Anda di halaman 1dari 8

Perbedaan Kinerja Auditor Berdasarkan Gender (Studi pada Auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi) Sifa Fauziah Enggar

Diah Puspa Arum Universitas Jambi The purposes of this research are to see and analyze the difference of auditor performance that contemplated by motivation and leadership style based on gender difference. Gender cases have been observed frequently in public accountants practice, among other things the effect on an audit judgment making process, discrimination matter on career, promotion chance, motivation, and salary gap. This research done to 60 auditors who work in BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi, with questionnaire return are 49 that consist of 26 male auditors and 23 female auditors. Instrument used to analyze the data is Mann-Whitney U Test, with significance level 5%. The results of this research dont show the differences on motivation, leadership style, and performance between ma le and female auditor who work in BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi. Keywords: gender, performance, motivation, leadership style, and auditor. 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Tujuan dari audit atas laporan keuangan adalah untuk menghasilkan opini auditor terhadap laporan keuangan yang disusun oleh suatu entitas. Dalam pelaksanaannya, opini auditor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang bersifat teknis maupun non teknis. Salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap pembentukan opini auditor adalah aspek perilaku individu. Menurut Robbins (2006), dasar-dasar perilaku individu berdasarkan karakter biografisnya adalah faktor usia, jenis kelamin (gender), status perkawinan, banyaknya tanggungan, dan masa kerja dalam organisasi. Perilaku gender merupakan perilaku yang tercipta melalui proses pembelajaran, bukan sesuatu yang berasal dari dalam diri sendiri secara alamiah atau takdir yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia. Temuan riset literatur psikologi kognitif dan pemasaran menyebutkan bahwa wanita diduga dapat bekerja lebih efisien dan efektif dalam memproses informasi saat terjadi kompleksitas tugas dalam pengambilan keputusan, dibandingkan pria. Salah satu bukti yang memperkuat pendapat ini adalah terkait dengan reaksi emosional dan kemampuan untuk membaca orang lain. Wanita cenderung lebih ekspresif dalam menunjukkan emosinya dibandingkan para pria dan lebih baik dalam membaca isyarat-isyarat non verbal dan paralinguistik. Akuntan wanita mungkin menjadi subjek bias negatif di tempat kerja, sebagai konsekuensi dari generalisasi bahwa akuntan publik adalah profesi stereotype laki-laki. Menurut Maupin (1993), dalam Trisnaningsih (2004), dua penjelasan efek negatif dari gender stereotype pada akuntan publik wanita adalah situation-centered dan person-centered. Situation-centered merupakan pandangan yang menganggap bahwa penerimaan terhadap budaya kantor akuntan publik merupakan hal penting yang menentukan pengembangan karir yang profesional. Person-centered merupakan pandangan tentang bias gender yang berdasarkan Sex-role inventory-nya. Pada umumnya, mayoritas pria penganut person-centered, yang menjadi penyebab rendahnya kesempatan berkembangnya karir bagi akuntan wanita. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain oleh Chung dan Monroe (2001), dengan hasil penelitiannya bahwa dalam situasi kompleksitas tugas yang lebih banyak, wanita lebih akurat daripada pria. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2001) pada kantor BPKP Perwakilan Jawa Tengah, yang menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam sikap auditor terhadap pekerjaan, motivasi dalam lingkungan pekerjaan, dan keinginan pindah kerja antara auditor pria dan wanita, dimana auditor pria mempunyai sikap, motivasi, dan keinginan pindah lebih tinggi dibanding auditor wanita serta tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam persepsi diskriminasi antara auditor pria dan wanita. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Trisnaningsih (2004) yang menemukan adanya kesetaraan gender dalam komitmen organisasi, komitmen profesional, motivasi dan kesempatan kerja, namun juga terdapat perbedaan dalam kepuasan kerja antara auditor pria dan wanita yang bekerja pada KAP di Jawa Timur tahun 2003. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa perbedaan dan persamaan kinerja akibat dari perilaku gender. Adanya ketidakkonsistensian dari hasil penelitian sebelumnya memerlukan tambahan bukti empiris apakah gender memang benar-benar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi judgment yang diambil oleh auditor. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengadakan kajian dengan menggunakan BPK sebagai objek dari penelitian ini. Badan Pengawas Keuangan (BPK) merupakan pusat regulator pemerintah yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan dan pengelolaan terhadap instansi-instansi pemerintah lainnya, yang nantinya akan mempertanggungjawabkan hasil auditannya atas laporan keuangan negara kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). BPK sebagai salah satu instansi pemerintah yang bertugas untuk melaksanakan audit terhadap instansi pemerintah lainnya, juga dapat bertindak sebagai auditor independen. 1.2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan motivasi, gaya kepemimpinan, dan kinerja antara auditor pria dan wanita di BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi? 1.3. Tinjauan Pustaka 1.3.1. Gender Gender tidak melekat dalam diri seseorang, tetapi dicapai melalui interaksi dalam situasi tertentu. Karena kategori jenis kelamin adalah kualitas individual yang secara potensial selalu ada, maka prestasi gender adalah kualitas yang secara potensial selalu ada dalam situasi sosial. Konsepsi normatif individu tentang perilaku lelaki atau wanita yang tepat adalah diaktifkan secara situasional (Ritzer dan Goodman, 2007). Stereotype merupakan proses pengelompokan individu kedalam suatu kelompok, dan pemberian atribut karakteristik pada individu berdasarkan anggota kelompok. Dua tipe stereotype antara lain adalah (Gill Palmer dan Tamilselvi Kandasaami, 1997) dalam Trisnaningsih (2004):

