Anda di halaman 1dari 8

Umi Kulsum

13010111130026
Djenar Maesa Ayu
Kehidupan dan Karya: Sama=Berbeda/ Berbeda= Sama
Lingkaran Setan Tanpa Mata
A. Kehidupan Djenar Maesa Ayu sebagai Manusia
Menulis adalah akibat dari ketidakmampuan Djenar dalam menyampaikan perasaannya
secara langsung, pribadi yang tertutup/ introvert menjadikan Djenar kecil tidak banyak
memiliki teman. Akibatnya ia menghabiskan waktu dengan membaca buku dan menulis di
dalam kamarnya. Bayu Bening dan Btari Maharani adalah sumber inspirasi dari setiap
karyanya, ia sangat mencintai anak-anaknya sama seperti ibu-ibu lain, maka tak heran jika
sebagian besar karyanya berkecimpung dalam dunia anak-anak versi pikirannya sebagai
seorang Ibu.
Wanita kelahiran Jakarta, 14 Januari 1973 ini merupakan pekerja seni dalam bidang aktris,
penulis, dan sutradara. Ia memulai karirnya pada tahun 2003 hingga saat ini. Mantan istri
Edi Wijaya ini adalah anak dari Syuman Djaya dan Tutie Kirana, namun keahlian Djenar
adalah sebagai penulis, terutama cerpen. Karya-karyanya telah tersebar di berbagai media
massa seperti Kompas, The Jakarta Post, Republika, Koran Tempo, Majalah
Cosmopolitan, Lampung Post, dan Majalah Djakarta!
Ia adalah seorang penulis yang berani, brengsek, profokatif, mengerikan, dan bebas.
Keberaniannya itu dapat dilihat dari topik yang ia pilih, sastra wangi: seksualitas sastra.
Wanita yang kerap dipanggil Nai ini mulai menulis pada tingkat SD, setelah kuliah ia juga
sempat bekerja jadi presenter televisi sebentar sebelum akhirnya benar-benar memutuskan
untuk bergelut di dunia kepenulisan. Sebelum terjun untuk menulis itulah ia berguru pada
Budi Dharma, Seno Gumira Ajidarma, dan Sutardji Calzoum Bachri, yang selalu disebutsebut dalam ucapan terima kasih di setiap karyanya. Sekalipun setiap karyanya penuh pro

dan kontra dalam dunia sex dan perempuan, ia tidak gentar. Ia hanya menulis. Belajar
menulis, ya menulislah, begitu prinsipnya.
Dari cerpen ke novel, dari novel ke film. Semuanya sama saja, selalu ada unsur Djenarnya,
namun berbeda rasanya. Maklumlah, terlepas dari apapun darah seni telah mengalir dari
kedua orang tuanya, kedua orang tua yang terkenal di jamannya. Dari kecil saya terbiasa
melihat kesibukan kedua orang tua yang enggak jauh-jauh dari dunia seni. Baca buku
sastra, nonton film dari banyak negara.

Unsur feminisme yang begitu kental, tidak terlalu membebani dirinya, atau sebutan
sebagai kebangkitan perempuan era 2000-an, tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Ia
jujur, ia sudah tak pantang dengan ketabuan, lalu untuk apa ditakutkan? Begitu pikirnya.
Yang saya ingin tulis, saya tulis. Kalau ternyata banyak orang yang mengatakan
karya saya itu sebagai karya sastra, atau ada yang mengatakan porno itu saya
anggap sebagai komplimen. Tugas saya hanya menulisSaya tak pantang dengan
tema

yang

dianggap

orang

tabu,kata

ibu

dua

anak

ini

spontan.

Kesehariannya sebagai ibu, beranak dua, bercucu satu, selalu berdaster saat dirumah,
memasak, membersihkan rumah berlantai tiga, selalu mendobrak ketabuan yang ada di
masyarakat, namun sebenarnya ia adalah orang yang enggan dengan perubahan. Single
parent, tanpa pembantu sudah cukup membuatnya kaya, ia menikmati dirinya sebagai
seorang wanita sama seperti isi karya-karyanya.
Pemikiran Djenar sedikit banyak hadir akibat dari pendidikan karakter yang diterapkan
oleh kedua orang tuanya. Mereka sangat terbuka dan membebaskan ia untuk kritis, berani
bicara berbagai hal, termasuk seks. Bilamana dalam karya-karyanya ia mengusung
persoalan seks, ini terjadi karena dalam dirinya seks bukan sesuatu yang mewah. Naluri
seksual baginya adalah sesuatu yang amat alamiah dan perlu. Ditilik secara medis pun,

diakui bahwa seks dibutuhkan oleh metabolisme tubuh. Baginya, pemahaman seks bebas
bukanlah sekadar seks di luar nikah.
Seks bebas adalah seks yang tidak bertanggung-jawab, baik kepada diri sendiri
maupun terhadap pasangan. Segala sesuatu ada konsekuensinya. Harga yang harus
kita bayar karena melakukan seks dengan tidak bertanggung jawab amatlah mahal.
Selain kehamilan di luar keinginan, konsekuensi yang lain adalah penyakit kelamin.
Boleh saja kita berganti-ganti pasangan asal kita menjaga benar kesehatan
reproduksi,

jelas Djenar.

Dari pernyataan yang keluar dari mulutnya itulah, acapkali yang membuat presepsi
masyarakat kerap keliru membedakan karya dan kehidupannya yang sama-sama meminta
pemikirannya. Masyarakat kadang bahkan dapat melupakan karyanya berdiri sebagai
karya fiksi. Penyuka rokok dan beer ini menjelaskan Karya saya berasal dari kehidupan
sekitar dan apa yang saya pikirkan. Pelecehan seksual misalnya, sebagai ibu dari dua
anak perempuan, saya benar-benar concern dengan masalah itu. Tiap hari ada saja
berita yang saya dengar dan lihat baik dari media cetak maupun tivi. Walaupun saya
tidak ngalamin, tapi saya bisa merasakan, Walaupun tidak riil, tapi rasa sakitnya
terasa riil. Itulah sebabnya saya menganggapnya sebagai problem saya juga.

ujarnya

panjang, kemudian ia menambahkan Sembilan puluh sembilan koma sembilan orang


salah persepsi tentang saya,katanya.

Seperti dikatakannya, orang menganggapnya liar,

gaul, padahal sesungguhnya ia menyukai ketenangan. I am aloner, nggak suka hang


out, pendiam, pelamun. Dari kecil saya orang yang sangat serius. Saya juga orang
yang senang di rumah,ujar

Djenar. Nai alergi dengan keharusan, kebebasan itu pula

tercermin dalam karya dan kehidupan aslinya yang berkawan dengan banyak seniman.
Selain itu ia juga mengakui bahwa ia termasuk orang yang egois, Saya orang yang
individualis. Karenanya saya tidak berbakat atau senang terlibat dalam organisasi. Jika
saya peduli lingkungan dan mahkluk hidup, saya lebih senang memulainya dari diri

sendiri. Misalnya, saya penyayang binatang. Ya aplikasinya jangan makan binatang.


Karenanya sekarang saya menjadi vegetarian.

Yang berkembang dari gaya penulisan Djenar Maesa Ayu adalah Ia menulis secara
impulsive, tanpa memikirkan konsep cerita, logika cerita, atau konflik cerita. Ia sengaja
membiarkan teks yang menjadi dewanya, bukan dirinya yang menjadi dewa dari teks yang
Ia tulis. Meskipun Djenar merasa menulis adalah sebuah kebutuhan, ada saat ketika Ia
benar-benar berhenti menulis, saat Djenar merasa menjadi bandel.
Pola pikir yang menerjang ketimuran itulah yang kemudian menjadikan beberapa
karyanya tidak dapat diterima di Indonesia, namun ia tetap menanggapi dengan santai saja.
Toh, negara tidak hanya Indonesia, katanya. Bila dilihat secara jelas, karyanya
mendapatkan pengaruh besar dari Hans Christian Andersen, yang ia akui sebagai
pendongeng gelap kesukaannya saat kanak-kanak.
Pergaulan dan pengetahuannya yang luas ternyata ia dapat dari keluarga besarnya yang
majemuk. Bokap gue nikah tiga kali, nyokap gue nikah tiga kali. Terus yang dinikahi
juga nikah beberapa kali lagi, yang sudah bapak tiri, terus kawin lagi sama orang yang
gue nggak tahu. Tapi semuanya itu kakak dan adik gue, dan tidak mau kalau tidak
dipanggil adik atau kakak. Mereka juga beda-beda, ada yang Islam, ada yang Hindu,
ada yang atheis, ada yang Kristen. Yang dari keluarga gue kemajemukannya dan tidak
pernah sendiri.

