Anda di halaman 1dari 515

Tiraikasih Website http://kangzusi.

com/

~ SERI 4 OPAS ~ == 4 Warriors==

Karya : Wen Rui An Penyadur : Tjan ID DJVU : Manise Dimhader Converter : Sumahan Dimhader Final Editing & Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ atau http://dewi.0fees.net/

Jilid 1 Penyadur: Tjan ID

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Editor : Binarto Sutrisno Murtiyoso Penerbit: CV Integrita Cetakan Pertama: 2007 Hak cipta dilindungi undang-undang DAFTAR ISI: Bab I: KULIT MANUSIA SULAMAN SUTRA 1. Lelaki Sejati Tidak Masuk Penjara 2. Mayat Berdarah 3. Kwan Hui-tok 4. Kehilangan Lengan Bab II: IBLIS WANITA BUNGA BOTAN 5. Melarikan Diri 6. Kejadian Masa Lalu 7. Antara Lelaki Dan Wanita 8. Mendobrak Kepungan 9. Ilmu Golok Bisul Bab III: AUMAN HARIMAU DI TENGAH MALAM 10.Siang Hitam Malam Putih 11.Jangan Tanya Siapa Aku 12.Pedang Kehidupan 13.Raja Opas 14.Mandi Bersama 15.Gua Gelap 183 196 Bab IV: JALA LANGIT PENGGUBAH IMPIAN 131 145 158 170 103 118 58 76 90 5 18 33 45

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

16.Jala Yang Tak Terlihat 17.Burung Gereja Dan Elang 18.Yu-sim Dan Yu-gi

214 226 238

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bab I. KULIT MANUSIA SULAMAN SUTERA. 1. Lelaki Sejati Tidak Masuk Penjara. Tong Keng berbaring tanpa bergerak, selama matahari belum tenggelam dia telah menghitung dua puluh sembilan ekor lalat, tiga puluh ekor nyamuk, empat ekor kecoa ditambah seekor belalang berlalu-lalang di dalam kamar penjaranya. Tentu saja di bawah papan lembab yang ia gunakan untuk berbaring, mungkin masih ada kelabang, kalajengking dan serangga beracun lainnya yang ikut memanfaatkan sinar matahari yang hangat untuk mengasah kuku dan supitnya, cuma dia tak sempat melihatnya. Cahaya matahari itu bergerak, membuktikan kalau di luar sana ada angin, karena cahaya yang memancar di atas bayangan daun ikut pula bergetar dan memantul. Asalkan cuaca sedang baik, setiap kali sipir penjara selesai mengirim rangsum makan siang dan berlalu, cahaya matahari pasti menyempatkan diri mampir sebentar di dalam selnya. Sinar itu hanya mampir sejenak karena tak lama kemudian akan tenggelam, hanya dari dinding ruangan yang masih terasa hangat, dia tahu kalau sinar matahari masih bersinar terang di dunia luar sana. Dunia luar sana masih tetap hidup! Hanya dunianya yang telah mati! Serangga-serangga yang hidup dalam ruangannya saja yang bisa masuk keluar secara bebas, sementara dia, asal dilupakan sipir penjara selama tiga hari saja, dia akan segera menggumpal bagaikan segenggam kerak nasi, mati kelaparan di situ.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Cahaya matahari terasa begitu indah, terasa begitu bagus dan begitu hangat, tapi sebentar lagi segera akan tenggelam di langit barat, mengapa ia tidak berhenti sejenak, sejenak saja untuk menghilangkan rasa dahaga seseorang? Sungguh aneh, mengapa ia tak pernah mau meluangkan sedikit waktu untuk menikmati kehangatan sang surya di masa lalu. Baru saja ia berpikir sampai di situ, terdengar suara gemerincing keras bergema memecah keheningan. Suara gemerincing keras yang menggema dalam ruangan itu biasanya terjadi karena dua keadaan: Pertama, ada seorang narapidana yang sedang berjalan di lorong sel dengan menyeret borgol besinya yang amat berat. Kedua, ada seorang sipir penjara sedang menggunakan rantai besar untuk memborgol seseorang dari dalam penjara dan menyeretnya keluar. Dalam keadaan seperti ini, asal dia bertiarap di lantai penjara dan mengintip dari celah-celah di bawah pintu, seringkali terlihat telapak kaki seseorang yang penuh berlepotan darah, darah dari luka di pergelangan kaki yang dirantai dengan borgol berat, kadang kala terlihat juga pemandangan sadis yang menggidikkan, seorang sipir bui yang sedang melecuti tubuh seorang narapidana. Setiap kali dilecut, tubuhnya akan gemetar keras, biasanya tak ada gunanya bagi narapidana untuk merengek minta ampun, karena sebagai gantinya hanya rintihan kesakitan yang diperoleh, biasanya ia hanya berani mendengarkan, tak berani mengintip lebih jauh. Waktu itu adalah saat setelah pembagian 'bubur ingus hidung', penghuni sel selalu menyebutnya sebagai 'bubur' bukan 'nasi', karena nasi yang ditanak sedemikian encernya hingga lebih mirip ingus yang meleleh dari hidung, adakalanya di antara 'bubur ingus' itu terselip juga hancuran sayuran atau daging cincang, itupun hanya bisa ditemukan secara lamatlamat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Biasanya para narapidana akan merasa lemas dan kemalasmalasan selesai bersantap hidangan semacam ini, hanya kutu busuk yang hidup paling makmur dalam sel itu, asal seseorang mulai membaringkan diri, mereka pun akan mulai berpestapora. Kembali terdengar suara gemerincing nyaring serta suara sesuatu benda berat bergeser di atas permukaan tanah, suara itu mirip sekali dengan suara gesekan antara lantai berlapis baja dengan rantai baja. Akhirnya suara itu berhenti tepat di sisi ruang sel yang dihuninya. Tong Keng dapat membayangkan betapa menyebalkan tampang muka keempat lima orang sipir yang mengikut di belakang narapidana itu, begitu memuakkan mirip tampang kuda atau sapi dari para penjaga neraka. Apakah secepat itu tiba pada gilirannya? Berpikir sampai di situ Tong Keng merasa sekujur badannya kaku dan mengejang keras. "Thio Gi-hong, keluar!" Menyusul suara teriakan keras itu, suara pintu penjara bergeser keras diikuti suara langkah kaki narapidana yang makin menjauh. Sebelum meninggalkan lorong penjara, para narapidana senang sekali menggunakan rantai yang memborgol tangan atau kakinya untuk menggesek di atas pintu dinding ruang sel hingga menimbulkan suara nyaring, suara itu pertanda dia telah pergi dari situ. Biasanya narapidana yang sudah dipanggil keluar dengan cara begini, sebagian besar tak akan balik lagi, pergi untuk selamanya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bagi mereka yang beruntung bisa keluar dari penjara pun biasanya sudah dianggap mati oleh sanak keluarga dan para tetangganya, sebab mereka tak pernah memperoleh kabar beritanya lagi. Itulah sebabnya bila ada narapidana dipanggil sipir kepala dalam suasana semacam ini, biasanya mereka mengira tipis harapan untuk bisa balik dalam keadaan hidup, tak heran jika mereka sengaja menimbulkan suara yang berisik sesaat sebelum pergi, anggap saja sebagai tanda perpisahan dengan rekan sesama narapidana. Beapapun malasnya para narapidana, dalam keadaan begini biasanya mereka akan merangkak ke depan terali besi atau ke lubang angin sambil menyapa, dianggapnya sebagai perjumpaan terakhir mereka di alam dunia ini. Tatkala kepala sipir memanggil nama "Thio Gi-hong", Tong Keng segera merasakan hatinya lega, tapi pada saat bersamaan dia pun merasa tegang. Thio Gi-hong tinggal di sel penjara persis berhadapan dengan sel tempat tinggalnya, di hari-hari biasa, ketika para penjaga penjara sudah menjauh, biasanya Tong Keng saling bertukar informasi dengan orang ini. Selama ini entah sudah berapa ribu kali mereka berhubungan. Tapi kini Thio Gi-hong harus pergi dari situ, kontan Tong Keng merasa hatinya kosong, dia seolah kehilangan sesuatu. Tak kuasa ia melongok keluar lewat lubang angin, dilihatnya paras muka Thio Gi-hong telah berubah menjadi keabu-abuan, sekujur badannya gemetar keras, dia seakan merasa digelandang oleh kawanan iblis. Ketika Tong Keng memandang sekali lagi, Thio Gi-hong pun melirik sekejap ke arahnya, sorot matanya begitu kosong seakan tanpa kehidupan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Menyaksikan sorot mata itu, Tong Keng merasa tubuhnya seakan terjerumus ke dalam rawa-rawa, ia terkapar di lantai dengan lemas. Senja sudah semakin kelam, kegelapan mulai menyelimuti seluruh penjara. Mengapa Thio Gi-hong digelandang pergi? Mula-mula Lan-lotoa, kemudian Thio Gi-hong, semuanya sudah diseret keluar, kini yang tersisa hanya dia dan Go Sin, kemana perginya Go sin? Mereka telah menuduh kami tanpa bukti, memfitnah kami! Mengapa mereka harus menggelandang kami semua?! Dengan penuh amarah dan perasaan dendam Tong Keng berpikir, keadaannya sekarang ibarat matahari yang sudah tenggelam di langit barat, seakan suasana malam yang gelap gulita mencekam seluruh sel penjara. Dia mencoba menghitung, sejak memasuki penjara besar Cing-thian delapan bulan berselang, tidak termasuk mereka yang tak kenal, dari teman-teman narapidana yang pernah bekerja bersama atau pernah kenal ketika mandi bersama di tempat pemandian umum sebulan sekali, paling tidak sudah ada enam tujuh belas orang yang dipanggil keluar dengan cara begitu dan tak pernah kembali lagi. Kemana mereka pergi? Kesalahan yang dia lakukan terhitung sebuah kasus yang amat besar karena telah merampok pejabat 'anjing', sebaliknya narapidana macam Tham Po, Tan Chong dan kawan-kawan hanyalah maling kecil, copet pasar, mengapa orang-orang itupun turut dilenyapkan tanpa bekas? Mengapa tak seorang pun yang mengusut tuntas peristiwa ini? Apa yang sedang dialami Thio Gi-hong saat ini?

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tong Keng menggunakan kepalannya meninju pintu besi itu perlahan, suara benturan yang menggetarkan itu tak mampu menjebol semua teka-teki yang menyelimuti perasaannya. Dia meninju dan meninju terus, tapi dalam belantara penjara yang tak bertepian, dia seperti seekor hewan yang sedang mendekam sambil bernapas berat. Lamat-lamat ia merasa kepalannya mulai sakit hingga merasuk ke dalam hati, dari balik kegelapan dia seakan menyaksikan dirinya sendiri bersama saudara-saudara perusahaan ekspedisi sedang melangsungkan pertempuran sengit. Kepalannya dengan garang diayunkan kian kemari, langkah kakinya berayun bagaikan harimau murka, musuh satu demi satu roboh terjungkal di tanah, sementara musuh yang berkerudung hitam makin lama mengalir datang makin banyak, di antara tebasan pedang dan kilatan golok, mereka menerjang dan menyerbu bagaikan gelombang samudra. Sementara itu dia bersama Lan-lotoa, Go Seng serta Thio Gi-hong dengan mati-matian melindungi keturunan Ui-tayjin beserta uang hasil pajaknya, selangkah pun enggan mundur. Dia masih teringat jelas bagaimana Congpiauthau perusahaan ekspedisi, Ko Hong-liang, memutar golok besarnya untuk melakukan perlawanan, dimana goloknya menyambar, percikan darah berhamburan kemana-mana, musuh mundur dengan sempoyongan sambil mendekap lukanya, akan tetapi ... musuh yang menyerbu datang makin lama semakin banyak. Belakangan datang lagi satu rombongan manusia berkerudung, kungfu yang mereka miliki luar biasa hebatnya. Rekan-rekannya mulai bercucuran darah, mulai bercucuran keringat, makin lama mereka semakin penat, makin kehabisan tenaga dan kemudian satu per satu saudara-saudara sehidup-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sematinya roboh bergelimpangan di tengah cahaya golok, terkapar bersimbah darah, terkapar untuk tidak bangun lagi. Berpikir sampai di sini, pukulan Tong Keng makin lama bertambah nyaring, seakan-akan baru saja dia membantai beberapa orang musuh yang ada di hadapannya .... Mendadak ia merasa tangannya sakit sekali, Tong Keng segera menghentikan pukulannya, ternyata kulit kepalannya telah robek dan mulai berdarah, sementara di atas pintu baja muncul sebuah lekukan yang dalam. Tong Keng memang sudah menghentikan pukulannya, namun suara pantulan yang dihasilkan dari gempurannya tadi masih mendengung tiada hentinya. Semua penghuni penjara, menyusul diseretnya Thio Gihong meninggalkan ruang penjara itu mulai mengikuti jejak Tong Keng, menabuh pintu penjara masing-masing dan meneriakkan suara jeritan yang keras. Tampaknya kegaduhan ini mengejutkan para sipir penjara, berbondong-bondong mereka muncul di ruangan sambil membawa toya. "He, ada apa ini? Mau apa kalian?" tegurnya dengan suara lantang. "Mau memberontak, haah?" "Berani menabuh lagi, akan kupotong tangan kalian!" Lambat-laun suasana di dalam penjara pun kembali dalam keheningan. Pada saat itulah terdengar suara batuk dari kepala sipir Liong, suasana bertambah hening. "Apa yang terjadi?" tanya kepala sipir Liong yang mempunyai julukan Liong Giam-ong (raja akhirat Liong), setiap kali memberi hukuman kepada para narapidana yang melakukan pelanggaran, biasanya dia akan memerintahkan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

orang untuk melukai panca-inderanya terlebih dulu, dan satu ciri khasnya adalah dia akan memaksa setiap narapidana untuk menyaksikan dengan mata kepala sendiri setiap hukuman yang sedang dilakukannya. "Mereka ... mereka membuat kegaduhan!" "Siapa otak kegaduhan ini?" "Kelihatannya ... kelihatannya ketukan pintu diawali dari kamar sel nomor enam." "Ehm, orang she Tong di sel nomor enam itu satu komplotan dengan orang yang barusan digelandang, seret dia keluar!" "Blaaam!" menyusul suara anak kunci yang berputar di atas gembok, pintu didorong orang kuat-kuat, empat orang sipir berjalan masuk ke dalam sel dengan garang, seakan hendak mencincang tubuh Tong Keng menjadi delapan bagian. "Keluar!" Tong Keng didorong hingga sempoyongan. Dengan langkah terhuyung Tong Keng keluar dari selnya, nyaris dia menumbuk tubuh Liong Giam-ong, untung ia segera menghentikan langkahnya dengan cepat. Lantaran kelewat cepat berhenti, badannya jatuh terjerembab, saking kerasnya ia terjatuh hingga wajahnya menumbuk kaki kepala sipir itu. Liong Giam-ong segera meludah, riak kental yang kuning langsung menyembur ke wajah Tong Keng, menyusul kemudian sebuah tendangan membuat tubuhnya roboh telentang. "Kau.... teriak Tong Keng penuh amarah. "Kau kenapa?" ejek Liong Giam-ong sambil tertawa dingin, "jangan kau anggap aku tak tahu tipu muslihatmu? Hm,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bukankah kau sengaja menjatuhkan diri ke belakang dengan meminjam tenaga tendanganku tadi?" Kemudian dengan sorot mata berapi-api lanjutnya, "Jangan dikira setelah menjadi seorang Piausu perusahaan ekspedisi Sin-wi-piau-kiok lantas kau boleh membuat onar di sini. Hm! Terus terang aku beritahukan, setelah kau berada di tempat ini, biarpun kau seorang Enghiong Hohan sekalipun tetap harus minum air bekas cuci kakiku!" Setelah meludahi kembali wajah Tong Keng, terusnya pula, "Kau tidak percaya? Bulan berselang, seorang Enghiong luar biasa yang dipuja-puja dan diacungi jempol oleh setiap penduduk Soat-pak, Kwan Hui-tok, terkulai lemas di sini setelah sebuah otot kakinya kubetot keluar." Kwan Hui-tok tersohor sebagai seorang jagoan, seorang gagah yang berjiwa ksatria, dia gemar menolong kaum lemah menentang kaum kuat, semua orang memujinya sebagai seorang lelaki ksatria, di hari biasa pun suka merampok yang kaya untuk menolong yang miskin, biarpun masuk penjara, dia masih sering menolong orang yang lemah atau sakit, hampir semua penghuni sel menyebutnya Kwan-toako, tapi akhirnya ia harus menerima nasib tragis di tangan kepala sipir ini. Seorang Enghiong Hohan harus cacad sepasang kakinya gara-gara ototnya dibetot Liong Giam-ong, bukan saja cacad seumur hidup, bahkan nasibnya lebih mengenaskan daripada mati. Kembali Liong Giam-ong tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya lebih jauh, "Tahukah kau, dengan cara apa kukerjai dirinya? Dia ... betul kungfunya memang hebat, tapi apa gunanya memiliki kungfu yang hebat? Toh dia tetap butuh makanan dariku! Setelah makan nasi kirimanku, tubuhnya pun menjadi lemas, dia hanya bisa menyaksikan aku mencabuti semua otot kakinya tanpa bisa berbuat banyak, nyaris 'anak kesayangannya' pun ikut kupotong

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendengar perkataan itu, apalagi terbayang kembali bagaimana baiknya Kwan-toako selama berada dalam penjara, merawat dan memperhatikan saudara senasib lainnya, kontan Tong Keng merasa darah panasnya bergelora keras, tanpa membayangkan bagaimana akibatnya, dia berteriak nyaring, "Setiap rakyat yang melanggar peraturan selalu dihukum sesuai dengan hukum negara, kau tak lebih hanyalah seorang sipir penjara, berani amat main siksa secara kejam di sini, sebetulnya kau masih terhitung manusia atau bukan!" Teriakan itu sama sekali di luar dugaan siapa pun, termasuk beberapa orang sipir penjara yang kebetulan hadir di situ, semua orang menjadi tertegun sambil berdiri melongo. Keras dan nyaring teriakan Tong Keng itu, nyaris seluruh penghuni penjara dapat mendengarnya secara jelas. Melotot besar sepasang biji mata Raja akhirat she Liong ini, ibarat minyak yang sudah terguyur di sekujur tubuhnya, cukup sebuah pematik api sudah dapat membuatnya meledak hebat. "Bagus, bagus sekali!" jeritnya kalap, "manusia dari marga Tong! Tampaknya kau memang sudah bosan hidup!" Sudah telanjur basah, Tong Keng semakin tak berpikir panjang lagi, kembali teriaknya, "Masalah Kwan-toako merupakan masalah kami semua, kau telah menyiksanya hingga cacad, kami akan naik banding dan menuntut keadilan dari pejabat terkait!" "Naik banding? Naik banding makmu!" umpat Raja akhirat Liong semakin sewot. "Naik banding dengan makmu juga boleh! Pokoknya kau harus bertanggung jawab atas semua perbuatan yang telah kau lakukan. Bukan hanya masalah Kwan-toako yang sudah kau bikin cacad itu saja, bagaimana dengan saudara-saudara senasib lainnya? Padahal mereka hanya dikurung dua tiga bulan, paling lama pun hanya setengah atau satu tahun, tapi

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kenyataannya setiap orang yang kau seret keluar segera hilang tak berbekas, bilang! Mereka telah kalian apakan?" "Kau ... mereka ... mereka sudah dipindah ke penjara lain, apa urusannya dengan kau?" tiba-tiba suara si Raja akhirat Liong sedikit melunak. "Dipindah ke penjara lain?" Tong Keng semakin gusar, ia tertawa seram, "Menurut aturan, jika mereka telah menyelesaikan masa hukumannya, mereka seharusnya sudah dibebaskan, mengapa kami tidak menerima surat dari mereka? Mengapa tak seorang pun yang datang menjenguk kami?" "Menjenguk manusia busuk macam kalian?" jengek Raja akhirat Liong, "setelah bebas dari penjara, tentu saja mereka akan berubah cara hidupnya, tentu saja mereka enggan menginjakkan kaki kembali ke tempat busuk macam begini." "Bagus, katakanlah mereka sudah melupakan rekan-rekan lamanya, mereka tak ingin datang, tak bisa datang, kenapa keluarga mereka pun tidak tahu kalau mereka sudah bebas?" "Kau saja yang masih tersekap di sini, darimana bisa tahu semua urusan kentut? Siapa tahu mereka sudah kabur dengan bini orang dan punya anak lagi di tempat lain?" kata Liong Giam-ong gusar. "Tapi keluarga mereka yang datang menjenguk ke penjara mengatakan kalau orang-orang itu sudah lenyap... Kali ini Liong Giam-ong tidak menanggapi lagi ucapan itu, ia memberi tanda kepada beberapa orang sipir yang membawa toya. Maka ayunan tongkat dan hujanan bogem mentah pun bersarang secara bertubi-tubi di tubuh Tong Keng. Dalam keadaan sepasang tangan terborgol dan kaki pun dirantai, sulit bagi Tong Keng untuk menghindarkan diri, kontan dia terhajar telak hingga terguling di lantai.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kembali Liong Giam-ong mengejek sambil tertawa seram, "Kau anggap dirimu seorang Hohan? Kalau memang Hohan, jangan lakukan pelanggaran, mau apa kau masuk bui?" Sekali lagi beberapa orang sipir penjara mengayunkan tongkat serta bogem mentahnya, lagi-lagi Tong Keng dihajar habis-habisan. Pada saat itulah mendadak terdengar ada orang menabuh pintu penjara keras-keras, pada mulanya hanya ada satu dua orang, menyusul kemudian tujuh delapan orang, tak selang berapa saat kemudian hampir semua penghuni penjara telah ikut menabuh pintu sel masing masing. Suara tetabuhan yang keras menggema di seluruh ruangan dan menimbulkan gelombang pantulan yang sangat memekakkan telinga, makin lama suara tetabuhan itu semakin keras dan gencar, akhirnya nyaris tiada suara lain yang terdengar kecuali suara tetabuhan nyaring itu. Selama hidup belum pernah Liong Giam-ong menghadapi kejadian seperti ini, untuk sesaat ia menjadi melongo dan berdiri tertegun. Seluruh narapidana mulai berteriak-teriak, mulai menjerit keras, sambil memukul pintu sel keras-keras, mereka berteriak, menjerit, mengumpat dan bersorak. Para sipir penjara saling berpandangan, untuk sesaat mereka pun tak tahu apa yang mesti dilakukan. Peluh sebesar kacang kedelai mulai jatuh bercucuran, membasahi seluruh jidat dan tubuh Liong Giam-ong, perintahnya kemudian, "Kembalikan dia ke dalam selnya!" Beberapa orang sipir penjara itu segera menarik tubuh Tong Keng dan dilemparkan kembali ke dalam selnya, kemudian, "Blaaam!", mengunci kembali pintu sel rapat-rapat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah itu lekas Liong Giam-ong mengajak anak buahnya kabur meninggalkan tempat itu, penjagaan segera diperketat, petugas ditambah dan pintu gerbang dikunci dengan ketat. Sampai lewat tengah malam suasana kekalutan dalam penjara baru perlahan-lahan mereda. Berada dalam kegelapan yang mencekam, Tong Keng mencoba mengatur pernapasan, masih untung aliran ilmu silat yang dipelajarinya adalah ilmu Gwakang yang keras, lagi pula dia pun mahir Sam-tian-khi-kang dari aliran Siau-lim-pay yang tangguh, sehingga hajaran dari beberapa orang sipir tadi tak sampai melukai otot serta tulangnya. Baru selesai mengatur pernapasan, mendadak Tong Keng mendengar ada orang sedang memanggilnya dari kejauhan, "Tong-samko, Tong-samko!" Tong Keng segera mengenali suara panggilan itu sebagai suara Go Seng, salah seorang Piausu perusahaan ekspedisi Sin-wi-piau-kiok yang dijebloskan ke dalam penjara bersamanya, sejak masuk penjara, kedua orang itu kehilangan kontak, baru hari ini dia bisa mendengar kembali suaranya. Mungkin gara-gara peristiwa yang dilakukannya tadi, Go Seng baru tahu kalau dia pun disekap di situ. Untung lantaran peristiwa sore tadi, semua sipir penjara tak ada yang berani mendekati tempat itu, maka Go Seng pun menggunakan kesempatan itu untuk memanggil saudaranya. "Go Seng ... Go Seng.... Tong Keng segera menyahut. Go Seng menjadi kegirangan, kembali teriaknya, "Tongsamko, kau tidak apa-apa?" "Aku tidak apa-apa, aku sehat-sehat saja, hanya beberapa pukulan masih sanggup kutahan." "Samko, kau mesti berhati-hati, setelah kejadian hari ini, Liong Giam-ong pasti tak akan melepaskanmu."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Aku tahu, aku memang sudah menunggunya," jawab Tong Keng cepat. Terdengar Go Seng menghela napas panjang, selain dia, terdengar juga beberapa orang yang berada dalam sel ikut menghela napas. Tong Keng tahu, banyak orang sedang menguatirkan keselamatan jiwanya, perhatian yang begitu besar dari rekan senasib membuat perasaannya menjadi hangat. Pada saat itulah terdengar seorang sipir penjara mendekati sel yang dihuni Go Seng, memukul pintu sel keras-keras sambil menghardik, "He, jangan bicara!" Dibentak begitu, Go Seng tak berani lagi berbicara. Perlahan-lahan Tong Keng berduduk, ia merasa lantai sangat dingin, hawa dingin serasa menusuk hingga ke tulang sumsum, ia baru sadar, ternyata musim gugur telah lewat. Ini berarti sudah cukup lama ia disekap di situ. Dia tak tahu, apakah esok masih bisa menghirup udara segar. Apakah masih ada hari esok baginya? oooOOooo 2. Mayat Berdarah. Hari belum terang tanah, dalam lelap tidurnya, Tong Keng mendengar suara anak kunci yang membuka gembok pintu sel, hatinya waspada, sekali loncat ia sudah terjaga dari tidurnya. Pintu sel sudah dibuka orang, ada tujuh delapan orang sipir masuk ke dalam ruangan dan menjepit tangan serta kaki Tong Keng, kemudian menyeretnya keluar. "Mau apa kau?" bentak Tong Keng gusar.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi tubuhnya sudah terseret keluar, Tong Keng ingin melawan, tapi ia sadar, setelah berada dalam kondisi seperti ini, mau meronta pun tak ada gunanya, maka setelah menghela napas panjang, ia pun membiarkan tubuhnya dibelenggu orang dan diseret keluar. Dengan sempoyongan Tong Keng keluar dari penjara, dari balik kegelapan ia menyaksikan seseorang telah menanti kedatangannya, orang itu tak lain adalah Liong Giam-ong. Tong Keng sadar, setelah terjatuh ke tangan orang ini, sudah pasti akan berakhir dengan keadaan tragis, maka tak sepatah kata pun yang diucapkannya, dia hanya mengawasinya dengan mata melotot gusar. Liong Giam-ong tertawa dingin, dia segera memberi tanda, para sipir penjara pun menyeret Tong Keng menuju keluar penjara. Baru melalui tujuh delapan buah sel, beberapa orang narapidana yang berada di balik sel sudah terjaga karena kejadian itu, namun mereka hanya bisa menyaksikan kejadian itu dengan mulut membungkam, tak seorang pun berani bersuara. Ketika hampir keluar dari bangunan penjara, sewaktu melewati sebuah ruang sel yang di depan pintunya terdapat tujuh delapan buah gembok besar, mendadak dari balik ruang penjara terdengar seseorang menegur dengan suara rendah, "Apa yang hendak kalian perbuat terhadapnya?" Sebenarnya beberapa orang sipir itu berjalan dengan kepala mendongak dan dada dibusungkan, namun begitu mendengar suara teguran yang berat itu, tanpa sadar mereka segera menyurut mundur, malah perjalanan pun tak berani dilanjutkan. Dua orang sipir yang tampaknya lebih berpengalaman segera menjawab, "Kwan ... Kwan-toako ... kau ... selamat pagi

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sesaat orang yang berada dalam penjara membungkam. Kembali sipir itu berkata, suaranya terbata-bata, "Kami ... kami hanya ... hanya melaksanakan perintah "Melaksanakan perintah siapa?" kembali orang itu menegur. Tak ada yang berani bicara, semua sipir terbungkam. "Apakah perintah Li Ok-lay? Jangan kelewatan!" kembali orang itu menambahkan. Beberapa orang sipir penjara itu hanya saling pandang tak berani menjawab. Dalam keadaan remang-remang, Tong Keng sempat memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia lihat ruang sel itu tak jauh berbeda dengan ruang sel pada umumnya, hanya ruang ini jauh lebih sempit dan besi yang melapisi pintu serta terali besinya jauh lebih besar, tebal dan kuat. Gerak-gerik Liong Giam-ong tampak mulai tak leluasa, sesaat kemudian ia baru berkata, "Kwan ... Kwan-ya, ini peraturan penjara, kami hanya menjalankan perintah, kau ... lebih baik kau jangan mencampuri urusan ini!" "Liong Ci-po!" mendadak orang dalam sel itu menghardik nyaring. Liong Giam-ong nampak terkesiap, tanpa sadar ia mundur beberapa langkah. Terdengar orang yang berada di dalam sel itu menghardik lagi, "Kau telah melolohi aku dengan obat pemabuk, membuat cacad sepasang kakiku, kemudian mengebiri aku, apakah semuanya ini adalah idemu?" Berubah hebat paras muka Liong Giam-ong, ia perhatikan sekejap gembok yang ada di depan pintu, setelah yakin cukup kuat, ia baru berani menjawab, "Kwan ... Kwan-toako ... aku ... aku sendiri pun terpaksa!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Orang yang berada di dalam sel tertawa getir, kemudian sekali lagi menarik napas panjang, tampaknya ia sedang berusaha mengendalikan gejolak emosinya, setelah itu baru ujarnya, "Baiklah, Liong Ci-po, aku tidak menyalahkan dirimu. Sekarang katakan terus terang, apa benar Li Ok-lay?" "Li... Li-tayjin ... dia.... Liong Giam-ong semakin tergagap. "Cepat katakan!" kembali Kwan Hui-tok yang berada di dalam sel menghardik, "Li Ok-lay atau Li Ciu-tiong?" Sungguh keras suara bentakan itu, bukan saja membuat Liong Giam-ong terkaget hingga anak kunci dalam genggamannya terjatuh ke lantai, sembilan puluh persen narapidana penghuni kedelapan belas bilik sel dalam penjara Thian-cing pun ikut tersentak bangun dari tidurnya. "Kau ... Kwan-toako, aku tidak tahu" sahut Liong Giam-lo dengan suara gemetar, "aku tahu, reputasi dan kedudukanmu dalam dunia persilatan amat tinggi, tapi setelah tiba di sini, kalian harus mengikuti semua perintah Li-tayjin dan Li-kongcu. Sebetulnya kami semua merawat dan melayanimu secara baik-baik, tapi... Kwan Hui-tok meraung keras, dengan nada pedih tukasnya, "Narapidana wanita dalam penjara pun manusia, tapi kenyataannya Li Ciu-tiong merogol mereka, menganiaya mereka, bagaimana mungkin aku bisa berpeluk tangan!" Liong Giam-ong memperhatikan sekejap rantai gembok yang berada di depan pintu sel, kemudian memandang pula anak buahnya yang berada di sekitar situ, keberaniannya segera tumbuh kembali, katanya, "Boleh saja kau ikut campur dalam urusan itu, tapi kau ... sesungguhnya Li-kongcu sangat menghargaimu, ingin mempromosikan kau, tapi setelah kau berani menyalahi beliau, kini kau harus menderita cacad sepanjang hidup, jangan salahkan kalau kami terpaksa harus bertindak keji!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Liong Giam-ong!" tiba-tiba Kwan Hui-tok memanggil lagi dengan suara yang lebih tenang. "Ada apa?" "Kemarin kau bicara takabur di ruang sebelah, katanya kaulah yang sudah mengebiri aku, membuat cacad kakiku, apa benar begitu?" Dengan mengeraskan kepala dan membulatkan tekad, Liong Giam-ong menjawab, "Sebetulnya atas perintah Likongcu ... memang ... memang aku yang melakukan, mau apa kau?" "Sekarang kakiku sudah cacad, manusia tak mirip manusia, setan pun tak mirip setan, Li-tayjin tak akan merecoki aku lagi, tentu saja kau pun tak usah takut kepadaku lagi bukan?" "Orang she Kwan, dulu ... dulu aku menghormatimu sebagai seorang Hohan, sudah kuberi muka kepadamu, kau selalu menolak, jangan salahkan kalau sekarang aku bertindak tanpa perasaan kepadamu." "Bertindak tanpa perasaan? Bertindak tanpa perasaan ... bagus, bagus sekali!" orang itu tertawa seram. Liong Giam-ong sangat mendongkol, dengan penuh amarah serunya, "Ayo jalan! Tak usah menggubris orang cacad itu lagi!" Mendadak, "Blaaaam!", seolah-olah ada benda berat yang menghantam pintu sel itu satu kali. Begitu berat dan dahsyatnya benturan itu membuat seluruh badan pintu baja itu bergetar keras, "Kraaak!", salah satu gembok yang tergantung di luar pintu seketika patah menjadi dua dan "Sreeet!", meluncur keluar dengan kecepatan tinggi. Tergopoh-gopoh Liong Giam-ong menghindar ke samping, gembok yang seharusnya meluncur ke arah iganya kini

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menghajar persis di atas bahunya, "Kraaak!", diiringi benturan keras, tulang bahunya terhajar retak. Liong Giam-ong kesakitan setengah mati, sambil memegangi bahu kirinya yang terluka, dia meringis lalu menggigit bibir menahan sakit yang bukan kepalang. Terdengar orang yang berada di dalam sel kembali berkata sambil tertawa, "Masih untung aku si manusia cacad masih memiliki sepasang tangan ... bagaimana kalau sepasang lengan inipun sekalian kau kutungi?" Tong Keng merasa kagum setengah mati, dia tak menyangka Kwan Hui-tok yang sudah cacad dan disekap dalam penjara baja ternyata masih memiliki kepandaian sehebat itu. Ia makin cemas setelah mendengar perkataan terakhir, sebab sehebat dan segagah apapun Kwan Hui-tok, ia tetap masih berada dalam penjara, jika sampai membuat dendam Liong Giam-ong, takutnya serangan terang-terangan bisa dihindari, serangan bokongan susah diduga, bila kedua belah tangannya sampai benar-benar dikutungi, bukankah makin berabe? Tiba-tiba terdengar Kwan Hui-tok berkata, "Saudara Tong, kau tak usah mencemaskan keadaanku, sebetulnya aku mendekam di sini dengan tujuan menjadi pelindung hukum, siapa sangka hukum sudah tidak berlaku lagi di tempat ini, lagi pula aku sudah dibikin cacad, aku memang sudah tak ingin hidup lebih lama lagi." Tong Keng merasa sangat kagum, dia tak menyangka walaupun terpisah oleh selembar pintu besi yang tebal, ternyata Kwan Hui-tok bisa meraba jalan pikirannya, lekas serunya lagi, "Kwan-toako, kau ... kau mesti berhati-hati!" Dari balik pintu besi, Kwan Hui-tok tertawa tergelak, "Hahaha, kemarin sore kau membela ketidak adilan yang menimpa aku, dan hari ini aku mengantar kepergianmu, sayang kita semua sudah terjatuh ke tangan kawanan srigala

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

buas, kalau tidak, perjumpaan ini mesti dirayakan dengan menenggak tiga ratus cawan arak!" Para sipir penjara yang berada di belakangnya sudah mulai mendorong Tong Keng, memberi isyarat agar segera beranjak pergi. Tong Keng pun sadar, kepergiannya kali ini belum tentu bisa balik lagi dalam keadaan selamat, maka serunya lagi, "Kwan-toako, aku tahu kepandaian silatmu cukup tangguh, tampaknya nasib saudara kita yang ada dalam penjara harus kau perhatikan lebih seksama lagi "Hahaha, dengan mengandalkan kakiku yang sudah lumpuh, perbuatan apa lagi yang bisa diandalkan?" Nada suaranya terdengar amat sedih. Dua orang sipir penjara telah mendorong keluar Tong Keng, di tengah gelak tertawa Kwan Hui-tok yang nyaring, pintu gerbang kembali ditutup rapat. Tong Keng mendongakkan kepalanya memandang fajar yang hampir menyingsing, ketika hembusan angin mendatangkan rasa dingin, dia pun membusungkan dada sambil berpikir, "Walaupun sekarang aku sudah berjalan keluar dari penjara, sayang statusku bukan manusia bebas Mungkin dalam kehidupan kali ini dia sudah tak akan menikmati kebebasan lagi tak bisa melakukan pekerjaan secara bebas lagi.... Kawanan sipir itu menggelandangnya melalui sebuah jalanan yang amat panjang, semakin berjalan dinding pekarangan terlihat semakin tipis, sementara bentuk bangunan pun makin megah dan mewah, penjagaan di sana pun semakin berkurang. Tong Keng tidak tahu hendak dibawa kemanakah dirinya, dia hanya tahu tempat yang dituju pastilah sama seperti tempat yang didatangi kawan-kawan lainnya, rekan-rekan yang sudah pergi tak pernah kembali itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika tiba di depan sebuah bangunan besar yang megah dengan dinding bercat putih, komandan sipir itu memberi tanda agar berhenti, kemudian bersama-sama menengok ke arah Liong Giam-ong. Sambil menahan rasa sakit yang luar biasa, Liong Giam-ong mengetuk pintu gerbang itu dengan hormat, kemudian menunggu jawaban dari dalam. Tiada jawaban. Suasana amat hening, sehening datangnya sang fajar. Liong Giam-ong sekali lagi mengetuk pintu. "Siapa?" dari dalam ruangan terdengar seseorang bertanya. "Budak tua," jawab Liong Giam-ong dengan sikap yang sangat hormat, sikap hormat yang mendekati rasa takut. "Ooh, kenapa kau terluka?" kembali orang itu bertanya. Tong Keng yang mengikuti tanya jawab itu diam-diam merasa terperanjat, kalau tadi dia terkejut karena Kwan Huitok dapat melukai orang dari balik pintu, maka dia semakin tak habis mengerti ketika orang yang berada dalam ruangan bisa tahu kalau Liong Giam-ong sudah terluka dari nada bicaranya. "Kongcu, kau melarang aku membunuh manusia she Kwan itu, bukan saja ia tak berterima kasih, sudah melukai budak tua, dia bahkan berulang kali mencaci-maki Kongcu dengan kata-kata yang jahat dan kotor!" keluh Liong giam-ong dengan suara memelas. Orang ini berperawakan tinggi besar, tapi caranya berbicara yang begitu memelas justru membuat orang yang menyaksikan menjadi bergidik. Nada suara orang dalam ruangan itu segera berubah, serunya penuh gusar, "Kurangajar, Kwan Hui-tok betul-betul manusia tak tahu diri. Bawa masuk orang itu!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Blaaam!", Tong Keng segera digelandang masuk ke dalam ruangan. Bangunan itu berwarna serba putih, selain dindingnya berwarna putih, permadani tebal yang melapisi lantai pun berwarna putih bersih, tapi persis di tengah ruangan justru terlihat ada noda darah yang berwarna merah menyala. Darah itu sudah lama membeku di atas permadani yang putih, bukan saja terendus aroma busuk, bahkan kelihatan jelas kalau di tempat itu pernah digenangi darah dalam jumlah banyak. Di atas genangan darah yang membeku itu tergeletak sesosok benda, kalau bukan lantaran benda itu memiliki empat anggota badan, siapa pun tak akan percaya kalau benda itu adalah sesosok tubuh manusia. Sesosok tubuh manusia yang sudah dikuliti hingga tersisa daging badannya yang merah menyala penuh berlepotan darah. Lamat-lamat terlihat tubuh manusia yang sudah dikuliti itu masih bergerak, meski Tong Keng adalah seorang Piausu kenamaan dengan gelar Pa-cu-tan (nyali macan tutul) sudah terbiasa hidup bergelimpangan di tengah hujan darah, namun setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana seorang manusia dikuliti hidup-hidup, tak urung timbul juga perasaan mualnya yang luar biasa. Saking mualnya hampir saja Tong Keng memuntahkan seluruh isi perutnya. Tapi dia berusaha menahan diri, sebab dia tak ingin merasakan siksaan baru pada lambungnya sebelum ajal merenggutnya nanti. Terlihat seseorang sedang berbaring di atas pembaringan, dua orang dayang sedang mengipasinya dari samping. Orang

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

itu sedang memusatkan seluruh perhatiannya menyulam selembar kain yang sangat lebar. Setelah menyulam beberapa saat lamanya, dia baru mendongakkan kepalanya, ternyata seorang pemuda berwajah putih bersih, alis matanya terjulai ke bawah nyaris menutupi mata. Kata pemuda itu, "Orang yang dikuliti itu adalah salah seorang sahabat karibmu, masih dapatkah kau mengenali dia?" Setelah berhenti sejenak, kembali tambahnya, "Dia bernama Thio Seng-hong, bukankah kalian saling mengenal?" Tong Keng merasa seolah-olah orang yang sedang telentang di tengah genangan darah itu sedang menengok ke arahnya, kini dia tak sanggup menahan diri lagi untuk muntah. Ketika muntah, lambungnya terasa bagai dijepit tenaga yang amat besar, bukan hanya isi perutnya yang tertumpah keluar, empedunya pun terasa bagai diperas, tiba-tiba hawa amarah meluap. Thio Seng-hong bernasib sama seperti dia, dituduh tanpa bukti. Sekalipun dia telah melanggar kesalahan yang lebih berat pun, tidak seharusnya mengalami siksaan yang begitu keji, buas dan tak berperi kemanusiaan! Tong Keng merasa darah panasnya mendidih, hawa amarah yang berkobar membuatnya ingin menyerbu ke depan, memeluk sahabat karibnya yang sudah lama berjuang bersamanya itu, dia pun ingin menerkam ke depan, mencabikcabik pemuda yang sedang berbaring di ranjang itu hingga hancur berkeping. Tapi dia hanya bisa menahan diri.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ranjang batu yang digunakan pemuda itu terletak di bagian paling dalam, dekat dinding ruangan, hanya terpaut delapan sembilan kaki dari genangan darah itu, di samping ranjang terdapat empat buah bangku tinggi yang terbuat dari kayu cendana. Ada empat orang yang duduk di sudut ruangan, duduk tanpa bicara, tapi sekarang mereka telah membuka mata, lalu berjalan menghampirinya. Keempat orang itu memiliki perawakan tubuh yang berbeda, ada yang tinggi ada yang pendek, ada yang kekar ada pula yang kurus, hanya satu kesamaan yang mereka miliki, paras muka mereka pucat-pias seperti mayat. Tong Keng terhitung seorang jagoan dari dunia persilatan, sebagai seorang pengawal barang yang setiap hari malang melintang dalam dunia Kangouw, dia wajib memiliki sedikit pengetahuan, sebab pengetahuan justru jauh lebih penting daripada ilmu silat, dan selama ini Tong Keng memang selalu menaruh perhatian khusus terhadap tokoh-tokoh persilatan. Satu ingatan seketika melintas dalam benaknya, dia jadi teringat pada jagoan dari Soat-say, tiga orang tokoh keji yang menciutkan hati orang. Dari ketiga tokoh persilatan itu, dua di antaranya sering melakukan perjalanan bersama. Kedua orang itu bersaudara, yang tua bernama Yan Yu-sim, sementara yang muda bernama Yan Yu-gi, biarpun dua bersaudara Yu-sim-yu-gi (bisa dipercaya dan setia kawan) selalu jalan bersama, namun perbuatan yang dilakukan justru Bo-sim (tidak bisa dipercaya) dan Bo-gi (tidak setia kawan). Sebetulnya kedua orang ini merupakan keturunan dari perkumpulan Pukulan mayat hidup, sebuah perguruan keluarga Yan di kota Seng-ciu, gara-gara rebutan kedudukan sebagai Ciangbunjin, kedua orang bersaudara ini tak segan membantai ayah mereka sendiri, Yan Tay-yok, bahkan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menghasut ke sana kemari menimbulkan pertikaian dan pembunuhan antar saudara seperguruan, akibatnya keluarga Yan tercerai-berai, tak pernah bersatu kembali dan runtuhlah perguruan itu. Tentu saja akibat kehancuran perguruan ini, Yan Yu-sim dan Yan Yu-gi pun gagal memperoleh posisinya sebagai ketua perguruan. Selama malang melintang dalam dunia persilatan, perbuatan yang dilakukan dua bersaudara Yan tetap merupakan perbuatan yang melanggar kepercayaan dan melanggar kesetia kawanan, mereka egois, selalu mencari keuntungan pribadi, kerap melanggar janji, malah di antara mereka sendiri pun sering saling berbohong dan menipu. Namun kepandaian silat yang dimiliki kedua orang itu sangat tangguh, khususnya jika mereka bergabung menjadi satu, itulah sebabnya walaupun sudah beberapa kali putus hubungan, akhirnya mereka tetap bersatu kembali. Kemudian demi melatih ilmu pukulan mayat hidup, Yan Yusim dan Yan Yu-gi telah mengikuti cara kuno dengan mengubur hidup-hidup mangsanya selama tiga hari kemudian merebus tubuh mayat untuk dimakan, perbuatannya selain keji juga melanggar peri kemanusiaan. Akibatnya peristiwa ini mengejutkan salah seorang tokoh opas yang namanya sudah menggetarkan sungai telaga jauh sebelum empat opas dikenal masyarakat, satu di antara Samcoat-sin-bu (tiga opas maha sakti) yang disebut orang Bu-ong (Raja opas) Li Hian-ih. Li Hian-ih mulai melakukan perburuan ke empat penjuru dunia, terakhir ia berhasil menghadiahkan sebuah pukulan maut ke tubuh kedua orang itu ketika bersua di tepi sungai Nu-kang. Akibat pukulan yang dahsyat itu, dua bersaudara

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Yan tak pernah muncul lagi dalam dunia persilatan, hingga kini sudah empat lima tahun mereka hidup mengasingkan diri. Tong Keng bisa mengenali mereka berdua karena dua bersaudara Yan memiliki ciri khas, Yan Yu-sim kehilangan telinga kirinya sementara Yan Yu-gi kehilangan telinga kanannya. Cacad itu sebetulnya bukan cacad bawaan dari lahir, tapi akibat hadiah yang diberikan Thiat-jiu (si tangan besi), salah satu dari empat opas kenamaan jauh sebelum mereka dihajar si Raja opas. Waktu bertemu Thiat-jiu, kedua orang bersaudara dari keluarga Yan ini sedang melakukan satu perbuatan biadab, saat itu Thiat-jiu tidak tahu kalau kedua orang sampah masyarakat itu adalah dua bersaudara Yan yang sudah tersohor karena kebiadabannya, oleh sebab itu sebagai hukuman, dia hanya memotong masing-masing sebuah telinganya. Tapi justru karena kejadian ini, cacadnya telinga mereka berdua malah menjadi ciri khas dari dua bersaudara Yan, tentu saja akibat ciri ini, setiap perbuatan keji yang mereka lakukan tak pernah bisa dipungkiri lagi. Orang ketiga bernama Gi Eng-si, dia berdandan sebagai sastrawan, dalam genggamannya bukan membawa kipas, juga bukan payung, melainkan sebilah kapak raksasa, tak ada lagi yang berdandan seperti itu selain Ki-hu-suseng (sastrawan kapak raksasa) Gi Eng-si. Sepak terjang Gi Eng-si pun sangat aneh, sebelum mencapai usia tiga puluh tahun dia adalah seorang pendekar yang disegani dan dihormati setiap orang, sering membantu kaum lemah dan menegakkan kebenaran, bahkan banyak melakukan perbuatan bajik dengan membasmi kaum jahat. Tapi selewat usia tiga puluh satu, tiba-tiba jejaknya lenyap dari peredaran dunia, dua tahun kemudian ketika sekali lagi

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dia terjun ke dalam dunia persilatan, wataknya berubah seratus delapan puluh derajat, dari seorang pendekar sejati kini berubah menjadi seorang iblis yang membunuh orang tanpa berkedip. Seringkali demi sebuah keuntungan kecil dia tak segan melakukan pembantaian berdarah, caranya membunuh sangat kejam dan telengas, tak sampai dua tiga tahun kemudian, perbuatan kejamnya sudah melampaui seluruh perbuatan bajik yang pernah dilakukannya dulu. Kungfu yang dimiliki sastrawan kapak raksasa pun amat hebat, konon setahun berselang dia pernah bertarung hampir ratusan jurus melawan Soat-say Tayhiap Kwan Hui-tok sebelum akhirnya terhajar satu kali oleh bogem mentah lawannya, setelah terluka parah dia pun harus menghadapi sergapan sebelas orang jago lihai yang diutus tujuh perguruan besar untuk memburunya, namun berkat keampuhan ilmu silatnya, dia berhasil lolos dari kematian. Gara-gara kesuksesannya itu, nama serta pamornya semakin tersohor di kolong langit. Selain dua bersaudara Yan dan Gi Eng-si, di situ pun masih hadir seseorang, dia adalah seorang kakek berambut putih yang menggantungkan tiga buli-buli di pinggangnya, muka yang kusut kelelahan dan kerutan wajah yang dalam menunjukkan satu kehidupan yang penuh derita, tapi sorot matanya dingin dan dalam, membuat orang yang memandangnya seolah sedang menatap liang kematian yang sepi. Tong Keng tidak kenal siapa dia. Sejak digelandang keluar dari penjara, Tong Keng memang sudah tahu kalau nasibnya bakal tragis, namun mimpi pun dia tak menyangka kalau begitu keluar dari penjara, dia harus berhadapan dengan tiga tokoh persilatan yang paling memusingkan kepala.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini dia sadar, tindakan yang ceroboh dan gegabah hanya merupakan satu tindakan bodoh, sebab dengan mengandalkan ilmu silat yang dimilikinya, cukup salah satu di antara keempat orang itu sudah mampu untuk membereskan dirinya. Diam-diam ia coba memperhatikan keadaan di belakang, ternyata kecuali Liong Giam-ong, tak seorang pun yang ikut masuk ke dalam ruangan. Liong Giam-ong berdiri lurus di tempat dengan kepala tertunduk, sikapnya yang macam singa jantan ketika berhadapan dengan narapidana, kini hilang tak berbekas, sebagai gantinya ia hanya berdiri macam anjing penjaga pintu yang butuh perhatian. Terdengar pemuda itu bertanya lagi, "Bukankah Kwan Huitok disekap dalam penjara besi? Bagaimana mungkin bisa melukaimu?" Dengan bibir gemetar sahut Liong Giam-ong, "Ketika budak sedang lewat di muka pintunya, dia mencaci-maki Kongcu dan menghina dengan ucapan kotor, karena tak tahan maka budak pun menghardiknya, siapa tahu dia menghantam pintu besi itu hingga gemboknya putus, masih untung aku cepat menghindar, kalau tidak, mungkin pecahan besi itu sudah menghujam di wajah dan budak tak bisa memberi laporan lagi kepada Kongcu." "Ooh, kalau begitu aku telah menyusahkan kau," kata pemuda itu sambil melirik Liong Giam-ong sekejap. Tong Keng tak sanggup menahan diri lagi, tiba-tiba teriaknya nyaring, "Dia bohong! Dia bicara ngaco-belo! Kwantoako sama sekali tidak menyumpahimu, dia hanya bertanya apa benar Li Ok-lay atau Li siapa yang turun tangan kepadanya, atau dia yang memerintahkan untuk memotong urat kaki Kwan-toako dan mengebiri dirinya, Kwan-toako sama sekali tidak pernah menyumpahi siapa pun."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Berubah hebat paras muka Liong Giam-ong sambil melompat ke hadapan Tong Keng, teriaknya, "Kau berani memfitnah aku? Bedebah, manusia tak tahu diri! Aku... Saking sewotnya, dia langsung mengayunkan tangan untuk membabat. "Liong Ci-po... mendadak pemuda itu berseru. Tangan Liong Giam-ong yang sudah berada di tengah jalan seketika berhenti, lekas dia menyembah sambil merengek, "Kongcu, orang ini memfitnah budak, budak selalu setia kepada Kongcu, sama sekali tak berani bicara ngawur di luaran, apalagi merugikan nama baik Kongcu, tapi dia ... dia kurangajar, mohon kebijaksanaan Kongcu, mohon kebijaksanaan Kongcu Tong Keng yang menyaksikan kejadian itu kontan tertawa terbahak-bahak. Suara tertawanya sangat keras, membuat semua yang hadir tanpa terasa berpaling ke arahnya. Sadar kalau dirinya sulit lolos dari kematian, Tong Keng semakin nekad, setelah tertawa tergelak, jengeknya, "Hahaha, coba lihat tampang budakmu itu, tak nyana kau begitu ketakutan hingga terkencing-kencing ... hahaha ... rupanya dia sudah menganggap kau sebagai kaisarnya!" Jelas perkataan terakhir sengaja ditujukan kepada pemuda itu. Sang pemuda tertawa hambar, katanya, "Aku bernama Li Wang-tiong, bukan Li siapa." Ternyata ia sama sekali tidak marah. Dalam pada itu si sastrawan berkapak raksasa Gi Eng-si telah menyela, katanya, "Kongcu, Kwan Hui-tok jelas merupakan manusia yang sangat berbahaya, walaupun otot kakinya sudah dicabut, dia masih sanggup melukai orang

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dengan tenaga pukulannya, bahkan dari balik pintu masih mampu melukai kepala sipir Liong, lebih baik secepatnya kita babat rumput hingga seakar-akarnya." Li Wang-tiong termenung sejenak, kemudian sahutnya, "Sebenarnya aku ingin menggunakan orang ini untuk membantu usaha ayah, tapi kalau dilihat wataknya yang begitu keras kepala dan tak tahu diri, kelihatannya dibiarkan terus pun percuma Lalu kepada Liong Giam-ong perintahnya, "Cepat kau undang kemari Kwan Hui-tok, ingat! Diundang kemari." Melihat Li Wang-tiong sama sekali tidak menegur sebaliknya malah memberi tugas lain, Liong Giam-ong girang setengah mati, cepat sahutnya, "Baik!" Dengan tergopoh-gopoh dia beranjak pergi dari situ. Dengan begitu, sekarang tinggal Tong Keng seorang yang harus berhadapan dengan lima tokoh aneh berwajah pucat. ooOOOoo 3. Kwan Hui-tok. Sambil memicingkan sebelah matanya yang sesat dan sembari senyum tak senyum Li Wang-tiong menegur, "Kau bernama Tong Keng bukan?" Setelah tertawa, kembali terusnya, "Sebetulnya belum secepat itu jatuh pada giliranmu, tapi berhubung kemarin kau membuat keonaran dalam penjara, terpaksa aku harus memilih untuk menguliti dirimu terlebih dulu." Walaupun sadar nasibnya bakal tragis, namun Tong Keng tidak mengerti apa yang dimaksud Li Wan-tiong, lekas serunya, "Aku difitnah, aku tak bersalah, aku pun tidak merampok barang kawalan apalagi membunuh, sekalipun akan menjatuhi hukuman, seharusnya hukuman berdasarkan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

peraturan negara, kenapa kalian bertindak sewenangwenang?" "Setelah berada di sini, hukum negara sudah tak berlaku lagi, di sini tak ada peraturan, tak ada hukum, yang ada hanya perkataanku, keputusanku adalah hukum," ujar Li Wan-tiong hambar. "Baik, kami orang-orang dari perusahaan ekspedisi Sin-wipiau-kiok tak pernah merampok, tak pernah membunuh, kami dikambing-hitamkan, kau harus memberi keadilan untuk kami." "Setiap orang tentu akan berkata kalau dirinya tak bersalah, biar sudah salah membunuh orang pun tentu akan beralasan khilaf karena sedang mabuk dan tak sadar, kalau ada yang memperkosa, dia akan berkata si wanita yang menjebaknya, merayunya ... uang kawalan jelas lenyap ketika sedang kalian kawal, kalau bukan perbuatan kalian, lantas siapa yang berbuat?" "Ketika bertarung mempertahankan barang kawalan itu, dari empat puluh satu orang anggota Sin-wi-piau-kiok kami, ada dua puluh tujuh orang tewas, apakah bukti ini tidak cukup?" teriak Tong Keng semakin gusar. Li Wan-tiong tertawa. "Jelas banyak anggota kalian yang mampus," katanya, "kalau hasil rampokan tidak dibagi secara merata dan adil, tak heran kalau terjadi saling gontok, saling membunuh di antara sesama "Sebenarnya apa maksudmu selalu menuduh dan memfitnah perusahaan ekspedisi Sin-wi-piau-kiok kami?" teriak Tong Keng mulai murka. "Maksudku? Kalau aku menghendaki kau hidup, kau pun hidup, kalau aku menghendaki kau mati... Dia melirik sekejap ke arah tubuh berdarah yang tergeletak di tengah ruangan, lalu menambahkan, "Maka kau pun mati!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Baik, kalau kau memang bersikeras menuduhku, bawa aku ke pengadilan!" "Hahaha, aku kan sudah bilang," ujar Li Wan-tiong sambil tertawa sinis, "setelah berada di sini, tunggu saja keputusan apa yang akan Siauya berikan kepadamu, buat apa mesti repot mengadilimu di pengadilan." "Kalau begitu kau tak usah banyak bacot lagi!" tukas Tong Keng semakin sewot, "hari ini aku sudah terjatuh di tangan kalian, paling juga kehilangan batok kepala!" "Aku tak ingin memenggal kepalamu," Li Wan-tiong tertawa. Tong Keng tertegun, belum sempat ia mengucapkan sesuatu, Li Wan-tiong sudah berkata lebih jauh, "Aku hanya ingin menguliti tubuhmu, mengulitimu dari ujung kepala hingga ke ujung kaki, akan kukuliti kau seutuhnya, hahaha, biarpun kulitmu sedikit rada kasar, tapi amat kenyal dan tahan banting, aku rasa masih terhitung berkwalitas bagus." "Apa kau bilang?" teriak Tong Keng. Li Wan-tiong memandangnya sekejap lalu tertawa, tiba-tiba dia membentangkan gulungan kain yang berada di tangannya dengan sangat hati-hati. Begitu terbentang maka terlihatlah sebuah lukisan yang panjangnya beberapa kaki dan lebar beberapa meter, sebuah lukisan hasil sulaman yang sangat indah. Tong Keng melirik sekejap, dia saksikan lukisan itu menggambarkan sebuah bangunan loteng yang sangat indah dan meja dengan perabot serta peralatan yang serba mewah, suasana yang ditampilkan adalah suasana saat berlangsungnya perayaan ulang tahun. Tong Keng hanya merasa begitu lukisan itu dibentangkan, maka terasalah semacam hawa yang menyesakkan napas, namun dia tak tahu dimana letak keistimewaan lukisan itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Maksudku, aku hendak membuatmu menjadi manusia dalam lukisan," kembali Li Wan-tiong berkata sambil tertawa. Tong Keng semakin tak habis mengerti. Yan Yu-sim yang duduk di bangku kayu cendana tiba-tiba menimbrung, "Lukisan aneh yang berada di tangan Kongcu itu terbuat dari kulit manusia." Yan Yu-gi segera menambahkan, "Kulit yang kelewat tua atau muda serta kelewat banyak bekas lukanya tidak masuk hitungan, lukisan ini membutuhkan tiga puluh empat lembar kulit manusia yang paling bagus untuk disusun menjadi selembar lukisan yang indah." "Dan kau seharusnya gembira, karena giliran berikutnya adalah dirimu," kata Yan Yu-sim lagi sambil tertawa. "Oleh sebab itu Kongcu tak akan memenggal kepalamu," sambung Yan Yu-gi, "kami hanya membutuhkan selembar kulit tubuhmu, asal kau bisa bertahan hidup setelah dikuliti, silakan saja untuk melanjutkan hidupmu." Sejak lahir belum pernah Tong Keng mendengar cara keji yang begitu menggidikkan hati, menyaksikan sobat karibnya yang masih terkapar di tengah genangan darah itu, segera ia berteriak parau, "Kalian... "Itulah dia," ujar Li Wan-tiong sambil manggut-manggut dan tertawa, "kulit manusia she Lan itu yang paling jelek kwalitasnya, dia mempunyai tujuh-delapan belas luka di tubuhnya, oleh sebab itu kulit yang bisa digunakan hanya beberapa inci saja, masih mendingan manusia she Thio ini karena sebagian besar kulitnya bisa dipergunakan, entah bagaimana dengan mutu kulitmu? Apakah bisa digunakan seluruhnya?" Tong Keng berteriak aneh, sekuat tenaga ia meronta, meskipun borgol tidak sampai terlepas, namun borgol kayu

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang dipasang di kepalanya segera tergetar hingga retak dan terlepas. Menyaksikan hal itu, sastrawan berkapak raksasa Gi Eng-si menggelengkan kepala berulang kali, katanya, "Nyali macan kumbang! Kau pun terhitung jagoan persilatan, semestinya tahu diri, dengan kepandaian yang kau miliki itu paling hanya mampu menghadapi tiga empat gebrakan dari salah satu di antara kami berempat, lebih baik tak usah kau membuang tenaga!" Tong Keng tahu apa yang dikatakan Gi Eng-si memang kenyataan. Selama ini dia hanya pernah membayangkan cara kematian yang mungkin akan menimpanya, mati dalam pertempuran, mati terbunuh bahkan mati karena sakit, mati karena terpeleset, atau mati karena kepala dipenggal, mimpi pun dia tak pernah membayangkan kalau suatu hari nanti dia harus dikuliti hidup-hidup sehingga mau hidup susah, mau mati pun sulit. Dia dijuluki orang 'nyali macan kumbang', tentu saja nyalinya memang melebihi siapa pun, meski demikian, setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana seorang rekannya yang telah dikuliti terkapar di tengah genangan darah, tak urung hatinya merasa bergidik juga. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, seorang lelaki setengah umur masuk ke dalam ruangan dengan tergopoh-gopoh, mula-mula dia menjura pada Li Wantiong, kemudian kepada orang yang tak diketahui namanya itu seraya berkata, "Tuan Ni, Toaloya mempersilakan anda masuk ke dalam." Kakek berambut putih dari marga Ni itu menyahut, dia menengok sekejap ke arah Li Wan-tiong.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kelihatannya Li Wan-tiong menaruh hormat terhadap orang ini, lekas katanya, "Ayah tentu ada urusan penting, silakan Niya masuk ke dalam." Orang she Ni itu manggut-manggut kepada semua orang, kemudian mohon diri, tidak melihat bagaimana ia bangkit berdiri, tahu-tahu bangku kayu cendana yang didudukinya sudah melambung ke udara, seolah di bawahnya terdapat permadani tak berwujud yang menarik bangku itu, tahu-tahu dia bersama bangkunya sudah meluncur keluar, tidak terlalu cepat juga tidak lambat, dia mengikut di belakang lelaki setengah umur itu. Menyaksikan hal itu, Li Wan-tiong segera memuji, "Ni-ya, ilmu Sin-liong-kian-siu (naga sakti menongolkan kepala) milikmu ini makin dilatih semakin sempurna, bila ayah bisa memperoleh bantuanmu, semua masalah pasti gampang di atasi" "Hahaha!" Ketika Li Wan-tiong selesai bicara, dua bersaudara Yan dan Gi Eng-si segera ikut tertawa, gelak tawa Yan Yu-gi paling keras, sementara Yan Yu-sim hanya mendesis perlahan sebagai pertanda tertawa, sedang tertawa Gi Eng-si yang kelihatan paling gembira, cuma dia tertawa setelah selang beberapa saat. Tentu saja Tong Keng tak punya waktu untuk memperhatikan suara tawa mereka. Dari pembicaraan Li Wan-tiong tadi, tiba-tiba teringat olehnya pada seorang tokoh lihai dari dunia persilatan, orang itupun berasal dari marga Ni, terhadap tokoh yang satu ini, Tong Keng tidak mengetahui terlalu banyak, dia hanya pernah mendengar dari pemilik perusahaan ekspedisi, Ko Hong-liang, Ko-loyacu yang pernah menyinggung tentang orang ini. Ketika mendengar nama itu, Ko-loyacu sempat menghela napas sambil berkata, "Sebetulnya gembong iblis ini selalu

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

malang melintang di seputar wilayah Soat-say, namanya menggetarkan seluruh kolong langit, semoga saja anggota perusahaan piaukiok kita jangan pernah berjumpa dengan gembong iblis ini!" Setelah kepergian orang she Ni itu, kembali Li Wan-tiong memandang ke arahnya sambil tertawa, ujarnya, "Kulit manusia yang sudah mati susah dikuliti, sebab begitu orang mati, kulitnya mulai menyusut dan menjadi kaku, tidak bagus bila dipakai untuk menyulam, kulit orang semaput bila dikulitipun kurang bagus, karena kulitnya akan kendor, tidak kenyal dan tak punya kekuatan, sangat susah bila dipakai untuk menyulam, oleh sebab itu menguliti orang hidup yang paling bagus, semakin kesakitan orang itu maka kulitnya akan semakin kencang dan paling cocok untuk digunakan sebagai bahan sulaman, oleh sebab itu ... hahaha ... terpaksa kau mesti menahan sakit nanti... Mendengar sampai di sini, Tong Keng tak kuasa menahan diri lagi, diam-diam ia mengambil keputusan, daripada dikuliti hidup-hidup dan harus merasakan siksaan yang mengerikan, lebih baik bertarung sampai titik darah penghabisan. Andaikata harus mati pun, paling tidak ia mesti menghadiahkan enam tujuh puluh tusukan di tubuh sendiri agar kulit badannya rusak dan tak bisa dipakai sebagai bahan sulaman orang. Sementara dia masih berpikir, tiba-tiba terdengar Liong Giam-ong berseru dari luar pintu, "Kongcu, tawanan sudah dibawa kemari." "Bawa masuk!" perintah Li Wan-tiong dengan kening berkerut. "Baik!" sambil menjawab Liong Giam-ong melangkah masuk ke dalam ruangan sambil mendorong sebuah kereta kayu dimana seseorang duduk di dalamnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lelaki yang duduk dalam kereta beroda itu memiliki sepasang alis mata yang tebal, wajah penuh cambang, sepasang kakinya lemas tak bertenaga, meski duduk dalam posisi yang tersiksa, namun wajahnya masih memancarkan kewibawaan yang luar biasa. Begitu berjumpa dengan orang itu, Tong Keng segera berseru kegirangan, "Kwan-toako!" Orang cacad yang duduk di atas kursi beroda itu memang tak lain adalah Kwan Hui-tok. Kwan Hui-tok menyahut, sementara sepasang matanya langsung berubah merah setelah menyaksikan tubuh berdarah yang tergeletak di tengah ruangan, dengan cambang yang berdiri bagai duri, serunya penuh amarah, "Manusia she Li, kau memang bajingan berhati biadab, perbuatan keji semacam inipun berani kau lakukan." Yan Yu-sim tertawa dingin. "Kwan Hui-tok!" jengeknya dingin, "untuk melindungi keselamatan dirimu sendiri pun sudah tak mampu, apa gunanya kau banyak bacot mengurusi urusan lain?" "Yan Yu-sim, percuma kau menjadi bagian dari umat persilatan, manusia buas dan bejad macam kau tidak pantas hidup terus di dunia ini," umpat Kwan Hui-tok. Tidak memberi kesempatan kepada Yan Yu-sim bicara lebih jauh, Li Wan-tiong segera menukas, "Sudah kau pertimbangkan usulku beberapa hari lalu?" "Hahaha, sekarang kakiku sudah cacad, apa yang bisa kulakukan jika bergabung denganmu?" Kwan Hui-tok tertawa tergelak. "Terus terang saja, dengan kemampuan yang dimiliki saudara Kwan, asal kau bersedia bergabung dengan kami ayah dan anak, tanggung kondisi badanmu akan berubah, dan lagi dengan keadaanmu sekarang...

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dia menatap sekejap sepasang kakinya yang cacad, kemudian meneruskan, "Kami malah jauh lebih mempercayai saudara Kwan." "Hahaha, kakiku sudah cacad, apa yang bisa kulakukan? Apa lagi yang mesti kalian takuti?" kembali Kwan Hui-tok tertawa tergelak. Tiba-tiba Yan Yu-sim menyela, "Padahal kita tak butuh manusia macammu ini, dalam dunia persilatan masih terdapat delapan ratus sampai seribu orang yang bersedia bekerja untuk Thayjin dan Kongcu, sementara dia sombong, takabur dan tak tahu diri, lebih baik dibunuh saja." "Kwan-heng, sudah kau dengar perkataan itu?" sambil tertawa Li Wan-tiong melirik sekejap ke arah Kwan Hui-tok. "Sudah kudengar." "Jika kau masih belum mau sadar dan tetap tak tahu diri, aku tak berani menjamin keselamatanmu." "Sejak memasuki gedung ini, aku orang she Kwan memang sudah siap keluar dari sini dalam keadaan mampus." Tong Keng segera meronta sambil berusaha mendekati Kwan Hui-tok, teriaknya lantang, "Kwan-toako, kau sungguh mengagumkan, aku bersedia mati bersamamu!" Siapa tahu tiba-tiba Kwan Hui-tok berbisik, "Saudara cilik, kalau bisa tidak mati, lebih baik jangan mati dulu!" Selesai bicara dia mencengkeram rantai borgol yang membelenggu di tubuh Tong Keng, kemudian dengan beberapa kali sentakan dia putuskan semua rantai yang membelenggu kawannya itu. Tindakan yang dilakukan ini sangat mendadak dan di luar dugaan siapa pun, untuk sesaat Yan Yu-sim dan Yan Yu-gi hanya bisa berpaling ke arah Li Wan-tiong dengan pandangan melongo.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tampaknya Li Wan-tiong sudah dibuat murka oleh ulah Kwan Hui-tok yang sama sekali tidak memberi muka kepadanya itu, hardiknya penuh amarah, "Bunuh dia!" Kata "bunuh" baru meluncur keluar, dua bersaudara Yan, satu dari kiri yang lain dari kanan sudah melejit ke muka bagai burung rajawali dan serentak melancarkan serangan. Dalam waktu singkat kursi beroda yang diduduki Kwan Huitok sudah tergulung oleh semacam tenaga tekanan tak berwujud. "Blaaam!", kursi itu seketika hancur berkeping-keping, tapi pada saat yang bersamaan Kwan Hui-tok sudah melejit ke udara, meninggalkan kursi beroda itu. Dengan menekankan sepasang tangannya ke sisi bangku, Kwan Hui-tok sudah meminjam tenaga tekanan itu untuk menerkam ke arah Li Wan-tiong. Baru beberapa detik dia meninggalkan kursi beroda itu, seluruh bangku kayu itu sudah terhajar dan hancur. Tubuhnya segera menyelinap di antara Yan Yu-sim dan Yan Yu-gi, sepuluh jari tangannya yang dipentang bagai cakar baja tampaknya segera akan bersarang di tubuh Li Wan-tiong .... Mendadak sekilas cahaya tajam berkelebat dari udara, tahu-tahu sebuah kapak raksasa sudah meluncur datang melancarkan bacokan maut. Kekuatan serangan ayunan kapak itu sungguh dahsyat, kecepatannya pun bagai sambaran kilat, tanpa menimbulkan sedikit suara tahu-tahu sudah di depan mata. Kwan Hui-tok membentak nyaring, sepasang telapak tangannya dihantamkan ke muka lalu menjepit mata kapak itu kuat-kuat, bersamaan waktunya tubuh mereka sama-sama meluncur jatuh ke bawah. Orang yang melancarkan serangan itu tentu saja Gi Eng-si.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu bacokan kapaknya dijepit oleh sepasang tangan Kwan Hui-tok, ternyata kekuatan serangannya lenyap seketika, bukan saja serangannya gagal bahkan kapak itu bagai terjepit oleh batu karang, sama sekali tak mampu dicabut lepas, kontan saja kejadian ini membuat Gi Eng-si naik pitam. Tapi begitu tubuh mereka sudah mencapai permukaan tanah, situasi seketika berubah total. Begitu melayang turun ke permukaan tanah, Gi Eng-si segera memperkuat kuda-kudanya, sedang Kwan Hui-tok di pihak yang dirugikan karena ia tidak memiliki kaki, maka tubuhnya segera jatuh terjerembab ke bawah. Begitu terjatuh, asal dia sedikit kurang waspada, segera Gi Eng-si akan melepaskan bacokan dengan sepenuh tenaga maka tak sulit untuk membelah tubuhnya menjadi dua bagian. Ternyata Kwan Hui-tok tidak sampai roboh terjerembab, karena pada saat yang bersamaan Tong Keng telah memburu ke depan dan meletakkan tubuh rekannya itu di atas bahunya. "Kwan-toako, kau tak usah takut," teriak Tong Keng lantang, "aku akan menggendongmu, aku akan mendukung tubuhmu... Sebenarnya dia masih ingin mengucapkan sesuatu lagi, namun tak sepatah kata pun sempat diucapkan. Rupanya pada saat itu Kwan Hui-tok yang didukung di atas kepalanya sudah mulai bertarung sengit melawan Gi Eng-si, bagaimana keadaan pertarungan itu memang tidak terlihat jelas olehnya, namun ia dapat merasakan tenaga tekanan di atas bahunya makin lama semakin berat, saking beratnya nyaris seperti mau mematahkan seluruh tulang pinggang dan pinggulnya. Tapi Tong Keng mengertak gigi, dia terus bertahan dan berusaha mendukung rekannya untuk bertarung.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba Gi eng-si mengayunkan kakinya melancarkan tendangan, yang diarah adalah pinggangnya. Andaikata tendangan ini sampai bersarang telak, bukan saja tubuhnya akan menderita luka parah, bahkan Kwan Huitok yang berada dalam gendongannya pun akan ikut roboh. Dalam keadaan begini, Tong Keng tak berani bergeser ataupun menghindar, sebab bila ia bergeser setengah langkah saja, maka hal itu sudah pasti akan mempengaruhi keadaan Kwan Hui-tok yang sedang bertarung seru. Dia rela terluka parah daripada menggeser badannya yang akan berakibat Kwan-toakonya kehilangan satu jurus serangan. Di luar dugaan tendangan Gi Eng-si hanya dilepaskan separoh jalan, tiba-tiba dia menghentikan tendangannya, sampai lama kemudian baru menarik kembali serangannya itu. Sejak itu sudah empat kali Gi Eng-si mencoba menendang dengkulnya, menyapu kakinya atau menendang betisnya, tapi setiap kali serangannya hanya mencapai setengah jalan, dia selalu membatalkan kembali ancamannya, sebab begitu dia melakukan tendangan, langkah kakinya justru kacau sendiri hingga nyaris tak mampu berdiri tegap. Kepandaian silat yang dimiliki Tong Keng pun terhitung bagus, untuk wilayah seputar Soat-say, nama perusahaan ekspedisi Sin-wi-piau-kiok cukup berkibar, sementara si nyali macan kumbang Tong Keng termasuk seorang jago yang paling diandalkan perusahaan itu, khususnya ilmu pukulan Siau-lim-sin-kun dan tiga puluh enam jurus ilmu golok Hongtau-to-hoat yang diyakininya boleh dibilang sangat disegani orang. Dari pertarungan yang sedang berlangsung, dengan cepat Tong Keng dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam pertarungan antara Gi Eng-si melawan Kwan Hui-tok kali ini, jika Gi Eng-si ingin merebut kemenangan, maka dia harus

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

melukai dulu dirinya agar Kwan Hui-tok kehilangan tumpangan serta tempatnya berpijak. Tapi rupanya Kwan Hui-tok tahu taktik musuhnya itu, maka setiap kali pihak lawan menyerang Tong Keng, dia pun segera melancarkan serangkaian serangan maut yang memaksa Gi Eng-si harus menarik kembali serangannya di tengah jalan. Dari kejadian itu, bisa disimpulkan bahwa Kwan Hui-tok telah berhasil merebut posisi di atas angin. Sementara berpikir, tanpa terasa Tong Keng pun menengok ke atas, tapi begitu menengok, dia pun terkesiap dibuatnya, ternyata rambut miliknya sudah terpapas kapak hingga sebagian besar telah gundul. Bukan hanya begitu, mata kapak berulang kali menyerempet di atas kulit kepalanya, terkadang menempel juga di atas hidungnya, cahaya tajam yang berkilauan betulbetul menggidikkan hatinya. Tak kuasa lagi keringat dingin bercucuran membasahi tubuh Tong Keng, ia segera menundukkan kembali kepalanya dan tak berani menengok ke atas lagi. Ditinjau dari keadaan ini, bukankah berarti posisi Gi Eng-si yang berada di atas angin? Belum habis ingatan itu melintas, mendadak tampak olehnya tubuh Gi Eng-si sudah mundur sejauh delapan langkah dengan tubuh sempoyongan. Kenyataan ini membuat Tong Keng merasa sangat lega, ketika menengok lagi ke atas, tampak cahaya kapak semakin berkembang ke empat penjuru diiringi suara deruan angin kencang. Rupanya Kwan Hui-tok telah berhasil merampas senjata kapak raksasa itu dari tangan Gi Eng-si, kini dengan mengandalkan senjata itu menghadapi dua bersaudara Yan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

4. Kehilangan Lengan. "Sreeet!", sekonyong-konyong kapak raksasa itu meluncur ke depan. Dengan cepat Gi Eng-si mengegos ke samping sambil melambung ke udara, cepat dia menyambar kembali senjata kapak andalannya. Kapak raksasa itu semula berada di tangan Kwan Hui-tok, sekarang mencelat ke udara, ini membuktikan dia bukan tandingan dua bersaudara Yan. Terbukti juga bahwa kepandaian silat yang dimiliki dua bersaudara Yan masih jauh di atas kungfu yang dimiliki Gi Eng-si! Dalam hati Tong Keng merasa terperanjat, selama ini dia selalu beranggapan kungfu yang dimiliki Gi Eng-si masih berada di atas kemampuan dua bersaudara Yan, tapi setelah menyaksikan keadaan sekarang, dia baru sadar jika dua bersaudara Yan sebenarnya jauh lebih susah dihadapi. Kejadian ini membuat perasaannya makin tercekam, perasaan tak tenang mulai mengusik pikirannya. Terdengar Kwan Hui-tok berkata setelah menghela napas panjang, "Ai! Andaikata kakiku dapat bergerak lebih bebas, belum tentu kalian berdua bisa meraih keuntungan." Belum sempat dua bersaudara Yan mengucapkan sesuatu, Li Wan-tiong sudah berbicara lebih dulu, "Untung aku mengikuti nasehat dua bersaudara Yan dengan mengutungi kedua kakimu terlebih dulu, coba kalau kau masih dapat berdiri tegak, belum tentu kami sanggup menahan dirimu di sini." Mendadak terdengar suara ledakan keras bergema dari atap rumah, menyusul suara desingan angin tajam menderu-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

deru, pasir dan atap rumah tahu-tahu berguguran ke bawah menimbulkan kabut tipis yang menyilaukan mata. Tong Keng tidak menyangka akan terjadinya hal ini, matanya seketika kemasukan debu sehingga untuk sesaat dia tak mampu membuka matanya, dia pun tak tahu peristiwa apa yang telah terjadi. Terdengar seseorang berteriak keras, "Kwan-toako, kami datang menolongmu!" Diikuti bergemanya suara pertempuran yang amat sengit. Tong Keng merasa bahunya bergoncang diikuti getaran yang makin berat, nyaris dia tak kuasa menahan diri. Ketika matanya dapat dibuka kembali, terlihat noda darah telah membasahi ujung bibir Yan Yu-gi, saat itu dia sedang bersandar di tepi dinding berwarna putih itu, sementara percikan darah menodai seluruh permukaan tembok. Tiba-tiba Tong Keng merasa orang yang berada di atas bahunya sedikit gontai, baru saja ia akan mengajukan pertanyaan, mendadak ia merasa kepalanya seakan basah oleh cairan kental, lekas dia memeriksa cairan itu yang ternyata adalah darah segar. "Kwan-toako.... seru Tong Keng terkesiap. "Cepat kejar Li Wan-tiong bentak Kwan Hui-tok dengan suara berat, mendadak ucapannya terpotong di tengah jalan, tampaknya ia tersedak seperti paru-parunya mendadak kemasukan air. "Blaaam!", Tong Keng menyaksikan seorang lelaki berpakaian ringkas roboh bermandikan darah, dalam genggamannya masih memegang sebilah golok. "Cepat!" kembali Kwan Hui-tok berseru. Dalam pada itu Li Wan-tiong sudah melompat bangun dari ranjangnya, Gi Eng-si dengan wajah pucat berdiri di

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sampingnya, sembari bersuit panjang, dia memainkan kapak peraknya ke sana kemari. Kembali seorang lelaki berpakaian ringkas terbacok telak hingga roboh bersimbah darah. Tong Keng tidak berpikir panjang lagi, dia langsung menerjang ke arah Li Wan-tiong dengan sepenuh tenaga. "Weees!", babatan kapak Gi Eng-si kembali menyambar. Tong Keng segera memejamkan matanya sambil menerjang terus ke muka, dia tak berani memandang datangnya bacokan kapak itu. Mendadak bahunya terasa ditekan kemudian badannya menjadi enteng, rupanya Kwan Hui-tok sudah melompat melalui atas kepala Gi Eng-si dan langsung menerkam ke tubuh Li Wan-tiong. Dalam keadaan seperti ini Gi Eng-si tak sempat melanjutkan bacokannya lagi ke tubuh Tong Keng, lekas dia membalik senjatanya sambil berganti membabat ke atas. Dengan sangat jelas Tong Keng menyaksikan mata kapak itu memercikkan bunga darah, lalu menyambar lewat dari sisi lambung Kwan Hui-tok. Tapi saat itulah Kwan Hui-tok sudah tiba di hadapan Li Wan-tiong. "Criiing ...!", lekas Li Wan-tiong mencabut pedangnya. Kwan Hui-tok mendengus dingin, dengan sebelah tangan dia memukul rontok pedang lawan, tangan yang lain langsung mencengkeram tenggorokannya. Di saat tubuh Kwan Hui-tok meluncur kembali ke bawah, dia menarik pula tubuh Li Wan-tiong sehingga ikut roboh terjerembab ke tanah.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baru saja tubuh kedua orang itu menyentuh tanah, sesosok bayangan manusia telah menerkam tiba, dia adalah Yan Yusim. Walaupun Yan Yu-sim tiba pada saatnya, namun ia tak berani turun tangan secara gegabah, sebab waktu itu Li Wantiong sudah terjatuh ke tangan Kwan Hui-tok. Tong Keng nyaris tak percaya dengan apa yang dilihat, dia tak mengira kalau kepandaian silat yang dimiliki Li Wan-tiong begitu cetek sehingga tak sampai satu gebrakan ia sudah berhasil ditawan Kwan Hui-tok yang cacad, bahkan sudah terluka parah. Di belakang tubuh Yan Yu-sim mengikuti tiga orang lelaki bertubuh kekar, seorang bersenjata martil berantai, seorang bersenjata sekop bercula, seorang lagi bersenjata golok bergigi, mereka serentak melancarkan tusukan ke punggung lawan. Mendadak Yan Yu-sim berpaling, tidak nampak bagaimana caranya dia bergerak, tahu-tahu salah seorang lelaki kekar itu sudah mencelat ke belakang sementara senjata culanya sudah dirampas dan dipakai untuk menangkis bacokan golok bergigi. "Tahan!" bentak Kwan Hui-tok nyaring. Yan Yu-sim membuang senjata rampasannya ke tanah, lalu mundur ke samping. Dalam pada itu Yan Yu-gi dan Gi Eng-si, satu dari depan dan yang lain dari belakang sudah mengepung Kwan Hui-tok dengan rapat, meski mereka mengawasi musuhnya dengan mata buas, namun tak seorang pun di antara mereka yang berani bergerak. "Jika kalian berani turun tangan lagi teriak Kwan Hui-tok nyaring, mendadak suaranya tersedak, tampaknya luka dalam yang dideritanya kambuh hingga menimbulkan rasa sakit yang luar biasa, "Aku akan membunuhnya!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil bicara, tangannya segera menggencet dengan sepenuh tenaga, paras muka Li Wan-tiong yang pada dasarnya sudah pucat bagai kertas, begitu kena digencet, kontan mukanya berubah merah padam bagai pantat babi. Dua bersaudara Yan dan Gi Eng-si saling bertukar pandang sekejap, siapa pun tak berani sembarangan bergerak. Sementara itu Li Wan-tiong telah berteriak keras, "Kalian tak usah menggubris aku, cepat maju dan bunuh bajingan ini!" "Kau tidak takut mati?" hardik Kwan Hui-tok gusar. "Hmmm, aku yakin kau tak nanti berani membunuhku!" ujar Li Wan-tiong congkak. Cengkeraman Kwan Hui-tok pada tengkuk lawannya segera diperkeras, Li Wan-tiong kontan mendengus tertahan, tapi kembali teriaknya, "Bila kau berani membunuhku, biar kabur ke ujung langit pun jangan harap bisa meloloskan diri! Seluruh opas paling tangguh di kolong langit akan dikerahkan untuk mengejarmu!" "Bagus, kalau begitu biar kubunuh dirimu!" bentak Kwan Hui-tok sambil tertawa keras, jari tangannya segera disodokkan ke hulu hati lawan. "Kwan-lotoa, tunggu sebentar!" lekas dua bersaudara Yan berteriak cemas. "Kalau ada persoalan, mari kita bicarakan secara baik-baik," sambung Gi Eng-si pula dengan perasaan gelisah. Kwan Hui-tok memandang sekejap sekeliling arena, kemudian memandang pula ke arah Tong Keng, setelah menatap tiga lelaki kekar yang tersisa, ia menarik napas panjang. "Boleh saja kalau tak menginginkan kematiannya," ia berkata, "tapi biarkan kami pergi dari sini!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Perasaan serba salah segera terlintas di wajah Gi Eng-si, untuk sesaat dia tak tahu apa yang mesti dikatakan. Sedang Yan Yu-sim segera berkata, "Boleh saja kalian pergi dari sini, tapi bebaskan dulu Kongcu kami." "Jangan biarkan kawanan bajingan itu kabur dari sini teriak Li Wan-tiong lagi. Dengan geram Kwan Hui-tok memperkencang cekikannya, kontan suara teriakan Li Wan-tiong terhenti di tengah jalan. "Tidak bisa," kembali Kwan Hui-tok berseru, "dia harus pergi bersama kami, setibanya di tempat yang aman, aku pasti akan membebaskan dirinya." Sementara Yan Yu-sim masih nampak ragu, Yan Yu-gi sudah berseru, "Kwan ... Kwan-toako, kau ... kau harus pegang janji!" Kwan Hui-tok mendengus dingin. "Hmmm, aku bukan dua bersaudara Yan, perkataan yang sudah diucapkan selalu dianggap sebagai kentut busuk." "Benar, benar, Kwan-toako memang tersohor karena pegang janji, setiap ucapan yang telah dikatakan tak pernah diingkari," lekas Yan Yu-sim dan Yan Yu-gi berseru hampir berbareng. Kelihatannya Gi Eng-si kurang setuju dengan keputusan itu, sambil menengok ke arah dua bersaudara Yan, bisiknya ragu, "Tapi.... "Saudara Gi, yang penting sekarang adalah selamatkan dulu jiwa Kongcu," tukas Yan Yu-sim cepat. "Betul, apalagi setiap janji Kwan-toako selalu ditepati," Yan Yu-gi menambahkan. Dalam keadaan begini, terpaksa Gi Eng-si hanya bisa menelan kembali semua perkataannya, andaikata nyawa Litoakongcu sampai mengalami sesuatu yang tak beres, biar