Sex Role Stereotypes dihubungkan dengan pandangan umum bahwa laki-laki itu lebih berorientasi pada pekerjaan, objektif, independent, agresif, dan pada umumnya mempunyai kemampuan lebih dibandingkan wanita dalam pertanggungjawaban manajerial. Dilain pihak, wanita dipandang lebih pasif, lembut, berorientasi pada pertimbangan, lebih sensitif, dan lebih rendah posisinya pada pertanggungjawaban dalam organisasi dibandingkan laki-laki. b. Managerial Stereotypes memberikan pengertian manager yang sukses sebagai seseorang yang memiliki sikap, perilaku, dan temperamen yang umumnya lebih dimiliki laki-laki dibandingkan wanita. Dua efek negatif dari gender stereotype pada akuntan publik wanita adalah situation-centered dan person-centered (Maupin, 1993), dalam Trisnaningsih (2004). Situation-centered merupakan pandangan yang menganggap bahwa penerimaan terhadap budaya kantor akuntan publik merupakan hal penting yang menentukan pengembangan karir yang profesional. Personcentered merupakan pandangan tentang bias gender yang berdasarkan sex-Role Inventory-nya. Pada umumnya, mayoritas pria penganut person-centered, yang menjadi penyebab rendahnya kesempatan berkembangnya karir bagi akuntan wanita. 1.3.2. Kinerja Menurut Robbins (1986) dalam Rai (2008), kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. Selain itu, Ahuya (1996) dalam Rai (2008) menjelaskan bahwa kinerja adalah cara perseorangan atau kelompok dari suatu organisasi menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas. Dari definisi tersebut, istilah kinerja mengarah pada dua hal, yaitu proses dan hasil yang dicapai. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Menurut Mardiasmo (2005), sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Menurut Rai (2008) pengukuran kinerja meliputi tahapan penetapan kinerja, pengumpulan data kinerja, dan cara pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja dilakukan dengan menggunakan lima indikator kinerja, yaitu: input, output, outcome, benefit, dan impact. Pengukuran kinerja berfungsi untuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan. Hal ini diperlukan untuk menilai tingkat besarnya terjadi penyimpangan antara kinerja aktual dan kinerja yang diharapkan, agar dapat segera dilakukan perbaikan dan peningkatan kinerja. Karakteristik yang membedakan kinerja auditor dengan kinerja manajer adalah pada output yang dihasilkan. 1.3.3. Motivasi Robbins (2006) mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang ikut menentukan intensitas, arah dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Motivasi merupakan akibat dari interaksi individu dan situasi. Motivasi intrinsik dicapai ketika seseorang mengalami adanya pilihan, kompetensi, penuh arti, dan kemajuan. Sejumlah studi menunjukkan bahwa keempat komponen motivasi intrinsik ini berhubungan erat dengan peningkatan kepuasan kerja dan perbaikan kinerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi antara lain adalah: budaya, leadership, iklim organisasi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kelompok ( teamwork) dalam bekerja dapat dikategorikan sebagai berikut: tujuan, tantangan, keakraban, tanggung jawab, kesempatan untuk maju, kepemimpinan (Aprianti, 2010). 