Anda di halaman 1dari 53

Bagian Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman

Tutorial Klinik Gizi

Kista Adenomatoid Paru Sinistra dengan Gizi Kurang

Disusun oleh Renny Tri Utami Sri Wahyuni

Pembimbing dr. William S. Tjeng, Sp.A

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Berdasarkan berbagai data serta hasil penelitian banyak pihak, masalah gizi di Indonesia, selain gizi buruk juga masih tingginya kasus gizi kurang. Masalah ini menjadi sangat penting untuk ditindak lanjuti, karena pada periode masa Balita, merupakan periode masa kritis. Masa ini merupakan periode optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan otak. Menurut Depkes RI (2006) masalah kurang gizi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan dapat menjadi penyebab kematian terutama pada kelompok resiko tinggi (bayi dan balita). Gizi kurang pada balita tidak terjadi secara tiba tiba, tetapi diawali dengan keterbatasan kenaikan berat badan yang tidak cukup. Perubahan berat badan balita dari waktu kewaktu merupakan petunjuk awal perubahan status gizi balita. Dalam periode 6 bulan, bayi yang berat badannya tidak naik dua kali berisiko mengalami gizi kurang 12,6 kali di bandingkan pada balita yang berat badannya naik terus. Sebagaimana kita ketahui, salah satu cara mengetahui kesehatan dan pertumbuhan anak dilakukan dengan memantau hasil penimbangan berat badan pada setiap bulan. Di Posyandu hal ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur pemantauan KMS atau kartu menuju sehat. Kartu ini antara lain berfungsi sebagai alat bantu pemantauan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu pengertian gizi buruk merupakan suatu keadaan kekurangan konsumsi zat gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan seharihari, sehingga secara klinis terdapat tiga tipe, marasmus , kwashiorkor, dan marasmus kwashiorkor Roedjito (1989), masalah kurang gizi dapat mencakup kekurangan energi, protein, zat besi, juga kekurangan vitamin A. Sedangkan pendekatan masalah kurang gizi meliputi tiga klasifikasi, antara lain keadaan biologi (yang mencakup umur, jenis kelamin, keadaan fisiologis, gangguan penyakit infeksi, keadaan kesehatan), keadaan fisik (yang meliputi pedesaan atau perkotaan dan

ekologi daerah seperti hutan, rawa-rawa, pegunungan, dataran, sumber makanan, petani dan pasar), serta keadaan sosial ekonomi dan kebudayaan meliputi suku dan budaya, status sosial ekonomi, pendapatan, luas tanah). Sementara menurut Azwar (2005), faktor kemiskinan merupakan penyebab mendasar yang mengakibatkan masalah gizi kurang akibat minimnya asupan gizi dan tingginya penyakit infeksi. Sedangkan menurut Kurniawan et all (2001), masalah inti yang menjadi penyebab gizi kurang antara lain karena keadaan keluarga memburuk, pendidikan dan penyediaan bahan makanan tidak baik, serta kurangnya hasil pertanian, sehingga menyebabkan kurangnya ketersediaan makanan pada skala rumah tangga. Juga karena minimnya akses rumah tangga pada sarana pelayanan kesehatan. Pada dasarnya keadaan gizi kurang tidak semata masalah kesehatan tetapi juga masalah non kesehatan, tidak semata masalah ekonomi tetapi juga masalah non ekonomi. Kebijakan dalam pencegahan dan penanggulangan gizi buruk menurut Depkes RI (2006), antara lain dilakukanp pendekatan pemberdayaan masyarakat yaitu dengan meningkatkan akses untuk

memperoleh informasi serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan. Peningkatan insidensi dan sebaran kasus kurang gizi disebabkan oleh banyak faktor / permasalahan, seperti faktor biologis yang meliputi umur, jenis kelamin, penyakit infeksi kronis yang diderita oleh balita di daerah dengan kasus gizi kurang. Sementara pada faktor geografi, sosial ekonomi dan politik, antara lain akan menyangkut ketersediaan ketersediaan lahan, ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, pola asuh, penyakit infeksi dan non-infeksi, kesehatan lingkungan, pendidikan, kemiskinan, juga faktor kebijakan. Masalah gizi buruk dan gizi kurang berpengaruh erat pada kualitas sumber daya manusia. Menurut Depkes RI (2006), pada tahun 2006 masih sekitar 28% dari jumlah balita di Indonesia mengalami gizi kurang. Berbagai usaha telah dilakukan sebagai upaya perbaikan gizi, antara lain melalui usaha promosi gizi seimbang, penyuluhan gizi di posyandu, fortifikasi pangan, pemberian makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi

seperti kapsul vitamin A dan Fe, pemantauan dan penanggulangan gizi buruk, gerakan ASI Eksklusif, keanekaragaman makanan, juga penggunaan garam beryodium. Kita masih memerlukan inovasi dan usaha lebih untuk menyelamatkan anak cucu generai bangsa ini, dengan peran kita dalam berbagai aspek dan tingkatan.

BAB II STATUS PASIEN

I.

Identitas Nama Usia Jenis Kelamin Agama Suku Alamat : An. NH : 2 tahun 6 bulan : Laki-laki : Kristen : Dayak : Jl. Luwai Tering RT 03 Kutai Barat

Nama Ayah Usia Pekerjaan Pendidikan Terakhir

: Tn. S : 25 tahun : Swasta : SMA

Nama Ibu Usia Pekerjaan Pendidikan Terakhir MRS

: Ny. S : 22 tahun : Ibu Rumah Tangga : SMA : 20 Mei 2013

II.

Anamnesis Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien, dilakukan pada tanggal 05 Juni 2013 pada pukul 14.30 WITA di ruang Melati dan didukung dengan catatan medis.

Keluhan utama : Sesak Napas

Riwayat Penyakit Sekarang : Sesak napas dialami pasien 2 hari sebelum masuk RS. Menurut ibu pasien, Sesak napas ini sudah sering dialami oleh pasien sejak usia 5 bulan terutama apabila pasien batuk pilek. selain itu, sesak napas pasien tidak dipengaruhi oleh waktu ataupun aktivitas. Apabila sesak tidak ditemukan suara napas yang berbunyi, kebiruan pada bibir dan muntah. Sejak bayi hingga umur sekarang pasien memang malas makan, dan selama sakit nafsu makan pasien makin buruk. Menurut penuturan ibu pasien, sejak lahir pasien tidak pernah mendapatkan ASI, karena puting ibu tidak keluar. Saat itu anak diberikan susu SGM dan saat usia 4 bulan pasien mulai diberikan bubur buatan yang dicampur dengan sayur-sayuran dan wortel, namun pasien hanya makan 1-3 sendok saja. Pasien biasanya minum susu SGM 4-5 kali sehari namun hanya setengah dot yang diminum, setelah umur 1 tahun pasien sudah tidak suka minum susu lagi, sehingga sejak saat itu hingga sekarang pasien diberikan nasi lembek tapi tidak dicampur sayuran karena pasien tidak suka, biasanya pasien hanya makan 1-3 sendok saja setiap kali makan dan sehari biasanya hanya 3 kali makan.

