Anda di halaman 1dari 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manajemen sumberdaya manusia dalam konteks organisasi merupakan

faktor utama keberhasilan organisasi. Dari keseluruhan sumberdaya yang tersedia

dalam suatu organisasi, baik organisasi publik maupun swasta sumberdaya

manusialah yang paling penting dan sangat menentukan. Sumberdaya manusia

manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal, perasaan,

keinginan, keterampilan, kemampuan, pengetahuan, dorongan, daya dan karsa.

Semua potensi sumber daya tersebut sangat berpengaruh terhadap upaya

organisasi dalam mencapai tujuan. Manajemen sumberdaya manusia sebenarnya

merupakan suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai

sumberdaya yang cukup potensial, yang perlu dikembangkan sedemikian rupa

sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi yang

ditunjukkan dengan peningkatan kinerja kerja dan pengembangan diri untuk lebih

disiplin dalam bekerja, membina hubungan kerja yang harmonis dan peningkatan

karir.

Kekuatan setiap organisasi adalah terletak pada individu yang berada dalam

organisasi tersebut, sehingga kinerja suatu organisasi tidak terlepas dari prestasi

setiap individu yang terlibat didalamnya. Sedangkan prestasi akhir dari suatu

organisasi atau individu disebut performance atau kinerja atau unjuk kerja, yang

berkaitan dengan keberhasilan jangka panjang organisasi. Kinerja adalah hasil

kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai

1
2

dengan perannya dalam organisasi (Hariandja, 2002:195), Soehargi Sigit.,

(2003:328) berpendapat bahwa kinerja berhubungan dengan aspek aspek tugas

pokok yaitu perilaku dan keefektifan organisasi.

Tinggi rendahnya kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

motivasi dan disiplin kerja (Ade Anugrah, dkk, 2011). Kinerja merupakan hasil

kerja yang dicapai seseorang, baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai

oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan (Mangkunegara, 2003). Hal ini sesuai yang dilakukan para

peneliti terdahulu, seperti Rachmadi (2006), Narmodo dan Wajdi (2005) bahwa

untuk pencapaian kinerja yang optimal, dipengaruhi oleh banyak faktor,

diantaranya adalah dukungan atasan, motivasi kerja, dan komunikasi.

Munika Lailatul Ahadiyah (2009) menjelaskan bahwa disiplin kerja pada

karyawan berperan dalam meningkatkan kinerja pada karyawan. Disiplin kerja

merupakan suatu kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan

perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Dengan adanya kedisiplinan

diharapkan pekerjaan akan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Ketaatan

dalam melaksanakan aturan-aturan yang ditentukan atau diharapkan oleh

organisasi atau perusahaan dalam bekerja, dengan maksud agar tenaga kerja

melaksanakan tugasnya dengan tertib dan lancar, termasuk penahanan diri untuk

tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari peraturan. Seseorang yang

mempunyai kedisiplinan cenderung akan bekerja sesuai dengan peraturan dan

kewajiban yang dibebankan kepadanya. Jadi setidaknya orang yang disiplin dapat

meminimalisasi terjadinya sanksi atau hukuman karena pelanggararan peraturan.


3

Menurut Budi Setiyawan dan Waridin (2006), dan Aritonang (2005) disiplin kerja

karyawan bagian dari faktor kinerja. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa

disiplin kerja memiliki pengaruh positif terhadap kinerja kerja karyawan.

Teori pertukaran pemimpin-anggota hubungannya dengan penilaian kinerja

menurut Liden et al. (1997) menyatakan bahwa kualitas hubungan mempengaruhi

penilaian kinerja, dipandang dari sisi anggota. Sedangkan penilaian kinerja

mempengaruhi kualitas hubungan antara pemimpin dengan anggota dalam hal ini

berkaitan dengan aturan yang ditetapkan dan kepercayaan (trust). Northouse

(1997) menyatakan bahwa Leader member exchange lebih memusatkan pada

pertukaran pemimpin dengan anggota sebagai pertukaran vertikal artinya bawahan

lebih banyak menerima informasi, pengaruh, kepercayaan, dan peran dari

pemimpin di dalam unit kerja yang sama, dibandingkan kelompok dari luar.

Kualitas pertukaran pemimpin dengan anggota secara positif mempengaruhi

penilaian kinerja yang dilakukan oleh atasan terhadap bawahannya (Bacharach,

2005).

Ashai (2001:197) menyatakan bahwa hubungan antara pemimpin dengan

karyawan atau pegawai merupakan hubungan saling ketergantungan yang pada

umumnya tidak seimbang. Bawahan pada umumnya merasa lebih tergantung

kepada pemimpin daripada sebaliknya. Dalam proses interaksi yang terjadi antara

pemimpin dan bawahan, berlangsung proses saling mempengaruhi dimana

pemimpin berupaya mempengaruhi bawahannya agar berperilaku sesuai dengan

harapannya. Dari interaksi inilah yang menentukan derajat keberhasilan pemimpin

dalam kepemimpinannya di dalam suatu organisasi. Sikap pemimpin akan


4

menentukan perkembangan tim dalam organisasi perusahaan serta perkembangan

yang dicapai yang pada akhirnya mempengaruhi pencapaian produktifitas kerja.

Organisasi yang mempunyai model yang sistematis dalam pengembangan

karir karyawannya akan mempunyai kinerja yang baik. Hasil penelitian tersebut

didukung oleh Appelbaum et al (2001) yang menyatakan bahwa perusahaan yang

mempunyai manajemen karir yang baik akan meningkatkan kemauan karyawan

untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan dan perilaku dalam

melakukan pengembangan, dimana hal tersebut akan meningkatkan kinerjanya.

Berdasarkan kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan

karir yang baik yang diraih karyawan maka kinerjanya akan meningkat atau

dengan kata lain pengembangan karir berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

Berdasarkan prestasi pencapaian kegiatan-kegiatan pengembangan karir

diatas, maka dapat digambarkan bahwa pengembangan karir dilingkup Bank

Sultra Capem Sao Sao belum dikatakan optimal. Dengan kata lain sumber daya

manusia (pegawai) belum memiliki kinerja yang baik, sehingga belum dapat

mengimplementasikan program-program atau kegiatan-kegiatan sesuai dengan

tujuan dan target yang telah ditentukan.

Kondisi tersebut akan dapat terwujud apabila setiap diri pegawai mematuhi

semua peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang diterapkan organisasi

serta adanya disiplin yang tinggi terhadap kepatuhan untuk melaksanakannya.

Dalam konteks ini, disiplin merupakan instrumen untuk mencapai suatu tujuan,

dan bukan tujuan itu sendiri. Hal ini berarti bahwa disiplin menjadi prasyarat bagi

terwujudnya tujuan dari organisasi (instansi-instansi pemerintah).


5

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan diketahui bahwa kinerja pada

Bank Sultra Capem Sao Sao masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat

disiplin yang masih harus dibenahi dan menjadi perhatian semua pihak, dimana

masih adanya pegawai yang datang terlambat dan pulang sabelum jam kerja

berakhir, masih adanya pegawai yang bermalas-malasan pada saat sedang bekerja,

kondisi ini menunjukkan sebagian pegawai tidak memenuhi aturan-aturan yang

telah ditetapkan, tidak menggunakan waktu secara efektif, tanggung jawab dalam

pekerjaan, tugas tidak maksimal dan tingkat absensi yang masih rendah. Peneliti

juga mencoba mengkaitkan belum optimalnya kinerja di Bank Sultra Capem Sao

Sao dengan masalah komunikasi hubungan atasan bawahan (Leader member

exchange) serta pengembangan karir pegawai yang terjadi di lingkup kantor

tersebut.