1.3.4. Gaya Kepemimpinan Teori kepemimpinan perilaku (behavioral) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan seorang manajer akan berpengaruh langsung terhadap efektivitas kelompok kerja (kinerja secara keseluruhan). Pemimpin yang berhasil menurut Sutikno (2007) bukanlah pemimpin yang mencari kekuasaan untuk diri sendiri, melainkan mendistribusikan kekuasaan kepada orang banyak untuk mencapai cita-cita bersama. Empat gaya manajemen (kepemimpinan) menurut Ikhsan dan Ishak (2008) adalah: 1. Gaya mengarahkan; pemimpin memberikan instruksi spesifik dan mengawasi penyelesaian pekerjaan dari dekat. 2. Gaya melatih; pemimpin tidak hanya memberikan pengarahan dan mengawasi penyelesaian tugas dari dekat, tetapi juga menjelaskan keputusan, menawarkan saran, dan mendukung kemajuan bawahannya. 3. Gaya mendukung; pemimpin memudahkan dan mendukung upaya bawahan untuk penyelesaian tugas serta berbagi tanggung jawab dalam pembuatan keputusan dengan bawahan. 4. Gaya mendelegasikan; pemimpin menyerahkan tanggung jawab pembuatan keputusan dan pemecahan masalah kepada bawahan secara relatif utuh. Fleishman et al., dalam Trisnaningsih (2007), telah meneliti gaya kepemimpinan di Ohio State University tentang perilaku pemimpin melalui dua dimensi, yaitu: consideration dan initiating structure. Consideration (konsiderasi) adalah gaya kepemimpinan yang menggambarkan kedekatan hubungan antara bawahan dengan atasan, adanya saling percaya, kekeluargaan, menghargai gagasan bawahan, dan adanya komunikasi antara pimpinan dengan bawahan. Pemimpin yang memiliki konsiderasi yang tinggi menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan parsial. Initiating structure (struktur inisiatif) merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, menjelaskan cara mengerjakan tugas yang benar. 1.4. Hipotesis H1: Terdapat perbedaan motivasi antara auditor pria dan wanita di BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi. H2: Terdapat perbedaan gaya kepemimpinan (atasan pria) antara auditor pria dan wanita di BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi. H3: Terdapat perbedaan gaya kepemimpinan (atasan wanita) antara auditor pria dan wanita di BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi. H4: Terdapat perbedaan kinerja antara auditor pria dan wanita di BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi. 2. Metode Penelitian 2.1. Populasi dan Sampel Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada kantor Badan Pengawas Keuangan Perwakilan Provinsi Jambi. Jumlah populasi adalah 76 orang, yang terdiri dari: 46 auditor pria dan 30 auditor wanita dengan rincian: 2 orang Auditor Ahli Madya, 16 orang Auditor Ahli Muda, 47 orang Auditor Ahli Pertama, dan 11 orang Auditor Pelaksana. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode sampling jenuh dimana seluruh populasi dijadikan sampel mengingat jumlahnya yang tidak terlalu besar.