Riwayat Penyakit Dahulu Saat berusia 2 tahun 3 bulan, pasien pernah dirawat di Bangsal cempaka RSU AW.Sjahranie Samarinda dan oleh dr. spesialis bedah anak didiagnosa sebagai Hernia diafragmatika. Diusulkan untuk dilakukan tindakan pembedahan, namun dari pihak keluarga pasien berniat untuk kembali ke daerah tempat tinggal dan memusyawarahkan dengan keluarga.

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat ibu menderita asma, alergi dan demam selama kehamilan disangkal. Riwayat ibu dengan keluhan pada kemaluan ataupun diketahui mempunyai penyakit menular seksual selama kehamilan disangkal Riwayat ayah menderita penyakit menular seksual atau dengan keluhan pada kemaluan, keluar cairan berbau ataupun nanah pada kemaluan disangkal.

Riwayat mengkonsumsi obat-obatan ataupun jamu-jamuan dalam waktu lama disangkal.

Riwayat Sosio-Ekonomi Keluarga : Pasien tinggal bersama orang tua, adik kandung, kakek dan neneknya. Dalam satu rumah dihuni oleh 6 orang, yaitu: ayah, ibu, adik kandung, kakek dan nenek pasien. Ayah pasien tidak memiliki pekerjaan yang menetap, sehingga keuangan keluarga berasal dari kakek pasien. Kamar mandi dan toilet berada di dalam rumah. Ventilasi rumah tercukupi. Sumber air: Sungai Mahakam, namun untuk minum dan memasak membeli air bersih. Listrik: PLN Pasien memiliki jaminan kesehatan JAMKESDA.

Riwayat Saudara-Saudaranya : Hamil ke 1 2 Kondisi saat Lahir Aterm Aterm, Jenis Persalinan Spontan Spontan Sehat/ Tidak Sehat Umur Sebab

Usia

Meninggal Meninggal -

17 -

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak : Berat badan lahir Panjang badan lahir Berat badan sekarang Tinggi badan sekarang Gigi keluar Tersenyum Miring : 2200 gr : 46 cm : 10 kg (tgl 05-06-2013) : 101 cm : : :

Tengkurap Duduk Merangkak Berdiri Berjalan Berbicara 2 suku kata Masuk TK Sekarang kelas

: : : : : : : :

Makan Minum anak : ASI Susu sapi/buatan Jenis susu Takaran Buah Bubur susu Tim saring Makanan padat, lauknya : Tidak pernah diberikan : diberikan sejak lahir : SGM : 3-4 botol ukuran 100 ml : 1 tahun : 1 tahun (3 kali sehari 5-6 sendok) : 2 tahun (3 kali sehari 8-9 sendok) : 2 tahun

Pemeliharaan Prenatal Periksa di Penyakit Kehamilan Obat-obatan yang sering diminum : Puskesmas, bidan, rumah sakit : : Vitamin + Zat Besi

Riwayat Kelahiran : Lahir di Berapa bulan dalam kandungan Jenis partus : Rumah sakit, ditolong oleh : Bidan : 9 bulan : spontan, langsung menangis

Pemeliharaan postnatal : Periksa di Keadaan anak : Posyandu : Sehat

Keluarga berencana

: Tidak

IMUNISASI Imunisasi I BCG Polio Campak DPT Hepatitis B (+) (+) (+) (+) (+) II //////////// (+) (+) (+) Usia saat imunisasi III //////////// (+) //////////// (+) (+) IV //////////// (+) //////////// //////////// ////////// Booster I //////////// //////////// Booster II //////////// //////////// -

III.

Pemeriksaan Fisik ( 5 Juni 2013) Kesan umum Berat badan Panjang Badan Frekuensi napas Suhu badan Nadi Status Gizi : Compos mentis : 10 kg : 87 cm : 30 kali per menit : 36,20 C per axilla : 96 kali per menit, kuat angkat, regular : > - 3 SD

Regio Kepala/Leher : Bentuk kepala normal (normocephal) UUB cekung (-), UUB cembung (-) Udema palpebral (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), sianosis (-), pembesaran KGB (-) Pernapasasan cuping hidung (-)

Regio Thorax Inspeksi : o Bentuk hemithoraks simetris dekstra dengan sinistra, o Terdapat retraksi intercostalis Palpasi : pergerakan napas simetris, fremitus didapatkan menurun

pada hemithoraks Sinistra Perkusi Auskultasi : sonor pada seluruh lapang paru :

o Hemithorax (D) vesikuler pada ketiga lobus paru, rhonki (-), wheezing (-) o Hemithorax (S) vesikuler sampai dengan intercostalis IV, selebihnya tidak terdengar. Bising usus (-) o Suara Jantung tunggal, regular, murmur (-) Region Abdomen

10

Inspeksi Auskultasi Palpasi

: distensi (-) : peristaltik (+) kesan normal : soepl, defans muskular (-), hepar dan lien dalam batas normal

Perkusi

: timpani

Regio Ekstremitas Akral hangat. Udema ekstremitas superior (-/-) Udema ekstremitas inferior (-/-)

Status Neurologicus Kesadaran Composmentis, GCS E4V5M6 Kepala Bentuk normal, simetris, ubun-ubun cekung (-), nyeri tekan (-) Leher Sikap tegak, pergerakan baik, kaku kuduk (-) Pemeriksaan Saraf Kranialis Pemeriksaan Saraf Kranialis Okulomotorius (III) Sela mata Pergerakan mata kearah superior, medial, inferior Strabismus Refleks pupil terhadap sinar Pupil besarnya (-) (+) 3 mm (-) (+) 3 mm Normal Normal Normal Normal Kanan Kiri

Troklearis (IV) Pergerakan mata torsi superior Normal Normal

Trigeminus (V) Membuka mulut Mengunyah Menggigit (+) (+) (+) (+) (+) (+)

11

Abdusens (VI) Pergerakan mata ke lateral Normal Normal

Fasialis (VII) Menutup mata Memperlihatkan gigi Sudut bibir (+) (+) (+) (+) (+) (+)

Vestibulokoklearis (VIII) Fungsi pendengaran (Subjektif) (+) (+)

Vagus (X) Bicara Menelan (+) (+) (+) (+)

Assesorius (XI) Memalingkan kepala (+) (+)

Hipoglossus (XII) Pergerakan lidah (+) (+)

Anggota Gerak Atas Kanan Kiri

Anggota Gerak Atas Motorik Pergerakan Kekuatan

5 5

5 5

Refleks fisiologis Biseps Triceps (+) (+) (+) (+)

Refleks patologis Tromner Hoffman (-) (-) (-) (-)

Anggota Gerak Bawah Anggota Gerak Bawah Motorik Pergerakan 5 5 Kanan Kiri

12

Kekuatan

Refleks fisiologis Patella Achilles (+) (+) (+) (+)

Refleks patologis Babinski Chaddock (-) (-) (-) (-)

Pemeriksaan tambahan Tes Kernig Tes Brudinzki I Tes Brudinzki II (-) (-) (-) (-) (-) (-)

IV.