Sebagaimana diketahui sistem komunikasi hubungan atasan bawahan yang

berlaku selama ini di lingkungan Bank Sultra Capem Sao Sao hanya terbatas pada

orang-orang tertentu saja yang menyebabkan adanya batasan bagi pegawai lainnya

sehingga dianggap tidak menyentuh rasa keadilan dan kesejahteraan pegawai serta

masih adanya pegawai yang memiliki emosi negatif berlebihan ketikan menerima

perintah pimpinan, hambatan lain yang juga mempengaruhi peningkatan kinerja

ialah adanya pegawai yang merasa kurang diberi kesempatan dalam

pengembangan serta peningkatan karirnya. Hal ini tercermin tidak adanya

harmonisasi antara bagian-bagian, harmonisasi antara atasan dan bawahan karna

apabila ada kebijakan yang datangnya dari atasan tidak terlaksana di bawahan

dengan baik, loyalitas kerja tidak terlihat pada pegawai, kontribusi yang diberikan
6

oleh pegawai tidak maksimal, kesemua fenomena di atas dibuktikan dengan

pekerjaan tidak terlaksana tepat waktu, pekerjaan terlaksana apabila diperintahkan

terus menerus tidak dilaksanakan dengan kesadaran sendiri, penuh perhatian, tidak

sesuai minat yang dimiliki, sehingga tidak ada kepuasan terhadap kineja pegawai

yang dirasakan.

Dari uraian-uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul: ”pengaruh disiplin kerja, hubungan atasan bawahan dan

pengembangan karir terhadap kinerja pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang dikemukakan sebelumnya,

maka pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah disiplin kerja, hubungan atasan bawahan dan pengembangan karir

berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao.

2. Apakah disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Bank Sultra

Capem Sao Sao.

3. Apakah hubungan atasan bawahan berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada

Bank Sultra Capem Sao Sao.

4. Apakah pengembangan karir berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Bank

Sultra Capem Sao Sao.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis:


7

1. Pengaruh disiplin kerja, hubungan atasan bawahan dan pengembangan karir

terhadap kinerja pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao.

2. Pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai pada Bank Sultra Capem Sao

Sao.

3. Pengaruh hubungan atasan bawahan terhadap kinerja pegawai pada Bank

Sultra Capem Sao Sao.

4. Pengaruh pengembangan karir terhadap kinerja pegawai pada Bank Sultra

Capem Sao Sao.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, maka manfaat

penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan bukti empiris tentang kinerja yang di hubungkan dengan

disiplin kerja, hubungan atasan bawahan dan pengembangan karir.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan wacana untuk diterapkan dalam

meningkatkan kinerja pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup kajian penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis

pengaruh disiplin kerja, hubungan atasan bawahan dan pengembangan karir

terhadap kinerja pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao.


8

Disiplin kerja sebagai variabel observasi diukur dengan menggunakan 4

(empat) indikator yang mengacu pada pengukuran yang dikemukakan oleh

Hasibuan (2010) yaitu mematuhi semua peraturan organisasi, penggunaan waktu

secara efektif, tanggung jawab dan tingkat absensi.

Hubungan atasan bawahan sebagai variabel observasi diukur dengan

menggunakan 4 (empat) indikator yang mengacu pada pengukuran yang

dikemukakan oleh Liden dan Maslyn dalam Ilham (2017), yaitu affect,

profesional respect, loyalitas dan kontribusi.

Pengembangan karir sebagai variabel observasi diukur dengan

menggunakan 4 (empat) indikator yang mengacu pada pengukuran yang

dikemukakan oleh Keith Davis dan Werther dalam Mangkuprawira (2003: 181),

yaitu keadilan dalam karir, perhatian dengan penyelia, minat kerja dan kepuasan

karyawan.

Kinerja pegawai sebagai variabel observasi diukur dengan menggunakan 5

(lima) indikator yang mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh

Mangkunegara (2015:68) yakni kualitas kerja, kuantitas kerja, kedisiplinan,

ketepatan waktu dan dampak interpersonal


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peneliti Terdahulu

Penelitian ini juga menggunakan kajian-kajian dari peneliti terdahulu

sebagai bahan acuan dan bahan pembanding yang berkaitan dengan variabel-

variabel yang telah diuji atau analisis untuk dikembangkan pada penelitian

diuraiakan sebagai beriktu :

1. Hamria Nur (2017)

Penelitian yang dilakukan oleh Hamria Nur (2017) tentang“Pengaruh

disiplin kerja, hubungan atasan bawahan dan pengembangan karir terhadap

kinerja pegawai pada Kecamtan Wolo Kabupaten Kolaka. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa (1) disiplin kerja, hubungan atasan bawahan dan

pengembangan karir berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai

pada Kecamatan Wolo Kabupaten Kolaka (2) Disiplin kerja berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kecamatan Wolo Kabupaten Kolaka

(3) Hubungan atasan bawahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

pegawai pada Kecamatan Wolo Kabupaten Kolaka (4) Pengembangan karir

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kecamatan

Wolo Kabupaten Kolaka.

Persamaan dalam penelitian ini adalah variabel disiplin kerja, hubungan

atasan bawahan, pengembangan karir serta kinerja pegawai. Sedangkan perbedaan

penelitian ini adalah pada objek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu,

9
10

maka peneliti akan membandingkan apakah setiap variabel terdapat juga pengaruh

setelah meneliti dengan objek yang berbeda.

2. Ilham (2017)

Penelitian yang dilakukan oleh Ilham (2017) tentang Pengaruh hubungan

atasan bawahan, disiplin kerja dan pengembangan karir terhadap kinerja pegawai

pada Badan Pendidikan Dan Pelatihan Kabupaten Muna. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa: (1) Hubungan atasan bawahan, disiplin kerja dan

pengembangan karir berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai

pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Muna. (2) Hubungan atasan

bawahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan

Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Muna. (3) Disiplin kerja berpengaruh positif

dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Badan Pendidikan dan Pelatihan

Kabupaten Muna. (4) Pengembangan karir berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja pegawai pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Muna.

Persamaan dalam penelitian ini adalah variabel disiplin kerja, hubungan

atasan bawahan, pengembangan karir serta kinerja pegawai. Sedangkan perbedaan

penelitian ini adalah pada objek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu,

maka peneliti akan membandingkan apakah setiap variabel terdapat juga pengaruh

setelah meneliti dengan objek yang berbeda.

3. Zuhria Husnia Hasibuan (2018)

Penelitian yang dilakukan oleh Zuhria Husnia Hasibuan (2018) “pengaruh

disiplin kerja, stres kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja pegawai Dinas

Tenaga Kerja Padang Lawas. Hasil penelitian membuktikan bahwa tiga variabel
11

yaitu disiplin kerja, stress kerja dan motivasi kerja mempunyai pengaruh positif

dan signifikan terhadap variabel defenden yaitu kinerja pegawai pada Dinas

Tenaga Kerja Padang Lawas. Pengaruh signifikan terbesar terhadap kinerja

pegawai pada Dinas Tenaga Kerja Padang Lawas adalah pada variabel motivasi

kerja dengan koefisien standar beta sebesar 0,560 kemudian diikuti oleh variabel

disiplin kerja dengan koefisien beta sebesar 0,330 selanjutnya variabel stress kerja

dengan koefisien beta sebesar 0,127. Dari hasil analisis tersebut dapat diambil

suatu kesimpulan bahwa motivasi kerja merupakan faktor paling dominan yang

mempunyai pengaruh terbesar terhadap kecenderungan kinerja pegawai pada

Dinas Tenaga Kerja Padang Lawas.

Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti ; disiplin kerja

dan kinerja. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah objek penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka peneliti akan membandingkan

apakah setiap variabel terdapat juga pengaruh setelah meneliti dengan objek yang

berbeda.

4. Hasmah, Anwar Arifin dan Indah Purnama Sari (2019)

Penelitian yang dilakukan oleh Hasmah, Anwar Arifin dan Indah Purnama

Sari (2019) “pengaruh disiplin dan stres terhadap kinerja karyawan pada PT.

