Anda di halaman 1dari 17

KEBIJAKAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

(Analisis Kebijakan Bisnis)

Latar Belakang

Sumber daya manusia sebagai individu-individu didalam organisasi


memiliki keunikannya masing-masing yang tidak dapat disamaratakan sehingga
kebijakan yang diterapkan dalam suatu organisasi selayaknya mampu mewadahi
bahkan menjembatani beragam keunikan tersebut. Individu dalam organisasi
adalah unik karena setiap individu memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda,
karakteristik yang berbeda, cara pandang atau perspektif yang berbeda terhadap
suatu peristiwa atau permasalahan,  persepsi yang berbeda, dan kepribadian yang
berbeda. Semua hal tersebut merupakan hal yang sifatnya intangible, tidak dengan
mudah dapat dilihat, diraba, dan dipahami dengan mudah karena bukan sesuatu
fisikal. Selain hal-hal intangible, individu juga berbeda dan unik secara fisikal,
diantaranya bentuk tubuh secara fisik, ras/etnis, dan gender/seks yang tentunya
akan melahirkan suatu kebutuhan yang berbeda.  Keunikan-keunikan tersebut
perlu diakomodir dengan baik sehingga tujuan dari organisasi dapat terpenuhi.

Kebijakan yang ditetapkan dalam organisasi beserta praktiknya


mempengaruhi perilaku kelompok maupun individu didalam tubuh organisasi.
Setiap individu dan kelompok akan memiliki persepsi dan penilaian yang berbeda
terhadap suatu bentuk kebijakan dan praktik MSDM. Kekecewaan maupun
tekanan yang mungkin timbul akibat persepsi dan penilaian terhadap suatu bentuk
kebijakan akan memunculkan bentuk-bentuk perilaku yang akan berpengaruh
terhadap penurunan kinerja organisasi yang diantaranya tercermin dari
meningkatnya ketidakhadiran, meningkatnya turnover, dan penurunan
produktivitas individu atau kelompok.
A. Pentingnya pengelolaan manajemen sumber daya manusia

Manusia merupakan sumber daya yang penting dalam organisasi sekaligus


juga sebagai tiang penyangga dalam organisasi, seperti dikemukakan Martin
Yates “The most valuable capital is human capital; the most powerful technology
is people”. SDM merupakan asset kritis organisasi yang tidak hanya
diikutsertakan dalam filosofi perusahaan tetapi juga dalam proses perencanaan
strategis. Menurut Kathrin Connor (dikutip dari Schuller, 1990), wakil presiden
SDM di Liz Claiborne: Human resources are a part of the strategic planning
process. It is a part of policy development, line extension planning and the merger
and acquisition processes. Little is done in planning policy on the finalization
stages of any deal. Dari pernyataan Kathrin Connor, diakui bahwa SDM
merupakan bagian proses perencanaan strategis dan menjadi bagian
pengembangan kebijakan dan praktek organisasi. sebagai sumber daya yang
penting, sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian dan pengelolaan
melalui suatu ilmu pengelolaan atau manajeman yang dikenal sebagai manajemen
sumber daya manusia.  Manajemen Sumber Daya Manusia didasari pada suatu
konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia, bukan mesin, dan bukan semata
menjadi sumber daya bisnis. Menurut Edwin B. Flippo, guru besar manajemen
Universitas Arizona, manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap pengadaan,
pengembangan, kompensasi, integrasi, perawatan, dan pemutusan hubungan kerja
sumber daya manusia, untuk mencapai tujuan sehingga sasaran-sasaran
perseorangan, organisasi, dan kemasyarakatan dapat dicapai.

Sukses bersaing organisasi bisa dicapai dengan pengelolaan SDM potensial


yang dimilikinya. SDM bisa dijadikan sebagai sumber keunggulan kompetitif
lestari serta tidak mudah ditiru pesaing karena (Pfeffer, 1995):

1. Sukses bersaing yang diperoleh dari pengelolaan SDM secara efektif tidak
setransparan mengelola SDM lainnya, seperti melihat komputerisasi sistem
informasi yang terdiri atas semikonduktor dan sejumlah mesin pengontrol.
2. Bagaimana SDM dikelola dipengaruhi oleh budaya. Budaya organisasi akan
mempengaruhi ketrampilan, kemampuan SDM, serta kesesuaiannya dengan
sistem yang ada.

B. Kebijakan dan Praktek MSDM Dalam Organisasi

1. Kebijakan dan Praktik Seleksi

Banyak perusahaan yang ingin memiliki karyawan yang bersahabat


dan ramah. Perusahaan-perusahaan sadar bahwa jauh jauh lebih mudah
memeperkerjakan orang-orang dengan kepribadian yang mereka cari,
daripada memilih dengan hanya berdasarkan kecakapan teknis, dan
kemudian berusaha untuk mengubah kepribadian mereka melalui
pelatihan.

Rekrutmen, seleksi dan penempatan merupakan suatu proses yang


akan selalu dilalui oleh tiap perusahaan untuk memperoleh sumber daya
manusia dan menjamin ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan.
Rekrutmen dilakukan oleh organisasi atau perusahaan untuk mendapatkan
calon tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia, yang
selanjutnya akan melalui sejumlah proses seleksi untuk memperoleh
tenaga kerja atau sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan.

a. Praktik seleksi.
Tujuan dari seleksi efektif adalah untuk mensesuaikan karakteristik
individual (kemampuan, pengalaman, dan semacamnya). Dengan
persyaratan dalam suatu pekerjaan. Apabila manajemen gagal untuk
mendapatkan memasangkannya secara benar, baik kinerja maupun
kepuasan karyawan akan berkurang.
b. Cara kerja Proses seleksi
1). Seleksi awal

Alat seleksi awal adalah informasi pertama yang pelamar


serahkan dan digunakan sebagai alat “penyaringan kasar” awal
untuk memutuskan apakah pelamar memenuhi kualifikasi dasar
dari pekerjaan yang ditawarkan. Formulir aplikasi (termasuk surat
rekomendasi) merupakan alat seleksi awal. Kita melakukan cek
terhadap latar belakang pelamar sebagai alat seleksi awal atau
sebagai alat seleksi lanjutan, tergantung bagaimana suatu organisasi
melakukannya.

a. Formulir aplikasi informasi yang dituliskan dalam formulir


aplikasi tidak begitu berguna untuk memprediksi kinerja
pelamar. Akan tetapi formulir aplikasi bisa menjadi alat saring
awal yang baik.

Organisasi harus berhati-hati dalam menyusun pertanyaan yang


mereka ajukan dalam lembar aplikasi. Tentu saja, pertanyaan
mengenai ras, gender, dan kebangsaan tidak disarankan. Tidak
diperkenankan untuk menanyakan catatan criminal atau bahkan
tuduhan yang pernah dialamatkan kepada si pelamar kecuali
jawabannya terkait dengan pekerjaan.

b. Pengecekan Latar Belakang kebanyakan perusahaan


melakukan pemeriksaan referensi pelamar di dalam proses
seleksi karyawan. Alasannya mereka ingin tahu bagaimana
kinerja pelamar di masa lalu dan apakah pengusaha yang lama
itu jarang menyediakan informasi yang mendetail mengenai
pelamar. Mereka takut dituntut bila mengatakan sesuatu yang
buruk tentang karyawan lama mereka.
2). Seleksi Substantif

Jika mampu melewati tahap penyaringan awal, pelamar


selanjutnya memasuki metode seleksi subtantif. Tahap ini
merupakan inti dari proses seleksi dan di dalamnya tercakup tes
tertulis, tes kinerja, dan wawancara.

Tes tertulis, Tes tertulis sering dianggap sebagai tes


diskriminatif, dan banyak organisasi yang menganggapnya tidak
terkait dengan pekerjaan. Sekarang lebih dari 60 persen dari
seluruh organisasi di AS dan sebagian besar organisasi yang
termasuk dalam fortune 1000 menggunakan beberapa jenis tes
seleksi.

Tes Tertulis biasanya mencakup:

1. Tes kemampuan kognitif atau inteligensi,

2. Tes kepribadian,

3. Tes integritas, dan

4. Kumpulan minat.

Tes kemampuan intelektual, kemampuan special dan


mekanis, kemampuan special dan mekanis, akurasi persepsi, dan
kemampuan motorik terbukti merupakan alat prediksi yang valid
untuk pekerjaan operasional terampil, semi terampil, dan tidak
terampil dalam organisasi industri.

Beberapa pengusaha juga melakukan pengecekan latar


belakang pelamar berdasarkan sejarah kredit atau utang atau
berdasarkan catatan kriminal. Sebuah bank yang hendak
memperkerjakan seorang teller, misalnya, mungkin perlu
mengetahui sejarah kredit atau catatan kriminal para peramal. Oleh
karena pemeriksaan seperti ini sifatnya melanggar privasi,
pengusaha harus yakin betul bahwa hal ini memang diperlukan.
Namun demikian tidak melakukan pemeriksaan juga bisa memiliki
dampak hukum.

Penggunaan tes kepribadian mengalami perkembangan


pesat selama dasawarsa yang lampau. Organisasi menggunakan
banyak alat ukur kepribdian lima besar untuk mengambil keputusan
seleksi. Kepribadian yang paling baik dalam memprediksi calon
karyawan dengan kinerja tinggi adalah ketelitian dan konsep diri
yang positif. Tes kepribadian relatif murah dan mudah digunakan ,
selain juga bisa digunakan.

Sementara persoalan etis mendapat tempat yang semakin


penting di dalam organisasi, tes integritas mengalami peningkatan
popularitas. Tes ini merupakan tes tertulis yang mengukur factor-
faktor seperti keandalan, kehati-hatian, tanggung jawab, dan
kejujuran. Jadi, manajemen kesan seperti ini tidak hanya membantu
orang mendapatkan pekerjaan tetapi juga membantu mereka punya
kinerja yang lebih baik, asalkan kepura-puraan mereka itu tidak
termasuk dalam tingkat patologis.

3). Tes Simulasi Kinerja

Tes simulasi kinerja lebih sukar untuk dikembangkan dan


lebih sulit untuk dilakukan daripada tes tertulis, tes simulasi kinerja
semakin populer selama beberapa dasawarsa terakhir. Dikarenakan
fakta bahwa tes semacam ini mempunyai “validitas muka” yang
lebih tinggi dibandingkan kebanyakan tes tertulis. Dua tes simulasi
kinerja yang paling terkenal adalah percobaan kerja dan pusat
penilaian.

a) Tes percobaan kerja (work sample test) merupakan simulasi


turunan dari sebagian atau semua pekerjaan yang harus
dilakukan oleh pelamar jika ia diterima bekerja. Tes percobaan
kerja menciptakan tiruan miniatur dsri pekerjaan untuk
mengevaluasi kemampuan kinerja dari kandidat.

b) Tes simulasi kinerja yang lebih rumit, yang secara khusus


dirancang untuk mengevaluasi potensi manajerial dari kandidat
adalah pusat penilaian (assessment centers). Pusat penilaian
merupakan suatu rangkaian tes simulasi potensi manajerial dari
kandidat.

4). Wawancara

Wawancara karyawan secara tradisional bukanlah merupakan


bagian dri proses seleksi. Keputusan cenderung dibuat seluruhnya
berdasarkan skor ujian, pencapaian skolastik, dan surat
rekomendasi.

Wawancara tidak hanya digunakan secara luas, tetapi juga


memiliki bobot besar sebagai alat pertimbangan. Itu artinya, hasil
dari wawancara cenderung memiliki pengaruh besar terhadap
keputusan seleksi.