a.

2.2. 2.2.1.

Metode Analisis Data Uji Kualitas Data Kuesioner yang akan digunakan telah melalui tahap analisis data pada penelitian sebelumnya, yang meliputi pengujian validitas dan reliabilitas data. Uji validitas dilakukan dengan analisa item, dimana setiap nilai yang diperoleh untuk setiap item dikorelasikan dengan nilai total seluruh item suatu variabel. Uji korelasi yang digunakan adalah Product Moment Correlation, dengan syarat minimum suatu item dianggap valid adalah nilai r 0,30 (Sugiyono, 2004). Uji validitas bertujuan untuk menguji kestabilan dan konsistensi instrumen dalam mengukur konsep. Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan tersebut adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik Cronbach Alpha (), dimana suatu instrumen dapat dikatakan handal (reliable), bila memiliki Cronbach Alpha 0,6 (Sekaran, 2006). 2.2.2. Uji Statistik Metode analisis yang digunakan adalah Mann Whitney U-test, karena data yang diolah merupakan data ordinal dan terdiri dari dua sampel independen. Mann-Whitney U test bertujuan untuk menguji signifikansi hipotesis sampel independen, apabila datanya berbentuk skala ordinal atau interval/rasio bila datanya tidak normal dan tidak homogen. Uji ini merupakan uji yang paling akurat dalam menganalisis perbedaan data independen dengan skala ordinal (Syarifudin, 2010). Hipotesis untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja atau tidak, adalah: H0 : Tidak ada perbedaan kinerja antara auditor pria dan wanita. Ha : Ada perbedaan kinerja antara auditor pria dan wanita. Dasar pengambilan keputusan (Santoso, 2010): Dengan membandingkan angka z hitung dan z tabel: Jika z hitung<1,96, maka H0 diterima. Jika z hitung>1,96, maka H0 ditolak dan menerima Ha. Dengan melihat angka probabilitas, dengan ketentuan: Jika probabilitas>0,05 maka H0 diterima. Jika probabilitas<0,05 maka H0 ditolak dan menerima Ha. Pada penelitian ini, level confidence adalah 95% dengan level toleransi kesalahan sebesar 5%. 2.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan kinerja auditor berdasarkan gender yang meliputi: kinerja, motivasi, dan gaya kepemimpinan. Kinerja adalah prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang, yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Motivasi adalah keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, sehingga mau giat bekerja dan antusias mencapai hasil yang optimal (Aprianti, 2010). Fleishman et al (Gibson, 1996), dalam Trisnaningsih (2007), telah meneliti gaya kepemimpinan di Ohio State University tentang perilaku pemimpin melalui dua dimensi, yaitu: consideration dan initiating structure. Consideration (konsiderasi) adalah gaya kepemimpinan yang menggambarkan kedekatan hubungan antara atasan dan bawahan, adanya saling percaya, kekeluargaan, menghargai gagasan bawahan, dan adanya komunikasi antara pimpinan dengan bawahan. Initiating structure (struktur inisiatif) merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, menjelaskan cara mengerjakan tugas yang benar. Untuk lebih jelasnya maka definisi operasional variabel ditunjukkan dalam tabel 1 berikut: Tabel 1 Definisi Operasional Variabel Variabel Sub Variabel Konsep Indikator Skala Motivasi Keadaan pribadi seseorang Sampai dimana yang mendorong keinginan motivasi mereka untuk individu melakukan kegiatan melaksanakan tugas tertentu guna mencapai suatu lebih baik; tujuan. (Handoko, 1995, kesungguhan dalam dalam Trisnaningsih, 2004) bekerja, tantangan, progres kinerja, Ordinal Kinerja perencanaan tujuan, kemampuan menyelesaikan masalah. (Dalmy, 2009)

Gaya kepemimpinan

Kemampuan seseorang dalam menggerakkan, mengarahkan, sekaligus mempengaruhi pola pikir, cara kerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam bekerja, terutama dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan percepatan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. (Wahyudi, 2008) Prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. (Mangkunegara, 2005, dalam Trisnaningsih, 2007)

Gaya kepemimpinan konsiderasi; hubungan vertikal, kepercayaan, rasa kekeluargaan, menghargai, dan komunikasi. Gaya kepemimpinan struktur inisiatif; hubungan horizontal, komunikasi. (Trisnaningsih, 2007)

Ordinal

Kinerja (secara keseluruhan)

Perencanaan pemeriksaan. Pelaksanaan. Ketepatan waktu menyiapkan laporan. (Dalmy, 2009) Kemampuan. Komitmen profesi. Motivasi Kepuasan kerja. (Trisnaningsih, 2007)

