Anda di halaman 1dari 32

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pneumonia Definisi Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, yang disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur, protozoa). Pneumonia adalah penyakit klinis, sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam, ronki basah halus, dengan gambaran infiltrat pada foto polos dada.1 Epidemiologi Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak- anak di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.2 Di RSU Dr Soetomo Surabaya, jumlah kasus pneumonia meningkat dari tahun-ke tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak 190 pasien. Tahun 2004 dirawat sebanyak 231 pasien, dengan jumlah terbanyak pada anak usia kurang dari 1 tahun (69%). Pada tahun 2005, anak berumur kurang dari 5 tahun yang dirawat sebanyak 547 kasus dengan jumlah terbanyak pada umur pada umur 1-12 bulan sebanyak 337 orang. Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 15 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian pada anak dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang 4 Etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri gram-positif, Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza.

Pneumonia lobaris adalah peradangan jaringan akut yang berat yang disebabkan oleh pneumococcus. Nama ini menunjukkan bahwa hanya satu lobus paru yang terkena. Ada bermacammacam pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain, misalnya bronkopneumonia yang penyebabnya sering haemophylus influenza dan pneumococcus. Dugaan bakteri penyebab pneumonia.1 penyebab tanpa komplikasi Streptococcus pneumoniae Haemophyllus. influenza Streptococcus group A Flora mulut Staphylococcus aureus + + +++ ++ ++ + +++ +++ + ++ ++ ++ + ++++ Efusi pleura ++ + Abses paru +++ Sepsis

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur. Usia Lahir-20 hari Etiologi yang sering Bakteria Escherichia colli Group B streptococci Listeria monocytogenes Etiologi yang jarang Bakteria An aerobic organism Group D streptococci Haemophillus influenzae Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticum Virus Cytomegalovirus Herpes simplex virus

3 minggu- 3 Bakteria Bulan Clamydia trachomatis Streptococcus pneumoniae Virus Respiratory syncytial virus Influenza virus Para influenza virus 1,2 and 3 Adenovirus

Bateria Bordetella pertusis Haemophillus influenza type B and non typeable Moxarella catarrhalis Staphylococcus aureus Ureaplasma urealyticum Virus Cytomegalovirus Bacteria Haemophillus influenza type B Moxarella catarrhalis Neisseria meningitis Staphylococcu s aureus Virus Varicella zoster virus

4 bulan-5 tahun Bakteria Streptococcus pneumoniae Clamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Virus Respiratory syncytial virus Influenza virus Parainfluenza virus Rhinovirus Adenovirus Measles virus 5 tahun- remaja Bakteria Clamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Streptococcus pneumonia

Bakteria Haemophillus influenza type B Legionella species Staphylococcus aureus Virus Adenoviru s Epstein barr virus Influenza virus Parainflue nza virus Rhinovirus Respiratory syncytial virus Varicella zoster virus

Anatomi Thorax

Dikutip dari kepustakaan 13 Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya berada di rongga thorax.Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul,yang menjorok ke atas, masuk ke leher sekitar 2,5 cmdi atas clavicula, facies costalis yang konveks, yang berhubungan dengan dinding dada, dan facies mediastinalis yang konkaf yang membentuk cetakan pada pericardium dan struktur mediastinum lain. Sekitar pertengahanpermukaan kiri, terdapat hillus pulmonis, suatu lekukan dimana bronchus, pembuluhdarah masuk ke paru-paru untuk membentuk radix pulmonis.(9)

Dikutip dari kepustakaan 4. Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus : atas, tengah, dan bawah di kanan,dan atas dan bawah kiri. Paru-paru dibungkus oleh suatu kantung tipis, pleura. Pleura visceralis terdapat tepat di atas parenkim paru-paru, sedangkan pleura parietalismelapisi dinding dada. Kedua pleura ini saling meluncur satu sama lain selama inspirasi dan ekspirasi. (10)

Dikutip dari kepustakaan 9.

Dikutip dari kepustakaan 11.

Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Cabang utama bronkus kanandan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis.Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampaiakhirnya menjadi bronkiolus terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus didekatnya oleh dinding tipis atau septum. Alveolus pada hakekatnya merupakan suatugelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dangas membentuk tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan saatinspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. (9,12) Fissura interlobaris yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini terletak diantara lobus paru-paru. Paru-paru kanan dan kiri mempunyai fissure obliq yangdimulai pada dada anterior setinggi iga keenam pada garis midclavicula danmemanjang lateral atas ke iga kelima di garis aksillaris media, berakhir pada dadaposterior pada prosessus spinosus T3. Lobus bawah kanan terletak di bawah fissureobliq kanan, lobus atas dan tengah kanan terletak di atas fissure obliq kanan. Lobusbawah kiri terletak di bawah fissure obliq kiri, lobus atas kiri terletak di atas fissureobliq kiri. Fissura horizontal hanya ada di bagian kanan dan memisahkan lobus ataskanan dan lobus tengah kanan. Fissura memanjang dari iga keempat pada tepi sternumke iga kelima pada garis aksillaris media. (10)

Gambar 1.1 Dikutip dari kepustakaan 9.