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ada dua puluh orang Gi Eng-si pun belum tentu mampu memikul tanggung jawab ini. Di pihak lain, tiga orang lelaki kekar yang semula bersikap tegang dan penuh kewaspadaan, sekarang mengendorkan ketegangannya dan menghembuskan napas lega. Dua di antara mereka segera memeriksa keadaan luka yang diderita dua orang rekannya, sedang lelaki bersenjata golok bergigi itu segera berseru, "Kwan-toako, kita segera berangkat!" "Aku kan sudah berpesan, kalian tak usah kemari, kenapa kalian tak mau menuruti perkataanku!" tegur Kwan Hui-tok. "Bukan hanya kami, enci Ting juga ikut datang," kata lelaki bergolok itu cepat. Mendadak paras muka Kwan Hui-tok berubah menjadi getir, pahit, sedih bercampur aduk menjadi satu. Sejak bertemu dengan orang ini, Tong Keng belum pernah menyaksikan jagoan ini memperlihatkan paras muka yang sedemikian sedihnya. Kendatipun wajah Kwan Hui-tok memperlihatkan kepedihan hati, namun sepasang matanya tetap memancarkan cahaya yang sangat terang. Tong Keng pernah menyaksikan mimik muka semacam ini, yaitu ketika seorang anak buah dalam perusahaannya jatuh cinta pada putri kesayangan pemilik piaukiok, saat itu rekannya pun tampak macam orang kehilangan semangat. Mimpi pun dia tak menyangka seorang jagoan tangguh macam Kwan Hui-tok dapat memperlihatkan juga mimik semacam ini. Tampaknya Yan Yu-sim dan Yan Yu-gi kuatir Kwan Hui-tok salah melakukan pembunuhan dalam situasi seperti ini, lekas mereka maju selangkah sambil bersiap.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendadak terdengar Kwan Hui-tok berseru nyaring, "Tongih berada dimana sekarang?" Lelaki kekar bersenjata golok bergigi itu tidak menyangka kalau Kwan Hui-tok bakal berteriak sekeras itu, ia tertegun, kemudian sambil membaringkan kembali tubuh rekannya yang bersenjata cula, sahutnya, "Nona Ting mengira kau masih berada dalam penjara, bersama Lo-jit dan Lo-kiu mereka menyerbu ke sana." "Cepat lepaskan tanda rahasia, perintahkan mereka segera mundur!" lekas Kwan Hui-tok berseru. "Baik!" sahut lelaki itu, lekas dia bersuit nyaring, satu kali suitan panjang diikuti tiga kali suitan pendek, kemudian tiga kali suitan pendek diikuti satu kali suitan panjang, suara suitan itu keras dan nyaring, bagaikan halilintar yang menggelegar di udara, seketika menggema sampai dimana-mana. Sementara itu dari dalam penjara sudah terdengar suara gaduh yang sangat ramai, disusul kemudian tampak cahaya api berkobar di sekeliling tempat itu. Dua bersaudara Yan segera saling bertukar pandang sekejap, kemudian satu dari kiri dan yang lain dari kanan mendesak maju ke muka. "Celaka!" seru Kwan Hui-tok cemas, "tampaknya jejak mereka sudah ketahuan." "Toako!" seru lelaki bersenjata martil berantai itu cepat, "lebih baik kau mundur duluan, begitu kau mundur, kami semua segera akan menyusul dari belakang." "Benar," Tong Keng menambahkan, "Kwan-toako, lebih baik kau mundur dulu... "Kita segera mundur bersama bentak Kwan Hui-tok dengan suara dalam.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika dilihatnya dua bersaudara Yan kembali mendesak maju selangkah hingga jarak dengan dirinya begitu dekat, lekas hardiknya, "Berhenti!" Tiba-tiba "Blammm!", seorang gadis berpakaian ringkas warna biru dengan mantel berwarna ungu telah melayang turun dari atap rumah, dia melayang turun bagaikan sekuntum bunga botan berwarna ungu dan meluncur tiba dalam situasi yang sama sekali tidak terduga. Begitu tiba di bawah, gadis itu segera berseru, "Kwantoako!" Suaranya rendah dan berat, seperti nada rendah dari sebuah khim, tapi iramanya indah dan merdu bagaikan kicauan burung nuri. Begitu bertemu dengan gadis itu, sorot mata penuh perasaan cinta memancar keluar dari balik mata Kwan Hui-tok, dia seperti ingin mengucapkan sesuatu. Sedikit dia lengah, Li Wan-tiong yang berada dalam cengkeramannya mendadak membalikkan badan sambil menumbuk ke pinggangnya dengan kuat. Terdorong oleh tumbukan itu, Kwan Hui-tok mendengus tertahan, cengkeramannya menjadi kendor dan Li Wan-tiong pun terlepas dari cengkeramannya. Memanfaatkan kesempatan itu, Li Wan-tiong segera melesat ke depan untuk melarikan diri. Pada saat yang bersamaan Yan Yu-sim dan Yan Yu-gi sudah melesat maju bersama, yang satu menyongsong kedatangan Li Wan-tiong sedangkan yang lain menghadang di muka Kwan Hui-tok. Kwan Hui-tok sendiri pun sadar, mati hidup mereka tergantung pada apakah dia sanggup menguasai pemuda jahat itu atau tidak, cepat dia meluncur ke muka dan menyusup ke belakang tubuh Li Wan-tiong.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika sekali lagi Kwan Hui-tok melancarkan serangan, Yan Yu-sim sudah keburu tiba di tempat kejadian, sepasang jari tangannya segera disodokkan ke muka menusuk sepasang mata lawan. Kwan Hui-tok menyilangkan telapak tangan kirinya untuk menangkis sodokan kedua jari tangan Yan Yu-sim, sayang tenaga serangan yang disertakan dalam sodokan jari itu sangat kuat, sedemikian dahsyatnya tenaga serangan itu membuat telapak tangannya segera terluka dan muncul dua lubang yang dalam. Lekas Kwan Hui-tok mengubah tangan kanannya menjadi cengkeraman, dia tangkap tengkuk Li Wan-tiong dan dalam waktu bersamaan berteriak keras, "Kalian cepat pergi, bila Ni Jin-mo keburu datang, jangan harap kita bisa lolos dari sini!" Li Wan-tiong memang bengal dan angkuh, merasa tengkuknya dicengkeram orang, ia segera membalikkan pedangnya sambil melancarkan bacokan, belum sempat serangan itu mencapai sasaran, kembali Kwan Hui-tok memperkencang kelima jari tangannya lalu secara beruntun menotok tiga buah jalan darah penting di tubuhnya. Li Wan-tiong lumpuh seketika, pedang yang dipakai untuk menyerang pun segera terkulai lemas. Kejadian itu berlangsung cepat, serangan sepasang kepalan yang dilepaskan Yan Yu-gi sudah mencapai dada Kwan Huitok. Waktu itu Kwan Hui-tok dengan tangan sebelah sedang menangkis sodokan jari tangan Yan Yu-sim, sedang tangan yang lain dipakai untuk mencengkeram tengkuk Li Wan-tiong, menghadapi pukulan dahsyat yang mengarah ke dadanya, kecuali melepaskan tangkapannya, tidak mungkin dia sanggup menyambut pukulan mayat hidup lawan yang maha dahsyat itu dengan keras lawan keras.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tentu saja Kwan Hui-tok tak sudi melepaskan tawanannya, dia pun enggan mundur ke belakang, dalam waktu yang singkat Yan Yu-gi mengira serangannya pasti akan bersarang telak di dada lawan. Siapa tahu kenyataan tak seperti yang diduganya, rupanya sodokan kepalan Yan Yu-gi menyambar lewat persis melalui kedua ketiak Kwan Hui-tok dan mengenai sasaran kosong. Begitu pukulannya mengenai sasaran kosong, Yan Yu-gi sadar gelagat tidak menguntungkan, seandainya waktu itu Kwan Hui-tok memiliki sepasang kaki, jelas dia akan menderita kerugian besar. Ternyata reaksi yang dilakukan Yan Yu-gi cukup cepat, sambil berpekik nyaring tubuhnya melambung ke atas. Baru saja Li Wan-tiong meronta keras berusaha melepaskan diri dari cengkeraman lawan, empat lelaki dan si nona tadi sudah serentak meluruk maju ke muka melakukan pengepungan, namun begitu tubuh mereka bergerak, Gi Engsi ikut bergerak pula ke depan. Sekali lagi kapak raksasa Gi Eng-si diayunkan ke depan, sekilas cahaya perak menyambar lewat bagai sebuah kipas, diiringi deru angin serangan yang luar biasa, kapak itu sudah mengurung kelima orang musuhnya dengan rapat, sedemikian rapatnya lapisan serangan itu sehingga sulit bagi lawan untuk maju. Di tengah kilatan cahaya perak, terlihat setitik warna biru menerobos di tengah antara bayangan kapak dan melesat keluar. Tampaknya kapak raksasa itu segera akan membabat pinggang gadis yang bertubuh ramping itu, sekonyongkonyong gadis itu menjejakkan ujung kakinya di atas permukaan kapak, dengan meminjam tenaga injakan itu tubuhnya melambung ke udara, dengan begitu bacokan kapak raksasa itupun mengenai tempat kosong.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam pada itu si nona sudah meluncur ke samping Kwan Hui-tok. Gi Eng-si tahu, di antara beberapa orang musuh yang berada di hadapannya sekarang, hanya gadis itu yang memiliki ilmu silat paling tangguh, padahal waktu itu dua bersaudara Yan sedang berusaha menolong Li-kongcu, bila dengan kemampuannya tak mampu mengatasi beberapa orang musuh kelas teri ini, mungkin pamornya di kemudian hari, khususnya di mata Li-thayjin, akan turun drastis. Berpikir sampai di situ, dia pun segera membulatkan tekad, kapaknya sekali lagi dilontarkan ke udara, diiringi pusingan angin tajam, senjata itu langsung mengejar ke tubuh si nona. Saat itu gadis itu sudah berhasil mencapai belakang punggung Yan Yu-gi, bahkan sempat bertukar satu pukulan dengan lawan, dengan tergopoh-gopoh Yan Yu-gi menangkis datangnya serangan itu, tubuh mereka berdua masing-masing mundur selangkah ke sisi kiri dan kanan arena. Kwan Hui-tok sangat girang melihat gadis itu berhasil menyusulnya, tapi pada saat itulah dia saksikan kapak terbang itu sudah membabat tiba. "Hati-hati!" Kwan Hui-tok segera menjerit keras. Sadar akan datangnya bahaya, cepat gadis itu mengibaskan rambutnya yang panjang, mengikuti kebasan itu mantel yang dikenakan ikut mengembang besar, bagaikan sekuntum bunga raksasa tahu-tahu tubuhnya sudah melambung ke udara. Kapak terbang itu degan membawa desingan tajam dan cahaya perak nyaris menyambar lewat sisi tubuhnya. Karena mengenai tempat kosong, kapak terbang itu langsung berpusing kencang dan meluncur ke arah Kwan Huitok.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Padahal waktu itu Li Wan-tiong persis berada di depan Kwan Hui-tok, dengan begitu pemuda itu malah menjadi tameng hidupnya. Tentu saja kejadian ini bukan saja membuat Gi Eng-si amat terperanjat, dua bersaudara Yan pun sempat dibuat kalangkabut, Li Wan-tiong sendiri yang jalan darah di tengkuknya sudah tertotok hanya bisa mengawasi datangnya ancaman itu dengan wajah pucat pasi, pucat karena terperanjat. Perubahan ini sama sekali di luar dugaan siapa pun, tampaknya kawanan jago itu tak sempat lagi menyelamatkan jiwa Li Wan-tiong. Di saat yang kritis itulah tiba-tiba terdengar Kwan Hui-tok membentak nyaring, tangan yang semula digunakan untuk mencengkeram tengkuk Li Wan-tiong segera dikendorkan, menyusul kemudian tangannya mendorong ke muka menyingkirkan tubuh Li Wan-tiong dari hadapannya, setelah itu dia bergerak cepat mencengkeram datangnya kapak terbang yang sedang meluncur tiba. Cengkeramannya amat jitu, dengan tepat dia berhasil mencengkeram gagang kapak itu, dengan sendirinya kapak yang sedang terbang berpusing pun seketika berhenti bergerak. Menyaksikan adegan ini diam-diam Gi Eng-si menghembuskan napas lega, sementara Yan Yu-sim dan Yan Yu-gi segera bersorak memuji. Di luar dugaan, tiba-tiba terlihat cahaya pedang kembali berkelebat, Li Wan-tiong yang berhasil lolos dari bahaya maut tahu-tahu sudah memutar pedangnya sambil melepaskan bacokan. Kwan Hui-tok tidak menyangka kalau Li Wan-tiong bakal memanfaatkan peluang itu untuk mencelakainya, mau menarik kembali tangannya tak sempat, mau mundur pun tak bisa karena sepasang kakinya lumpuh, dalam keadaan begini, mau

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tak mau terpaksa dia harus menangkis datangnya bacokan itu dengan tangan kanannya. Tak ampun lengan kanan itu terpapas seketika hingga kutung. Berhasil dengan bokongannya, Li Wan-tiong tertawa terbahak-bahak, dari gerak serangan pedang dia berganti mencekik dagu Kwan Hui-tok dengan jari tangannya. "Hahaha, kau tak menyangka akan bernasib seperti hari ini bukan....? ejeknya sambil tertawa seram, lagaknya amat bangga. Saat itulah, "Bruuuk!", lengan kanan Kwan Hui-tok yang masih menggenggam kencang ujung kapak terjatuh ke atas tanah. ooOOOoo Bab II. IBLIS WANITA BUNGA BOTAN. 5. Melarikan Diri. Untuk sesaat Kwan Hui-tok masih belum merasakan kesakitan, dia hanya merasa gusar, sedih bercampur benci. Sementara itu suasana di arena pertarungan pun menjadi hening seketika. Li Wan-tiong dengan mengangkat tangan menunjuk bekas noda darah yang memanjang di bawah dagu Kwan Hui-tok, katanya dengan bangga, "Bagaimana? Sekarang kau sudah terjatuh ke tanganku bukan?" Sebetulnya dia hendak bicara lebih lanjut, tapi sorot mata lawan yang begitu menyeramkan seketika membuatnya bungkam. Menyusul kemudian terdengar suara teriakan pilu dari gadis itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba Yan Yu-gi berteriak keras, "Kongcu, cepat bunuh dia, cepat!" Suara teriakannya terdengar sedikit gemetar. Sementara Li Wan-tiong masih melengak, tahu-tahu Kwan Hui-tok telah mengayun telapak tangannya, dengan tangan sebelah yang masih tersisa dia menjotos wajah pemuda itu dengan kuat. Ilmu silat yang dimiliki Li Wan-tiong tidak terhitung bagus, namun jotosan dari Kwan Hui-tok pun dilancarkan tanpa memakai peraturan, dalam gugupnya lekas Li Wan-tiong menangkis dengan pedangnya, tapi Kwan Hui-tok sama sekali tidak menarik balik serangannya itu. "Blaaaam!", jotosan itu dengan telak menghajar wajah Li Wan-tiong, membuat hidungnya langsung berdarah, tubuhnya mencelat ke belakang tapi tusukan pedangnya berhasil juga menembus lengan lawan. Sambil membentak nyaring gadis itu menerkam ke hadapan Kwan Hui-tok, pedangnya diputar membentuk gulungan bunga pedang yang tebal, sedemikian hebatnya serangan itu memaksa Yan Yu-sim dan Yan Yu-gi yang berusaha mendesak maju kembali terpukul mundur. Kini Kwan Hui-tok mulai merasakan rasa sakit yang merasuk hingga ke tulang sumsum, serunya dengan parau, "Kau cepat kabur, kalian cepat kabur... Sambil memutar pedangnya semakin kencang, tiada hentinya gadis itu berpaling memandang Kwan Hui-tok seraya berseru, "Tidak, aku tak akan pergi, aku tak akan pergi, kalau mau pergi, kita pergi bersama Sekonyong-konyong terdengar Li Wan-tiong menjerit aneh, suaranya keras bercampur ngeri, tapi hanya sejenak kemudian jeritan itu terputus di tengah jalan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Rupanya setelah termakan pukulan Kwan Hui-tok tadi, tubuhnya terlempar ke belakang, baru saja dengan susah payah ia berhasil berdiri tegak, mendadak dari depan dadanya menongol keluar ujung golok yang bercampur dengan semburan darah. Mula-mula Li Wan-tiong tertegun, kemudian setelah mengetahui apa yang menimpa dirinya, dia pun menjerit ngeri, tampaknya dia tidak percaya kalau kenyataan yang menakutkan dan menyeramkan itu sudah menimpa dirinya. Tapi belum lagi jeritan ngerinya bergema di udara, nyawanya sudah keburu melayang meninggalkan raga. Ternyata orang yang menghadiahkan tusukan golok dari punggungnya adalah Tong Keng. Kepandaian silat Tong Keng tidak lebih tinggi dibanding kungfu yang dimiliki kawanan lelaki berpakaian ketat itu, dalam hal kemampuan bertarung pun dia tidak menonjol sehingga untuk sesaat dia tak tahu bagaimana harus menjalin kerja sama yang baik dengan kawanan jago itu. Dalam keadaan begitu, terpaksa dia hanya bisa berdiri melongo sambil mengikuti jalannya pertempuran di tengah arena. Sampai Li Wan-tiong secara licik membokong Kwan Hui-tok hingga kehilangan sebelah tangannya, Tong Keng seketika merasa darah di tubuhnya mendidih, dia langsung menerjang ke muka, tanpa berpikir panjang lagi disambarnya sebilah golok yang tergeletak di tanah. Sewaktu Li Wan-tiong secara kebetulan terlempar jatuh ke belakang, dia pun segera memanfaatkan kesempatan itu menghujamkan goloknya ke punggung lawan. Tusukan goloknya itu seketika menghujam punggung Li Wan-tiong hingga tembus ke dada, tak ampun lagi tewaslah pemuda keji itu seketika.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Menyaksikan kematian Li Wan-tiong, semua jago yang hadir di arena menjadi terperangah. Sampai lama kemudian, Yan Yu-gi baru berseru agak tergagap, "Kau... "Kongcu Yan... Yu-sim pun mencoba berteriak memanggil. Sementara itu Tong Keng telah melepaskan tangannya, Li Wan-tiong berikut golok yang tembus di dadanya seketika roboh terjerembab ke tanah, kini semua orang dapat melihat kalau Li Wan-tiong telah tewas. Tong Keng sendiri pun mulai menyadari, di dalam amarah yang meluap tadi meski dia telah melakukan satu perbuatan yang memuaskan hati, namun sebuah kesalahan besar telah dilakukannya. Di antara sekian banyak jago yang hadir, hanya pemuda biadab itu yang paling terhormat dan paling tinggi kedudukannya, walaupun dia juga yang memiliki kepandaian silat paling rendah, semestinya orang itu tak boleh dibunuh, melainkan harus dijadikan sandera, dengan demikian semua orang baru bisa meninggalkan tempat itu dengan selamat. Tapi sekarang, dia justru telah menghabisi nyawanya! Tong Keng memandang sekejap mayat yang tergeletak di hadapannya, dengan cepat cucuran darah segar menggenangi seluruh permadani putih itu dan mulai mengalir menuju ke kakinya, tanpa terasa dia mundur selangkah. Selama ini dia tak pernah menyangka kalau suatu hari nanti dia akan menghabisi nyawa putra tunggal seorang pejabat tinggi karesidenan, putra Tihu Cing-thian-sian propinsi Soatsay yang tersohor karena disegani baik oleh kawanan Hek-to maupun Pek-to. Mendadak terdengar Kwan Hui-tok berseru keras, "Kalian harus berhasil menyelamatkan dirinya!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ucapan itu jelas ditujukan kepada gadis itu. Si nona nampak agak tertegun, tapi sesaat kemudian ia sudah mengerti siapakah 'dia' yang dimaksud. Begitu menyelesaikan perkataannya, Kwan Hui-tok dengan wajah pedih kembali berseru keras, "Jaga diri baik-baik, cepat kabur!" Mendadak ia meluncur ke depan dan membenturkan kepalanya di atas dinding ruangan. Percikan darah segar kembali berhamburan kemana-mana, tak sempat memberikan pertolongannya si nona bersama beberapa orang lelaki berpakaian ringkas itu berseru kaget, "Toako...!" Dalam pada itu Yan Yu-sim dan Yan Yu-gi sudah menghampiri mayat Li Wan-tiong, sambil bergerak mendekat mereka melepaskan sebuah pukulan dahsyat. Saat itu Tong Keng masih berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo, gulungan angin pukulan yang sangat kuat itu kontan membuat badannya mundur dengan terhuyung. Ketika menyaksikan Kwan Hui-tok sudah mati membenturkan diri ke tembok, keempat lelaki berpakaian ringkas itupun menjadi kaget, untuk sesaat pikiran mereka menjadi kalut dan tak tahu apa yang mesti dilakukan. Mendadak dari atas atap rumah melayang turun seorang lelaki kekar, begitu mencapai tanah serunya, "Enci Ting, kita ...? Waktu itu Ting Tong-ih masih berlutut di hadapan jenasah Kwan Hui-tok dengan membelakangi mereka, dia sedang menangis sesenggukan. Ketika Yan Yu-sim memastikan Li Wan-tiong sudah menghembuskan napas terakhir, dengan wajah pucat kehijau-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hijauan ia segera bangkit berdiri, teriaknya, "Bunuh semuanya tanpa ampun!" Yan Yu-gi dengan cepat menyelinap ke sisi mayat Li Wantiong, kemudian menyambar lukisan kulit manusia yang tergeletak di tanah. Keempat lelaki berpakaian ringkas itu serentak menyiapkan senjata masing-masing dan siap menghadapi serangan musuh. Liong Giam-ong tergopoh-gopoh lari keluar dari ruangan, sambil berlari dia berteriak minta tolong. Pada saat itulah mendadak Ting Tong-ih berpaling, waktu menoleh sebetulnya masih ada bekas air mata di wajahnya, tapi berbareng dia menyeka air matanya, kemudian dengan nada suara yang rendah, berat dan penuh perasaan sedih bercampur dendam serunya, "Segera lindungi orang ini dan tinggalkan tempat ini!" "Bagaimana dengan jenazah Toako?" tanya lelaki bersenjata cula itu. Sebenarnya dia bermaksud membopong jenazah Kwan Huitok untuk dibawa pergi, tapi secara tiba-tiba Ting Tong-ih mengayunkan tangannya berulang kali melepaskan beberapa titik bintang api, dalam waktu singkat terjadilah kebakaran yang sangat hebat di tempat itu, bukan saja barang yang ada di sekitar sana terbakar hebat, bahkan jenazah Kwan Hui-tok ikut terbakar. "Enci Ting.... seru lelaki kekar itu tercengang. Ting Tong-ih mengebaskan tangannya sambil bangkit berdiri, katanya, "Orang sudah mati... Dengan cepat dia menyelinap ke samping Tong Keng. Waktu itu Tong Keng masih berdiri termangu, dia hanya merasakan pandangan matanya kabur, lalu terendus bau

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

harum semerbak, tahu-tahu gadis itu sudah tiba di hadapannya. Kini Tong Keng baru bisa melihat wajah gadis itu dengan jelas, ternyata nona itu memiliki wajah yang cantik tapi sendu, biarpun tidak terlalu lincah namun tidak menutupi keanggunannya. Melihat kepedihan yang mencekam nona itu, untuk sesaat Tong Keng berdiri tertegun, dia seakan lupa kalau dirinya sedang berada dalam situasi berbahaya, seolah baru berjumpa dengan sanak keluarganya, ingin sekali dia mengucapkan beberapa patah kata menghibur, seakan juga seorang ayah yang bertemu dengan putrinya menjelang ajalnya. Ting Tong-ih sama sekali tidak memandang ke arahnya, hanya serunya, "Kenapa kau belum juga pergi?" "Tangkap pembunuh jahanam itu!" bentak Yan Yu-gi nyaring. Dengan satu gerakan cepat Ting Tong-ih menyambar tangan Tong Keng, kemudian bagai selapis awan berwarna ungu, dia menjebol atap rumah dan langsung menerobos keluar. Yan Yu-sim, Yan Yu-gi serta Gi Eng-si segera berpencar melakukan pengepungan, tapi tiga lelaki kekar bersenjata cula, golok bergigi serta martil berantai serentak melakukan penghadangan, hanya pemuda kekar tadi yang mengikuti Ting Tong-ih serta Tong Keng meluncur keluar dari ruangan. Baru saja ujung kaki Ting Tong-ih menginjak di atas atap rumah, suara desingan angin tajam telah menderu dari empat penjuru, tahu-tahu dari sekeliling tempat itu sudah berhamburan anak panah. Lekas Ting Tong-ih mengebaskan mantel ungunya kian kemari, di antara gulungan angin tajam, anak panah yang tertuju ke arahnya kontan tersampuk runtuh.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sebelum meninggalkan tempat itu dia sempat menengok ke bawah lubang atap seraya berseru, "Jangan bertarung kelewat lama, cepat kabur... Hanya beberapa patah kata itu saja yang sempat diucapkan, karena kata berikutnya sudah tak perlu disampaikan lagi. Rupanya saat itu juga dia telah menyaksikan keadaan yang sebenarnya di tempat itu. Dari sekilas pandang, dia sadar kalau ketiga saudaranya sudah tak mungkin lagi melepaskan diri dari kepungan untuk menghadang pengejaran dari dua bersaudara Yan serta Gi Eng-si, mereka telah mempertaruhkan sisa kekuatan yang dimiliki. Sebenarnya dia bersama tiga orang lelaki yang berada di bawah ruangan maupun dengan tiga orang yang sedang bertarung dalam penjara mempunyai hubungan yang lebih akrab dari hubungan saudara, bila berada dalam keadaan biasa, jika mereka terlibat dalam pertarungan antara mati hidup, dia pun tak nanti akan kabur seorang diri. Namun setelah melirik sekejap situasi di bawah sana, dia pun segera mengambil keputusan, bagaimanapun juga dia harus keluar dari situ dalam keadaan hidup. Tiba-tiba pedangnya lenyap dari pandangan. Mantel lebarnya segera menggulung bagaikan amukan topan, seakan sekuntum warna unggu yang tidak terkendali, dengan cepat menyapu ke hadapan kawanan prajurit kerajaan yang sudah mulai mengepung sekitar tempat itu. Melihat datangnya gulungan sinar ungu itu, lekas kawanan prajurit itu melolos goloknya untuk menangkis, sayang, dimana cahaya ungu itu menggulung tiba, seketika ada beberapa orang prajurit yang tersapu roboh.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika mereka menyaksikan munculnya ujung pedang berwarna biru di antara gulungan mantel itu, mau menghindar sudah tak sempat lagi. Tong Keng serta pemuda gagah itupun melancarkan serbuan dengan sepenuh tenaga, ia berhasil merampas sebatang tombak berbulu merah, sementara senjata yang digunakan pemuda itu adalah peluru perak, mereka berdua bahu-membahu menerjang keluar kepungan. Dimana ayunan mantel Ting Tong-ih menggulung lewat, kawanan prajurit itu ibarat ranting kayu kering yang diterjang topan, langsung bergelimpangan, tidak hanya begitu, nona itu bergerak pula ke belakang Tong Keng dan pemuda kekar itu, lalu merobohkan pula beberapa orang musuh yang menghadang jalan mundur mereka. "Enci Ting, geser ke barat-daya!" seorang lelaki kurus berbaju hitam berseru keras. Ting Tong-ih segera menarik tangan Tong Keng, kemudian bergerak menuju ke barat-daya. Baru saja bergerak ke situ, mendadak dari atas tembok pekarangan bermunculan tujuh delapan orang pengawal yang rupanya sejak tadi sudah mendekam di balik wuwungan rumah, mereka segera menyebarkan diri dan melakukan pengepungan. Baru saja Tong Keng siap menggempur lawan, tampak sekilas cahaya pedang berwarna unggu sudah menyambar lewat, dimana cahaya itu bergerak, musuh satu demi satu roboh bergelimpangan. Tiba-tiba ting Tong-ih menghentikan gerak tubuhnya. Ternyata di bawah cahaya rembulan, persis di atas tembok pekarangan telah berdiri seseorang. Sekilas pandang orang itu kelihatan samar-samar, sehingga mirip sekali dengan sesosok mayat hidup.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tong Keng tertegun, tapi dengan cepat dia dapat mengenali orang itu sebagai Yan Yu-sim. "Po-hong Losat (iblis wanita bermantel ungu), lebih baik buang pedangmu, kau masih bukan tandingan kami," jengek Yan Yu-sim dengan nada dingin. Ting Tong-ih tidak menjawab. Tahu-tahu pedangnya kembali bergerak melancarkan serangan. Bagai segumpal awan berwarna ungu, serangan itu langsung menggulung ke tubuh Yan Yu-sim, sementara ujung pedangnya langsung menusuk ke kening lawan. Yan Yu-sim mendengus dingin, dia sama sekali tak berkedip, bergeming pun tidak, ditunggunya sampai ujung pedang lawan mendekati alis matanya, tahu-tahu dia miringkan kepalanya dan tusukan itupun mengenai sasaran kosong. Gagal dengan serangan pertama, sekali lagi Ting Tong-ih melancarkan tusukan kedua. Sekali lagi Yan Yu-sim berdiri menanti, sampai ujung pedang hampir menyentuh badannya, ia baru mundur selangkah dan lolos dari tusukan yang tertuju ke dadanya itu. Di bawah perlindungan gulungan mantel, ujung pedang nona itu selalu muncul secara tiba-tiba dan biasanya akan membuat lawan kelabakan, tapi hal ini tidak berlaku untuk Yan Yu-sim, setiap kali situasi sudah kritis dan ujung senjata sudah hampir menyentuh badannya, secara mudah dia dapat meloloskan diri. Ting Tong-ih menggetarkan mantelnya semakin kuat, bagaikan bunga mawar yang sedang merekah, lapis demi lapis bayangan hitam seolah menyelimuti seluruh angkasa. Berkilat sepasang mata Yan Yu-sim, dengan sorot mata berwarna biru yang aneh dia awasi gulungan mantel lawan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tanpa berkedip, dia pun sama sekali tidak bergeser dari posisi semula. Di bawah gulungan mantel ungu, sama sekali tak nampak cahaya pedang. Tak selang berapa saat kemudian seluruh tubuh Yan Yusim sudah tergulung di balik mantel ungu itu. Pada saat itulah tiba-tiba Ting Tong-ih melancarkan tusukan, ujung pedangnya menembus gulungan mantel dan langsung menusuk ke badan Yan Yu-sim. "Plaaak!", tiba-tiba Yan Yu-sim turun tangan, dengan jari tengahnya dia menyentil tubuh pedang itu. Ting Tong-ih terkesiap, lekas tangan kanannya memperkuat genggaman senjatanya, sementara tangan kirinya menggulung, mantel ungu itu langsung menggulung ke arah tengkuk lawan. Saat itulah terdengar suara bentakan bergema berulang kali dari bawah atap rumah, kemudian terlihat Gi Eng-si dengan memainkan kapak raksasanya melejit ke udara. Tong Keng dengan tombak panjangnya menyerang ke sana kemari dengan garangnya, tapi sayang, petugas pengadilan dan pasukan prajurit yang mengepungnya makin lama makin bertambah banyak, di bawah cecaran musuh yang begitu banyak, Tong Keng mulai kewalayahan, permainan tombaknya juga semakin parah, keadaannya sekarang ibarat tombak yang mempermainkan manusia dan bukan manusia yang mempermainkan tombak. Menyaksikan hal ini Ting Tong-ih semakin gelisah. Tiba-tiba terdengar Yan Yu-sim yang terkurung di balik gulungan mantelnya berbisik, "Nona, cepat serbu ke arah dalam gedung, tempat itu adalah rumah tinggal kaum wanita dan anak-anak, tidak banyak pasukan yang berjaga di situ, setelah tiba di sisi gedung bertingkat yang paling tinggi,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

segera berbeloklah ke arah barat-daya, dari situ kau bisa meloloskan diri dari kepungan." Mendengar bisikan itu Ting Tong-ih seketika tertegun, untuk sesaat dia tak berani mempercayai perkataan lawannya itu. Bila ditinjau dari kemampuan Yan Yu-sim berbisik kepadanya, dapat disimpulkan juga bahwa gulungan mantel tebal itu sama sekali tak berdaya mengendalikan gerakgeriknya, tapi yang membuat gadis itu ragu adalah bisikan Yan Yu-sim barusan. Kalau dianalisa dari perkataan Yan Yu-sim itu, jelas ia sedang memberi petunjuk sebuah jalan kehidupan padanya. Tapi dapat dipercayakah perkataan Yan Yu-sim? Belum sempat Ting Tong-ih mengucapkan sesuatu, pergelangan tangannya terasa bergetar keras, gulungan mantelnya tak mampu lagi mengendalikan Yan Yu-sim dan mulai terpental balik keluar. Saat itulah tiba-tiba Yan Yu-sim menjerit kesakitan, kemudian tubuhnya roboh terjungkal dari atas dinding pekarangan. Ting Tong-ih melirik sekejap ke bawah, tampak olehnya beratus petugas pengadilan dan pasukan prajurit sedang meluruk maju ke muka, dia tak berani ayal lagi, tanpa pikir panjang ditariknya tangan Tong Keng lalu secara beruntun melancarkan beberapa kali tusukan untuk merobohkan tiga empat orang. Baru saja dia akan menolong pemuda kekar itu, terlihat olehnya anak muda itu sudah dikurung Gi Eng-si dengan rapat, sadar kalau bala bantuannya tak bakal mendatangkan hasil, dengan cepat tubuhnya melesat menuju ke arah gedung bagian belakang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Betul juga, tindakan Ting Tong-ih yang berbalik arah menerobos masuk ke gedung bagian belakang seketika membuat para musuhnya tercengang bercampur kaget. Terdengar Yan Yu-sim yang berada di bawah mulai berteriak keras, "Cepat, cepat pergi melindungi keluarga Thayjin!" Penjagaan di gedung bagian belakang memang sangat longgar dan kendor, kini suasana menjadi kalut dan kacau tak karuan. Dengan cepat Ting Tong-ih dan Tong Keng sudah menyelinap ke kebun bagian belakang, betul juga, mereka segera menjumpai sebuah bangunan loteng yang amat tinggi, dari situ mereka berbelok menuju ke arah barat-daya dan berlari menelusuri tembok pembatas bangunan. Sepanjang perjalanan mereka hanya menjumpai dua kali penghadangan, tapi dengan permainan mantel yang dipadukan dengan serangan pedang, Ting Tong-ih kembali berhasil merobohkan tiga orang musuh. Tiba-tiba terdengar suara pekikan nyaring berkumandang dari bawah dinding pekarangan, terlihat sebuah kereta kuda sudah diparkir di bawah dinding itu. Di samping kereta berdiri dua orang lelaki kekar yang saat itu sedang mendongakkan kepala memandang ke atas tembok. Seorang kakek duduk di belakang kursi sais, tangannya menggenggam sebuah cambuk, sementara wajahnya penuh dicekam perasaan gelisah bercampur cemas. Begitu melihat kemunculan Ting Tong-ih, ketiga orang itu segera berseru kegirangan, "Mana Toako?" Ting Tong-ih menggelengkan kepalanya berulang kali.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Perasaan kecewa seketika melintas di wajah ketiga orang itu, salah seorang di antaranya langsung melolos goloknya dan ikut menyerbu ke dalam. Tapi seorang rekannya, lelaki beralis tebal dan bermata tajam segera menarik tangannya seraya menghardik, "Telur kerbau! Mau apa kau?" Lelaki yang disebut telur kerbau itu meronta keras, teriaknya, "Jangan halangi aku, aku mau membalas dendam sakit hati engkoh Kwan!" Tiba-tiba Ting Tong-ih mendengar suara desingan angin tajam bergema dari arah belakang, ketika berpaling, ia saksikan pemuda kekar itu sedang berlari dengan napas tersengal-sengal, sementara di belakangnya mengikut satu rombongan pengejar yang dipimpin Gi Eng-si, kelihatan sekali kapak peraknya yang berkilauan ketika tertimpa cahaya. Ting Tong-ih langsung melompat turun ke bawah, tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia langsung menampar si telur kerbau. Baru saja si telur kerbau berdiri melengak, kembali Ting Tong-ih menghardik, "Kau ingin membalas dendam? Kalau maju lebih ke depan, berarti kau ingin mampus!" Sementara itu kakek yang bertindak sebagai sais kereta telah berseru keras, "Nona Ting, cepat naik ke atas kereta!" Tanpa banyak bicara lagi Ting Tong-ih menggapai ke arah Tong Keng dan pemuda itu, kemudian mereka bertiga bersama-sama menerobos masuk ke dalam kereta. Kepada dua orang lelaki yang berada di luar, kembali nona itu menghardik, "Kenapa kalian tidak segera masuk!" "Kalau terlalu banyak penumpang, kereta ini tak bisa berlari cepat, biar kami memancing kawanan pengejar itu!" sahut lelaki beralis tebal bermata besar itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendengar perkataan itu, Ting Tong-ih segera memandang mereka sekejap, memandang dengan penuh perasaan. Walaupun hanya memandang sekejap, namun reaksi si telur kerbau dan lelaki bermata besar itu sangat mendalam, gadis itu manggut-manggut. Tak lama kemudian kakek itu sudah membentak keras dan keempat ekor kuda penarik kereta pun mulai berlarian kencang meninggalkan tempat itu. Pemuda bersenjata peluru perak itu sudah melompat naik ke atas kereta, tampak lengan dan jidatnya basah oleh keringat serta darah, namun sambil berpegangan pada sisi kereta, matanya mengawasi luar kereta tanpa berkedip. Tong Keng ikut menengok ke belakang, ternyata kawanan petugas pengadilan sudah berlompatan turun dari atas dinding, sementara dari empat arah bermunculan pasukan prajurit, tak lama kemudian kedua orang lelaki kekar itu sudah terkepung rapat. Kereta kuda itu dilarikan berlawanan arah dengan dua orang lelaki terkepung itu, tak selang berapa saat kemudian bayangan tubuh mereka sudah berubah menjadi setitik bayangan hitam, namun dari kejauhan masih tampak dengan jelas bagaimana mereka sudah terlibat dalam pertarungan sengit melawan para pengepung itu. Kereta kuda berlari kencang, di antara deru angin yang keras Tong Keng menarik napas panjang, meskipun sekarang ia sudah menjadi manusia bebas, akan tetapi perasaan hatinya justru bertambah murung dan berat. Ting Tong-ih duduk membelakangi mereka berdua, sepanjang perjalanan dia hanya membungkam diri. Sementara si kakek yang berada di depan berulang kali membentak nyaring, bentakan itu entah ditujukan agar lari

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kuda bertambah cepat atau ingin menggunakan cara itu untuk melampiaskan semua kekesalan hatinya. Beberapa saat kemudian mendadak dari arah belakang tampak debu dan pasir beterbangan, rupanya ada tujuh delapan ekor kuda sedang berlarian kencang mendekati kereta kuda itu. Suara cambuk si kakek terdengar semakin keras, pemandangan dari sisi jendela pun kian lama kian bertambah cepat, tak lama kemudian mereka sudah menerobos masuk ke dalam kota. Suasana di dalam kota menjadi kacau, para pejalan kaki lekas menyingkir ke samping menghindarkan diri, tapi si kakek tetap bersikap tenang, biarpun dalam kepanikan dan kecemasan, laju kereta kuda itu sama sekali tak berkurang. Bukan saja lajunya kereta itu tak sampai menyentuh orang lain, namun juga roda kereta pun tak pernah menyentuh para pedagang kaki lima yang berada di tepi jalan. Berbeda sekali dengan para pengejar yang ada di belakang, kekacauan yang ditimbulkan karena larinya kuda mereka menimbulkan kepanikan luar biasa di kota itu, setiap kali melalui tikungan jalan atau jalanan yang agak sempit, kalau bukan mereka sendiri yang terjungkal dari atas pelana, tentu ada pejalan kaki yang diterjang hingga jatuh terjerembab, keadaannya sangat mengenaskan. Tiba-tiba terdengar salah satu penunggang kuda itu berteriak keras, "Jangan biarkan pembunuh itu kabur dari pengejaran!" Sambil berteriak ia mempercepat lari kudanya untuk melakukan pengejaran. Mendadak dari tepi jalan bermunculan delapan sembilan orang opas, sambil meloloskan golok mereka membentak keras, "Hentikan kereta! Hentikan kereta!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kakek itu segera menengok sekejap ke arah Ting Tong-ih. Bagaikan baru sadar dari lamunan Ting Tong-ih segera menganggukkan kepalanya berulang kali. Kakek itu tampak mendesis perlahan, tali les kudanya dikencangkan dan kereta itupun memperlambat larinya. Seorang opas yang menghadang jalan kereta itu segera menghardik, "Semuanya menggelinding turun dari dalam kereta Belum selesai suara bentakan itu, kakek itu sudah berpekik nyaring, cambuknya digetarkan di udara membentuk empat bunga cambuk, lalu dilecutkan ke punggung keempat kuda itu. Mendapat lecutan secara tiba-tiba, keempat ekor kuda itu meringkik panjang dan kemudian berlarian dengan cepatnya. Mimpi pun opas itu tak menyangka kalau kereta berjalan cepat secara tiba-tiba, tak sempat menghindarkan diri, tubuhnya langsung tertumbuk hingga ia jatuh telentang, sementara ketiga orang rekan lainnya lekas menyingkir ke samping menghindarkan diri. Sisanya yang tiga orang segera mencabut golok dan langsung dibacokkan ke tubuh kuda-kuda itu. Melihat hal ini Ting Tong-ih membentak nyaring, tangannya segera diayunkan ke muka, terlihat cahaya perak selembut rambut segera melesat ke depan dan merobohkan dua orang opas di antaranya, sedang orang ketiga baru saja mengayunkan golok, cambuk si kakek sudah menggulung tiba dan menjerat goloknya. Kereta kuda kembali meneruskan terjangannya ke depan. Tak lama kemudian ada tiga ekor kuda pengejar yang berhasil mendekati kereta itu, penunggangnya adalah tiga orang lelaki yang tampak kekar dan cekatan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Salah seorang di antaranya telah melolos busur dan berulang kali melepaskan anak panah, tapi karena dibidikkan dari punggung kuda yang sedang berlari kencang, bidikannya kurang akurat sehingga dengan mudah berhasil dirontokkan oleh Tong Keng dan pemuda itu. Sekonyong-konyong seekor kuda yang berada di paling belakang melampaui tiga ekor kuda di depannya, orang yang berada di atas kuda itupun sedang mementang busurnya, ternyata dia adalah Yan Yu-gi. "Sreeet!", anak panah sudah dilepaskan dari busur, kebetulan pada saat itu kakek kusir kereta itu sedang mengendalikan kuda-kudanya untuk membelok di sebuah tikungan. Walaupun bidikan panah itu sangat kuat, ternyata anak panah itu menyambar lewat di antara Tong Keng dan pemuda itu dan mengenai sasaran kosong. Meskipun tidak mengenai Tong Keng berdua, namun anak panah itu masih meluncur ke depan dengan kuatnya, kali ini yang menjadi sasaran adalah punggung kakek itu. Baik Tong Keng maupun pemuda itu tahu kepandaian silat yang dimiliki Yan Yu-gi sangat tangguh, melihat panah itu mengenai sasaran kosong, siapa pun enggan menangkapnya dengan keras lawan keras. Mereka tak menyangka kalau anak panah itu justru mengancam punggung kakek itu, dalam terperanjatnya, mereka berdua serentak menerkam ke dalam kereta. Kedua orang itu sama-sama melakukan reaksi yang sangat cepat, Tong Keng yang berperawakan tinggi besar bergerak lebih cepat, dia langsung menyambar ujung panah itu, sementara sang pemuda yang lebih lincah menerobos melalui bawah ketiak Tong Keng dan menyambar ekor anak panah itu. Begitu tangan mereka menyentuh anak panah itu, segera terasa hawa panas yang sangat menyengat badan, namun saat ini mereka berdua hanya berpikir bagaimana secepatnya

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menyelamatkan nyawa kakek itu, bukannya menarik kembali tangannya, mereka malah mencengkeram lebih kuat. "Plaaak, plaaak!", di bawah tenaga pantulan keras yang memancar dari tubuh anak panah itu, sang pemuda yang kurang pengalaman seketika merasakan tulang jari kelingkingnya retak dan patah, sementara Tong Keng merasakan telapak tangannya seperti disengat panasnya api hingga muncul sebuah bekas luka berdarah. Walaupun kesakitan hingga wajahnya menghijau, pemuda itu menyempatkan diri melotot sekejap ke arah Tong Keng sambil memuji, "Hohan sejati!" "Kau pun hebat!" sahut Tong Keng sambil mendengus tertahan. "Siapa namamu?" kembali sang pemuda bertanya sambil menahan sakit. "Tong Keng!" "Nyali macan kumbang?" kembali pemuda itu bertanya. "Betul, dan kau?" "Kho Kit!" "Apa? Si manusia nekad A-kit?" seru Tong Keng terperanjat. Tiba-tiba Ting Tong-ih menukas, "Sekarang bukan saatnya untuk berbicang!" Ucapan itu diutarakan dengan suara rendah dan berat, dia masih duduk membelakangi mereka berdua. "Baik!" Kho Kit segera menyahut, kemudian bersama Tong Keng melakukan penjagaan lagi di belakang kereta. Kini mereka baru tahu kalau kuda tunggangan yang digunakan Yan Yu-gi untuk membidikkan anak panahnya telah mati di tepi jalan, sementara Yan Yu-gi sendiri sudah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

melompat ke atas kuda yang lain, sambil melompat dia menghantam opas yang ada di atas kuda itu hingga mencelat. Tapi dengan kejadian itu maka kudanya jadi tertinggal di belakang, dengan kepandaian dan pengalaman si kakek dalam mengendalikan kereta kuda, dalam waktu singkat ia sudah meninggalkan rombongan pengejar itu jauh di belakang. Sambil melarikan keretanya menerobos di antara jalan raya dan lorong sempit, terdengar kakek itu bertanya, "Kita akan keluar kota atau kembali ke markas?" Ting Tong-ih berpikir sejenak, lalu sahutnya, "Lebih baik kembali ke markas." Kakek itu bersuit nyaring, kembali kereta kuda itu berputar dan berbelok di antara tujuh delapan buah lorong sempit, tibatiba ia memberi tanda kepada Ting Tong-ih sambil serunya, "Naik!" Tubuhnya segera menyelinap masuk ke dalam sebuah bangunan rumah besar. Sementara Tong Keng masih tertegun, Kho Kit sudah menangkap tangannya dan diajak melompat masuk ke balik pekarangan rumah besar itu. Ternyata kuda-kuda itu sangat pandai, biarpun para penumpangnya sudah meninggalkan kereta, namun binatang itu masih berlarian kencang menuju ke arah pintu kota yang terletak tak jauh dari situ. Sementara itu pintu gerbang kota sudah dipenuhi pasukan prajurit, sedemikian rapat dan ketatnya pengepungan yang dipersiapkan di sekitar sana, bisa diibaratkan biar punya sayap pun sulit untuk terbang melintasi tempat itu. oooOOooo 6. Kejadian Masa Lalu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tong Keng dan Kho Kit yang melayang masuk ke dalam halaman gedung, segera mereka sudah berada di kebun belakang bangunan itu, di sana selain terdapat aneka bunga dan gunung-gunungan, juga terlihat gardu yang indah. Saat itu Ting Tong-ih dan si kakek sudah berlarian ke muka dan menyusup masuk ke balik gerombolan pepohonan di belakang gunung-gunungan. Sementara Tong Keng dan Kho Kit masih termangu, terdengar seseorang berseru, "He, cepat kemari, cepat kemari!" Terlihat seseorang berdandan pelayan sedang menggapai ke arah mereka sambil memberi tanda agar menyelinap ke balik pepohonan yang rimbun. Tanpa membuang waktu lagi. Tong Keng dan Kho Kit segera menyusul di belakangnya, tak lama kemudian mereka sudah tiba di depan sebuah pintu berbentuk setengah rembulan, di luar pintu sudah siap empat orang lelaki kekar yang menggotong dua buah tandu besar dan lebar. Terdengar Ting Tong-ih berseru dari balik tandu pertama, "Cepat, naik ke dalam!" Kho Kit menyahut, bersama Tong Keng mereka segera menyusup ke dalam tandu yang satunya lagi, mereka berdua duduk saling berhimpitan, sedemikian rapatnya sehingga masing-masing dapat mendengar dengus napas rekannya. Begitu mereka berdua masuk ke dalam, tandu-tandu itupun segera digotong orang dan mulai bergerak meninggalkan tempat itu. Dari dalam tandu mereka dapat mendengar suara gaduh yang berasal dari luar sana, ada suara langkah manusia, suara derap kaki kuda, ada suara bentakan, ada suara orang

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berteriak sambil menyembunyikan diri, bahkan terdengar juga suara jeritan dan tangisan anak kecil. Tiba-tiba laju tandu itu terhenti. Dari luar sana segera terdengar suara seseorang menghardik keras, "He, siapa yang berada di dalam tandu? Ayo lekas buka, kami akan memeriksa!" Seseorang segera menyahut dengan suara mendongkol, "Eh, memangnya kau tak bisa mengenali tandu ini berasal dari Kiok-hong-wan (Halaman seruni merah)? Tentu saja yang berada dalam tandu adalah para nona. Hehehe... Orang yang menghardik tadi segera berganti nada suaranya, dengan suara agak cabul bisiknya, "He, siapa saja yang ada di dalam?" "Kami sedang membawa nona Bo-tan," sahut penggotong tandu itu cepat. Tampaknya si penghadang terperanjat, lekas serunya, "Eh, kami tak tahu kalau tandu nona Bo-tan, maaf, maaf, silakan lewat, silakan lewat!" Sambil berkata mereka segera menyingkir ke samping dan membiarkan kedua tandu itu lewat. Tong Keng seperti orang bodoh, dia hanya termangu mengikuti semua pembicaraan itu tanpa mengerti apa sebenarnya yang telah terjadi. Lamat-lamat dia hanya mendengar dua orang penjaga yang ada di belakang sedang berbisik-bisik, "Ternyata nona Bo-tan, konon dia ... dia sangat akrab hubungannya dengan Lu-thayjin kita "Ssttt, jangan keras-keras kalau bicara, kau tahu bagaimana Lu-thayjin menghajar orang yang tak disukainya!" Ketika Tong Keng mengintip dari balik tirai bambu, dia lihat prajurit yang bicara pertama tadi sedang menjulurkan lidahnya dan tak berani sembarangan bicara lagi.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tandu pun melanjutkan perjalanannya dan semakin jauh meninggalkan kawanan prajurit di belakang, akhirnya tibalah mereka di depan sebuah gedung bangunan yang sangat megah dan indah, pintu depan bangunan penuh dengan hiasan lentera, irama musik bergema lamat-lamat, suasana di tempat itu terasa lain daripada yang lain. Walaupun Tong Keng selama ini selalu tinggal di dalam kota Song-si-tin, namun dia pun pernah menyaksikan sarang pelacur yang paling tersohor di karesidenan Cing-thian-sian ini, Kiok-hong-wan. Mimpi pun dia tak menyangka baru saja kaki depannya melangkah keluar dari pintu penjara, kaki belakangnya sudah melangkah masuk ke sarang pelacuran. Kedua tandu itu langsung digotong masuk ke dalam halaman gedung Kiok-hong-wan, ternyata sang germo maupun para pelayan rumah pelacur tak ada yang menghalangi. Kedua buah tandu itu langsung digotong naik ke atas loteng hingga mencapai beranda bangunan lantai tiga, meskipun harus melalui jalanan yang naik, ternyata para penggotong tandu itu sama sekali tak terengah napasnya, wajah pun tak ada yang berubah menjadi merah, jelas mereka merupakan kawanan jago yang memiliki tenaga dalam cukup sempurna. Sekilas Tong Keng dapat menebak apa yang sebenarnya telah terjadi, tampaknya kawanan manusia- ini berasal dari sebuah organisasi atau perkumpulan, biasanya mereka mempunyai pekerjaan yang berbeda, ada yang menjadi pedagang kaki lima, ada yang menjadi kuli, ada pula yang menjadi wanita panggilan. Kali ini mereka bergabung menjadi satu karena berniat menyelamatkan Kwan-toako dari sekapan penjara, siapa tahu