Pandu Siwi Sentosa Di Kabupaten Kutai Timur. Hasil penelitian ini antara lain

disiplin dan stres secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja karyawan pada PT.Pandu Siwi Sentosa Sangatta di Kabupaten

Kutai Timur. Sedangkan kontribusi variabel disiplin dan stres secara bersama-

sama memberikan pengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar 58,5% dan sisanya
12

sebesar 41,5% dipengaruhi/ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk

dalam variabel penelitian ini. Sedangkan secara parsial variabel disiplin dan stres

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Pandu

Siwi Sentosa Sangatta di Kabupaten Kutai Timur. Kontribusi secara parsial

variabel disiplin memberikan pengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar 35,2%

sedangkan variabel stres memberikan pengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar

23,3%. Dengan demikian secara parsial variabel disiplin merupakan variabel yang

dominan memberikan pengaruh terhadap kinerja karyawan pada PT. Pandu Siwi

Sentosa Sangatta di Kabupaten Kutai Timur dibandingkan dengan variabel stres.

Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti ; disiplin kerja

dan kinerja. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah objek penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka peneliti akan membandingkan

apakah setiap variabel terdapat juga pengaruh setelah meneliti dengan objek yang

berbeda.

5. Distyawaty (2017)

Penelitian yang dilakukan oleh Distyawaty (2017) tentang “pengaruh

kompetensi dan pengembangan karir terhadap kinerja Aparatur Pengawas

Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. Hasil penelitian menyimpulkan

bahwa (1) kompetensi dan pengembangan karier secara simultan berpengaruh

positif dan signifikan tehadap kinerja Aparatur pengawas Inspektorat Daerah

Provinsi Sulawesi Tengah, (2) kompetensi berpengaruh positif dan terhadap

kinerja Aparatur pengawas Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, (3)


13

Pengembangan karir berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Aparatur

pengawas Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah.

Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti ;

pengembangan karir dan kinerja. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini

adalah objek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka peneliti

akan membandingkan apakah setiap variabel terdapat juga pengaruh setelah

meneliti dengan objek yang berbeda.

6. Muh Ridwan Kudsi, Sukisno Selamet Riadi dan Dirga Lestari AS (2017)

Penelitian yang dilakukan oleh Muh Ridwan Kudsi, Sukisno Selamet Riadi

dan Dirga Lestari AS (2017) tentang “pengaruh pengembangan karir dan sistem

insentif berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT Prudential Life Assurance

Cabang Samarinda. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa (1) pengembangan

karir dan sistem insentif berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan

PT Prudential Life Assurance Cabang Samarinda, (2) pengembangan karir

terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja karyawan PT

Prudential Life Assurance Cabang Samarinda, (3) sistem insentiif terbukti

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT Prudential Life

Assurance Cabang Samarinda.

Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti;

pengembangan karir dan kinerja. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini

adalah objek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka peneliti

akan membandingkan apakah setiap variabel terdapat juga pengaruh setelah

meneliti dengan objek yang berbeda.


14

2.2. Konsep Manajemen Sumberdaya Manusia

Sumber Daya Manusia didalam sebuah perusahaan atau organisasi memiliki

peran yang sangat penting. Pengelolaan, perencanaan dan pengoorganisasian

dilingkungan perusahaan memerlukan Sumber Daya Manusia untuk menjalankan

prosesnya. Sumber Daya Manusia atau Karyawan adalah aset perusahaan yang

penting untuk di perhatikan perusahaan sekaligus harus di jaga sebaik mungkin.

Melihat kondisi diatas manajemen sumber daya manusia sangat dibutuhkan

perusahaan untuk mengatur dan mengatasi masalah-masalah yang berhubungan

dengan kondisi, tugas dan keadaan sumber daya manusia atau karyawan di dalam

sebuah perusahaan.

Menurut Bintoro dan Daryanto (2017 : 15) menyatakan bahwa “Manajemen

sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana

mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh

individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal

sehingga tercapai tujuan bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi

maksimal”.

Menurut Herman Sofyandi ( 2013:6 ) menyatakan bahwa “Manajemen

SDM didefinisikan sebagai suatu strategi dalam menerapkan fungsi-fungsi

manajemen yaitu planning, organizing, leading dan controling, didalam setiap

aktivitas/fungsi operasional SDM mulai dari proses penarikan, seleksi, pelatihan

dan pengembangan, penempatan yang meliputi promosi, demosi dan transfer,

penilaian kinerja, pemberian kompensasi, hubungan industrial, hingga pemutusan

hubungan kerja, yang ditunjukkan bagi peningkatan kontribusi produktif dari


15

SDM organisasi terhadap pencapaian tujuan organisasi secara lebih efektif dan

efisien”.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen

sumber daya manusia adalah suatu ilmu dalam mengatur dan merencanakan serta

memproses hubungan dan peranan seorang individu atau karyawan dalam

melaksanakan tanggung jawab terhadap perusahaan dengan efektif dan efisien

dalam mencapai tujuan yang diinginkan oleh perusahaan.

2.3. Konsep Disiplin Kerja

Mathis dan Jackson (2002 : 314) menyebutkan disiplin merupakan bentuk

pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan perusahaan. Sedangkan

Mangkunegara (2004 : 129) menjelaskan disiplin kerja sebagai pelaksanaan

manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Lain halnya

dengan Sastrohadiwiryo (2003 : 291) yang menyebutkan disiplin kerja adalah

suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-

peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sannggup

menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia

melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

Sastrohadiwiryo (2003 : 291) yang menyebutkan disiplin kerja adalah suatu

sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang

berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sannggup menjalankannya

dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas

dan wewenang yang diberikan kepadanya. Keith Davis (1995 : 549) menjelaskan

disiplin sebagai kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar


16

organisasional. Sedangkan, dari jenisnya terdapat dua tipe mengenai disiplin

(Handoko, 1985:155) :

a. Disiplin Preventif

Disiplin Preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para

pegawai agar mengikuti berbagai standarisasi dan aturan, sehingga

penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah

mendorong disiplin diri di antara para karyawan. Dengan cara ini para

karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksan

manajemen.

b. Disiplin Korektif

Disiplin Korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran

terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk mengindari pelanggaran-

pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk

hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan (diciplianary action). Tujuan

tindakan pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan diwaktu yang akan

datang bukan menghukum kegiatan dimasa lalu.

c. Disiplin Progresif

Disiplin Progresif adalah tindakan memberi hukuman berat kepada

pelanggaran yang berulang.

Hasibuan (2002 : 194) menggambarkan bahwa pada dasarnya banyak

indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai dalam suatu

organisasi, antara lain: tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa,

keadilan, waskat, sanksi hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusiaan.


17

Pendapat senada dikemukakan oleh Nitisemito (1996 : 122) bahwa perlu

diperhatikan beberapa hal yang dapat menunjang kedisiplinan, yaitu: ketegasan

dalam pelaksanaan kedisiplinan, kedisiplinan perlu dipartisipasikan, kedisiplinan

harus menunjang tujuan dan sesuai dengan kemampuan, keteladanan pimpinan,

kesejahteraan dan ancaman. Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat

disebutkan beberapa ukuran untuk mengukur disiplin, yakni adanya kepatuhan

pegawai pada Saydam (1997 : 204):

1. Mentaati jam kerja masuk dan jam kerja pulang;

2. Mematuhi pemakaian pakaian seragam lengkap dengan atribut dan tanda

pengenalnya;

3. Ikut serta dalam setiap upacara yang diwajibkan;

4. Bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap semua karyawan, atasan

dan anggota masyarakat lainnya.

Menurut Hasibuan (2010:194) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai, di antaranya : tujuan dan

kemampuan, teladanan pemimpin, balas jasa, keadilan, waskat, sanksi hukuman,

ketegasan,

Soejono (1997:67), disiplin kerja dipengaruhi oleh faktor disiplin kerja.

Adapun indikator tersebut yaitu :

a. Ketepatan waktu. Dalam hal ini dimisalkan pegawai datang kekantor tepat

waktu, tertib dan teratur, dengan begitu dapat dikatakan disiplin kerja baik.

b. Menggunakan peralatan kantor dengan baik. Sikap hati-hati dalam

menggunakan peralatan kantor, dapat menunjukkan bahwa seseorang memiliki


18

disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan kantor dapat terhindar dari

kerusakan.

c. Tanggung jawab yang tinggi. Pegawai yang senantiasa menyelesaiakan tugas

yang dibebankan kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggungjawab

atas hasil kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja baik.

d. Ketaatan terhadap aturan kantor. Sebagai contohnya pegawai menggunakan

seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal / identitas, membuat ijin

bila tidak masuk kantor juga merupakan cerminan dari disiplin yang tinggi

Menurut Malayu S.P Hasibuan (2010:194), indikator disiplin kerja adalah:

1. Mematuhi semua peraturan organisasi

2. Penggunaan waktu secara efektif

3. Tanggung jawab dalam pekerjaan dan tugas

4. Tingkat absensi

2.4. Konsep Hubungan Atasan Bawahan

Teori hubungan atasan-bawahan atau Leader member exchange

menjelaskan bagaimana hubungan dengan berbagai anggota dapat berkembang

dengan cara yang unik bersifat individu dan timbal balik berfokus pada hubungan

dua arah (hubungan dyadic) disebut teori Vertikal Dyad Linkage. Pemimpin yang

yang mempunyai hubungan kerja yang baik atau disebut mempunyai hubungan in

group, sedangkan yang mempunyai hubungan kerja buruk disebut out group .

Seorang dikategorikan sebagai in group apabila bawahan diberi dengan

kepercayaan (trust), interaksi, penghargaan (respect), dan dukungan

{sponsorship)'yang tinggi.
19

Dasar untuk membuat hubungan berkualitas tinggi adalah pengendalian

pemimpin atas hasil yang diinginkan bawahan meliputi pemberian tugas yang

menarik dan menyenangkan, pendelegasian tanggung jawab dan otoritas yang

lebih besar, lebih banyak informasi, mempunyai partisipasi dalam membuat

keputusan pimpinan, penghargaan yang nyata seperti kenaikan gaji, tunjangan

khusus, dukungan dan persetujuan pribadi serta kemudahan karir misalnya

promosi dan pengembangan, namun sebagai balasan bawahan diharapkan untuk

bekerja lebih keras, memiliki komitmen yang lebih besar, setia pada pimpinan dan

berbagi tanggung jawab administrasi pimpinan (Hofmann, Morgeson dan

Gerras,2003). Keuntungan pimpinan terhadap hubungan ini adalah adanya

komitmen , inisiatif dan usaha yang cukup besar dari bawahan menjadi hal yang

sangat bernilai bagi pimpinan yang kekurangan waktu dan energy untuk

menjalankan semua kewajiban dan tanggung jawabnya. Untuk mempertahankan

hubungan ini pemimpin harus memberikan perhatian kepada bawahan, tetap

responsive terhadap kebutuhan dan perasaan mereka, dan lebih bergantung pada

metode pengaruh yang lebih memakan waktu seperti bujukan dan konsultasi.

Pemimpin tidak dapat menggunakan paksaan atau penggunaan otoritas tangan

besi yang akan membahayakan hubungan tersebut.

Berdasarkan konsep pertukaran sosial (Blau, 1964) dan timbal balik

(Gouldner, 1960) hubungan berkualitas rendah melibatkan dasar pertukaran yang

melambangkan kontrak kerja dasar, sedangkan hubungan berkualitas tinggi

ditandai dengan saling percaya, menghormati, dan loyalitas antara pemimpin dan

karyawan. Dengan demikian karyawan dengan Leader member exchange tinggi


20

kadang-kadang disebut sebagai "asisten terpercaya" yang berkomitmen untuk

pemimpin dan meningkatkan efektivitas pemimpin mereka (Liden, Sparrowe dan

Wayne,1997). Penelitian telah menunjukkan bahwa Leader member exchange

berhubungan dengan karyawan penting dan hasil organisasi seperti kinerja,

perilaku kewargaan organisasional, kepuasan kerja, komitmen organisasi, retensi,

dan keterbukaan terhadap perubahan organisasi (Hofmann, Morgeson dan Gerras,

2003, Van Dam, dan Oreg Schyns, 2008).

Adapun indikator hubungan atasan-bawahan menurut Liden dan Maslyn

dalam Ilham (2017) adalah:

1. Affect

Yaitu hubungan saling mempengaruhi atau kasih sayang timbal balik antara

kedua hubungan didasarkan pada saling ketertarikan pribadi daripada nilai-nilai

kerja atau professional. Adapun indikatornya adalah :

a. Atasan mempunyai banyak humor

b. Atasan orang yang disukai banyak orang

c. Bawahan tidak keberatan bekerja sangat keras untuk atasan

2. Profesional Respect

Yaitu saling menghormati antar kedua belah pihak untuk kemampuan

professional masing-masing. Adapun indikatornya adalah :

a. Bawahan terkesan dengan pengetahuan atasan tentang pekerjaan

b. Bawahan mengagumi keahlian professional atasannya

c. Bawahan menghormati pengetahuan atasan dan kompetensi pekerjaannya


21

3. Loyality

Yaitu Loyalitas atau sejauh mana baik pemimpin dan anggota mendukung

tindakan dan karakter masing-masing. Adapun indikatornya adalah :

a. Atasan akan membela bawahan dalam hal ada yang menyerang

b. Atasan akan membela bawahan dalam hal pekerjaan walaupun tidak

mengetahui tentang pekerjaan tersebut.

c. Atasan akan membela bawahan dalam organisasi terhadap orang lain

walaupun membuat kesalahan.

4. Contribution

Yaitu kontribusi atau persepsi dari jumlah pekerjaan dan mutu kerja setiap

anggota dari hubungan timbal balik . Adapun indikatornya adalah :

a. Kesediaan melakukan pekerjaan ekstra melebihi kewajiban untuk memenuhi

keinginan atasan

b. Tidak keberatan bekerja keras untuk atasan

c. Bersedia bekerja keras untuk atasan melebihi uraian pekerjaan

Northouse (1997) menyatakan bahwa Leader member exchange lebih

memusatkan pada hubungan atasan bawahan sebagai hubungan vertikal artinya

bawahan lebih banyak menerima informasi, pengaruh, kepercayaan, dan peran

dari pemimpin di dalam unit kerja yang sama, dibandingkan kelompok dari luar.

Kualitas hubungan atasan bawahan secara positif mempengaruhi penilaian kinerja

yang dilakukan oleh atasan terhadap bawahannya (Bacharach,2005). Hubungan

atasan bawahan berkualitas tinggi memiliki pengaruh positif pada tingkat

pemberdayaan karyawan, yang digambarkan oleh Kang dan Stewart (2007)


22

sebagai faktor pendorong dan didukung secara empiris dalam penelitian lain

(Liden, Wayne dan Sparrowe, 2000).

2.5. Konsep Pengembangan Karir

Karir merupakan sejarah pekerjaan seseorang atau serangkaian posisi yang

dipegangnnya selama kehidupan kerja, karir merupakan suatu urutan promosi atau

pemindahan (transfer) ke jabatan-jabatan yang lebih menuntut tanggung jawab

atau ke lokasi-lokasi yang lebih baik dalam hierarki hubungan kerja selama

kehidupan kerja seseorang.

Menurut Marwansyah (2015:170) terdapat dua perspektif tentang karir yaitu

dari satu perspektif, karir adalah serangkaian pekerjaan yang dijalani seseorang

selama hidupnya yang disebut dengan karir obyektif. Sedangkan dari perspektif

lain, karir meliputi perubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi seiring

dengan bertambahnya usia yang disebut dengan karir subyektif. Kedua perspektif

ini meletakkan fokus pada individu. Keduanya juga menganggap bahwa orang-

orang memiliki kendali atas nasibnya, sehingga mereka dapat memanfaatkan

peluang peluang untuk memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan dari karir

mereka.Menurut Rivai dan Sagala (2016:266), karier adalah seluruh pekerjaan

yang dimiliki atau dilakukan oleh individu selama masa hidupnya.

Berdasarkan berbagai defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa karir adalah

rangkaian urutan posisi pekerjaan yang dipegang seseorang dalam riwayat hidup

pekerjaannya. Pengembangan karir sangat dibutuhkan dan setiap pegawai dalam

perjalanan kehidupan kerjanya.


23

Menurut Siagian (2015:68) pengembangan karir adalah perubahan-

perubahan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana karir.

Menurut Widodo (2015:53) “Pengembangan karier adalah serangkaian aktivitas

sepanjang hidup yang berkontribusi pada eksplorasi, pemantapan, keberhasilan

dan pemenuhan karier seseorang”. Menurut Rivai dan Sagala (2016:274),

mengemukakan bahwa, pengembangan karir adalah proses peningkatan

kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang

diinginkan.

Menurut Hani Handoko (2015:165) pengertian karier ada tiga, yakni:

1. Karier sebagai suatu urutan promosi atau pemindahan (transfer) lateral ke

jabatan-jabatan yang lebih menuntut tanggung jawab atau lokasi-lokasi yang

lebih baik dalam atau menyilang hirarki hubungan kerja selama kehidupan

kerja seseorang.

2. Karier sebagai penunjuk pekerjaan-pekerjaan yang membentuk suatu pola

kemajuan sistematik yang jelas kariernya.

3. Karier sebagai sejarah pekerjaan seseorang atau serangkaian posisi yang

dipegangnya selama kehidupan kerja.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

pengembangan karir adalah aktivitas yang membantu pegawai merencanakan

masa depan karir mereka di perusahaan agar pegawai dan perusahaan dapat

mengembangkan diri secara maksimum. Untuk pengembangan karirnya, pegawai

dituntut untuk memenuhi kriteria yang dibutuhkan untuk peningkatan karir seperti
24

berprestasi dalam pekerjaan, keefektifan dan keefisienan dalam bekerja dan

sebagainya.

Titik awal pengembangan karir dimulai dari diri pegawai. Setiap orang

bertanggung jawab atas pengembangan atau kemajuan karirnya. Setelah

komitmen pribadi dibuat, beberapa kegiatan pengembangan karir dapat dilakukan.

Menurut Bianca, dkk (2016:173) pengembangan karir meliputi aktivitas-aktivitas

untuk mempersiapkan seorang individu pada kemajuan jalur karir yang

direncanakan. Ada beberapa prinsip pengembangan karir yang dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Pekerjaan itu sendiri mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap

pengembangan karir. Bila setiap hari pekerjaan menyajikan suatu tantangan

yang berbeda, apa yang dipelajari di pekerjaan jauh lebih penting daripada

aktivitas rencana pengembangan formal.

2. Bentuk pengembangan skill yang dibutuhkan ditentukan oleh permintaan

pekerjaan yang spesifik. Tentunya akan berbeda skill yang dibutuhkan untuk

menjadi supervisor dengan skill yang dibutuhkan untuk menjadi middle

manager.

3. Pengembangan akan terjadi hanya jika seorang individu belum memperoleh

skill yang sesuai dengan tuntutan pekerjaa. Jika tujuan tersebut dikembangkan

lebih lanjut oleh seorang individu maka individu yang telah memiliki skill yang

dituntut pekerjaan akan menempati pekerjaan yang baru.

4. Waktu yang digunakan untuk pengembangan dapat direduksi/dikurangi dengan

mengidentifikasi rangkaian penempatan pekerjaan individu yang rasional.


25

Untuk pengembangan karir karyawan tidak hanya tergantung pada usaha

individu saja, organisasi harus juga berperan aktif misalnya mengadakan

program-program pelatihan dan pengembangan karyawan. Dengan demikian

usaha pengembangan karir akan menguntungkan karyawan dan organisasinya.

Manfaat pengembangan karir adalah untuk karyawan dan organisasi. Untuk

karyawan, pengembangan karir yang didapatnya membuka kesempatan bagi

dirinya untuk berkarya lebih baik dalam pekerjaannya. Untuk organisasi, manfaat

yang diperolehnya adalah peningkatan kinerja karyawannya dan banyak manfaat

lain yang didapat organisasidalam meningkatkan potensi-potensi untuk meraih

tujuan dari organisasi tersebut.

Bentuk pengembangan karir pada dasarnya bergantung pada jalur karir

menurut tiap-tiap organisasi yang ada, dan sesuai dengan kebutuhan. “Jalur karir

adalah serangkaian posisi yang digunakan oleh organisasi untuk memindahkan

seorang pegawai”. Bentuk pengembangan karir yang dapat dilaksanakan menurut

Nitisemito (2016:74) yaitu:

1. Pembinaan dari pimpinan

Pimpinan adalah orang yang mempunyai tugas mengarahkan dan membimbing

bawahan dan mampu memperoleh dukungan bawahan sehingga dapat

menggerakkan mereka mencapai tujuan perusahaan.

2. Pendidikan dan pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber

daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan

kepribadian manusia.
26

3. Promosi

Promosi dalam manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai

kemajuan seorang pegawai pada suatu tugas yang lebih baik, dipandang dari

sudut tanggung jawab yang lebih berat, martabat atau status yang lebih tinggi,

kecakapan yang lebih baik dan terutama tambahan pembayaran upah atau gaji.

4. Mutasi

Mutasi atau pemindahan adalah kegiatan untuk memindahkan pegawai dari

suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap setingkat atau sejajar.

Keith Davis dan Werther dalam Yunus (2019) menjelaskan bahwa ada lima

indikator pengukuran pengembangan karir, yaitu sebagai berikut :

1. Keadilan dalam karir

Para pegawai menghendaki keadilan dalam system promosi dengan

kesempatan sama untuk peningkatan karir.

2. Perhatian dengan Penyelia

Para pegawai menginginkan para penyelia mereka memainkan perannya secara

aktif dalam pengembangan karir dan menyediakan umpan balik dengan teratur

tentang kinerja.

3. Kesadaran tentang kesempatan

Para pegawai menghendaki pengetahuan tentang kesempatan untuk

peningkatan karir.
27

4. Minat Pekerja

Para pegawai membutuhkan sejumlah informasi berbeda dan pada kenyataan;

memiliki derajat minat yang berbeda dalam peningkatan karir yang tergantung

pada beragam factor.

5. Kepuasan Karir

Para pegawai, tergantung pada usia dan kedudukan mereka, memiliki kepuasan

berbeda. Program karir yang efektif harus mempertimbangkan perbedaan

persepsi keinginan para pegawai. Apa yang pekerja harapkan dari program

karir dikembangkan; oleh departemen SDM sesuai dengan ragam faktor usia,

jenis kelamin kedudukan pendidikan dan faktor-faktor lainnya.

2.6. Konsep Kinerja Pegawai

Menurut Mohamad Mahsun (2016:25) menyatakan bahwa: “Kinerja

(performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan

suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujaun,

misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu

organisasi’’.

Menurut Mangkunegara (2015:67) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Dari uraiaian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupkan hasil

dari seorang karyawan dalam melakukan tugasnya, baik itu dari segi kualitas

dan kuantitas kerjanya. Penilaian prestasi kerja karyawan mutlak harus dilakukan
28

untuk mengetahui prestasi kerja karyawan yang berguna bagi perusahaan untuk

menetapkan kebijakan selanjutnya.