Patofisiologi 2,5 Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan : Inokulasi langsung Penyebaran melalui pembuluh darah Inhalasi bahan aerosol Kolonisasi dipermukaan mukosa Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia. Terdapat empat stadium anatomik dari pneumonia terbagi atas 2,5: 1. Stadium kongesti (4 12 jam pertama) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus

meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 2. Stadium hepatisasi merah (48 jam selanjutnya) Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 3. Stadium hepatisasi kelabu (konsolidasi) Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 4. Stadium akhir (resolusi) Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih mencapai keadaan normal. Klasifikasi A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi 2,5 1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP) 2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP) 3. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host 4. Pneumonia aspirasi

B. Berdasarkan lokasi infeksi 2,5 1. Pneumonia lobaris Sering disebabkan aspirasi benda asing atau oleh infeksi bakteri (Staphylococcus), jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Pada gambaran radiologis, terlihat gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen/lobus atau bercak yang mengikut sertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram adalah udara yang terdapat pada percabangan bronchus, yang dikelilingi oleh

bayangan opak rongga udara. Ketika terlihat adanya bronchogram, hal ini bersifat diagnostik untuk pneumonia lobaris. 2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis) Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer. 3. Pneumonia interstisial Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata. C. Klasifikasi Berdasarkan Usia 28 1. Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur < 2 bulan i. Pneumonia : adanya sesak napas atau nafas cepat yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, harus dirawat dan diberi antibiotik ii. Bukan Pneumonia, batuk pilek biasa, tanpa napas cepat (tidak perlu dirawat, pengobatan simptomatis 2. Klasifikasi Pneumonia untuk golongan umur 2 bulan < 5 tahun i. Pneumonia berat, adanya nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah (harus dirawat atau diberi antibiotic) ii. Pneumonia, bila tidak ada sesak namun disertai nafas cepat, usia 2 bulan 1 tahun >50 kali per menit, untuk usia >1-5 tahun >40 kali per menit. iii. Bukan pneumonia, batuk pilek biasa tanpa napas cepat atau sesak napas, dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah (tidak perlu dirawat atau antibiotic, hanya pengobatan simptomatis) Manifestasi Klinis Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi batuk, nyeri dada demam,dan sesak nafas. Sebagian besar gambaran klinis pada anak berkisar antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.28 Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomic dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasive, etiologi non infeksi yang relative lebih sering, dan factor pathogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada

anak merupakan factor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia. 28 Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, secara umum28 : - Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, kehulan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner - gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipneu, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonates dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan. 28 Keradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, yang ditandai dengan nyeri dada pada daerah yang terkena. Nyeri dapat berat sehingga akan membatasi gerakan dinding dada selama inspirasi dan kadang-kadang menyebar ke leher dan perut.7 Gejala ekstra pulmonal mungkin ditemukan pada beberapa kasus. Abses pada kulit atau jaringan lunak seringkali didapatkan pada kasus pneumonia karena Staphylococcus aureus. Otitis media, konjuntivitis, sinusitis dapat ditemukan pada kasus infeksi karena Streptococcus pneumoniae atau Haemophillus influenza. Sedangkan epiglotitis dan meningitis dikaitkan dengan pneumonia karena Haemophillus influenza.
28

khususnya

Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bakterial dan pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, lekositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus.
10,14

Penggunaan

BPS (Bacterial Pneumonia Score) pada 136 anak usia 1 bulan 5 tahun dengan pneumonia di Argentina yang mengevaluasi suhu aksilar, usia, jumlah netrofil absolut, jumlah bands dan foto polos dada ternyata mampu secara akurat mengidentifikasi anak dengan resiko pneumonia bakterial sehingga akan dapat membantu klinisi dalam penentuan pemberian antibiotika.17 Perinatal pneumonia terjadi segera setelah kolonisasi kuman dari jalan lahir atau ascending dari infeksi intrauterin. Kuman penyebab terutama adalah GBS (Group B Streptococcus) selain kuman-kuman gram negatif. Gejalanya berupa respiratory distress yaitu merintih, nafas cuping hidung, retraksi dan sianosis. Sepsis akan terjadi dalam hitungan jam, hampir semua bayi akan mengarah ke sepsis dalam 48 jam pertama kehidupan. Pada bayi prematur, gambaran infeksi oleh karena GBS menyerupai gambaran RDS (Respiratory Distress Syndrome). 7 Diagnosis

Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisis yang teliti, dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi: Demam dan menggigil akibat proses peradangan Batuk yang sering produktif dan purulen walaupun dapat juga non produktif Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas Sesak, berkeringat, nyeri dada Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius. Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. (8,15) 2. Pemeriksaan Fisis Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. 3. Pemeriksaan Radiologi Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin mendiagnosis suatu agenpenyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan keterangan klinis,laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena itu pada dasarnyasemua pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu dalam menegakkan suatu diagnosis.(16,18) American Thoracic Society merekomendasikan posisi PA (posteroanterior)dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang di gunakan untuk melihatadanya pneumonia. Gambaran pneumonia pada foto thorax sebenarnya sama sepertigambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleheksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh lobus disebut lobaris pneumoniae, sedangkan jika berupa bercak yang mengikutsertakan alveoli secaratersebar maka disebut bronchopneumoniae.(16,19) Adapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara lain: (16-19) a. Perselubungan padat homogen atau inhomogen b. Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis.

d. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara yangakan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat akibat proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan air bronchogram sign positif (+) (4,19,20)

Dikutip dari kepustakaan 23.

I. Pneumonia Lobaris Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :

Dikutip dari kepustakaan 19 Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung terjadi didaerah paru dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan menyebar secarasentripetal menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan membentuk konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah yang mengalami konsolidasi tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah bronkus yang terkena akan tampak dengan jelas air bronchogram sign (+). (19)

PNEUMONIA LOBARIS

Dikutip dari kepustakaan 19. Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan homogen padalobus paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan paru lainnya masih tampak normal. Cor, sinus,diafragma tidak tampak kelainan. Pnemonia lobaris ini paling sering disebabkan oleh Streptococus Pneumonia
(19,21)

Dikutip dari kepustakaan 19 Gambar diatas, menunjukkan foto CT-scan thorax resolusi tinggi denganmemperlihatkan adanya perselubungan di lobus atas paru kanan. Tampak airbrochogram sign sepanjang bronkus lobus atas paru kanan dan gambaran ground glassdi tepi perselubungan dan paru normal.(19) High resolution CT-scan sangat baik digunakan untuk melihat gambaran poladan distribusi pneumonia dibandingkan dengan foto konvensional seperti X-ray.Namun jarang digunakan untuk mengevaluasi pasien yang curiga atau dipastikan pneumonia. Akan tetapi, CT-scan merupakan pilihan yang direkomendasikan untuk menilai adanya kelainan non spesifik yang tidak di temukan pada fotokonvensional.(19) II. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas,konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris. Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru tengah dan bawah. (4,19,21)

Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme awalnya menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud pattern). Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial dan akan berkembang menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya proses konsolidasi tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata, corakan bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal, namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C) (19) Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia

Dikutip dari kepustakaan 19.

PNEUMONIA LOBULARIS (BRONKOPNEUMONIA)

Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Escherichia coli,Pseudomonas aeruginosa. (19)

Dikutip dari kepustakaan 19. Gambaran CT-scan thorax memprlihatkan adanya nodul sentrilobular (panah lurus), perselubungan di daerah lobus yang disertai dengan gambaran ground-glass opacity (panahlengkung). Kadang-kadang, pneumonia dapat meluasmenjadi pneumonia necrosis

(necrotizing pneumonia). Tampak adanya perselubungandi lobus paru kanan atas dan lobus paru kiribawah. Tampak bulging fissure sign di lobusparu kanan atas. (19)

Dikutip dari kepustakaan 19. 4. Pemeriksaan Laboratorium Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri. Leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikooplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman gram negative. (1,8) 5. Pemeriksaan Bakteriologis Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal, bronkoskopi. Kumanyang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinanmerupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utamapra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. (1,8) Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaanfisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini (2) : a. Batuk-batuk bertambah b. Perubahan karakteristik dahak / purulenc c. Suhu tubuh > 38 C (aksila) / riwayat demam d. Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkialdan ronki e. Leukosit > 10.000 atau < 4500

Sedangkan Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC- Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut (5,15) : a. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit b. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar : Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif Ditambah 2 diantara kriteria berikut: suhu tubuh > 38C , sekret purulendan leukositosis
(5,15)

Diagnosis Banding 1. Efusi Pleura Merupakan suatu kondisi dimana terdapat akumulasi cairan dalam cavumpleura yang dapat disebabkan oleh banyak kelainan dalam paru. Padapemeriksaan foto thorax rutin tegak, cairan pleura tampak perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radiopaq dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemithorax sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral/hilus dan kadangkadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral. (16) ANTARA EFUSI PLEURA DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 22. Dikutip dari kepustakaan 18. Persamaan : Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas tinggi (relative radiopaq)(16) Perbedaan : Pada efusi pleura, cairan terakumulasi di dalam cavum pleura sehinggagambaran khasnya tampak sinus costophrenicus tumpul karena sifat daricairan selalu mencari daerah yang terendah, sedangkan pada pneumonia tidak. Pada pneumonia khas dapat ditemukan air bronchogram sign, jika proses perselubungannya telah mengisi sampai 1 lobus parenkim paru Yang paling khas, bahwa pada efusi terdapat tanda-tanda pendesakan ke arahhemithorax yang sehat, hal ini terjadi akibat akumulasi yang terus menerusdari suatu rongga. Sedangkan pada pneumonia tidak terjadi penurunan ataupenambahan volume paru (16,18,22)