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

gara-gara berbelas kasihan, Kwan-toako harus mengalami nasib tragis di tangan manusia laknat. Berpikir sampai di sini, tak kuasa lagi Tong Keng merasakan hawa amarahnya kembali meluap. Kawanan pejabat anjing itu betul-betul biadab! Kawanan opas pun hanya penegak hukum yang pandai menindas kaum lemah! Mereka tidak pantas dan tak berhak menjalankan hukum negara! Setibanya di beranda, kedua tandu itupun mulai berpisah, tandu yang berisi Ting Tong-ih berbelok ke sisi timur, dimana terdapat ruangan yang indah, megah dan berbau harum, sementara tandu yang berisi Tong Keng serta Kho Kit berbelok ke arah barat, dimana terdapat beberapa buah bilik kecil yang sederhana tapi sangat bersih. Tandu itu langsung digotong masuk ke dalam kamar. Setibanya di dalam kamar, Kho Kit menganggukkan kepala pada Tong Keng, kemudian ia melompat keluar dari dalam tandu. Terlihat kedua orang lelaki penggotong tandu itu dengan wajah gelisah dan suara agak sesenggukan berbisik, "Benarkah ... Kwan-toako... dia... Dengan sedih Kho Kit menggelengkan kepalanya berulang kali, "Toako, dia ... dia sudah dibokong oleh bajingan laknat Seorang lelaki di antaranya dengan wajah sedih sambil menahan sesenggukan mendadak mencabut keluar goloknya, kemudian tanpa mengucapkan sepatah kata pun berjalan keluar kamar. Rekannya, seorang lelaki bercambang segera menarik tangannya sembari menghardik, "Mau apa kau?" Sambil mengertak gigi menahan rasa benci, sahut lelaki yang pertama, "Malam nanti, pejabat anjing she Li itu bakal

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kemari mencari kesenangan, dia telah mencelakai Toako, aku akan menghadiahkan sebuah bacokan kepadanya!" "Lo-liok, kau bukannya tidak tahu sampai dimana keampuhan ilmu silat yang dimiliki Li Ok-lay, Toako sendiri masih bukan tandingannya, jika kau melakukan perbuatan secara gegabah, bukan saja tak ada keuntungan yang bisa diraih, perbuatanmu justru bisa mencelakai banyak orang," hardik lelaki bercambang itu dengan wajah serius. Orang yang disebut Lo-liok kontan tertawa dingin. "Lo-pat, jika merasa tak punya nyali, kau tak usah ikut!" jengeknya. "Liok-ko, kau tak boleh sembarangan bertindak," lekas Kho Kit mencegah, "selama tak ada Toako, kita semua harus mentaati perintah enci Ting, apakah kau ingin melanggar peraturan perkumpulan? Malam nanti, yang akan datang kemari mencari kesenangan adalah anjing pejabat she Lu, Li Ok-lay sendiri belum tentu datang, bagaimana caramu turun tangan?" Selesai mendengar perkataan itu, Lo-liok segera menundukkan kepala dengan mulut membungkam. Kembali terdengar Kho Kit berkata, "Saudara ini adalah si nyali macan kumbang Tong Keng, dia adalah saudara senasib Toako semasa berada dalam penjara." Tong Keng segera memberi hormat kepada kedua orang lelaki itu seraya berkata, "Terima kasih banyak atas budi pertolongan saudara berdua." Begitu tahu Tong Keng adalah kawan senasib Kwan Hui-tok selama berada dalam penjara, sikap kedua orang itu segera berubah menjadi lebih hormat. Sambil menjura ujar Lo-pat, "Aku she Ji, kau boleh memanggil aku Ji Lo-pat!" Sementara Lo-liok juga berkata, "Saudara Tong, harap kau jangan menertawakan aku karena barusan kelewat emosi. Aku

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dari marga Ban, kau pun boleh memanggil aku sebagai Ban Lo-liok!" "Engkoh berdua berjiwa ksatria dan amat setia kawan, sudah sewajarnya bila merasa sedih dan murka karena kematian Kwan-toako, aku orang she Tong hanya merasa semakin kagum atas kesetia kawanan kalian berdua, mana berani menertawakan," jawab Tong Keng cepat. Sementara itu muncul dua orang dayang sambil membawa baskom berisi air, di ruang dalam mereka pun telah menyiapkan air panas, di dalam air dicampuri sedikit minyak wangi dan mempersilakan Tong Keng sekalian membersihkan badan. Kelihatannya Ji Lo-pat dan Ban Lo-liok tidak terbiasa dilayani orang, lekas mereka berseru, "Lebih baik kami mandi sendiri di belakang sana." Sambil berkata mereka segera meninggalkan ruangan itu dan meninggalkan Tong Keng berdua. Waktu itu kedua orang dayang tadi sudah menghampiri Tong Keng dan membantunya melepaskan pakaian, lelaki ini menjadi kikuk, kelihatannya dia pun tidak biasa mandi dilayani orang, tapi untuk sesaat dia pun tak tahu apa yang harus diperbuat sehingga gerak-geriknya menjadi salah tingkah. Menyaksikan hal itu, sambil tertawa Kho Kit segera berseru, "Lebih baik kalian keluar dulu!" Kedua orang dayang itupun segera minta diri dan keluar ruangan. Sepeninggal kedua orang dayang itu, Kho Kit baru memberi tanda kepada Tong Keng agar membersihkan badan. Dengan cepat Tong Keng membersihkan badan dengan merendam diri dalam bak air, dia seakan ingin membersihkan seluruh kotoran yang menempel di tubuhnya selama berada dalam penjara.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sebenarnya pelanggaran apa yang telah kau perbuatan hingga dijebloskan ke dalam penjara?" tanya Kho Kit kemudian, "beruntung kau bisa lolos dalam waktu singkat!" Tong Keng tidak menjawab, dia hanya menghela napas panjang. Melihat itu lekas Kho Kit bertanya, "Kenapa? Apakah aku salah bicara?" "Tidak, saudara Kho tidak salah bicara," kembali Tong Keng menghela napas, "seandainya tak ada kalian yang telah menyelamatkan diriku, aku benar-benar tak tahu sampai kapan baru bisa menghirup udara bebas." "Nah itulah dia, semestinya saudara Tong menanggapi kebebasan ini dengan gembira, mengapa kau malah menghela napas sedih?" "Aku memang berhasil lolos, tapi rekan-rekan senasib yang ditangkap bersamaku dan dijebloskan ke penjara tanpa bersalah, ada yang sudah tewas secara mengenaskan, ada pula yang masih mendekam di sana Kho Kit termenung berpikir sejenak, kemudian sambil menepuk bahu Tong Keng, hiburnya, "Siapa tahu suatu hari nanti, ketika kita memiliki kekuatan yang cukup, kita dapat menegakkan kembali keadilan dan kebenaran dengan membebaskan kawan-kawanmu itu." Tong Keng hanya tertawa getir, begitu banyak manusia yang disekap dalam penjara, dia sendiri pun tidak tahu mana yang benar-benar bersalah dan mana yang tidak bersalah, kendatipun mereka berhasil mendobrak penjara, apa yang bisa diperbuat dan bagaimana harus memilah? Akhirnya sambil menepuk pula bahu Kho Kit, dia berkata, "Tempat kalian ini adalah... "Sarang pelacuran jawab Kho Kit sambil tertawa.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Jadi kalian... "Pelayan kebersihan dalam rumah pelacuran ini!" jawab Kho Kit cepat. Ketika melihat Tong Keng agak tertegun, sambil tertawa dia melanjutkan, "Sebenarnya tempat ini adalah markas sebuah perkumpulan, ada yang menyamar menjadi tukang tandu, ada yang menjadi tukang sapu, ada pula yang membaur dalam rumah pelacuran. Kami semua memang sengaja membaur dalam kehidupan masyarakat dengan tujuan agar bisa menyumbangkan sedikit tenaga untuk rakyat kecil yang tertindas, apalagi hidup di zaman edan seperti saat ini ... organisasi kami bernama Bu-su-bun (perguruan tanpa guru), sebab mereka semua tidak memiliki guru, yang dimiliki hanya seorang Toako yakni Kwan Hui-tok, Kwan-toako "Jadi hubunganmu dengan mereka.... tanya Tong Keng. Kho Kit segera tertawa lebar. "Aku sendiri belum lama bergabung dengan Bu-su-bun, itupun berkat bimbingan Kwantoako." "Ooh, Kwan-toako pasti sangat baik terhadap kalian semua?" "Bukan cuma sangat baik. Dari cerita saudara-saudara yang lain, konon seandainya tak ada Toako dan enci Ting, mungkin sejak lama mereka sudah mati disiksa kawanan pejabat korup itu, apalagi bisa belajar sedikit kepandaian." "Lalu enci Ting itu.... tak tahan Tong Keng bertanya. "Maksudmu Ting Tong-ih, enci Ting? Jangan kuatir, meski enci Ting adalah seorang wanita, namun dia lebih teguh dan ulet ketimbang lelaki, tak mungkin ada apa-apa dengan dirinya." Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya, "Aku akan keluar sebentar untuk bebenah, lebih baik kau jangan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sembarangan pergi, tempat ini penuh dengan aneka macam manusia, jadi hindari kesulitan yang tak perlu." Tong Keng manggut-manggut dan Kho Kit pun pergi meninggalkan tempat itu. Selesai membersihkan badan dan berganti pakaian, Tong Keng berdiri di tepi pagar loteng sambil menengok ke bawah, terasa angin berhembus semilir, matahari senja telah condong ke barat, pemandangan di sekitar situ terasa sangat indah dan nyawan. Dari kejauhan dia pun dapat menyaksikan pintu gerbang kota yang dijaga sangat ketat, sedemikian kuatnya penjagaan di situ seakan mereka sedang bersiap menghadapi sebuah pertempuran besar. Tong Keng sangat masgul, sementara pikirannya masih dicekam kekesalan, tiba-tiba dari arah pintu kamar terdengar suara desingan lirih, lekas ia berpaling, sekilas dia merasa seakan ada sebuah benda melintas. Tong Keng mengira matanya sudah lamur hingga salah melihat, tapi dia pun merasa seakan benar-benar ada seseorang yang melintas dari tempat itu. Tong Keng tertegun. Dari bawah loteng suara musik dan gelak tawa orang masih terdengar lamat-lamat. Tiba-tiba satu ingatan melintas, ternyata selama ini kawanan jago gagah itu berdiam di dalam gedung yang penuh dengan aneka ragam manusia, tapi mereka masih bisa mempertahankan kebersihan hatinya, jelas hal ini bukan sesuatu yang mudah dilakukan. Tapi dia sangat yakin kalau barusan telah menyaksikan ada seseorang melintas di depan kamarnya. "Aneh benar," demikian ia berpikir, "sudah jelas ada orang lewat di depan kamarku, kenapa tak nampak ada manusia di situ?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pikir punya pikir, akhirnya tak tahan dia menengok keluar kamar. Benar saja, di situ tak ada seorang manusia pun. Ketika menengok keluar, dia pun menyaksikan ruangan megah yang berada di bangunan sayap timur. Sewaktu Tong Keng balik lagi ke kamar, cahaya matahari senja persis memancar ke dalam kamarnya dan menyinari selembar lukisan kuno yang menempel di atas dinding ruangannya. Tiba-tiba ia teringat kepada Ting Tong-ih, Ting Tong-ih dengan mantel ungunya seolah berdiri lesu di hadapannya. Lekas Tong Keng mengucek matanya berulang kali, ternyata dia sedang melamun. Diam-diam Tong Keng merasa heran, setiap kali membayangkan Ting Tong-ih, dia seolah tak tahan untuk mengendalikan diri dan ingin sekali membayangkan wajahnya terus-menerus. Kecantikan Ting Tong-ih ibarat sekuntum bunga botan biru yang mekar di malam hari, dia pun bagaikan asap dupa wangi yang melayang tak menentu di udara. Sebenarnya hubungan apa yang terjalin antara gadis itu dengan Kwan-toako? Kini Kwan-toako sudah tewas, dia pasti amat bersedih, apa yang sedang ia lakukan sekarang? Dimanakah dia saat ini? Ketika membayangkan sampai di sini, tak kuasa lagi Tong Keng mengayunkan langkahnya mendekati ruangan kamar di sebelah timur beranda. Tong Keng sudah melewati tiga empat buah bilik, dari balik ruangan ia mendengar suara irama musik, suara orang tertawa, rayuan gombal dan desisan menggoda, kesemuanya itu membuat jantungnya berdebar keras. Ia tak tahu ruangan mana yang di tempati Ting Tong-ih.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara hatinya masih ragu, tiba-tiba terdengar sebuah pintu kamar dibuka orang. Tong Keng merasa kurang baik bila disaat seperti ini kehadirannya diketahui orang, dengan perasaan gugup ia segera menempelkan punggungnya di dekat sebuah pintu. Entah karena gugup atau karena menggunakan tenaga kelewat besar, tiba-tiba pintu yang menempel punggungnya terbuka dan tak ampun tubuhnya pun jatuh telentang ke dalam ruangan. Begitu roboh terjungkal ke dalam kamar, Tong Keng sendiri pun merasa sangat kaget, la lihat kamar itu sangat inilah dengan perabot yang mewah dan bau harum semerbak yang menyegarkan hati, jelas kamar tidur seorang nona. Sebenarnya dia ingin segera meninggalkan ruangan ilu, tapi baru saja akan melangkah keluar, mendadak terdengar suara dayang sedang membuka pintu di kamar seberang, terpaksa dia mengurungkan niatnya dan mundur kembali ke dalam. Selang beberapa saat, dayang itu sudah berlalu, kembali Tong Keng bersiap meninggalkan ruangan, tiba-tiba ia mendengar suara isak tangis seseorang yang amat lirih berkumandang dari dalam kamar. Suara isak tangis itu seakan sangat dikenal olehnya tapi juga terasa asing, digoda oleh rasa ingin tahu yang besar akhirnya dia melangkah masuk ke ruang dalam. Bentuk ruangan itu aneh sekali, semakin berjalan ke dalam ternyata ruangannya semakin lebar, di belakang sebuah- sekat berwarna hitam berlapis pula sebuah tirai kain. Tong Keng merasa kurang baik mengintip urusan pribadi orang lain, sebenarnya dia ingin berdehem untuk memberi tanda, tapi sebelum sempat dilakukan terdengar suara isak tangis itu semakin memilukan hati, disela isak tangisnya yang menusuk perasaan terdengar perempuan itu berseru, "Kwan-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

toako, kau telah mati, bagaimana mungkin aku bisa hidup sendirian? Kau sudah mati dan kini bisa pergi kemana pun secara bebas, sedang aku? Bukankah kau pernah berjanji, siapa pun di antara kita berdua tak boleh mati duluan ...?" Hati Tong Keng bergetar keras, itulah suara Ting Tong-ih. Terdengar Ting Tong-ih kembali berseru sambil menangis, "... kau tinggalkan permainan yang tersisa kepadaku, ini tidak adil namanya, aku tak mau mengurusinya lagi, kalau kau hidup, aku akan membantumu mengurusinya, kini kau telah mati, buat apa aku mesti bersusah payah? Kau seringkali berharap semua saudara bisa hidup lebih layak, lebih manusiawi, tapi kau ... kenapa kau harus mati? Kini kau sudah pergi, aku... aku pun ingin pergi bersamamu, Toako ... tunggulah aku ... tunggulah kedatanganku Ucapan itu begitu tegas dan bersungguh-sungguh, seakan gadis itu segera akan mengambil jalan pendek. Tak terlukiskan rasa kaget Tong Keng setelah mendengar perkataan itu, tanpa berpikir panjang lagi segera ia menerjang masuk ke dalam ruangan. Begitu masuk ke dalam kamar, ia saksikan Ting Tong-ih dengan memegang sebilah gunting tajam sedang mengarahkan ke tenggorokan sendiri. "Nona Ting, jangan kau lakukan teriak Tong Keng keras. Karena terlalu keras dia menerjang masuk, tirai kain yang tergantung di situ segera melilit kepala berikut tubuhnya, padahal waktu itu dia sedang menerjang masuk dengan cepat, maka tak ampun lagi kain tirai itu tertarik hingga robek sebagian. Tubuh dan tangan Tong Keng yang masih terbalut kain tirai menerjang ke hadapan Ting Tong-ih, untuk sesaat dia tak mampu merampas gunting yang berada di tangan gadis itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tampak Ting Tong-ih mengenakan pakaian dalam berwarna putih, rambutnya yang panjang terurai di bahu, walaupun sorot matanya memancarkan hawa amarah namun sikapnya tetap tenang dan hambar. Menyaksikan kecantikan wajah si nona, sesaat Tong Keng agak tertegun, tapi kemudian serunya cepat, "Kau tak boleh mati, kau tak boleh mati, nona Ting Sambil berseru dia meronta sepenuh tenaga, dengan tenaga kasarnya yang besar bagai kerbau, rontaan itu seketika membuat kain tirai tercabik-cabik, tapi cabikan kain tirai justru menutupi kepala dan menyumbat mulutnya, membuat lelaki itu untuk sesaat tak mampu bicara. Dengan susah payah akhirnya dia berhasil juga melepaskan diri dari jeratan kain tirai, baru akan berbicara, Ting Tong-ih sudah tak tahan lagi dan tertawa cekikikan. Begitu dia tertawa, semua kepedihan yang menempel di wajahnya pun ikut sirna. Menyaksikan wajahnya yang cantik, bibirnya yang merah dan mungil, kulit badannya yang putih bersih serta sepasang matanya yang jeli, sesaat Tong Keng berdiri termangu, dia menjadi lupa bahwa kain tirai masih membelenggu badannya. "Mau apa kau datang kemari?" dengan wajah dingin Ting Tong-ih segera menegur. "Bukankah kau ingin bunuh diri... ?" Tong Keng balik bertanya dengan wajah tertegun. Ting Tong-ih kembali tak kuasa menahan rasa gelinya, sambil menggigit bibir serunya, "Ayo, cepat keluar!" Dalam keadaan mengenaskan Tong Keng keluar dari lilitan kain tirai, serunya, "Maaf, tadi aku sangka kau... Sambil berkata dia langsung berjalan keluar dari kamar itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tunggu sebentar," sekonyong-konyong Ting Tong-ih memanggilnya, "katakan, sejak kapan kau berkenalan dengan Kwan-toako? Dia... apakah kehidupannya di dalam sana cukup baik?" Tong Keng kembali berpaling, dia tak tahu apakah sepasang mata Ting Tong-ih sedang berkaca-kaca oleh air mata atau tidak, tapi segera sahutnya, "Sejak kedatangan Kwan-toako di dalam penjara, bagi kami yang berada di dalam serasa kedatangan seorang bintang penolong, tahukah kau, dulu kepala sipir penjara maupun anak buahnya suka berbuat semaunya, apa yang ingin mereka lakukan segera dilakukan terhadap kami, suatu kali kepala sipir menggunakan alat siksaan yang paling kejam untuk mencabuti kuku jari Su-loya, tapi Toako segera mendobrak pintu penjara dan menyerbu ke arena penyiksaan, tahukah kau apa yang dia lakukan ... ?" "Apa yang ia lakukan?" tanya Ting Tong-ih dengan mata berbinar. Sambil menepuk paha sendiri dan tertawa tergelak Tong Keng melanjutkan ceritanya, "Dalam dua tiga kali tendangan Toako telah menghajar bajingan itu hingga darah bercucuran, kemudian dengan menggunakan alat siksa pencabut kuku itu dia mencabuti gigi para sipir hingga ompong semua! Selesai melakukan tindakan itu, coba terka apa yang dikatakan Toako? Toako bilang mereka senang menyiksa orang lain, selalu menyiksa orang sebagai bahan hiburan, kali ini biar mereka rasakan sendiri bagaimana nikmatnya disiksa orang! Toako mengucapkan perkataan itu dengan tenaga dalamnya, maka semua saudara yang berada dalam penjara dapat mendengarnya, maka tempik-sorak pun gegap gempita!" "Bagus!" tanpa terasa Ting Tong-ih ikut bersorak. Melihat Ting Tong-ih amat gembira, maka Tong Keng pun segera mengisahkan kembali semua kejadian lama yang pernah dilakukan Kwan Hui-tok semasa berada di dalam penjara.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setiap kali menceritakan sepak terjang Kwan Hui-tok, dia selalu menyebutnya sebagai Toako, seolah dia benar-benar telah menjadi salah satu saudara senasib seperjuangannya, begitu bersemangat ia berkisah hingga lupa diri. Ting Tong-ih hanya mendengarkan dengan seksama, terkadang ia tertawa, terkadang melelehkan air mata. Begitu asyik mereka, seakan dunia menjadi milik mereka berdua, kisah kepahlawanan sang jagoan memang selalu cemerlang, secemerlang sinar rembulan di angkasa. 7. Antara Lelaki dan Wanita. Dunia di luar kamar lambat-laun menjadi ramai, terdengar suara berisik orang berbicara, ramainya orang main judi serta suara gesekan rebab yang memilukan hati, bahkan ada orang yang mulai melantunkan lagu rakyat. Bila dibandingkan dengan suasana dalam kamar yang hening, seakan-akan seluruh keramaian itu termasuk dunia di luar kamar, sementara hanya gesekan rebab yang termasuk dunia dalam kamar itu. Tong Keng bercerita terus-menerus sementara Ting Tongih hanya mendengarkan, suasana di dalam kamar pun menjadi gelap gulita, siapa pun tak ada yang bangkit berdiri untuk menyulut lentera. Akhirnya setelah menghela napas panjang Ting Tong-ih berkata, "Aku benar-benar tidak habis mengerti, sudah jelas dia mampu melarikan diri, tapi kenyataan kenapa ia gagal kabur dari situ?" Dengan termangu-mangu Tong Keng mengawasi nona yang berada di balik kegelapan, di situ hanya ada tiga benda yang bersinar, satu adalah cermin yang berada di hadapan gadis itu, kedua adalah pakaian biru yang digantung di

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

belakang bangku dan ketiga adalah sorot matanya yang bening. Selama hidup belum pernah Tong Keng menyaksikan gadis selembut dan seindah ini, dia pun belum pernah memperoleh kesempatan untuk berada di satu ruangan dengan gadis cantik, Tong Keng pun tidak menyangka kalau nona itu memiliki tubuh yang begitu indah, pinggang yang begitu ramping. "Aku mengerti," ujarnya kemudian. Ting Tong-ih segera berpaling, memandangnya dengan perasaan ingin tahu. Setelah menarik napas panjang Tong Keng berkata, "Kwantoako pernah bercerita kepada kami, katanya dalam sebuah pertarungan dia telah salah melukai penonton yang ada di tepi arena, karena merasa bersalah maka ia menyerahkan diri, sebab menurut perkiraannya, dengan kesalahan yang dilakukan paling pengadilan akan menjatuhkan hukuman tak sampai satu tahun "Tentang hal ini aku sudah tahu," Ting Tong-ih mengangguk, "bicara kepandaian silat yang dimiliki Toako, bila dia ingin pergi, tak seorang pun mampu menghalanginya." "Enci Ting, tahukah kau kalau di kantor pengadilan telah kedatangan beberapa orang jago tangguh?" "Walaupun kepandaian silat yang dimiliki dua bersaudara Yan terhitung cukup tangguh, mereka masih bukan tandingan Toako, sekalipun ditambah dengan sastrawan berkapak raksasa pun paling kekuatan mereka seimbang, rasanya belum terlampau menyulitkan dirinya." "Menurut cerita Toako, mereka kedatangan seorang jago tangguh dari marga Ni

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Apa? Ni Jian-ciu?" walau berada di balik kegelapan, Tong Keng dapat melihat tubuh Ting Tong-ih bergetar keras lantaran kaget. "Aku kurang jelas siapa nama orang she Ni itu, tapi menurut Toako, orang itu susah dihadapi. Bila dia sampai kabur dari penjara, maka orang she Ni itu pasti akan melacak jejaknya kemana-mana, dan kejadian itu pasti akan menyusahkan banyak saudaranya, bahkan Kwan-toako menambahkan, dia memang masuk penjara untuk menebus dosa, jadi sama sekali tak berniat melarikan diri, lagi pula selama berada dalam penjara, dia pun bisa banyak membantu mereka yang bernasib buruk!" "Ai, Toako memang terlalu baik... bisik gadis itu sedih. "... Kemudian ketika Koan-loya tahu bila Kwan-toako ada di penjara, dia pun mengutus orang untuk mengundangnya keluar, tapi dia tak pernah mau, Li-thayjin pun mengutus orang untuk menghadiahkan baju indah dan hidangan lezat kepadanya, tapi semuanya ditolak mentah-mentah, tampaknya Li-thayjin sempat gusar karena penolakan itu. Setelah itu beberapa kali dia mengutus orang untuk mengundang Toako, tapi setiap kali juga ditolak. Waktu itu semua orang heran dan bertanya kepadanya, kenapa ia enggan menghadap? Dengari santai Kwan-toako bilang, mereka menghendaki aku menjadi kaki tangannya, betul-betul mata anjing kelewat memandang rendah orang lain. Mungkin lama kelamaan Li-thayjin bosan sendiri hingga pada akhirnya jarang mengundang Toako, sementara Kwan-toako pun selalu membela saudara-saudara dalam penjara yang tertindas, siapa tahu... Tiba-tiba Ting Tong-ih menggenggam tangannya kencangkencang, Tong Keng berdebar keras, ia merasa tangan gadis itu lembut bagai kapas, tapi kini terasa dingin dan berkeringat. "Siapa tahu.... Tong Keng gelagapan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ooh, Kwan-toako teriak Ting Tong-ih lirih, kemudian serunya, "lanjutkan ceritamu!" Setelah menelan air ludah, Tong Keng melanjutkan, "Siapa tahu ... kemudian tampaknya Kwan-toako telah melakukan kesalahan terhadap Siauya dari Li-thayjin, sepertinya ... sepertinya dia enggan membantu Li Wan-tiong mengerjakan sesuatu ... maka secara diam-diam Li Wan-tiong memerintahkan kepala sipir Liong untuk mencampuri obat pemabuk ke dalam makanannya, ketika Kwan-toako tak sadarkan diri, mereka pun mengebirinya serta mencabuti otot kedua belah kakinya "Ooh, Toako, rupanya kami datang terlambat, rupanya kami datang terlambat!" keluh Ting Tong-ih sedih. "Dan kejadian seterusnya ... kau sudah menyaksikan sendiri bukan?" Ting Tong-ih tertawa pedih. "Kami sengaja mengutus orang untuk melakukan kekacauan di gedung Li Ok-lay, tujuannya tak lain adalah untuk memancing kedatangan Ni Jian-ciu ke situ hingga kami punya peluang menolong Toako dengan sepenuh tenaga, siapa tahu... Bicara sampai di sini nona itu sesenggukan dan tidak melanjutkan kembali perkataannya. Waktu itu suasana di dalam kamar telah berubah menjadi gelap gulita hingga susah melihat jari tangan sendiri. Tong Keng hanya merasakan kehadiran Ting Tong-ih dari dengus napasnya yang lembut serta bau harumnya yang semerbak. Duduk saling berhadapan dalam kegelapan memang seringkah mendatangkan suasana yang menggelitik hati, tibatiba Tong Keng berpikir, "Kwan-toako belum lama tertimpa musibah, padahal dia serta enci Ting adalah tuan penolongku, masa baru saja ditinggal mati orang yang dicintainya, sekarang aku malah kesemsem pada gadis pujaannya, tergila-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

gila pada senyuman serta gerak-geriknya, seakan kecantikan enci Ting jauh lebih penting ketimbang mati hidup Toako." Berpikir sampai di situ, ingin sekali dia menampar diri sendiri, "Tong Keng, wahai Tong Keng, sebetulnya kau ini manusia atau bukan?" Tapi ingatan lain kembali melintas, "Aku merindukan dan memikirkan enci Ting dengan tulus hati dan bersungguhsungguh, pikiran semacam inipun timbul tanpa bisa kucegah, memangnya berpikir pun merupakan dosa? Aku toh tak punya pikiran sesat, apa salahnya mengagumi dirinya? Kenapa aku harus mengendalikan perasaanku sendiri?" Pikiran semacam ini ibarat baru saja menceburkan diri ke dalam bak air dingin, kemudian berendam dalam air hangat, sebentar dingin sebentar panas, kontan saja membuat pipinya memerah. Masih untung mereka berada dalam kegelapan sehingga tidak kuatir Ting Tong-ih menyaksikan perubahan pipinya. Tapi apa yang sedang dilakukan Ting Tong-ih di balik kegelapan? Apakah dia sedang melelehkan air mata? Atau terjerumus dalam lamunannya? Tong Keng ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Padahal Ting Tong-ih tidak sedang memikirkan apa-apa. Sehabis mendengar kisah yang menimpa Kwan Hui-tok, dia seolah-olah sudah menganggap dirinya mati, menjadi seseorang yang sama sekali tak ada hubungannya dengan peristiwa itu, seperti sedang melihat orang lain sedang mendandani tubuhnya, memasang hio, bersembahyang, Jibok, memaku peti matinya ... dia sama sekali tak bergeming. Beberapa kali dia ingin bangkit berdiri untuk menyulut lentera, namun niat itu tak pernah dilakukan. Dalam suasana seperti ini, dia seakan tak ingin melihat adanya sinar, tak ingin melakukan tindakan atau gerakan apapun.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pada saat itulah tiba-tiba terdengar seseorang berteriak keras dari luar kamar, "Haya, Bo-tan, Lu-thayjin telah datang, kau sedang apa di dalam sana? Cepat pasang lentera dan menyambut kedatangannya." Sementara Tong Keng bingung dan tak tahu apa yang hendak dilakukan, terdengar Ting Tong-ih telah berkata dengan suara hambar, "Lagi-lagi kedatangan seorang pembesar anjing!" Dia segera mengambil pematik api dan memasang lentera, cahaya yang terang segera menyinari wajahnya yang cantik, seakan cahaya dari balik lorong yang menyinari sebuah patung bidadari. "Aku ... apakah aku harus.... Tong Keng tergagap. "Setelah pembesar anjing itu datang, sekeliling pintu pasti sudah dijaga ketat, sementara bersembunyilah dulu di dalam almari baju, kita bicara lagi sehabis kuusir dia dari sini." Sebenarnya Tong Keng ingin berkata, "Kau tak usah mengusir tamumu gara-gara aku". Mendadak dia merasa dirinya seperti belum berhak mengucapkan perkataan semacam itu, maka hanya bibirnya yang bergerak dan segera ia menelan kembali ucapannya. Ting Tong-ih tidak memandang lagi ke arahnya, dia berpaling ke arah lain sambil mengenakan pakaian berwarna biru di tubuhnya yang putih ramping dan sangat indah itu. Mungkin lantaran dia adalah orang persilatan yang sudah terbiasa bergaul dalam dunia Kangouw, maka tak ada pantangan apapun baginya untuk melakukan segalanya. Kebetulan waktu itu Tong Keng sedang berpaling memandang ke arahnya, saat itu Ting Tong-ih sedang mengenakan lengan baju kanannya sehingga dengan jelas kelihatan payudara kirinya yang menongol keluar, di bawah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

cahaya lentera, gumpalan daging itu kelihatan sangat kencang, bulat dan indah. Untuk sesaat Tong Keng tertegun, segera ia berjalan menuju ke arah kiri, tapi baru beberapa langkah dia berbalik lagi ke arah kanan, gerak-geriknya macam orang kebingungan. "He, mau apa kau?" Ting Tong-ih segera menegur. "Mencari lemari baru!" "Itu di sana, bukankah lemari yang besar itu adalah lemari baju?" sahut Ting Tong-ih sambil menuding ke arah samping. Seakan baru tersadar dari impian, segera Tong Keng berlari menuju ke lemari itu. Kini Ting Tong-ih baru tersenyum, wajahnya yang memang cantik kelihatan semakin menawan hati. Dalam pada itu germo yang ada di luar kamar kembali telah berteriak, "Bo-tan, Bo-tan ... cepat buka pintu, jangan bikin Lu-toaya naik pitam Tiba-tiba terdengar suara orang terbatuk-batuk. Germo memang merupakan jenis manusia yang paling tanggap, begitu mendengar suara batuk, dia pun segera berseru lagi, "Kalau sampai membuat Lu-toaya marah, kau bisa kehilangan rezeki Dengan amat santai Ting Tong-ih mengenakan baju birunya, kemudian ia memasang sebatang hio, memejamkan mata dan bersembahyang dulu, kemudian ia tancapkan hio itu ke tempat abu, seketika ruangan pun menjadi harum semerbak. Kemudian ia menuju ke depan cermin, menyisir rambutnya, melukis alis matanya dan berbedak. "Kalau dia mau pergi, silakan saja pergi," katanya hambar. "Kau.... tampaknya germo itu menjadi panik.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekali lagi terdengar suara orang berdehem, lalu terdengar seseorang berkata dengan santun, "Tidak mengapa, tidak mengapa, nona Bo-tan tak perlu tergesa-gesa, aku tidak marah, aku tidak marah "Lu... Lu-toaya, ternyata kau memang penyabar," terdengar germo itu berkata lagi sambil tertawa, "orang sabar biasanya disukai nona muda "Aku tidak perlu marah, juga tak perlu tergesa-gesa, hahaha, kenapa aku mesti tergesa-gesa terdengar orang itu menyahut sambil tertawa tergelak. Tong Keng mencoba mengintip dari celah lemari, waktu itu Ting Tong-ih sedang menyisir rambutnya. Entah kenapa begitu menyaksikan gadis cantik yang sedang duduk di bawah lentera itu, bukan saja semua amarahnya langsung hilang, bahkan semua penderitaan dan siksaan yang telah dialaminya selama berada dalam penjara seolah sudah memperoleh imbalan yang setimpal. Tak lama kemudian terlihat seseorang berjalan masuk ke dalam ruangan didampingi si germo yang penuh senyuman. Ting Tong-ih segera menyambut kedatangan orang itu sambil memberi hormat, "Lu-thayjin!" Orang itu berwajah tampan dengan jenggot kuning yang panjang, sahutnya sambil tertawa, "Hahaha, selama berada di sini, tak ada urusan kepangkatan, jadi kau tak perlu menyebutku Thayjin apa segala." "Tapi kedudukan Lu-thayjin berbeda, Siauli tak berani bertindak tak sopan, apalagi antara lelaki dan wanita ada bedanya. Tadi Thayjin bilang mau menunggu sebentar di luar pintu, kenapa tanpa pemberitahuan kau langsung masuk kemari? Apa maksudmu?" Lu-thayjin kelihatan agak melengak, tapi belum sempat mengucapkan sesuatu, si germo segera menukas, "Haya, Bo-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tan, Bo-tan ... kau ini memang nona yang tak tahu diri, kau salah makan obat rupanya, kenapa hari ini bersikap kurang sopan terhadap Toaloya?" Segera Lu-thayjin mengulapkan tangannya mencegah si germo menegur Ting Tong-ih, sambil tertawa paksa katanya, "Maaf nona, rupanya memang aku yang bersikap kurang sopan, baik, baik, kalau begitu biar aku menunggu lagi di luar pintu." Baru akan mengundurkan diri, dengan nada dingin Ting Tong-ih telah menukas, "Tidak perlu!" Lu-thayjin pun mengedipkan matanya ke arah si germo, tampaknya germo itu memang tahu diri, segera ia mengundurkan diri dari dalam kamar sambil menutup kembali pintu kamar, ketika berada di luar sana, serunya lagi, "Silakan kalian berdua berbincang-bincang, akan kuperintahkan orang untuk menyiapkan arak dan hidangan." "Hmmm, kau memang selalu mengandalkan manusia macam begini untuk mencari untung!" dengus nona itu dingin. Sepeninggal sang germo, Lu-thayjin baru memegang bahu Ting Tong-ih dan menegur sambil tertawa, "Nona cantik, siapa sih yang telah membuat kau marah malam ini?" Ting Tong-ih segera merendahkan bahunya menghindar, dengan begitu pegangan Lu-thayjin pun mengenai tempat kosong. Perlu diketahui, jabatan Lu-thayjin dalam pemerintahan sangat tinggi, dia memegang kekuasaan yang besar, sedemikian besarnya kekuasaan yang dia miliki, bahkan keluarga Kaisar pun menaruh hormat kepadanya. Tapi sekarang dia harus terbentur batunya oleh ulah gadis itu, kontan saja hatinya menjadi jengkel, baru akan mengumbar amarahnya, mendadak ia saksikan betapa murung dan sedihnya wajah Ting Tong-ih, setelah tertegun

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sesaat akhirnya dia mengurungkan niatnya untuk mengumbar hawa amarah. Setelah tertawa dingin berulang kali, katanya, "Aku tahu.... Ting Tong-ih sama sekali tidak menggubris, dia malah duduk membelakangi pembesar itu dengan membiarkan rambutnya yang panjang terurai menutupi bahunya. Tampaknya Lu-thayjin mulai sewot, mendadak ujarnya, "Bo-tan, jangan kau sangka semua perbuatanmu tidak kuketahui, terus terang selama ini aku hanya tak ingin mengungkapnya secara terbuka." Ting Tong-ih menggebrak meja dengan keras, sambil bangkit berdiri dan membalikkan badan teriaknya, "Kalau memang kau mengetahui sesuatu, ayo katakan! Memangnya kau anggap aku takut kepadamu." "Bo-tan," Lu-thayjin kembali memperlunak nada suaranya, "kita sudah berhubungan baik sejak lima tahun lalu, buat apa sih mesti ribut seperti ini?" Ting Tong-ih membuang muka ke arah lain, sama sekali tidak menggubrisnya. "Bo-tan!" kembali Lu-thayjin berbisik dengan nada penuh rasa sayang, "hampir setiap jengkal tubuhmu pernah kulihat, hampir setiap inci badanmu pernah kuraba, kenapa kau bersikap begitu kasar kepadaku? Buat apa mesti ribut denganku?" "Lu-thayjin, jaga ucapanmu! Betul, ketika masih berada di sarang pelacuran kehidupanku sangat mengenaskan, aku memang pernah kau nodai setelah kau cekoki obat pemabuk, yang sudah lewat biarlah lewat, jika kau mengungkitnya lagi sekarang, jangan salahkan kalau segera kuusir kau dari sini." "Tahukah kau, selama ini wajahmu siang malam terbayang dan kurindukan? Memang aneh, padahal selama ini kau selalu

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bersikap dingin kepadaku, bukannya aku tak pernah menjumpai gadis secantik dirimu, tapi aku tetap merindukan kau... dulu, seingatku kau tak pernah bersikap begitu kaku dan dingin seperti sekarang, mengapa malam ini kau menampikku? Selalu bersikap ketus kepadaku?" "Malam ini aku tak senang bertemu denganmu," jawab Ting Tong-ih ketus. "Kenapa?" Lu-thayjin mulai naik darah. "Kalau tidak senang ya tidak senang, tak perlu bertanya kenapa." "Hmmm, aku tahu mengapa kau tidak senang hati dengus Lu-thayjin jengkel, lalu sepatah demi sepatah terusnya, "kau jengkel karena suami simpananmu yang sudah dikebiri hari ini mampus dijagai orang!" "Kau... dingin kaku wajah Ting Tong-ih. "Kenapa denganku? Kau sangka aku tidak tahu? Hmmm, padahal kau pun tahu kalau kau adalah perempuan murahan, kaulah si perampok wanita Lan-lo-sat (iblis wanita berbaju biru) Ting Tong-ih, jangan sangka setelah aku memanggilmu Bo-tan lantas tidak tahu kalau kaulah si iblis wanita itu!" Ting Tong-ih balas tertawa dingin. "Bagus, Lu Bun-chang, rupanya kau memang hebat! Mau apa kau sekarang, Luthayjin?" jengeknya gusar. Lantaran malu Lu Bun-chang naik darah, serunya, "Aku selalu merahasiakan identitasmu karena aku ingin memberi kesempatan kepadamu, kesempatan agar kita berdua bisa berhubungan lagi seperti dulu, kau sangka ada orang yang bisa menjamin keselamatanmu? Hmmm, kau kira Li Ok-lay itu manusia macam apa? Orang goblok? Keliru besar! Dia justru sangat teliti dan hebat, pandai melihat situasi, pandai menyelidiki asal-usul orang. Tanpa perlindunganku, kau

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sangka dirimu masih bisa hidup hingga sekarang? Masa kau masih belum dapat memaklumi pengorbananku selama ini?" Mula-mula Ting Tong-ih sedikit emosi, tapi dengan cepat ia dapat mengendalikan perasaannya. "Darimana kau mengetahui semua ini?" tanyanya kemudian. "Selama Ni Jian-ciu berada di sini, persoalan apa yang bisa mengelabuinya?" "Ni ... Jian ... Ciu pekik Ting Tong-ih sepatah demi sepatah, kemudian setelah tertawa pedih lanjurnya, "bila Ni Jian ciu tahu rahasia ini, tak ada alasan bagi Li Ok-lay untuk tidak mengetahuinya." Memanfaatkan kesempatan itu Lu Bun-chang maju ke depan, sambil menggenggam sepasang tangan gadis itu, katanya, "Kalau bukan lantaran aku, begitu Kwan Hui-tok mati, dia pasti sudah mengirim pasukan mengepung Kiokhong-wan serta mengobrak-abrik kantor cabang perkumpulanmu ini!" "Lalu mau apa kau datang kemari?" tanya Ting Tong-ih sambil tertawa ewa. "Tentu saja datang untuk melindungi keselamatanmu," seru Lu Bun-chang jengkel. "Terima kasih banyak atas perhatianmu, Lu-thayjin" kata Ting Tong-ih sambil menarik kembali tangannya, "sekarang kau sudah melindungi aku, jadi silakan pulang." "Apa maksudmu?" tanya Lu Bun-chang gelisah. "Aku tidak bermaksud apa-apa." "Kenapa kau begitu goblok? Apa untungnya berkorban demi Kwan Hui-tok yang sudah mampus?" Ting Tong-ih tertawa dingin.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Heran, bila kau memang orang baik, sudah seharusnya kau selamatkan jiwa Kwan-toako, bila kau menginginkan diriku, tidak seharusnya kau suruh orang membunuh Kwantoako... "Tapi Kwan ... Kwan Hui-tok kelewat takabur, tindak-tanduk dan sepak terjangnya dalam penjara sudah keterlaluan, mana mungkin aku dapat melindungi jiwanya?" "Tentu saja kau tak dapat melindunginya karena kau memang tak bermaksud melakukan hal itu, hmmm, sekarang dia sudah mati, aku pun sudah siap menyusulnya!" "Buat apa kau berbuat bodoh?" Lu Bun-chang berusaha mengendalikan hawa amarahnya, "kau adalah kau, dan dia adalah dia, lagi pula lelaki yang kau miliki toh bukan cuma dia seorang, buat apa kau mesti mengorbankan diri? Sudah sekian lama kau hidup dalam keadaan begini, kenapa hanya garagara emosi sesaat.... "Bukan karena emosi sesaat, mengerti kau?" tukas gadis itu. Lu bun-chang sudah tak mampu mengendalikan diri lagi, segera teriaknya, "Kau sangka apa yang tidak kupahami? Semua yang kau katakan sangat kupahami." Tiba-tiba Ting Tong-ih mempertinggi nada suaranya, dengan wajah memerah teriaknya, "Betul, dia memang bukan hanya memiliki seorang wanita seperti aku dan aku pun bukan hanya memiliki seorang lelaki seperti dia, tapi setelah dia mati, aku pun tak ingin hidup, bila aku mati, dia pun tak akan hidup dengan hati senang Bagaikan seekor kucing betina yang sedang marah, teriaknya lagi, "Kau sudah mengerti belum? Kalau tidak mengerti, cepat enyah dari sini!" Dada Lu Bun-chang naik turun menahan emosi, untuk sesaat dia tak tahu apa yang mesti dikatakan, tangannya