Menurut Hasibuan (2017:87), penilaian prestasi kerja adalah menilai rasio

hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap

karyawan. Menetapkan kebijaksanaan berarti apakah karyawan akan

dipromosikan, didemosikan, dan atau balas jasanya dinaikan. Sedangkan menurut

Mangkunegara (2015:69), penilaian prestasi kerja karyawan adalah suatu proses

penilaian penliaian prestasi kerja karyawan yang dilakukan pimpinan perusahaan

secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian

prestasi keja merupakan suatu proses melihat serta mengetahui seberapa besar

presatasi kerja karyawan tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Tinggi

rendahnya kinerja seorang karyawan ditentukan oleh faktor-faktor yang

mempengaruhinya baik secara langsung aupun secara tidak langsung.

Menurut Mangkunegara (2015:67) faktor yang mempengaruhi pencapaian

kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

Menurut Davis dalam Mangkunegara (2015:67) merumuskan bahwa faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi kinerja adalah:

Human Performance = Ability + Motivation

Motivation = Attitude + Situation

Ability = Knowledge + Skill

1. Faktor Kemampuan
29

Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan

potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, karyawan

yang memiliki IQ rata-rata (IQ 110 – 120) dengan pendidikan yang memadai

untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari.,

maka ia akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang dihrapkan. Oleh

karena itu, karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan

keahliannya (the right man on the right place, the right man on the right job).

2. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi

kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri karyawan yang

terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental

merupakan kondisi mental yang mendorong diri karyawan untuk berusaha

mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang karyawan

harus sikap mental yang siap secara psikofisik (sikap secara mental, fisik,

tujuan da situasi). Artinya seorang karyawan harus siap mental, mampu secara

fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai serta mampu

memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja. Oleh karena itu motivasi dari

diri karyawan akan timbul apabila perusahaan memperhatikan karyawannya,

maka karyawan akan memberikan kinerja yang tinggi.

Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut

(Mangkunegara, 2015:68):

1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.

2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.


30

3. Memiliki tujuan yang realistis.

4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk

merealisasi tujuannya.

5. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh

kegiatan kerja yang dilakukannya.

6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah

diprogramkan.

Adapun indikator dari kinerja karyawan menurut Mangkunegara (2015:68)

adalah sebagai berikut :

1. Kualitas Kerja

2. Kuantitas kerja

3. Kedisiplinan

4. Ketepatan waktu

5. Dampak interpersonal

2.7. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan latar belakang, fenomena dan permasalahan yang ada maka

kerangka pikir penelitian ini menggambarkan hubungan antar variabel menurut

Mitchell (1999 : 343) memberikan sejumlah ruang lingkup aspek-aspek yang

perlu dinilai dalam menilai kinerja seseorang. Aspek-aspek tersebut menurut

Mitchell dapat dijadikan sebagai dasar untuk menilai kinerja seseorang di dalam

setiap organisasi. Adapun aspek-aspek tersebut adalah Kualitas pekerjaan (quality

of work), Kecepatan (promptness), Inisiatif (initiative), Kemampuan (capability),

Komunikasi (communication).
31

Variabel independen pertama adalah disiplin kerja didefinisikan sebagai

suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui pelayanan, kepatuhan, ketaatan,

kesetiaan, hormat kepada ketentuan atau peraturan norma yang berlaku. Hasil

penelitian Setiawan dan Waridin (2006) menunjukkan bahwa disiplin berpengaruh

terhadap kinerja karyawan. Adapun indikator yang digunakan dalam mengukur

variabel disiplin pada penelitian ini adalah mengacu pada pendapat yang

dikemukakan oleh Hasibuan (2010) yaitu mematuhi semua peraturan organisasi,

penggunaan waktu secara efektif, tanggung jawab dan tingkat absensi.

Variabel independen kedua adalah hubungan atasan bawahan (Leader

member exchange). Truckenbrodt (2000) mengungkapkan bahwa fokus dari

hubungan atasan-bawahan adalah dimaksudkan untuk memaksimumkan

keberhasilan organisasi melalui interaksi kedua belah pihak. Adapun indikator

yang digunakan dalam mengukur variabel hubungan atasan bawahan pada

penelitian ini adalah mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Liden dan

Maslyn dalam Ilham (2017) yaitu affect, profesional respect, loyalitas dan

kontribusi.

Variabel independen ketiga adalah pengembangan karir. Menurut

Furtwengler (2000:1), sasaran kinerja mencakup perbaikan kinerja,

pengembangan pegawai, kepuasan pegawai, keputusan kompensasi, dan

ketrampilan berkomunikasi. Cianni dan Wnuck (1997) menyatakan bahwa

karyawan yang mempunyai kesempatan yang tinggi meningkatkan karirnya akan

merangsang motivasinya untuk bekerja lebih baik. Adapun indikator yang

digunakan dalam mengukur variabel pengembangan karir pada penelitian ini


32

adalah mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Keith Davis dan Werther

dalam Mangkuprawira (2003: 181), yaitu keadilan dalam karir, perhatian dengan

penyelia, minat kerja dan kepuasan karyawan.

Variabel dependen pada penelitian ini adalah kinerja pegawai. Menurut

Stephen P. Robbin (1997 : 26) : ”kinerja merupakan ukuran performance yang

meliputi efektivitas dan effisiensi. Efektif berkaitan dengan pencapaian sasaran,

sedang efisien adalah ratio antara output yang efektif dengan input yang

diperlukan untuk mencapai sasaran”. Adapun indikator yang digunakan dalam

mengukur variabel kinerja kerja pada penelitian ini adalah mengacu pada

Mangkunegara (2015:68) yakni kualitas kerja, kuantitas kerja, kedisiplinan,

ketepatan waktu dan dampak interpersonal.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu atau kajian empiris dan teori

sebagaimana yang sudah dikemukakan diatas, maka disusunlah kerangka pikir

penelitian pengaruh disiplin, hubungan atasan-bawahan, pengembangan karir dan

kinerja pegawai.
33

Bank Sultra Capem Sao Sao

Disiplin Kerja (X1)


Indikator :
- Mematuhi semua peraturan
organisasi
- Penggunaan waktu secara
efektif
- Tanggung jawab
- Tingkat absensi
Hasibuan (2010) Kinerja Pegawai (Y)
Indikator :
Hubungan Atasan Bawahan (X2) - Kualitas kerja
Indikator : - Kuantitas kerja
- Affect - Kedisiplinan
- Profesional respect - Ketepatan waktu
- Loyalitas - Dampak
- Kontribusi interpersonal
Liden dan Maslyn dalam Mangkunegara
Ilham (2017) (2015:68)

Pengembangan Karir (X3)


Indikator :
- Keadilan dalam karir
- Perhatian dengan penyelia
- Minat kerja
- kepuasan karyawan
Keith Davis dan Werther
dalam Mangkuprawira
(2003)

Analisis Regresi Linear Berganda

Pembahasan
34

Kesimpulan dan Saran

Skema 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

2.8. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir penelitian yang telah dikemukakan, maka

hipotesis penelitian ini sebagai berikut :

1. Disiplin kerja, hubungan atasan bawahan dan pengembangan karir berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Bank Sultra Capem Sao

Sao.

2. Disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai

pada Bank Sultra Capem Sao Sao.

3. Hubungan atasan bawahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao.

4. Pengembangan karir berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao.


35

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Bank Sultra Capem Sao Sao,

sedangkan obyek penelitian ini adalah disiplin kerja, hubungan atasan bawahan,

pengembangan karir dan kinerja pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao.

3.2. Populasi dan Responden Penelitian

Menurut M. Nazir (2003:271), menyatakan bahwa, “populasi adalah

kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri yang telah ditetapkan. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao.