Ordinal

Sumber: Data yang diolah 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Gambaran Umum Responden Proses pengumpulan data lebih kurang satu bulan, yaitu dilakukan pada pertengahan bulan Desember 2010 sampai pertengahan bulan Januari 2011, dengan melalui tiga kali proses pengembalian. Pemberian kuesioner yang pertama sebanyak 25 kuesioner, jumlah kuesioner yang kembali sebanyak 18 eksemplar (72%), namun 1 eksemplar tidak dapat digunakan karena responden tidak mengisi item pertanyaan dalam kuesioner. Pemberian kuesioner yang kedua juga sebanyak 25 kuesioner, jumlah yang kembali 17 eksemplar (68%). Dan pemberian kuesioner yang ketiga sebanyak 10 kuesioner, jumlah kuesioner yang kembali sebanyak 15 eksemplar; 10 eksemplar (100%) dari responden yang baru menerima kuesioner dan 5 eksemplar pengembalian dari responden sebelumnya. Dari 60 kuesioner yang diedarkan, kuesioner yang kembali sebanyak 50 eksemplar. Dari 50 kuesioner yang kembali tersebut, kuesioner yang dapat diolah dan dianalisis sebanyak 49 kuesioner, yang diisi oleh 26 orang responden pria dan 23 orang responden wanita. Hal ini disebabkan karena satu orang responden tidak mengisi item kuesioner yang diberikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini: Tabel 2 Sampel dan Tingkat Pengembalian Kuesioner yang disebarkan Kuesioner yang kembali: Kuesioner yang tidak kembali Kuesiner yang dapat digunakan Pria : Wanita : Kuesioner yang tidak dapat digunakan Tingkat pengembalian kuesioner: 50/60 x 100% = 83,33% Sumber: Data yang diolah 3.1.1. Identitas Responden Identitas responden dari penelitian ini disajikan dalam tabel 3 dan 4 berikut: Tabel 3 Identitas Responden Berdasarkan Jabatannya Jabatan Auditor Auditor Auditor Auditor Gender Auditor Auditor Ahli Ahli Ahli Terampil Ahli Utama Penyelia Madya Muda Pertama pemula Pria 1 3 20 1 Wanita 1 2 19 Total 0 2 5 39 1 0 Sumber: Data yang diolah 60 Eksemplar 50 Eksemplar 10 Eksemplar 49 Eksemplar 26 orang 23 orang 1 Eksemplar

Auditor Pelaksana Lanjutan 0

Auditor Pelaksana 1 1 2

Tabel 4 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikannya Gender Pria Wanita Total Pendidikan Terakhir D1 1 1 D3 2 1 3 S1 23 19 42 S2 3 3 26 23 49 Total

Sumber: Data yang diolah 3.1.2. Uji Kualitas Data 3.1.2.1.Uji Validitas Validitas dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan Product Moment Correlation, yaitu dengan mengkorelasikan antara skor total dengan skor yang diperoleh pada masing-masing butir pertanyaan. Dengan jumlah responden 34 orang (19 orang responden pria dan 15 orang responden wanita) dan tingkat signifikansi 5%. Pertanyaan dinyatakan valid jika nilai r untuk masingmasing pertanyaan positif, yaitu: r0,30 (Sugiyono, 2004). Nilai r yang didapat dalam penelitian ini lebih dari 0,45. Karena r hitung>0,30 maka pertanyaan dalam kuesioner ini dinyatakan valid. 3.1.2.2.Uji Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan konsistensi alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama. Suatu alat pengukur dikatakan variable jika nilai Cronbach Alpha ()>0,60 untuk setiap kuesioner masing-masing variabel (Ghozali, 2005). Tabel 5 berikut akan menunjukkan hasil dari uji reliabilitas yang telah dilakukan: Tabel 5 Hasil Uji Kualitas Data Jumlah butir Variabel Cronbach Alpha kuesioner Motivasi 5 0,819 Gaya Kepemimpinan (atasan pria) 9 0,906 Gaya Kepemimpinan (atasan wanita) 9 0,916 Kinerja 17 0,863 Sumber: Hasil Output SPSS berdasarkan data penelitian Dari hasil uji kualitas data di atas, untuk variable motivasi diperoleh nilai Cronbach Alpha sebesar 0,819; gaya kepemimpinan atasan pria sebesar 0,906; gaya kepemimpinan atasan wanita sebesar 0,916; dan kinerja sebesar 0,863. Karena nilai Cronbach Alpha ()> 0,60 maka semua variabel tersebut di atas adalah reliabel. 3.1.3. Pengujian Hipotesis Perbedaan kinerja auditor pria dan wanita, yang dilihat dalam motivasi dan gaya kepemimpinan, akan dianalisis dengan menggunakan SPSS dengan metode Mann-Whitney U Test. Jika nilai z hitung<-1,96 dan z hitung>1,96 maka analisis tersebut menolak H0. Selain itu dapat juga dilihat dari probabilitas, jika probabilitas >0,05 maka H0 diterima, tetapi jika probabilitas <0,05 maka analisis tersebut menerima Ha. Hasil pengolahan data dengan menggunakan Mann-Whitney U test dapat dilihat pada tabel 6 berikut: Tabel 6 Hasil Pengolahan Mann-Whitney U test Npar Tests Mann-Whitney Test Ranks GENDER MOTIVASI Pria Wanita Total GKP Pria Wanita Total GKW Pria Wanita Total KINERJA Pria Wanita Total N 26 23 49 26 23 49 26 23 49 26 23 49 24.65 25.39 641.00 584.00 23.19 27.04 603.00 622.00 25.13 24.85 653.50 571.50 Mean Rank 23.44 26.76 Sum of Ranks 609.50 615.50

Test Statisticsa MOTIVASI Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) 258.500 609.500 -.824 .410 GKP 295.500 571.500 -.072 .942 GKW 252.000 603.000 -.967 .334 KINERJA 290.000 641.000 -.181 .857

a. Grouping Variable: GENDER Sumber: Hasil output SPSS berdasarkan data penelititan 3.1.3.1.Motivasi Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, hasil uji Mann-Whitney U Test data variabel motivasi menunjukkan probabilitas sebesar 0,410 lebih besar dari batas toleransi 0,05. Dengan demikian hasil analisis ini menolak H1, yang berarti tidak terdapat perbedaan motivasi antara auditor pria dan auditor wanita pada kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi. 3.1.3.2.Gaya Kepemimpinan (atasan pria) Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, hasil uji Mann-Whitney U Test data variabel gaya kepemimpinan (atasan pria) menunjukkan probabilitas sebesar 0,942 lebih besar dari batas toleransi 0,05. Dengan demikian hasil analisis ini menolak H 2, yang berarti tidak terdapat perbedaan gaya kepemimpinan (atasan pria) terhadap auditor pria dan auditor wanita pada kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi. 3.1.3.3.Gaya Kepemimpinan (atasan wanita) Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, hasil uji Mann-Whitney U Test data variabel gaya kepemimpinan (atasan wanita) menunjukkan probabilitas sebesar 0,334 lebih besar dari batas toleransi 0,05. Dengan demikian hasil analisis ini menolak H 3, yang berarti tidak terdapat perbedaan gaya kepemimpinan (atasan wanita) terhadap auditor pria dan auditor wanita pada kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi. 3.1.3.4.Kinerja Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, hasil uji Mann-Whitney U Test data variabel kinerja menunjukkan probabilitas sebesar 0,857 lebih besar dari batas toleransi 0,05. Dengan demikian hasil analisis ini menolak H 4, berarti tidak terdapat perbedaan kinerja antara auditor pria dan auditor wanita pada kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi. 3.2. Pembahasan 3.2.1. Motivasi Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan motivasi antara auditor pria dan wanita. Berdasarkan pengujian dengan menggunakan metode Mann-Whitney U Test, hasil yang didapat adalah probabilitas 0,410. Karena probabilitas> 0,05 maka penelitian ini menolak H1. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Trisnaningsih (2004), namun berbeda dengan penelitian Santosa (2001). Perbedaan dari dua penelitian tersebut dapat dilihat pada subjek penelitiannya, dimana pada penelitian Trisnaningsih (2004) yang menjadi responden adalah auditor independen yang bekerja pada KAP, dengan kinerja sebagai patokan yang digunakan untuk memperoleh pendapatan, bonus atau reward. Pengukuran kinerja dalam hal ini dapat berupa banyaknya pemeriksaan atau audit yang dilakukan, penugasan audit, pengalaman kerja, dan lain-lain. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2001) yang menjadi respondennya adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Tengah, yang mana kinerja bukanlah suatu tolak ukur untuk pendapatan yang mereka terima. Terlepas dari banyaknya penugasan audit atau pun permintaan klien untuk melakukan pemeriksaan, sebagai pegawai negeri sipil yang bekerja untuk pemerintah, pemerintah menjamin gaji dan tunjangan yang akan mereka terima setiap bulannya sesuai dengan golongan dan jabatan yang mereka peroleh. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2001) tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan motivasi antara auditor pria dan wanita, dimana rata-rata motivasi auditor wanita di lingkungan pekerjaan lebih rendah dibanding auditor pria. Hal ini disebabkan karena sebagian besar auditor wanita yang menjadi subjek penelitian tersebut telah menikah, hal ini cenderung menurunkan motivasi mereka dalam bekerja karena mereka lebih mementingkan keluarga daripada karir, terutama auditor wanita yang telah mempunyai anak. Pusat Himpunan Pembinaan Sumber Daya Manusia Indonesia yang dikutip oleh Chrysanti Hasibuan (1996), dalam Santosa (2001), menyimpulkan bahwa wanita pegawai negeri sipil yang belum menikah cukup energik, produktif, dan menyukai pekerjaan yang punya tantangan, tetapi sifat positif tersebut cenderung berkurang sesudah mereka berkeluarga. Menurut Child (1992) dalam Santosa (2001) karakteristik akuntan wanita yang membedakan dengan akuntan pria, antara lain adalah wanita terlalu emosional, setelah melahirkan wanita biasanya kurang tertarik pada karir, dinas luar, dan lembur merupakan masalah bagi akuntan wanita yang mempunyai anak dan wanita cenderung memilih mengikuti dinas suami. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Santosa (2001) tersebut adalah subjek penelitian atau respondennya, yaitu auditor yang juga merupakan pegawai negeri sipil (PNS) dan sama-sama menggunakan motivasi sebagai variabel independen, namun dengan hasil penelitian yang berbeda. Hal ini disebabkan responden wanita pada penelitian yang dilakukan Santosa (2001) tersebut sebagian besar sudah menikah. Sedangkan responden wanita di BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi sebagian besar masih lajang atau belum menikah, dan mereka tidak disibukkan oleh kesibukan rumah tangga. Sehingga penelitian ini mendapatkan hasil yang berbeda, yaitu tidak terdapat perbedaan motivasi antara auditor pria dan wanita yang bekerja pada BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi. 3.2.2. Gaya Kepemimpinan Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan gaya kepemimpinan atasan pria terhadap auditor pria dan wanita yang dipimpinnya. Berdasarkan pengujian dengan metode Mann-Whitney U Test hasil yang didapat adalah probabilitas sebesar 0,942, karena probabalitas >0,05 maka penelitian ini menolak H2. Hipotesis ketiga pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan gaya kepemimpinan atasan wanita terhadap auditor pria dan wanita yang dipimpinnya. Berdasarkan pengujian dengan metode Mann-Whitney U Test hasil yang didapat adalah probabilitas sebesar 0,334, karena probabalitas >0,05 maka penelitian ini menolak H3.

