Anda di halaman 1dari 3

Cerpen Kutunggu Di Jarwal karya M.

Shoim Anwar Karya sastra merupakan bentuk dan cerminan realitas kehidupan yang nyata, yang digambarkan dengan imajinasi. Ketika pengarang mengalami atau mengamati peristiwa yang memilukan, pengalaman yang senang, kejadian-kejadian eksentrik, dan hal-hal baru, pengarang mengeksplorasikan semuanya itu dalam bentuk karya sastra. Cerpen Kutunggu di Jarwal merupakan karya sastra yang mengabstraksikan realitas kehidupan sebagaian kecil masyarakat. pengarang cerpen ini mampu menggugah hati pembaca dengan menampilkan problema kehidupan seorang hakim yang biasa melakukan tawar-menawar dalam proses persidangan suatu perkara. kami, tiga orang hakim dan seorang jaksa saat itu, yang biasanya dengan santai dan kelakar saling membantu scenario untuk di sandiwarakan saat siding (Kutunggu di Jarwal hal 7). Akan tetapi ketika usianya yang semakin senja sang hakim ini datang ke kota Jarwal untuk membersihkan debu-debu dan kotoran hati (Kutunggu di Jarwal hal 2), Hakim tua ini merasa sudah tidak ada jalan lain, selain mengakui semua dosa dan kesalahannya di kota ini. Di kota ini juga banyak TKW berkewarga negaraan Indonesia yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga (PRT), dan ada sebagian juga sebagai buruh. Kehidupan TKW (tenaga kerja Wanita) di luar negeri sebagaian besar sangat menyedihkan banyak diantara mereka yang hak-haknya di rampas bahkan ada pula yang di perlakukan sebagai budak khususnya di wilayah Arab. Sebagai contoh bagaimana penyair memotret kehidupan TKW Indonesia di Arab Saudi Dalam hal inilah Kutunggu di Jarwal memperlihatkan orisinalitasnya yang khas dari gagasan penyairnya. Perhatikan kutipan berikut ini. Saya sudah terlanjur kontrak kerja di sini, Pak. Mau pulangng gak mungkin. Paspor saya ditahan. HanyaBapak yang bias membebaskan saya dari juragan atau anaknya. Memangnya kamu diapakan? aku mengejar.

Begini, Pak, Ina tampaknya makin serius, seperti juga yang lain, disini saya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah Tuan Abu Jahal. Susah kalau di sini tak ada suami. Juragan selalu maksa minta begituan setiap saat. Maksudnya? Suruh melayani kayak hubungan suami istri.(Kutunggu di Jarwal (hal 11-12) Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa bahwa TKW Indonesi terbelenggu dalam penindasan para tuan dan mereka tidak mampu berbuat banyak untuk melakukan perlawanan. Kita pasti sering mendengar kabar TKW Indonesia pulang dalam keadaan hamil atau membawa anak. Saya merasa risih mendengar kabar seperti itu dan pemerintahpun terkesan diam. Kemudian pada kutipan selanjutnya Tentu tergantung orangnya, Pak. Yang baik juga banyak. Yang jelas tidak sedikit yang mengalami kayak saya. Kalau juragannya tidak, anak laki-lakinya yang begitu. Kalau sudah punya suami? Mereka nggak berani, Pak. Kamu kok nggak cari juragan lain? Surat-surat ditahan, Pak. Kalau saya lari berarti akan jadi pendatang haram. Makin susah jadinya. (Kutunggu di Jarwal (hal 12) Kutipan ini menggambarkan kalau banyak Tuan nakal bahkan anaknya juga begitu, namun hal tersebut dapat dihindari jika TKW Indonesia ini mempunyai suami yang dibuktikan dengan selembar kertas (Surat Nikah). Dari masalah ini saya jadi bertanya kepada pemerintah Apakah pemeritah sudah mengetahui dan bagaimana upaya pemerintah terhadap hal ini? Disaat orang merasa usianya semakin tua, saat itulah dia melakukan kilasbalik tentang hidupnya, melakukan pertobatan yang diharapkan mampu menebus segala dosa-dosanya dan menunggu kematian atas dirinya. Perhatikan kutipan berikut. Aku harus sampai di Tempat Suci. Aku ingin mati di tempat terhorma titu. Aku ingin nyawa ku diarak oleh sejuta malaikat untuk dipersembahkan kepada Sang

Pencipta.Aku pun ingin jasadku beraroma kasturi dan dikebumikan di sekitar Tempat Suci. (Kutunggu di Jarwal (hal 21) Kutipan tersebut menggambarkan harapan pria yang berinisial Bapak menginginkan kematiannya di tempat suci agar di terima disisi-Nya. Kemudian kutipan selanjutnya Aku menatap kekaca ambulan. Wajah kuterpantul di sana: tua, kurus, kering, dan keriput. Bisa saja sebentar lagi aku menyusulnya. Kehadiranku kesini, tak lain dan takbukan, adalah untuk mati! Maka, perkenankan aku untuk menunggunya, di sini, di Jarwal ini. (Kutunggu di Jarwal (hal 21) Bapak ini sudah merasa kematiannya sudah dekat karena tampilan fisiknya sudah menunjukan tua, kurus, kering dan keriput dan memantapkan tujuanya dia datang di kota Jarwal ini hanya untuk menunggu kematian.

Dviju_anakota

Anda mungkin juga menyukai