Total pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao adalah 35. Populasi dalam

penelitian ini sekaligus sebagai sampel jenuh atau sensus yang berjumlah 35

orang pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao.

3.3. Jenis dan Sumber Data

3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Data kualitatif, yaitu data yang berupa penjelasan deskriptif seperti literature-

literatur serta teori-teori yang berkaitan dengan penelitian penulis.


36

b. Data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang

diangkakan (scoring) seperti data jumlah pegawai dan lain-lain.

3.3.2. Sumber Data


35
Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti.

Menurut Sugiyono (2012:225) yang menyatakan bahwa : “Sumber primer

adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data”.

Data primer diperoleh dari kuesioner yang dilakukan peneliti untuk

memperoleh data mengenai disiplin kerja, hubungan atasan bawahan,

pengembangan karir dan kinerja pegawai.

2. Data Sekunder

Pengertian dari data sekunder menurut Sugiyono (2012:225) adalah ”Sumber

data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya

lewat orang lain atau lewat dokumen”.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Kuesioner; adalah pengumpulan data dengan mengajukan daftar pertanyaan

atau pernyataan kepada pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao.

Kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaan atau pernyataan


37

merupakan hal penting, mengingat pengumpulan data ini dilakukan dengan

kuesioner dan diharapkan data yang diperoleh dapat dianalisis dan

diinterpretasikan untuk diambil kesimpulan.

b. Observasi; suatu cara pengumpulan data dengan pengamatan langsung dan

pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang akan diteliti. Observasi

dilakukan oleh peneliti dengan cara pengamatan dan pencatatan mengenai

disiplin kerja, hubungan atasan bawahan, pengembangan karir dan kinerja

pegawai.

c. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

disiplin kerja, hubungan atasan bawahan, pengembangan karir dan kinerja

pegawai pada Bank Sultra Capem Sao Sao maupun dari responden.

3.5. Skala Pengumpulan Data

Pengukuran data yang berkaitan dengan variabel bebas maupun terikat

dilakukan dengan menggunakan skala likert, dalam pengelolaan data, skala likert

termasuk data interval, Supranto (1997). Sugiyono (2004) menjelaskan bahwa

skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang

atau sekelompok orang tentang fenomena sosial yang telah ditetapkan secara

spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut variabel penelitian.

Penentuan skala likert menggunakan skala 1 sampai 5, (Riduwan, 2006):

 Jawaban “Sangat Tidak Setuju” diberi bobot 1

 Jawaban “Tidak Setuju” diberi bobot 2

 Jawaban “Netral” diberi bobot 3

 Jawaban “Setuju” diberi bobot 4


38

 Jawaban “Sangat Setuju” diberi bobot 5

3.6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

3.6.1. Uji Validitas Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini dapat dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang ingin diukur dan dapat mengungkapkan data dan variabel-

variabel yang diteliti secara konsisten. Validitas merupakan ukuran yang

berhubungan dengan tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuh indikator dalam

mengukur atas apa yang seharusnya diukur. Uji validitas adalah ketepatan skala

atas pengukuran instrument yang digunakan dengan maksud untuk menjamin

bahwa alat ukur yang digunakan, dalam hal ini pertanyaan kuesioner cocok

dengan obyek yang akan diukur.

Validitas merupakan arti seberapa besar ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dengan kata lain suatu tes atau

instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat tersebut

menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan

maksud dilakukannya pengukuran. Instrumen tersebut dikatakan valid jika

dapat mengukur apa yang seharusnya diukur atau mengukur apa yang

diinginkan dengan tepat (Supranto, 2005). Pengujian validitas instrumen yaitu

menghitung koefisien korelasi antara skor item dan skor totalnya dalam taraf

signifikansi 95% atau a=0,05. Instrumen dikatakan valid mempunyai nilai

signifikansi korelasi £ dari 95% atau a=0,05 (Santoso, 2004).


39

Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat ukur betul-betul mengukur apa yang perlu diukur. Untuk itu dilakukan

anlisis item dengan metode korelasi product moment pearson. Hasil korelasi

tersebut harus signifikan berdasarkan ukuran statistik tertentu. Koefisien korelasi

yang tinggi menunjukkan kesesuaian antara fungsi item dengan fungsi ukur secara

keseluruhan atau dengan kata lain instrumen tersebut valid. Validitas dilakukan

dengan menggunakan koefisien korelasi product moment kriteria pengujian yang

digunakan pada instrumen yang dikatakan valid jika nilai r ³ 0,30 (cut of point)

Sugiyono (2010).

3.6.2. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian

Uji reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-

indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-

masing indikator variabel mengidentifikasikan sebuah faktor laten yang umum.

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui keandalan alat ukur atau untuk

mengetahui konsistensi alat ukur jika digunakan untuk mengukur obyek yang

sama lebih dari sekali. Dengan kata lain uji reliabilitas ini dapat diartikan sebagai

tingkat kepercayaan terhadap hasil pengukuran.

Pengujian reliabilitas dilakukan terhadap item pernyataan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah dengan metode Alpha Cronbach. Nilai batas (cut

of point) yang diterima untuk tingkat Alpha Cronbach adalah  0,60 walaupun

ini bukan merupakan standar absolut oleh Uma Sekaran (2003). Instrumen

dianggap telah memiliki tingkat keandalan yang dapat diterima, jika nilai

koefisien reliabilitas yang terukur adalah  0,60. Instrumen dikatakan reliabel jika
40

dapat digunakan untuk mengukur variabel berulangkali yang akan menghasilkan

data yang sama atau hanya sedikit bervariasi (Supranto, 2005).

3.7. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan dua macam analisis, analisis statistik deskriptif

dan analisis statistik inferensial terhadap data yang diperoleh di lapangan. Analisis

deskriptif digunakan untuk mendeskriptifkan secara lebih mendalam terhadap

masing-masing variabel penelitian. Sedangkan teknik kuantitatif digunakan untuk

melihat kuat lemahnya pengaruh antar variabel bebas dengan variabel terikat,

yaitu dengan cara menganalisis terhadap data yang telah diberi skor sesuai dengan

skala pengukuran yang telah ditetapkan melalui analisis regresi linear berganda

dengan menggunakan Microsoft Excel, dan sofware SPSS.

3.7.1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis deskripsi bertujuan untuk menginterprestasikan mengenai argumen

responden terhadap pilihan pernyataan dan distribusi frekuensi pernyataan

responden dari data yang telah dikumpulkan. Dalam penelitian ini jawaban

responden diklasifikasi dalam lima pernyataan dengan menggunakan skala Likert.

Kemudian mendeskriptifkan masing-masing variabel penelitian, karakteristik

responden maupun gambaran umum obyek penelitian dalam bentuk alasan

terhadap pernyataan responden, jumlah, rata-rata, dan persentase.

3.7.2. Analisis Statistik Inferensial

Analisis Statistik Inferensial yaitu suatu analisis yang dilakukan untuk

menguji hipotesis penelitian yang telah dibuat dimana pada penelitian ini
41

digunakan metode analisis regresi linear berganda, dengan rumus regresi linear

berganda sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + …. + βnXn + e (J. Supranto, 2001)

Di mana :
Y = Dependent varibel
β0 = Konstanta
X1,...Xn = Independen varibel ke-i( i = 1,2,3,….,n)
β1,….βn = Koefisien regresi masing-masing Variabel X1 (i = 1, 2, 3 …., n)
e = Faktor galat/tingkat kesalahan

Dari persamaan tersebut, dapat diaplikasikan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 +e

Dimana :
Y = Variabel Kinerja Pegawai β1 = Koefisien regresi X1
X1 = Variabel Disiplin kerja β2 = Koefisien regresi X2
X2 = Variabel Hubungan atasan bawahan β3 = Koefisien regresi X3
X3 = Variabel Pengembangan karir e = Faktor kesalahan
β0 = Konstanta (asumsi = 0)

3.7.3. Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji F)

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel terikat (Ghozali, 2005:84).

