Anda di halaman 1dari 3

Judul : Padang Bulan

Penulis : Andrea Hirata


Penerbit : Bentang
Tebal : xviii + 310 halaman
Cetakan ke : 3 (Agustus 2011)
ISBN : 978-602-8811-20-9
SINOPSIS
Kisah di novel ini dimulai dari dua sudut pandang. Kisah pertama datang dari
seorang perempuan tangguh bernama Enong, lalu berlanjut pada kisah seorang pemuda
bernama Ikal, tokoh utama dari tetralogi Laskar Pelangi.
Kisah Enong dimulai dari cerita kedua orang tuanya, yang hidup miskin penuh
kesederhanaan namun saling mencinta. Ketika itu, saat Enong masih kecil, Syalimah, ibu
Enong, begitu bahagia ketika mendapat kejutan pertama dari sang suami setelah delapan
belas tahun menikah. Sebuah sepeda Sim King made in RRC! Ia terus menunggu
suaminya dari tambang yang berjanji akan mengajak mereka melihat pasar malam sambil
menaiki sepeda baru itu. Namun, kesedihan tiada terperi ketika Syalimah tahu Zamzami
tak kan pernah kembali. Suaminya itu kini mati ditimbun reruntuhan tanah. Ia kalut.
Tersedu sedan disamping Zamzami yang telah mati.
Enong, anak sulung mereka, tak luput dari cerita menyedihkan itu. Ia anak SD kelas
enam yang sangat cerdas. Bahasa Inggris adalah favoritnya, dan alangkah bahagiannya
ketika ia mendapat Kamus Bahasa Inggris Satu Miliar Kata yang dibelikan ayahnya dari
hasil keringat bekerja di tambang. Benda itu adalah benda paling berharga dalam
hidupnya. Sampai dirangkainya cita-cita itu, menjadi guru bahasa Inggris. Tapi ketika
mendengar kabar ayahnya mati, ia kalut. Tapi ia tak punya pilihan lain. Keluarganya
miskin, selama ini ayahnya adalah tulang punggung keluarga. Menafkahi istri dan
empat orang anak. Dengan tegarnya, anak kelas enam SD itu memutuskan berhenti
sekolah dan mencari kerja demi kelangsungan hidup ibu dan ketiga adiknya,
menggantikan sang ayah.
Enong, mencari kerja sampai ke Tanjung Pandan. Tapi malang tak ada pekerjaan
yang bisa ia dapatkan. Ia pun pulang, lalu memutuskan sesuatu hal yang tak pernah
terbayangkan oleh satu pun orang Melayu di tanah Belitong itu. Menjadi perempuan
pendulang timah! Enong, perempuan pertama yang menjadi pendulang timah dalam
sejarah Belitong.
Saban hari dirasa beratlah pekerjaan itu. Tapi Enong pantang menyerah. Tekadnya
seperti baja, sulit terbayangkan jika ada anak perempuan jolong remaja seperti dirinya
yang bisa menghadapi sulitnya pekerjaan seberat itu. Meski harus menjadi korban
permainan orang-orang yang menganggapnya bodoh, bahkan sampai harus menjadi
buruan orang-orang lalu terhempas ke dalam sungai hingga trauma dengan salakan
anjing, Enong tumbuh menjadi perempuan tangguh yang mampu menghidupi keluarganya
sedikit demi sedikit.
Namun, cita-citanya tak pernah padam. Enong masih menyimpan kamus Satu
Miliar Kata yang teramat berharga itu. Ia masih menyimpan mimpinya. Sampai ketika ia
berkawan dengan sahabat pena, saling kirim surat dalam bahasa Inggris.
Sampailah kisah pada Ikal, seorang pemuda bertubuh tak semampai, berkawan
dengan seorang pemuda lucus bernama detektif M.Nur. Kawannya itu dikenal detektif
yang berdedikasi meskipun bagi sebagian orang lebih dekat dengan kurang kerjaan.
Bersama burung pelatuknya yang setia bernama Jose Rizal, ia terlihat profesional. Ikal,
jatuh hati pada seorang perempuan tionghoa, bernama A Ling. Tapi ia seperti bertepuk
sebelah tangan. Detektif M.Nur menduga, A Ling menyukai seorang pemuda tampan dan
gagah, Zinar namanya, pemilik toko di tempat ia bekerja. Dari gelagatnya Zinar akan
menikahinya. Ikal cemburu buta padanya. Sungguh cemburu.
Tapi, meskipun Ikal telah berusaha menemui orang itu, ia memang tak sebanding
dengan Zinar. Dibanding wajahnya yang tampan, badannya yang gagah, ekonomi yang
mapan, teman yang banyak, Ikal bukanlah siapa-siapa. Ia hanyalah pengangguran
berwajah pas-pasan dan tubuh yang tak semampai. Tak jauh beda dengan detektif M.Nur
yang lebih jelek lagi. Mereka berdua bujang lapuk pengangguran. Sering dimarahi emak
masing-masing. Akhirnya mereka putuskan merantau ke Jakarta. Ikal semakin rajin
mengirim surat lamaran di kantor pos, disanalah ia mengenal Enong, yang selalu rutin
berkirim surat dengan sahabat penanya.
Sudah mantap berangkat, Ikal dan Detektif M.Nur sampai di pelabuhan, lalu kapal
pun hendak pergi. Rupanya, batal! A Ling masih terpikirkan oleh Ikal, emak masih
terpikirkan oleh M.Nur. Mereka pulang lagi. Tidak jadi memutuskan merantau.
Kini Ikal pun mengenal Enong. Sejak pertemuan terakhir di kantor Pos, Enong
mendapati Ikal yang pandai berbahasa Inggris. Ikal pun seperti penerjemah ulung yang
bisa menjawab kosa kata yang tak ditemuinya di kamus Satu Miliar Kata. Sampai akhirnya
Enong menemukan katalog yang berisi kursus bahasa Inggris yang akan dibuka di
Tanjung Pandan. Enong yang tak lupa dengan impiannya memaksakan diri mendaftar,
sampai akhirnya diterima. Tak lain jua karena peran Ikal.
Ikal pun tak ingin jadi bujang pengangguran selamanya. Hasrat persaingan dengan
Zinar kini menggelegar. Ikal, lalu mendaftarkan diri bekerja di warung kopi pamannya,
yang keras lantang dan bermulut kasar. Tak mudah memang mencari pekerjaan. Ikal terus
mencari cara untuk memikat hati A Ling dengan menantang Zinar. Bermodal kawan
dengan Grand master catur internasional, Nochka, yang selalu ia hubungi via chatting
online, ia menantang Zinar bercatur. Tapi, malangnya Ikal, ia tak mampu berkutik dari
kepiawaian Zinar. Tak cukup disitu, ia pun menantang Zinar dalam berbagai hal, tapi tak
pernah unggul. Bahkan, sampai ke masalah tinggi badan.
Sampailah kepada cerita ketika Ikal memesan alat peninggi badan
bermerek ortoceria! Ia pesan jauh-jauh dari Jakarta, mengorbankan gaji bulanan yang ia
kumpulkan dari bekerja di warung kopi. Diam-diam, tak ingin diketahui siapa-siapa. Ia
begitu yakin alat peninggi badan itu dapat membuatnya lebih tinggi empat sentimeter. Ia
yakin dengan cara itu A Ling akan terkesan padanya. Tapi, kecelakaan naas terjadi ketika
alat itu dipakai. Leher ikal terikat erat dan kakinya menggantung. Ia seperti orang yang
gantung diri. Enong terkejut bukan main menemukan Ikal tergantung hampir mati. Detektif
M.Nur pun apatah lagi. Mereka menyelamatkan ikal dari maut, lalu membawanya ke
Puskesmas sambil digotong di atas bak sepeda, membuat pemandangan lain di
keramaian pasar.
“Masih banyak perempuan lain Boi! Kalau kau kesulitan mencari jodoh, mengapa
tak bicara padaku? Masih banyak keponakanku perawan tua di udik sana!” Enong
menarik napas panjang.
“Apa sukamu hanya anak Tionghoa? Usah kau cemas. Kenalanku banyak
perempuan Tionghoa yang tak laku-laku! Mau Hokian, Khek, Ho Pho, Tongsan, lengkap!
Janganlah berputus asa. Lihatlah Kakak, ni, dari kecil Kakak susah. Cobaan datang
bertubi-tubi, tapi mana pernah Kakak patah harapan. Tak pernah! Hidup ini harus tabah.
Memang benar badanmu pendek, tapi mukamu tak jelek-jelek betul. Paling tidak, kau lihai
berbasa Inggris!”
Malang nian nasib Ikal. Niat lain disangka lain. Tapi apa boleh buat. Cinta butanya
pada A Ling memang tak masuk akal. Kali ini ia benar-benar menyerah, lalu berniat lagi ke
Jakarta.
Tapi, siapa kira, kini ketika esok kan pergi. Tiba-tiba, A Ling berada di depan
pekarangan rumahnya. Ia melihat gadis itu terpaku, ia tampak jengkel dan kesal, seraya
berkata kesal padanya karena mau berlayar dengan Mualim Syahbana ke Jakarta tanpa
memberi tahunya. Tapi, bagaimana pula Ikal kan menyampaikannya. Lantas, perempuan
tionghoa itu berujar, ia tak bisa menemui Ikal saban hari belakangan karena sibuk
membantu sahabat pamannya membuka toko dan penyiapkan perkawinannya.
Rupanya, sahabat pamannya itu adalah Zinar yang akan menikah dengan orang lain. Kini,
undangan Zinar pun diberikannya pada Ikal.

Anda mungkin juga menyukai