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

gemetar, tubuhnya ikut gemetar, hawa amarahnya telah memuncak. Pada saat itulah terdengar pintu kamar diketuk orang, kemudian terdengar si germo berseru dari luar, "Lu-thayjin, arak dan hidangan telah datang!" Lu bun-chang sama sekali tidak menggubris, mendadak katanya kepada gadis itu, "Tahukah kau, siapa yang telah dikirim kemari gara-gara kasus ini?" "Hmmm, aku hanya bisa menengok dari tempat ini, yang kulihat hanya sekelompok gagak yang terbang bergerombol, kelihatannya seperti sedang menyambut kedatangan tuan perdana menteri!" "Betul, yang datang memang seorang tokoh penting," seru Lu Bun-chang sambil menatapnya tajam, "dia adalah Raja opas Li Hian-ih." Berkilat sepasang mata Ting Tong-ih setelah mendengar nama itu, seakan seekor kucing yang tiba-tiba bertemu musuh tangguh. Setelah berhenti sejenak, kembali Lu Bun-chang melanjutkan, "Raja opas memang sengaja diutus kemari untuk menangkap kalian pembunuh keji beserta begundalnya!" Kemudian sambil mengelus jenggotnya ia menambahkan, "Setelah kedatangan Raja opas, tak lama kemudian empat opas yang paling kenamaan pun akan segera tiba di sini. Hmmm, tunggu saja kedatangan mereka, biar ada sepuluh orang Kwan Hui-tok juga jangan harap bisa meloloskan diri, terlebih gadis macam kau!" ooOOOoo 8. Mendobrak Kepungan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sewaktu si germo dan dua orang dayang itu membuka pintu, mereka pun segera tertegun setelah menyaksikan Lu Bun-chang sedang berdiri saling berhadapan dengan Ting Tong-ih dengan wajah penuh amarah. Terdengar Lu Bun-chang berteriak penuh amarah, "Ting Tong-ih, kalau kau tetap tak tahu diri, jangan salahkan aku tak berperasaan!" Tiba-tiba terdengar suara benturan keras, menyusul kemudian setiap jendela dan pintu yang ada di sekeliling tempat itu dibuka orang, dari baliknya bermunculan penjaga bersenjata lengkap, tampaknya seluruh jalan keluar dari tempat itu sudah dikepung. Berubah hebat paras muka Ting Tong-ih, cepat dia mengebaskan ujung bajunya dan memadamkan cahaya lentera. Begitu cahaya lampu padam, "Criiing...!", diiringi desingan angin tajam, sekilas cahaya pedang berkelebat melancarkan tusukan, tapi baru menusuk sampai tengah jalan, cahaya pedang itu mendadak lenyap. Biarpun sinar pedang sudah tak nampak, namun serangan maut masih tetap meluncur ke depan. "Sreet!", kembali sekilas cahaya berkelebat, ternyata orang yang memegang korek api adalah Lu Bun-chang. Dengan tangan kiri ia memegang korek api, jari telunjuk dan ibu jari tangan kanannya menjepit ujung pedang Ting Tong-ih. "Lan-lo-sat," terdengar Lu Bun-chang menjengek, "lebih baik segera menyerahkan diri Ting Tong-ih tidak menjawab, sekonyong-konyong dia menendang kain tirai yang tergeletak di tanah.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kain itu langsung melambung ke udara dan mengurung kepala Lu Bun-chang, tak berselang lama mereka berdua sudah terselubung di balik tirai itu. Tong Keng hanya bisa memandang dari luar, dia saksikan tirai kain itu bergelombang naik turun bagai gulungan ombak samudra, jelas kedua orang itu sedang terlibat dalam pertarungan yang amat sengit. Tong Keng semakin gelisah, apalagi setelah dari seluruh penjuru rumah pelacuran Kiok-hong-wan bergema suara pertempuran yang amat seru. "Sreet, sreet, sreet", di tengah desingan angin tajam, tirai kain itu sudah bertambah dengan sebuah lubang, kemudian robekan itu bertambah lebar dan terlihatlah ujung pedang berwarna biru yang sedang mengurung setitik cahaya putih, hanya sejenak, tahu-tahu cahaya itu lenyap dari pandangan. Menyaksikan hal ini Tong Keng menghembuskan napas lega, paling tidak, berkelebatnya cahaya pedang itu membuktikan ujung pedang Ting Tong-ih sudah tidak berada dalam jepitan jari tangan lawan. Tapi ada satu hal yang membuatnya tidak habis mengerti, berada di bawah kerudungan kain tirai yang begitu sempit hingga bergerak pun susah, dengan cara apa dia bisa meloloskan diri dari serangan pedang Ting Tong-ih? Baru saja ia merasa lega, mendadak "Weesss!", bagaikan sebuah piring terbang yang muncul dari balik kain tirai, tahutahu sekilas cahaya biru berkelebat sambil menerobos keluar dari kurungan, di belakang bayangan itu menempel ketat sekilas cahaya pedang yang menggidikkan. Ternyata pedang itu masih berada dalam genggaman Lu Bun-chang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pedang yang berada di tangan Lu Bun-chang bagaikan seekor ular berbisa, mengejar dan menempel terus punggung gadis itu. Sungguh cepat gerak tubuh Ting Tong-ih, ketika berkelebat, mantelnya mengembang menjadi selapis dinding baja yang amat kuat, namun ujung pedang itu menempel terus di belakang mantel bajanya sambil beberapa kali melancarkan tusukan ke dalam. Dengan kecepatan tinggi Ting Tong-ih menerobos ke depan, waktu itu ada tiga empat orang prajurit yang berjaga di depan pintu, sementara si germo beserta dayangnya sudah roboh terbacok senjata. Ting Tong-ih yakin dengan kemampuan yang dimilikinya hanya dalam tiga jurus ia mampu merobohkan orang-orang itu, tapi sayang ancaman pedang yang muncul dari belakang punggung selalu menempel tubuhnya, hal ini membuatnya tak punya waktu untuk melancarkan serangan. Dengan satu kali jumpalitan tubuhnya berbelok ke arah lain, kini dia menghampiri jendela, namun di situ pun dijaga beberapa orang prajurit, dengan satu gerakan cepat gadis itu berusaha menerobos keluar. Diiringi desingan angin tajam, serangan pedang yang datang dari belakang langsung menusuk ke depan. Saat itu tubuh Ting Tong-ih sudah terpojok hingga di depan lemari baju, mendadak ia menghentikan larinya sembari membalikkan badan, dengan wajah dingin bagaikan salju ditatapnya ujung pedang lawan tanpa berkedip. Waktu itu serangan pedang Lu Bun-chang nyaris menembus tubuh Ting Tong-ih, belum sampai ujung pedangnya menempel tubuh lawan, segera ia membatalkan ancamannya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Saat itulah mendadak Ting Tong-ih mengayunkan sepasang tangannya, dua kilas cahaya putih langsung menyambar ke wajah Lu Bun-chang. Segera Lu Bun-chang menarik pergelangan tangannya ke bawah, "Traaak!", dia pentalkan serangan 'pedang tangan' yang pertama, tapi bacokan 'pedang tangan' kedua sudah menyergap ke wajahnya. Segera lelaki itu memiringkan kepalanya ke samping, di antara kilatan cahaya pedang beberapa utas rambutnya terpapas dan buyar ke lantai. Di dunia persilatan Lu Bun-chang berjuluk Han-ya-bunhiang (di tengah malam menikmati salju), bukan saja dia adalah seorang terpelajar, akalnya banyak, otaknya pun cerdas, di antara sekian banyak orang yang mengikuti ujian negara, hanya dia seorang yang mampu lulus ujian bun (sastra) maupun bu (ilmu silat) sekaligus, sehingga tersohor sebagai seorang bun-bu-siang-coan. Akibat keberhasilan dan kemampuannya ini, banyak orang merasa tak puas dan iri hingga suatu ketika muncul delapan jagoan hebat yang ingin menjajal kemampuannya, waktu itu dia disergap di tengah malam buta yang bersalju. Waktu itu Lu Bun-chang bersama tiga orang pembesar kerajaan sedang mengelilingi anglo kecil sembari membicarakan syair, kebetulan syair yang sedang dibahas adalah syair "Di malam bersalju menikmati bunga bwe diterangi rembulan'. Ketika Lu Bun-chang baru saja bersenandungkan, "Di tengah malam menikmati salju mendadak ia berhenti sambil tersenyum karena saat itulah ia mendengar ada beberapa orang Ya-heng-jin (orang berjalan malam) hinggap di atas atap rumah. Waktu itu sambil tertawa Lu Bun-chang berkata, "Tunggu sejenak, aku segera akan kembali."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu melompat naik ke atap rumah dia langsung menyerang ketujuh orang lawannya, dalam pertarungan itu dia berhasil membunuh tiga orang, melukai dua orang dan memukul mundur dua yang lain. Sekembalinya bertempur, dia pun melanjutkan senandungnya, "Di malam bersalju menikmati bunga bwe diterangi rembulan. Di tengah malam menikmati salju, membunuh sambil tersenyum." Dari situlah maka Lu Bun-chang dijuluki orang sebagai 'Di tengah malam menikmati salju', dimaksudkan dia adalah seorang jagoan yang bisa membunuh orang sambil tertawa. Begitulah, baru saja ia berhasil menghindarkan diri dari dua buah serangan 'pedang tangan' yang dilancarkan Ting Tongih, belum sempat menarik napas untuk mengucapkan beberapa patah kata, tendangan gadis itu kembali menyambar tiba. Sampai di tengah jalan tiba-tiba tendangan itu terhenti, dua bilah cahaya pedang tahu-tahu sudah melesat keluar dari ujung sepatunya. Lu Bun-chang berteriak keras, "Triiing!", dia memukul jatuh sebilah pedang terbang yang menyambar tiba namun gagal menghindari serangan kedua, tak ampun lagi pisau terbang itu menghujam tulang rusuk kanannya. Rasa sakit yang luar biasa membuat hawa amarahnya memuncak, sebuah serangan maut segera dilancarkan, dia tusuk dada gadis itu. Ting Tong-ih sendiri meski berhasil melukai Lu Bun-chang dengan pisau terbang yang disembunyikan di balik sepatunya, namun dia sendiri juga sulit menghindarkan diri dari tusukan maut Lu Bun-chang. Di saat yang kritis, sekonyong-konyong terdengar suara raungan keras bergema dari balik lemari, di tengah kegelapan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mendadak menerobos keluar seseorang yang langsung menyambar sebuah jubah dan digulungkan ke atas pedang itu sambil membetotnya kuat-kuat. Bila kejadian ini berlangsung di hari biasa, mustahil bagi Tong Keng untuk menggulung pedang Lu Bun-chang dengan sebuah jubah, dia pun tak mungkin mampu membetot tubuh lawan hingga terhuyung. Saat ini keadaannya berbeda, pertama, karena Lu Bunchang tidak menyangka kalau di dalam lemari masih ada orang lain, kedua, dia pun sudah terluka, maka begitu dibetot, tak ampun tubuhnya langsung terjerembab ke dalam lemari baju. Dalam keadaan seperti ini, Lu Bun-chang hanya merasakan dadanya sakit bukan kepalang, waktu itu dia hanya sempat melindungi kepala serta dada sendiri, sementara tubuh bagian lainnya entah sudah terhajar berapa kali bogem mentah dan tendangan keras. Tong Keng sendiri pun tidak menyangka kalau ia berhasil menarik tubuh Lu Bun-chang hingga terjerembab ke dalam lemari, bahkan berhasil menguburnya di tengah tumpukan pakaian dan menghajarnya habis-habisan, belum sempat dia melakukan serangan lebih jauh, sekawanan prajurit telah menerobos masuk ke dalam kamar. Kawanan prajurit itupun amat terperanjat ketika secara tiba-tiba melihat Tong Keng menerjang keluar dari dalam lemari baju, beberapa orang di antaranya segera mengenali pemuda itu, teriaknya keras, "Tangkap pembunuh! Tangkap pembunuh!" Tong Keng melengak, batinnya, "Sialan! Aku toh tidak membunuh pembesar she Lu ini, kenapa disebut pembunuh?" Tak selang berapa saat, kawanan prajurit itu sudah mengayunkan goloknya sambil menerjang maju ke muka.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan garang dan buasnya mereka mengayunkan golok sambil menerjang ke arah Tong Keng, tak seorang pun di antara mereka yang menggubris keselamatan Lu Bun-chang, orang-orang itu hanya tahu bila berhasil menangkap Tong Keng atau membunuhnya, maka hadiah besar telah menanti mereka. Ting Tong-ih tidak tinggal diam, dia rampas sebilah pedang dan kemudian menusuk ke depan merobohkan prajurit yang berada paling depan, sambil menarik ujung baju Tong Keng, bisiknya, "Ayo, cepat kabur!" "Tunggu sebentar!" kata Tong Keng yang tiba-tiba menjadi kalap, bukannya mundur dia malah maju ke depan, kepalan dan tendangannya silih berganti dilontarkan, dalam waktu singkat serbuan keempat lima orang pengepungnya berhasil dipukul mundur. Bukan hanya itu, dia berhasil mencengkeram tengkuk salah seorang prajurit dan menariknya ke belakang. Dengan ketakutan setengah mati prajurit itu membuang goloknya sambil meronta, dengan wajah pucat-pias teriaknya berulang kali, "Tak ada urusan denganku, jangan bunuh aku, jangan bunuh aku "Apa maksud kalian menyebutku sebagai pembunuh?" hardik Tong Keng keras. "Apa?" prajurit itu balik tertegun. Sementara itu kembali ada dua orang prajurit yang berhasil mendekat, seorang di antaranya segera dirobohkan Ting Tong-ih sedang yang lain kena bacokan di lengannya oleh sabetan senjata Tong Keng. Sekali lagi Tong Keng menendang orang itu dengan keras, teriaknya, "Cepat jawab, kenapa kalian menuduhku sebagai pembunuh?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setahunya, dia masuk penjara dengan tuduhan 'pagar makan tanaman, mencuri barang kawalan sendiri, merampok harta milik pemerintah', tapi sekarang ditambah tuduhan baru sebagai pembunuh, hal ini membuatnya uring-uringan. Saking takutnya prajurit itu sampai gemetar keras hingga gigi pun saling beradu, sahutnya tergagap, "Aku ... aku ... bukan urusanku ... atasan bilang kau ... kau kabur dari penjara ... membunuh Li-siauya Tong Keng meraung keras, sepasang tangannya diayunkan dan dia lempar tubuh orang itu jauh ke belakang, teriaknya semakin kalap, "Bagus, bagus sekali, memang aku yang membunuhnya! Memang aku yang merampok uang negara! Terserah kalian, senang menuduhku sebagai apa, tuduhkan saja kepadaku, mau menyiksaku dengan cara apapun aku siap menghadapinya." Tong Keng memang memiliki perawakan tinggi kekar, ucapan yang diutarakan dengan sikap menantang ini membuat keadaannya mirip harimau yang siap menerkam mangsa, untuk sesaat para prajurit yang melakukan pengepungan terkesiap hingga untuk sesaat tak seorang pun berani maju menyerang. Salah seorang di antara kawanan pengepung itu segera berseru dengan suara berat, "Tong Keng, kalau kau sudah mengakui dosamu, kenapa tidak segera menyerahkan diri? Kalau sampai ditangkap sendiri oleh si opas sakti Li-thayjin, baru tahu rasa nanti!" Sejujurnya dalam hati kecil Tong Keng pun merasa ketakutan, apalagi sebagai mantan penghuni penjara yang sudah kenyang merasakan segala siksaan dan penderitaan, tentu saja dia tak ingin ditangkap dan dijebloskan kembali ke dalam neraka hidup itu. Tak heran kalau hatinya menjadi kebat-kebit tak keruan setelah mendengar si opas sakti Li Hian-ih turut terjun dalam

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pelacakan buronan kali ini, ia sadar kesempatan untuk hidup bertambah sempit. Sadar posisinya bertambah bahaya, Tong Keng menjadi nekad, sembari meraung keras dia siap menerjang ke muka untuk mengadu nyawa. Tapi sebelum ia bertindak, mendadak terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang dari luar kamar. Jeritan ngeri itu sangat menyayat hati, bukan saja mendatangkan perasaan pilu bagi yang mendengar, bahkan mendirikan bulu roma. Begitu jeritan ngeri berlalu, suara pertarungan sengit dan bentroknya senjata tajam berkumandang makin ramai, terdengar seseorang membentak nyaring, "He, bangsat, kalau tidak segera menyerahkan diri, nasib tragis beginilah yang akan kalian terima!" Lalu terdengar ada seseorang menyahut, "Tak usah banyak bacot, mau tangkap mau bunuh silakan dicoba!" Dari suara jeritan ngeri itu Tong Keng segera mengenali siapakah dia, ternyata suara itu berasal dari Ban Lo-liok. Bila ditinjau dari jeritan ngerinya yang memilukan hati, bisa disimpulkan bahwa Ban Lo-liok telah ketimpa musibah dan jiwanya tak tertolong lagi. Suara jeritan ngeri itu bukannya membuat nyali Tong Keng bertambah surut, ia justru terangsang untuk menyerang lebih nekad, semangat bertarungnya semakin berkobar, dia sadar segala fitnah dan tuduhan yang ditimpakan kepadanya secara tertubi-tubi membuat posisinya amat kritis dan berbahaya, setiap saat jiwanya terancam bahaya maut, tapi bagaimanapun ia bertekad mempertahankan nyawanya, paling tidak semua dendam dan sakit hatinya harus dibalas terlebih dulu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara itu untuk kedua kalinya kembali Ting Tong-ih berseru kepadanya, "Ayo, kabur!" Di tengah kilatan cahaya pedang, ia sudah membuka sebuah jalan berdarah.... Tong Keng segera mengikut di belakangnya menerjang keluar pintu kamar. Sebenarnya mereka berdua berniat kabur melalui jendela, tapi seluruh atap rumah, luar jendela, bawah loteng maupun di luar pagar pekarangan sudah bersiap begitu banyak jagoan yang siap mengepung mereka, baru saja kedua orang itu tiba di depan pagar loteng, dari balik kegelapan terlihat beberapa tempat mulai terbakar. Di tengah kobaran api yang semakin membara, tampak bayangan manusia bergerak kian kemari, tak lama kemudian di seluruh pelosok sudah terjadi kebakaran hebat. Ting Tong-ih sadar, sebagian besar saudara yang selama ini dibina Kwan Hui-tok telah menemui ajalnya terbakar oleh kobaran api dahsyat itu. Cepat dia menyelinap ke tepi pagar, di balik keheningan yang mencekam seluruh jagad, lamat-lamat ia mendengar suara ujung baju yang tersampuk angin bergema dari empat penjuru, suara ujung baju yang mengandung hawa pembunuhan. Sadar akan mara bahaya yang mengancam di depan mata, gadis itu urung melompat turun, dia menarik baju Tong Keng dan diajak berbalik ke dalam kamar dan mencoba menyerbu lewat situ. Tampaknya para opas dan prajurit yang berjaga di dalam kamar tidak mengira kalau Ting Tong-ih serta Tong Keng akan berbalik arah, mereka menjadi kelabakan dibuatnya. Mereka berdua segera menerjang keluar dari kamar, sepanjang jalan terlihat mayat bergelimpangan dimana-mana,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pelayan, dayang, pelacur, ada yang terluka, ada yang merintih di tengah genangan darah, ada pula yang tewas mengenaskan. Ji-losam serta dua orang lelaki penggotong tandu masih terlibat pertarungan sengit melawan sekawanan opas dan prajurit, sementara dua orang penandu yang lain, satu sudah mati terkapar sementara yang satu lagi sudah tertawan, namun luka yang dideritanya teramat parah. Tong Keng segera mengayunkan sepasang kepalannya berulang kali dan merebut sebilah golok besar, saat itulah dia lihat ada seorang prajurit sedang menendang seorang wanita yang sudah luka terkapar di tanah sambil merintih. Tak tahan dengan perlakuan orang itu, Tong Keng langsung menyergapnya sambil melancarkan bacokan, agaknya prajurit itu tidak menyangka kalau di antara lawannya yang sudah terkepung rapat, ada seorang di antaranya sempat membalikkan badan sambil menghadiahkan bacokan ke tubuhnya. Dalam gugup dan gelagapannya, opas itu segera membalikkan goloknya sambil balas membacok dada kanan Tong Keng. Tong Keng mendengus, bukan menarik kembali serangannya, dia malah membacok dengan sepenuh tenaga, cepat opas itu menangkis dengan tangan kosong, tak ampun kelima jari tangannya segera terpapas kutung. Gugup dan takut membuat opas itu seolah lupa dengan rasa sakit yang mencekam tangannya, segera teriaknya, "Ampuni aku, ampuni aku Sebenarnya Tong Keng akan menambahi dengan sebuah bacokan lagi, tapi akhirnya dia mengubah bacokan menjadi sebuah tendangan keras, umpatnya, "Perbuatan kalian memang laknat, melihat orang lantas membunuh, tingkah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lakumu lebih jahat dari seorang perampok!" Waktu itu Ting Tong-ih sudah menyerbu turun ke bawah loteng, baju birunya dilapisi cahaya golok menerkam ke sana kemari. Sementara Tong Keng yang tertinggal di atas loteng seketika dikepung tujuh delapan orang opas dan prajurit, gadis itu sempat mendongak ke atas, tampaknya ia sedang mempertimbangkan apakah perlu menolong Tong Keng atau tidak, tapi sebelum memutuskan, pintu kamar sudah diterjang orang hingga hancur berantakan, menyusul kemudian terlihat seseorang menerjang masuk ke dalam. Sungguh cepat gerakan orang itu, begitu keluar kamar dia langsung menerkam ke bawah loteng, tangan kanannya mencengkeram bahu kiri Ting Tong-ih dengan kuat. Gadis itu membalikkan pedangnya melepaskan tusukan, cepat orang itu menarik kembali tangannya dan berganti menggunakan tangan kiri untuk mencengkeram bahu kanan nona itu. Ting Tong-ih segera mundur sejauh tiga langkah, tapi orang itu menempel terus, begitu lawannya mundur dia langsung merangsek maju. Gadis itu tahu, bertahan terus bukan pemecahan yang menguntungkan. Dalam gugup dan gelisahnya ia membalikkan pedangnya kemudian menusuk tenggorokan lawan. Orang itu tertawa dingin, tangannya menyapu ke atas dan mencengkeram tubuh lawan. Sekarang Ting Tong-ih dapat melihat jelas wajah lawannya, ternyata dia adalah Lu Bun-chang. Sadarlah si nona bahwa tiada harapan lagi baginya untuk bisa lolos dari cengkeraman iblis itu malam ini. Waktu itu Tong Keng yang sedang bertarung sengit di atas loteng kena dihajar sebuah tendangan yang dilepaskan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

seorang opas, punggungnya langsung menumbuk pagar loteng hingga patah, tubuhnya pun langsung terjungkal ke bawah. Ketika tubuh Tong Keng terlempar jatuh ke bawah loteng, telinganya sempat menangkap suara deru angin tajam yang mendengung di sisinya, tampaknya potongan kayu pagar dan sejumlah senjata ikut rontok pula ke bawah. Tiga empat orang opas dan prajurit ternyata turut melompat turun ke bawah melakukan pengejaran. Tak terlukiskan rasa kaget Tong Keng, jeritnya di dalam hati, "Habis sudah riwayatku kali ini, sungguh menyesal aku mesti mati dengan cara begini Sekonyong-konyong punggungnya yang terjatuh ke bawah menyentuh sesuatu benda. Dia mengira sudah mencapai permukaan tanah, diam-diam ia bersiap menghadapi getaran keras karena benturan serta rasa sakit yang luar biasa. Di luar dugaan, tubuhnya seakan-akan terjatuh di tengah gumpalan awan yang tebal, sama sekali tidak terasa sakit. Reaksi yang dilakukan Tong Keng cukup cepat, ia langsung melejit bangun, tampak tiga orang opas yang tergeletak di sampingnya kalau bukan tertusuk pergelangan tangannya, lutut kakinya pasti menderita luka parah. Padahal mereka adalah tiga orang musuh yang sedang mengejarnya, tapi dalam waktu singkat mereka sudah terluka parah dan kehilangan kemampuan untuk melanjutkan pertarungan. Dengan perasaan terperanjat Tong Keng berpaling, ia lihat ada seseorang berdandan opas dengan mengenakan kopiah kebesaran tapi menutup wajahnya dengan secarik kain, berdiri di situ sambil memegang sebilah golok yang amat besar dan berat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekalipun senjata itu amat berat, namun berada di tangannya seolah sebuah benda yang sangat ringan. Sekilas pandang, Tong Keng dapat menyaksikan dengan jelas bahwa luka yang diderita ketiga opas itu sebenarnya terhitung sangat ringan, walau enteng namun justru membuat mereka sama sekali kehilangan kekuatan untuk bertempur, bila seseorang tidak memiliki kepandaian tinggi, mustahil dia mampu berbuat demikian. Dia bertambah kaget setelah melihat luka enteng itu ternyata dihasilkan dari serangan sebilah golok raksasa yang begitu besar dan berat, hal ini semakin membuktikan bahwa kungfu yang dimiliki orang ini memang luar biasa. Sementara dia masih melamun, orang itu kembali membentak dengan suara berat, "Cepat terjang keluar dari sini!" Tampak dia memainkan golok raksasa itu hingga berubah menjadi cahaya golok yang berkilauan, walaupun tubuhnya menerjang ke tengah kepungan, namun orang itu sama sekali tidak menggunakan goloknya untuk melukai lawan, dia hanya menotok atau menyodok bahu serta lutut lawan hingga saling bertabrakan dan roboh terjungkal. Sekali pandang Tong Keng merasa seakan pernah kenal orang ini, rasa ingin tahunya membuat dia segera berteriak keras, "He, Hohan, kau adalah...?" Orang itu berperawakan tinggi besar, senjata goloknya pun amat berat, tapi setiap kali berhasil menerobos masuk ke dalam lingkaran kepungan lawan, goloknya selalu hanya digunakan untuk merobohkan musuh tanpa melukainya, orang ini selain berilmu tinggi dan bernyali besar, hatinya pun sangat mulia. "Goblok!" terdengar orang itu membentak Tong Keng.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu dibentak, Tong Keng baru sadar ia telah berada di hadapan begitu banyak opas dan prajurit yang sedang mengepung, dia malah menanyakan identitasnya secara terbuka, jelas perbuatan semacam ini merupakan perbuatan bodoh. Dalam waktu singkat orang itu berhasil membuka sebuah jalan berdarah dan memberi peluang kepada Tong Keng untuk kabur dari situ. Ketika tiba di depan pintu gerbang, Tong Keng segera menyaksikan ada seseorang sedang memainkan sebuah ruyung panjang, ruyung itu bagaikan bayangan naga sakti memaksa para pengepung tak sanggup mendekat. Tong Keng kegirangan, sebab dia segera mengenali orang itu sebagai kakek si kusir kereta, biarpun cambuknya masih menyambar ke sana kemari, namun napasnya sudah tersengal-sengal, jelas dia sudah mulai kehabisan tenaga. "Aku segera membantumu!" teriak Tong Keng kemudian. Kakek itu tidak menjawab, hanya gumamnya, "Patung tanah liat menyeberangi sungai, untuk menyelamatkan diri pun sudah susah, masih ingin membantu orang lain!" Tong Keng tidak ambil peduli, sambil memutar goloknya ia menerjang ke depan dan menghajar tubuh seorang petugas hingga tubuhnya mencelat ke belakang., "He, kalau tidak segera kabur, mau tunggu sampai kapan lagi?" kembali kakek itu membentak. Begitu melihat kakek itu. Tong Keng pun segera teringat akan keselamatan Kho Kit dan Ji Lo-pat sekalian, segera tanyanya, "Dimana Kho Kit?" "Sudah mati ... semuanya sudah mati sahut kakek itu dengan mata bercucuran, "aku tidak tahu ... aku tidak tahu

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sudah, jangan banyak bertanya lagi, segera lari!" mendadak orang berkerudung itu membentak lagi. Tong Keng bersama kakek itu segera kabur keluar dari pintu gerbang, sembari berlari berulang kali Tong Keng berpaling ke belakang. Di antara kerumunan orang banyak, lamat-lamat ia saksikan setitik cahaya biru masih bergumul di tengah kepungan berpuluh bayangan hitam dan merah, tampaknya Ting Tong-ih masih terlibat pertarungan sengit melawan seorang berbaju putih. Tong Keng tak tega menyaksikan kejadian ini, dia merasa tidak seharusnya sebagai seorang lelaki meninggalkan seorang gadis bertarung seorang diri, maka tanpa ambil peduli keselamatan sendiri ia pun berteriak, "Aku tak mau pergi!" Waktu itu petugas keamanan dan prajurit yang mengepung pintu gerbang makin lama semakin banyak, bahkan dari empat penjuru masih mengalir datang tiada habisnya. Gelisah bercampur gusar kembali orang itu menghardik, "Mau apa kau?" Sembari menyerbu ke dalam gedung, sahut Tong Keng, "Kalian pergilah lebih dulu, aku harus pergi bersama enci Ting!" ooOOOoo 9. Ilmu Colok Bisul. Kelihatannya orang itu dibuat bingung oleh ulah Tong Keng, setelah berhasil menumbuk seorang musuh dengan kepalanya hingga mencelat, tanyanya kepada si kakek yang berada di sisinya, "Mau apa dia?" Kakek itu menggeleng, tampaknya dia pun tak habis mengerti.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sementara itu Tong Keng sudah menyerbu balik dengan nekad. Melihat terjangan lawan bagaikan seekor harimau sinting, kawanan prajurit dan opas itu malah tak berani menghalangi, mereka membiarkan Tong Keng menerjang hingga ke samping Ting Tong-ih. "Enci Ting... dengan napas tersengal, bermandikan keringat dan darah Tong Keng berseru. "Cepat menggelinding dari sini!" umpat Ting Tong-ih nyaring. "Tidak, aku tak mau pergi!" jawab Tong Keng ngotot. "Kau.... saking jengkelnya paras muka Ting Tong-ih berubah menjadi pucat-pias. Terdengar orang itu menjengek sambil tertawa dingin, "Karena kau tidak mau menggelinding, dia pun tak mau pergi, bagus, bagus sekali, malah kebetulan, jadi aku bisa menangkap kalian berdua!" Sekarang Tong Keng dapat melihat jelas wajah orang itu, ternyata dia adalah Lu Bun-chang, hanya saja wajahnya yang semula putih bersih dan rajin, kini telah berubah beringas, buas dan menyeramkan. Tong Keng langsung mengayunkan goloknya membacok kepala lawan, sambil menyerang teriaknya, "Enci Ting, cepat menggelinding pergi!" Sebetulnya dia ingin mengatakan "pergi", namun lantaran ucapan Ting Tong-ih sebelumnya, maka tanpa disadari yang digunakan adalah perkataan "menggelinding". Mendengar teriakan Tong Keng ini, mula-mula Ting Tong-ih agak tertegun, tapi akhirnya dia hanya mengerling sekejap ke arahnya tanpa berkata-kata, sementara Tong Keng sendiri sama sekali tidak menyadarinya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekonyong-konyong tubuh Lu Bun-chang melambung ke udara. Ayunan golok Tong Keng dilancarkan dari atas ke bawah, sementara tubuh Lu Bun-chang justru melambung dari bawah ke atas, dengan demikian ia justru memapaki datangnya bacokan itu. Tapi Tong Keng tak ingin membunuh musuhnya, ketika merasa serangannya kelewat bertenaga, segera dia menarik kembali tenaganya sambil berusaha menghentikan bacokan itu. Siapa sangka belum sempat ia berbuat sesuatu, tahu-tahu tangannya menjadi kaku, menyusul kemudian golok dalam genggamannya berhasil dirampas Lu Bun-chang. "Anjing laki perempuan," jengek Lu Bun-chang sambil tertawa dingin, "kalian masih punya simpanan apa lagi? Ayo, gunakan semua "Siapa yang kau maksud anjing laki perempuan?" tegur Ting Tong-ih. "Tentu saja kau dan dia," jawab Lu Bun-chang mendongkol, "kalau seorang lelaki berada satu kamar dengan seorang wanita, kalau bukan anjing laki perempuan, apa namanya?" "Kalau begitu aku dan kaulah yang paling pantas disebut anjing laki perempuan!" Ting Tong-ih segera menimpali. Mendengar gadis itu mengucapkan kata-kata yang begini kasar di hadapan orang banyak, Lu Bun-chang semakin mendongkol dibuatnya, kembali teriaknya penuh amarah. "Kau ... kau siluman perempuan, berani amat... "Aku tahu selama ini kau selalu bersikap baik kepadaku," tukas Ting Tong-ih cepat, "memangnya orang lain yang baik kepadaku lantas boleh kau sebut anjing laki perempuan? Bagaimana dengan kau sendiri?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Anjing laki perempuan! Anjing laki perempuan!" teriak Lu Bun-chang semakin gusar. Ting Tong-ih tidak tinggal diam, tusukan demi tusukan dia lancarkan secara bertubi-tubi. Lu Bun-chang mendengus dingin, dengan tangan kosong kembali ia mencengkeram pedang gadis itu. "Kau dan dia adalah anjing laki perempuan!" teriak Lu Bunchang lagi, "kau dan Kwan Hui-tok juga anjing laki perempuan Tiba-tiba Ting Tong-ih menjerit, dia miringkan kepalanya sambil menyongsongkan tengkuknya ke depan, tampaknya dia hendak mengadu lehernya dengan mata pedang. Lu Bun-chang melengak, dia tak menyangka gadis itu akan menjadi nekad, untuk mencegah jelas sudah tak sempat lagi. Tong Keng pun tidak menyangka watak gadis itu begitu keras kepala dan nekad, dia pun tak sempat memberi pertolongan. Di saat yang kritis itulah mendadak terdengar seseorang membentak nyaring, "Lepas tangan!" Sambil menghardik, sebuah bacokan golok diayunkan ke bawah. Menyaksikan betapa dahsyatnya bacokan golok itu. Lu Bunchang tak berani menangkis dengan tangan kosong, segera dia melepas pedangnya sambil melompat mundur. Karena dia lepas tangan, pedang pun rontok ke bawah, tindakan Ting Tong-ih yang menyongsong mata pedang dengan tengkuknya itupun mengenai tempat kosong. "Nona," seru lelaki berkerudung itu sambil menepuk bahu Ting Tong-ih, "kalau belum sampai titik penghabisan, jangan sembarangan mengorbankan nyawa, kalau tidak, kau bakal menyesal!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kalau sudah mati, masakah masih bisa menyesal?" dengan tak acuh gadis itu tertawa. Ternyata orang yang memaksa mundur Lu Bun-chang adalah lelaki berkerudung itu. "Siapa kau?" dengan wajah serius Lu Bun-chang menegur, "sungguh berat ayunan golokmu, kenapa sembunyi kepala macam kura-kura? Kenapa kau tak berani bertemu orang?" Orang itu tidak menjawab, dia hanya melintangkan goloknya di depan dada sambil berdiri tegak. Sementara itu kawanan opas dan prajurit yang melakukan pengepungan sudah siap bergerak maju, apalagi berada di depan atasannya, semua orang ingin unjuk kebolehan sambil berusaha membuat pahala. "Mundur semua!" segera Lu Bun-chang menghalangi. Selama ini kawanan opas dan prajurit itu belum pernah menyaksikan Lu Bun-chang tampil dengan wajah begitu serius dan bersungguh-sungguh, tanpa disuruh untuk kedua kalinya serentak mereka mundur, ada yang segera pindah ke posisi lain, ada pula yang cuma mengepung dari kejauhan. Mereka sadar kepandaian silat yang dimiliki ketiga orang itu sangat tangguh, namun mereka juga tahu kalau mereka bertiga merupakan buronan penting, demi mempertahankan mahkota kebesaran masing-masing, tentu saja mereka tak bisa membiarkan buronan itu kabur begitu saja. Kembali orang itu berseru kepada Tong Keng, "Akan kutahan dia, sementara kalian segera keluar dari sini." "Aku ikut bersamamu ... " kata Tong Keng. Belum selesai dia berkata, kembali orang itu menghardik, "Tak nyana seorang lelaki macam kau begitu rewel dan bawel!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ting Tong-ih juga sadar kalau situasi bertambah gawat, segera dia menimpali, "Lebih baik kita segera pergi, kehadiran kita hanya akan mengganggu cara kerja Cianpwe." "Tapi bagaimana dengan Kho Kit?" tanya Tong Keng sangsi, "apakah saudara Kho telah berhasil lolos?" Kontan Ting Tong-ih melotot ke arahnya. Jika keselamatan seseorang sudah di ujung tanduk, sudah sewajarnya bila menyelamatkan diri terlebih dulu, tapi lelaki kasar di hadapannya ini berbeda, bukan saja ia tak pernah memikirkan keselamatan sendiri, malah sebaliknya justru menguatirkan keselamatan rekan lain. Dalam pada itu Lu Bun-chang telah mengeluarkan sisirnya lagi dan mulai menyisir kumis serta jenggotnya, dia melakukannya dengan gerakan yang sangat tenang dan mantap. Dengan pandangan tajam orang itu mengawasi sepasang tangannya, mengawasi tanpa berkedip. "Tak seorang pun di antara kalian yang bisa lolos dari sini," kata Lu Bun-chang perlahan. "Kau tak usah memaksa aku turun tangan," kata orang itu. Lu Bun-chang tertawa sinis. "Bila ingin turun tangan, lakukan segera, kalau tidak, kau tak usah turun tangan lagi." Sementara pembicaraan masih berlangsung, dari dalam gedung Kiok-hong-wan telah muncul seorang sastrawan berkapak raksasa, di antara kilatan cahaya yang menyilaukan mata, dalam waktu sekejap dia telah membabat tubuh lelaki yang dijuluki 'telur kerbau' itu hingga kepalanya berpisah dengan badan. Orang itu mulai mengangkat goloknya tinggi-tinggi, sebuah serangan maut tampaknya segera akan dilancarkan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ilmu golok Ngo-kui-kay-san-to (Lima setan membelah bukit)?" berkilat sepasang mata Lu Bun-chang. Ibu jari tangan orang itu yang sedang menggenggam gagang golok tiba-tiba direntangkan, seakan dia hanya menggunakan delapan jari tangan untuk menggenggam golok. "Hah? Ilmu golok Pat-hong-hong-yu-liu-jin-to (delapan penjuru hujan angin menahan manusia)?" sekali lagi Lu Bunchang berseru dengan perasaan terkesiap. Orang itu mendengus dingin, sepasang tangannya yang memegang golok mendadak direntangkan hingga terbuka, ketika golok itu berputar di tengah angkasa, tertampak selapis bayangan cahaya yang menyilaukan mata. Bagaikan berhadapan dengan musuh tangguh, sekali lagi Lu Bun-chang berteriak kaget, "Ilmu golok Liong-coan-hongto-hoat (angin berpusing)?" Orang itu membentak nyaring, sebuah bacokan dilontarkan ke bawah. Begitu nyaring suara bentakan dan desingan angin golok itu hingga membuat suara bentakan dan bentrokan senjata yang sedang berlangsung di seluruh sudut rumah pelacuran Kiok-hong-wan menjadi sirna. Lu Bun-chang tak berani gegabah, segera dia menepuk sepasang tangannya berulang kali dan kemudian menjepit bacokan golok itu dengan kuat. Bacokan itu disertai tenaga yang luar biasa besarnya, meski paras muka Lu Bun-chang seketika berubah menjadi pucatpias, namun ia berhasil juga menjepit golok itu. Tiba-tiba orang itu melepaskan goloknya, kemudian tangannya menyambar ke atas dan mencabut sebatang bulu yang berada di topinya. Kemudian bulu itu membabat ke muka dan ternyata tajamnya tidak kalah dengan bacokan golok.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Darah segar segera menyembur keluar dari tangan kanan Lu Bun-chang. Dengan penuh amarah Lu Bun-chang mundur ke belakang, sambil meraung keras dia membuang golok yang berada dalam jepitannya ke tanah. Baru saja golok itu meluncur ke bawah, kembali orang itu membungkukkan badan untuk menyambar kembali goloknya yang tergeletak di tanah. Siapa tahu pada saat itulah Lu Bun-chang melemparkan sisir yang berada dalam genggamannya ke depan, tak sempat menghindarkan diri, sisir itu langsung bersarang telak di atas dadanya. Orang itu mendengus tertahan, serunya keras, "Cepat kabur!" Ting Tong-ih segera mengebaskan mantelnya melancarkan sebuah gulungan kilat, di antara kilatan cahaya pedang, empat-lima orang prajurit roboh terkapar, melalui jalur itulah Tong Keng sambil memayang orang itu kabur keluar. Tiba-tiba sekilas cahaya kapak menyambar lewat dari pintu gerbang. Cahaya kapak itu membawa tenaga ancaman yang lebih dahsyat dari sambaran petir, siapa yang berani menerjang, tubuhnya pasti akan hancur terbelah. Ting Tong-ih mendengus dingin, sambil memperketat pakaiannya dan mengernyitkan alis, dia bersiap menerjang keluar dari pertahanan musuh. "Sreeet!", mendadak terdengar suara desingan angin tajam meluncur ke bawah dari atas loteng. Segera sastrawan kapak raksasa Gi Eng-si menangkis dengan kapaknya, seketika ia merasa pergelangan tangannya seolah dihajar dengan martil berat, genggamannya menjadi

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kendor, tahu-tahu kapak raksasanya sudah mencelat dari tangan dan membacok tiang penyangga rumah. Menyusul kemudian "Traaak!", kembali sebuah benda menancap tiang penyangga kayu, ternyata hanya gumpilan lilin. Sementara Gi Eng-si masih tertegun, Ting Tong-ih sudah memanfaatkan peluang itu untuk menyerobot keluar dari pintu gerbang, cahaya pedang berkelebat dan lapisan mantel berputar melindungi badan. Tong Keng sambil memayang orang itu tak tinggal diam, ia ikut menerobos keluar pintu gerbang. Kawanan opas dan prajurit yang berjaga di luar menjadi panik bercampur ngeri, rupanya kemampuan si manusia berkerudung yang berhasil melukai Lu Bun-chang dengan menggunakan sehelai bulu telah menggetarkan perasaan mereka, untuk sesaat mereka hanya memegangi obor sambil menyaksikan rombongan Ting Tong-ih menerjang keluar kepungan. Mendadak terdengar suara ringkikan kuda disusul munculnya sebuah kereta yang dilarikan dengan kencang, orang yang duduk di kursi kusir ternyata tak lain adalah si kakek yang enggan kabur sendirian itu. Dengan cepat kakek itu melarikan keretanya membuyarkan pasukan pengepung, dimana cambuknya menyambar, delapan opas sudah digulungnya hingga mencelat. Segera Tong Keng membantu orang itu naik ke dalam kereta, sementara Ting Tong-ih dengan mengandalkan gulungan mantelnya telah merobohkan beberapa opas yang berhasil mendekat. Kemudian dengan sekali lompatan, dia pun menerobos masuk ke dalam kereta. Diiringi bentakan nyaring, kakek itu melarikan kembali keretanya dengan cepat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Teriakan dan bentakan nyaring seketika berkumandang dari empat penjuru, dengan golok terhunus kawanan opas dan prajurit itu melakukan pengejaran, bahkan beberapa di antaranya mulai melemparkan obor mereka ke atas kereta. Sayang mereka berkaki dua sementara kereta itu mempunyai enam belas kaki, tak selang lama kemudian kawanan opas itu sudah ketinggalan jauh. Saat itu kereta sudah dipenuhi kobaran api, di tengah kegelapan terlihat segumpal api meluncur dengan cepatnya meninggalkan tempat itu dan makin lama meluncur semakin menjauh .... Gi Eng-si sambil memapah Lu Bun-chang berjalan keluar pintu gerbang, mereka hanya bisa menyaksikan kobaran api yang makin lama semakin menjauh itu dengan pandangan melongo. Tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda yang sangat ramai bergema memecah keheningan, ternyata ada belasan orang pasukan kuda yang sudah dipersiapkan sejak awal dengan membagi diri menjadi dua kelompok mulai melakukan pengejaran. Kobaran api yang muncul dalam kegelapan malam justru menjadi target yang mudah diikuti, seakan-akan nasib telah menetapkan bahwa kebakaran merupakan simbol dari kemusnahan. Dan pasukan berkuda itu justru akan menghapus simbol itu hingga lenyap untuk selamanya. Mengawasi kobaran api yang semakin menjauh dan pasukan berkuda yang melakukan pengejaran. Lu Bun-chang segera menghela napas panjang, gumamnya, "Kalian tak bakal bisa lolos... Tampaknya ia tetap menyesal karena gagal menahan Ting Tong-ih di situ, dia tak tahu masih adakah kesempatan baginya untuk bersua lagi dengan gadis itu dalam keadaan hidup.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan perasaan heran Gi Eng-si segera bertanya, "Se ... sebenarnya siapakah orang itu?" Lu Bun-chang memeriksa sekejap luka memanjang di lengannya, mimpi pun dia tak menyangka kalau orang itu mampu memainkan ilmu golok yang dahsyat hanya dengan sehelai bulu, bahkan nyaris mengutungi lengannya. "Ilmu golok Po-ting-to-hoat (ilmu golok bisul) kemampuan ilmu golok orang ini telah berhasil mencapai taraf melukai orang dengan sambitan bunga, tingkat kesempurnaan yang mengerikan ... aaai, padahal hanya ada tiga orang yang kemungkinan besar memiliki kemampuan semacam ini, khususnya yang berdiam di wilayah beberapa ratus li seputar sini, orang ini... "Hah? Jadi orang itu adalah dia?" berkilat sepasang mata Gi Eng-si. Dengan wajah serius Lu Bun-chang manggut-manggut. "Ya, kelihatannya memang dia." "Tapi dia.... gumam Gi Eng-si. Sebetulnya sejak semula pertanyaan yang dia ajukan adalah ingin bertanya siapa yang mampu merontokkan kapak raksasanya hanya dengan mengandalkan gumpilan lilin, kalau dibilang manusia berkerudung itu sanggup melukai Lu Bunchang dengan sehelai bulu sudah merupakan satu kejadian yang luar biasa, maka kepandaian yang dimiliki si penyambit gumpilan lilin itu jelas jauh lebih dahsyat, mengerikan dan tak masuk akal. Malah hingga sekarang secara lamat-lamat Gi Eng-si masih merasakan pergelangan tangannya sakit. Si kakek melarikan kereta kuda itu dengan kencang, dia langsung kabur menuju keluar kota. Tong Keng dan Ting Tong-ih pun harus bekerja keras melempar keluar semua obor menyala yang ada di dalam

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kereta, kemudian memadamkan kebakaran yang terjadi di kereta mereka. Dengan susah payah akhirnya mereka berdua berhasil memadamkan kobaran api, ketika berpaling lagi ke arah lelaki berkerudung itu, tampak sorot matanya yang semula bersinar tajam, kini sudah berubah redup tak bercahaya, tangannya masih menekan di atas dada, sementara cairan darah masih mengucur keluar tiada hentinya. "Hohan, bagaimana ... bagaimana keadaanmu?" teriak Tong Keng. Dengan susah payah orang itu menarik napas, dia balik bertanya, "Kita ... kita akan kemana?" Waktu itu si kakek sedang memusatkan perhatian mengendalikan laju kereta kuda itu sehingga tidak mendengar dengan jelas pertanyaan yang diajukan manusia berkerudung itu, terpaksa Tong Keng harus mengulang kembali pertanyaan yang sama. Kakek itu sama sekali tidak berpaling, dia seakan tak mau pikirannya pecah sehingga menyebabkan larinya kuda menjadi kendor, sahutnya singkat, "Kita keluar kota!" "Jangan ke situ!" segera manusia berkerudung itu berseru, "Raja opas baru saja masuk kota, bila bertemu dengannya ... kita semua bisa mampus!" "Lantas kita harus pergi kemana?" tanya si kakek tanpa memperlambat lari kudanya. "Cepat belok ke sebelah barat kota, di situ terdapat tanah pedesaan yang sangat luas, kita bisa berusaha mencari tempat persembunyian di situ!" Tiba-tiba kereta kuda itu berbelok arah, diiringi ringkikan panjang, keempat ekor kuda itu berputar arah secara tibatiba, sedemikian tajamnya belokan itu nyaris membuat kereta

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kuda itu menempel di atas permukaan tanah, kini kereta bergerak menuju ke barat kota. "Loko," seru Tong Keng kemudian, "kepandaianmu mengemudikan kereta betul-betul hebat!" "Kau masih muda, tentu saja tak kenal dengan kebesaran namanya di masa lalu," kata lelaki berkerudung itu cepat, "dialah Hui-ki (si penunggang kuda kilat) Wan Hui!" "Wan Hui?" ulang Tong Keng dengan kening berkerut. Ketika mendengar namanya disebut orang, tampaknya semangat kakek itu semakin berkobar, teriaknya sambil berpaling ke dalam kereta, "Betul, aku bernama Wan Hui!" "Aku bernama Tong Keng!" balas lelaki itu sambil melongok keluar kereta. Sementara itu kereta kuda masih berlarian di tengah kegelapan dengan kecepatan tinggi, terkadang mereka melalui tebing yang curam dan pohon tumbang yang berserakan, meski medannya semakin sulit namun laju kereta sama sekali tidak melambat. Pada saat itulah Ting Tong-ih yang berjaga di belakang kereta berseru, "Hati-hati, beberapa puluh ekor kuda pengejar sudah tiba di belakang kita." "Jangan kuatir, kita memiliki Wan Hui yang jagoan," sahut Tong Keng. "Itupun tidak cukup," kata lelaki berkerudung itu sambil menggeleng, "kuda-kuda itu harus berlarian sambil menarik kereta, jelas larinya tidak akan secepat lari kuda tunggal." "Lantas apa yang harus kita lakukan?" tanya Tong Keng cemas. Sambil menggigit bibir kata Ting Tong-ih, "Aku yakin di depan sana pasti ada sejumlah jagoan yang siap menghadang kita, kereta ini menjadi target yang mencolok."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tampaknya kita mesti meninggalkan kereta," usul lelaki berkerudung itu, "mungkin dengan meninggalkan kereta, gerak-gerik kita menjadi lebih leluasa." "Tapi lukamu.... tanya Tong Keng. Lelaki berkerudung itu tertawa paksa. "Hanya luka sekecil ini kenapa mesti dikuatirkan? Kau tak usah menggubris lukaku ini!" "Baiklah kalau begitu," ucap Ting Tong-ih tegas, "akan kusuruh Wan Hui menyembunyikan kereta kudanya Kereta kuda pun segera berhenti berlari. Padahal waktu itu kereta masih meluncur dengan kecepatan luar biasa, laju kereta yang mendadak terhenti kontan membuat semua orang yang berada di dalam kereta terlempar keluar. Cepat Ting Tong-ih menjejakkan kaki sambil memegang kencang pinggiran kereta, dengan memanfaatkan kekuatan itu dia melompat naik ke atap kereta. Sementara lelaki berkerudung itu segera menghimpun tenaga dalamnya, bagaikan besi sembrani dia seolah menempel ketat di atas lantai kereta, ternyata tubuhnya sama sekali tidak bergeming. Hanya Tong Keng seorang yang terlempar keluar. Begitu tubuhnya mencelat keluar, Tong Keng segera bergulingan di atas tanah sambil berusaha melompat bangun, ia lihat keempat ekor kuda itu sudah meringkik panjang sambil mengangkat kedua kakinya ke tengah udara, ternyata Wan Hui masih menempel di atas punggung kuda dan tidak ikut terlempar. Bagaimana mungkin kereta kuda itu bisa berhenti secara mendadak?

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan cepat Tong Keng saksikan roda kereta itu sudah lenyap, ruang kereta pun sudah hampir menancap di dalam tanah, tak heran kalau kereta itu berhenti seketika. Tapi siapa yang sanggup mematahkan roda kereta yang sedang bergerak cepat? Sekarang Tong Keng baru melihat, di bawah cahaya rembulan ada dua orang berdiri di sisi kiri dan kanan mereka, kedua orang itu masing-masing memegang sebuah roda kereta. Tampaknya mereka berdualah yang secara paksa mencabut lepas roda kereta yang sedang berlari kencang itu. Berdiri di bawah cahaya rembulan yang redup, kedua orang itu bagaikan mayat hidup yang baru bangkit dari liang kubur. Tentu saja Tong Keng kenal dengan kedua orang itu. Mereka berdua adalah jago-jago tangguh yang tak ingin dijumpainya selama hidup, tapi justru di saat dia sedang menyelamatkan diri, kedua orang itu menghadang jalan perginya. Yan Yu-sim dan Yan Yu-gi. ooOOOoo Bab III. AUMAN HARIMAU DI TENGAH MALAM. 10. Siang Hitam Malam Putih. "Bila aku menjadi kalian, aku tak bakal melarikan diri lagi," ujar Yan Yu-sim kalem, "sebab di depan sana sudah tak ada jalan lagi, sementara pasukan pengejar sudah tiba dari belakang, kalian tak bakal bisa lolos." "Buat apa bersusah payah melarikan diri?" sambung Yan Yu-gi pula, "kenapa tidak menyerahkan diri saja, bukankah jauh lebih cerdik daripada membuang tenaga percuma?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Orang berkerudung yang berada di dalam ruang kereta mulai terbatuk-batuk. Terdengar Yan Yu-sim kembali berkata, "Sekalipun kalian berhasil lolos dari sergapan kami berdua, di depan sana sudah ada Lo-hau-siau-gwe (auman harimau di tengah malam) Ni Jian-ciu yang sedang menanti kedatangan kalian, bayangkan sendiri, mampukah kalian menghadapi kesaktian Ni Jian-ciu?" Jelas perkataan itu sengaja ditujukan kepada Ting Tong-ih yang masih berada di dalam kereta. "Di samping itu, si Raja opas Li Hian-ih juga telah menanti di pintu kota," Yan Yu-gi menambahkan, "salah satu di antara empat opas kenamaan pun sudah tiba di kota, kasus pembunuhan ini sudah berkembang menjadi besar, apalagi yang kalian bunuh adalah putra kesayangan Li-thayjin, mana mungkin kalian mampu melarikan diri?" Kelihatannya perkataan ini khusus ditujukan kepada lelaki berkerudung yang berada dalam kereta. Perlahan-lahan orang berkerudung itu berjalan keluar dari ruang kereta, setiap mengayunkan langkahnya dia selalu melakukan dengan sangat hati-hati, seakan-akan kuatir ada tujuh delapan belas ekor kalajengking yang siap menyengat kakinya dari balik semak. Setelah berdiri tegap dan mengusap dadanya sebentar, ia baru menarik napas panjang sambil berkata, "Dua bersaudara Yan, kita adalah orang persilatan, apalagi peristiwa ini jelas merupakan permusuhan pribadi, aku mohon kalian sudi bermurah hati dengan melepaskan kami, budi kebaikan kalian pasti akan kubalas di kemudian hari." "Kau anggap kami mampu memutuskan persoalan ini?" seru Yan Bu-gi, "Ko-piautauw, aku rasa kau tak perlu menyembunyikan identitasmu lagi, lepaskan kain kerudungmu dan ikut kami balik ke markas!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu selesai mendengar perkataan itu, Tong Keng segera berseru tertahan. Selama ini dia selalu merasa orang yang berulang kali membantunya memiliki perawakan tubuh serta gerak serangan yang sangat dikenalnya, ternyata orang itu tak lain adalah congpiauwtau dari perusahaan ekspedisi Sin-wi-piaukiok, Ko Hong-liang, yang sudah lama lenyap dari peredaran. Dalam pada itu manusia berkerudung itu sudah melepaskan kain kerudung wajahnya, di bawah cahaya rembulan muncullah selembar wajah tua yang kelihatan masih tampan dan gagah, sekulum senyuman getir menghias bibirnya. "Ternyata aku tak mampu mengelabui kalian!" keluhnya. "Bukan saja tak mampu mengelabui kami, siapa pun tak berhasil kau kelabui," kata Yan Yu-sim, "Li-thayjin dan opas sakti Li sudah memperhitungkan secara tepat kalau kau pasti akan muncul di saat kami menyerbu rumah pelacuran Kiokhong-wan serta membasmi perguruan Bu-su-bun, ternyata perhitungan mereka tidak meleset, kau telah menampakkan diri." Ko Hong-liang tidak bicara lagi, mendadak dari dadanya dia mencabut keluar sebatang sisir yang terbuat dari baja. Semburan darah segar segera bercucuran membasahi seluruh tubuhnya. "Sakit sekali?" tanya Ting Tong-ih dengan kening berkerut. Sikapnya yang penuh perhatian persis seperti sikap seorang ibu terhadap anaknya, seperti juga seorang bocah perempuan yang menyayangi anjing kecilnya. Terkesima dan termangu Tong Keng menyaksikan wajah nona itu. "Sakit sekali!" sahut Ko Hong-liang sambil mendengus berat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi setelah tertawa kembali ujarnya, "Sekalipun sakit sekali, sebagai seorang enghiong yang hidup dalam dunia persilatan, tidak sepantasnya aku menyinggung soal kesakitan." Kembali sekulum senyuman menghiasi wajah Ting Tong-ih, wajahnya nampak lebih cerah, secerah bulan purnama, kewanitaannya pun kelihatan semakin menonjol dan menyebarkan daya pikat yang besar. "Kalau sakit katakan saja sakit, siapa bilang tak boleh diucapkan?" katanya tertawa, "memangnya kalau sudah menjadi enghiong tak bakal merasa sakit?" Kedua oang itu saling berbincang dengan amat santainya, seakan sama sekali tak pandang sebelah mata terhadap kehadiran Yan bersaudara. Mencorong sinar buas dan marah dari balik mata Yan Yusim. Sebelum dia melakukan sesuatu, terdengar Ko Hong-liang kembali berkata, "Sakit biarlah sakit, toh tak terlalu masalah. Bagaimana kalau yang besar aku serahkan kepadamu sedang yang kecil biar aku bereskan sendiri?" Ting Tong-ih manggut-manggut, dengan gerakan yang indah dia mencabut tusuk konde emas dari rambutnya, dengan bibirnya dia gigit tusuk konde itu sementara tangannya membenahi rambutnya yang kusut dengan menggulungnya menjadi sebuah konde kecil, lalu menancapkan kembali tusuk konde itu di rambutnya. Entah mengapa, gerakan tubuhnya yang sangat alami itu membuat Yan Yu-sim maupun Yan Yu-gi tak ingin mengganggunya, oleh sebab itu mereka pun tidak langsung melancarkan serangan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Selesai sudah," kata Ting Tong-ih, kemudian katanya pula kepada Tong Keng dan Wan Hui, "kalian berdua boleh pergi lebih dulu." Begitu selesai bicara, pedangnya sudah ditusukkan ke tenggorokan Yan Yu-sim dengan kecepatan luar biasa. Golok besar di tangan Ko Hong-liang pun langsung membabat tubuh Yan Yu-gi diiringi deru angin tajam. Niat dan tujuan dari Ting Tong-ih serta Ko Hong-liang jelas sekali, mereka berniat menghambat gerak maju dua bersaudara Yan tapi tidak berniat melakukan pertarungan, namun hasil pertarungan ini masih sukar diramalkan, mereka berharap Tong Keng dan Wan Hui bisa kabur terlebih dulu. Wan Hui sangat memahami maksud kedua orang rekannya itu, sambil mengertak gigi dia segera melejit ke udara dan bergerak meninggalkan tempat itu, tapi Tong Keng enggan beranjak. Karena Tong Keng tidak pergi, terpaksa Wan Hui balik kembali ke tempat asal. "Tak ada gunanya kau tetap tinggal di sini" bujuknya kemudian, "bila ingin membalas dendam sakit hati, sekarang kau mesti menyelamatkan diri terlebih dulu!" "Aku tahu," tukas Tong Keng ngotot, dia menggelengkan kepalanya berulang kali, "sayang aku tetap tak mau pergi!" Wan Hui menghela napas panjang, akhirnya dia menjejakkan kakinya melompat naik ke atas punggung seekor kuda dan berlalu dari situ. Padahal Tong Keng sendiri pun sadar, dengan kepandaian silat yang begitu cetek mustahil dia dapat membantu Ting Tong-ih maupun Ko Hong-liang, tetap tinggal di situ tak lebih hanya mengantar kematian dengan percuma, tapi orang macam dia memang termasuk jenis manusia aneh, dia tak

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sudi melarikan diri dengan membiarkan orang lain berjuang mati-matian demi membela keselamatan jiwanya. Oleh sebab itu ia tetap tinggal di sana, dia sudah siap menghadapi kematian. Ko Hong-liang adalah majikannya, kali ini dengan mempertaruhkan nyawa mendatangi sarang pelacuran Kiokhong-wan demi menyelamatkan jiwanya, tentu saja dia tak mau kabur seorang diri. Sementara terhadap Ting Tong-ih, dia memiliki perasaan yang lebih aneh lagi, baginya bisa mati bersama gadis itu justru merupakan semacam kegembiraan, semacam kehormatan. Dia sendiri pun tak habis mengerti kenapa bisa timbul pikiran semacam ini di dalam benaknya. Ketika Wan Hui berlalu dari sana, situasi di tengah arena kembali terjadi perubahan besar. Serangan pedang Ting Tong-ih yang dilancarkan secara tak terduga tiba-tiba berubah arah di tengah jalan, kini dia balik menusuk bahu Yan Yu-sim. Dia melakukan hal itu karena masih belum yakin Yan Yusim sebenarnya teman atau musuh. Dengan tenang Yan Yu-sim menatapnya tanpa berkedip, ketika serangan itu hampir mencapai bahunya, mendadak ia menyentilkan jari tengahnya ke atas, "Triiing!", mata pedang seketika tersentil hingga miring ke samping. Sambil merangsek maju ke depan bisiknya, "Cepat kabur dari sini, setelah sampai dalam hutan di belakang desa Pay-hu-cun, tunggu di situ." "Kalau ingin membebaskan, bebaskan kami semua" kata Ting Tong-ih sambil mencibir. Berkilat sepasang mata Yan Yu-sim, katanya lagi agak gusar, "Hanya kau seorang yang boleh pergi! Dengar baikbaik, aku hanya membebaskan kau seorang!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kenapa?" Dengan sepasang matanya yang dingin menyeramkan Yan Yu-sim memandang sekejap seluruh tubuh gadis itu, kemudian baru katanya, "Dengan cepat kau akan segera tahu mengapa aku bersikap begitu baik kepadamu." Sementara mereka berdua berbincang sambil bertarung, di pihak lain pertarungan antara Ko Hong-liang melawan Yan Yugi juga sudah diketahui siapa pemenangnya. Di saat Ko Hong-liang melancarkan serangan golok yang pertama tadi, Yan Yu-gi dengan kecepatan luar biasa melancarkan pula serangkaian pukulan kilat. Serangkaian pukulan berantai memaksa Ko Hong-liang mau tak mau harus menarik kembali goloknya untuk melindungi diri. Belum selesai pukulan berantai yang pertama dilontarkan, pukulan berantai kedua sudah dipersiapkan, dengan susah payah Ko Liang-hong menerima empat-lima puluh jurus serangan itu, tapi pukulan berantai ketiga sudah dilancarkan lagi bagai hujan deras. Gaya pukulan Yan Yu-gi sama sekali berbeda dengan gaya pukulan pada umumnya, jari tangannya tidak ditekuk, pergelangan tangannya tidak melengkung, lengannya tak bengkok, pinggulnya tak bergerak, semua pukulan dilancarkan dengan kaku dan lurus, itulah ilmu pukulan mayat hidup dari keluarga Yan yang sudah lama punah dari dunia persilatan. Menanti rangkaian pukulan keempat mulai dilancarkan, Ko Hong-liang segera sadar, bila ia tidak melakukan perlawanan, maka selamanya dia tak akan memperoleh kesempatan untuk melancarkan serangan balasan. Ko Hong-liang segera menarik napas panjang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika menghimpun tenaga dalam, paras mukanya berubah menjadi merah padam, semburan darah kembali memancar keluar dari luka di dadanya. Kemudian dia pun melolos goloknya. Sebaliknya Yan Yu-gi tak berani ayal, dia pun menghimpun tenaganya untuk bersiap, tulang-belulang seluruh badannya gemerutuk menimbulkan suara keras, suaranya seperti sebuah boneka kayu yang tiba-tiba dipatahkan orang dan tersebar kemana-mana. Tak lama kemudian seluruh tangannya telah berubah menjadi lembek bagai kapas, seperti seekor ular yang sedang melingkar, tangan itu membelit tubuh golok lawan. Padahal mata golok itu luar biasa tajamnya, tapi ternyata tak mempan melukai lengan Yan Yu-gi yang sedang melilitnya dengan kuat itu. Segera Ko Hong-liang melepaskan goloknya, kemudian mencabut rumput dari tanah dan menggunakan rumput yang dicabut itu untuk melancarkan bacokan maut. Yan Yu-gi terkesiap, cepat dia menangkis dengan menggunakan sepasang tangannya yang sedang melilit golok itu, ternyata serangan "golok rumput' itu sama sekali tidak melalui sepasang tangannya dan tahu-tahu sudah mengancam dadanya. Tergopoh-gopoh Yan Yu-gi menyedot napas panjang, seluruh tubuhnya ditekuk ke belakang untuk menghindari ancaman maut itu. Kendatipun ia berhasil melepaskan diri dari serangan yang mematikan, tak urung sebuah luka memanjang mengucurkan darah segar muncul di dadanya. Berhasil dengan serangan mautnya, Ko Hong-liang segera merebut kembali goloknya dan sekali lagi melancarkan bacokan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan penuh rasa cemas Yan Yu-gi melompat mundur ke belakang. Yan Yu-sim yang menyaksikan saudaranya tercecar, segera meninggalkan Ting Tong-ih dan segera menyongsong datangnya serangan Ko Hong-liang. Tiba-tiba terdengar seseorang berkata, "Luar biasa, ternyata ilmu golok Po-ting-to-hoat memang bukan nama kosong." Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali terdengar orang itu berkata lebih jauh, "Dulu Po-ting Ciat-gou melebur ilmu goloknya menjadi satu sehingga semua gerak serangan dapat disesuaikan dengan irama hatinya, dan sekarang meski kau pun bisa mengangkat yang enteng seolah benda berat, walaupun gerakan serangan sudah menyatu dengan perasaan, tapi sayang.... Bicara sampai di sini ia melanjutkan lagi, hanya terdengar suara derap kaki kuda yang bergerak mendekat, di tengah suara derap kuda itu lamat-lamat terdengar suara lolongan serigala yang memilukan hati. Berubah hebat paras muka Ko Hong-liang. Ketika pertama kali menyerbu ke dalam sarang pelacuran Kiok-hong-wan untuk menolong orang, sorot matanya masih bersinar tajam dan penuh dengan tenaga dahsyat. Kemudian setelah bertarung melawan Lu Bun-chang dan menderita luka, sorot matanya yang tajam tiba-tiba lenyap tak berbekas. Ketika berhasil memukul mundur Yan Yu-gi barusan, sorot mata tajamnya kembali pulih, tapi begitu selesai mendengar ucapan yang terakhir, wajahnya seketika berubah menjadi tegang bahkan terlintas perasaan takut dan ngeri yang luar biasa.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu juga dengan Ting Tong-ih. Hanya saja bukan rasa ngeri dan takut yang menghiasi wajahnya, kini dia tampil dengan wajah pasrah, siapa pun dapat melihat kalau dia sudah tidak menaruh harapan apapun terhadap keselamatan jiwanya. Sebetulnya siapakah yang telah datang? Terdengar suara lolongan serigala yang memilukan hati itu bergema semakin mendekat diikuti suara derap kaki kuda yang makin mendekat.... Di atas seekor kuda, duduk seseorang. Begitu melihat kemunculan kuda itu, tak kuasa lagi Tong Keng berteriak keras, "He, kemana perginya Wan Hui?" Ternyata kuda yang ditunggangi orang itu adalah kuda yang ditumpangi Wan Hui untuk kabur tadi. Kini kuda itu sudah balik kembali, cuma si penunggang sudah bukan Wan Hui. Sesudah berteriak keras Tong Keng baru dapat melihat jelas raut muka si penunggang kuda itu. Orang ini berambut hitam yang dibiarkan terurai di bahu, berparas dingin tanpa perasaan, tapi sekilas pandang orang akan sangka dia sedang kelelahan. Seluruh kerutan wajahnya seolah berkumpul menjadi satu tanpa meninggalkan kesan seolah dia adalah seseorang yang sudah tua, kerutan di wajahnya seperti kerutan bawaan dari panca inderanya. Akhirnya suara derap kaki kuda telah berhenti, di pinggang orang itu tergantung tiga buah buli-buli, sekarang dia membuka satu di antaranya dan mulai meneguk arak yang ada di buli-buli itu. Orang ini sangat dikenal wajahnya! Tong Keng berusaha memutar otak mengingat siapa gerangan orang ini, tapi tidak teringat siapakah dia dan kapan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

pernah bersua dengannya, tapi dia yakin orang ini pasti sudah pernah dijumpainya. Siapakah orang itu? Begitu bersua dengan orang itu Ko Hong-liang pun segera menampilkan perasaan gusar tak terkira, langsung tegurnya, "Ternyata kau?" "Betul, memang aku!" jawab orang itu. "Perkataanmu tadi belum selesai kau ucapkan." "Aku hanya bilang sayang." "Apanya yang sayang?" "Walaupun ilmu golokmu sudah mencapai puncaknya, sayang belum terlatih sempurna, kau memang bisa menggunakan daun dan bunga untuk melukai orang, tapi sayangnya kau masih tetap membutuhkan golok!" Ko Hong-liang melengak, setelah menghela napas panjang sahutnya, "Betul, tanpa golok memang lebih unggul dari bergolok, untuk mencapai taraf itu aku masih membutuhkan waktu yang panjang, sayang usaha piaukiok kami membutuhkan perhatian dan waktu yang banyak sehingga tak ada kesempatan bagiku untuk melatih ilmu golok itu hingga sempurna." "Oleh sebab itu gara-gara urusan kecil kau telah kehilangan yang besar, bukan saja usaha menjadi berantakan, nyawa pun kemungkinan besar ikut melayang." Ko Hong-liang tertawa getir. "Perusahan Sin-wi-piau-kiok memang sudah hancur, tapi aku masih hidup hingga sekarang," katanya. "Piaukiok sudah bubar, kau pun sudah saatnya untuk mampus."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ko Hong-liang tak kuasa menahan hawa amarahnya lagi, dengan sorot mata berkilat serunya, "jadi sekarang kau bekerja untuk pemerintah?" "Aku hanya bekerja untuk Li-thayjin!" jawab orang berambut panjang itu singkat. "Jadi kau hendak membunuhku?" Orang berambut panjang itu menggelengkan kepalanya berulang kali, memandang lawannya seolah sedang memandang orang goblok yang sudah tiada harapan untuk ditolong lagi, katanya, "Ditinjau dari peristiwa ini, kau bersama seluruh anggota Piaukiok sudah sepantasnya bunuh diri, kalau seseorang sudah dipastikan harus mati ternyata belum mati juga, bukankah hal ini sama artinya telah membuang waktu bagi diri sendiri maupun orang lain?" Ko Hong-liang tertawa pedih, sambil mengayunkan goloknya dia berseru, "Kalau ingin membunuhku, silakan!" Baru saja dia mengayunkan goloknya, Yan Yu-sim telah menggelengkan kepala berulang kali, pancaran sinar matanya seolah sedang memandang seseorang yang hampir mati. "Ah, teringat aku sekarang!" tiba-tiba Tong Keng berteriak keras, "aku sudah tahu siapakah kau!" Teriakan itu kontan saja membuat Ko Hong-liang maupun orang berambut panjang itu berdiri kebingungan. Sambil menuding orang itu, kembali Tong Keng berteriak, "Aku pernah berjumpa denganmu, sewaktu berada dalam penjara, kau bersama tiga orang yang lain dan Li-kongcu hendak menguliti badanku ... tapi waktu itu ... rambutmu... "Berwarna putih," sambung orang berambut panjang itu hambar. "Betul," Tong Keng menegaskan, "waktu itu rambutmu berwarna putih keperak-perakan."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Orang berambut panjang itu membalikkan badan menatap Tong Keng, lalu tanyanya, "Kapan terjadinya?" "Pagi hari," sahut Tong Keng setelah berpikir sejenak. "Pagi hari berarti saat terang tanah," ujar orang itu tertawa. Tong Keng melongo, dia tak mengerti apa maksud jawaban itu. Ko Hong-liang yang berada di sisinya segera menambahkan, "Saudara Tong, pernahkah kau dengar tentang seorang jago dalam dunia persilatan yang warna rambutnya dapat berubah sesuai dengan terbit tenggelamnya matahari?" "Pernah," sahut Tong Keng cepat, "konon jago persilatan itu akan berambut hitam di malam hari dan berambut putih di siang hari, tapi aku dengar Cianpwe ini sudah lama mati." Ko Hong-liang menghela napas panjang. "Jago persilatan itu bukan saja tidak mati, bahkan dengan bertambahnya usia, kepandaian silat yang dimilikipun bertambah maju, tapi sayang tabiat serta sepak terjangnya ikut berubah sangat aneh, orang yang berambut putih di pagi hari dan berambut hitam di waktu malam itu kini berada di sini...." "Jadi dia adalah... dengan perasaan kaget Tong Keng menengok ke arah orang berambut panjang itu. "Dua puluh tahun berselang dia disebut orang Pek-hoathuang-jin (manusia latah berambut putih), tapi sejak sepuluh tahun lalu tiba-tiba jejaknya hilang, sampai tujuh tahun yang lalu, tahu-tahu di dunia persilatan muncul seorang jago berambut hitam dan putih yang memiliki ilmu silat sangat tangguh, orang itu tak lain adalah 'Auman harimau di malam hari' Ni Jian-ciu." "Jadi dia orangnya?" tanya Tong Keng termangu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sekarang ini sedang malam atau pagi hari?" tanya Ni Jianciu. "Tentu saja tengah malam," jawab Tong Keng setelah memandang rembulan sekejap. "Kalau begitu seharusnya rambutku sedang hitam saat ini." "Jadi kau ... kau benar-benar adalah si Manusia latah berambut putih di masa lalu?" "Ada apa?" "Manusia latah berambut putih adalah seorang manusia yang sangat latah, sangat angkuh, bukan saja beraninya menganiaya yang kecil dan lemah, bahkan suka mengandalkan kekuasaan untuk menindas orang, aku dengar dahulu kau pernah bekerja ikut Coh Siang-giok si Raja pemusnah ... sekarang... kenapa sekarang... Akhirnya mimik muka Ni Jian-ciu menampilkan sedikit perubahan, tiba-tiba hardiknya nyaring, "Tutup mulutmu!" Bagi orang lain, bentakan itu kedengarannya tidak terlampau keras, namun bagi pendengaran Tong Keng, dia merasakan hatinya bergetar keras, dadanya seolah dihantam martil yang amat berat, selain sakitnya bukan kepalang bahkan keempat anggota badannya jadi kesemutan. Berada dalam keadaan seperti ini, siapa pun tak nanti bisa buka suara lagi. Tapi Tong Keng terhitung seorang lelaki keras kepala yang berjiwa nekad, dia enggan menyerah begitu saja kepada orang lain, sambil menahan rasa sakit yang luar biasa kembali ujarnya, "Dulu aku sangat mengagumi Manusia latah berambut putih, bahkan menghormatinya lahir batin, kusangka dia adalah seorang lelaki sejati yang tak takut langit tak takut bumi, menghadapi musuh setangguh apapun tak pernah takut, siapa tahu...

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekujur tubuh Ni Jian-ciu mulai bergetar keras, ada semacam kekuatan yang bergelora dalam tubuhnya. Tiba-tiba saja rambut hitamnya bergelombang seperti senar rebab yang sedang digesek, menggulung dan berombak dengan sangat indahnya, bukan cuma itu, sorot matanya pun memancarkan sinar dingin yang menggidikkan hati, sinar liar dari seekor binatang buas, sedingin bongkahan salju abadi. Tong Keng sama sekali tak menggubris, katanya lebih jauh, "Siapa tahu setelah berjumpa hari ini, aku betul-betul merasa sangat kecewa, ternyata dia telah berubah menjadi seekor ulat yang patut dikasihani, seekor anjing buduk yang bisanya mengebas ekor di belakang majikannya, ternyata nyalinya kecil, beraninya mengandalkan kekuatan pembesar anjing untuk menindas kaum lemah...!" "Tong Keng!" Ko Hong-liang yang menyaksikan gelagat tidak beres segera menghardik. Tong Keng tidak ambil peduli, sambil membusungkan dada dan memperkeras nada suaranya kembali dia berteriak, "Huuuh, apa itu Manusia latah berambut putih, mendingan mampus sedari dulu, sekarang berubah menjadi harimau mengaum di tengah malam, harimau apaan itu? Harimau ompong! Percuma memiliki kepandaian silat tangguh! Biarpun kau mampu membunuh aku dengan sekali pukulan, aku tak akan menganggapmu sebagai sesosok makhluk!" Sementara dia masih berkoar-koar, seluruh badan Ni Jianciu telah bergetar keras, mulutnya memekik keras, badannya bergoyang bagai sebatang pohon yang akan tumbang, kemudian selangkah demi selangkah dia menghampiri Tong Keng, dalam beberapa kali langkah ia sudah berdiri di depan pemuda itu, namun Tong Keng sama sekali tak ambil peduli, mengedipkan mata pun tidak, dia masih mengejek dengan nada sinis.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tampaknya pekikan nyaring Ni Jian-ciu sangat menyayat tubuhnya, lambat-laun terlihat darah segar mulai bercucuran membasahi ujung bibirnya. Rambut hitam Ni Jian-ciu sudah berdiri tegak bagai seekor landak, sepatah demi sepatah serunya, "Kuhajar kau sampai mampus!" "Bagus, silakan hajar aku," ejek Tong Keng sambil memuntahkan darah segar, "sekalipun kau hajar sampai mampus, paling dua puluh tahun kemudian akan lahir lagi sebagai seorang Hohan, aku tetap akan menghajar hidung manusia she Ni sampai ringsek." "Tong Keng!" Ting Tong-ih tak kuasa menahan diri, dia menjerit keras. Ko Hong-liang tidak diam, dia pun segera menggeser badannya ke depan, maksudnya akan menghadang di antara Ni Jian-ciu dan Tong Keng serta berusaha menyelamatkan jiwanya. Sayang Ni Jian-ciu sudah turun tangan. ooOOOoo 11. Jangan Tanya Siapa Aku. Di tengah suara pekikan amat nyaring, Ni Jian-ciu telah melancarkan serangannya. Angin mulai menderu-deru. Rerumputan beterbangan, pohon pun bertumbangan. Seketika itu juga Tong Keng merasa sepasang telinganya seolah dijirat oleh beribu helai jaring laba-laba yang mulai membetotnya, rasa sakit merasuk tulang sumsum, ditambah suara pekikan yang begitu keras membuat bola matanya penuh darah, isi perutnya bagai diobok-obok, sakitnya bukan kepalang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini Tong Keng sudah kehilangan kekuatan untuk melakukan perlawanan. Dalam waktu singkat angin pukulan yang begitu dingin membeku, tanpa suara, tanpa perasaan, tanpa belas kasihan sudah makin menghimpit dadanya. Orang yang melancarkan serangan seolah tak punya nyawa, orang yang menjadi sasaran pukulannya seakan tak ada harapan lagi untuk tetap bernyawa. Cahaya pedang di tangan Ting Tong-ih menembusi lapisan angin mantelnya langsung menggorok leher Ni Jian-ciu. Tiba-tiba Ni Jian-ciu miringkan kepalanya menghadap ke arah gadis itu, sambil bergerak, kembali dia berpekik nyaring, jauh lebih keras ketimbang pekikan tadi. Gigi yang putih, lidah yang tajam, bibir yang merah, rambut yang hitam seolah bergabung dalam pekikan yang menusuk pendengaran, segulung aliran hawa serangan bagai pusingan ombak di samudra langsung menghajar mukanya. Ting Tong-ih merasa sekeliling tubuhnya seakan tergulung di dalam aliran angin pukulan itu, mantelnya tergulung hingga berputar makin kencang, rubuhnya bagaikan sebatang pohon yang tercabut berikut akarnya terlempar ke tengah udara, menanti ia berhasil memaksakan diri berdiri tegak, pedangnya sudah terlepas dari genggaman dan menancap di pohon siong. Pada saat bersamaan Ko Hong-liang mengayunkan goloknya membacok tubuh Ni Jian-ciu. Begitu goloknya diayunkan ke depan, suara pekikan Ni Jian-ciu pun terputus di tengah jalan. Suara pekikan yang menakutkan! Dalam keadaan begini, Ni Jian-ciu hanya melakukan satu tindakan, mendadak dia mengambil buli-buli yang tergantung

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

di pinggang kirinya, membuka penutupnya dan ... "Sreeet!", sekilas cahaya putih berkelebat. Menyusul kemudian Ko Hong-liang merasakan tangannya menjadi enteng, ternyata goloknya sudah hancur, hancur menjadi beribu keping dan berserakan di tanah. Sementara Ko Hong-liang masih terperangah, tubuh Ting Tong-ih sudah terpental oleh suara pekikan bergelombang itu, Ni Jian-ciu dengan tanpa belas kasihan langsung menghujamkan pukulannya ke atas dada Tong Keng. Ternyata serangan gabungan tiga orang jagoan itu tak mampu menghadang sebuah pukulan yang dilancarkan Ni Jian-ciu. Di saat kritis itulah sekonyong-konyong Tong Keng merasakan persendian tulang lutut kirinya kesemutan, kejadian itu berlangsung mendadak dan sama sekali di luar dugaan, tak ampun Tong Keng merasakan kakinya lemas dan dia pun jatuh berlutut. Tapi justru lantaran dia berlutut, serangan yang dilancarkan Ni Jian-ciu menghantam tempat kosong, menyambar lewat hanya tiga inci di atas kepalanya. Pukulan maut itu sama sekali tidak disertai angin serangan, juga tak ada hawa tekanan yang dahsyat, yang ada hanya kematian. Dengan melesetnya pukulan itu, Tong Keng pun tak perlu kehilangan nyawa. Tong Keng sendiri pun tidak habis mengerti bagaimana mungkin dia bisa lolos dari serangan maut itu. Terkejut bercampur girang Ting Tong-ih dan Ko Hong-liang setelah menyaksikan kejadian ini, mereka pun merasa sedikit terperangah, karena mereka tak tahu apa sebabnya serangan maut itu bisa meleset menghantam tubuh Tong Keng.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kelihatannya Ni Jian-ciu sendiri pun dibuat tertegun, waktu itu telapak tangannya masih berada di atas kepala Tong Keng, asal dia mau menekan ke bawah, niscaya hantaman itu akan bersarang telak di ubun-ubun lawannya. Tong Keng pun mustahil bisa lolos dari kematian. Namun Ni Jian-ciu tidak melakukan hal itu, sambil mendengus dingin serunya, "Nasibmu memang sedang mujur!" Perlahan-lahan dia menarik kembali telapak tangannya. Dengan cepat Tong Keng melompat bangun, teriaknya, "Aku tidak bermaksud berlutut di hadapanmu, aku hanya... "Peduli apapun yang telah terjadi, kenyataan kau berhasil lolos dari seranganku," tukas Ni Jian-ciu dingin. Tong Keng mencoba berpikir, namun tetap tak habis mengerti, dia tak tahu mengapa serangan itu bisa dihindari secara jitu, segera serunya, "Kalau gagal dengan serangan pertama, kau bisa mencoba serangan kedua." Ni Jian-ciu tertawa dingin, tanpa menggubris pemuda itu lagi dia beranjak mendekati Ko Hong-liang. Ko Hong-liang menghela napas panjang, katanya kemudian, "Tidak kusangka setelah berpisah selama sepuluh tahun, kau telah berhasil melatih ilmu Sam-po-hu-lu (tiga mestika buli-buli)!" "Ilmu golokmu kelewat bagus, mau tak mau terpaksa aku harus menggunakan salah satu di antaranya," sahut Ni Jianciu. "Tapi sekarang, golok pun tidak kumiliki," kata Ko Hongliang sambil tertawa getir. Sambil menunjuk ke tanah, tukas Ni Jian-ciu, "Kau toh masih memiliki rumput!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ko Hong-liang termenung beberapa saat, kemudian baru katanya lagi, "Sejak awal peristiwa, sebetulnya kami hanya korban fitnah, apakah kau berkeras hendak membunuhku?" "Semenjak terjadinya peristiwa ini, kalian sudah dipastikan harus mati," tukas Ni Jian-ciu tanpa perasaan, "asal kau bunuh diri, aku tak akan turun tangan." "Baik, aku akan bunuh diri. Tapi bebaskan mereka berdua." "Aku tak pernah membunuh orang yang bisa lolos dari pukulan mautku, sedang mengenai Ting Tong-ih, Lu-thayjin telah berpesan agar menawannya hidup-hidup." "Baik!" seru Ko Hong-liang kemudian. Sekali lagi rambut hitam Ni Jian-ciu bergelombang bagai riak ombak, dengan menggunakan nada yang paling rendah, lambat dan memilukan hati dia bertanya, "Sudah bisa dimulai?" "Bisa!" Tiba-tiba Ko Hong-liang membentak nyaring, dia melepas angkinnya kemudian digetarkan ke udara, angkin (ikat pinggang kain) itu ibarat sebilah golok panjang segera meluncur ke depan. Sebilah golok panjang yang bisa mengenas, bisa pula lembek. Golok panjang itu langsung diayunkan ke batok kepala Ni Jian-ciu, memenggalnya disertai desingan angin tajam. Ni Jian-ciu sama sekali tidak menghindar, dia seolah tak sempat menghindarkan diri. Dengan cepat Ko Hong-liang melancarkan bacokan kedua, kali inipun Ni Jian-ciu tidak melancarkan serangan balasan, dia seakan masih tak mampu membendung datangnya ancaman.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ko Hong-liang menarik napas panjang, kini dia melancarkan bacokan ketiga. Ni Jian-ciu masih berdiri mematung, di bawah cahaya rembulan, di sisi pepohonan siong, rambut hitamnya berkibar bagai gelombang ombak, tubuhnya kaku bagai sebuah patung Beng-ong. Setelah ketiga serangan bacokannya mengenai tempat kosong, Ko Hong-liang menarik kembali serangannya, membuang angkinnya ke tanah dan dengan napas tersengal ujarnya, "Bunuhlah aku" "Kau masih ingin mencoba lagi?" "Tak ada gunanya," Ko Hong-liang tertawa getir, "barusan kau telah menggunakan tanganmu membabat sebanyak tiga kali di atas mata golokku, meski dalam pandangan kami kau seakan sama sekali tak bergerak." "Kecepatan yang sesungguhnya justru menimbulkan kesan seakan gerakan itu amat lamban." "Ya, seperti peredaran kehidupan kita, seperti saat matahari terbit, matahari terbenam," sambung Ko Hong-liang sambil tertawa getir. "Seperti juga gerakan cahaya, gerakan suara, berlalunya sang waktu, semua berjalan wajar, padahal mereka berlalu dengan cepatnya," Ni Jian-ciu menambahkan. "Itulah sebabnya aku tak akan bertarung lagi." "Oleh karena kau pernah menjadi sahabatku, aku tak tega membunuhmu Berkilat sepasang mata Ko Hong-liang, tapi sebelum ia berucap sesuatu, Ni Jian-ciu telah berkata lebih jauh, "Akan tetapi kau harus mati ... lebih baik habisi sendiri nyawamu."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Hahaha!" Ko Hong-liang tertawa tergelak, "seorang sahabat yang luar biasa, seorang sahabat yang memaksa sahabatnya bunuh diri!" Tiba-tiba paras muka Ni Jian-ciu berubah hebat, berubah sangat emosi, membuat orang berkesan rambutnya sedang bergelora bagai ombak samudra, kerutan wajahnya seperti riak air yang terhembus angin. "Sahabat? Tanpa sahabat mana mungkin ada aku hari ini?" teriakan Ni Jian-ciu bagai jeritan setan, "kau sangka aku tidak menyukai sahabat? Dulu manusia latah berambut putih tidak memiliki apa-apa, yang ada Cuma sahabat, yang paling bisa dibanggakan hanya seorang sahabat!" Angin malam berhembus kencang, jarum pohon cemara berguguran ke atas tanah. Jeritan Ni Jian-ciu tak ubahnya seperti lolongan serigala di tengah malam buta, jeritan itu mirip pula seperti jeritan setan dedemit yang sedang berkeliaran mencari sukma gentayangan. "Kau belum pernah dikhianati oleh sahabat karibmu, darimana bisa tahu apa arti kesetia-kawanan seorang sahabat?" teriaknya, "kau belum pernah dicelakai oleh sahabatmu yang paling akrab, darimana kau bisa memahami ketidak berperasaannya seorang sahabat?" "Aku ... aku belum pernah mengkhianatimu ucap Ko Hongliang tergagap. Sekali lagi Ni Jian-ciu tertawa seram, suara tawanya seperti jeritan kuntilanak di tengah tanah pekuburan, sekali lagi daun pohon siong berguguran ke tanah, rumput dan semak bergoyang kencang bagai terhembus angin puyuh. "Tentu saja kau tak pernah melakukannya karena kau hanya seorang sahabat biasa, jika kau yang menghujamkan tusukan di belakang punggungku, mungkin aku tak sedendam

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ini, paling aku hanya menyalahkan mataku yang tak bisa memilih sahabat, sahabat yang mematikan justru sahabat yang berada dalam lingkaran dalammu, orang yang selalu kau bela, orang yang kau lindungi dengan mempertaruhkan nyawa, orang yang begitu kau percaya sehingga seluruh harta kekayaan, kekuasaan dan ilmu silatnya kau berikan kepadanya Sambil memicingkan matanya dan mengertak gigi, tanyanya, "Kau pernah dicelakai manusia macam begini?" "Jadi kau dikhianati orang yang pernah kau selamatkan?" "Hmm, pernahkah kau dikhianati seorang sahabat yang kau bina sejak tak punya apa-apa, seorang sahabat yang telah kau anggap saudara sendiri? Pernahkah kau dijebak, dijerumuskan ke dalam keadaan yang amat mengenaskan tapi masih tetap menganggap dia adalah sahabatmu yang paling karib? Pernahkah kau merasakan penghinaan, cemoohan dan tekanan batin yang luar biasa besarnya? Seluruh masa depanmu, semua cita-citamu, orang dekatmu, pasangan hidupmu, nama, harta dan nyawa sudah kau percayakan kepadanya, bahkan kau pun masih mempercayainya seratus persen, tak pernah mencurigainya, tak pernah berpikir jelek kepadanya, hingga sampai setitik harapan untuk hidupmu pun diserahkan ke tangannya, pernahkah kau mencicipi keadaan seperti ini?" Ni Jian-ciu tertawa terbahak-bahak, tertawa bagai orang kalap, teriaknya lagi, "Dimana keadilan? Dimana keadilan?" Tong Keng tak kuasa menahan diri, dia melompat bangun sambil berteriak keras, "Siapakah dia? Siapakah dia?" "Dia?" Ni Jian-ciu mencibir, "mereka!" "Siapakah mereka sebenarnya?" seru Tong Keng cemas. "Buat apa kau mengetahuinya?" tanya Ni Jian-ciu sambil mengerling sekejap.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan mata mendelik sahut Tong Keng, "Tentu saja membalas dendam sakit hatimu!" Sekali lagi kerutan di wajah Ni Jian-ciu seolah bergolak, dia mendengus dingin. "Manusia yang tidak setia kawan, seorang pengkhianat sudah sepantasnya dibunuh oleh setiap orang," kembali Tong Keng berteriak lantang. Ni Jian-ciu tertawa dingin. "Jika kau punya pandangan semacam itu, pergilah ke jalan raya, setiap saat dapat kau temukan sepuluh orang yang berwatak begitu dan delapan di antaranya pantas dibunuh," katanya. Tiba-tiba Ko Hong-liang menimbrung, "Padahal teman itu terkadang berkumpul terkadang bubar, semakin dalam perasaanmu terperosok dengannya, semakin kuat pantulan rasa sedih dan gembira yang dirasakan, ketika gembira, kau akan menganggapnya melebihi saudara sendiri, di kala kau sedih, dianggapnya dia tak berperasaan dan pantas dibunuh, tapi sesungguhnya, buat apa kau berpikiran begitu?" "Buat apa?" Ni Jian-ciu menarik wajahnya dengan mata mendelik, "tentu saja kau berkata begitu karena selama ini kau tak pernah merasakan kejadian seperti yang kualami." Kemudian dengan nada dingin lanjutnya, "Kau beruntung karena belum pernah ada yang mengkhianatimu dengan cara keji, tak nanti kau bisa merasakan penderitaan dan siksaan batin seperti yang kualami." "Lantas dengan melakukan pembantaian secara besarbesaran, dengan membunuh mereka yang tidak bersalah, maka semua kesedihan dan siksaan yang kau alami di masa lalu bisa terbayar lunas?" jengek Ko Hong-liang ketus. "Bicara sih gampang, sekarang kau bisa berhati mulia karena belum pernah mengalami nasib setragis aku," Ni Jianciu menatapnya tajam, "hmmm, coba kalau kau yang

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengalami tragedi semacam itu, ingin kulihat apakah kau pun masih bisa bersikap seperti saat ini?" Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan sorot mata yang lebih tajam dari sembilu tambahnya, "Mungkin pada saat itu kau pun akan melakukan serangkaian pembunuhan dengan cara yang sama kejinya." Dengan termangu Tong Keng mengawasinya, mendadak teriaknya keras, "Tidak berharga, sama sekali tidak berharga... "Apanya yang tidak berharga?" tanya Ni Jian-ciu dengan kening berkerut. "Hanya disebabkan sebagian kecil manusia yang tak berperasaan, tidak setia kawan, berhati keji dan telengas, lantas kalian mesti melewati kehidupan dengan pembalasan dendam, apakah berharga bagimu untuk melakukan semuanya ini?" Ni Jian-ciu tertawa terkekeh, didengar dari suaranya, tidak jelas ia sedang tertawa atau sedang menangis. "Hahaha, apanya yang tidak berharga? Justru hidup di dunia pembalasan dendam aku merasa bertambah gembira, lebih bersemangat, lebih puas dan tegar!" "Benarkah kehidupanmu sekarang jauh lebih gembira dari dulu?" Tong Keng balik bertanya. Untuk sesaat Ni Jian-ciu tak mampu menjawab pertanyaan itu. Kembali Tong Keng berkata, "Dengan melakukan pembalasan dendam, apakah semua kegembiraan dan semua yang pernah hilang dari sisimu akan kembali kepadamu? Akan hidup kembali?" Ni Jian-ciu menatapnya lekat-lekat, kerutan di wajahnya sekali lagi bergetar keras.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Paling tidak, aku akan hidup terus demi pembalasan dendam ini!" katanya. "Apakah dengan melakukan pembunuhan, kau bisa memperoleh kembali semua kegembiraanmu?" akhirnya Tong Keng bertanya sesudah termangu beberapa saat. "Bila aku tidak membunuh kalian, akulah yang akan dibunuh orang, sekarang aku telah belajar akan satu hal, daripada aku yang mati, lebih baik kau saja yang mampus!" Ko Hong-liang menghela napas panjang, katanya, "Kami semua bukan tandinganmu, kalau ingin membunuh, bunuhlah!" "Kau tak mau bunuh diri?" tiba-tiba Ni Jian-ciu membalikkan badan. "Aku tak pernah melakukan perbuatan yang merugikan dunia persilatan, tentu saja aku tak mau bunuh diri." Terlihat rambut hitam, kerutan wajah serta ujung baju yang dikenakan Ni Jian-ciu bergelombang keras bagai riak air samudra, sorot matanya memancarkan sinar tajam yang menggidikkan hati. "Baiklah," dia berseru, "kau yang memaksa aku membunuhmu, jangan salahkan hatiku keji." Tiba-tiba Ni Jian-ciu melambung ke udara, sambil melompat dia mengambil buli-bulinya yang berada di sebelah kiri dan membuka penutupnya. "Blummm!", sekilas cahaya putih meluncur keluar bagai sambaran petir, langsung menghajar sebatang pohon siong yang tumbuh beberapa depa di hadapannya, mengikuti gerakan itu ia membentak nyaring, "Kena!" "Blaaaam!", beribu daun pohon siong berguguran bagaikan hujan gerimis, batang pohon itu patah menjadi dua bagian,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ranting dan cabangnya hancur berserakan, Ni Jian-ciu segera meluncur ke belakang batang pohon itu. Cahaya putih yang memancar keluar dari buli-bulinya memang luar biasa dahsyatnya! Begitu tiba di belakang pohon, dia menghimpun tenaga dalamnya dan siap melepaskan pukulan dahsyat. Ternyata di belakang pohon itu terdapat seseorang. Bukan cuma ada manusia, juga ada cahaya, cahaya yang sangat tajam. Kalau cahaya putih yang menyembur keluar dari bulibulinya tadi seterang cahaya mtahari, maka cahaya yang ada di belakang pohon sepuluh kali lipat lebih terang daripada cahayanya tadi. Di tengah kilauan cahaya yang menusuk mata, dia lihat seseorang berdiri tenang di sana. Siapa pun yang menyaksikan kejadian itu, dia pasti akan terperangah dibuatnya, serangan yang telah dipersiapkan pun pasti akan dilontarkan. Tapi yang dialami Ni Jian-ciu saat ini bukan hanya terperangah dan keheranan, dia pun merasa sangat terkesiap, sedemikian terkesiapnya hingga serangan maut yang telah dipersiapkan tak mampu dilontarkan. Ternyata bayangan manusia yang dijumpainya saat itu adalah bayangan diri sendiri. Bagaimana mungkin dirinya bisa berada di belakang pohon? Dari balik pohon yang tumbang dan hancur, bagaimana mungkin bisa muncul seorang Ni Jian-ciu yang lain? Hanya sesaat Ni Jian-ciu merasa tertegun, dengan cepat ia segera sadar apa yang telah terjadi.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pada saat itulah sekilas cahaya pedang menyambar tiba, biarpun Ni Jian-ciu sangat lihai dan berilmu tinggi, namun ketika ia merasa dan menyadari akan datangnya ancaman itu, serangan itu sudah berada tiga inci di belakang kepalanya. Tangan Ni Jian-ciu segera meraba buli-buli yang berada di pinggang sebelah tengah. Tapi secara tiba-tiba cahaya pedang itu berhenti bergerak, mata pedang tidak melanjutkan tusukannya ke depan. Ni Jian-ciu pun urung membuka penutup buli-buli yang tergantung di pinggangnya. Untuk sesaat, baik tusukan pedang maupun orang itu sama-sama berhenti melakukan gerakan. Batang pohon diiringi suara gemuruh yang keras segera tumbang ke tanah. Seluruh badan Ni Jian-ciu telah berubah menjadi kaku dan kejang, dia bahkan dapat merasakan kulit tubuhnya yang berada paling dekat dengan ujung pedang lawan mulai merinding, bulu kuduknya mulai berdiri. Tapi orang yang berada di belakang tubuhnya masih berdiri tenang, tak disangkal orang itu jauh lebih tajam, lebih hebat dan menakutkan ketimbang mata pedang itu sendiri. Tapi siapakah dia? Hawa pembunuhan milik siapa yang begitu menghimpit dadanya? Ni Jian-ciu sadar, andaikata orang yang berada di bawah todongan ujung pedang pada malam ini bukan dirinya, orang itu pasti sudah roboh semenjak tadi. Bukan tertusuk oleh ujung pedang itu, melainkan runtuh karena himpitan hawa pembunuhan yang menggidikkan hati.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pada hakikatnya hawa pembunuhan itu merupakan yang paling mengerikan, paling menakutkan yang pernah dijumpainya selama ini. Ni Jian-ciu mulai tertawa getir. Ia dapat merasa dirinya sedang tertawa getir, sebab di hadapannya telah muncul sebuah cermin. Sebuah cermin yang terang dan bening, sebuah cermin yang ukurannya setara dengan tinggi badannya. Musuh yang bersembunyi di belakang pohon siong berhasil dia temukan jejaknya, maka tanpa mengeluarkan sedikit suara pun dia melancarkan serangan, tapi kenyataan musuh dapat meletakkan sebuah cermin di situ sebelum bersembunyi di tempat lain, membuat serangannya mengenai tempat kosong, membuat ia dapat menyaksikan senyuman getir diri sendiri, dalam tercengang dan kagetnya, tiba-tiba ia melancarkan serangan lagi. Dia tahu, situasi yang dihadapinya sekarang belum terhitung sebuah kekalahan, tapi dia sudah kehilangan kesempatan untuk menguasai lawan. Ketika menghadapi seorang musuh yang menakutkan, apa jadinya bila dia kehilangan kesempatan untuk menguasai lawan? Berpikir sampai di situ, tak tahan lagi dia memegang bulibulinya dengan kencang. "Lebih baik kau jangan bergerak," terdengar orang yang berada di belakangnya berkata. "Kau belum berhasil mengungguli aku," sahut Ni Jian-ciu dingin. "Tapi ingat, aku pun belum melancarkan serangan." "Setiap saat aku bisa melancarkan serangan balasan."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Aku tak ingin membunuhmu, selama kau tidak membuka buli-buli itu, aku pun tak akan melanjutkan tusukanku." Sikap Ni Jian-ciu sama sekali tidak berubah, dia pun tidak berbicara lagi. Dari pantulan cermin, dia dapat menyaksikan tubuh bagian bawah orang yang berada di belakang tubuhnya itu. Walaupun tubuh orang itu terbalut pakaian ringkas yang ketat, namun dia dapat melihat bahwa tiada seinci pun tubuhnya yang tidak berotot, orang itupun berdiri dengan santainya. Tubuh bagian atas sama sekali tak terlihat karena terhalang oleh batang pohon yang tumbang, mungkin orang itu memang sengaja berdiri di sana, agar orang lain tak dapat melihat jelas. Kulit wajah Ni Jian-ciu mulai mengejang keras, baru saja dia akan membuka suara, orang yang berada di belakang punggungnya telah berkata lebih dulu, "Jangan bertanya siapa aku!" "Memangnya sepanjang hidup kau akan berdiri di belakang tubuhku terus?" "Aku bisa saja menarik kembali pedangku." "Kalau begitu silakan." "Tapi aku punya syarat," kata orang itu lagi. Ni Jian-ciu menarik napas panjang, sewaktu menarik napas, rambut hitamnya kembali bergelombang bagai ombak samudra. Kemudian sambil menggenggam buli-bulinya, sepatah demi sepatah dia berkata, "Selama hidup aku tak pernah membicarakan soal syarat di bawah tekanan dan ancaman orang!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ooOOOoo 12. Pedang Kehidupan. Dia tidak menyangka orang yang berada di belakang tubuhnya segera akan melakukan satu hal. Tanpa banyak bicara orang itu menarik kembali pedangnya. Ni Jian-ciu tidak langsung membalikkan tubuhnya. Lama sekali dia termenung, kemudian baru ujarnya, "Sekarang katakan syaratmu!" "Syaratku ada tiga," kata orang itu. Ni Jian-ciu merasa belakang punggungnya bagaikan ada beribu anak panah yang sudah terpasang dibusur, tapi seperti juga sebuah benteng lapis baja, maka tanyanya, "Apa syaratmu?" "Pertama, jangan berpaling!" Ni Jian-ciu mengangguk tanda setuju. "Kedua, jangan bunuh mereka!" Kali ini Ni Jian-ciu termenung tanpa menjawab. Orang yang berada di belakang punggungnya juga termenung. Tong Keng, Ting Tong-ih, Ko Hong-liang, Yan Yu-sim serta Yan Yu-gi hanya menyaksikan Ni Jian-ciu berdiri di bawah remang-remang rembulan, di depan batang pohon yang roboh tanpa bergerak sedikitpun, sementara di samping pohon yang roboh berdiri pula sesosok bayangan manusia. "Malam ini aku bisa saja tidak membunuh," kata Ni Jian-ciu kemudian, "tapi bukan berarti aku tak akan membunuh mereka, kemana pun mereka pergi, cepat atau lambat akhirnya akan mati juga di tanganku."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Aku tahu." "Kecuali orang yang bernama Tong Keng," imbuh Ni Jian ciu, "karena aku tak berhasil membunuhnya dengan pukulanku tadi, maka tak ada serangan kedua baginya." "Aku mengerti." "Aku pun tahu, dia bisa lolos dari seranganku tadi lantaran kau telah menyambit lututnya dengan buah pohon cemara," kata Ni Jian-ciu lebih jauh, "tapi aku tak pernah akan menarik kembali setiap perkataan yang telah kuucapkan." "Aku tahu dengan jelas." "Lantas apa syaratmu yang ketiga?" "Yang ketiga bukan syarat melainkan sebuah permintaan," terdengar orang yang berdiri di belakangnya itu berbicara dengan sungguh-sungguh dan tulus, "jangan dikarenakan ada sebagian kecil manusia berhati busuk, licik dan kejam, maka kau kehilangan rasa percayamu terhadap semua sahabatmu." "Sudah selesai perkataanmu itu?" tiba-tiba Ni Jian-ciu bertanya. "Sudah selesai." "Aku mau membicarakan soal syarat karena kau adalah musuhku, bukan sahabatku," kata Ni Jian-ciu kemudian, "bagiku, lebih baik aku percaya kepada musuhku ketimbang harus mempercayai sahabatku." Lalu dengan nada tegas dia menambahkan, "Oleh sebab itu syaratmu yang ketiga tidak dapat kupenuhi." "Aku memahami," ujar orang yang berdiri di belakangnya dengan suara berat. Mendadak Ni Jian-ciu melemaskan otot badannya sembari menggeliat, katanya, "Oleh karena pada malam ini aku tak akan membunuh, tentunya aku boleh pergi bukan?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Silakan!" Setelah berjalan beberapa langkah, tiba-tiba Ni Jian-ciu kembali berhenti, katanya sambil tertawa, "Kau melarangku berpaling, apakah lantaran tak ingin kukenali?" Sambil menyungging sekulum senyuman aneh dia menambahkan, "Tapi sayangnya, meskipun tidak berpaling aku bisa mengenali pedangmu, gayamu dan hawa pembunuhanmu." Manusia yang berada di balik remang-remangnya cuaca itu sama sekali tak bergerak, sedemikian tenangnya orang itu membuat siapa pun ragu, sebenarnya dia itu manusia ataukah hanya sebuah patung batu. "Aku tidak berharap benar-benar adalah dirimu, tapi seandainya benar, jangan lupa, si Raja opas pun sudah datang!" Selesai mengucapkan perkataan itu, Ni Jian-ciu segera melompat naik ke punggung kudanya dan berlalu dari situ. Di tempat itu semuanya terdapat empat ekor kuda, dua bersaudara Yan masing-masing menunggang seekor kuda dan bergerak meninggalkan tempat itu, kini tersisa seekor kuda yang masih berada di sisi pohon serta sebuah kereta kuda yang telah hancur. Di bawah cahaya rembulan, di sisi pohon yang tumbang, suasana amat hening dan sepi, orang itu masih berada di bawah bayangan kegelapan. Meskipun raut muka orang itu susah dikenali karena berada di balik remang-remangnya cuaca, namun potongan badannya kelihatan jelas tertera di depan mata. Ko Hong-liang menghembuskan napas panjang, dengan wajah hijau kepucat-pucatan ia berdiri sempoyongan, segera Ting Tong-ih memayangnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terdengar orang yang berada di balik kegelapan itu berkata, "Sewaktu bertempur melawan Lu Bun-chang tadi, kau sudah menderita luka luar, tidak ringan lukamu waktu itu, kemudian ketika bertarung melawan Yan Yu-gi, kau banyak kehilangan tenaga dalammu, sementara tiga bacokan yang dilancarkan Ni Jian-ciu telah menguras segenap kekuatan yang kau miliki, untung dia tidak menyerang secara maksimal, kalau tidak, mungkin luka yang kau derita akan jauh lebih parah." "Tidak mengapa, asal beristirahat sejenak tenaga dalamku akan pulih kembali kata Ko Hong-liang sambil tertawa, kemudian sambil menuding Tong Keng, lanjutnya, "justru luka yang dideritanya jauh lebih parah ketimbang aku "Kokcu, kau tak usah menguatirkan keselamatanku," cepat Tong Keng menanggapi, "badanku kekar bagai seekor kerbau, apalah artinya beberapa kali gebukan yang mampir di tubuhku?" "Aah, mana ada orang melukiskan diri sendiri seperti seekor kerbau," seru Ting Tong-ih sambil tersenyum. "Betul, dia bukan mirip kerbau, tapi lebih mirip seekor macan kumbang" sambung Ko Hong-liang sambil tertawa pula. "Sayang macan kumbangnya goblok!" Tong Keng menambahkan. Gelak tertawa pun segera berderai memecahkan keheningan. Bukan hanya Ting Tong-ih berdua yang tertawa, bahkan orang yang berdiri di balik kegelapan pun ikut tertawa. Kelihatannya orang itu tidak sedingin dan tidak berperasaan seperti hawa pembunuhan yang terpancar dari tubuhnya, dia pun tidak semisterius identitasnya. Tiba-tiba Tong Keng berseru keras, "Mana Wan Hui?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ternyata dia masih memikirkan keselamatan Wan Hui yang telah kabur terlebih dulu meninggalkan dirinya. "Dia telah mati dibunuh Ni Jian-ciu!" sahut orang di balik bayangan gelap sambil menghela napas. "Kalau toh kau mengetahui Ni Jian-ciu akan membunuh Wan Hui, mengapa tidak tampil untuk mencegahnya?" "Saudara Tong," Ko Hong-liang segera menukas, "kalau dugaanku tak keliru, waktu itu Tayhiap ini sedang sibuk menjatuhkan para pengejar yang datang sambil menggotong cermin untuk mengunci gerak-gerik Ni Jian-ciu, jadi tak mungkin baginya untuk turun tangan di dua tempat yang berbeda." Tong Keng melengak, beberapa saat kemudian baru ia berseru, "Ooh, maaf, kusangka kau memang tak ingin menyelamatkan jiwanya." Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya, "Padahal aku sangat berterima kasih kepadamu karena kau telah menyelamatkan nyawaku, tapi aku pun tak berani bertanya siapa namamu." Sejak kejadian di rumah pelacuran Kiok-hong-wan, dimana secara terbuka dia menanyai nama Ko Hong-liang, pemuda ini jadi lebih waspada dan hati-hati dalam bertindak. Mendadak terdengar Ting Tong-ih berseru, "Kau bisa saja mengelabui orang lain, tapi jangan harap bisa mengelabui diriku." Kemudian dengan nada yang sangat yakin katanya lebih jauh, "Aku tahu siapakah kau!" Dengan perasaan terkejut Tong Keng menengok ke arah Ting Tong-ih. "Kau adalah Kho Kit!" seru gadis itu lagi, "benar, kau pasti Kho Kit!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kemudian sambil tersenyum kembali gadis itu berkata, "Aku adalah anak wanita, seringkali Kwan-toako bilang, aku jadi orang amat cermat, suara pembicaraan orang yang pernah kudengar satu kali saja, sampai delapan sepuluh tahun pun masih bisa aku kenali secara tepat." Ketika menyinggung soal Kwan Hui-tok, senyumannya kelihatan lebih manis dan mesra, sinar kebahagiaan melintas di wajahnya, dia seolah-olah sedang bermimpi. "Bahkan suara bersin atau orang menguap yang pernah kudengar, pasti bisa kupilah secara jelas." Orang di balik kegelapan itu termenung beberapa saat, kemudian baru katanya, "Bagiku, asal bisa melihat darah yang menempel di ujung pedang, maka segera bisa kubedakan yang terluka di tubuh musuh adalah kaki atau tangannya, hatinya atau paru-parunya, bahkan parah tidaknya luka itu, mampukah mencabut nyawanya atau tidak, dari setetes darah yang terlihat, aku bisa memastikannya secara benar." Suaranya masih dingin dan kaku, namun nadanya terdengar jauh lebih hangat. "Tampaknya kemampuanmu masih setingkat di atasku!" Sambil berkata, perlahan-lahan dia berjalan keluar dari balik kegelapan. Ketika orang itu berjalan keluar dari tempat persembunyiannya, kebetulan rembulan purnama baru saja menongol dari balik awan gelap, seluruh permukaan bumi pun menjadi terang benderang. Terdengar suara ringkikan kuda bergema memecah keheningan, angin berhembus menggoyang dedaunan di dahan pohon siong. Pada pandangan pertama, Ko Hong-liang mengira dia sedang menyaksikan munculnya seekor hewan kekar yang

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

muncul dari tanah pekuburan, tapi pada pandangan kedua, dia merasa suasana jauh lebih hangat dan bersahabat. Semacam kehangatan yang dipenuhi tenaga kehidupan, kehangatan, ketegaran dan kesabaran. Dengan penuh kegembiraan Tong Keng segera berteriak keras, "Kho Kit, aku selalu merindukan dirimu, ternyata kau belum mati... Kho Kit, kau membuatku amat kuatir!" Sikap maupun penampilan Kho Kit saat ini jauh berbeda dengan Kho Kit sewaktu berada dalam tandu bersamanya tadi, tapi dia masih tetap sebagai Kho Kit. "Aku tahu," jawab Kho Kit sambil tertawa, dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi Tong Keng, sikapnya amat bersahabat dan penuh kehangatan, "padahal kita baru berjumpa satu kali, tak nyana kau begitu menaruh perhatian kepadaku." "Kita pernah berjuang bersama, pernah menderita bersama, apakah tidak pantas menjadi seorang sahabat?" sahut Tong Keng cepat. "Kalau dia tidak menganggapmu sebagai sahabat, mana mungkin menolongmu sampai dua kali?" sela Ko Hong-liang. "Dua kali?" agaknya Tong Keng tidak habis mengerti. "Pertama kali sewaktu berada di pintu gerbang Kiok-hong wan, dia dengan gumpilan lilin telah menghadang pengejaran sastrawan berkapak raksasa Gi Eng-si." Tong Keng masih tak habis mengerti kapan Kho Kit pernah menolongnya, terdengar Kho Kit telah berkata, "Ko-kokcu, sungguh tajam penglihatanmu... Sambil berkata, tubuhnya kelihatan sedikit gemetar. Ting Tong-ih yang tajam penglihatannya segera menyaksikan noda darah yang membasahi ujung bibir Kho Kit, segera serunya, "Kau ... kau terluka?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan tenang Kho Kit membesut darah yang menodai ujung bibirnya. "Tidak masalah, luka yang tak berarti," sahutnya. "Bagaimana mungkin kau bisa terluka?" tanya Ting Tong-ih lagi penuh perhatian, seakan seorang kakak yang menguatirkan adiknya yang tiba-tiba terjatuh hingga berdarah. Sekali lagi sekulum senyuman menghiasi wajah Kho Kit. "Tusukan pedang yang dilancarkan ke tubuh Ni Jian-ciu tadi telah menggunakan segenap kekuatan yang kumiliki, siapa tahu baru sampai di tengah jalan sudah dipantulkan balik oleh tenaga dalamnya, tenaga pantulan itu tampaknya sempat melukai diriku ... tapi tidak menjadi masalah, kau tak perlu kuatir." Betul-betul sebuah ilmu pedang yang sangat menakutkan! Begitu serangan dilancarkan, jangankan musuh tak sanggup menghadapinya, bahkan diri sendiri pun tak mampu mengendalikan, begitu terhenti di tengah jalan, serangan itu malah berbalik melukai diri sendiri. Jelas serangan pedang ini bukan merupakan jurus serangan, tapi merupakan nyawa dari pedang. Orang yang menggunakan pedang itu telah membuat pedang memiliki nyawa sendiri, berdiri mandiri dan tidak berada di bawah kendali manusia. Daya pengaruh yang dihasilkan ilmu pedang semacam ini merupakan himpunan kekuatan maha dahsyat dari perpaduan pedang itu sendiri dengan tubuh manusia, sehingga begitu dilancarkan, soal mati hidup sudah tak diperhitungkan lagi. Kho Kit segera menjelaskan, "Sepuluh tahun lalu, ketika Ni Jian-ciu berhasil menguasai ilmu 'Auman harimau di tengah malam', kemampuannya sudah luar biasa, padahal sekarang dia telah menguasai ilmu 'Tiga mestika buli-buli',

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kehebatannya tak boleh dipandang enteng, akan tetapi aku tak ingin membunuhnya." "Bukankah kau telah berhasil memukul mundur dirinya?" tanya Ting Tong-ih. "Kemenanganku diraih karena aku menyerang di saat dia tak siap, selain itu aku pun telah memanfaatkan selembar cermin untuk menarik perhatiannya ... lagi pula dari ketiga buah buli-bulinya, baru satu yang ia gunakan." Sambil mendongakkan kepala memandang rembulan di angkasa, katanya lebih jauh, "Orang ini berwatak emosional, gampang marah dan berangasan, langkah serta sepak terjangnya suka menonjolkan diri, bahkan mendekati jumawa, jika serangannya gagal mengenai sasaran, dia selalu enggan untuk mengulangi kembali serangannya, apalagi jika dia sampai dipaksa berada di bawah angin, jangan harap dia mau mengakuinya. Tapi ... di kemudian hari aku pasti akan mencarinya lagi untuk mengajaknya berduel." "Apakah kau ... kau yakin bisa mengunggulinya?" tanya Tong Keng cemas. "Kalau dia pun tak bisa mengungguli, jangan harap orang lain bisa menangkan orang ini," kata Ko Hong-liang tiba-tiba, "si Auman harimau di tengah malam memang hebat, tapi kalau dibilang empat opas dari kolong langit pun tak sanggup mengunggulinya, siapa yang mau percaya perkataan ini?" Tong Keng berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo, diawasinya wajah Ko Hong-liang tanpa berkedip. Terdengar Ko Hong-liang dengan suara dingin berkata, "Pedang siapa yang memiliki hawa pembunuhan sebesar itu? Ilmu pedang siapa yang begitu hebat bahkan menguasai kepandaian sehebat itu dalam usia yang sangat muda? Siapa pula yang mampu memukul mundur Ni Jian-ciu dalam satu gebrakan? Siapa pula yang bisa melukai diri sendiri karena menghentikan serangan di tengah jalan?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah berhenti sejenak, sepatah demi sepatah dia melanjutkan, "Leng-hiat si darah dingin, bila kau hendak membekuk kami untuk kasus berdarah ini, silakan saja lakukan, tak usah bermain kucing mempermainkan tikus lagi, sudah ditangkap sengaja dilepas lalu ditangkap lagi." Tong Keng membelalakkan matanya lebar-lebar sambil mengawasi Kho Kit. Mata pedang boleh dingin, dinginkah hati manusia? Dinginkah darah manusia? Kho Kit tertawa. "Aku adalah Leng-hiat!" katanya memperkenalkan diri, senyuman itu seolah sudah melumerkan semua kebekuan salju yang semula menyelimuti wajahnya, mendatangkan kehangatan yang sukar ditampik oleh siapa pun. "Sebenarnya aku datang untuk membekuk kalian," Lenghiat melanjutkan, "tapi kelihatannya aku tak bakal menangkap kalian semua." "Kenapa?" Ko Hong-liang segera bertanya. "Sebab kalian tidak bersalah, kalian hanya difitnah" jawab Leng-hiat, "selamanya aku tak pernah menangkap orang tak bersalah, apalagi orang yang difitnah." Tiba-tiba Ko Hong-liang merasa matanya basah, basah oleh lelehan air mata. Orang yang tak pernah difitnah, tak pernah dijadikan kambing hitam, tak bakalan bisa merasakan betapa tersiksa dan menderitanya orang yang difitnah dan dijadikan kambing hitam. Apalagi ketika tidak dipercaya orang lagi, harus berlarian di jalanan seperti seekor tikus yang digropyok beramai-ramai orang sekampung. Tapi kini ternyata ada orang yang mengatakan bahwa mereka tidak bersalah, mereka hanya dijadikan kambing

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

hitam, difitnah orang, bahkan orang yang mengatakan hal itu adalah seorang jagoan sangat tangguh yang sebenarnya sedang memburu dan hendak membekuk mereka. Tong Keng segera berpaling ke arah Ting Tong-ih sambil berseru, "Enci Ting, hal ini... Sambil menggigit bibir Ting Tong-ih melirik Leng-hiat sekejap, kemudian sahutnya, "Aku sendiri pun tidak jelas, dia belum lama bergabung dengan perkumpulan Bu-su-bun, bahkan seringkali tidak berada di tempat, Toako yang menarik dia masuk partai, lagipula banyak kejadian yang tidak diikuti dirinya, malah dia sempat lenyap selama beberapa hari ... sampai saat kami hendak membongkar penjara untuk menolong Toako baru ia menampilkan kebolehannya Mimik mukanya saat ini tak bisa dibedakan apakah sedang gembira atau gusar, terusnya, "Aku sama sekali tidak tahu kalau Kho Kit adalah Leng-hiat, seorang saudara kecil yang belum lama bergabung dalam perkumpulan Bu-su-bun ternyata adalah anggota empat opas yang paling muda dan paling ganas, Leng-hiat si darah dingin." "Maaf," segera Leng-hiat berseru, "oleh karena aku sedang melacak dan melakukan penyelidikan atas kasus ini, maka untuk sementara waktu identitasku terpaksa harus dirahasiakan." "Tapi malam ini kau telah menolongku, bahkan sudah membongkar identitasmu, apakah kau masih berniat merahasiakan asal-usulmu lagi?" tanya Ting Tong-ih lembut. Leng-hiat mengangguk. "Tapi kau masih tetap membohongi kami akan satu hal," kata Ting Tong-ih cepat. Dengan pandangan tercengang Leng-hiat berpaling mengawasi gadis itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil tersenyum Ting Tong-ih berkata lebih jauh, "Kau bilang asal melihat darah, maka kau bisa menentukan darah itu berasal dari mana, tapi menurut pendapatku, kemampuan Leng-hiat dalam mengingat wajah dan suara orang bahkan jauh di atas kemampuan yang kumiliki." Setelah tertawa terkekeh-kekeh, terusnya lagi, tapi kali ini dengan wajah yang amat dingin, "Opas Leng, terima kasih banyak atas pujianmu, tapi aku tak ingin mendengar perkataan bohong, dalam keadaan senang atau susah aku tak ingin mendengarkan perkataan yang tidak sejujurnya." Leng-hiat selain terkenal karena keganasan pedangnya, kebesaran nyalinya dan kenekadannya yang nomor wahid, dia pun termashur sebagai orang yang tak mudah melupakan wajah orang yang pernah dijumpainya dan tak pernah melupakan suara orang yang pernah didengarnya. Tampaknya si darah dingin tidak menyangka kalau Ting Tong-ih akan mengajukan perkataan itu di saat seperti ini, sesudah tertegun beberapa saat sahutnya, "Aku sama sekali tidak berbohong." "Kalau begitu ada beberapa pertanyaan ingin kuajukan kepadamu," ujar Ting Tong-ih sambil menatap tajam lawannya. Ada orang bilang, hati Leng-hiat diasah dengan pedang, oleh sebab itu dia tak takut sakit, susah, terluka atau mati. Tapi setelah mendengar perkataan Ting Tong-ih yang dingin bagaikan es itu, hati Leng-hiat seolah mati secara mendadak. Ditatapnya gadis itu sekejap, sekarang baru ia merasakan betapa indahnya lekukan tubuh gadis itu, betapa cantiknya wajah gadis itu, terutama sepasang lesung pipinya yang begitu indah.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Segera dia mengendalikan gejolak perasaannya sambil berseru, "Tanyalah!" Ting Tong-ih tidak langsung bicara, dari sakunya dia mengeluarkan sebatang hio, menyulutnya lalu bersembahyang ke atas langit, bibirnya yang mungil kelihatan komat-kamit entah apa yang sedang didoakan. Kemudian setelah menancapkan hio itu ke atas tanah, baru berpaling. ooOOOoo 13. Raja Opas. "Mengapa kau bergabung dengan perkumpulan Bu-su-bun? Mengapa kau menolong kami? Sebetulnya kau ingin mencelakai kami atau menolong kami? Atas dasar apa kau mengatakan bahwa kami tak bersalah, difitnah orang, dijadikan kambing hitam? Kalau memang tahu kami tak bersalah, mengapa kau biarkan Kwan-toako mati mengenaskan? Mengapa kau biarkan perkumpulan Bu-su-bun dimusnahkan orang? Sebenarnya apa tujuanmu? Mau apa kau datang kemari? Apa lagi yang akan kau lakukan?" Serangkaian pertanyaan diajukan Ting Tong-ih bagai berondongan senapan mesin. Semua orang segera berpaling, sama-sama menengok ke wajah Leng-hiat dan menanti jawabannya. "Kita harus segera berangkat meninggalkan tempat ini," jawab Leng-hiat, "lebih baik kita bicara sambil berjalan, kalau tidak, bila sampai pasukan pengejar tiba dan terkepung sekali lagi, mungkin tidak mudah untuk lolos dari kepungan." Ting Tong-ih mengerling sekejap dengan sepasang matanya yang jeli.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tapi ada satu hal mesti kau jawab terlebih dulu sebelum aku bersedia meninggalkan tempat ini," katanya. Tentu saja perkataan Ting Tong-ih ini sangat masuk akal, sebab mau pergi atau tidak hanya masalah keselamatan dia bersama Ko Hong-liang dan Tong Keng, bagi Leng-hiat sendiri, pergi atau tidak sama sekali tak menjadi masalah. Sekarang Ting Tong-ih berkeras memaksanya untuk menjawab dulu satu pertanyaan sebelum pergi, andaikata orang lain yang mengucapkan perkataan itu, orang pasti akan menuduhnya mencari menang sendiri, berbeda ketika Ting Tong-ih yang mengatakan, gayanya seperti seorang kakak yang sedang menggoda adiknya. "Apakah kau takut terhadap seseorang?" ia bertanya. Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata Leng-hiat, tapi dia tidak menjawab. "Sebenarnya siapa yang kau takuti?" kembali gadis itu mendesak. Leng-hiat menarik kembali sorot matanya sambil berkerut kening, sampai lama kemudian baru ia menjawab, "Li Hianih!" Walaupun tiga patah kata itu diucapkan dengan enteng, namun bagaikan tiga bongkah es yang membeku, serentak menghantam wajah Ting Tong-ih, Ko Hong-liang serta Tong Keng. "Maksudmu si Opas sakti Li Hian-ih ...!" pekik Ko Hongliang kaget. "Dia bukan opas sakti," Leng-hiat menggeleng, "opas sakti adalah Liu Ce-in, sementara dia adalah raja di antara kawanan opas yang ada, kami menyebutnya sebagai si Raja opas Liu Ce-in adalah si opas sakti, tiga tahun lalu dalam kasus 'Tangan pembunuh', dia telah mati terbunuh karena telah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

melanggar hukum dan akhirnya tewas di ujung pedang Lenghiat. (baca Pertemuan dikotaraja jilid-1, telah terbit). Sebenarnya di dalam urutan empat opas, Leng-hiat selalu dianggap orang menempati urutan paling buncit karena tak pernah berkarya cemerlang, tapi setelah peristiwa itu, posisinya dalam urutan empat opas menjadi lebih cemerlang dan dikenal orang. Terdengar Ting Tong-ih segera berkata, "Dulu si opas sakti Liu Ce-in pun tewas di tanganmu, apalagi sekarang hanya seorang Raja opas "Kepandaian silat yang dimiliki Raja opas luar biasa hebatnya," tukas Leng-hiat segera, "jangan kau bandingkan dengan kepandaian yang dimiliki Liu Ce-in, sekalipun dia tak pernah bersua denganku, tapi tujuh tahun berselang, berkat surat permohonannya kepada kaisar yang diusulkan dia bersama paman, kami berempat baru bisa diangkat menjadi opas yang memiliki wewenang bunuh dulu baru laporan menyusul Kemudian sambil mempertinggi nada suaranya, dia melanjutkan, "Dulu aku bunuh Liu Ce-in karena dia pura-pura berbuat baik, padahal telah menyalah gunakan wewenang dan kekuasaan, beda dengan Raja opas, dia adalah seorang opas hebat yang selalu setia pada jabatannya." Kemudian dengan sorot mata berkilat terusnya, "Dahulu Cukat-sianseng selalu memberi wejangan kepada kami agar banyak belajar dari dua orang opas Cianpwe itu, yang satu adalah opas sakti Liu Tok-hong, sedang yang lain adalah si Raja opas Li Hian-ih "Aku tahu," sela Ting Tong-ih sambil tertawa, "kau takut kepada Li Hian-ih pertama karena dia adalah idolamu, kedua karena dia adalah Cianpwemu dan ketiga karena perbuatannya tak pernah tercela, ditambah kungfu yang dimilikinya sangat tangguh

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ya, tangguhnya bukan kepalang!" Leng-hiat membenarkan. "Kalau begitu pergilah dari sini." "Kenapa aku harus pergi?" tanya Leng-hiat keheranan. "Sebab aku tak ingin kau menghadapi kesulitan gara-gara urusan kami." "Aku percaya semua masalah yang sulit pasti ada cara untuk mengatasinya." "Tapi dia adalah Cianpwemu.... seru si nona. "Dan kalian pun sahabatku!" tukas Leng-hiat. Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan wajah serius tambahnya, "Sejak dulu hingga sekarang, sudah banyak peristiwa mengenaskan yang terjadi gara-gara salah tuduh atau dijadikan kambing hitam orang, terlepas siapa pun yang dihadapi, aku tak ingin kejadian semacam ini berlanjut." Ringkikan kuda kembali bergema membelah keheningan malam. Angin malam pun masih berhembus kencang menggoyang pepohonan. Ting Tong-ih tidak menanggapi perkataan Leng-hiat lagi, dia berpaling dan tanyanya pada Ko Hong-liang serta Tong Keng, "Kalian berencana pergi kemana?" "Piaukiok!" sahut Ko Hong-liang berdua serentak. "Tapi ..." Ting Tong-ih berkerut kening, "saat ini seluruh opas dan petugas keamanan sedang menunggu kedatangan kalian di sana Ko Hong-liang menghela napas panjang. "Tapi bagaimanapun juga kami harus balik ke sana," sahutnya dengan kepala tertunduk.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Benar, kami harus kembali ke sana," sambung Tong Keng sambil menganggukkan kepalanya. Leng-hiat sama sekali tidak bertanya, dia hanya menjawab, "Baik!" Balik ke perusahaan ekspedisi Sin-wi-piau-kiok tak ubahnya seperti tahu di atas gunung ada harimau, justru berjalan ke arah sang harimau'. Sin-wi-piau-kiok adalah perusahaan yang sudah disegel atas perintah penguasa karesidenan Cing-thian-sian, sementara Congpiautau perusahaan ini, Ko Hong-liang, sudah ditetapkan sebagai buronan, apalagi kepala piausu si Nyali macan kumbang Tong Keng, dia sudah dituduh sebagai pembunuh yang harus diringkus hidup-hidup. Ketika pasukan keamanan menggropyok markas besar mereka, Ting Tong-ih dan Tong Keng sekalian berhasil melarikan diri, pihak keamanan pasti curiga mereka akan balik ke markas besarnya di perusahaan Sin-wi-piau-kiok, berarti perjalanan mereka menuju ke sana lebih banyak bahayanya daripada selamat. Tapi sekarang Ko Hong-liang dan Tong Keng berkeras akan mengunjungi tempat itu, jelas keselamatan mereka menjadi taruhan. Ko Hong-liang sendiri pun tahu, Leng-hiat dan Ting Tong-ih yang ikut bersamanya boleh dibilang pergi untuk mengantar kematian, oleh sebab itu sepanjang jalan mau tak mau dia harus menjelaskan, "Aku harus bisa pulang ke sana, biar hanya satu kali." "Semenjak barang kawalan kami dirampok, berulang kami berusaha pulang ke rumah, tapi pihak pemerintah tanpa kompromi telah menyegel perusahaan piaukiok, mengirim pasukan keamanan untuk menjaga dan menempel lukisan wajahku di setiap sudut kota dengan perintah penangkapan, beberapa kali aku berniat menyerahkan diri kepada pihak

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berwenang, tapi dari cerita beberapa saudara yang berhasil lolos dari peristiwa itu, katanya sekali ditangkap maka tanpa diperiksa lagi langsung disiksa hidup-hidup atau dijatuhi hukuman mati, maka aku pun selalu bersembunyi di seputar penjara sambil menunggu, tak bisa pulang juga tak berani sembarangan bergerak." "Kemudian aku dengar terjadi kebakaran hebat dalam penjara, lalu terdengar ada kehebohan di situ, maka aku pun secara diam-diam menyusup keluar untuk melihat keadaan, saat itulah kusaksikan nona Ting dan saudara Tong sedang menyerbu keluar kepungan, begitu bertemu nona Ting, aku lantas teringat akan kejadian Kwan Hui-tok, Kwan-toako yang belakangan terjerumus juga dalam penjara, aku segera tahu kalau sobat-sobat dari perkumpulan Bu-su-bun sudah melakukan pergerakan." "Dalam organisasi Bu-su-bun, aku mempunyai seorang sahabat yaitu Wan Hui, ketika aku berniat mendatangi Kiokhong-wan untuk mencari berita Wan Hui tentang kabar saudara Tong, kebetulan berjumpa sekawanan pasukan pemerintah sedang membasmi para sahabat dari Bu-su-bun, aku pun sadar bahwa di Kiok-hong-wan telah terjadi sesuatu, maka aku segera menyusul ke sana Kejadian selanjutnya, Ko Hong-liang berhasil merobohkan seorang prajurit, mengenakan pakaian seragamnya lalu dengan mengenakan kerudung wajah ia menyelamatkan jiwa Tong Keng. "Sejak peristiwa itu aku tak pernah balik ke piaukiok, kali ini seandainya berhasil mengunjungi tempat itupun mungkin sepuluh tahun kemudian baru ada kesempatan pulang lagi ke situ, aku tak tahu hingga kapan sakit hati ini baru terbalas dan fitnahan ini baru bisa dicuci bersih, aku bisa membayangkan betapa sedihnya anak istriku, itulah sebabnya aku harus bertemu mereka, paling tidak harus kusampaikan beberapa pesan sebelum pergi meninggalkan mereka."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Empat manusia dengan empat ekor kuda pun melakukan perjalanan cepat. Menjelang fajar, mereka beristirahat sejenak di sebuah tempat pemberhentian. Angin fajar yang dingin berhembus kencang mengibarkan ujung baju. Dengan termangu Tong Keng duduk beristirahat di sisi sebatang pohon, dengan tinjunya dia menghantam batang pohon itu berulang kali. Leng-hiat berdiri di sisi kudanya, sambil menggendong tangan mengawasi kabut pagi yang bergerak tak menentu. Ting Tong-ih sendiri pun berdiri termangu sambil mengawasi tusuk konde emasnya, sesaat kemudian baru ia berjalan menghampiri Ko Hong-liang yang masih melamun, katanya, "Padahal kepergian kita kali ini mungkin hanya sebuah perpisahan sementara, bagaimanapun opas Leng sudah berada bersama kita, dia pasti bisa menyelesaikan persoalan yang menimpa kita sampai tuntas." "Opas Leng sudah terlalu banyak membantu kita," sahut Ko Hong-liang sambil tertawa getir. Tong Keng berpaling, dia hanya menyaksikan bayangan punggung Leng-hiat yang kekar bagai sebuah patung tembaga. Saat itu Leng-hiat masih berdiri sambil menggendong tangan, namun kepalannya sudah digenggam dengan kencang. Menyaksikan hal itu, tanpa terasa Tong Keng menegur, "Apa ... apa yang sedang kau pikirkan?" Leng-hiat tidak langsung menjawab pertanyaan itu, setelah memandang sekejap awan yang menyelimuti permukaan tanah, ujarnya, "Hari hampir terang tanah."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Setelah terang tanah, kita bisa segera melanjutkan perjalanan," sambung Tong Keng sambil tertawa. "Keliru," Leng-hiat menggeleng, "setelah terang tanah, Ni Jian-ciu akan mulai membunuh manusia." Sekarang Tong Keng baru teringat ucapan Ni Jian-ciu menjelang pergi meninggalkan mereka, "Malam ini aku berjanji tak akan membunuh, tapi kemana pun mereka pergi, cepat atau lambat akhirnya pasti akan mati di tanganku." Kepandaian silat yang dimiliki si Auman harimau di tengah malam Ni Jian-ciu memang luar biasa hebatnya, sedemikian hebat hingga Ko-kokcu sendiri pun tak mampu menandinginya. Seandainya Kwan Hui-tok masih hidup, dapatkah dia menghadapi kehebatan kungfunya? Sayang Kwan-toako sudah menemui ajalnya, padahal dalam keadaan cacad pun dia masih mampu bertarung seimbang melawan kerubutan dua bersaudara Yan serta Gi Eng-si, hanya belum sempat ia bertarung melawan Ni Jian-ciu. Bagaimana pula dengan kemampuan Leng-hiat? Sanggupkah opas kenamaan ini mengungguli kemampuan Ni Jian-ciu? Nama besar si Raja opas Li Hian-ih kelihatannya masih jauh di atas kepopuleran Leng-hiat, sampai dimanakah kehebatan ilmu silat yang dia miliki? Bagaimana pula dengan kemampuan Li Ok-lay, Li-thayjin, otak yang menciptakan semua pertikaian ini? Dalam situasi yang kritis dan membahayakan keselamatan jiwanya, ternyata Tong Keng masih berminat memikirkan persoalan semacam itu, padahal dia disebut orang persilatan sebagai Nyali macan kumbang, bukan lantaran nyalinya saja yang besar, tapi lebih disebabkan semangatnya yang berprinsip 'biar langit ambruk pun aku akan menahannya',

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

setiap saat dia selalu memiliki semangat untuk menyelesaikan setiap kesulitan yang sedang dihadapi dan memiliki kepercayaan tinggi untuk menghadapi setiap tantangan. Biasanya orang yang tak takut jatuhlah yang akan menjadi manusia paling lama bertahan. Dengan wajah tersenyum Leng-hiat mengawasinya, tampak lelaki ini berwajah penuh cambang, beralis tebal dengan mata yang besar, meski dia pernah masuk bui, terluka parah, dijadikan kambing hitam, menjadi buronan, bahkan kini sedang dikejar-kejar orang untuk dibunuh, mati hidupnya pada saat inipun masih menjadi tanda tanya, tapi dia masih bisa bicara gembira, berwajah penuh semangat, semuanya ini membuat salah satu dari empat opas kenamaan ini sangat mengagumi dan menyayanginya. Maka dengan suara lembut ujarnya, "Mari kita bicarakan tentang dirimu, apakah kau sudah berkeluarga? Sekalipun masih bujangan, paling tidak kau mesti pulang ke rumah bukan?" "Tentu saja aku harus pulang," jawab Tong Keng tetap bersemangat, "Sin-wi-piau-kiok adalah rumahku, ayahku dulu adalah pembantu utama ayah Kokcu sekarang, setelah ayah wafat, aku pun dipelihara dan dibesarkan Ko-lotoaya, ilmu silat juga kuperoleh atas petunjuk dan didikannya. Aku dibesarkan dalam perusahaan, semua wanita yang ada di sana adalah saudara perempuanku, semua lelaki yang ada di situ adalah saudara lakiku, kami semua hidup bersama bagaikan sebuah keluarga besar. Sepeninggal LoKokcu, Kokcu yang sekarang pun sangat baik kepadaku, memperlakukan aku bagai saudara sendiri, oleh sebab itu aku tetap harus pulang ke sana. Setelah menarik napas panjang, katanya lebih lanjut, "Aku ingin pulang untuk menengok Sin-wi-piau-kiok, aku ingin berlutut dan berdoa di depan arwah LoKokcu, aku pun akan menyampaikan salam kepada si ketapel cilik dan Siau Sim,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mungkin akan meninggalkannya untuk jangka waktu yang tak pasti Ketapel cilik adalah seorang rekan kerja Tong Keng yang paling cocok selama di perusahaan ekspedisi, belum pernah Tong Keng menganggapnya sebagai rekan kerja, tapi lebih menganggapnya sebagai saudara sendiri. Sementara Siau Sim bernama lengkap Ko Siau-sim, dia adalah putri kesayangan Ko Hong-liang, selama ini Ko Hongliang memandangnya bagai sebuah mestika. Sejak kecil dia dibesarkan bersama Ko Siau-sim, boleh dibilang gadis itu sangat menyenangkan, Kokcu sendiri pun ada niat untuk menjodohkan putri kesayangannya ini kepadanya, sebaliknya Tong Keng sendiri amat suka dengan gadis itu, bahkan cenderung menyayanginya, tapi bukan sebagai seorang kekasih, melainkan hanya sebatas saudara sendiri, hanya sayang, orang lain tak bisa membedakan perasaan sayangnya itu sebagai cinta kekasih atau cinta sesama saudara. Dalam hal ini sudah berulang kali Tong Keng menghela napas panjang. Leng-hiat mengawasi wajah pemuda itu dengan termangu. Sebuah wajah yang tampan tapi kini sudah dirusak oleh sebuah cap di atas wajahnya, tanda seorang narapidana. Sebagai seorang pemuda yang ramah dan sangat setia kawan, bagaimana mungkin dia melakukan dosa dan kesalahan sebesar itu? Kini siapa salah siapa benar masih belum jelas, mengapa keputusan salah sudah dijatuhkan kepadanya? Kenapa di atas keningnya sudah diberi cap sebagai pertanda seorang narapidana? Dirinya sebagai opas apakah harus berpeluk tangan menghadapi kejadian seperti ini? Pantaskah dia

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mencampurinya? Bolehkah dia mencampurinya? Sanggupkah dia mencampurinya? Atasan Li Ok-lay mempunyai pangkat dan posisi yang jauh lebih tinggi dari Cukat-sianseng, bukan saja memiliki kekuasaan atas prajurit, bahkan memiliki banyak sekali jago tangguh yang siap dan bersedia bekerja baginya. Dengan kekuasaan dan kekuatannya, dulu ia pernah menuduh Jianliok-ong berkhianat, bahkan sempat mengirim tiga belas orang jago tangguh untuk membasmi seluruh keluarganya, sekarang bila dirinya demi beberapa orang rakyat kecil sampai memusuhinya, mungkinkah kejadian ini bisa berakibat bencana bagi Cukat-sianseng beserta ketiga orang saudaranya? Tiba-tiba terdengar Ting Tong-ih berbisik lirih, "Hari sudah terang tanah!" Fajar memang sudah mulai menyingsing, secercah sinar terang memancar keluar di ufuk timur. Leng-hiat seakan terpaku di atas pelana kudanya, segera ia berseru, "Mari kita segera berangkat!" Diiringi suara ringkikan panjang, bergeraklah keempat ekor kuda itu melanjutkan perjalanan. Mereka harus melalui To-lan-kiau, menembus bukit Bwesan kemudian mengitari sumber air panas Lo-un-jwan, satu setengah hari kemudian barulah tiba di kota Cing-thian-tin. Biarpun Cing-thian-tin disebut sebuah kota, sesungguhnya tidak banyak penduduk kota itu, tapi berhubung tempat itu merupakan daerah strategis yang sejak dulu sudah menjadi daerah yang diperebutkan, tak heran perdagangan di situ amat maju, tanah pun amat subur sehingga hasil buminya berlimpah. Kini Leng-hiat sekalian sudah berada dalam perjalanan menuju ke bukit Bwe-san, tapi berhubung di bukit itu terdapat

