentingan; (3) Masalah perbedaan nilai; (4) Masalah perbedaan data; dan (5) Masalah hubungan antar manusia. Konflik dapat berintikan salah satu atau gabungan dua atau lebih diantara inti konflik yang telah disebutkan di atas. D. Berbagai Pendekatan Pengelolaan Konflik Seiring dengan perkembangan ilmu, muncul berbagai teori tentang konflik, mulai dari ilmu yang sangat teoritis, sampai dengan yang lebih bersifat aplikatif yaitu ilmu mengelola konflik (conflict management). Konflik terus dipelajari karena konflik sendiri bermanfaat dan merupakan bagian dari kehidupan kita. Untuk dapat lebih memahami (pengelolaan) konflik, banyak istilah berkaitan konflik yang perlu dipahami bersama. Fisher (2001) menjelaskan perbedaan istilah-istilah sebagai berikut: Pencegahan Konflik bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras; Penyelesaian konflik bertujuan untuk mengakhiri kekerasan melalui suatu persetujuan perdamaian; perilaku
Pengelolaan Konflik bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang posistif bagi pihak-pihak yang terlibat; Resolusi konflik menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa bertahan lama di antara kelompok-kelompok yang bermusuhan;
11
Transformasi konflik mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
M E N I N G K A T K A N N Y A R U A N G L I N G K U P
MENINGKATKAN KEKERASAN
KONFLIK LATEN PENCEGAHAN KONFLIK PENYELESAIAN KONFLIK PENGELOLAAN KONFLIK RESOLUSI KONFLIK TRANSFORMASI KONFLIK KONFLIK DI PERMUKAAN KONFLIK TERBUKA
(Sumber: Fisher, 2001 hal.7 gbr 1.2) Gambar 3 : Respon Terhadap Berbagai Konflik
Wirawan (2010) menjelaskan resolusi konflik adalah proses untuk mencapai keluaran konflik dengan metoda resolusi konflik, sedangkan metoda resolusi konflik adalah proses manajemen konflik yang digunakan untuk menghasilkan keluaran konflik yang mencakup metoda pengaturan sendiri (self regulation) maupun metoda intervensi pihak ketiga. Manajemen konflik yaitu praktek mengidentifikasi konflik, menangani konflik secara bijaksana, adil, efisien dan mencegah konflik agar tidak lepas kendali. Metoda pengaturan sendiri yaitu : win-win solution (kolaborasi-kompromi), win and loses solution (memperkecil posisi lawan), ataupun metoda menghindar, sedangkan metoda intervensi pihak ketiga yaitu melalui pengadilan, proses administrasi, dan resolusi perselisihan alternatif yaitu terdiri dari mediasi, arbitrasi dan ombudsmen. Ada tiga komponen utama dalam konflik, yaitu: (1) kepentingan (interests), baik yang bersifat subyektif ataupun obyektif; (2) emosi (emotional), yaitu perasaan seperti kemarahan, ketakutan dan lain-lain; (3) nilai (values), yang seringkali sulit terukur dan tertanam pada ide dan perasaan mengenai benar dan salah dalam mengatur perilaku kita (Soekanto, 1990 dalam Sardjono, 2004).
12
13
III.
ANALISIS KONFLIK
Langkah awal dalam pengelolaan konflik adalah analisis konflik. Analisis konflik penting untuk mengetahui dan mengerti mengenai keadaan dimana mereka bekerja agar semakin sedikit mereka melakukan kesalahan dan semakin besar kemungkinan mereka bisa mendampingi para pemangku kepentingan secara efektif. Analisis konflik membantu untuk : Membuat kejelasan dan membuat prioritas banyaknya isu yang perlu ditangani; Melakukan identifikasi dampak-dampak konflik; Melakukan identifikasi akar permasalahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi konflik untuk menentukan tanggapan yang sesuai; Menentukan motivasi dan insentif para pemangku kepentingan melalui pemahaman mengenai kepentingan, kebutuhan dan pandangan mereka terhadap konflik; Menilai sifat dan bentuk hubungan antara para pemangku kepentingan, termasuk keinginan dan kemampuan mereka untuk berunding satu dengan lainnya; Melakukan identifikasi informasi yang tersedia mengenai konflik dan informasi lainnya yang dibutuhkan; Mengevaluasi kapasitas dari institusi atau praktek pengelolaan konflik untuk menangani konflik yang ada; Membangun hubungan baik dan pengertian diantara para pemangku kepentingan; Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan analisis dari para pemangku kepentingan lokal untuk menangani konflik saat ini dan dimasa mendatang; Meningkatkan pengertian mengenai hubungan antara konteks sosial, politik dan ekonomi yang lebih luas dengan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya.