Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM III IMITASI PERBANDINGAN GENETIS MENURUT MENDEL

Score Tujuan Tinjauan Pustaka Metodologi Hasil Pembahasan Kesimpulan Daftar Bacaan Penulisan Pinalti Nilai Akhir Putri Diana 3425102438

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2013

TUJUAN 1. Membuktikan hukum 1 dan 2 Mendel. 2. Membuktikan adanya prinsip segregasi dan berpasangan secara bebas. 3. Mengetahui perbedaan persilangan monohibrida dan dihibrida. 4. Mencari angka-angka perbandingan sesuai dengan Hukum Mendel. 5. Membuktikan perbandingan Mendel pada persilangan monohibrida 1:2:1 (untuk rasio genotipe) dan 2:1 (untuk rasio fenotipe). 6. Membuktikan perbandingan Mendel pada persilangan dihibrida yaitu 9:3:3:1. 7. Menemukan nisbah teoritis sama atau mendekati nisbah pengamatan. 8. Memahami pengertian dominan, resesif, genotipe, fenotipe.

TINJAUAN PUSTAKA Tiap sifat dari makhluk hidup dikendalikan oleh sepasang faktor keturunan yang dikenal dengan nama gen. Sepasang gen ini, satu berasal dari induk jantan dan yang lainnya dari induk betina. Gen yang sepasang ini disebut se atau satu alela. Gen yang se-alela akan memisah pada waktu gametogenesis (dikenal dengan prinsip segregasi secara bebas) dan akan kembali berpasangpasangan pada proses fertilisasi (dikenal dengan prinsip berpasangan secara bebas). Karakter suatu individu terdapat di dalam segmen DNA dalam suatu kromosom. DNA tersebut, berisi informasi yang akan diwariskan kepada keturunannya. Di dalam DNA terdapat segmen-segmen dengan triplet 3 pasang basa yang di sebut gen. Gen ini yang akan mempengaruhi kenampakan sebuah karakter. Selain itu, kromosom selalu berpasangan. Kromosom pasangannya disebut dengan kromosom homolog. Keberadaan gen yang mempengaruhi karakter yang sama dapat dijumpai pada di kromosom homolognya. Hanya saja, pengaruhnya bisa sama ataupun berbeda. Berdasarkan prinsip tersebut, Mendel telah melakukan percobaan dengan membastarkan tanaman-tanaman yang mempunyai sifat beda. Tanaman yang dipilih adalah tanaman kacang ercis (Pisum sativum). Alasannya tanaman tersebut mudah melakukan penyerbukan silang, mudah didapat, mudah hidup atau mudah dipelihara, berumur pendek atau cepat berbuah, dapat terjadi penyerbukan sendiri, dan terdapat jenis-jenis yang memiliki sifat yang mencolok. Sifat-sifat yang mencolok tersebut, misalnya: warna bunga (ungu atau putih), warna biji (kuning atau hijau), warna buah (hijau atau kuning), bentuk biji (bulat atau kisut), sifat kulit (halus atau kasar), serta ukuran batang (tinggi atau rendah). Prinsip dasar hereditas yang ditemukan oleh Mendel dirumuskannya dalam 2 hukum, yaitu Hukum Mendel I dan Hukum Mendel Mendel II. Hukum Mendel I atau yang disebut dengan hukum segresi. Hukum ini berbunyi, Pada pembentukan gamet untuk gen yang mer upakan pasangan akan disegresikan kedalam dua anakan. Hukum Mendel I dikenal dengan istilah the

law of segregation. Hukum ini membahas tentang pemisahan faktor-faktor pembawa sifat (alel) pada waktu pembentukan gamet. Hukum segregasi menyatakan bahwa alel-alel akan berpisah secara bebas dari diploid menjadi haploid pada saat pembentukan gamet. Dengan demikian setiap sel gamet hanya mengandung satu gen dari alelnya. Hukum ini berkaitan dengan persilangan monohibrid. Persilangan monohibrid, merupakan persilangan antar dua spesies yang sama dengan satu sifat beda. Untuk mengujinya, Mendel melakukan perkawinan silang antara ercis berbunga ungu dengan ercis berbunga putih dengan satu faktor pembawa sifat Persilangan antara ercis berbunga ungu dengan ercis berbunga putih menghasilkan keturunan F1 ercis berbunga ungu. Keturunan F1 dikawinkan antar sesamanya menghasilkan keturunan F2 di mana sebagian ercis berbunga ungu (3/4 bagian) dan sebagian berbunga putih (1/4 bagian). Hukum Mandel I berlaku pada gametogenesis F1. Dimana F1, memiliki genotipe heterozigot. Baik pada bunga betina maupun benang sari, terbentuk 2 macam gamet. Maka, saat terjadi penyerbukan sendiri (F1 x F1) terdapat 4 macam perkawinan. (Wildan Yatim, 1996). Pada galur murni akan menampilkan sifat-sifat dominan (alel AA) maupun sifat resesif (aa) dari suatu karakter tertentu. Bila disilangkan, F1 akan mempunyai kedua macam alel (Aa) tetapi menampakkan sifat dominan (apabila dominan lengkap). Sedangkan individu heterozigot (F1) menghasilkan gamet-gamet, setengahnya mempunyai alel dominan A dan setengahnya mempunyai alel resesif a. Dengan rekomendasi antara gamet-gamet secara rambang populasi F2 menampilkan sifat-sifat dominan dan resesif dengan nisbah yang diramalkan. Nisbah fenotipe yaitu 3 dominan (AA atau Aa) : 1 resesif (aa). Nisbah genotipe yaitu 1 dominan lengkap (AA) : 2 hibrida (Aa) : 1 resesif lengkap (aa) (L. V. Crowder, 1997). Sifat yang muncul pada F1 disebut sebagai sifat dominan (menang), sedangkan yang tidak muncul disebut sifat yang resesif (kalah). Oleh Mendel, huruf yang dominan homozigot diberi simbol dengan huruf pertama dari sifat dominan, dengan menggunakan huruf kapital yang ditulis dua kali. Sifat

resesif diberi simbol dengan huruf kecil dari sifat dominan. Simbol ditulis dua kali atau sepasang karena kromosom selalu berpasang. Setiap gen pada kromosom yang satu memiliki pasangan pada kromosom homolognya (Istamar Syamsuri, 2004). Hukum Mendel II dikenal sebagai hukum pengelompokan gen secara bebas, dalam bahasa inggris disebut the law of independent Assortment of genes. Hukum ini menyatakan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara bebas, ketika berlangsung pembelahan reduksi ( meiosis ) pada waktu pembentukan gamet-gamet. Hukum ini membahas mengenai perkawinan silang yang menyangkut dua atau lebih pasangan sifat berbeda, maka pewarisan dari masing-masing pasangan faktor sifat-sifat tersebut adalah bebas sendiri-sendiri (masing-masing tidak tergantung satu sama lain). Hukum Mendel II ini dapat dijelaskan melalui persilangan dihibrida, yaitu persilangan dengan dua sifat beda, dengan dua alel berbeda. Misalnya, bentuk biji (bulat + keriput) dan warna biji (kuning + hijau). Pada persilangan antara tanaman biji bulat warna kuning dengan biji keriput warna hijau diperoleh keturunan biji bulat warna kuning. Karena setiap gen dapat berpasangan secara bebas maka hasil persilangan antara F1 diperoleh tanaman bulat kuning, keriput kuning, bulat hijau, dan keriput hijau. Keturunan pertama menunjukkan sifat fenotipe dominan dan keturunan kedua menunjukkan fenotipe dominan dan resesif dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Hukum Mendel II ini hanya berlaku untuk gen yang letaknya berjauhan. Jika kedua gen itu letaknya berdekatan, hukum ini tidak berlaku. Hukum-hukum Mendel tentang segregasi dan pemilahan bebas, mencerminkan aturan-aturan probabilitas. Probabilitas ini, sama dengan ha yang berlaku untuk melempar koin, menggulirkan dadu dan menarik kartu dari umpukan. Untuk menentukan bahwa hasil persilangan yang dilakukan, masih memenuhi teoritis (9:3:3:1) atau menyimpang dari teori tersebut perlu dilakukan

suatu pengujian secara statistika. Pengujian penyimpangan ini dilakukan dengan Uji Chi-square degan rumus sebagai berikut.

X2 = Chi Quadrat O = Nilai pengamatan E = Nilai harapan = Sigma (Jumlah dari nilai-nilai) Apabila X2h lebih kecil daripada X2t dengan peluang tertentu (0,05), maka dikatakan bahwa hasil persilangan yang diuji masih memenuhi nisbah Mendel. Sebaliknya, apabila X2h lebih besar daripada X2t, maka dikatakan bahwa hasil persilangan yang diuji tidak memenuhi nisbah Mendel pada nilai peluang tertentu (biasanya 0,05).

METODOLOGI Alat dan bahan Kancing genetika dua warna, masing-masing berjumlah 50 Kancing genetika 4 macam warna masing-masing 50 buah Alat tulis Tabulasi data

Cara Kerja Persilangan Monohibrida Memisahkan tiap-tiap warna menjadi dua bagian yang sama, satu bagian sebagai gamet jantan dan satu bagian yang lain senagai gamet betina Memasangkan dua kancing menjadi satu dengan kombinasi warna yang berbeda-beda. Misalkan warna kancing adalah merah (M), putih (m), Hijau (H) dan hitam (h). maka kombinasi kancing yang dibuat adalah Merah-Hijau (MH), Merah-hitam (Mh), putih-Hijau (mH), putih hitam (mh) Menempatkan gamet jantan dan betina dalam kotak yang berbeda kemudian mengambilnya satu per satu dari setiap kotak, dipertemukan dan dicatat dalam tabel yang telah tersedia Persilangan Dihibrida Memisahkan 50 kancing (misal warna merah) menjadi dua bagian masingmasing terdiri dari 25 buah gamet betina dan gamet jantan. Demikian pula 50 kancing warna yang lain (misalnya kancing putih) dibagi menjadi 2 yaitu 25 sebagai gamet jantan dan 25 sebagai gamet betina Memasukkan 25 kancing merah + 25 kancing putih sebagai gamet jantan ke dalam kotak, demikian pula untuk yang sisanya dimasukkan ke dalam kotak yang lain, sebagai gamet betina Mengambil secara acak 1 kancing dari kotak I dan 1 kancing dari kotak ke II, mempertemukan keduanya dan mencatat dalam tabulasi

Melakukan hal yang sama secara terus-menerus, sampai kancing-kancing yang berfungsi sebagai gen habis

Menghitung perbandingan yang diperoleh baik perbandingan genotip maupun fenotip setelah sebelumnya ditentukan terlebih dahulu lambang gen dari setiap kancing dan fenotip yang dikendalikannya

HASIL Persilangan monohibrida Pasangan Gen Merah Merah (MM) Merah Putih (Mm) Putih Putih (mm) Tabulasi IIII IIII III IIII IIII IIII IIII IIII IIII IIII III Frekuensi 13 24 13 Perbandingan 1 2 1

Persilangan dihibrida Frekuensi Kombinasi Model Gen Jumlah Genotip Kuning Hitam-Kuning Hitam(KKHH) Kuning Hitam-Kuning Putih(KKHh) Kuning Hitam-Merah Hitam(KkHH) Kuning Hitam-Merah Putih(KkHh) Kuning putih-Kuning Putih(KKhh) Kuning putih-Merah Putih(Kkhh) Merah Hitam-Merah Hitam(kkHH) Merah hitam-Merah Putih(kkHh) Merah Putih-Merah Putih(mmhh) 3 7 27 5 12 4 9 5 5 9 4 3 3 1 3 3 9 Jumlah Fenotip Perbandingan

PEMBAHASAN Pada percobaan pertama, praktikum ini digunakan kancing yang memiliki 2 warna yang berbeda. Kancing ini digunakan untuk menunjukkan perbedaan sifat pada individu. Ada yang memiliki sifat dominan, ada juga yang memiliki sifat resesif. Praktikan menentukan warna merah sebagai warna dominan, dan putih sebagai warna yang resesif. Persilangan monohibrid merupakan cara menguji Hukum Mendel 1. Persilangan monohibrid merupakan persilangan antara dua individu dengan sebuah sifat yang berbeda. Persilangan ini sering dikenal dengan persilangan satu sifat beda. Pada galur murni akan tampil sifat-sifat dominan (alel AA) maupun sifat resesif (aa) dari suatu karakter tertentu. Ketika sifat-sifat tersebut disilangkan, maka F1 akan mempunyai dua macam alel (Aa) dan menampakkan sifat dominan (apabila dominan lengkap). Sedangkan, individu heterozigot (F1) menghasilkan gamet-gamet, setengahnya memiliki alel dominan A dan setengahnya memiliki alel resesif a. Maka perbandingan geneotipenya,yaitu: 1 dominan lengkap (AA) : 2 hibrida (Aa) : 1 resesif lengkap (aa) dan fenotipe-nya yaitu 3 dominan (AA atau Aa) : 1 resesif (aa). Kancing merah (MM) bersifat dominan dan kancing putih (mm) bersifat resesif. Persilangan antara kancing merah (MM) dengan kancing putih (mm) diperoleh F1 yang 100% berwarna merah (Mm) karena, merah dominan terhadap putih. Jika F1 disilangkan dengan sesamanya yaitu individu yang bergenotip Mm maka akan diperoleh tiga macam fenotipe yaitu merah-merah (MM), merah-putih (Mm), dan putih-putih (mm). Menurut hukum Mendel I, perbandingan genotipe F2 untuk persilangan monohibrid adalah 1:2:1 dan fenotipe-nya adalah 3:1. Persilangan, dapat digambarkan oleh diagram berikut: Gen Merah Gen Putih P G : MM :M =M =m X mm m

F1

: Mm

Mm X Mm M,m

G F2

: : M M

M,m

M MM Mm

m Mm mm

Maka didapat rasio genotipe-nya adalah: MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1 Sedangkan rasio fenotipenya adalah: Merah : Putih = 3: 1 Pada saat percobaan berlangsung, keturunan F2 yang kami dapatkan, sebanyak 50, dengan perbandingan Merah (MM dan Mm)= 37 dan putih (mm)= 13. Dan perbandingan genotipenya, yaitu: MM (13) : Mm (24) : mm (13). Bila di setarakan, maka perbandingannya mendekati rasio 1:2:1. Hal ini sesuai dengan hukum mendel I. Praktikum selanjutnya, yaitu persilangan dihibrida. Hukum Mendel II atau The Law Of Independent Assortment atau Hukum Berpasangan Secara Bebas. Menurut hukum ini, setiap gen/sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen/sifat lain. Meskipun demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk sifat yang lain yang bukan termasuk alelnya. Hukum Mendel II ini dapat dijelaskan melalui persilangan dihibrida, yaitu persilangan dengan dua sifat beda, dengan dua alel berbeda. Untuk mengujinya, pada prkatikum ini digunakan kancing dengan 4 warna yang berbeda yang menunjukan 2 sifat yang berbeda. Kancing yang digunakan oleh praktikan memiliki warna dominan, yaitu: kuning (K), dan hitam (H) , serta warna resesif, yaitu: merah (k) dan putih (h). Keempat kelompok warna kancing tersebut kemudian dipasang-pasangkan, dan menghasilkan: 12 pasang kancing kuning-hitam(KH), 12 pasang kancing kuningputih (Kh), 12 pasang kancing merah-hitam(kH), 12 pasang kancing merahputih(kh). Selanjutnya, masing-masing kelompok kombinasi warna yang telah

dipasangkan dibagi menjadi 2, yaitu: gamet jantan dan gamet betina. Lalu dipertemukan atau disilangkan dan menghasilkan warna kancing yang terlihat pada tabel hasil persilangan dihibrida. Berdasarkan percobaan yang praktikan lakukan, perbandingan genotipe yang di dapatkan sesuai dengan rasio hukum Mendel II, yaitu: 9:3:3:1. Berdasarkan pendapat dari Wildan (2003), dalam bukunya yang berjudul genetika, menjelaskan bahwa, rasio fenotipe 3:1 pada hukum Mendel I merupakan rasio secara teoritis. Hal ini dikarenakan, rasio ini dalam keadaan sehari-hari yang kita temukan, tidak persis dengan rasio yang dikemukakan oleh Mendel. Ketika terjadi fertilisasi dan persilangan antara gamet jantan dan betina, individu dengan alea dominan (MM) dan putih (mm) akan menghasilkan keturunan F1 berwarna merah dengan gamet Mm. Pada persilangan kedua dilakukan persilangan antara F1 dengan F1 yang lain. Sesuai dengan Hukum Mendel I yang menyatakan bahwa alel akan berpisah secara bebas pada waktu proses meiosis menjadi M dan m. Kemudian setelah terbentuk gamet (hukum Mendel I) dilanjutkan ke hukum Mendel II yaitu hukum penyusunan alel terjadi secara bebas. Karena terjadinya penyusunan alel secara bebas, maka di dalam percobaan yang praktikan lakukan, dikenal dengan istilah probabilitas (peluang). Adanya probabilitas tersebut, mungkin saja hasil perbandingan yang dilakukan tidak persis sama dengan rasio perbandingan pada hukum Mendel I dan Mendel II. Probabilitas dapat dijadikan sebagai salah satu statistik yang digunakan untuk melihat kecenderungan, persilangan yang praktikan lakukan, apakah

menyimpang dari rasio yang telah di kemukakan oleh mendel atau tidak. Dalam praktikum ini, percobaan yang dilakukan oleh praktikan mendapatkan perbandingan filial (keturunan) hasil persilangan yang mendekati rasio yang dikemukakan mendel. Meski tidak persis sama, rasio yang di dapat mendekati rasio pada hukum Mendel I (monohibrid) dan hukum Mendel II (dihibrid.).Untuk membuktikan percobaan yang dilakukan menyimpang dari hukum Mendel atau tidak, dapat digunakan uji statistik Chi Square.

Jawaban Pertanyaan Imitasi persilangan monohibrida


1.

Perbandingan genotipe yang kami peroleh adalah MM:Mm:mm = 13:24: 13 Perbandingan fenotipe yang kami peroleh adalah merah : putih = 37:13

2.

Hasil percobaan kami dibandingkan dengan kelompok lain ternyata tidak terlalu berbeda jauh. Pada kelompok lain, tidak semua hasil yang didapatkan sesuai dengan rasio mendel. Ada kelompok yang mendapatkan rasio perbandingannya 1:3:1

3.

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan mengenai pengamatan imitasi persilangan monohibrida, ternyata mendapatkan rasio

perbandingan genotipe kancing-kancing adalah MM : Mm : mm = 13 : 24 : 13, mendekati rasio 1 : 2 : 1. Hasil ini tidak menyimpang dari hukum mendel. Perbedaan terjadi karena adanya prinsip proses pemasangan alel secara bebas/ segregasi. Imitasi persilangan dihibrida 1. Perbandingan genotipe hasil MMHH : MMHh : MMhh : MmHH : MmHh : Mmhh : mmHH : mmHh : mmhh 3 2. : 7 : 5 : 12 : 4 : 5 : 5 : 4 : 3

Hasil percobaan kami dibandingkan dengan kelompok lain ternyata tidak terlalu berbeda jauh. Meski hasilnya berbeda, tetapi hasil yang di dapatkan masih mendekati ratio yang dikemukakan oleh Mendel dalam hukum Mendel II.

3.

Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan imitasi persilangan dihibrida, mendapatkan ratio yang mendekati ratio fenotipe 9:3:3:1. Hasil ini tidak menyimpang dari hukum mendel. Perbedaan terjadi karena adanya prinsip proses pemasangan alel secara bebas/ segregasi.

KESIMPULAN 1. Terdapat prinsip segregasi dan berpasangan secara bebas pada persilangan monohibrida. 2. Perbandingan genotip pada hukum Mendel I adalah 1 : 2: 1. 3. Perbandingan fenotip pada hukum Mendel I adalah 3 : 1. 4. Pada persilangan dihibrida, terdapat adanya prinsip pemisahan gen yang bebas pada saat pembelahan miosis, pembentukan gamet dan fertilisasi yang berlangsung acak. 5. Generasi kedua (F2) dari suatu persilangan dihibrid memiliki empat kemungkinan fenotip dengan rasio 9 : 3 : 3 : 1 6. Hukum Mendel II hanya berlaku untuk gen yang letaknya berjauhan

DAFTAR BACAAN

Atherly,Alan G.et.al. 1998. The Science of Genetics. Florida : Saunders College Publishing. Campbell, Neil A. Reece, Jane B. dan Can Mitchell. 2010. Biologi Jilid I Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga Hehulili, Victoria & Suratsih. 2003. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta Pai, Anna C. 1987. Dasar-Dasar Genetika. Jakarta: Erlangga. Russel, Petert J. 2003. Essential Genetics. New York : Benjamin Cummings Suryo. 1984. Genetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Suryo. 1989. Genetika Manusia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

LAMPIRAN

K_H_

K_hh

kkH_

kkhh

Anda mungkin juga menyukai