Anda di halaman 1dari 7

•Tema Novel : “Of Mice and men”

•Nama : Siti sunarsih


•Kelas : XII-IPA-1
•Mapel :Bahasa Indonesia

Ini adalah salah satu karya John Steinbeck yang saya baca.
Dan seperti tulisannya yang lain, sebut saja ‘The Grapes of
Wrath’ atau ‘In Dubious Battle’, pada novel ‘Of Mice and
Man’ yang diterjemahkan oleh Aryantri E. Tarman menjadi
‘Tikus dan Manusia’ ini, John Steineck masih menulis soal
kehidupan para buruh.

Memang tidak semata-mata semua tulisannya terpaku pada


dunia perburuhan, itu hanya salah satu. Tapi sejauh ini,
barangkali juga kebetulan, yang saya baca semuanya adalah
tentang buruh.

Berbicara mengenai dunia perburuhan dalam sastra,


sebenarnya ada banyak penulis besar di dunia ini yang
menulis tentang dunia perburuhan. Tarulah Maxim Gorky
(Ibunda atau Matb dan Pemogokan atau Tales of Italy),
Charles Dicken (Oliver Twist), Emile Zola (Germinal), dan yang
paling terkenal adalah cerita pendek berjudul ‘Matinya
Seorang Buruh Kecil’ karya Anton Cekov, serta beberapa
penulis lainnya.

Kebanyakan, mereka menulis tentang kehidupan buruh yang


malang, dieksploitasi oleh sistem yang mencekik dan jahat,
serta keharusan untuk melawan, revolusi, dan mungkin
sepaket dengan ketidakberdayaannya.

Namun, meski sama-sama menuliskan soal perburuhan, bagi


saya, John Steinbeck tetaplah sesuatu yang lain. Maksdunya
begini, John Steinbeck itu, di samping berprofesi sebagai
penulis, juga sebenarnya adalah seorang buruh. Atau,
mungkin lebih tepatnya ia menulis di sela-sela pekerjaannya
sebagai buruh.

Sejak sekolah menengah, John Steinbeck sudah bekerja di


berbagai perkebunan dan peternakan hingga ia kuliah di
Universitas Stanford dan tidak pernah benar-benar berhasil
menamatkan pendidikannya itu.

Bahkan, pernah pula ia bekerja sebagai buruh ditempat


konstruksi bangunan saat di New York, lalu pulang ke
California dan menjadi penjaga perkebunan pribadi milik
seorang burjuis di Lake Tahoe, Emerald Bay. Di sinilah John
Steinbeck kemudian menulis karya-karyanya yang fenomenal
itu.
Maka sebenarnya tidaklah heran, pengalaman hidupnya
menjadi buruh ini kemudian banyak mempengaruhi tulisan-
tulisannya. Saya membaca tulisan-tulisan John Steinbeck
sebagai suatu karya yang otentik, alamiah, dan apa-adanya.

Tulisannya, sekalipun fiksi, berbicara tentang kehidupan


buruh tanpa perlu dibuat-buat dan diada-ada. Ia ditulis
berdasarkan apa yang dialami, mengalir begitu saja, terasa
amat alamiah. Itulah sebabnya, gaya tulisan John Steinbeck,
dalam sastra, disebut sebagai tulisan-tulisan naturalistik.

Sebagai pengawalan, saya akan sertakan salah satu kutipan


terbaik dalam ‘Of Mice and Men’ karya John Steinbeck,
“Orang-orang seperti kita, yang bekerja di peternakan, adalah
orang-orang yang paling kesepian di dunia. Mereka tidak
punya keluarga. Mereka tidak cocok di tempat manapun.
Mereka datang kepeternakan dan bekerja keras lalu pergi ke
kota dan menghamburkan hasil kerja keras mereka, lalu
setelahnya mereka banting tulang lagi di peternakan lain.
Mereka tidak punya cita-cita.” (hal. 23). Bagus, kan?

‘Of Mice and Men’ berkisah tentang persahabatan yang aneh


dan tak lazim antara dua orang buruh migran, George Milton
dan Lennie Small. George bertubuh kecil, berwajah muram,
namun pria yang cukup cerdas dan berhati-hati. Sementara,
Lennie bertubuh besar, namun pikirannya seperti anak kecil
yang lugu dan bodoh.

Salah satu contoh keluguan Lennie, misalnya, ia selalu ingin


mengelus-elus tikus karena menurutnya enak dan lembut.
Tetapi karena Lennie memiliki tangan yang sangat besar dan
kuat,maka tikus itu selalu mati, terbunuh oleh Lennie yang,
saking lugunya, sama sekali tidak merasa bersalah.

George selalu memarahi polah tingkah Lennie yang tolol itu.