Dalam teknik wawancara, para pelamar diminta untuk


mendiskripsikan cara mereka menangani masalah dan situasi yang
spesifik pada pekerjaan meraka yang dulu. Hal ini didasarkan atas
asumsi bahwa perilaku di masa lalu dapat menjadi prediktor terbaik
bagi perilaku manusia.

Bukti menunjukan bahwa wawancara sangat penting untuk


menilai kemampuan mental, tingkat ketelitian, kemampuan antar
personal pelamar. Ketika kualitas-kulaitas ini berhubungan dengan
kinerja, validitas wawancara sebagai alat seleksi meningkat dan
bisa menurun.

Dalam praktiknya, kebanyakan organisasi menggunakan


wawancara lebih dari sekedar alat “prediksi kinerja”. Sebagai
tambahan terhadap kecakapan yang relevan dan spesifik, organisasi
melihat karakter kepribadian dari kandidat, harga diri, dan
semacamnya untuk menemukan orang yang sesuai dengan kultur
dan citra organisasi. 

5). Seleksi Lanjutan

Jika pelamar lolos metode seleksi substantif, mereka pada


dasarnya siap untuk dipekerjakan, tergantung pemeriksaan terakhir.
Salah satu metode lanjutannya adalah tes narkotika. Namun, tes ini
kontroversial. Banyak pelamar berpikir bahwa tes ini tidak adil
karena menurut mereka penggunaan obat-obatan bersifat pribadi
dan mereka seharusnya diperiksa berdasarkan faktor-faktor yang
berhubungan langsung dengan kinerja, bukan berdasarkan gaya
hidup.

Pemberi kerja bisa menjawab pandangan seperti ini dengan


menyatakan bahwa pemakaian narkotika sangat merugikan, tidak
hanya dalam pengertian keuangan, tetapi juga dalam konteks
keamanan umum. Selain itu, hukum yang berlaku berpihak pada
cara pandang pemberi kerja tersebut.

2. Program Pelatihan dan Pengembangan

Karyawan yang kompeten tidak akan selamanya kompeten.


Keterampilan bisa melemah dan menjadi usang dan keterampilan baru
perlu dipelajari. Inilah alasan banyak organisasi menghabiskan miliaran
dolar setiap tahunnya untuk menyelenggarakan pelatihan formal.

Program pelatihan memengaruhi perilaku kerja lewat dua cara


menurut keuntungannya, yaitu:

a) Keuntungan pertama adalah meningkatkan keterampilan


karyawan secara langsung agar mampu menunaikan pekerjaan.
Peningkatan kemampuan dapat memperbaiki potensi karyawan
untuuk berkinerja dalam level yang lebih tinggi.

b) Keuntungan kedua adalah meningkatkan keyakinan diri karyawan


(keyakinan diri/self-efficacy adalah harapan seseorang bahwa ia
mampu menunjukkan perilaku yang dibutuhkan untuk
menghasilkan apa yng diinginkan).

a) Jenis Pelatihan

1) Kemampuan dasar membaca

Organisasi semakin perlu mengajarkan keterampilan


membaca dan matematika dasar bagi para karyawan mereka.
Karyawan butuh kecakapan matematis yang lebih untuk bisa
memahami cara kendali peralatan yang bersifat numerik,
kemampuan menulis dan membaca yang lebih baik untuk
menginterpretasikan lembar proses kerja, danketerampilan
komunikasi lisan yang lebih baik untuk dapat bekerja dalam tim.

2) Keterampilan teknis

Sebagian besar pelatihan yang ada diarahkan untuk


mengembangkan dan meningkatkan keterampilan teknis
karyawan.

Pekerjaan berubah seiring muncul dan berkembangnya


teknologi dan metode baru. Sebagai contoh, banyak personel
perbaikan otomatif harus melalui pelatihan yang ekstensif untuk
memperbaiki dan merawat model yang ada sekarang dengan
mesin yang dimonitor komputer, sistem stabilisasi elektronik,
GPS, sistem tanpa kunci, dan inovasi yang lain.

Di samping itu, pelatihan teknik menjadi semakin penting


karena perubahan yang terjadi di dalam desain organisasi. Saat
organisasi membuat strukturnya semakin rata, memperkenalkan
penggunaan tim, dan meminimalkan hambatan antardepartemen,
karyawan perlu menguasai tugas dengan variasi yang lebih luas
dan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang bagaimana
organisasi mereka berjalan. Sebagai contoh, restrukturisasi
pekerjaan di Miller Brewing Coo, dengan memanfaatkan tim
telah mendorong manajemen untuk memperkenalkan program
literasi bisnis yang komprehensif untuk membantu karyawan
memahami secara lebih baik kompetensi dan keadaan dalam
industri bir, dimana penghasilan peruasahaan berasal dan
bagaimana biaya dikalkulasi dan dimana karyawan berperan di
dalam rantai nilai perusahaan.

3) Keterampilan antarpersonal

Hampir semua karyawan merupakan anggota dari suatu unti


kerja, dan kinerja mereka sampai tingkat tertentu bergantung pada
kemampuan mereka untuk berinteraksi secara efektif dengan
rekan kerja dan atasan mereka. Beberapa karyawan mempunyai
keterampilan antarpersonal yang sangat baik, tetapi beberapa
yang lain masih membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan
kemampuan mereka.

Pelatihan ini mencakup belajar untuk menjadi pendengar


yang baik, manjadi pengomunikasi ide yang lebih jelas, dan
menjadi anggota tim yang lebih efektif.

4) Kemampuan memecahkan masalah

Para manajer, dan banyak karyawan lain yang melakukan


tugas nonrutin, harus memecahkan masalah dalam pekerjaan
mereka. Pelatihan ini bertujuan untuk mempertajam kemampuan
logika mereka, untuk membuat pertimbangan,dan untuk
mendefinisikan masalah, seperti halnya kemampuan mereka
untuk memahami hukum sebab-akibat.
Pelatihan pemecahan masalah telah menjadi bagian dasar
dari hampir semua organisasi untuk memperkenalkan tim yang
mandiri atau mengimplementasikan program manajemen
berkualitas.

Bagaimana dengan pelatihan etika?

Pelatihan ini mencakup program orientasi karyawan baru, yang


dijadikan sebagai bagian dari program pelatihan pengembangan yang
berkelanjutan, atau yang ditawrkan kepada semua karyawan sebagai
usaha untuk periodik untuk mengingtkan mereka akan priinsip-
pronsip etis. Akan tetapi, masih diragukan apakah etika adalah
sesuatu yang dapat benar-benardiajarkan kepada orang lain.

Kalangan kritikus beragumen bahwa etika itu didasarkan pada


nilai, dan sistem nilai sudah ditetapkan sejak awal kehidupaan kita.
Pada saat pengusaha mempekerjakan orang, nilai-nilai etis mereka
sudah mapan. Para kritikuus tersebut juga mengatakan bahwa
masalah etis tidak bisa secara formal “diajarkan”, tetapi harus
dipelajari berdasarkan contoh.

Pendukung pelatihan etika berpandangan bahwa nilai bisa


dipelajari dan berubah setetlah masa kanak-kanak. Dan, bahkan jjika
nilai-nilai itu tidak bisa berubah, pelatihan etika akan tetap efektif
karena membantu karyawan mengenali berbagai dilema etis dan
menyadari masalah-masalah eis yang mendasari tindakan mereka.
Argumen lain adalah bahwa pelatihan etis mempertegas kembali
harapan organisasi agar anggota-anggitanya bertindak secara etis.

1. Metode Pelatihan

Metode pelatihan diklasifikasikan menjadi formal atau informal,


dan on-the job atau off-the job.
Secara historis, pelatihan berarti pelatihan formal. Pelatihan ini
direncanakan sebelumnya dan mempunyai format yang terstuktur rapi.
Namun sebagian besar pelatihan di tempat kerja terdiri atas pelatihan
informal-tidak terstruktur, tidak terencana, dan bisa diadaptasikan
dengan mudah pada situasi dan individunya untuk mengajarkan
keterampilan dan membuat karyawan tidak ketinggalan jaman. Pada
kenyataannya, kebanyakan pelatihan informal tidak lain adalah para
karyawan yang saling memberikan bantuan. Mereka saling berbagi
informasi dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan
pekerjaan.

Pelatihan on-the job mencakup rotasi kerja, magang, tugas


belajar, dan program mentoring formal. Keberatan utama terhadap
pelatihan ini adalah seringkali mengganggu kerja. Oleh karena itu
organisasi menyelenggarakan pelatihan off-the job. Pelatihan off-the
job meliputi menonton video, seminar umum, program belajar sendiri,
kursus internet, kelas televise satelit, dan aktivitas kelompok yang
menggunakan permainan peran dan studi kasus.

Menyesuaikan Pelatihan Formal agar Sesuai dengan Gaya


Belajar Karyawan

Cara Anda memproses, memperdalam, dan mengingat materi


yang baru dan sulit tidak selalu sama dengan orang lain. Fakta ini
berarti bahwa pelatihan formal yang efektif harus disesuaikan agar
mencerminkan gaya belajar dari karyawan. Misalnya dengan cara
membaca, memperhatikan, mendengarkan, dan berpartisipasi.

Beberapa orang dapat menyerap informasi secara lebih baik


ketika mereka membaca. Orang-orang ini dapat belajar menggunakan
computer hanya dengan duduk dan membaca petunjuknya. Beberapa
orang belajar dengan baik melalui obervasi. Mereka memperhatikan
orang lain dan kemudian meniru perilaku yang telah mereka lihat itu.
Beberapa orang belajar  melalui mendengarkan untuk menyerap
informasi. Orang-orang ini akan lebih suka belajar menggunakan
computer, misalnya dengan mendengarkan rekaman. Orang yang lebih
suka gaya belajar dengan berpartisipasi, mereka ingin duduk,
menyalakan computer, dan mendapatkan pengalaman langsung
dengan praktik.

Gaya belajar yang berbeda-beda tidak tertutup satu dari yang


lain. Jika tahu tipe yang lebih disukai oleh para karyawan Anda, Anda
bisa merancang program  pelatihan formal berdasarkan preferensi ini.
Terlalu banyak menggunakan  salah satu tipe mengajar akan
menyebabkan individu yang tidak belajar dengan baik pada gaya
belajar lain dirugikan

3. Evaluasi Kinerja (Evaluasi Performance)

a. Efektifness Organisasi dan Efektifness Kebijakan Dan Praktek


MSDM
Sebuah organisasi yang betul-betul efektif adalah organisasi
yang mampu menciptakan suasana kerja di mana para pekerja tidak
hanya melaksanakan pekerjaan yang telah dibebankan saja tetapi juga
membuat suasana supaya para pekerja lebih bertanggung jawab,
bertindak secara kreatif demi peningkatan efisiensi dalam usaha
mencapai tujuan. the conception of effectiveness depends on how the
organization is viewed tiga pendekatan dalam memahami efektivitas
menurut Steers (1985) adalah  pendekatan tujuan (the goal
optimization approach), pendekatan sistem (sistem theory approach),
dan pendekatan kepuasan partisipasi (participant satisfaction model).
1) Pendekatan Tujuan. Suatu organisasi berlangsung dalam upaya
mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, dalam pendekatan ini
efektivitas dipandang sebagai goal attainment/goal
optimization atau pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat
pencapaian sasaran menunjukkan derajat efektivitas. Suatu
program dikatakan efektif jika tujuan akhir program tercapai.
Dengan perkataan lain, pencapaian tujuan merupakan indikator
utama dalam menilai efektivitas.
2) Pendekatan Sistem. Pendekatan ini memandang efektivitas
sebagai kemampuan organisasi dalam mendayagunakan segenap
potensi lingkungan serta memfungsikan semua unsur yang
terlibat. Efektivitas diukur dengan meninjau sejauh mana
berfungsinya unsur-unsur dalam sistem untuk mencapai tujuan.
3) Pendekatan Kepuasan Partisipasi. Dalam pendekatan ini, individu
partisipan ditempatkan sebagai acuan utama dalam menilai
efektivitas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa keberadaan
organisasi ditentukan oleh kualitas partisipasi kerja individu.
Selain itu, motif individu dalam suatu organisasi merupakan
faktor yang sangat menentukan kualitas partisipasi. Sehingga,
kepuasan individu menjadi hal yang penting dalam mengukur
efektivitas organisasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi adalah


(1) Adanya tujuan yang jelas, (2) Struktur organisasi. (3) Adanya
dukungan atau partisipasi masyarakat, (4) Adanya sistem nilai yang
dianut. Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang
jelas. Adanya tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya tujuan organisasi
mencakup beberapa fungsi diantaranya yaitu memberikan pengarahan
dengan cara menggambarkan keadaan yang akan datang yang
senantiasa dikejar dan diwujudkan oleh organisasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi harus diperhatian


untuk mewujudkan suatu efektivitas. Richard M Steers menyebutkan
empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yaitu:

1) Karakteristik Organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif


tetap seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam
organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan
manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam
struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu
hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi
dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas.
2) Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama
adalah lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar
batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi,
terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan.
Aspek kedua adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim
organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam
lingkungan organisasi.
3) Karakteristik Pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap efektivitas. Di dalam diri setiap individu akan ditemukan
banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan
itu sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi
apabila suatu rganisasi menginginkan keberhasilan, organisasi
tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan
tujuan organisasi.
4) Karakteristik Manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja
yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang di dalam
organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek
manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk mengarahkan
setiap kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam
melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus
memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan
mekanisme kerja saja. Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan
strategis, pencarian dan pemanfaatan atas sumber daya,
penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi,
kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi
terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.
b. Faktor-Faktor yang Menunjang Efektivitas

Kebijakan dan praktek MSDM secara umum dikatakan efektif


bila kebijakan dan praktek yang berlangsung dapat mendukung
tercapainya tujuan organisasi, secara spesifik,  Kebijakan dan Praktek
MSDM di dalam organisasi atau perusahaan dapat dikatakan efektif
dengan menilai melalui sejumlah hal berikut yaitu; Sejauh mana
kebijakan-kebijakan SDM yang ada menunjang sasaran dan strategi
SDM? Sejauh mana keterkaitan terapan kebijakan dan praktek-praktek
SDM dengan hasil (HR outcomes)? Apakah kinerja karyawan
meningkat? Absentism menurun? Orientasi karyawan pada pelanggan
meningkat? Apakah Pendelegasian wewenang pengambilan keputusan
berjalan efektif?.

c. Tujuan Evaluasi dan Apa yang Dievaluasi

Evaluasi performance dilakukan dengan beberapa tujuan diantaranya


adalah:

 untuk membantu manajemen dalam membuat keputusan-


keputusan umum terkait sumber daya manusia seperti promosi,
transfer, dan terminasi
 mengidentifikasi kebutuhan traning dan pengembangan SDM
 sebagai kriteria untuk menilai/memvalidasi seleksi dan program
pengembangan yang dilaksanakan.
 Sebagai feedback bagi karyawan itu sendiri, yaitu sebagai
penilaian bagi performansi individu yang terkait mengenai
bagaimana organisasi melihat kinerja mereka.
 Sebagai dasar penilaian reward, dalam hal ini membantu dalam
memutuskan siapa yang akan mendapatkan penghargaan atas
prestasi kerja yang diraih.
Penilaian terhadap performansi melalui sejumlah kriteria
mempengaruhi perilaku dan apa yang dikerjakan oleh karyawan.
Beberapa kriteria yang populer[13] dalam menilai performansi adalah:

 Individual task outcome

 Perilaku

 Traits

Anda mungkin juga menyukai