Kelompok 5:
Ni Luh Nyoman Sherina Devi
(1391662026)
(1391662027)
(1391662028)
(1391662029)
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia, yaitu individu-individu di dalam sebuah organisasi memiliki
keunikannya masing-masing yang tidak dapat dianggap sama satu sama lain, sehingga
kebijakan yang diterapkan dalam suatu organisasi selayaknya mampu mewadahi bahkan
menjembatani beragam keunikan tersebut. Individu dalam organisasi adalah unik karena
setiap individu memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda, karakteristik yang berbeda, cara
pandang atau perspektif yang berbeda terhadap suatu peristiwa atau permasalahan, persepsi
yang berbeda, dan kepribadian yang berbeda. Semua hal tersebut merupakan hal yang
sifatnya intangible, tidak dengan mudah dapat dilihat dan dipahami dengan mudah karena
bukan sesuatu yang fisikal. Selain hal-hal intangible, individu juga berbeda dan unik secara
fisikal, seperti contohnya bentuk tubuh secara fisik, ras/etnis, dan gender yang tentunya akan
melahirkan suatu kebutuhan yang berbeda. Keunikan-keunikan tersebut perlu diakomodir
dengan baik sehingga tujuan dari organisasi dapat terpenuhi.
Kebijakan yang ditetapkan dalam organisasi beserta praktiknya mempengaruhi
perilaku kelompok maupun individu didalam tubuh organisasi. Setiap individu dan kelompok
akan memiliki persepsi dan penilaian yang berbeda terhadap suatu bentuk kebijakan dan
praktik manajemen sumber daya manusia. Kekecewaan maupun tekanan yang mungkin
timbul akibat persepsi dan penilaian terhadap suatu bentuk kebijakan akan memunculkan
bentuk-bentuk perilaku yang akan berpengaruh terhadap penurunan kinerja organisasi yang
diantaranya tercermin dari meningkatnya ketidakhadiran, meningkatnya turnover, dan
penurunan produktivitas individu atau kelompok.
Kebijakan maupun praktek manajemen sumber daya manusia ini perlu mendapatkan
perhatian secara khusus agar dapat berjalan dan berfungsi secara efektif. Untuk dapat
menciptakan kebijakan dan praktek yang efektif tentu perlu adanya suatu pemahaman tentang
kebijakan dan praktek manajemen sumber daya manusia.
II.
PRAKTIK SELEKSI
Tujuan dari seleksi yang efektif adalah untuk mensesuaikan karakteristik individual
II.1.
melamar suatu pekerjaan, pelamar akan melalui beberapa tahap. Tahapan-tahapan tersebut
adalah: seleksi awal, seleksi substantif, dan seleksi lanjutan.
a. Seleksi Awal
Alat seleksi awal adalah informasi pertama yang pelamar serahkan dan digunakan
sebagai alat penyaringan kasar awal untuk memutuskan apakah pelamar memenuhi
kualifikasi dasar dari pekerjaan yang ditawarkan. Formulir aplikasi (termasuk surat
rekomendasi) merupakan alat seleksi awal. Kita melakukan cek terhadap latar belakang
pelamar sebagai alat seleksi awal atau sebagai alat seleksi lanjutan, tergantung bagaimana
suatu organisasi melakukannya.
Formulir aplikasi: informasi yang dituliskan dalam formulir aplikasi tidak begitu
berguna untuk memprediksi kinerja pelamar. Akan tetapi formulir aplikasi bisa menjadi alat
saring awal yang baik. Organisasi harus berhati-hati dalam menyusun pertanyaan yang
mereka ajukan dalam lembar aplikasi. Tentu saja, pertanyaan mengenai ras, gender, dan
kebangsaan tidak disarankan. Tidak diperkenankan untuk menanyakan catatan criminal atau
bahkan tuduhan yang pernah dialamatkan kepada si pelamar kecuali jawabannya terkait
dengan pekerjaan.
Pengecekan latar belakang: kebanyakan perusahaan melakukan pemeriksaan
referensi pelamar di dalam proses seleksi karyawan. Alasannya mereka ingin tahu bagaimana
kinerja pelamar di masa lalu dan apakah pengusaha yang lama itu jarang menyediakan
informasi yang mendetail mengenai pelamar. Mereka takut dituntut bila mengatakan sesuatu
yang buruk tentang karyawan lama mereka.
b. Seleksi Substantif
Jika mampu melewati tahap penyaringan awal, pelamar selanjutnya memasuki metode
seleksi subtantif. Tahap ini merupakan inti dari proses seleksi dan di dalamnya tercakup tes
tertulis, tes kinerja, dan wawancara.
1) Tes Tertulis
Tes tertulis sering dianggap sebagai tes diskriminatif, dan banyak organisasi yang
menganggapnya tidak terkait dengan pekerjaan. Sekarang lebih dari 60 persen dari
seluruh organisasi di AS dan sebagian besar organisasi yang termasuk dalam
fortune 1000 menggunakan beberapa jenis tes seleksi. Tes Tertulis biasanya
mencakup: tes kemampuan kognitif atau inteligensi, tes kepribadian, tes integritas,
dan kumpulan minat. Tes kemampuan intelektual, kemampuan special dan
2
pusat penilaian.
Tes percobaan kerja (work sample test) merupakan simulasi turunan dari sebagian
atau semua pekerjaan yang harus dilakukan oleh pelamar jika ia diterima bekerja.
Tes percobaan kerja menciptakan tiruan miniatur dsri pekerjaan untuk
mengevaluasi kemampuan kinerja dari kandidat.
3
Tes simulasi kinerja yang lebih rumit, yang secara khusus dirancang untuk
mengevaluasi potensi manajerial dari kandidat adalah pusat penilaian (assessment
centers). Pusat penilaian merupakan suatu rangkaian tes simulasi potensi
etika akan tetap efektif karena membantu karyawan mengenali berbagai dilema etis dan
menyadari masalah-masalah eis yang mendasari tindakan mereka. Argumen lain adalah
bahwa pelatihan etis mempertegas kembali harapan organisasi agar anggota-anggitanya
bertindak secara etis.
III.2. Metode Pelatihan
Metode pelatihan diklasifikasikan menjadi formal atau informal, dan on-the job atau
off-the job. Secara historis, pelatihan berarti pelatihan formal. Pelatihan ini direncanakan
sebelumnya dan mempunyai format yang terstuktur rapi. Namun sebagian besar pelatihan di
tempat kerja terdiri atas pelatihan informal-tidak terstruktur, tidak terencana, dan bisa
diadaptasikan dengan mudah pada situasi dan individunya untuk mengajarkan keterampilan
dan membuat karyawan tidak ketinggalan jaman. Pada kenyataannya, kebanyakan pelatihan
informal tidak lain adalah para karyawan yang saling memberikan bantuan. Mereka saling
berbagi informasi dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan.
Pelatihan on-the job mencakup rotasi kerja, magang, tugas belajar, dan program
mentoring formal. Keberatan utama terhadap pelatihan ini adalah seringkali mengganggu
kerja. Oleh karena itu organisasi menyelenggarakan pelatihan off-the job. Pelatihan off-the
job meliputi menonton video, seminar umum, program belajar sendiri, kursus internet, kelas
televise satelit, dan aktivitas kelompok yang menggunakan permainan peran dan studi kasus.
III.3. Menyesuaikan Pelatihan Formal agar Sesuai dengan Gaya Belajar Karyawan
Cara Anda memproses, memperdalam, dan mengingat materi yang baru dan sulit
tidak selalu sama dengan orang lain. Fakta ini berarti bahwa pelatihan formal yang efektif
harus disesuaikan agar mencerminkan gaya belajar dari karyawan. Misalnya dengan cara
membaca, memperhatikan, mendengarkan, dan berpartisipasi.
Beberapa orang dapat menyerap informasi secara lebih baik ketika mereka membaca.
Orang-orang ini dapat belajar menggunakan computer hanya dengan duduk dan membaca
petunjuknya. Beberapa orang belajar dengan baik melalui obervasi. Mereka memperhatikan
orang lain dan kemudian meniru perilaku yang telah mereka lihat itu. Beberapa orang belajar
melalui mendengarkan untuk menyerap informasi. Orang-orang ini akan lebih suka belajar
menggunakan computer, misalnya dengan mendengarkan rekaman. Orang yang lebih suka
gaya belajar dengan berpartisipasi, mereka ingin duduk, menyalakan computer, dan
mendapatkan pengalaman langsung dengan praktik.
Gaya belajar yang berbeda-beda tidak tertutup satu dari yang lain. Jika tahu tipe yang
lebih disukai oleh para karyawan Anda, Anda bisa merancang program pelatihan formal
berdasarkan preferensi ini. Terlalu banyak menggunakan salah satu tipe mengajar akan
menyebabkan individu yang tidak belajar dengan baik pada gaya belajar lain dirugikan.
III.4. Mengevaluasi Efektivitas Pelatihan
Kebanyakan program pelatihan cukup berhasil karena mayoritas orang yang
menjalaninya belajar lebih banyak daripada mereka yang tidak, bereaksi secara positif
terhadap pengalaman pelatihan, dan setelah pelatihan melakukan perilaku sebagaimana
diajarkan oleh program pelatihan. Program pelatihan juga tergantung pada kepribadian
individu. Jika individu tidak termotivasi untuk belajar, pelatihan akan sedikit saja membantu
mereka. Faktor yang menentukan motivasi pelatihan adalah kepribadian dan iklim pelatihan.
IV.
EVALUASI KINERJA
Evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui
hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan
kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada
karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan
sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan
imbalan.
IV.1.
karyawan akan sangat mempengaruhi apa yang dilakukan karyawan. Tiga kriteria yang paling
popular adalah hasil pekerjaan individual, perilaku, dan sikap.
1) Hasil Pekerjaan Individual
Dengan menggunakan hasil kerja, manajer operasional bisa dinilai dengan criteria
seperti kuantitas yang diproduksi, limbah yang dihasilkan, dan biaya per unit
8
produksi. Hal yang sama berlaku bagi seorang penjual yang dinilai berdasarkan
volume penjualan keseluruhan di suatu wilayah, keuntungan penjualan, dan jumlah
pelanggan baru yang didapat.
2) Perilaku
Sulit untuk mengidentifikasi hasil spesifik yang bisa langsung dihubungkan dengan
aktifitas karyawan. Hal ini berlaku untuk karyawan di bagian konsultan dan posisi
pendukung dan individu yang tugas kerjanya merupakan bagian dari usaha kelompok.
Kita mungkin telah mengevaluasi kinerja kelompok, tetapi mengalami kesulitan untuk
menentukan kontribusi yang jelas dari setiap anggota kelompok. dalam kasus
semacam ini, bukanlah hal yang aneh bagi manajemen untuk mengevaluasi perilaku
karyawannya.
3) Sikap
Sikap merupakan kriteria yang paling lemah, namun masih digunakan secara luas oleh
organisasi adalah sikap individual. Kita menyebutnya lebih lemah dari hasil kerja atau
perilaku karena sikap paling tidak terkait dengan kinerja aktual dari pekerjaan itu
sendiri. Sikap seperti bertindak-tanduk yang baik, menunjukan kepercayaan diri, bisa
diandalkan, terlihat sibuk, atau kaya akan pengalaman bisa ya bisa juga tidak secara
erat berhubungan dengan hasil kerja yang positif, tetapi hanya orang yang naf yang
akan mengacuhkan kenyataan bahwa kepribadian seperti ini sangat sering digunakan
sebagai criteria untuk menilai tingkat kinerja karyawan.
IV.3.
manajer, dengan asumsi bahwa manajer bertanggung jawab terhadap kinerja karyawan
mereka. Akan tetapi, logika semacam ini mungkin saah. Di luar manajer, mungkin ada pihak
lain yang dapat secara aktual melakukan tugas ini secara baik. Atasan langsung seorang
karyawan mungkin bukan penilai yang paling dapat dipercaya terkait kinerjanya. Jadi,
dengan semakin banyak kasus, rekan kerja atau bahkan bawahan dapat diminta untuk
berpartisipasi dalam proses evaluasi kinerja.