2. Atelektasis Berarti alveoli mengempis (kolaps). Hal ini dapat terjadi pada satu tempat yang terlokaslisir di paru, pada seluruh lobus, atau pada seluruh paru.Penyebab yang paling sering adalah obstruksi saluran napas dan berkurangnyasurfaktan pada cairan yang melapisi alveoli. Karena

mengalamihambatan/obstruksi, sehingga aerasi paru dapat berkurang. Pada gambaranradiologisnya akan memberikan bayangan densitas yang lebih tinggi. (16) ANTARA ATELEKTASIS DAN PNEUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 13 Dikutip dari kepustakaan 18 Persamaan ; Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitastinggi (relative radiopaq) (16) Perbedaan : Karena atelektasis merupakan kondisi dimana paru mengalami kolaps,sehingga pada gambaran radiologisnya akan tampak tanda-tanda penarikan kearah hemithorax yang sakit, sedangkan pada pneumonia tidak. (16,18) 3. TB Paru Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Basil tuberkel ini menyebabkan reaksi jaringan yang aneh dalam paru, antara lain (1) daerah yang terinfeksi diserang oleh makrofag dan (2) daerah lesi dikelilingi oleh jaringan fibrotik untuk membentuk yang idsebut tuberkel. Proses pembentukan dinding ini membantu membatasi penyebaran basil tuberkel dalam paru dan oleh karenaitu ia merupakan bagian dari proses protektif melawan infeksi. Tetapi hampir3% dari seluruh penderita tuberculosis, jika tidak diobati, maka tidak akan terbentuk proses pembatasan ini sehingga akan menyebar ke seluruh lapanganparu, menyebabkan kerusakan jaringan dan pembentukan kavitas abses yangbesar. Sehingga gambaran radiologi yang khas yang sering ditemukan dimasyarakat dapat berupa TBC paru aktif, TBC paru lama aktif, dan TBC paru lama tenang. Gambaran bercak berawan serta cavitas pada TBC paru biasanya menempati lapangan atas paru.
(4,14,16,18)

Gejalanya biasanya

Demam > 2 minggu, batuk > 3 minggu, berat badan menurun, nafsu makanmenurun, malaise, diare

persisten yang tidak membaik dengan pengobatan baku diare. Dan biasanya terdapat kontak. Diagnosis TB pada anak ditegakkan dengan skor TB. ANTARA TBC PARU DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 13 Dikutip dari kepustakaan 18 Persamaan : Memiliki densitas yang sama yaitu relatif radiopaq.(16)

Perbedaan : Pada TBC paru khas tampak bercak berawan pada lapangan paru atas, danadanya garis-garis fibrotik dan kasifikasi jika sudah masuk dalam masapenyembuhan Sedangkan pada pneumonia, lokasi bisa di mana saja, mengenai 1 lobus (pneumonia lobaris) dan terdapat air broncogram sign. (16,18) 4. Bronkiolitis Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafascupung hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing,ronki nyaring halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batasnormal, kimia darah menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolic.

5. Tumor paru Tumor paru menyerupai banyak jenis penyakit paru lain dan tidak mempunyaiawitan yang khas. Tumor paru seringkali menyerupai pneumonitis yang tidak dapat ditanggulangi. Namun secara radiologik, gambaran tumor paru inisangat khas menyerupai nodul yang berbentuk koin (coin lesion). PemeriksaanTomografi Komputer dapat memberikan informasi lebih banyak. Penilaianpada massa primer paru berupa besarnya densitas massa yang dapat memberigambaran perselubungan yang inhomogen pada massa sifat ganas atauhomogen pada massa jinak, tepi massa tidak teratur/spikul pada massa ganas,dan batas rata pada massa jinak. (3,4,16)

ANTARA TUMOR PARU DAN PENUMONIA

Dikutip dari kepustakaan 4 Persamaan : Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitastinggi (relatif radiopaq) (16) Perbedaan : Batas dari bayangan dari massa tumor tampak tegas, sedangkan bayangan pada pneumonia tampat tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 lobus yang disebutdengan pneumonia lobaris Tanda air brochogram sign tidak akan ditemukan pada gambaran radiologitumor paru. Untuk memastikan lebih jauh lagi maka pada klinis tumor paru tidak harus adariwayat demam, sedangkan pada pneumonia harus ditemukan riwayat demam. (4,8,16) Penatalaksanaan 2,5 Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah. Penderita yang tidak dirawat di RS 1. Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres 2. Minum banyak 3. Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran 4. Antibiotika

Kriteria Rawat inap Bayi Saturasi Oksigen 92%, sianosis Frekuensi Nafas > 60 x/menit Disstres pernafasan, apnue intermitten atau grunting Anak Saturasi Oksigen 92%, sianosis Frekuensi Nafas > 50 x/menit Disstres pernafasan, grunting

Tidak mau makan atau minum Keluarga tidak bisa merawat dirumah

Terdapat tanda dehidrasi Keluarga tidak bisa merawat dirumah

Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 : Penatalaksanaan Umum


Pemberian Oksigen Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung. Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.