Tetapi berapa kali pun George memarahinya, Lennie tidak
pernah benar-benar kapok, atau tak pernah benar-benar bisa
mengerti sebab ia sungguh-sungguh bodoh, atau barangkali
tepatnya memiliki keterbelakangan mental (mental
disability).

George dan Lennie bersahabat sejak kecil, dan sudah seperti


keluarga bagi satu sama lain,mereka saling membantu dan
saling menjaga di tengah kehidupan berat sebagai buruh
migran yang berpindah dari satu peternakan ke peternakan
yang lain.

Maka bagaimanapun tolol dan membikin kesalnya si Lennie


ini, George tidak pernah benar-benar marah dan tak sampai
hati tega untuk meninggalkannya. Dalam pembacaan saya,
George benar-benar menyayangi Lennie sudah seperti adik
kandungnya sendiri. Dan Lennie, sebenarnya seperti adik
yang selalu mencoba untuk mematuhi semua kata-kata
George layaknya seorang kakak.

Ada satu episode yang membuat saya tersentuh dari


persahabatan antara George dan Lennie. Saat George marah
besar atas ketololan polah Lennie yang selalu menyeretnya
pada berbagai masalah, George akan mengatakan dengan
kesal bahwa hidupnya barangkali akan lebih berbahagia
tanpanya, dan jika sudah begitu, Lennie hanya akan merajuk
dengan lucu seperti bocah, “George, kau mau aku pergi dan
membiarkan kau sendirian? Kalau kau tidak mau aku
denganmu, aku bisa pergi ke bukit dan cari gua.”

Saya sempat terpingkal, pergi ke gua? Ya ampun, bagaimana


bisa lelaki dewasa dengan tubuh super besar berpikir setolol
itu? Lugunya si Lennie ini! Lalu seperti biasa, George akan
langsung meminta maaf dan segera melipur Lennie yang
tengah bersedih itu. Tetapi, Lennie tidak begitu saja
memaafkannya, ia biasanya akan minta cerita, cerita tentang
mimpi mereka di masa depan, tentang sebuah kehidupan
buruh yang berbahagia.

Pada titik inilah rasanya seluruh perasaan saya berderis,


terhanyut pada apa yang selanjutnya diceritakan oleh George
kepada Lennie. George akan memulai ceritanya dengan
gambaran malang para buruh seperti yang cantumkan di atas
(hal.23). Lalu mengatakan kepada Lennie bahwa mereka
tidak akan bernasib seperti itu, mereka punya masa depan.

Mereka punya orang yang peduli pada mereka, “sebab..


sebab ada kau yang bantu aku dan kau punya aku buat
membantumu,” (Lennie menyela George. Hal. 24). George
lalu melanjutkan ceritanya tentang mimpi mereka di masa
depan.

George dan Lennie memiliki mimpi yang sederhana saja,


mereka hanya ingin punya rumah kecil dan beberapa hektar
tanah, beberapa hewan peliharaan seperti sapi dan babi,
serta punya kebun sayur sendiri. Oh ya, juga Lennie ingin
sekali punya kelinci untuk dielus-elus dan dipelihara.

“Dan saat hujan turun di musim dingin, kita akan bilang


persetan dengan kerja, dan kita akan buat api di perapian
dan duduk di dekatnya dan mendengarkan hujan turun di
atap- Gila!”. Lihat, cita-cita mereka sebagai buruh begitu
sederhana, bukan?

Mereka hanya ingin punya sesuatu yang dimiliki sendiri, ingin


bekerja untuk dirinya sendiri, berjuang dan bekerja keras
untuk kehidupannya sendiri, serta menjadi tuan atas diri dan
kehendak mereka sendiri. Untuk satu hal yang sederhana itu,
mereka akan bekerja keras di peternakan dan
mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.

‘Of Mine and Mice’ dibuka dengan kisah George dan Lennie
yang tengah melakukan perjalanan ke suatu peternakan di
Soledad, California. Mereka berencana untuk bekerja di sana
untuk mengumpulkan uang demi mimpi mereka, setelah
sebelumnya bekerja pada suatu peternakan di Weed, kota
lainnya di bagian utara California.

Mereka berpergian menaiki sebuah bus, tetapi diturunkan


oleh sopir di pertengahan jalan yang selanjutnya
mengharuskan mereka untuk berjalan kaki sekitar tujuh
kilometer. Ditengah perjalanan yang melelahkan itu, George
dan Lennie menyambangi sungai Salinas yang berada di dekat
pegunungan Gabilan, sebuah sungai yang terletak tidak jauh
sebelum mereka sampai ke peternakan yang tengah dituju.

Mereka akhirnya memutuskan untuk beristirah dan


bermalam di sana sebelum besok harus bekerja di
peternakan. Dialog dramatikal yang saya bahas di atas,
sebenarnya terjadi pada malam itu saat mereka makan
malam di dekat api unggun.

Anda mungkin juga menyukai