Pendekatan terbaru terhadap evaluasi kinerja adalah dengan penggunaan evaluasi 360
derajat. Evaluasi ini menyediakan umpan balik tentang kinerja dan seluruh kontak sehari-hari
yang dimiliki karyawan, mulai dari personel penerima tamu dan surat hingga pelanggan,
atasan, dan bawahan.
IV.4.
1) Esai tertulis
Dalam metode ini penilaian yang baik atau buruk sebagian ditentukan oleh
kemampuan menulis seseorang yang mengevaluasi daripada tingkat kinerja karyawan
yang sebenarnya.
2) Insiden kritis
Insiden kritis memfokuskan perhatian penilai pada perilaku yang secara substantif
membedakan antara melakukan pekerjaan secara efektif dan tidak efektif.
3) Skala penilaian grafis
Skala ini tidak memberikan kedalaman informasi yang disediakan esai atau insiden
kritis, skala penilaian grafis ini lebih menghemat waktu untuk dikembangkan dan
dilaksanakan.
4) Skala penilaian perilaku berjangkar
Skala ini mengkombinasikan elemen utama dari pendekatan insiden kritis dan skala
penilaian grafis.
5) Perbandingan yang dipaksakan
Perbandingan yang dipaksakan mengevaluasi kinerja seseorang terhadap kinerja
orang lainnya. Dua perbandingan yang paling popular adalah pemeringkatan
kelompok dan pemeringkatan individu.
IV.5.
berikut ini akan secara signifikan membantu proses ini berjalan secara lebih objektif dan adil.
1) Gunakan beberapa penilai sekaligus
2) Evaluasi secara selektif
3) Penilai terlatih
4) Menyediakan proses bertenggat waktu bagi karyawan
IV.6.
dibandingkan dengan memberikan umpan balik kepada karyawan. Ada beberapa alasan
mengapa manajer enggan untuk memberikan umpan balik kinerja, yaitu:
1) Para manajer sering kali merasa tidak nyaman ketika harus secara langsung
mendiskusikan kelemahan kinerja dengan karyawan.
2) Banyak karyawan cenderung bersikap defensive ketika kelemahan mereka
ditunjukkan.
3) Karyawan cenderung melebih-lebihkan penilaian kinerja mereka sendiri.
10
Solusi terhadap persoalan umpan balik kinerja bukan dengan mengacuhkannya, tetapi dengan
cara melatih para manajer untuk mengadakan sesi umpan balik yang konstriktif. Selain itu
penilaian kinerja harus dirancang lebih sebagai aktivitas konseling daripada proses
penghakiman. Hal ini bisa dicapai bila evaluasi melibatkan dan menyadarkan karyawan
terhadap kekurangannya sendiri.
V.
dan memperjuangkan kepentingan mereka. Bagi karyawan yang menjadi anggota serikatpekerja, tingkat upah dan syarat pekerjaan secara eksplisit diutarakan dengan jelas dalam
kontrak yang dirundingkan, lewat tawar-menawar kolektif antara wakil-wakil serikat-pekerja
dan manajemen organisasi. Jika ada serikat-pekerja dia mempengaruhi sejumlah aktivitas
organisasi.
Kontrak serikat pekerja mempengaruhi motivasi lewat penetuan tingkat upah, aturan
senioritas, prosedur pemutusan hubungan kerja, kriteria promosi, dan ketentuan keamanan
kerja. Serikat pekerja dapat mempengaruhi kompetensi karyawan dalam melakukan
pekerjaannya dengan menawarkan program pelatihan istimewa kepada anggota-anggotanya,
meminta program magang, dan dengan memberi kesempatan anggota-anggotanya
memperoleh pengalaman kepemimpinan melalui kegiatan organisasi serikat-pekerja. Tingkat
kinerja karyawan yang sebenarnya akan dipengaruhi lebih lanjut oleh batasan tawar-menawar
kolektif yang menyangkut jumlah kerja yang diselesaikan, kecepatan melakukan pekerjaan
itu, tunjangan lembur per karyawan, dan macam tugas yang boleh dilakukan oleh karyawan
tertentu.
Serikat pekerja meningkatkan kepuasan upah, tetapi secara negatif mempengaruhi
kepuasan atas pekerjaan itu sendiri (dengan mengurangi persepsi lingkup pekerjaan),
kepuasan atas rekan-sekerja dan penyeliaan (lewat persepsi yang kurang mendukung terhadap
perilaku penyelia), dan kepuasan atas promosi (lewat mengurangi arti pentingnya promosi).
VI.
dapat dicapai melalui pengelolaan sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan secara
efektif. Hal ini dapat diperoleh dengan menerapkan praktik-praktik berikut secara saling
berkaitan karena sulit untuk menangani suatu tindakan bila hanya diterapkan secara terpisah.
Keselamatan kerja (employment security). Employment security untuk menghadapi
tekanan akan perlunya kehati-hatian dan selektivitas yang tinggi dalam mempekerjakan
11
pada sejumlah besar karyawan adalah terdapat kemungkinan bahwa informasi tersebut
akan bocor sampai pada pesaing.
Partisipasi dan pemberdayaan (participation and empowerment). Dengan adanya
informasi yang diketahui bersama pada semua tingkat organisasional, merupakan suatu
kondisi awal yang diperlukan bagi sistem kerja yang berhasil, mendorong desentralisasi
dalam pengambilan keputusan, dan memberikan keleluasaan bagi pekerja untuk
berpartisipasi, dan pemberdayaan dalam pengendalian proses pekerjaan mereka sendiri.
Kepuasasan karyawan dan produktivitas kerja akan semakin meningkat dengan
meningkatnya partisipasi karyawan.
Pengelolaan tim secara mandiri (self managed team). Organisasi yang memiliki suatu tim
yang kuat dan tangguh , cenderung memperoleh hasil yang memuaskan. Keuntungan yang
diperoleh pada organisasi yang memiliki self managed team diantaranya adalah
berkurangnya pembelian, penugasan karyawan, dan produksi, karena semuanya dapat
ditangani oleh tim kerja yang sudah terkelola dengan baik.
Pelatihan dan pengembangan ketrampilan (training and skill development). Merupakan
suatu bagian yang integral dari sistem kerja yang paling baru, merupakan komitment yang
lebih besar terhadap pentingnya pelatihan dan pengembangan SDM. Pelatihan akan
memberikan hasil yang positif hanya jika pekerja yang dilatih mendapatkan kesempatan
untuk menggunakan keahlian tersebut. Disamping perlunya pelatihan dan pengembangan
bagi pekerja dan manajer, juga dibutuhkan perubahan struktur kerja, yaitu dengan
memberikan kepada mereka keleluasaan untuk melakukan segala sesuatunya secara
berbeda. Pelatihan tidak hanya menunjukkan komitmen perusahaan terhadap karyawan,
tetapi juga memastikan bahwa fasilitas akan tetap dilengkapi dengan orang-orang yang
memiliki kualifikasi yang tinggi, yang secara lebih spesifik telah telah dilatih untuk
pekerjaan mereka yang baru.
Cross Utilization and Cross Training. Dengan adanya orang yang melakukan pekerjaan
ganda, akan memiliki sejumlah keuntungan potensial bagi perusahaan. Dengan melakukan
sesuatu lebih banyak dapat membuat pekerjaan yang dilakukan lebih menarik. Adanya
keragaman dalam pekerjaan mengijinkan adanya suatu perubahan yang cepat dalam
aktivitas, dan secara potensial akan memberikan perubahan kemampuan karyawan untuk
berhubungan dengan sesama. Masing-masing bentuk keragaman ini dapat membuat
kehidupan kerja lebih menantang.
13
keanekaragman
yang
efektif
berjalan
baik
tidak
hanya
dengan
2)
3)
Evaluasi kinerja yang menilai dengan tepat sumbangan kinerja individu sebagai dasar
ntuk mengambil keputusan alokasi imbalan.
4)
REFERENSI
Robbins, Stephen P. dan Judge, Timothy A. 2015. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba
Empat.
15
16