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya perbedaan gaya kepemimpinan baik atasan pria maupun wanita. Hal ini disebabkan karena adanya pelatihan kepemimpinan (PIM) yang diikuti oleh para calon pemimpin di BPK sebelum mereka benarbenar diangkat menjadi pemimpin, dimana mereka mendapatkan pelatihan dan pengajaran ( managerial skill) dengan materi yang sama mengenai bagaimana cara untuk menjadi seorang pemimpin, serta adanya tes atau uji seleksi kepemimpinan melalui proses wawancara langsung untuk setiap individu, yang dilakukan oleh tim penilai yang independen. Dari hasil pelatihan tersebut nantinya akan diangkat pemimpin yang dianggap mampu (capable) dan memenuhi syarat sebagai seorang pemimpin. 3.2.3. Kinerja Hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan kinerja antara auditor pria dan wanita. Berdasarkan pengujian yang dilakukan dengan Mann-Whitney U Test, hasilnya adalah probabilitas sebesar 0,857. Karena probabilitas >0,05 maka penelitian ini menolak H4. Hal ini didukung dari hasil yang didapat bahwa terdapat kesetaraan motivasi dan gaya kepemimpinan, yang menjadi faktor tidak adanya perbedaan kinerja antara auditor pria dan wanita pada penelitian ini. Beberapa penelitian menemukan bahwa motivasi dan gaya kepemimpinan seseorang dapat mempengaruhi kinerjanya. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan tersebut antara lain oleh Trisnaningsih (2007) dengan hasil penelitian bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Selain itu juga ada penelitian yang dilakukan oleh Dalmy (2009) yang mengemukakan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. 4. Simpulan, Keterbatasan dan Saran 4.1. Simpulan Berdasarkan pengujian dengan menggunakan metode Mann-Whitney U test dalam penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Tidak terdapat perbedaan motivasi antara auditor pria dan wanita. 2. Tidak terdapat perbedaan gaya kepemimpinan (atasan pria) terhadap auditor pria dan wanita di BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi. 3. Tidak terdapat perbedaan gaya kepemimpinan (atasan wanita) terhadap auditor pria dan wanita di BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi, dan 4. Tidak terdapat perbedaan kinerja antara auditor pria dan wanita yang bekerja di BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi. 4.2. Keterbatasan Penelitian Hasil analisis dari penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang diharapkan dapat diperbaiki untuk penelitian selanjutnya. Keterbatasan-keterbatasan tersebut adalah: 1. Waktu pemilihan penyebaran kuesioner bertepatan dengan jadwal penyusunan laporan audit. Karena kesibukan dan jadwal yang padat sebagian auditor menolak untuk mengisi kuesioner yang diberikan, sehingga tingkat pengembalian sampel tidak sampai 100%. 2. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai metode pengumpulan data, peneliti tidak terlibat langsung dalam aktivitas di BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi, sehingga kesimpulan yang diambil hanya berdasarkan pada data yang dikumpulkan melalui penggunaan instrumen secara tertulis. 3. Menguji perbedaan perilaku auditor hanya berdasarkan gender, masih terdapat faktor-faktor lainnya yang bisa mempengaruhi kinerja auditor antara lain; usia, masa kerja, pengalaman audit, jabatan dan golongan kepegawaian, serta budaya organisasi. 4.3. Saran Adanya keterbatasan penelitian ini yang diungkapkan di atas, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menambah wacana dalam pengembangan literatur akuntansi keperilakuan. Selain itu, diharapkan juga dapat bermanfaat bagi: 1. BPK sebagai dasar dalam mempertimbangkan rekruitmen dan pengembangan sumber daya di BPK sehingga dapat meningkatkan kinerja auditor. 2. Penelitian selanjutnya diharapkan akan memperbaiki kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu dengan pemilihan waktu penyebaran kuesioner pada responden dan dapat menambahkan variabel-variabel baru sehingga diperoleh model yang lebih lengkap mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja auditor.

DAFTAR PUSTAKA Aprianti. 2010. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Organisasi. http://apriantgothic.blogspot.com/2010/01/faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi Chung, Janne & Gary S. Monroe. 2001. A Research Note on the Effect of Gender and Task Complexity on an Audit Judgment. Behavioral Research in Accounting. United State of America. Dalmy, Darlisman. 2009. Pengaruh SDM, Komitmen, Motivasi terhadap Kinerja Auditor dan Reward sebagai Variabel Moderating pada Inspektorat Provinsi Jambi. Tesis; Universitas Sumatera Utara, Medan. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Ketiga. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ikhsan, Arfan & Muhammad Ishak. 2008. Akuntansi Keprilakuan. Jakarta: Salemba Empat. Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi. Rai, I Gusti Agung. 2008. Audit Kinerja pada Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat. Ritzer, George & Douglas J. Goodman,. 2007. Teori Sosiologi Modern. Edisi Keenam. Jakarta: Kencana. Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Indeks. Santosa, Hendri. 2001. Analisis Perbedaan Gender terhadap Perilaku Auditor Badan pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Tesis: Magister Akuntansi Universitas Diponegoro. Semarang. Santoso, Singgih. 2010. Statistik Nonparametrik: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Sekaran, Uma. 2006. Metode Penelitian untuk Bisnis. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat. Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sutikno, Raja Bambang. 2007. The Power of Empathyin Leadership. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Syarifudin, B. 2010. Panduan TA Keperawatan dan Kebidanan dengan SPSS. Yogyakarta: Grafindo Litera Media. Trisnanigsih, Sri. 2004. Perbedaan Kinerja Auditor Dilihat dari Segi Gender. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (Januari): 108-123. Trisnanigsih, Sri. 2007. Independensi Auditor dan Komitmen Organisasi sebagai Mediasi Pengaruh Pemahaman Good Governance, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Auditor. Simposium Nasional X Unhas Makassar.

Anda mungkin juga menyukai