Dalam penelitian ini pengujian hipotesis secara simultan dimaksudkan

untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas yaitu disiplin kerja, hubungan

atasan bawahan dan pengembangan karir terhadap kinerja pegawai sebagai

variabel terikatnya.

Hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

H0 : β1 = β2 = β3 = 0, Variabel-variabel bebas (disiplin kerja, hubungan atasan

bawahan dan pengembangan karir) tidak mempunyai


42

pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap

variabel terikatnya (kinerja pegawai).

H0 : β1 = β2 = β3 ≠ 0, Variabel-variabel bebas (disiplin kerja, hubungan atasan

bawahan dan pengembangan karir) mempunyai pengaruh

yang signifikan secara bersama-sama terhadap variabel

terikatnya (kinerja pegawai).

Dasar pengambilan keputusan (Ghozali, 2005:84), yaitu:

Apabila angka probabilitas signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Apabila angka probabilitas signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

3.7.4. Uji Hipotesis Secara Parsial (Ujit t)

Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat (Ghozali,

2005:84). Pengujian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel bebas (disiplin

kerja, hubungan atasan bawahan dan pengembangan karir) terhadap variabel

terikat (kinerja pegawai) secara terpisah atau parsial.

Hipotesis yang akan digunakan dalam pengujian penelitian ini adalah :

H0 : β0 = 0, Variabel bebas (disiplin kerja, hubungan atasan bawahan dan

pengembangan karir) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel terikat (kinerja pegawai).

H0 : β1 ≠ 0, Variabel bebas (disiplin kerja, hubungan atasan bawahan dan

pengembangan karir) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

variabel terikat (kinerja pegawai).

Dasar pengambilan keputusan (Ghozali, 2005:85), yaitu:


43

Apabila angka probabilitas signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Apabila angka probabilitas signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

3.7.5. Koefisien Korelasi

Analisis korelasi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

dua variabel secara parsial, yaitu antara variabel independen dan variabel

dependen. Adapun korelasi yang digunakan dalam analisis ini korelasi Person

product Moment, teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan dan

membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila kedua variabel terbentuk

interval atau ratio, dan sumber data dari dua variabel atau lebih adalah sama.

Angka korelasi berkisar antara -1 sampai dengan 1 besar kecilnya angka

korelasi menentukan kuatnya hubungan kedua variabel adapun penilaian koefisien

korelasi antara variabel x dan variabel y dapat dilihat dari table dibawah ini.

Tabel 3.1. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi


Nilai Koefisien Korelasi Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi
0,80-1,00 Sangat Kuat
0,60-0,79 Kuat
0,40-0,59 Sedang
0,20-0,39 Rendah
0,00-0,19 Sangat Rendah
Sumber: Sugiyono (2009:231)

3.7.6. Koefisien Determinasi

Menurut Ghozali (2012: 97) koefisien determinasi (R2) merupakan alat

untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi

variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol atau satu. Nilai

R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Dan sebaliknya jika nilai
44

yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel dependen.

Pengujian hipotesis pengaruh variabel bebas (X) secara bersama-sama

terhadap variabel terikat (Y) digunakan uji F. Jika P-Value < α 0,05 maka ada

pengaruh nyata variabel bebas terhadap variabel terikat. Demikian pula

sebaliknya, jika P-Value > α 0,05 maka tidak ada pengaruh nyata variabel bebas

terhadap variabel terikat. Sedangkan untuk menguji pengaruh variabel bebas (X)

secara parsial digunakan uji t. Apabila P-Value < α 0,05 maka variabel bebas

tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Demikian pula sebaliknya,

apabila P-Value > α 0,05 maka variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata

terhadap variabel terikat.

3.8. Definisi Operasional Variabel

1. Disiplin kerja adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui

pelayanan, kepatuhan, ketaatan, kesetiaan, hormat kepada ketentuan atau

peraturan norma yang berlaku. Variabel ini adalah variabel observasi yang

diukur dengan 4 (empat) item indikator yakni:

a. Mematuhi semua peraturan organisasi adalah presepsi pegawai mengenai

peningkatan disiplin dengan mematuhi segala aturan yang diberlakukan bagi

Pegawai.

b. Penggunaan waktu secara efektif presepsi pegawai mengenai peningkatan

disiplin dengan penyelesaian tugas/pekerjaan sesuai dengan tenggat waktu

yang berikan.
45

c. Tanggung jawab dalam pekerjaan dan tugas presepsi pegawai mengenai

tanggung jawab yang diemban atas hasil kerja pegawai.

d. Tingkat absensi adalah presepsi pegawai mengenai kedisiplinan pegawai

mengikuti jam kerja yang diberlakukan.

2. Hubungan atasan-bawahan adalah presepsi pegawai hubungan yang terjalin

antara atasan dan masing-masing bawahan dalam upaya meningkatkan kinerja

kerja. Variabel ini merupakan variabel observasi yang diukur melalui indikator:

a. Affect adalah presepsi pegawai hubungan saling mempengaruhi atau kasih

sayang timbal balik antara kedua hubungan yang didasarkan pada saling

ketertarikan pribadi dari pada nilai-nilai kerja atau professional.

b. Profesional Respect adalah presepsi pegawai mengenai saling menghormati

antar kedua belah pihak untuk kemampuan professional masing-masing.

c. Loyalitas adalah presepsi pegawai mengenai sejauh mana baik pemimpin

dan anggota mendukung tindakan dan karakter masing-masing.

d. Kontribusi adalah persepsi pegawai mengenai jumlah pekerjaan dan mutu

kerja setiap anggota dari hubungan timbal balik.

e. Kepuasan terhadap rekan sekerja adalah kepuasan yang dirasakan oleh

pegawai terhadap hubungan, dukungan dan kerjasama dengan rekan sekerja.

3. Pengembangan karir adalah presepsi pegawai mengenai peluang atau

kesempatan yang diberikan atasan akan peningkatan/perkembangan karir

pegawai. Variabel ini merupakan variabel observasi yang diukur melalui

indikator:
46

a. Keadilan dalam karir adalah persepsi pegawai mengenai kehendak yang

dimiliki dalam sistem promosi dengan kesempatan sama untuk peningkatan

karir.

b. Perhatian dengan penyeliaan adalah persepsi pegawai mengenai keinginan

kepada atasan memainkan perannya secara aktif dalam pengembangan karir

dan menyediakan umpan balik dengan teratur tentang kinerja.

c. Kesadaran tentang kesempatan adalah persepsi pegawai mengenai

pengetahuan tentang kesempatan untuk peningkatan karir.

d. Minat pekerja adalah persepsi pegawai mengenai minat yang berbeda dalam

peningkatan karir yang tergantung pada beragam faktor.

e. Kepuasan karir adalah persepsi pegawai mengenai rasa puas yang dimiliki

atas pencapaian karir/jabatan yang diemban.

4. Kinerja pegawai adalah hasil kerja atau prestasi yang dicapai pegawai sesuai

dengan tanggung jawabnya. Variabel ini merupakan variabel observasi yang

diukur melalui indikator:

a. Kualitas kerja adalah kecermatan, kerapihan, kebenaran, mutu kerja dan

kecakapan dalam bekerja.

b. Kuantitas kerja adalah kemampuan secara kuantitatif di dalam mencapai

target atau hasil kerja terhadap organisasi.

c. Kedisiplinan adalah suatu kondisi di mana pegawai menerapkan

kedisiplinan dalam penyelesaian tugas atau pekerjaan.

d. Ketepatan waktu adalah suatu kondisi di mana pegawai mematuhi peraturan

mengenai waktu yang mengacu pada ketaatan jadwal kerja.


47

e. Dampak interpersonal adalah suatu kondisi dimana pegawai saling

membantu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai