Anda di halaman 1dari 35

TUGAS BAHASA INDONESIA

Disusun oleh :
1. Adelia Asadel Jamaludin (1)
2. Adinda Deswita (2)
3. Arlyn Fortuna Bayyin’alaqo (7)
4. Devi Nur Arifah (16)

SMKN 48 JAKARTA TIMUR


XII OTKP 1

1
Judul Buku : SI ANAK PEMBERANI

Penulis : Tere Liye

Penerbit : Republika Penerbit

Editor : Ahmad Rivai

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : Desember 2018

Jumlah Halaman: 420 halaman

2
Daftar Isi

1. Sinopsis Novel individu................................................................... (3-7)


2. Unsur intristik................................................................................... (8-26)
3. Unsur eksteristik..............................................................................( 27-29)
4. Resensi Novel ............................................................................... ( 30-32)
5. Puisi Individu .................................................................................( 33-34)

3
Sinopsis Novel ‘Si Anak Pemberani’
Adelia Asadel Jamaludin

Novel ini bercerita tentang Eliana, si anak pemberani. Seorang anak sulung dari
Mamak dan Bapak. Ia memiliki tiga adik yang bernama Pukat, Burlian dan
Amelia. Eliana merupakan sosok yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi,
petualangannya hebat dan jarang menangis.

Eliana tinggal di sebuah kampung nan indah. Banyak kisah dan petualangan di
kampungnya itu. Mulai dari menjaili adik – adiknya, bermain bersama teman –
teman, hingga belajar yang seru bersama pak Bin.

Hingga tiba ketika Johan datang di kampung Eliana untuk melalukan


penambangan pasir. Keadaan kampung Eliana seketika berubah. Sungai menjadi
tak lagi jernih. Kegiatan orang – orang di kampung menjadi terhambat.

Eliana si anak pemberani, dengan segala kecerdasannya mencoba untuk mengusir


para penambang di kampungnya. Bersama empat buntal, mereka melakukan
penyerangan demi penyerangan. Tidaklah mudah mengusir para penambang.
Banyak hal pilu yang didapat, misalnya Eliana harus kehilangan Marhotap.

Pada penyerangan terakhir pun, Eliana dan teman – temannya justru dijebak oleh
Johan. Mereka dikurung di sebuah kontainer. Pada saat Empat Buntal merasa
menyerah, Eliana mengingat pesan dari paman Unus “Ada suatu masa di antara
masa – masa. Ada suatu musim di antara musim – musim. Ada saatnya ketika
alam memberikan perlawanannya sendiri. Saat hujan, sungai, lembah membalas
sendiri para perusaknya.”

Dan pada malam pembuktian, alam pun memberikan perlawanannya. Menyapu


habis alat – alat penambangan pasir Johan. Semua tinggal hamparan air deras
berwarna keruh. Alam telah membuat perhitungan. Usaha seluruh warga kampung
dan Empat Buntal terbayarkan.

4
Sinopsis Novel ‘Si Anak Pemberani’
Adinda Deswita

Novel ini menceritakan tentang seorang anak yang bernama Eliana atau biasa
dipanggil Eli, ia adalah anak sulung dari keluarga Pak Syahdan. Eliana mempunyai
tiga adik yaitu bernama Amel,Pukat, dan Burlian.

Eliana selalu menunjukkan bahwa ia adalah anak yang pemberani. Ia tidak pernah
menangis untuk masalah yang sepele. Ia pertama kali menangis ketika ia merasa
sakit hati Bapak dihina sebagai 'keluarga misikin'. Ia berteriak marah kepada orang
yang menghina Bapak

Sepanjang cerita, Eliana akan selalu berurusan dengan penambang pasir yang
merusak kampungnya. Ia bersama gengnya, "Empat Buntal", menjalankan
beberapa rencana untuk mengusir penambang pasir tersebut. Sempat rencana
mereka diketahui Bapak, Pak Bin, serta para tetua, dan berhasil melarang mereka
untuk tidak melakukannya lagi. Tapi itu tidak bertahan lama. Akibat dari rencana
mereka, Eliana kehilangan sahabat terbaiknya. Namun, karena aksi mereka juga
lah yang membuat penambang pasir di kampung mereka dihentikan.

Ketika Eli ditanya apa cita-citanya, ia ingin menjadi pembela kebenaran dan
keadilan. Awalnya ia tidak tahu akan sebagai apa untuk mewujudkan cita-citanya
tersebut, namun pada akhirnya ia tahu dan berhasil mewujudkannya.

Selain bercerita tentang keberanian Eliana, ada sebuah kejadian lucu yang
melibatkan kepolosan Burlian menanggapi sebuah 'selebaran' yang membuat
gempar orang-orang membacanya. Isi selebaran itu mengharuskan si pembaca
untuk menulis kembali isi selebaran itu dan menyebarkannya kepada siapa saja,
dan begitu seterusnya. Hingga pada saat di sekolah, Pak Bin yang mengakhiri
'lingkaran sesat' selebaran tersebut.Seperti yang kita ketahui beberapa tahun silam
bahkan mungkin masih ada hingga sekarang, sering kali orang-orang menyebarkan
pesan-pesan 'sesat' melalui instant messages yang meminta penerimanya untuk
mengirimkan lagi ke orang lain.

5
Sinopsis Novel ‘Si Anak Pemberani’
Arlyn Fortuna Bayyin’alaqo

Buku ini menceritakan tentang seorang anak sulung dari keluarga pak syahdan
yang bernama eliana atau biasa di panggil ka eli oleh ketiga adiknya yang bernama
amel , pukat dan burlian . buku ini bercerita dari sudut pandang aku ( eliana) . di
dalam keluarganya eliana terkenal dengan sifatnya yang pemberani dan
bertanggung jawab , bahkan eliana tidak segan segan akan membentak dan
memarahi siapapun yang menghina keluarga nya seperti yang di lakukannya
kepada seorang penambang di kota .

Buku ini juga menceritakan tentang kisah persahabatan kesetiaan kawan di antara
eliana , damdas , marhotap , dan hima dimana mereka membentuk kelompok yang
mereka sebut dengan “empat buntal” mereka berusaha menyusun rencana –
rencana untuk mengusir penambang dari kota yang ingin menambang di kampung
nya , namun sayang nya semua tidak berjalan mulus begitu saja dimana pada
akhirnya salah satu teman mereka yang bernama marhotap harus hilang selepas
menjalankan rencananya seorang diri .

Eliana dan ketiga teman nya tidak menyerah untuk mengusir penambang itu karena
eliana yakin dengan pesan yang pernah paman unus sampaikan yaitu “Ada suatu
masa di antara masa – masa. Ada suatu musim di antara musim – musim. Ada
saatnya ketika alam memberikan perlawanannya sendiri. Saat hujan, sungai,
lembah membalas sendiri para perusaknya.” .

6
Sinopsis Novel ‘Si Anak Pemberani’
Devi Nur Arifah

Eliana adalah anak sulung dari keluarga yang sederhana. Eliana dijuluki sebagai
anak pemberani sejak lahir, tumbuh menjadi anak sulung mamak yang pemberani
dan tidak takut terhadap hal apapun. Keberaniannya sudah muncul sejak awal-awal
kisah, dimana dia berani membentak ‘para petinggi’ di sebuah forum resmi,
“JANGAN HINA BAPAKKU!!”.

Sejak saat itu Eliana tidak suka pada saat ada penambang pasir di desanya yang
sangat mengganggu keseimbangan alam di desanya, mulai dari warga yang
kesulitan mencari kucur di sungai, kesulitan mencari batu hias di dasar lubuk
larangan, sampai warga yang harus kerepotan untuk mengunjungi kebun jagung
miliknya. Kemudian dia bersama empat temannya mendirikan genk “Empat
Buntal” untuk melakukan perlawanan terhadap penambang tersebut.

Ditengah-tengah perlawanan yang mereka lakukan, Marhotap salah satu temannya


ditembak oleh penjaga karena menyirami mobil truk penambang. Eliana ingin
membantu Marhotap namun ia sudah ketahuan terlebih dahulu oleh para
penmbang, ia pun melarikan diri.

Eliana mengajak temannya Damdas, Hima dan Anton untuk mencari jasad
Marhotap dan mencari bukti bahwa para penambang yang telah membunuh
Marhotap. Mereka pergi ketempat penambang mereka dijebak oleh johan dan di
sekap di dalam kontainer. Ketika Eliana dapat melepaskan ikatan pada tubuhnya,
tiba tiba kontainer bergoyang dan ternyata terjadi gempa disertai dengan banjir
bandang. Kontainer tersebut berguling hingga menabrak pohon.

Keesokan harinya mereka ditolong oleh warga, warga juga menemukan marhotap
yang dikubur ditengah hutan. Warga melaporkan Johan ke kantor polisi, ia
akhirnya ditangkap polisi atas tuduhan pembubuhan marhotap dan penyekapan
anak kecil. Tambang pasir pun sudah tertutup oleh air.

7
UNSUR INTRINSIK

I. Tema :
Novel ini mengangkat tema tentang kekeluargaan. Dalam keluarga tersebut
memiliki seorang anak yang pemberani. Novel ini juga mengangkat kisah
tentang perjuangan empat orang anak dalam mengusir kegiatan
penambangan pasir di kampung mereka yang dapat merusak kehidupan
alam.

II. Tokoh :
 Eliana
 Amelia
 Pukat
 Burlian
 Mamak
 Bapak
 Mbak penjaga toko
 Koh Acan
 Johan
 Wak Lihan
 Wak Burhan
 Wak Yati
 Bakwa Dar
 Pak Bin
 Mang Dullah
 Nek Kiba
 Pendi
 Marhotap
 Damdas
 Hima
 Anton
 Can
 Lamsari
 Paman Unus
 Om Sambas

8
III. Penokohan :
 Eliana
1. Jail
Kutipan : Aku dan Amelia tertawa jail. Kami sengaja melambai –
lambaikan tangan pada mereka (hal 3)
“Apanya yang seru? Bukankah dulu waktu pertama kali
ditujunkkan Bakwo Dar, kau sampai terkencing –kencing di
celana karena takut? Amelia saja lebih berani.” (hal 45)
Daripada bengong, lebih seru menjaili adik-adikku. (hal 56)
“Atau biji itu tumbuh di perut kau. Keluar lewat pantat.
Banyangkan, Amel, pohon cempedak tumbuh dari pantat kau.”
(hal 209)
2. Galak
Kutipan : “Mana Kakak tahu, Amel.” Aku melotot, menyuruhnya diam.
(hal 5)
“Oi, kalian bisa jalan lebih cepat tidak, hah? Kalau kesiangan,
pasar kalangan sudah sepi pembeli, tahu! Jalan itu pakai kaki,
bukan mulut.” (hal 43)
“Aduh, aduh! Kak Eli jangan mencubit!” (hal 45)
3. Pemberani
Kutipan : “Jangan hina bapakku!” (hal 15)
“Kami memang miskin. Baju ini juga dari lungsuran, dibeli di
pasar loak. Lantas kenapa? Apa itu hina? Kehidupan rendahan?
Asal kau tahu, bapakku tidak akan pernah menjual seluruh
kampong kepada kalian.” (hal 15)
“Bapakku lebih terhormat puluhan kali dibanding kalian. Kau
dengar itu, bapakku lebih terhormat!” (hal 15)
Aku bersumpah, aku akan melawan mereka sampai kapan pun.
(hal 16)
Seperti pagi ini, ketika pelajaran olahraga, aku menantang Anton
lomba lari mengelilingi lapangan sekolah sepuluh kali. (hal 215)
Perlawanan kami tidak akan pernah berakhir. (hal 420)

9
4. Mengakui kesalahan
Kutipan : “Sungguh, maafkan Eli.” (hal 34)
“Eli berjanji, Nek. Sungguh maafkan Eli. Eli tidak tahu.” (hal 231)

5. Selalu ingin tahu


Kutipan : “Aduh, Kakak mau tahu urusan orang saja.” (hal 57)
“Kau temukan di mana batu – batu ini?” aku menatap
Marhotap ,ingin tahu. (hal 98)