Ujar Djenar sambil tertawa. Pembelajaran dari orang tuanya mengenai

perceraian agaknya juga Djenar terapkan dalam mendidik anak-anaknya.


Urusan percintaannya, ia sekarang lebih memilih tidak menikah. Ia lebih menyukai
berpacaran, tetapi atas restu kedua anaknya. Pengalaman kegagalan rumah tangganya yang
dulu, membuat ia lebih memandang cinta secara universal, ungkap penganut monogami ini
dengan serius. "Edhie masih muda. Dia punya kesempatan bahagia dengan bentuk

tanpa saya, ia sangat sempurna. Celakanya saya adalah orang yang nyaris tidak
sempurna.
B.

Karya Djenar
Djenar termasuk perempuan penulis yang produktif. Dalam kurun waktu tujuh tahun,
empat judul buku sudah tergarap, dan tiga di antaranya itu masuk sebagai shortlist
anugerah sastra tahunan Khatulistiwa Literary Award tahun 2002, 2004 dan 2006. Dan
setiap buku karyanya selalu termasuk deretan daftar buku bestseller. Buku pertama Djenar
yang berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet! telah cetak ulang sebanyak delapan kali dan
masuk dalam nominasi 10 besar buku terbaik Khatulistiwa Literary Award 2003, selain
itu, buku ini juga akan diterbitkan dalam bahasa Inggris.
Cerpen Waktu Nayla menyabet predikat Cerpen Terbaik Kompas 2003, yang dibukukan
bersama cerpen Asmoro dalam antologi cerpen pilihan Kompas itu. Sementara
cerpenMenyusu Ayah menjadi Cerpen Terbaik 2003 versi Jurnal Perempuan dan
diterjemahkan oleh Richard Oh ke dalam bahasa Inggris dengan judul Suckling
Father untuk dimuat kembali dalam Jurnal Perempuan versi bahasa Inggris, edisi
kolaborasi karya terbaik Jurnal Perempuan.
Buku keduanya, Jangan Main-main (dengan Kelaminmu) juga meraih sukses dan cetak
ulang kedua hanya dua hari setelah buku itu diluncurkan pada bulan Februari 2005.
Kumpulan cerpen berhasil ini meraih penghargaan 5 besar Khatulistiwa Literary Award
2004.Nayla adalah novel pertama Djenar yang juga diterbitkan oleh Gramedia Pustaka
Utama. Bukunya yang terbaru berjudul Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta
Pendek, yang merupakan kumpulan cerpen. Djenar akhirnya mengikuti jejak orang
tuanya dengan terjun ke dunia film. Filmya yang paling terkenal adalah Film Mereka
Bilang, Saya Monyet! Yang digubah dari cerpennya sendiri dan disutradarainya sendiri.

Saat ini ia baru saja menyelesaikan novel Ranjang dan film SAIA dengan novel judul
yang sama 2014 ini, sama seperti lainnya karyanya terkini juga disokong oleh Gramedia.
C. Pengaruh Kehidupan Pribadi Djenar dalam Karyanya
Terlepas dari karya sastra adalah fiksi, latar belakang pengarang secara sosiologi dan
kehidupan pribadinya memang memberikan pengaruh yang cukup besar. Karya adalah
cerminan pribadi pengarangnya, bisa sebagian benar namun sebagian bisa salah. Itulah
yang sangat unik bagi seorang Djenar dimata masyarakat, saking dianggapnya sebagai
cerminanan, masyarakat menganggap bahwa karyanya merupakan kehidupan pribadinya,
namun Djenar jelas menolak pernyataan tersebut, dan penulis pun akan membuktikan
bahwa karya-karya Djenar memang adalah sebuah karya fiksi semata melalui tinjauan
sosiologinya.
Kebiasaan pribadinya seperti sex, beer, dan rokok yang diterapkan dalam karyanya adalah
bentuk keegoisan Djenar terhadap sebuah proses kreasi. Artinya, untuk menyampaikan
gagasan yang ia miliki Nai mencoba mencari pelantara bagian dalam hidup pribadinya
sebagai bahan pembangun cerita, hal tersebut karena dilatar belakangai ia tidak bisa
bersosialisasi, sehingga ia terus menerus berkutat pada apa yang dimiliki. Contohnya saja
ia menciptakan tokoh Nayla, yang panggilan di karya pun: Nay. Banyak sekali tokoh Nay
ini muncul dalam beberapa cerpen yang ia buat, seperti Waktu Nayla, Menyusu Ayah dll.
Kecintaan dirinya terhadap anak, membuat anak-anak kerap menjadi objek yang ia pilih
sebagai bahan, disinilah letak keunggulan keegoisan Djenar, karena ia dengan prinsip
hidupnya yang individualis, setiap karyanya selalu berhasil membuat pembaca benar-benar
merasakan keegoisan tokoh yang ada di dalamnya secara nyata. Penulisan dengan sudut
pandang apapun, meski kebanyakan menggunakan sudut pandang saya, ia tetap mampu
membawa pembaca kedalam dunia fiksi yang dekat dengan relitas. Keahliannya itulah

yang kemudian menjadi bumerang bagi presepsi masyarakat tentang dirinya sebagai
personal.
Contohnya saja masalah percintaan, keterbukaan pikirannya mengenai sex tidak hanya ada
dalam karyanya saja, dalam kehidupan pribadinya juga. Ia mengakuinya, dan itu biasa
saja. Cerminan sebuah karya sastra sebagai cerminan jamannya selalu Djenar jadikan
tameng, meski kadang hal tersebut merepotkan dirinya sendiri.
Penulis beranggapan kenapa Djenar menjadi begitu besar sebagai seorang pengarang, ya
karena ia menulis dengan jujur apa adanya. Tulisannya tidak kosong, tulisannya berisi
karena masyarakat dapat merasakan sensasi Oh pantes! jika saat bertemu dengan
dirinya maupun membaca karyanya.
Selain ia jujur, Djenar juga jeli dalam memandang persoalan disekitar. Daya tariknya
adalah saat pemikiran Djenar yang dilatar belakangi kehidupan yang broken home, dekat
seniman-seniman, punya banyak alasan yang dapat membentuk pribadi Djenar saat ini,
latar belakang yang tidak banyak dialami oleh masyarakat di Indonesia pada umumnya,
sehingga tidak hanya materi cerita yang baru, namun pandangan baru juga yang
menobatkan ia sebagai pendobrak, nilai-nilai yang ada sebelumnya. Tapi dimata Djenar ia
sama sekali tidak mendobrak apapun, karena itu memang benar-benar ada di realita, ia
hanya berani mengakuinya sedang yang lain tidak ataupun belum mau mengakui.
Kebiasaan Ia dengan sang mantan suami saat bertengkar, mereka menggunakan sms atau
surat menyurat: tulisan. Beberapa karya ia buat macam itu, SMS, Legenda Wong Asu, dan
Kunang-kunang dalam beer, mengundang tanda tanya besar akan kerinduan Djenar
terhadap sosok laki-laki, tapi lagi-lagi masyarakat tertipu. Yang benar hanyalah
pikirannya, pandangan hidup Djenar, namun tidak ada hubungannya

dengan

kehidupannya. Kebiasaan yang ia lakukan hanya pelantara, itu saja, sedang pemikiran

yang terbuka memang cara Djenar dalam menyampaikan sebuah gagasannya. Bukankah
itu pula yang dilakukan semua pengarang lainnya? Lalu kenapa Djenar terlihat berbeda??
Agaknya kini anda dapat menemukan jawabannya, jangan lagi tertipu oleh Djenar, ia
hanya seorang pengarang, sama dengan pengarang lainnya. Karya fiksi adalah karya fiksi,
jangan samakan sesuatu yang berbeda, dan membedakan sesuatu yang sama. Semua dari
awal hingga akhir memang tidak dapat kita temukan titik penyelesaian, biarkan saja
seperti lingkaran setan. Seperti ini begitu saja. Satu hal lagi, mungkin ia feminis, tapi yang
pasti penulis hanya melihat: ia bahagia menjadi seorang wanita.
Kebencian dalam memojokkan kaum lelaki di setiap karyanya hanya alasan agar ia
terlihat, ia begitu bahagia jadi wanita kuat. Tertipukah juga anda masalah ini?

Anda mungkin juga menyukai