Pengobatan Kausal Dalam

pemberian

antibiotika

pada

penderita

pneumonia

sebaiknya

berdasarkan

MO(Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan: Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi.

Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan gram sebaiknya dilakukan.

Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.

Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic, yang cukup manjur mengatasi pneumonia oleh bakteri., mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan pasien juga bisa diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam waktu yang panjang. Pilihan Penggunaan Antibiotika pada Pneumonia Umur Dugaan Kuman Penyebab Pilihan antibiotik Rawat inap < 3 bln
-

Rawat jalan

Enterobacteriace (Escherichia Colli, Klebsiella, Enterobacter) Streptococcus pneumoniae Streptococcus group B Staphylococcus aureus Clamydia trachomatis

Kloksasilin iv dan aminoglikosid a (gentamisin, netromisin, amikasin) iv/im atau Ampisilin iv dan aminoglikosid a atau Sefalosporin gen 3 iv (cefotaxim, ceftriaxon, ceftazidim, cefuroksim) atau Meropenem iv

dan aminoglikosid a iv/im

3 bln 5 thn

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus Haemophyllus influenza

> 5 thn

Streptococcus pneumoniae - Mycoplasma pneumoniae - Clamydia pneumonia


-

Ampisilin iv dan kloramfenikol iv atau Ampisilin dan Kloksasilin iv atau - Sefalosporin gen 3 iv (sefotaksim,se ftriakson , Seftazidim, cefuroksim) atau - Meropenem iv dan aminoglikosid a iv/im - Ampisilin iv atau - Eritromisin po atau - Klaritromisin po atau - Azitromisin po atau - Kotrimoksasol po atau - Sefalosporin gen 3 iv
-

Amoksisilin atau Kloksasilin atau Amoksisilin asam klavulanik atau Eritromisin atau Klaritromisin atau Azitromisin atau Sefalosporin oral (sefixim, sefaklor) Amoksisilin atau Eritromisin po atau Klaritromisin po atau Azitromisin po atau Kotrimoksasol po atau Sefalosporin oral (sefixim, sefaklor) Keterangan S. Pnemonia

Pilihan Antibiotik Intravena pada pnemonia Antibiotik Dosis Frekuensi Penisilin G 50.000 Tiap 4 jam unit/kgBB/x Dosis tunggal maksimal 4.000.000 unit Ampisilin 100 mg/kgBB/hari Tiap 6 jam Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari Tiap 6 jam Ceftriaxone 50 mg/kgBB/x 1x/hari Dosis tunggal maksimal 2 gram Cefurexine 50 mg/kgBB/x Tiap 8 jam Dosis tunggal maksimal 2 gram Clindamysin 10 mg/kgBB/x Tiap 6 jam Dosis tunggal

S. Pnemonia, H. Influenza S. Pnemonia, H. Influenza Streptococus grop A,

maksimal 1,2 gram

Eritromisin

10 mg/kgBB/x Dosis tunggal maksimal 1 gram

Tiap 6 jam

S.Aureus, S.Pnemonia (alternative anak alergi beta lactam, lebih jarang menimbulkan phlebitis pada eritromisin) S. Pnemonia, Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia

Penanganan terhadap komplikasi 1. Efusi pleura14,26 Jika terjadi efusi pleura kemungkinan disebabkan oleh infeksi stafilokokus.Jika efusi minimal dan respon pasien baik terhadap pemberian antibiotika maka pemberian antibiotika tetap diteruskan. Jika efusi cukup banyak maka perlu dilakukan pungsi cairan pleura (pleura tap) untuk diagnostik (pemeriksaan makroskopik, pengecatan gram, jumlah sel, kultur). Penentuan antibiotika selanjutnya dapat didasarkan dari hasil kultur. Indikasi pemasangan pleural drain: Perjalanan klinis berlangsung progresif Efusi pleura bertambah walaupun sudah mendapat antibiotik Distres nafas berat Terjadi pergeseran mediastinum (mediastinal shift) Didapatkan cairan yang purulen saat dilakukan pungsi pleura 2. Abses paru26 Staphylococcus aureus merupakan penyebab yang paling banyak, tetapi juga terdapat kemungkinan infeksi oleh karena kuman anaerob. Pemberian antibiotika parenteral diteruskan sampai 7 hari bebas demam, dilanjutkan pemberian oral antibiotik sampai lama terapi mencapai minimal 4 minggu.

3. Empiema/piopneumotoraks Seringkali disebabkan oleh Staphylococcus aureu, Streptococcus pneumoniae,

Haemophillus influenzae dan Streptococcus

group A. Selain itu terdapat juga

kemungkinan infeksi kuman anaerob. Selain pemberian antibiotika yang optimal sesuai dugaan kuman penyebab, diindikasikan juga pemasangan pleural drain. Tujuan akhir perawatan adalah mengeliminasi infeksi dan komplikasi, mengembangkan kembali paruparu serta menurunkan waktu perawatan. 4. Sepsis

Sepsis sebagai komplikasi dari pneumonia terutama disebabkan oleh Staphyllococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae. Penanganan dengan antibiotika yang sesuai dan terapi suportif lainnya. 5. Gagal nafas Pada kondisi gagal nafas, perlu dilakukan intubasi dan pemberian bantuan ventilasi mekanik. Pencegahan Pemberian imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam pencegahan pneumonia. Pneumonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari campak, pertusis dan varisela sehingga imunisasi dengan vaksin yang berhubungan dengan penyakit tersebut akan membantu menurunkan insiden pneumonia. Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophillus influenza dapat juga dicegah dengan pemberian imunisasi Hib. Pada bulan Februari 2000, vaksin pneumokokal heptavalen telah dilisensikan penggunaannya di Amerika Serikat. Vaksin ini memberikan perlindungan terhadap penyakit yang umum disebabkan oleh tujuh serotype Streptococcus pneumonia. Penggunaan vaksin ini menurunkan insiden invasive pneumococcal disease.2,8,28 Penggunaan vaksin pneumokokal

heptavalen secara rutin di United States ternyata mampu menurunkan bakteremia yang disebabkan Streptococcus pneumoniae sebesar 84% dan sebesar 67% untuk bakteremia secara keseluruhan pada populasi anak 3 bulan-3tahun.29 The American Academic of Pediatric (AAP) merekomendasikan vaksinasi influenzae untuk semua anak dengan resiko tinggi yang berumur 6 bulan dan pada usia tua. Untuk memberikan perlindungan terhadap komplikasi influenzae termasuk diantaranya adalah pneumonia, AAP juga merekomendasikan vaksinasi untuk semua anak usia 6 bulan sampai 23 bulan jika kondisi ekonomi memungkinkan.8 Pencegahan lain dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA 30
ASIDOSIS RESPIRATORIK Definisi Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya

kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.

Etiologi Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti: - Emfisema - Bronkitis kronis - Pneumonia berat - Edema pulmoner - Asma.

Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan. Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan.

Gejala Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika keadaannya memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi stupor (penurunan kesadaran) dan koma. Stupor dan koma dapat terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika pernafasan sangat terganggu; atau setelah berjam-jam jika pernafasan tidak terlalu terganggu. Ginjal berusaha untuk mengkompensasi asidosis dengan menahan bikarbonat, namun proses ini memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa hari.

Diagnosis Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan pH darah dan pengukuran karbondioksida dari darah arteri.

Tatalaksana Pengobatan asidosis respiratorik bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari paru-paru. Obatobatan untuk memperbaiki pernafasan bisa diberikan kepada penderita penyakit paru-paru seperti asma dan emfisema. Pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan yang berat, mungkin perlu diberikan pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik.

2.1. Definisi Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang bersifat akut, menggambarkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan suara pernafasan yang berbunyi. Penyakit ini merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang menggambarkan terjadinya obstruksi pada bronkiolus. (1,2,3,4,5,6,9)

2.2. Etiologi Penyebab tersering (50 - 90%) adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Disamping itu dalam jumlah kecil disebabkan oleh virus para influenza, virus influenza, adenovirus, rhinovirus,

mycoplasma pneumoniae (Eaton Agent). Infeksi primer bakteri sebagai penyebab bronkiolitis akut jarang dilaporkan. (1,2,3,4,5,6,7)

2.3. Epidemiologi Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit pada bayi dan anak-anak. Insidensi penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan puncak kejadian pada usia kira-kira 6 bulan. Sering terjadi pada musim dingin dan awal musim semi (di negara-negara dengan 4 musim). Angka kesakitan tertinggi didapatkan pada tempat penitipan anak sekitar 95%.(1,3,5,6) Sebanyak 11,4% anak berusia dibawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1-2 tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17% dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Rata-rata insidens perawatan setahun pada anak berusia dibawah 1 tahun adalah 21,7 per 1000, dan semakin menurun seiring dengan pertambahan usia, yaitu 6,8 per 1000 pada usia 1-2 tahun.(9) Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3%.(9)

2.4. Patologi

Gambaran awal abnormalitas saluran pernafasan bagian bawah pada bronkiolitis dijumpai : (1,2,4)
a. Nekrosis epitel saluran nafas kecil b. Inflamasi peribronkial c. Edema saluran nafas d. Penimbunan/akumulasi mukus dan eksudat liat di saluran nafas Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan akumulasi mukus dan eksudat liat. Di dinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrasi sel radang. Radang juga

dijumpai peribronkial dan di jaringan interstitial. Obstruksi parsial bronkiolus menimbulkan emfisema dan obstruksi total menimbulkan atelektasis. (4)

2.5. Patofisiologi

Invasi virus menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat akumulasi mukus, debris seluler dan edema. Karena tahanan terhadap aliran udara didalam suatu tabung berbanding terbalik dengan pangkat 3 jari-jari tabung tersebut, maka penebalan kecil yang terjadi pada dinding bronkiolus pada bayi akan mengakibatkan pengaruh besar atas aliran udara. Tahanan udara pada lintasan-lintasan udara kecil akan meningkat baik selama fase inspirasi maupun fase ekspirasi. Tetapi karena jari-jari suatu saluran nafas akan mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi katup bulat pernafasan akan mengakibatkan terjadinya pemerangkapan udara serta pergeseran udara yang berlebihan yang disebut mekanisme klep. Mekanisme klep adalah terperangkapnya udara yang menimbulkan overinflasi dada. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi menjadi lengkap dan udara yang terperangkap habis terserap. (3,5,6) Pertukaran udara yang terganggu menyebabkan ventilasi berkurang pada alveolusalveolus sehingga terjadi hipoksemia dan peningkatan frekuensi nafas sebagai kompensasi. Retensi karbondioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita-penderita yang terserang hebat. Pada umumnya semakin tinggi kecepatan pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan pernafasan melebihi terjadi.
(3,5,9)

60 x/menit yang kemudian meningkat sesuai dengan takipne yang

2.6. Manifestasi Klinis

Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas disertai dengan batuk, pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai demam atau demam hanya subfebril. Kemudian dalam beberapa hari gejala tersebut makin berkembang dengan didapatkan batuk makin menghebat, frekuensi nafas meningkat (sesak nafas), pernafasan dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal,

rewel sampai gelisah, sianosis, sulit makan atau minum, mual-muntah jarang sekali didapatkan pada penderita. Pada pemeriksaan didapatkan mengi/wheezing, ekspirium memanjang, jika obstruksi hebat suara nafas nyaris tak terdengar, ronki basah halus nyaring, kadang-kadang terdengar pada akhir atau awal ekspirasi. Pada perkusi didapatkan hipersonor, Ro foto thoraks menunjukkan hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada fotolateral, dapat terlihat bercak konsolidasi tersebar yang disebabkan atelektasis atau radang. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal. (3,4,5,7,8,9)

2.7. Diagnosis

Diagnosis

ditegakkan

dengan

pertimbangan

beberapa

faktor

yang

lebih

menitikberatkan pada manifestasi klinis dan pemeriksaan fisik, karena faktor lainnya hanya ditemukan bukti-bukti yang tidak spesifik, seperti pada pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Manifestasi klinis harus didukung beberapa anamnesis yang memperkuat diagnosis penyakit ini terhadap penyakit lain yang serupa. (1)
Beberapa hasil penelitian menyatakan, bahwa diagnosis bronkiolitis virus diperoleh dari : (1) 1. Gambaran/gejala klinis 2. Usia anak 3. Epidemi RSV di masyarakat terutama di RS melalui petugas perawatan sebagai sumber penularan pada bayi. Gejala klinis bronkiolitis harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda. Anak dengan asma akan memberikan respons terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan bronkiolitis tidak. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai emfisema obstruksi dan gagal jantung. (4)

2.7.1. Anamnesis Gejala awal berupa gejala infeksi saluran nafas atas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertain dengan sesak napas.

Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, sianosis, merintih (grunting), napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan.(9)

2.7.2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu di atas 38,5oC. Selain itu, dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan dan faringitis.(9) Obstruksi saluran nafas bawah akibat respons inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan nafas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu, dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi, dan bila gejala menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia <6 minggu.(9)

2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah leukosit biasanya normal, demikian pula dengan elektrolit. Analisis gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan sakit berat, khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik.(9) Pada foto rontgen thoraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat (patchy infiltrates), tapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada saat konvalesens akibat sekret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diagfragma datar, dan peningkatan diameter antero-posterior. Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapid antigen detection tests (direct immunofluoresence assay dan ELISA), atau polymerase chain reaction (PCR), dan pengukuran titer antibodi pada fase akut dan konvalenses.(9)

2.8. Diagnosis Banding

Beberapa penyakit dapat merupakan diagnosis banding bronkiolitis. Penyakit lain yang sering dikacaukan dengan bronkiolitis yaitu asma bronkhial.(1)

Beberapa diagnosis yang perlu dipertimbangkan antara lain : (8) 1. Asma Bronkial

a. Jarang ditemukan pada tahun pertama kehidupan, tetapi sering terjadi setelah periode tersebut. b. Riwayat keluarga penderita asma bronkial. c. Serangan awal yang mendadak tanpa tanda infeksi sebelumnya. d. Serangan berulang. e. Ekspirasi diperpanjang secara mencolok. f. Eosinofilia pada darah dan usapan hidung. g. Respon terhadap obat anti asma. Pada bronkiolitis akut hanya 5% yang mempunyai klinis yang berulang.

2. Bronkopneumonia

a. Jarang dijumpai pada bayi sampai usia 6 bulan.


b. Riwayat anamnesis, perjalanan penyakit tidak terlalu mendadak, demam, batuk tidak ngikil, nafsu makan/minum berkurang. c. Didapatkan sumber penularan ISPA disekitarnya. d. Setelah 5-7 hari timbul sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis e. Pemeriksaan fisik ditemukan : Perkusi : Suatu gambaran normal sampai redup relatif Auskultasi : Ada krepitasi atau ronki basah halus. f. Retraksi dinding dada (interkostal dan suprasternal). g. Pemeriksaan laboratorium : lekositosis dan HJL (Hitung Jenis Lekosit) pergeseran ke kiri. h. Pemeriksaan radiologi paru ditemukan sebaran infiltrat diseluruh bagian paru kanan dan kiri.

2.9. Penatalaksanaan

Anak harus ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban udara yang tinggi, sebaiknya dengan uap dingin (mist-tent), tujuannya untuk mencairkan sekret bronkus yang liat dan mengatasi hipoksemia.(1)

Prinsip pengobatan di rumah sakit meliputi beberapa hal, yaitu : (1,4,6) 1. Suportif

a. Pemberian oksigen untuk mengatasi hipoksemia, apnea, dan kegagalan pernafasan. Diberikan 1 - 2 l/menit.
b. Pengaturan suhu tubuh. c. Pencairan lendir yang lengket. d. Ketepatan pemberian cairan intravena, sebagai penghindaran terhadap dehidrasi yang timbul akibat takipnea atau asidosis respiratorik. Diberikan : Neonatus D 10% : NaCl 0,9% = 4 : 1, + KCl 1-2 mEq/kg BB/hari Bayi > 1 bulan : D 10% : NaCl 0,9% = 3 : 1 + KCl 10 mEq/500 ml cairan. e. Posisi nyaman dengan duduk posisi kemiringan 30-40 atau leher pada posisi ekstensi. 2. Pemberian kortikosteroid (masih kontroversial). Penelitian tentang pemakaian kortikosteroid, awalnya memberikan hasil yang baik terhadap angka kesakitan dan angka kematian penderita bronkiolitis. Walaupun akhir-akhir ini didapatkan hasil justru klinis semakin memberat. Sebagai terapi paliatif dan efek anti anflamasinya, kortikosteroid dapat menimbulkan masking effect. 3. Antibiotik diberikan apabila tersangka ada infeksi bakterial dan sebaiknya dipilih yang mempunyai spektrum luas. Bila dicurigai mycoplasma pneumoniae sebagai penyebabnya, obat yang terpilih ialah eritromisin. 4. Sedativa merupakan kontraindikasi pada penyakit bronkiolitis karena dapat menyebabkan depresi pernafasan. 5. Tidak dianjurkan pemberian bronkodilator karena dapat memperberat keadaan anak yaitu dengan peningkatan curah jantung dan kegelisahan anak. 6. Pemberian anti virus seperti ribavirin memperlihatkan hasil yang memuaskan, karena ribavirin menghambat sintesis protein virus. Namun sampai sekarang pemakaian anti virus belum banyak diberikan pada penderita. Indikasi pengobatan ini adalah bayi resiko tinggi, diplasia bronkopulmonar, infeksi paru kronis, defisiensi iminologi, penyakit jantung kongenital

2.10. Prognosis

Perjalanan klinis umumnya dapat teratasi setelah 48-72 jam. Angka kematian pada penderita ini ditemukan < 1%. Kegagalan perawatan disebabkan apnea yang terjadi

berlangsung lama, asidosis respiratorius yang tidak terkoreksi, atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipnea dan kurang makan minum. (1)
Prognosis sangat tergantung oleh ketepatan diagnosis, fasilitas yang tersedia, ketepatan tatalaksana, dan kecermatan pemantauan, sehingga sangat mungkin prognosis semakin jelek pada penyakit ini dan akan meningkat di daerah perifer.(1)

Anda mungkin juga menyukai