6. Tidak mau kalah


Kutipan : “Memangnya boleh Marhotap melempar balik pertanyaan pada
saya, Pak?” Aku mulai mencari – cari alasan untuk menghindar. (hal 121)

 Amelia
1. Jail
Kutipan : Aku dan Amelia tertawa jail. Kami sengaja melambai –
lambaikan tangan pada mereka (hal 3)

2. Banyak bertanya
Kutipan : Membiarkan Amelia hilir – mudik melihat perhiasan dan
bertanya ini – itu. (hal 4)

10
3. Mudah bosan
Kutipan : Sayang, Amelia cepat bosan. Satu jam berlalu, Amelia memilih
menyeret kursi ke trotoar toko, memperhatikan kesibukan
jalanan. (hal 5)
Dia hanya bosan, jadi tidak punya pilihan selain menggangguku.
(hal 5)

4. Sering memotong pembicaraan


Kutipan : “Berembuk itu apa, Koh?” Amelia memotong ucapan Koh
Acan. (hal 7)
“Wak, naïf itu apa?” Amelia menyela kalimat Wak Yati. (jhl 80)
“Memangnya harus izin sama Bapak ya, Koh?” Amelia
memotong lagi. (hal 7)
5. Polos
Kutipan : “Kak, sandalnya dikeset dulu. Nanti yang punya marah.” (hal 9)
“Kita masuk tanpa izin kan, Kak? Kata Mamak, kalau mau
masuk rumah orang lain harus mengucap salam, ketuk pintu
tiga kali. Tidak dibukakan, pulang saja. Tapi ini kok kita malah
terus masuk ke mana – mana?” (hal 10)
“Bagaimana kalau besok –besok akhirnya ternyata Kak Eli dan
Kak Hotap menikah?” Amelia menyampaikan kesimpulannya
dengan wajah polos tanpa dosa. (hal 131)

6. Tidak sabar
Kutipan : Dia tidak sabaran ingin bilang pada Bapak tentang hadiah yang
diterimanya dari Koh Acan. (hal 12)
“Tidak mau! Amel mau bilang sesuatu pada Bapak!” (hal 13)

11
7. Suka bercerita
Kutipan : Amelia sibuk berceloteh kejadian di lading. Ceritanya detail
sekali, seperti kami tidak pernah ke ladang saja. (hal 50)

 Pukat
1. Pintar
Kutipan : “Kau yang enak saja. Aku menebak satu kali. Yang dua
sebelumnya aku ngomong sendiri. Itu bukan tebakanku, kau saja yang tidak
sabaran.” (hal20)

2. Jail
Kutipan : “Tulisan macam cacing kepanasan begini dibilang bagus.” (hal 33)
“Seharusnya Bapak tidak cepat – cepat memafkan Kak Eli.” Pukat
menepuk jidat. (hal 35)
Oi!. Aku mendengus sebal. Pukat sudah mengerjaiku. (hal 58)
“Ternyata sama saja dengan orang lain. Kami pikir kalau Kak Eli
menangis, tangisannya akan seperti suara air terjun, menggerung
kencang di seluruh kampong, ternyata tidak juga.” (hal 128)
“Bukan urusan anak kecil, Amel,” Pukat jail menyela (hal 173)

3. Sok tahu
Kutipan : : “Itu gampang. Malah lebih cepat laju kapalnya banding kapal
mereka.” Pukat berbisik meyakinkan. (hal 46)
“Ah, itu biasa.” Pukat menganggap remeh ucapan Amelia. (hal 50)
12
“Apanya yang bagus? Itu seperti koral biasa.” (hal 99)

4. Suka berbohong
Kutipan : Sepanjang sore dia pergi bermain, sekarang dia yang sibuk
mengaku aku hasil pekerjaannya. (hal 51)

 Burlian
1. Jail
Kutipan : “Apanya yang cantik? Mamak justru terlihat aneh.” (hal 37)

2. Suka mengeluh
Kutipan : Bahkan Burlian barusan mengeluh perutnya melilit, hendak buang
hajat. (hal 43)

3. Suka bergurau
Kutipan : “Yaiyalah, jalan itu pakai kaki, makanya disebut ‘jalan kaki’,
bukan ‘jalan mulut’. Betul tidak, Kak?” (hal 43)
“Dua ratus? Kau pikir itu seperti gorengan di warung sekolah.”(hal 100)

 Mamak
1. Galak
Kutipan : “Kalian mau jadi petaruh tangguh, hah? Hari ini tebak – tebakan
manggis, esok lusa beli nomor SDSB, minggu depan sabung
ayam, main kartu, mempertaruhkan seluruh hasil sadapan karet,
menjual tanah, rumah? Kalian mau jadi cukong judi kalu sudah
besar, hah?” (hal 22)
“Awas saja kalau kalian berani melubangi kaleng garam atau
kaleng lada milik Mamak.” (hal 166)
Mamak mengomel semalaman. (hal 231)
Mamak melotot pada Burlian. (hal 37)

13
2. Tidak mau kalah
Kutipan : “Enak saja. Aku tidak gugup, Bang. Kaulah yang gugup.” (hal 38)

3. Pemarah
Kutipan : “Kau yang merusaknya, kan? Jawab!” Mamak mulai marah. (hal
53)
“Oi, pantas saja buku tulis kau habis.” Mamak langsung berseru
marah. (Hal 75)

4. Perhatian
Kutipan : Mamak masuk ke dalam kamar. Sejenak manatapku. Meraih
selimut yang berjatuhan di bawah dipan, lantas menyelimutiku.
Mamak mengelus pundakku dengan lembut. Mencium dahiku. (hal 308)

 Bapak
1. Tegas
Kutipan : “Eliana, lekas bawa adikmu keluar!” (hal 13)
“ELIANA, HENTIKAN! (hal 16)
“Kau dihukum, Eli. Tidak ada uang jajan selama sebulan. Juga Kau,
Amel, besok pagi – pagi kautemani kakakmu ke rumah Wak
Yati…” (hal 209)

2. Suka bergurau
Kutipan : Bapak tertawa, meneruskan menggoda Mamak. (hal 37)
Bapak tertawa. “Kau ada ada saja, Pukat. Selalu penasaran dengan
pertanyaan dari wawak kau, ‘Apa harta karun paling berharga di seluruh
kampoug itu’ itu.” (hal 131)
14
3. Bijaksana
Kutipan : “Kita bahas urusan ini dengan logika, karena untuk anak spesial
seperti kau, akal sehat adalah segalanya…” (hal 76)
“Nah, Burlian, Pukat, Amel, bukankah Bapak pernah berkali – kali bilang,
jangan pernah takut atas hal yang kasatmata di dunia ini…” (hal 78)
4. Pemberi nasihat
Kutipan : “Bapak tahu kau marah karena dituduh mencuri, tapi jangan
sampai kebencian kau pada seseorang membuat kau berlaku tidak adil
padanya…” (hal 129)
“Bapak setuju soal kau tidak mau diremehkan. Tapi kau berlebihan, Eli”
Bapak tidak mengomel, hanya menasihati. (hal 232)

 Mbak penjaga toko


1. Mudah mempengaruhi pembeli
Kutipan : “Nah, tas yang ini cocok sekali dengan anak pintar berambut
panjang seperti kau!” (hal 2)
 Koh Acan
1. Baik hati
Kutipan : Dia menyuruh karyawannya menyediakan dua kursi plastik.
(hal 4)
Memberikan minuman dingin dalam kemasan karton. (hal 4)
-- Koh Acan menyuruh karyawan toko membelikan dua nasi
bungkus dan minuman dingin untuk kami. (hal 6)
“Kalau sudah habis, Kokoh punya hadiah spesial untuk kau.”
(hal 8)
 Johan
1. Sombong
Kutipan : “Sadarlah, orang sehebat kau terperangkap di kampong, Kawan.
Miskin hidup seadanya, tidak punya masa depan..”

15
“Lihatlah, Syahdan, kehidupan apa yang kau berikan pada anak –
anakmu? Seragam bekas? Astaga!” (hal 14)
“Alangkah miskin keluarga kau, Syahdan.” (hal 15)
2. Rakus
Kutipan : “Puluhan meter di bawah hutan kalian terbenam harta karun,
Syahdan. Emas hitam. Batu Bara. Miliaran ton jumlahnya.
Kaulah yang tidak mau mengerti kesempatan besar yang kami
tawarkan. Kau membuang kesempatan menjadikan seluruh
kampong kaya raya..” (hal 12)
Johan mengirimkan puluhan alat berat untuk mulai memorak –
porandakan hutan kami. Johan pasti menggunakan segala cara
untuk memperoleh izin konsesi pertambangan. (hal 420)

3. Jahat
Kutipan : “Mudah sekali menjebak kau datang kemari. Tinggal kusuruh saja
anak buahku berbual…” (hal 405)
“Tidak. Tentu saja aku tidak akan melempar kalian ke lubuk larangan, itu
tidak ada untungnya.” (hal 406)
Tinggalkan empat anak nakal ini di dalam container. Biarkan seluruh
penduduk cemas..” (hal 407)

 Wak Lihan
1. Pemarah
Kutipan : “Seumur – umur aku belum pernah mendengar perempuan
mengumandangkan adzan. Anak Syahdan keterlaluan. Dia menghina masjid
dan seluruh kampong!” Wak Lihan berseru marah. (hal 227)

2. Taat agama
Kutipan : “Eli, kau melanggar aturan agama hanya untuk hal sepele seperti
itu?” (hal 228)

16
 Wak Burhan
1. Pemarah
Kutipan : “Enak saja! Lima puluh meter itu berarti termasuk lading
jagungku!” Wak Burhan berseru marah. (hal 143)

 Wak Yati (Kakak tertua bapak)


1. Bijaksana
Kutipan : “Eliana justru membuat kesimpulan pembicaraan lebih baik
dibanding semua orang. Lima jam bicara kosong dengan mereka,
berputar – putar, kau susah sekali bilang tidak. Oi, Eliana hanya
lima menit di ruangan itu, dan dia bisa menyampaikan penolakan
yang terang benderang.” (hal 18)

2. Perhatian
Kutipan : “Schat, kenapa rambut kau hanya diikat karet gelang? Bando kau
mana?” (hal 193)

 Bakwa Dar (Kakak laki – laki bapak)


1. Tegas
Kutipan : “Anak kecil tidak boleh masuk, Amel.” Bakwo Dar berkata
tegas. (hal 13)
2. Suka menakuti
Kutipan : Itu kata Bakwo Dar yang memang suka menakut – nakuti. (hal 41)

 Pak Bin (Guru di sekolah kampung)


1. Kreatif
Kutipan : Pak Bin selalu bersemangat. Setiap hari dipenuhi ide – ide baru,
kreatif mencari akal agar kami tidak berisik saat ditinggal, dan selalu
berjuang membantu kekurangan kami. (hal 61)

17
2. Suka bergurau
Kutipan : “Nanti kau bahas pula bahwa guntur terjadi karena kerbaunya
mengeluh, petir karena kerbaunya bersin. Ada – ada saja.” (hal 85)

3. Tegas
Kutipan : “Kembali ke bangku kau! Nanti akan Bapak berikan tugas yang
membuat kau jera…” (hal 88)
“Kami tidak punya pilihan, Eli. Kau harus dihukum.” (hal 121)

4. Bijaksana
Kutipan : Pak Bin berpikir sejenak, lalu memutuskan memanggil Bapak dan
Bapaknya Marhotap. (hal 126)

5. Gemar membantu
Kutipan : “Bantu Marhotap mencari batu sungainya.” (hal 124)

6. Jail
Kutipan : Dan seperti sudah disengaja olehnya, Pak Bin memasangkanku
dengan Marhotap. (hal 135)

 Mang Dullah (Kepala Kampung)


1. Sabar
Kutipan : “Harus berapa kali kukatakan, mereka punya izin lengkap
sekarang.” (hal 143)
“Tenang, semua harap tenang. Sebaiknya kita dengarkan dulu penjelasan
Eli.” (hal 228)

 Nek Kiba
1. Galak
Kutipan : “Kalian seperti tidak pernah belajar mengaji.” PTAK! (hal 81)

2. Pemberi nasihat
Kutipan : “Nasib buruk, nasib baik, mati, kecelakaan, hadiah, rezeki, hanya
Allah yang mengatur…” (hal 81)

18
“Baiklah. Pertama – tama aku mau bilang, suara adzan Eli lebih kencang
disbanding suara adzan Juha atau Pendi.” (hal 229)

3. Suka bercerita
Kutipan : “Zaman aku seumuran kalian, rusa berkeliaran di kampong kita…”
(hal 181)

 Pendi
1. Jujur
Kutipan : “Iya Wak. Kami sudah melarang Eli. Dia malah marah – marah,
bilang apa salahnya anak perempuan adzan….” (hal 227)

 Marhotap
1. Pemalas
Kutipan : Dasar pemalas, berbohong saja tidak becus. (hal 84)

2. Pintar
Kutipan : Marhotap maju, dia sama sekali tidak terlihat kesulitan
mengerjakan soal terakhir. (hal 95)
“Aku sebar dalam jumlah banyak di sepanjang jalan keluar dari tambang.
Mereka pasti repot menambal ban truk saat ini..” (hal 171)

3. Mudah panik
Kutipan : “Hilang! OI, HILANG!” (hal 123)
“Aduh, itu batu paling berharga, Pak. Bapak saya pasti marah kalau batu itu
hilang…” (hal 123)

4. Pemberani
Kutipan : “Aku akan melakukannya, Eli. Terserah kau, mau ikut atau tidak.”
(hal 187)

 Damdas
1. Peduli
Kutipan : “Sepertinya anak popular itu menjadi pendiam belakangan ini.”
(hal 147)

19
2. Penakut
Kutipan : “Tapi apa? Jangan sampai aku menyimpulkan kau ternyata
pengecut.” (hal 148)

 Hima
1. Selalu ingin tahu
Kutipan ; ‘Aku penasaran, dari mana Marhotap memperoleh baru – batuan
sungai sebagus itu.” (hal 105)
“Aku sungguh penasaran,” (hal 105)

2. Jujur
Kutipan : “Sebenarnya ya, tapi kau jangan marah.” (hal 111)

3. Jail
Kutipan : Hima menahan tawa. “Sedang dengan cermin aku enggan
berbagi.” (hal 139)

4. Penuh perencanaan
Kutipan : Ada banyak yang telah disiapkan Hima. Dia membuktikan
kalimatnya, akan melakukan penyerbuan dengan rencana matang. (hal 400)

 Anton
1. Pintar
Kutipan : “Bapak senang ternyata kau ikut ketularan pintarnya Marhotap,
Anton..” (hal 135)

2. Sombong
Kutipan : “Mana ada anak perempuan bisa mengalahkan kami lari?”
Demikian Anton jemawa, mencibirkan mulutnya pada teman – teman
perempuan. (215)

20
 Can
1. Jail
Kutipan : “Kenapa bentuknya seperti kaleng sarden?” Can nyengir lebar.
(hal 146)

 Lamsari
1. Sombong
Kutipan : “Nah, perahuku ini baru nomor satu. Dibeli dari pedagang di kota
kabupaten.” (hal 147)

 Paman Unus
1. Suka bergurau
Kutipan : “Apa kabar? Kakak hari ini terlihat cantik sekali. Macam ibu – ibu
yang baik hati dan penuh pengertian.” (hal 239)

2. Penuh kejutan
Kutipan : “Tenang saja. Kau pasti suka.” (hal 243)
“Aku tahu apa yang kau pikirkan, Eli.” (hal 249)
Paman Unus memberitahuku sebuah fakta kecil yang hebat..” (hal 343)

3. Pemberi nasihat
Kutipan : “Dan soal truk – truk, percayalah pada Paman. Ada suatu masa di
antara masa masa. Ada suatu musim di antara musim – musim. Ada saatnya
ketika alam memberikan perlawanan sendiri…” (hal 250)

 Om Sambas
1. Peduli
Kutipan : “Yang wartawan itu, Pak. Yang mengantar kita ke stasiun kereta.”
(hal 357)

IV. Latar Tempat :


1. Jalanan
Kutipan : Jalanan ramai oleh mobil, dokar, pedagang asongan, gerobak
dorong, dan orang orang yang berlalu lalang. (hal 1)

21
2. Toko tas
Kutipan : Dengan cepat ia meraih galah panjang, berusaha menurunkan
beberapa tas sekolah dari langit – langit tokonya. (hal 2)

3. Stasiun kota
Kutipan : Tiba di stasiun kota, kami menumpang dokar menuju pasar
(hal 3)

4. Toko emas Koh Acan


Kutipan : Sebenarnya cukup menyenangkan berada di toko emas Koh
Acan. (hal 4)

5. Toko cuci – cetak


Kutipan : Pukul sebelas aku mengajak Amelia ke toko cuci – cetak foto,
tidak jauh dari toko emas Koh Acan. (hal 5)

6. Gedung biru
Kutipan : Bangunan ini bagus sekali, beratus kali lebih bagus
dibandingkan gedung sekolah kami yang bocor atapnya, retak
dindingnya, dan berlubang tegelnya. (hal 8)
Mataku menyapu bersih seluruh ruangan. Ada beberapa pintu
ruangan lain dan anak tangga disudut. (hal 9)

7. Kereta Api
Kutipan : Perjalanan pulang dari kota kabupaten. Kereta api meliuk
mendaki bukit. (hal 17)
Ular besi yang kami tumpangi gagah mendaki bukit. (hal 252)

22
Suara roda baja menggilas rel terdengar bergemuruh. (hal 353)

8. Rumah
Kutipan : Dirumah, Burlian dan Pukat sedang asyik bermain “tebak –
tebak buah manggis” (hal 20)
Tiba di rumah, lengang. (hal 204)

9. Pasar Kalangan
Kutipan : Pasar kalangan masih ramai saat buah manggis yang kubawa
tandas terjual. (hal 45)
10. Rumah Wak Wati
Kutipan : Beberapa hari kemudian, saat kami bertamu di rumah Wak Yati
karena disuruh Mamamk mengantar rantang makanan…” (hal 79)
Baru saja aku masuk ke rumah panggung Wak Yati, itu pertanyaan pertama
darinya. (hal 203)

11. Sekolah
Kutipan : Lihatlah, sepanjang lorong sekolah, teman – teman sekelas dan
anak- anak kelas lain sibuk berbisik – bisik, menatap tidak percaya. (hal
125)
Gerimis membungkus sekolah. (hal 235)

12. Ladang Jagung


Kutipan : Aku mendekat, menyibak batang jagung yang sudah setinggi
dadaku. (hal 141)

23
13. Balai kampong
Kutipan : Pertemuan di balasi kampong berakhir tanpa kesimpulan. (hal 145)

14. Rumah Nek Kiba


Kutipan : Lepas mengaji dari rumah Nek Kiba, kami mengeluarkan senter
(hal 150)
15. Area penambangan
Kutipan : Persis saat kami sedang sibuk menggembosi ban – ban truk, satu
mobil Jeep dengan enam petugas di dalamnya memasuki area penambangan.
(hal
155)

16. Lapangan
Kutipan : Tepi lapangan jadi ramai. (hal 215)

17. Hutan
Kutipan : “Selamat dating di bagian hutan paling eksotis, Amel.” (hal 247)
Kami memasuki jalan setapak hutan lubuk larangan, menuju lokasi semak
tempat mengintai sebelum menyelip. (hal 402)

18. Gedung
Kutipan : Aku menelan ludah saat tiba di gedung tujuan. (hal 260)

19. Rel kereta api


Kutipan : Kami bertiga asyik menelusuri rel kereta api. (hal 319)

24
20. Kota Provinsi
Kutipan : Kami tiba di kota provinsi menjelang petang, lalu naik oplet
menuju penginapan yang disiapkan panitia pameran. (hal 347)

V. Latar Waktu :
1. Siang hari
Kutipan : Siang begitu terik, matahari membakar ubun – ubun. (hal 1)
Matahari persis di atas ubun – ubun. (hal 6)
Pukul satu siang. (hal 6)
2. Pagi hari
Kutipan : Masih pagi saat kami tiba. Cahaya matahari lembut menyapu
wajah. (hal 4)
Pagi untuk kesekian miliar kali kembali dating. (hal 41)
Pagi kembali dating di kampong kami. (hal 42)
Sepagi ini, burung nektar yang memiliki jam aktifi di pagi hari
masih sibuk berkicau. (hal 83)
Pagi datang lagi di lembah kampong. (hal 135)
Pagi hari yang rusuh, seperti biasa, di rumah kami. (hal 172)
Sepanjang pagi Pak Bin menyuruh kami menyalin pelajaran.
(hal 235)

3. Malam hari
Kutipan : Cahaya lampu petromaks, kerlap – kerlip lampu canting, dan
obor bambu terlihat di teras rumah panggung penduduk. (hal 31)
Makan malam ramai seperti biasa. (hal 50)
Malam datang untuk kesekian kali. (hal 55)
Makan malam yang menyenangkan. (hal 61)
Makan malam dirumah. (hal 101)

25
4. Sore hari
Kutipan : Sore hari, saat Bapak pulang dari kota kabupaten, pulang dari
mengurus Juha dan Pendi, aku tidak sabaran melaporkan semua. (hal 74)
Esok sore, sepulang dari sekolah. (hal 211)
Sore itu, hamper setengah jam Paman membiarkan kami bebas mengamati
lima buah bangkai yang mekar. (hal 248)
Sore itu juga kami pergi ke hutan dekat lubuk larang. (hal 344)
Sore hari, pulang sekolah, kami berempat pergi mengintai tambang pasir.
(hal 397)

VI. Alur : Maju mundur (campuran)

VII. Sudut pandang : Orang pertama sebagai pelaku utama. Karena dalam novel
ini, pengarang berperan sebagai tokoh utama dalam cerita. Dan kalimat yang
digunakan dalam novel ini yaitu kalimat dalam bentuk aktif, dan pengarang
menggunakan kata ganti “Aku”.

Amanat : Novel ini mengajarkan kita agar selalu peduli terhadap alam. Karena
alam lah yang memberi kita kebutuhan seperti oksigen, makanan, dan lain lain.
Bukan hanya itu, Eliana juga mengajarkan kita agar menjadi anak yang pemberani
dalam menegakkan kebenaran.

26
UNSUR EKSTRINSIK
I. Unsur biografi

Tere liye merupakan seorang pria yang lahir di pedalaman Sumatra Indonesia. Tere
Liye lahir pada 21 Mei 1979, ia merupakan anak dari seorang petani biasa yang
tumbuh dewasa di pedalaman Sumatera. Nama asli Tere Liye adalah Darwis. Tere
Liye hanya nama pene yang diberikan di setiap karyanya.

Tere liye berasal dari keluarga yang sederhana, orang tuanya bekerja sebagai
petani di desanya. Ia adalah anak keenam dari tujuh bersaudara. Kehidupan masa
kecil yang dilalui Tere Liye penuh dengan kesederhanaan yang membuatnya tetap
sederhana hingga kini. Sosok Tere Liye terlihat tidak banyak gaya dan tetap rendah
hati dalam menjalani kehidupannya.

Tere Liye pernah menempuh pendidikan di tempat yang berbeda-beda di tiap


tingkatnya yaitu SD dan SMP di Sumatra selatan, SMA di lampung, dan kuliah
Universitas Indonesia. Hal itu membuatnya mempunyai wawasan yang luas.
Berada di lingkungan yang sederhana membuat ia lebih terbuka untuk berbagi
melalui buku-bukunya yang sangat bagus. Sampai saat ini buku-buku beliau
merupakan buku-buku best seller social. Buku terbitan pertamanya adalah Moga
bunda di sayang Allah (2006) , dan salah satu karya nya yang paling terkenal
adalah Hafalan sholat Delisa , yang saat ini telah di angkat menjadi sebuah film
layar lebar. Indonesia sangat beruntung karena memiliki pengarang-pengarang
hebat yang masih aktif sampai saat ini.

II. Unsur nilai

- nilai sosial

“Seorang ibu walaupun terlihata galak pada anaknya padahal ia sangat menyayangi
anaknya.”

 Contoh dalam novel: Saat Eli mengira Mamak membenci dan tidak
membutuhkannya, maka Wak Yati terpaksa memberitahu Eli tentang apa
yang dilakukan Mamak untuknya selama menginap beberapa hari di rumah

27
Wawaknya. Wawak menyadarkan Eli bahwa selama ini seharusnya dia
‘memperhatikan’ siapa yang duluan bangun dan siapa yang terakhir tidur,
serta siapa yang bergabung terakhir saat makan, memastikan anak-anak
lebih dulu mendapatkan makanan, baru beliau yang terakhir. Setelah Eli tahu
apa yang dilakukan Mamaknya. Eli sungguh meminta maaf atas sikapnya
pada Mamak.

- nilai moral

“Walaupun sesusah apapun hidup kita jangan pernah merugikan orang lain
apalahi dengan mengambil hak yang bukan punya kita.”
 Contoh dalam novel: Bahkan sehina apa pun hidup kami, aku tidak akan
pernah mencuri. Ratusan kali Mamak mengajari kami tentang kehormatan
keluarga. Tidak terhitung teladan dan kalimat bijak Bapak menasihati kami
tentang kejujuran dan harga.diri
Jangan membalas orang yang sudah berbuat jahat atau menghina kita, karena
bisa saja mereka lebih hina dibandingkan dengan orang mereka hina.
Jangan pernah bersedih ketika orang menilai hidup kita rendah. Jangan
pernah bersedih karena sejatinya kemuliaan tidak pernah tertukar. Boleh jadi
orang-orang yang menghina itulah yang lebih hina. Sebeliknya, orang-orang
yang dihinalah yang lebih mulia. Kalian tidak harus selalu membalas
penghinaan dengan penghinaan, bukan? Bahkan, cara terbaik menanggapi
olok-olok adalah dengan biasa-biasa saja. Tidak perlu marah. Tidak perlu
membalas

- nilai budaya

“Anak sulung yang bertanggung jawab atas perbuatan adik adiknya, apabila
adiknya melakukan kesalahan maka kakak nya lah yang disalahkan.”

 Contoh dalam novel : “Kau seharusnya memperhatikan adikmu, Eli. Apa


yang dia mainkan, apa yang dia lakukan, kau harus perhatikan. Itu tugas
anak sulung. Bertanggung jawab atas adik-adiknya.

- nilai agama

28
“Selalu percaya kepada Allah bahwa semua ini sudah di atur oleh Allah, kita
sebagai manusia hanya perlu berusaha dan setelah itu serahkan semuanya kepada
Allah.”

 Contoh dalam novel : Nasib buruk, nasib baik, mati, kecelakaan, hadiah,
rezeki, hanya Alllah yang mengatur.

III. Unsur sosial

Selama ini sosok Tere Liye cukup misterius. Kisah hidupnya tidak terlalu
banyak diekspos. Hal tersebut sepertinya memang sengaja dilakukan untuk
menjaga kehidupan pribadinya. Ia tidak gemar tampil di layar kaca dan melakukan
upaya eksistensi dengan membuat sensasi yang kerap dilakukan oleh para publik
figur lainnya. Sosoknya yang sederhana memukau banyak orang.
Ia dikagumi oleh para pecinta novel karena gaya khasnya dalam
menyampaikan sebuah kisah sangat mudah dipahami dengan bahasa yang mudah
diterima. Meskipun dinobatkan sebagai penulis terkenal dengan buku-buku yang
best seller namun ia tidak memanfaatkannya untuk sekedar mencari popularitas.
Hingga saat ini Tere Liye telah menghasilkan 21 karya yang keseluruhan
novelnya mendapat sambutan hangat dari masyarakat. bahkan beberapa novel telah
diangkat ke layar lebar dan menarik minat masyarakat Indonesia untuk
menontonnya. Berdasarkan Biografi Tere Liye, ada beberapa karya novel yang
telah diterbitkan.
Diantaranya Hafalan Shalat Delisa, Mimpi-Mimpi Si Patah Hati, Moga
Bunda Disayang Allah (2005), The Gogons Series: James & Incridible Incodents,
Rembulan Tenggelam di Wajahmu, Cintaku Antara Jakarta dan Kualal Lumpur
(2006), Sang Penandai (2007), Senja Bersama Rosie, Bidadari-Bidadari Surga
(2008), Burlian (2009), Pukat, Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
(2010), Eliana, Serial Anak-Anak Mamak, Ayahku (Bukan) Pembohong (2011),
Bumi (2014) dan masih banyak yang lainnya.

29
RESENSI

I. Sinopsis
Si Anak Pemberani

Berceritakan tentang seorang anak sulung dari keluarga pak syahdan yang bernama
eliana atau biasa di panggil ka eli oleh ketiga adiknya yang bernama amel , pukat
dan burlian. buku ini bercerita dari sudut pandang aku ( eliana) . di dalam
keluarganya eliana terkenal dengan sifatnya yang pemberani dan bertanggung
jawab , bahkan eliana tidak segan segan akan membentak dan memarahi siapapun
yang menghina keluarga nya seperti yang di lakukannya kepada seorang
penambang di kota.

Novel ini juga menceritakan tentang kisah persahabatan kesetiaan kawan di antara
eliana , damdas , marhotap , dan himas dimana mereka membentuk kelompok yang
mereka sebut dengan “empat buntal” mereka berusaha menyusun rencana –
rencana untuk mengusir penambang dari kota yang ingin menambang di kampung
nya , namun sayang nya semua tidak berjalan mulus begitu saja.

Pada suata hari bapaknya eliana ingin melakukan negosiasi ke gedung biru di kota
mengajak eliana dan amel, namun eliana tidak ikut bapaknya masuk ke gedung
biru dan hanya menunggu di toko temen bapaknya. Namun eliana dan tak sabar
menunggu bapaknya dan menyusul kegedung biru, eliana mendengar suara
bapaknya disuatu ruangan ia merasa bapaknya sedang dihina lalu ia masuk dan
berteriak kepada johan ( pejabat yang ingin melakukan penambangan) "JANGAN
HINA BAPAKKU!". Kejadian tersebut membuat johan kesal dan semakin ingin
melakukan penambangan.