Pemeriksaan Penunjang Darah rutin o Leukosit o Hb o Trombosit o Albumin Serologi o CRP Analisa Gas Darah o PH o PCO2 o PO2 : 5000/mm3 : 10.0 g/dL : 410.000/mm3 : 4.5 g/dl : Negatif : 7.4 : 29.0 mmHg : 110 mmHg

o Saturasi O2 : 97 % Foto thorax Jaringan pulmo sinistra terdesak kearah anterior superior oleh bayangan udara yang di dalamnya ada septa. Cor dan trakea terdesak kearah dextra agak inferior

- Tidak tampak adanya erosi ataupun destruksi pada ossa thoracis.

13

V.

Diagnosis Diagnosis Utama Diagnosis Lain Diagnosis Komplikasi : Kista Adenomatoid Paru Sinistra : Gizi Kurang :-

VI.

Penatalaksanaan Awal IVFD D5 NS 900 cc/24 jam Nasal kanul O2 2 L/menit Cefotaxime 300 mg/8jam/iv

14

FOLLOW UP
No. 1. Tanggal 20/05/2013 H-1 Bb 10,2 kg Perjalanan penyakit S: sesak (+) sianosis (-), muntah (-), batuk pilek (+) O : CM, keadaan umum rewel. N =125x/I, RR = 50x/i, T=38,2 C. Retraksi interkostal (+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) Lab : Diagnosa Massa intra thorakal dd kista dd hernia diafragmatika Treatment Terapi dari bagian bedah anak : Puasa IVFD D5 NS 770 cc/24 jam Aminofusin 408 cc / 24 jam Lipofundin 153 cc/24jam O2 2 liter/menit Cefotaxime 300 mg/8jam/iv

Leukosit : 5000/mm3 Hb: 10.0 g/dL Trombosit : 410.000/mm3


2. 21/05/13 H-2 Bb 10,2 kg S: sesak (+), muntah (-), demam (+), batuk pilek (+) O : CM, N =128x/I, RR = 52x/i, T=38 C. Retraksi interkostal (+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) Suara nafas menurun di hemithorax S , Bising usus (-) pada hemithorax S. Massa intra thorakal dd kista dd hernia diafragmatika Terapi dari bagian bedah anak : IVFD D5 NS 770 cc/24 jam Aminofusin 408 cc / 24 jam Lipofundin 153 cc/24jam O2 2 liter/menit Cefotaxime 300 mg/8jam/iv Inf. Farmadol 100 mg/8jam/iv/ bisa diulang tiap 4jam

Terapi dari bagian anak : - IVFD D5 NS 570 cc/24 jam - Aminofusin 400 cc / 24 jam - Lipofundin 150 cc/24jam - Konsul bagian gastro 3. 22/02/2013 H-3 S: sesak (+) menurun, demam (+), batuk pilek (+) O : N =124x/I, RR = 42x/i, T=37,4 C. Retraksi interkostal (+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) Suara nafas terdengar sampai dengan ics 4 pada hemithorax S dan ics VII pada hemithorax D , Bising usus (-) pada hemithorax S Massa intra thorakal dd kista dd hernia diafragmatika Terapi dari bagian bedah anak : Puasa Antibiotik dari Sp. A O2 2 liter/menit

Hasil konsul gastro : Tidak ada indikasi di bagian gastro 15 Terapi dari bagian anak : Cek CRP

4.

23/05/13 H-4

S: sesak (-), demam (-), batuk (+) O : N =138x/I, RR = 52x/i, T=36,5 C. rhonki (-/-), wheezing (-/-) Suara nafas terdengar sampai dengan ics 4 pada hemithorax S dan ics VII pada hemithorax D , Bising usus (-) pada hemithorax S hasil CRP : negative S: sesak (-) demam (-), batuk pilek (-) O : N =100x/I, RR = 30x/i, T=36,5 C. rhonki (-/-), wheezing (-/-) Suara nafas terdengar sampai dengan ics 4 pada hemithorax S dan ics VII pada hemithorax D , Bising usus (-) pada hemithorax S

Massa intra thorakal dd kista dd hernia diafragmatika

Terapi dari bagian bedah anak : Puasa Antibiotik dari Sp. A O2 2 liter/menit Pro thoracotomi s/d tindakan lobektomi

Terapi dari bagian anak : - Parenteral 8 x 100 cc

5.

24/05/13 H-5

Observasi vomiting + dehidrasi ringan

Terapi dari bagian anak : - IVFD D5 NS 500 cc/24jam - Parenteral 8 x 100 cc - Diet 3x (200 kal) - Aminofusin dan lifopundin stop

27/05/13 H-8

S: sesak (-) demam (-), batuk pilek (-) O : N =98x/I, RR = 30x/i, T=36,2 C. rhonki (-/-), wheezing (-/-) Suara nafas terdengar sampai dengan ics 4 pada hemithorax S dan ics VII pada hemithorax D , Bising usus (-) pada hemithorax S

Observasi vomiting + dehidrasi ringan + Mass Intrathorakal

Terapi dari bagian anak : - IVFD D5 NS 500 cc/24jam - Diet cair 6 x 10-15 cc - O2 2 L/menit - Rencana

28/05/13 H-9

S: sesak (-) demam (-), batuk pilek (-) O : N =100x/I, RR = 28x/i, T=36,8 C. rhonki (-/-), wheezing (-/-), S1S2 tunggal reguler Retraksi intercosta (+) BU (+) N

Observasi vomiting + dehidrasi ringan + Mass Intrathorakal

Terapi dari bagian anak : - IVFD D5 NS 500 cc/24jam - Diet cair 6 x 10-15 cc - O2 2 L/menit

16

29/05/13 H-10

S: sesak (-) demam (-), batuk pilek (+), BAB & BAK (+) O : N =92x/I, RR = 24x/i, T=36,5 C. rhonki (-/-), wheezing (-/-), S1S2 tunggal reguler Retraksi intercosta (+) BU (+) N

Observasi vomiting + dehidrasi ringan + Mass Intrathorakal

Terapi dari bagian anak : - IVFD D5 NS 500 cc/24jam - Parenteral 8 x 100 cc - Diet 3x (200 kal)

30/05/13 H-11

S: sesak (-) demam (-), batuk berdahak (+), pilek (+), BAB & BAK (+) O : N =88x/I, RR = 26x/i, T=36,8 C. An (-/-), Ikt (-/-) rhonki (-/-), wheezing (-/-), S1S2 tunggal reguler Retraksi intercosta (+) BU (+) N

Observasi vomiting + dehidrasi ringan + Mass Intrathorakal

Terapi dari bagian anak : - IVFD D5 NS 500 cc/24jam - Parenteral 8 x 100 cc - Diet 3x (200 kal)

10

31/05/13 H-12

S: sesak (-) demam (-), batuk berdahak (+), pilek (+), BAB & BAK (+) O : N =92x/I, RR = 26x/i, T=36,5 C. An (-/-), Ikt (-/-) rhonki (-/-), wheezing (-/-), S1S2 tunggal reguler Retraksi intercosta (+) BU (+) N

Observasi vomiting + dehidrasi ringan + Mass Intrathorakal

IVFD D5 NS 500 cc/24jam Parenteral 8 x 100 cc Diet 3x (200 kal)

11

1/06/13 H-13

S: sesak (-) demam (-), batuk berdahak (-), pilek (-), BAB & BAK (+) O : N =90x/I, RR = 26x/i, T=36,0 C. An (-/-), Ikt (-/-) rhonki (-/-), wheezing (-/-), S1S2 tunggal reguler Retraksi intercosta (+) BU (+) N

Observasi vomiting + dehidrasi ringan + Mass Intrathorakal

IVFD D5 NS 500 cc/24jam Parenteral 8 x 100 cc Diet 3x (200 kal)

17

12

3/06/13 H-15

S: sesak (-) demam (-), batuk berdahak (+), pilek (+), BAB & BAK (+), muntah (-), nafsu makan menurun (+) O : N =86x/I, RR = 30x/i, T=36,9 C, TD= 100/70mmhg An (-/-), Ikt (-/-) rhonki (-/-), wheezing (-/-), S1S2 tunggal reguler Retraksi intercosta (+) BU (+) N S: sesak (-) demam (-), batuk berdahak (+), pilek (+), BAB & BAK (+), muntah (-), nafsu makan menurun (+)

Observasi vomiting + dehidrasi ringan + Mass Intrathorakal

IVFD D5 NS 500 cc/24jam Parenteral 8 x 100 cc Diet 3x (200 kal) CTM 1 mg Salbutamol 0,8 mg Ambroxol 5 mg

13

4/06/13 H-16

Observasi vomiting + dehidrasi ringan + Mass Intrathorakal

14

5/06/13 H-17

O : N =96x/I, RR = 30x/i, T=36,2 C, TD= 110/70mmhg An (-/-), Ikt (-/-) rhonki (-/-), wheezing (-/-), S1S2 tunggal reguler Retraksi intercosta (+) BU (+) N S: sesak (-) demam (-), batuk berdahak (+), pilek (+), BAB & BAK (+), muntah (-), nafsu makan menurun (+)

IVFD D5 NS 500 cc/24jam Parenteral 8 x 100 cc Diet 3x (200 kal) CTM 1 mg Salbutamol 0,8 mg Ambroxol 5 mg

Observasi vomiting + dehidrasi ringan + Mass Intrathorakal

O : N =92x/I, RR = 28x/i, T=36,5 C. An (-/-), Ikt (-/-) rhonki (-/-), wheezing (-/-), S1S2 tunggal reguler Retraksi intercosta (+) BU (+) N

IVFD D5 NS 500 cc/24jam Parenteral 8 x 100 cc Diet 3x (200 kal) CTM 1 mg Salbutamol 0,8 mg Ambroxol 5 mg

18

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 GIZI KURANG Definisi Menurut Supariasa (2002:18), malnutrisi adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut saat lebih zat gizi. Menurut Ngastiyah (2005:258), gizi kurang pada keadaan awalnya tidak ditentukan kelainan biokimia tapi pada keadaan lanjut akan didapatkan kadar albumin rendah, sedangkan globulin meninggi. Sedangkan menurut Almatsier(2002: 303), Gizi kurang disebabkan oleh kekurangan makanan sumber energi secara umum dan kurang sumber protein. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Gizi kurang adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang kurang sumber protein, penyerapan yang buruk atau kehilangan zat gizi secara berlebih. Etiologi Menurut Ngastiyah (2005:250) dan Nurcahyo (2007), adalah sebagai berikut : a. Penyebab langsung Kurang gizi biasanya terjadi karena anak kurang mendapat masukan makanan yang cukup lama. Tidak cukup asal anak mendapatkan makanan yang banyak saja tetapi harus mengandung nutrient yang cukup, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. b. Penyebab tak langsung 1) Faktor ekonomi 2) Faktor fasilitas rumah dan sanitasi 3) Faktor pendidikan dan pengetahuan 4) Faktor pelayanan kesehatan

19

(Penyebab Kurang Gizi Menurut Unicef, 1998)

Faktor yang mempengaruhi status gizi (Supariasa, 2002). a. Produksi pangan Penurunan produksi pertanian sangat mempengaruhi penurunan produksi pangan sehingga akan mengakibatkan konsumsi kebutuhan gizi masyarakat kurang. b. Pengolahan bahan makanan Pengolahan bahan makanan di masyarakat yang tidak tepat dapat mengakibatkan bahan makanan yang semestinya mempunyai

kandungan gizi yang baik dapat menjadikan bahan makan tidak mempunyai gizi yang cukup untuk kebutuhan tubuh. c. Distribusi bahan makanan dan faktor harga Pendistribusian bahan makanan yang terhambat dan stabilitas harga bahan makanan sangat berpengaruh terhadap kemampuan konsumsi
20

masyarakat, sehingga dapat mengakibatkan pemenuhan kebutuhan konsumsi gizi yang tidak seimbang. d. Pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kemampuan sosial Pendapatan, pekerjaan, pendidikan, dan kemampuan sosial yang kurang sangat mempengaruhi tingkat daya beli atau kemampuan masyarakat terhadap kebutuhan konsumsi gizi tidak terpenuhi. e. Kemampuan keluarga menggunakan makanan Pemanfaatan bahan makanan dalam sangat berpengaruh pada konsumsi yang dibutuhkan keluarga, jika keluarga tidak mampu menggunakan makanan dapat mengakibatkan keadaan gizi keluarga berkurang. f. Tersedianya bahan makanan Ketersediaan bahan makanan sangat berpengaruh dalam kebutuhan gizi masyarakat, jika sediaan bahan makanan makanan kurang

mengakibatkan gangguan pemenuhan gizi masyarakat.

Patofisiologi Sebenarnya malnutrisi (Gizi kurang) merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu host, agent, environment (Supariasa, 2002). Memang faktor diet makanan memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan dalam keadaan keluarga makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk

mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak, merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibat katabolisme protrein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera di ubah menjadi karbohidrat di hepar dan di ginjal selama puasa jaringan lemak di pecah jadi asam lemak, gliseraal dan keton bodies, asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh tubuh.

21

Proses patogenesis terlihat pada faktor lingkungan dan manusia (host dan environment) yang didukung oleh asupan-asupan zat-zat gizi, akibat kekurangan zat gizi maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan, apabila keadaan ini berlangsung lama. Maka simpanan zat gizi ini akan habis ahirnya terjadi pemerosotan jaringan. Pada saat ini orang sudah dapat digolongkan sebagai malnutrisi , walaupun hanya baru dengan ditandai dengan penurunan berat badan dan pertumbuhan terhambat. Patofisiologi menurut Nurcahyono (2007), Pada keadaan ini yang muncul adalah pertumbuhan yang kurang atau disertai mengecilnya otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Kelainan demikian merupakan proses psikologis untuk kelangsungan jaringan hidup. Tubuh memerlukan energi dan dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan.

Akibat Dari Gizi Kurang Menurut Almatsier (2003) akibat gizi kurang terhadap proses tubuh tergantung pada zat-zat gizi yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses :

a.

Pertumbuhan Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya, protein digunakan sebagai zat pembakar kurang, sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok.

b. Produksi tenaga Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebakan seseorang kekurangan tenaga untuk bekerja dan melakukan aktivitas. c. Ketahanan tubuh Daya tahan terhadap tekanan/stres menurun. Sistem imunitas dan antibodi berkurang sehingga mudah terserang infeksi. d. Struktur dan fungsi otak Gizi buruk pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kemampuan berfikir. Otak mencapai bentuk maksimal

22

setelah 2 tahun, gizi buruk dapat berakibat terganggunya otak secara permanen. e. Perilaku Bagi anak-anak maupun orang dewasa yang mengalami gizi buruk menyebabkan perilaku tidak tenang.Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis.

Pencegahan Gizi Kurang Menurut Almatsier (2003), gizi kurang dapat dicegah melalui : a. Meningkatkan produksi pertanian, supaya persediaan bahan makanan cukup sekaligus merupakan tambahan penghasilan. b. Penyediaan makanan formula yang cukup tinggi protein dan tinggi energi pada anak balita. c. Memperbaiki infrastruktur pemasaran, infrastruktur yang tidak baik akan berpengaruh pada kualitas bahan makanan. d. Subsidi harga bahan makanan, hal tersebut dapat membantu mereka yang sangat terbatas penghasilannya. e. Pemberian makanan suplemen dalam hal ini makanan diberikan cumacuma atau dijual dengan harga yang minim. f. Pendidikan gizi bertujuan untuk mengajar rakyat untuk mengubah kebiasaan mereka dalam menghidangkan makanan supaya

mendapatkan makanan yang baik mutunya Penatalaksanaan a. Menurut Wong (2009:445), penanganan gizi kurang adalah: 1) 2) b. Pemberian diet dengan protin Kabohidrat Vitamin dan mineral kwalitas tinggi.

Penatalaksanaan keperawatan menurut Ngastiyah (2005:261-262), pasien yang menderita defisiensi gizi tidak selalu di rawat di rumah sakit kecuali yang menderita malnutrisi berat : kwashiorkor, marasmus, marasmus-

kwasiorkor atau malnutrisi dengan komplikasi penyakit lainnya. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah memenuhi kebutuhan gizi, bahaya

23

terjadinya komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman dan kurangnya pengetahuan orang tua pasien mengenai makanan. c. Adapun menurut Arif dan Kristiyanasari (2009:113) adalah observasi

pemasukan dan pengeluaran makanan anak serta jaga kebersihan anak dan lingkungan.

3.1 GIZI BURUK Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi (zat gizi), atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian yakni gizi buruk karena kekurangan protein (kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (marasmus), dan kekurangan keduanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut. Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar WHO, termasuk bergizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh di bawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat. 1. Klasifikasi Gizi Buruk Terdapat 3 tipe gizi buruk yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. Marasmus Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul di antaranya muka seperti orang tua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati, iga gambang dan perut cekung, serta otot paha

24

mengendor (baggy pant). Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan karena masih merasa lapar. Kwashiorkor Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi tetapi kekurangan protein, walaupun di bagian tubuh lainnya terutama pantat terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. a) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis b) Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. c) Wajah membulat dan sembab d) Pandangan mata anak sayu e) Pembesaran hati. Hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. f) Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas Marasmik-Kwashiorkor Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Selain menurunnya berat badan < 60% dari normal, pada penderita ditemukan pula tanda-tanda kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan kelainan biokimiawi.

2. Patofisiologi Gizi Buruk Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun

25

senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin. Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangan protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar. Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan maka plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik. Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa

26

sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut : a. Masukan makanan yang kurang: marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital. c. Kelainan struktur bawaan misalnya penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance g. Tumor hypothalamus. Kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan h. Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus 3. Dampak Gizi Buruk Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan menurunkan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi. Karena berbagai disfungsi yang dialami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat catch up dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang

27

kondisi ini berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan penampilan anak akibat kondisi stunting (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi fatal karena otak adalah salah satu aset yang vital bagi anak. Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak.

4. Klasifikasi KEP Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP. Tingkat KEP I dan KEP II disebut tingkat KEP ringan dan sedang dan KEP III disebut KEP berat. KEP berat ini terdiri dari marasmus, kwashiorkor dan gabungan keduanya. Untuk menentukan klasifikasi diperlukan batasan-batasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di setiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di negara tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis. Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Tahun 1999 dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight, normal, KEP I(ringan), KEP II (sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan indeks berat badan menurut umur. Klasifikasi KEP menurut Depkes RI Kategori Overweight Normal KEP I KEP II Status Gizi lebih Gizi Baik Gizi Sedang Gizi Kurang BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983) > 120 % Median BB/U 80 % 120 % Median BB/U 70 % 79,9 % Median BB/U 60 % 69,9 % Median BB/U

28

KEP III

Gizi Buruk

< 60 % Median BB/U

Sumber: Depkes RI(1999:26) Sedangkan Klasifikasi Kurang Energi Protein menurut standar WHO Klasifikasi Malnutrisi sedang Edema BB/TB TB/U Tanpa edema -3SD s/d -2 SD -3SD s/d -2 SD Malnutrisi Berat Dengan edema < -3 SD < -3 SD

5. Penatalaksanaan Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu: fase stabilisasi fase transisi, dan fase rehabilitasi. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor. Pada saat masuk rumah sakit : a. Dipisahkan anak dari pasien infeksi b. Ditempatkan di ruang yang hangat (25-300C, bebas dari angin) c. Dipantau secara rutin d. Dimandikan seminimal mungkin dan harus segera dikeringkan. Bagan dan jadwal pengobatan

a. Hipoglikemia Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/gizi buruk. Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia

29

(kadar gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan yang sering sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk. Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan. Tatalaksana Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya

memungkinkan. Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) secara oral atau melalui NGT. Lanjutkan pemberian F-75 setiap 23 jam, siang dan malam selama minimal dua hari. Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-75. Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT. Beri antibiotik.

Pemantauan Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30 menit. Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian larutan glukosa atau gula 10%. Jika suhu rektal < 35.5 C atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar guladarah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia). Pencegahan Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang malam.

30

b. Hipotermia (suhu aksilar <35,50C) Tatalaksana Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu). Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak. Beri antibiotik sesuai pedoman.

Pemantauan Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5 C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5 C Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada malam hari Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia

Pencegahan Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebasangin dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidurtetap kering Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelahmandi, atau selama pemeriksaan medis) Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat,terutama di malam hari Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin, sepanjang hari, siang danmalam. Jangan menghangati anak dengan air panas dalam botol

c. Dehidrasi

31

Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan. Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/gizi buruk dengan dehidrasi adalah : Ada riwayat diare sebelumnya Anak sangat kehausan Mata cekung Nadi lemah Tangan dan kaki teraba dingin Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

Tatalaksana Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok. Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik. beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama setelah 2 jam, berikan ReSoMal 510 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak muntah. Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap buang air besar, usia 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar. *ReSoMal mengandung 37.5 mmol Na, 40 mmol K, dan 3 mmol Mg per liter. Pemantauan Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian.

32

Periksalah: frekuensi napas frekuensi nadi frekuensi miksi dan jumlah produksi urin frekuensi buang air besar dan muntah

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai ada diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah; cekung mata dan fontanel berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat badan. Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam. Pencegahan Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak dengan gizi baik, kecualipenggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan oralit standar. Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI. Pemberian F-75 sesegera mungkin. Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.

d. Gangguan keseimbangan elektrolit Pada semua KEP berat/gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit di antaranya : Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Hal ini dapat memicu terjadinya edema. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) Untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu. Jangan obati edema dengan pemberian diuretika. Pemberian Natrium berlebihan dapat menyebabkan kematian. Berikan : Makanan tanpa diberi garam/rendah garam (NaCl).

33

Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan kedalam F-75, F-100 atau ReSoMal

Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi

e. Infeksi Pada KEP berat/gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena itu pada semua KEP berat/gizi buruk dianggap mengalami infeksi saat datang ke RS dan diberikan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat. Tatalaksana Berikan pada semua anak dengan gizi buruk: Antibiotik spektrum luas Vaksin campak jika anak berumur 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda imunisasi jika anak syok. Pilihan antibiotik spektrum luas Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari. Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri: Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU,jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari, DITAMBAH: Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari. Catatan: Jika anak anuria/oliguria, tunda pemberian gentamisin dosis ke2 sampai ada diuresis untuk mencegah efek samping/toksik gentamisin Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.
34

spektrum luas dengan dosis sebagai berikut : Umur Atau Berat Badan KOTRIMOKSASOL (Trimetoprim + Sulfametoksazol) Beri 2 Kali Sehari Selama 5 Hari AMOKSISILIN Beri 3 Kali Sehari Untuk 5 Hari Sirup

Tablet dewasa 80 mg trimeto prim + 400 mg sulfametok sazol 2 sampai 4 bulan (4 - < 6 kg) 4 sampai 12 bulan (6 - < 10 Kg) 12 bln s/d 5 thn 1 (10 - < 19 Kg) Catatan : Mengingat pasien KEP

Tablet Anak 20 mg trimeto prim + 100 mg sulfametok sazol 1

Sirup/5ml 40 mg trimeto prim + 200 125 mg mg per 5 ml sulfametok sazol 2,5 ml 2,5 ml

5 ml

5 ml

7,5 ml

10 ml

berat/Gizi buruk umumnya juga menderita

penyakit infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah Sakit Umum. Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hatihati. Berikan metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit , bila diare berlanjut atau memburuk, anak segera dirujuk ke rumah sakit. Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari. Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai. Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria. Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti tuberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis.

35

Pengobatan terhadap parasit cacing Jika terdapat bukti adanya infestasi cacing, beri mebendazol (100 mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol (20 mg/kgBB dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari perawatan, walaupun belum terbukti adanya infestasi cacing. Pemantauan Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak.

f. Defisiensi zat gizi mikro Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi. Tatalaksana Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu: Multivitamin Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari) Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari) Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari) Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi) Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.

UMUR DAN BERAT

TABLET BESI/FOLAT

SIRUP BESI

36

BADAN

Sulfas ferosus 200 mg + 0,25 Sulfas ferosus 150 ml mg Asam Folat Berikan 3 kali sehari Berikan 3 kali sehari

6 sampai 12 bulan (7 - < 10 Kg) 12 bulan sampai 5 tahun

tablet

2,5 ml (1/2 sendok teh)

tablet

5 ml (1 sendok teh)

Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal sebagai berikut : UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT (125mg/tablet) (DOSIS TUNGGAL) 4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) 9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) 1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) tablet tablet 1 tablet 1 tablet

Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis Umur Kapsul Vitamin A 200.000 IU 6 bln sampai 12 bln 12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul Kapsul Vitamin A 100.000 IU 1 kapsul -

g. Pemberian makanan awal Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hatihati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh. Tatalaksana Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah: Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun rendah laktosa
37

Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral Energi: 100 kkal/kgBB/hari Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari) Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang ditentukan harus dipenuhi.

Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian). Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100 kkal/kgBB/hari pada fase awal ini. Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu mendapat ekstra air/cairan. Pemantauan Pantau dan catat setiap hari: Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan Muntah Frekuensi defekasi dan konsistensi feses Berat badan.

g. Tumbuh kejar Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah: Kembalinya nafsu makan Edema minimal atau hilang.

Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi : Fase Transisi (minggu ke 2)

38

Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.

Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.

Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).

Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F100.

Pemantauan pada fase transisi: 1. Frekwensi nafas 2. Frekwensi denyut nadi Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas. 3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi: Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering. Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari Protein 4-6 gram/kg bb/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar. Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi : Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari

39

Protein 4-6 g/kgbb/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuhkejar.

Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Pemantauan fase rehabilitasi Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan : Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan. Setiap minggu kenaikan bb dihitung. Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu. Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh. Tahapan Pemberian Diet Fase stabilisasi Fase transisi : : Formula who 75 atau pengganti Formula who 75 formula who 100 atau pengganti Fase rehabilitasi : Formula who 135 (atau pengganti) Makanan keluarga

40

h. Stimulasi sensorik dan dukungan emosional Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan : Kasih sayang Ciptakan lingkungan yang menyenangkan Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)

i. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Nasehatkan kepada orang tua untuk : Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMTPemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.

41

pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat

penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.

1. 3.3 Kista Adenomatoid Paru

Definisi Kista Adenomatoid paru kongenital adalah massa jinak yang terjadi karena pertumbuhan berlebih dari jaringan paru abnormal yang dapat membentuk kista berisi cairan dan jaringan tersebut tidak berfungsi sebagai jaringan paru-paru normal. Tidak ada hubungan predileksi rasial, jenis kelamin, dan keturunan.1

Etiologi Penyebabnya masih belum diketahui secara pasti, tetapi satu teori menyatakan bahwa kista tersebut hasil dari struktur bronchial yang mengalami gangguan di minggu ke lima dan ke delapan masa kehamilan. Teori lain mengatakan bahwa kista ini disebabkan oleh abnormalnya pertumbuhan jaringan paru yang terjadi akibat obstruksi bronchial, tidak ditemukan adanya faktor genetik dan kasus kekambuhan pada saudara sekandung. 1

Manifestasi Klinis Gejala klinisnya bervariasi, bergantung pada besar, derajat ekspansi, dan lokasi kista. yaitu : 1 Infeksi berulang Hemoptisis Dyspnea Batuk yang disertai demam Bernapas dengan otot tambahan Sianosis

42

Patofisiologi Gangguan perkembangan paru-paru yang biasa terjadi pada awal perkembangan paru-paru, sekitar minggu ke lima dan ke delapan kehamilan. Hal ini di duga bahwa ada gangguan dalam pematangan paru janin normal disebabkan oleh atresial bronchial utama atau kegagalan segmentasi. Pembentukan jaringan paru yang displastik ini dapat menyebabkan hipoplasia paru atau agenesis paru pada janin. Senuah kista yang besar dapat menyebabkan pergesaeran mediastinum yang dapat memberikan tekanan pada jantung dan vena cava inferior terhambat. 1

Diagnosis Pemeriksaan radiologis adalah pemeriksaan penunjang yang penting dalam menegakkan diagnosis, diagnosis banding, dan evaluasi pengobatan. Pada foto thorax tampak bayangan radio lusen berbatas tegas yang memenuhi satu rongga Tampak gambaran rongga penuh b thoraksrisi udara yang berbentuk sirkular atau bulat telur, berdinding tipis, dan mengandung sedikit gambaran jaringan paru. Biasanya pemeriksaan radiologis dengan barium enema berguna pada kasus-kasus dengan gambaran radiologis kista paru yang menyerupai hernia diafragmatika. 1

Penatalaksanaan Perlu dilakukan tindakan operatif diantaranya :3 a. Thorakotomi Thorakotomi adalah langkah pertama dalam banyak operasi toraks termasuk lobektomi dank arena itu memerlukan anestesi umum dengan endotrakeal tube dan ventilasi mekanik. Torakotomi posterolateral adalah insisi melalui ruang interkostal pada bagian belakang dan sering melebar kea rah costa. Apabila melewati ruang interkostal kelima, memungkinkan akses untuk reseksi paru yaitu diantaranya lobektomi. b. Lobektomi

43

Lobektomi adalah operasi pengangkatan satu lobus di paru. Untuk melakukan sebuah lobektomi, ahli bedah melakukan torakotomi terlebih dahulu, lalu jaringan paru yang tidak berfungsi di buang.

Prognosis Prognosis pasca reseksi paru pada kebanyakan anak biasanya baik, dengan angka kematian dalam 30 hari pasca operasi sebesar 0,3 %. Pengamatan jangka panjang pasien yang menjalani reseksi paru memperlihatkan tidak adanya gangguan tumbuh kembang dengan uji fungsi paru yang normal.1

BAB IV PEMBAHASAN I. ANAMNESIS

GIZI KURANG TEORI FAKTA

Gizi kurang : suatu keadaan yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang kurang sumber protein, penyerapan yang buruk atau kehilangan zat gizi secara berlebih.

Nama : An. N Jenis Kelamin : Laki - Laki Usia : 2 tahun 6 bulan Berat Badan = 10 kg Tinggi Badan = 87 cm

44

Lingkar Lengan Atas : 12 cm Faktor Penyebab : IMT =

1. Penyebab Langsung : anak kurang Status Gizi berdasarkan Z score = Gizi mendapat masukan makanan yang Kurang baik baik secara kualitas maupun kuantitas. 2. Penyebab tidak langsung : a. Faktor ekonomi b. Faktor sanitasi c. Faktor pendidikan dan fasilitas rumah dan Anamnesis : 1. Sejak lahir tidak pernah mendapatkan ASI 2. Sejak usia 4 bulan, mendapatkan bubur 3. Minum susu SGM kemudian susu Vitalak kemudian susu SGM 4. Nafsu makan tidak banyak, dalam sehari 2-3 kali makan, dengan 1-3 sendok nasi. 5. Minum susu sehari 3 kali 6. Komponen menu makanan berupa sayur, wortel, tahu dan tempe Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien tinggal bersama orang tua, adik kandung, kakek dan neneknya. Dalam satu rumah dihuni oleh 6 orang, yaitu: ayah, ibu, adik kandung, kakek dan nenek pasien. Ayah pasien tidak memiliki pekerjaan yang menetap,

pengetahuan d. Faktor pelayanan kesehatan

sehingga keuangan keluarga berasal dari kakek pasien.

Sementara kakek pasien hanya pensiunan saja. Fasilitas kesehatan agak jauh dari tempat tinggal pasien.

45

Dari anamnesis, diperoleh bahwa An. N sejak lahir tidak pernah mendapatkan ASI. Sejak lahir anak diberikan susu SGM, dan sejak usia 4 bulan sudah diperkenalkan bubur buatan yang berisi nasi, sayur dan wortel. Sejak lahir anak memang memiliki nafsu makan yang kurang. Minum susu 3-4 kali namun hanya setengah dot saja. Makan bubur buatan juga hanya 1-3 sendok. Dari riwayat sosial ekonomi, pasien hanya berasal dari keluarga menengah. Ayah anak tidak bekerja, sehingga keuangan keluarga berasal dari kakek pasien. Kakek pasien hanya seorang pensiunan saja. Pasien juga tidak terlalu dekat dengan kedua orang tuanya, anak dekat dengan kedua kakek dan neneknya. Anak jarang bermain dengan teman sebayanya, sehingga anak lebih sering bermain sendiri.

KISTA ADENOMATOID

Fakta Sesak napas Demam Batuk pilek -

Teori

Didapatkan keluhan-keluhan Gejala Kista adenomatoid Paru antara lain: pada pasien sebagai berikut : Infeksi berulang Hemoptisis Dyspnea Batuk yang disertai demam Sianosis

Pemeriksaan fisik : -

Pemeriksaan fisik : Dispnea Suhu bisa dibawah atau diatas 370 C per axilla Menggunakan otot tambahan Sianosis Adanya penurunan suara napas atau bahkan menghilang terkena pada bagian thoraks yang

RR: 52x/menit Suhu : 380 C per axilla Nadi: 128x/ menit, regular sianosis (-), Pernapasan cuping hidung (-) o Bentuk simetris sinistra,

hemithoraks dekstra dengan

46

o Terdapat intercostalis Palpasi

retraksi

pergerakan napas simetris, fremitus didapatkan

menurun pada hemithoraks Sinistra Perkusi : sonor pada

seluruh lapang paru o Hemithorax (D) vesikuler pada ketiga lobus paru, rhonki (-), wheezing (-)
o

Hemithorax (S) vesikuler sampai dengan intercostalis IV, selebihnya tidak

terdengar. Bising usus (-)

GIZI KURANG II. MANIFESTASI KLINIS TEORI 1. Marasmus a) Otot akan mengecil/atrofi b) Apatis c) Sangat kecil/kurus d) BB kurang, tidak Frekuensi sesuai napas umur e) Kulit kedodoran f) Muka seperti orang tua dan kering FAKTA PEMERIKSAAN FISIK Keadaan : sakit sedang Kesadaran : Komposmentis Tanda Vital Frekuensi Nafas: 30 kali per menit Suhu badan : 36,20 C per axilla

Nadi : 96 kali per menit, kuat angkat, regular

kulit

47

g) Perut buncit dengan gambaran usus yang nyata h) Vena superfisialis tampak jelas , ubun-ubun cekung, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol. 2. Kwashiorkor a) Oedem di seluruh tubuh

Status Gizi berdasarkan Z score :

terutama kaki b) c) Wajah membulat dan sembab Otot-otot mengecil lebih nyata

apabila diperiksa dalam posisi berdiri dan duduk. d) Perubahan status mental,

cengeng, rewel, kadang apatis. e) Anak sering menolak segala

jenis makanan (anoreksia) f) g) Pembesaran hati Rambut berwarna kusam dan

mudah dicabut h) Gangguan kulit berupa bercak

merah yang meluas i) sayu Pandangan mata anak tampak

3. Marasmus - Kwashiorkor

Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh hasil bahwa anak termasuk ke dalam status gizi kurang, berdasarkan perhitungan BB/TB Z score. Dari

48

pemeriksaan fisik, tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang terlihat. Anak memang tampak kurus, namun tidak ditemukan adanya kelainan fisik. Anak hanya terlihat lemah dan lemas, namun penyebab lemah dan lemas juga bisa disamarkan dengan penyebab penyakit dasar yang diderita oleh pasien. Dalam hal ini, pasien juga terdiagnosis oleh dokter spesialis anak mengalami kista adenomatoid paru sinistra. Penyebab gizi kurang pada anak ini, tidak hanya disebabkan oleh penyakit ini. Penyebab gizi kurang lebih disebabkan karena sejak dari lahir anak tidak mendapatkan gizi yang sesuai dengan kebutuhan usianya. Nafsu makan anak juga tidak terlalu tinggi.

III.

PEMERIKSAAN PENUNJANG FAKTA TEORI Pemeriksaan Laboratorium :

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008:195), adalah sebagai berikut : a. Pengukuran hemoglobin (nilai normal pria14-18gm/100ml,wanita1216gm/100ml) b. Hematokrit (nilai normal pria 40%-54%, wanita 37%-47%) c. Transferin (rendah apabila > 16% pembentukan sel sel darah merah dalam sumsum berkurang sehingga dapat mengakibatkan defisiensi besi) d. Albumin nilai normal 3,5-5,2 g/dl e. Kreatin nilai normal 0,5-1,5 mg/dl

Darah rutin o Leukosit : 5000/mm3 o Hb : 10.0 g/dL o Trombosit : 410.000/mm3 o Albumin : 4.5 g/dl

Serologi o CRP o PH o PCO2 o PO2 : Negatif

Analisa Gas Darah : 7.4 : 29.0 mmHg : 110 mmHg

o Saturasi O2: 97 %

Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien, tidak ditemukan adanya gangguan yang signifikan pada pasien. Hasil pemeriksaan

49

laboratorium juga dalam batas normal, sehingga pasien perlu kita kontrol pola makan baik secara kualitas maupun kuantitas.

IV.

PENATALAKSANAAN FAKTA TEORI (2009:445), Terapi gizi : Parenteral 8 x 100 cc Diet 3x (200 kal)

a. Menurut

Wong

penanganan gizi kurang adalah: 1) 2) Pemberian diet dengan protein Kabohidrat Vitamin dan mineral

kwalitas tinggi. b. Penatalaksanaan menurut

Ngastiyah (2005:261-262), pasien yang menderita defisiensi gizi tidak selalu di rawat di rumah sakit kecuali yang menderita malnutrisi berat :

kwashiorkor, marasmus,

marasmus-

kwasiorkor atau malnutrisi dengan komplikasi penyakit lainnya. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah memenuhi kebutuhan gizi, bahaya terjadinya komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman dan kurangnya pengetahuan orang tua pasien

mengenai makanan.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksan fisik, pasien ini digolongkan memiliki status gizi kurang, sehingga penatalaksanaan pada pasien ini terfokus untuk meningkatkan gizi pada pasien ini. Menurut referensi yang ada, pemulihan gizi pada pasien ini meliputi pemberian diet dengan protein dan pemberian karbohidrat, vitamin dan mineral dengan kualitas tinggi. Penatalaksaan yang diberikan di ruangan telah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan anak.

50

51

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Telah dilaporkan An. N berusia 2 tahun 6 bulan, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang anak terdiagnosis sebagai kista adenomatoid paru sinistra dan gizi kurang. Berdasarkan pemeriksaan fisik, terkait dengan gizi kurang tidak ditemukan adanya kelainan fisik. Pasien tumbuh sebagaimana mestinya. Berdasarkan penatalaksanaannya, juga telah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh pasien. Prognosis pada pasien ini adalam bonam, jika tertangani dengan baik dan tepat.

52

Daftar Pustaka

1.

Rahajoe, N.N., Supriyatno, B., Setyanto, D.B., Buku Ajar Respirologi. Jakarta :IDAI Holcomb, J.W., Murphy, J.P. 2010. Ashcrafts Pediatric Surgery Fifth Edition. Philadelphia : Saunders Elsevier.

2.

3.

Puri, P., Hollwarth, M. 2009. Pediatric Surgery, Diagnosis and Management. New York : Springer, Verlag Berlin Heidelberg.

4.

LoCicero J, Pom R. Foramen of Morgagni hernia. In: Shields T, ed. General thoracic surgery. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000:64750. Hutson, J.M., OBrien, M., Woodward, A.A. 2008. Jones Clinical Paediatric Surgery, Diagnosis and Management 6th Edition. USA: Blackwell Publishing.

5.

6.

53

Anda mungkin juga menyukai