Sejak kejadian di gedung biru eliana merasa tidak suka pada saat ada penambang
pasir di desanya yang sangat mengganggu keseimbangan alam di desanya, mulai
dari warga yang kesulitan mencari kucur di sungai, kesulitan mencari batu hias di
dasar lubuk larangan, sampai warga yang harus kerepotan untuk mengunjungi

30
kebun jagung miliknya. Kemudian dia bersama empat temannya mendirikan genk
“Empat Buntal” untuk melakukan perlawanan terhadap penambang tersebut .
Mereka menyusun rencana untuk menghalangi para penambang pasir memasuki
desanya. Marhotap mampunyai rencana menyirami minyak tanah ke mobil truk
penambang namun eli tidak ingin ikut, marhotap pun pergi sendiri. Eliana khawatir
membiarkan marhotap pergi sendirian ia pun menyusul marhotap dan melihat
marhotap sedang menyirami minyak naman marhotap ketahuan oleh para
penambang marhotap pun ditembak, eliana kaget sehingga ia ketahuan pula oleh
para penambang ia pun dikejar dan tak sempat menolong marhotap.

Eliana mengajak temannya damdas,hima dan anton untuk mencari jasad marhotap
dan mencari bukti bahwa para penambang yang telah membunuh marhotap.
Mereka pergi ketempat penambang namun mereka tertangkap, mereka disekap dan
dikurung didalam mobil truk. Eliana dapat melepaskan ikatan pada tubuhnya, tiba
tiba mobil truk bergoyang dan ternyata terjadi gempa disertai dengan banjir
bandang. Mobil truk tersebut berguling hingga menabrak pohon. Keesokan harinya
mereka ditolong oleh warga, mereka juga menemukan marhotap yang dikubur
ditengah hutan , johan pun ditangkap polisi atas tuduhan pembubuhan marhotap
dan penyekapan anak kecil. Tambang pasir pun sudah tertutup oleh air.

Eliana dan teman temannya sudah tumbuh dewasa dan sukses. Atas kejadian
penmbangan pasir dulu mereka tidak rela apabila hutan mereka dirusak. Hingga
johan yang sudah bebas, kembali ke desa mereka sebagai penambang batu bara.
Eliana dan teman- temannya siap melakukan perlawanan kembali.

31
II. Kelamahan novel
Dalam Novel ini masih banyak bahasa asing yang tidak di sertakan dengan arti atau
penjelasannya , sehingga para pembaca harus menerka nerka terlebih dahulu apa arti dari tulisan
tersebut dan banyak penggalan penggalan cerita yg tidak di ceritakan karena sudah di ceritakan
di novel lainnya seperti novel si anak pintar. sehingga pembaca harus terlebih dahulu membaca
buku yang sebelum nya untuk mengetahui cerita cerita tersebut. Novel ini menggunakan soft
cover yang mengakibatkan cover novel mudah terobek .

III. Kelebihan novel


Penulis ini menyajikan semua latar nya dengan se detail mungkin sehingga
pembaca bisa mudah merasakan dan paham tentang cerita yang di sampaikan di
dalam buku tersebut. Cover buku nya cukup menarik dan membuat penasaran .

32
KUMPULAN PUISI

Perusak Alam Alam Yang Dijaga


Adelia Asadel Adinda Deswita

Tanah kami kau rusak Ini bukan cerita cinta


Sungai kami kau urak Bukan pula cerita romansa
Hutan kami kau acak Ini cerita tentang kekejian manusia
Uang, uang, uang Terhadap alam semesta
Hanya uang yang kau pikirkan
Tak pernah ada rasa puas dalam Kemanakah peran itu?
dirimu Bukankah alam harus di bantu?
Kau terus mencari, mencari dan Harusnya kita malu
mencari Terhadap alam yang lugu
Menghalalkan segala cara
Tak peduli dengan alam yang kau Tindakan manusia yang selalu
rusak menggertak
Tangis kami pun terisak Bahkan tak jarang membuatnya rusak
Melihat kampung kami dirusak Kepuasan yang tak pernah berujung
Alam pun memberontak retak
Semakin hari semakin tamak

Andai alam mampu bersosialisasi


Mungkin saat ini sedang
berargumentasi kepada sang Illahi
Menceritakan isi hati
Tentang apa penderitaannya selama
ini

33
Jeritan
Arlyn fortuna

Pada batasan bukit barisan Mereka


Devi nur arifah
Aku memandang jauh ke bawah
Tampaklah hutan rimba , ngarai dan Rakus , tamak, serakah
sawah yang indah Itu mereka
Namun Mereka yang merusak alam
mereka datang membawa arogansi Untuk mendapatkan uang
Menggali hingga mencemari
Pejabat Kota diam tak peduli Halal haram bukan jadi prioritas
Seakan mereka buta , bisu dan tuli Jabatan, harta hanya itu yang mereka
Ego mengalahkan , hilang jawaban pikirkan
Di lubang tambang Rakyat kecil ditindas
ada ke angkuhan sang perusak bumi Agar mereka mendapatkan
Di lubuk hati kesenangan
Ada kedengkian seorang peri bumi Suara rakyat tak didenger
Ingat! Seakan angin lewat yang tak
Bumi di buat Tuhan dengan dihiraukan
sedemikian rupa
Mereka pikir alam akan diam saja
Tetapi , rupa-rupanya
Di tangan manusia bumi sudah tidak Mereka pikir dia tak akan marah
berupa Mereka pikir ia akan membiarkannya
begitu saja
Tunggu hingga alam membantahDan
mereka tak bisa lagi bersuara

34
“Ada suatu masa di antara masa-masa . Ada suatu
musim di antara musim – musim . Ada saat nya
ketika alam memberikan perlawanan sendiri. Saat
hutan , sungai , lembah , membalas sendiri para
perusaknya” – si anak pemberani , Tereliye

35

Anda mungkin juga menyukai