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

markas prajurit, lagi pula merupakan urat nadi yang banyak dilalui orang, Leng-hiat lebih memilih mengitari bukit Cui-pinsan. Sekalipun harus berjalan setengah hari lebih lambat, namun jalanan itu sepi dan jarang dilalui orang sehingga lebih mudah bagi mereka untuk menghindari pengejaran pasukan. Dalam dua hari perjalanan mendatang, mungkinkah mereka dapat menghindari segala rintangan dan penghadangan? Dapatkah mereka melalui perjalanan ini secara aman tenteram? Lalu bagaimana situasi setelah tiba di Cing-thian? Kini mereka berempat sudah tiba di To-lan-kiau. To-lan-kiau merupakan sebuah jembatan yang membelah sungai To-lan-si, merupakan jalan utama yang menghubungkan pusat kota Lam-tin. Ketika tiba di seputar jembatan, waktu sudah menunjukkan tengah hari, banyak sekali manusia yang berlalu-lalang menyeberangi jembatan itu. Di kedua sisi jembatan berjajar pedagang kaki lima yang menjajakan aneka macam barang, suasana amat ramai. Empat ekor kuda tunggangan Leng-hiat sekalian sudah mulai menaiki jembatan. Tong Keng dan Ting Tong-ih dengan wajah penuh senyum mengamati keramaian di seputar jembatan, sementara Ko Hong-liang menghela napas dalam hati, pikirnya, "Aaaai, andaikata aku tak bisa kemari lagi, entah sampai tahun kapan aku baru dapat menikmati lagi suasana riuh seperti ini?" Berpikir sampai di sini tak kuasa lagi semangatnya makin tenggelam, sejak menjabat Congpiautau perusahaan ekspedisi Sin-wi-piau-kiok, belum pernah dia putus asa, dia tak pernah membayangkan kalau suatu ketika posisinya akan hancur berantakan seperti saat ini.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bukan saja nama besar rusak, usaha bangkrut, ditambah lagi anak buah bubar, keluarga tercerai-berai, baginya kejadian semacam ini tak pernah dibayangkan walau sekejap pun, tak disangka semua musibah ini justru harus dia alami, bukan saja tiada harapan lagi untuk bangkit kembali, bahkan nasibnya nyaris semakin terperosok ke lembah kehancuran. Baru setelah berjumpa Leng-hiat, harapan mulai tumbuh kembali, paling tidak masih ada seorang petugas negara yang tahu kalau dia tak bersalah, dia hanya difitnah, hanya dijadikan kambing hitam. Baru berpikir sampai di situ, mendadak terdengar seseorang membentak nyaring, "Berhenti!" Sebetulnya ia tidak menggubris suara bentakan itu, tapi secara tiba-tiba kudanya berhenti seketika bahkan memperdengarkan suara ringkikan panjang. Ketika ia menengok ke belakang, tampak olehnya Leng-hiat yang berada di belakangnya sedang mencengkeram ekor kudanya, cengkeraman itu membuat kudanya sama sekali tak mampu bergerak. Dengan sorot mata yang lebih tajam dari sebilah pedang, Leng-hiat sedang mengawasi sebuah kurungan burung yang diletakkan di atas jembatan. Di belakang kurungan burung itu berdiri seseorang. Kurungan burung itu menutupi wajah orang itu, namun tak dapat menutupi sepasang matanya yang dingin dan tajam bagai mata golok. Serentak mereka berempat menghentikan larinya kuda, tapi hanya Leng-hiat seorang yang melompat turun dari punggung kudanya. Gayanya sewaktu turun dari kuda sangat aneh, seperti seseorang yang sedang menuruni anak tangga, sama sekali tak kelihatan kaku.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di tengah keramaian orang yang berlalu-lalang di atas jembatan, Leng-hiat mendekati kurungan burung itu. Burung yang berada dalam sangkar itu segera beterbangan karena ketakutan. "Rupanya kau telah datang!" tegur Leng-hiat dengan nada dingin. "Sudah kukatakan, aku pasti akan kemari," jawab orang itu. "Mau apa kau?" "Sama seperti yang lalu." Mencorong sinar tajam dari balik mata Leng-hiat, sorot mata yang tajam membuat burung yang berada dalam sangkar semakin ketakutan. "Kalau ingin membunuh mereka, bunuhlah aku lebih dulu," kata Leng-hiat ketus. Sorot mata orang di belakang sangkar burung itu menyorot tajam, di balik pandangan yang dingin terbesit kebencian yang mendalam. Pada saat itulah terdengar suara derap lari kuda yang ramai berkumandang semakin dekat, disusul suasana kalut karena kaburnya orang-orang yang berada di sekeliling situ. ooOOOoo 14. Mandi Bersama. Orang yang berada di atas kuda itu bergerak dengan tubuh menempel di punggung kuda. Punggung kuda nampak berkilauan tajam ketika tertimpa cahaya matahari. Kini kuda itu sudah menerjang ke ujung jembatan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika hampir mendekat, orang baru dapat melihat dengan jelas bahwa orang yang berada dipunggung kuda itu sedang memainkan sebuah kapak raksasa, ketika kapak itu tertimpa cahaya matahari, segera terhiaslah sekuntum bunga perak yang berpusing, desingan angin yang menderu serasa melumat gendang telinga pendengarnya. Derap kuda yang ramai dengan cepat mendengung di atas jembatan. Kapak raksasa itu secepat kilat dibacokkan ke tubuh Lenghiat. Si Darah dingin tetap berdiri di tengah jembatan, punggungnya menghadap si pendatang, ia sama sekali tak berkutik. Tiba-tiba sangkar burung ikut melayang di udara, menyusul kemudian terlintas sekilas cahaya terang. Saat itulah Leng-hiat melolos pedangnya, selapis cahaya putih memancar keluar dari balik tangannya. Sangkar burung itu segera rontok ke tanah. Kuda yang berlari kencang sudah melampaui tengah jembatan, bahkan sudah melompati pagar tepi jembatan itu. "Blaaam!", akhirnya kuda itu mendarat sepuluh langkah dari jembatan, jatuh terjerembab ke tanah. Dengan cepat darah segar berhamburan membasahi seluruh lantai berpasir. Jeritan kaget pun bergema di sekeliling tempat itu, banyak orang berlarian menjauh sambil menutupi wajahnya. Sangkar burung yang terbanting di atas jembatan ikut hancur berantakan, burung pun beterbangan di angkasa sementara sang pemiliknya masih berdiri kaku di tempat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini sangkar burung sudah lenyap, orang yang berada di belakang sangkar sebetulnya mengenakan topi lebar dari bambu, tapi sekarang topi bambu itupun terbelah dua, maka tampaklah rambutnya yang beruban. Dengan suara yang dingin bagai es, orang berambut putih itu berkata, "Tak kusangka kepandaianmu maju sangat pesat, lagi-lagi aku salah menilai dirimu." Selesai berkata dia membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ. Di bawah cahaya matahari terlihat beberapa butir darah membasahi rambutnya yang putih. Tong Keng, Ko Hong-liang dan Ting Tong-ih mengikuti jalannya pertarungan ini setegang anak panah yang sudah dipentangkan di atas busur, lama kemudian baru terdengar Tong Keng berseru, "Dia telah salah menilai soal apa?" Dengan termangu Leng-hiat mengawasi bayangan punggung Ni Jian-ciu yang makin menjauh, kemudian baru sahutnya, "Dia telah salah menilai, tiga tahun berselang pedangku hanya bisa menyerang tanpa mampu bertahan, aku hanya bisa membunuh tanpa kenal ampun, tak disangka tiga tahun kemudian pedangku mampu membendung serangan buli-bulinya, bahkan segera dapat melancarkan serangan balasan yang berhasil mengenai tubuh sang penyergap." Setelah berhenti sejenak, sambil mengawasi tubuh Gi Engsi yang terkapar di tengah genangan darah, lanjutnya, "Oleh karena itu Ni Jian-ciu membunuh Gi Eng-si?" "Berarti kaulah pemenangnya!" teriak Tong Keng kegirangan. "Tidak, sampai sekarang baru ia menggunakan sebuah bulibulinya, masih ada dua yang belum digunakan, padahal kedua buli-buli yang tersisa itulah senjata pamungkasnya."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah menyaksikan pertarungan yang barusan berlangsung, Ko Hong-liang segera merasa bahwa pertarungan yang dilakukannya dulu bagaikan permainan anak-anak saja, dengan wajah sedih tanyanya, "Lalu kenapa dia tidak menggunakan senjata pamungkasnya untuk menghadapimu?" "Ia sedang menanti kesempatan lain yang jauh lebih bagus," ucap Leng-hiat sambil mengawasi bayangan punggung Ni Jian-ciu yang semakin menjauh, "ketika serangannya gagal mencapai sasaran, tenaga dalamnya jadi melemah dan isi perutnya turut terluka, itulah sebabnya dia harus menanti kesempatan lain yang jauh lebih menguntungkan." "Kalau dia tidak turun tangan, kenapa kau pun hanya berdiam diri?" tanya Ting Tong-ih cepat. Leng-hiat tertawa getir. "Sebab aku sendiri pun tidak memiliki keyakinan untuk menang, lagi pula aku memang tidak berniat untuk membunuhnya." Kemudian setelah berhenti sejenak untuk menarik napas, lanjutnya, "Aku hanya berharap dia tidak membunuh kalian." Sementara itu dari arah jalan raya terdengar suara bentakan nyaring. Mendengar itu segera Leng-hiat berseru, "Cepat kita tinggalkan tempat ini ketimbang terseret dalam kesulitan." Keempat orang itu segera melompat naik ke punggung kuda masing-masing dan mencemplak kudanya untuk berlalu dari situ. Kini di atas jembatan hanya tersisa sebuah sangkar burung yang telah hancur serta sebuah topi bambu yang telah terbelah dua. Tak lama kemudian petugas opas dan petugas keamanan sudah berkerumun di seputar jembatan itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Selang beberapa saat kemudian kerumunan opas itu baru menyingkir ke samping dan membuka sebuah jalan lewat. Tiga buah tandu dipimpin seekor kuda perlahan-lahan berjalan mendekati jembatan itu. Orang yang berada di atas kuda tak lain adalah Lu Bunchang. Ia melompat turun dari kudanya dan membukakan tirai yang menutupi tandu, tiga orang manusia, seorang lelaki tua, seorang lelaki setengah umur dan seorang pemuda perlahanlahan berjalan keluar dari balik tandu. Sikap Lu Bun-chang sangat menaruh hormat, sisir kegemarannya masih berada dalam genggamannya, siap menyisir kumisnya yang lebat. Lelaki tua itu berjalan ke atas jembatan, memungut sangkar burung yang rusak itu kemudian mengamatinya beberapa saat. Lelaki setengah umur itupun memungut topi bambu yang terbelah dua dan menelitinya dengan seksama. Kemudian kakek itu mendongakkan kepalanya, saling bertukar pandang dengan lelaki setengah umur itu. "Apakah dia?" tanya kakek itu kemudian. "Ya, benar, memang dia!" jawab lelaki setengah umur itu. Sementara kedua orang itu sibuk meneliti, pemuda berbaju putih itu hanya berdiri santai di tepi sungai sambil menggendong tangan, dia seakan tidak menggubris urusan di atas jembatan, pikirannya seolah lebih terpusat untuk menikmati lambaian ranting pohon liu yang tertiup angin dan burung walet yang terbang rendah di atas kepalanya. Tampaknya para opas kota kecil itu tak ada yang tahu siapa gerangan ketiga orang itu, mereka hanya berbisik-bisik membicarakan persoalan itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siapakah ketiga orang itu?" "Darimana aku tahu?" "Tampaknya asal-usul mereka luar biasa!" "Darimana kau bisa berkata begitu?" "Kalau orang macam Lu-thayjin saja mau membukakan tirai tandu mereka bahkan menjadi petunjuk jalan, masakah pangkat ketiga orang itu jauh lebih rendah dari posisinya?" "Benar juga perkataanmu." "Tapi terlepas siapa pun mereka itu, sepak-terjang orangorang itu sungguh menyebalkan." "Sttt, jangan sembarangan bicara, konon ketiga buah tandu itu digotong keluar dari gedung kediaman Li-thayjin, kalau kita sampai melakukan kesalahan terhadap mereka bertiga, bisa jadi nyawa kita bakal segera lenyap dari muka bumi." "Hmmm, tapi aku tetap menganggap mereka menyebalkan, coba lihat gaya pemuda itu, betul-betul memuakkan Orang yang mengucapkan perkataan itu adalah seorang anggota keamanan setempat, biasanya dia selalu dihormati orang, tapi sekarang, bukan saja ada orang lain yang menginjak-injak daerah kekuasaannya, bahkan tidak pandang sebelah mata kepadanya, tak heran dia pun menggerutu panjang lebar. Sekalipun dia bicara secara berbisik-bisik, siapa tahu perkataan itu tampaknya terdengar oleh pemuda itu, mendadak si anak muda berpaling dan melemparkan sekulum senyuman ke arahnya. Petugas keamanan itu tertegun dan tak berani bicara lebih jauh. Hari itu juga, ketika petugas keamanan itu sedang mandi di rumah, mendadak terdengar ia menjerit kesakitan dan tahu-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tahu orang menjumpai dia sudah tewas di dalam bak mandinya dengan lidah sudah tercabut keluar. Setelah menyeberangi Put-lo-si dan berjalan menelusuri sungai, waktu pun sudah mendekati senja, awan gelap mulai muncul di ujung langit, kuda pun sudah lelah, manusia juga mulai penat. Di tepi sungai banyak berdiri warung penjual teh yang dibangun ala kadarnya, tiba-tiba Ting Tong-ih bertanya, "Kalian berminat mandi air panas?" Semua orang melengak. "Mandi air panas?" tanya Tong Keng kemudian. "Betul, di seputar sini pasti ada sumber air panas, aku bisa mengendus baunya," jawab Ting Tong-ih sambil tertawa, tapi sesaat kemudian dengan wajah termangu lanjutnya, "dulu aku sering berkelana bersama Kwan-toako, tempat mana pun pernah kami kunjungi, tempat macam apapun pernah kusambangi "Bagus sih bagus" kata Leng-hiat tiba-tiba, "hanya saja.... Seandainya mereka semua adalah kaum lelaki, urusan menjadi lebih gampang diselesaikan karena mandi bersama antar lelaki bukan sesuatu yang aneh, tapi di antara mereka ada yang perempuan, jelas hal ini membuat masalah menjadi tidak segampang itu. Ting Tong-ih segera tertawa, tukasnya, "Kita sebagai orang dewasa yang sudah lama berkecimpungan dalam dunia persilatan, kenapa cara pandang kalian masih macam anakanak?" Seraya berkata ia segera menuding ke arah depan, betul saja di sisi sungai terdapat beberapa buah kubangan kecil, dari kubangan itulah terlihat uap panas mengepul.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Itulah sumber air panasnya," kembali Ting Tong-ih berseru, "kalau ingin mandi, ayolah mandi, kita langsung saja mencebur ke situ." Sambil berkata ia membuka buntalan kecilnya, mengeluarkan sebatang hio, lalu menancapkan di atas tanah. Sementara semua orang masih termangu, terdengar Ting Tong-ih dengan suara lirih sedang berdoa, "Toako, aku tahu kau tak bakal melupakan aku, aku pun tak pernah akan melupakan dirimu walau sampai mati. Semasa hidupmu dulu kau banyak bermain perempuan di luaran, aku sendiri pun tak pernah menjaga kehormatanku, kini kau sudah mati sementara aku masih hidup, sebelum berhasil membalaskan dendam sakit hatimu, aku pasti akan menjaga hidupku secara baik-baik, kau tak usah menguatirkan keselamatanku Berdoa sampai di sini dia pun menjura tiga kali, kemudian dengan santainya dia melepaskan seluruh pakaian yang dikenakan dan berjalan menuju ke sumber air panas. Ketika melepaskan seluruh pakaian yang dikenakan, Ting Tong-ih melakukannya tanpa canggung dan malu, seakanakan melepaskan pakaian sama urusannya seperti melepas ikat kepala saja. Dengan tangan kanan ia melepaskan kancing baju kirinya, baru saja ia melepas kancing, ikat pinggang pun segera terlepas dan pakaian pun terbuka, bahunya yang putih mulus, payudaranya yang kenyal dan berdiri menantang seketika muncul dari balik pakaiannya yang terlepas, dalam waktu singkat gadis itu benar-benar dalam keadaan bugil. Tatkala gadis itu mulai melepas pakaiannya, Leng-hiat segera merasakan kepalanya mendengung keras, segera dia melengos ke arah lain dan tak berani memperhatikan lagi. Tatkala pakaian gadis itu mulai terlepas dan sepasang payudaranya yang kenyal besar mulai melompat keluar, Ko Hong-liang ikut melengos ke arah lain.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tinggal Tong Keng seorang yang masih menikmati tubuh bugil gadis itu dengan mata terbelalak lebar. "Apa? Dia berani berbugil ria di hadapan kaum lelaki demikian ia berpikir. Tapi pikiran lain segera melintas, "Aaah, aku tak boleh berpikir yang bukan-bukan dan lagi aku tak boleh melototi terus tubuh bugilnya, kalau enci Ting saja tak takut dilihat orang, kenapa aku mesti takut mandi bersama?" Tapi sesaat kemudian pikiran lain melintas, "Cuma, setiap kali melihat tubuhnya yang bugil, melihat payudaranya yang menantang, aku ... aku merasa mulai terangsang ... aaah, sungguh memalukan, aku tak boleh berpikiran sesat macam begini, tapi apakah salah kalau aku sebagai lelaki sehat terangsang setelah melihat gadis bugil? Apalagi aku melihatnya secara terbuka, kalau aku mengintip dia lagi mandi, itu baru salah, kenapa aku mesti berlagak seolah tidak melihatnya?" Dalam waktu singkat berbagai ingatan melintas dalam benaknya, sementara sepasang matanya masih terbelalak lebar, mengawasi tubuh bugil Ting Tong-ih tanpa berkedip. Tubuh gadis itu memang putih, mulus dan sangat indah, di balik warna putih terselip warna kemerah-merahan, tak lama kemudian ia sudah berendam di dalam kolam air panas, berendam hingga ke batas dadanya. Setelah mengikat rambutnya dengan seutas pita, gadis itu mulai memejamkan mata sambil menikmati hangatnya air dalam kolam, tangannya yang putih mulus mulai menggosok seluruh bagian tubuhnya, mulai menggosok lengannya, payudaranya, perutnya .... Mendadak Ting Tong-ih membuka matanya kembali, sambil tertawa ujarnya, "Aku adalah perempuan persilatan yang tak pernah merisaukan persoalan semacam ini, aku tak suka terikat dengan tradisi dan segala peraturan busuk, kalian

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

boleh saja menuduhku tak tahu malu, memakiku perempuan murahan, tapi terus terang saja, siapa manusia di dunia ini yang tidak telanjang ketika sedang mandi? Buat apa masalah sepele macam begini dijadikan masalah serius yang seolaholah sangat memalukan?" Sambil berbicara gadis itu mulai mandi dengan santainya, bahkan dengan wajah riang mulai membersihkan seluruh bagian tubuhnya yang kotor. Di antara sekian orang, ilmu silat Leng-hiat terhitung paling hebat, tapi sekarang ia merasa jantungnya berdetak sangat cepat seolah-olah ada anak yang sedang menjotos dadanya, mungkin hal ini lantaran tenaga dalamnya yang kuat sedang bergolak di dalam tubuhnya, tapi gejolak perasaan yang dialaminya saat ini membuat pendekar sakti ini menjadi sangat gelisah dan tak tenang pikirannya. Mendadak ia melepaskan seluruh pakaian yang dikenakan, kemudian bagaikan kembali ke zaman purba pemuda itu melangkah ke arah kolam air panas dan menceburkan diri ke dalam air. Dalam waktu singkat air panas menggenangi seluruh tubuhnya, hawa hangat yang menyelimuti badan membuat ia merasa segar dan sangat nyaman. Sambil tertawa Ting Tong-ih menengok ke arah Leng-hiat, serunya tiba-tiba, "Kau jangan memaksakan diri mengendalikan perasaan, cara menahan diri semacam ini merupakan pantangan bagi seorang lelaki, apa salahnya kalau seorang lelaki terangsang? Kenapa tidak kau biarkan badanmu bereaksi sesuai alamnya?" Leng-hiat sama sekali tidak menyangka kalau ada gadis yang berani menegur masalah kesensitifannya, untuk sesaat dia tertegun, entah karena air panas yang begitu hangat atau karena malu, paras mukanya kontan berubah menjadi merah padam.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ko Hong-liang yang mendengar perkataan itu segera menarik napas panjang dan tertawa terbahak-bahak, kepada Tong Keng serunya, "Hahaha, aku bukan seorang lelaki sejati, aku pun tahu imamku kurang tegar, tak tahan godaan, kalau suruh aku ikut mandi bugil bersama, mungkin yang paling memalukan adalah diriku, kelihatan kejelekanku sendiri ... hahahaha ... lebih baik kau saja yang ikut berbugil ria, maaf, aku tidak ingin mendapat malu!" "Aku.... Tong Keng membelalakkan matanya semakin lebar. Terdengar Ting Tong-ih tertawa cekikikan, waktu itu ia sedang menggesekkan punggungnya di tepi bebatuan sambil menggosok kakinya yang mulus, teriaknya, "He, kenapa kalian yang menjadi anak lelaki malah begitu rewel dan malu-malu Tong Keng berteriak keras, dengan masih berpakaian lengkap ia segera menceburkan diri ke dalam kolam air panas. "He, macam apa itu? Mau bunuh diri dengan mencebur ke kolam?" teriak Ko Hong-liang sambil tertawa tergelak. "Bukan, bukan bunuh diri, lebih mirip laron menubruk api," imbuh Ting Tong-ih sambil tertawa cekikikan. Dengan tubuh basah kuyup Tong Keng muncul ke permukaan air, mukanya yang bercambang kelihatan semakin hitam berkilat, rambutnya basah kuyup, dengan termangu dia hanya bisa mengawasi Ting Tong-ih tanpa mampu berbicara sepatah kata pun. Sementara itu Leng-hiat sudah memperoleh kembali ketenangan hatinya, tiba-tiba saja dia seperti kembali ke masa anak-anaknya dulu, memukul air, membuat gelombang dan memercikkan air ke wajah rekannya, keriangan, kegembiraan dan kenakalannya muncul kembali, bahkan seluruh hawa pembunuhan yang biasanya menghiasi wajahnya, kini hilang lenyap.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil tertawa kembali Ting Tong-ih berseru, "Kalian orang lelaki memang banyak yang dipikirkan, kalau tidak menikmati suasana secara santai dan riang, apakah tidak menyiksa diri namanya?" Ko Hong-liang yang berdiri di tepian segera menyahut sambil tertawa, "Nona Ting, padahal orang lelaki bukannya tak berani melakukan, hanya masalahnya yang tidak dimiliki kaum wanita justru dimiliki kaum pria, kalian kaum wanita tak perlu malu karena tak bakal kelihatan jeleknya, beda dengan kaum lelaki, begitu dia terangsang maka ada bagian tertentu di tubuhnya yang bereaksi berlebihan, padahal benda yang sudah bereaksi susah disembunyikan, terlebih jika mesti berjalan dalam keadaan bugil, bagian yang sudah bereaksi itu akan sangat mencolok mata, memangnya kita mesti berjalan sambil memperlihatkan 'tombak'? Hahaha "Betul juga perkataanmu itu," sahut Ting Tong-ih sambil tertawa cekikikan, "keadaan seperti itu memang mudah membikin orang serba salah." "Nona Ting," kembali Ko Hong-liang berkata sambil tertawa getir, "jika aku menjadi kau, berwajah cantik, bertubuh indah, aku tak akan berani mandi telanjang di depan kaum pria "Memangnya ada larangan berbuat begitu?" seru Ting Tong-ih sambil tertawa, "memangnya aku mesti menyembunyikan terus badanku di balik pakaian? Apakah tubuhku baru boleh dilihat petugas yang memandikan mayat ketika aku sudah berubah menjadi nenek peyot dan menghembuskan napas terakhir?" Untuk sesaat Ko Hong-liang menjadi bungkam dan tak mampu berkata lagi. Terdengar Ting Tong-ih berkata lebih jauh, "Padahal bisa mandi telanjang di tengah hutan seperti ini merupakan kenikmatan yang luar biasa, ketika kita membuang semua atribut budaya yang membebani pikiran serta kelakuan kita,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ketika kita bertelanjang ria, kembali ke alam semesta, ooh... betapa ringannya pikiran kita, betapa bebasnya kita berbuat, sungguh sebuah kenikmatan yang tak terlukiskan." Ko Hong-liang tertawa getir. "Yang aku kuatirkan justru.... Belum selesai ia bicara mendadak terlihat burung gagak beterbangan ke angkasa. Menyusul kemudian terlihat seseorang sedang berjongkok di atas tebing batu cadas. Kalau dilihat dari gaya bayangan hitam itu, seakan setiap saat dia akan menubruk ke bawah sambil melancarkan sergapan mematikan. Ko Hong-liang seketika menghentikan perkataannya, Lenghiat sendiri pun segera merasa kalau ada seseorang sedang bersembunyi di atas batu cadas. Tapi kini dia berada dalam keadaan bugil, tubuhnya sedang berendam di dalam kolam. Sementara musuh justru berada persis di atas kepalanya. Mendadak bayangan hitam itu memekik nyaring, cahaya tajam berkelebat, tahu-tahu orang itu diiringi desingan angin tajam telah menerjang ke arah Ko Hong-liang. "Byuuur!", percikan air menyebar ke empat penjuru, tahutahu Leng-hiat sudah melompat keluar dari dalam kolam, kemudian di antara kilauan cahaya air, sebuah tusukan maut telah dia lancarkan mengarah lambung bayangan hitam itu. Kelihatannya orang itu sangat terkejut, dia tak menyangka Leng-hiat mencebur ke dalam kolam sambil menggembol pedang, tergopoh-gopoh dia membuka penutup buli-buli keduanya yang tergantung di pinggang. Dalam waktu singkat muncullah semburan kabur tebal yang segera menyelimuti wajah Leng-hiat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan sekali berjumpalitan Leng-hiat sudah menyambar Tong Keng di tangan kiri dan Ting Tong-ih di tangan kanan untuk melompat keluar dari kolam, kepada Ko Hong-liang yang masih berdiri melongo di tepi kolam segera teriaknya, "Cepat tutup pernapasanmu!" Menanti lapisan kabur telah buyar, Leng-hiat dan Ting Tong-ih juga selesai mengenakan pakaian, bersama Ko Hongliang dan Tong Keng yang sudah melompat naik ke punggung kuda masing-masing, mereka segera bergerak meninggalkan tempat itu. Pedang masih terhunus di tangan Leng-hiat, pada ujung pedang terlihat beberapa tetes noda darah yang masih menempel, ketika pemuda itu mengebaskan senjatanya, butiran darah pun menetes ke dalam air kolam. Di tengah hembusan angin malam yang dingin, Tong Keng menggigil keras hingga gigi pun saling beradu, tanyanya setengah berbisik, "Mana dia?" "Sudah pergi," sahut Leng-hiat dengan suara berat. Ting Tong-ih tak sempat mengikuti jalannya pertarungan secara jelas, sebab pertempuran itu berlangsung cepat dan singkat, selain itu orang berdiri membelakangi dirinya. "Apakah Ni Jian-ciu?" tanyanya kemudian. "Betul, sekarang menjelang senja, rambutnya sedang berubah dari putih menjadi abu-abu." "Kau berhasil melukainya?" Leng-hiat manggut-manggut. "Dia tidak menyangka di saat aku sedang berbugil ria, di saat tubuhku sedang berendam di dalam air, pedang tak pernah berpisah dari sisi tubuhku."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ya, siapa yang mengira ketika sedang mandi pun kau menggembol pedang," sambung Ting Tong-ih sambil mengerling ke arahnya dan tertawa. "Aaai, bintang pembawa bencana gumam Ko Hong-liang sambil menghela napas, "untung saja dia sudah pergi "Tidak, dia akan menunggu kita di depan sana," tukas Leng-hiat. Kemudian setelah mengawasi rembulan yang mulai muncul di angkasa, lanjutnya, "Aku telah berhasil menghancurkan dua buah buli-bulinya, bila turun tangan kembali, akulah yang akan menjadi target utamanya." Tong Keng memandang sekejap ke arah Leng-hiat, lalu menengok Ting Tong-ih dan akhirnya memandang rembulan, ketika angin malam berhembus lewat, tak tahan dia pun bersin, suara keras yang mengejutkan kudanya hingga meringkik panjang. ooOOOoo Bab IV. JALA LANGIT PENGGUBAH IMPIAN. 15. Gua Gelap. Bukit Jui-bin-san. Pantulan cahaya senja di bukit Jui-bin merupakan sebuah pemandangan alam yang sangat indah, tanah perbukitan yang sambung menyambung mempersatukan tujuh puluh lima buah puncak bukit menjadi sebuah gunung yang menawan, bukit bagian tengah yang mirip Pousat sedang duduk bersila dikelilingi banyak puncak tebing kecil di sekelilingnya, sebuah perpaduan alam yang menakjubkan. Sejak dari punggung bukit hingga ke puncak gunung, banyak berserakan gua yang sambung menyambung, mulut gua gelap gulita susah untuk melihat jelas keadaan di dalamnya, konon di dalam gua-gua itu banyak terdapat harta

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

karun yang tak ternilai harganya, tapi setiap kali ada yang berusaha menemukan harta karun itu, tak satu pun di antara mereka yang bisa kembali dalam keadaan selamat. Leng-hiat pun mengetahui tentang bukit ini, juga tahu tentang gua-gua yang berserakan, tapi dia tak menguasai keadaan medan di seputar sana. Justru yang sangat menguasai keadaan tempat itu adalah Tong Keng, sebab sejak kecil dia memang sering bermain di seputar tempat ini, Ko Hong-liang pun cukup menguasai keadaan seputar sana. Sewaktu mereka tiba di bukit Jui-bin-san, waktu menunjukkan pagi hari, saat fajar baru saja akan menyingsing. Semalam mereka menginap di bawah gunung, melakukan penjagaan secara bergilir, dalam keadaan begini mereka tak berani meneruskan perjalanan di tengah kegelapan, kuatir mendapat serangan di luar dugaan. Ketika tiba di gunung Jui-bin-san, tepat saat sang surya memancarkan sinar keemasannya, suasana terang benderang dan sejauh mata memandang nampak langit amat bersih dan angin berhembus semilir. Sambil menunjuk ke sebuah celah di antara bukit karang, seru Tong Keng tiba-tiba, "Bila kita melompat turun di antara celah bukit dan berjalan menerobos gua, maka dalam waktu singkat kita akan tiba di kota Cing-thian-tin" Sambil berkata ia melompat turun duluan diikuti Leng-hiat di belakangnya, menyusul kemudian Ting Tong-ih dan Ko Hong-liang berjaga di paling belakang. Gua karang itu sangat sempit dan terjal, suasana di situ gelap gulita hingga susah melihat kelima jari tangan sendiri, Tong Keng di depan dan Ko Hong-liang di belakang segera menyulut obor sebagai penerangan, tapi setiap beberapa

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

langkah mereka harus melompat turun ke bawah sedalam beberapa kaki, permukaan tanah yang berbatu tajam amat sulit diinjak. Lebih kurang setengah jam kemudian, setelah berbelok beberapa tikungan gua, tiba-tiba udara terasa segar sementara lorong pun bertambah lebar. Di dalam gua itu terdapat aneka macam bebatuan berbentuk aneh, ketika tertimpa cahaya segera memantulkan sinar gemerlapan yang sangat indah. Walaupun gua itu semakin melebar namun suasana amat hening, sedemikian sepinya hingga detak jantung setiap orang pun dapat terdengar sangat jelas. Tiba-tiba Tong Keng menengadah ke atas. Semua orang tertegun, mereka tak tahu apa yang hendak dilakukan pemuda itu, ternyata Tong Keng hanya bersin. Suara bersin yang bergaung keras membuat suara itu memantul kemana-mana, tak tahan Ting Tong-ih berseru sambil tertawa, "Coba kau lihat, hampir dari setiap sudut gua terdengar suara pantulan bersinmu." Kembali mereka berempat menelusir jalan berbatu yang amat curam, tiba-tiba Leng-hiat memanggil, "Ko-kokcu!" "Ada apa?" tanya Ko Hong-liang. "Dapatkah kau menceritakan kembali kisah kejadian yang menimpa perusahaan ekspedisi Sin-wi-piau-kiok hingga kehilangan barang kawalannya?" Ko Hong-liang menghela napas panjang, sebelum ia sempat menjawab, Ting Tong-ih kembali berseru sambil tertawa, "Benar, lebih baik kau yang bercerita, ketimbang semua orang harus mendengarkan suara orang bersin Ko Hong-liang tertawa getir.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kisah ceritaku mungkin jauh lebih tak sedap didengar ketimbang suara bersinnya," katanya, "aaai, di seputar Cingthian-sian, perusahaan ekspedisi Sin-wi-piau-kiok terhitung punya nama, sekalipun berlokasi di sebuah kota kecil namun banyak teman persilatan yang memberi muka kepada kami dengan memberi berbagai order pengiriman "Ko-kokcu tak perlu rendah hati," tukas Leng-hiat, "dulu, sewaktu Ko-lotoaya mendirikan perusahaan ekspedisi Sin-wipiau-kiok, Cukat-sianseng pun pernah berkata kepada Sik Hong-sian, Sik-thayjin bahwa perusahaan ekspedisi ini mempunyai pamor yang hebat, hubungan antar majikan dengan anak buah lebih akrab dari saudara, bahkan tak pernah mau menerima pengawalan barang yang tak jelas asal-usulnya, bukan saja hasil kerja keras perusahaan sering didermakan kepada fakir miskin, banyak keluarga miskin yang ditampung dalam perusahaan, diberi pendidikan silat dan diajak bekerja dalam pengawalan barang." Setelah berhenti sejenak, kembali lanjutnya, "Oleh sebab itu Cukat-sianseng pernah berkata kepada Sik-thayjin, dengan cara kerja Sin-wi-piau-kiok yang bersih dan mengutamakan norma hidup, asal bisa bertahan dua tiga puluh tahun, maka keberhasilannya pasti akan luar biasa." "Ketika Sik-thayjin masih memangku jabatan, beliau memang sangat memperhatikan perusahaan kami," segera Ko Hong-liang menyambung, "waktu itu tak pernah ada peristiwa apapun yang menimpa perusahaan kami "Sik Hong-sian, Sik-thayjin akhirnya tewas dicelakai kaum durjana dan pembesar laknat," sambung Leng-hiat dengan nada sedih, "bukan hanya dirinya yang terbunuh, nyaris seluruh anggota keluarganya musnah dibantai, padahal berulang kali Cukat-sianseng telah memperingatkan agar untuk sementara waktu mengungsi lebih dulu daripada dicelakai orang jahat, ketika akhirnya dalam perjalanan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menuju kota Si-ciu, Sik-thayjin dihadang orang jahat di tengah jalan dan mati terbunuh!" Bicara sampai di sini nadanya menjadi sumbang karena dipengaruh emosi dan amarah. Ko Hong-liang menghela napas panjang. "Sik-thayjin adalah seorang pembesar yang bersih, adil dan suka menegakkan kebenaran, sayang dia mati dibunuh pejabat laknat, konon orang yang membunuh Sik-thayjin adalah jago lihai yang berasal dari istana Cukat, apa betul?" "Betul, salah satu di antara kawanan pembunuh itu adalah murid keponakan Cukat-sianseng, orang menyebutnya Cingbwe-tiok (Bambu hijau), mereka sudah berbuat bejad, suka mengkhianati ajaran leluhur, mencelakai rakyat, bergabung dengan kaum laknat untuk berbuat jahat, orang tamak kekuasaan dan harta semacam ini sudah tidak pantas menjadi anggota istana Cukat lagi," kata Leng-hiat dengan nada dendam. Ko Hong-liang memang kurang begitu paham terhadap pertikaian dan persaingan yang terjadi di kalangan atas, khususnya antara para pejabat berkuasa, maka dia hanya mengiakan dan kemudian berkata lebih jauh, "Semenjak memperoleh dukungan serta perlindungan dari Sik-thayjin, usaha ayahku berjalan lancar, wilayah jelajah perusahaan ekspedisi Sin-wi-piau-kiok pun kian hari kian bertambah luas, kemudian setelah ayah wafat, perusahaan ekspedisi ini diserahkan ke tanganku, berkat perlindungan ayah di alam baka, aku pun berhasil mengembangkan perusahaan ini dari yang semula hanya tiga kantor cabang menjadi sembilan kantor cabang, aaai ... tak nyana, setelah Sik-thayjin tewas dibunuh orang, segala sesuatu pun ikut berubah secara drastis "Dulu ayahmu adalah salah satu orang yang paling mendapat perhatian Sik-thayjin, beliau sudah banyak berjasa bagi kehidupan rakyat kecil, sudah banyak melakukan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

perbuatan mulia, setelah Li Ok-lay Li-thayjin mendapat kuasa, tentu saja dia tak nanti akan mempergunakan kalian lagi." Ko Hong-liang tertawa pedih. "Sebagai seorang lelaki sejati, hidup merupakan tantangan dan setiap orang wajib menerima kenyataan, jadi masalah mau dipergunakan atau tidak, mau diperhatikan atau tidak, buat kami bukan masalah. Tapi dia sengaja memfitnah, mengadu domba, menjadikan orang sebagai kambing hitam dengan menuduh kami sebagai pemberontak, jelas dia mempunyai ambisi dan rencana busuk di balik semua tindakannya itu, berulang kali mereka membikin susah kami, dalam keadaan begini terpaksa aku menggabung kesembilan kantor cabang menjadi empat kantor cabang saja, aaai ... tak nyana akhirnya dari dua kantor cabang yang tersisa, kami harus kehilangan barang kawalan secara beruntun, karena tak sanggup mengembalikan barang kawalan, kantor kami pun akhirnya disegel, kini yang tersisa hanya sebuah kantor cabang serta kantor pusat di Cing-thian." Sekali lagi Tong Keng bersin, bersin dengan suara keras. Tiba-tiba Ko Hong-liang bertanya, "Saudara Leng, apakah kau hendak mengatakan sesuatu?" "Aku rasa seandainya Cukat-sianseng berada di sini, dia pasti akan menasihatimu dengan sepatah kata," ucap Lenghiat. "Silakan saja diutarakan." "Sin-wi-piau-kiok sudah berjuang mati-matian untuk mempertahankan diri, semangat dan perjuangan kalian memang sangat mengagumkan, tapi aku rasa kini sudah saatnya untuk dibubarkan." "Benar," Ko Hong-liang menghela napas panjang, "dalam situasi kalut dan serba tak menentu seperti saat ini, menyelamatkan jiwa anggota memang merupakan tindakan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

paling bijak, sebab mempertahankan panji kebenaran dan keadilan dalam situasi seperti ini justru merupakan sebuah tindakan yang sangat bodoh." "Bila kau membuka lembaran sejarah, maka akan kau jumpai banyak contoh kejadian seperti ini." "Bukannya aku tak tahu akan hal ini, tapi Sin-wi-piau-kiok terdiri dari beratus jiwa, semua orang butuh nasi untuk hidup, jadi tak mungkin dibubarkan begitu saja tanpa persiapan matang, itulah sebabnya ... terjadilah peristiwa di Pak-hansam-pei yang sangat menghebohkan itu." "Bluuk!" tiba-tiba Leng-hiat dan Tong Keng terjerumus ke dalam kubangan air, Tong Keng segera berseru, "Hati-hati, di bawah ada kubangan!" Kemudian terdengar Leng-hiat berkata lagi, "Silakan kau melanjutkan perkataanmu." "Tahukah saudara Leng kalau pajak tanam di seputar tempat ini telah dinaikkan berlipat ganda?" tanya Ko Hongliang kemudian. Leng-hiat manggut-manggut. "Ya, aku pun dengar iklim di seputar tempat ini sangat bersahabat sehingga hasil panen meningkat tajam, penghasilan rakyat pun berlipat ganda, itulah sebabnya pajak penghasilan mereka dinaikkan "Sialan!" umpat Ko Hong-liang sinis, "itu hanya alasan yang digunakan kawanan anjing pejabat itu untuk memberikan laporan ke atasan Mendadak teringat akan sesuatu, segera ia menambahkan, "Aku bukan sedang memaki dirimu!" Kemudian setelah menarik napas panjang, lanjutnya, "Siapa bilang hasil panen mereka melimpah? Siapa bilang penghidupan mereka bertambah makmur? Wilayah seputar

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kou-cu-kok tak pernah aman, perampok merajalela, awal tahun lalu sungai Huang-ho meluap sehingga menimbulkan bencana banjir yang parah, lalu terjadi kebakaran hutan yang luas di seputar hutan Ang-to-kan, ditambah lagi wabah penyakit yang menimbulkan banyak kematian, boleh dibilang semua bencana, semua musibah telah menimpa wilayah ini ... betul-betul sialan, betul-betul terkutuk!" Mendadak ia seperti sadar akan sesuatu, kembali tambahnya, "Aku bukan mengatakan kau yang sialan, bukan kau yang terkutuk, tapi kawanan pejabat korup, pembesar laknat itulah yang bajingan bangsat terkutuk!" Tampaknya Tong Keng pun tak kuasa menahan diri, serunya pula, "Hmmm, apa itu berkat perlindungan Kaisar, rakyat hidup makmur, panen berlimpah ruah, pajak dinaikkan karena penghasilan rakyat meningkat ... semuanya bohong, masih mendingan kalau hanya sebatas itu, tahukah kau bahwa sekarang berlaku juga pajak garam, pajak beras, mungkin sebentar lagi juga akan berlaku pajak kepala, setiap keluarga yang melahirkan bayi, mereka langsung dikenakan pajak sebesar tujuh delapan pikul beras tiap tahunnya, mereka yang membeli tiga stel pakaian tiap tahunnya juga mendapat tambahan pajak, he, permainan macam apakah ini!" Hijau membesi wajah Leng-hiat mendengar penuturan itu, sorot matanya memancarkan sinar berapi namun mulurnya tetap membungkam, siapa pun tak ada yang tahu apa yang sedang dia pikirkan. Setelah mengerling ke arah Leng-hiat sekejap, kembali Ko Hong-liang berkata, "Tahun ini dari wilayah Cing-thian saja telah berhasil dikumpulkan uang pajak sebesar lima belas juta tahil emas murni, mereka mengutus kami untuk mengawalnya menuju ke kotaraja "Apakah selama ini uang pajak selalu ... selalu kalian yang

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengawalnya menuju kotaraja?" tiba-tiba Leng-hiat menukas. "Tentu saja bukan, selama ini urusan pengiriman pajak selalu dilakukan pasukan pemerintah, tapi sejak tahun lalu dengan alasan pasukan pemerintah sedang dikirim ke perbatasan hingga kekurangan tenaga, maka tanggung jawab pengiriman uang diserahkan kepada kami, ongkos pengawalannya memang ... memang tidak terhitung sedikit." Setelah menghela napas panjang, katanya lebih jauh, "Dalam dua pengiriman sebelumnya, semua berjalan aman dan selamat, tak disangka dalam pengiriman kali ini telah terjadi musibah yang tak terduga, nama baik ayah, nama besar perusahaan ekspedisi akhirnya hancur dan musnah di tanganku!" "Coba kau ceritakan kembali kisah pembegalan itu sejak awal," bujuk Leng-hiat sembari menepuk bahunya. "Hari itu udara sangat panas, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 3 sore, tapi hawa panas masih terasa menyengat badan, waktu itu semua orang hanya berharap bisa segera melewati daerah tandus Pak-han-sam-pei, melampaui daerah berpasir putih yang panasnya bagai dipanggang di atas api, tiba-tiba dari belakang gundukan tanah muncul berpuluh lelaki berkerudung, mereka langsung menyerbu ke dalam rombongan sambil melancarkan serangan." "Semuanya berkerudung?" tanya Leng-hiat. "Betul, semuanya berkerudung," Ko Hong-liang manggutmanggut, "maka aku pun bertanya siapa mereka, namun orang-orang itu sama sekali tak menggubris, tanpa banyak bicara mereka langsung menyerbu sambil melakukan pembantaian. Dua orang yang menjadi pimpinan rombongan memiliki kungfu yang sangat tangguh, kebanyakan saudara kami tewas secara mengenaskan di tangan kedua orang ini Bicara sampai di sini ia nampak sedih bercampur gusar.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Senjata apa yang digunakan kedua orang itu?" tanya Leng-hiat tiba-tiba. Ko Hong-liang berpikir sejenak kemudian sahutnya, "Kedua orang itu bertangan kosong, begitu menyerbu ke dalam rombongan kami, mereka segera merampas senjata. Senjata apapun yang berhasil dirampas segera akan menjadi senjata andalannya, kelihatannya mereka berdua sengaja merahasiakan aliran silat serta identitas yang sebenarnya, tiga kali aku bertarung melawan salah seorang di antara mereka, tapi aku segera sadar bahwa kepandaian silatku masih bukan tandingannya, jangan kan melakukan perlawanan, mengenali asal-usul jurus serangannya pun tak mampu, kalau diingat kembali sungguh memalukan." "Pihak lawan kalau memang sengaja hendak merahasiakan identitasnya, tak aneh jika sulit bagimu untuk mengenalinya," ucap Leng-hiat, "tapi kalau dilihat bahwa tanpa menggunakan ilmu silat andalannya pun orang itu mampu bertarung di atas angin melawan Kokcu, dapat disimpulkan bahwa ilmu silatnya memang sangat tangguh. Lantas bagaimana dengan yang seorang lagi?" "Kepandaian silat yang dimiliki orang ini jauh lebih hebat lagi," kata Ko Hong-liang dengan nada ngeri bercampur seram, "di tengah berlangsungnya pertempuran, dia kelihatan melambung dan menukik berulang kali, bukan saja dengan tangan kosong berhasil merampas senjata anak buahku, bahkan beberapa orang piausu tergeletak bersimbah darah, setiap kali selesai membunuh korbannya, dia selalu membesut hidungnya satu kali, sepak terjangnya betul-betul menakutkan." "Orang itu bukan manusia, tapi setan, setan pembunuh berhati kejam!" sela Tong Keng dengan penuh emosi. Leng-hiat menghela napas panjang, ujarnya, "Berada dalam keadaan seperti ini, tidak seharusnya kalian

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mengorbankan diri, sepantasnya kalian melarikan diri untuk menyelamatkan jiwa." Ko Hong-liang ikut menghela napas panjang. "Yang lebih aneh lagi," katanya, "selain kedua orang itu, kawanan begal lainnya memiliki kungfu yang tak seberapa hebat, sekalipun dia berhasil membunuh dua-tiga puluh orang anak buah kami, sebaliknya kami pun berhasil menjagal dua puluhan anak buahnya, kemudian datang lagi sekawanan manusia berkerudung, melihat situasi semakin gawat aku pun memutuskan untuk menarik diri dari arena pertarungan, sambil melepaskan tanda rahasia, kami berusaha menerjang keluar kepungan "Ehmm, dalam keadaan seperti itu, memang mustahil bagi kalian untuk melindungi uang pajak itu," Leng-hiat manggutmanggut. "Perkataan saudara Leng memang benar. Tapi kami mengemban tugas, sudah sepantasnya kalau mati hidup bersama uang pajak itu, sayang kepandaian kami memang tak mampu mengungguli mereka, tak lama kemudian kereta barang kami berhasil direbut, salah seorang di antara jago misterius itu turut berlalu bersama kereta uang, sementara dua puluhan orang sisa kekuatan kami yang masih bertahan akhirnya ikut terbasmi oleh manusia berkerudung itu "Padahal kami sudah bertempur sengit sampai larut malam," imbuh Tong Keng dengan nada sedih, "dengan tubuh bermandikan keringat bercampur darah, kami bertarung terus Berbicara sampai di situ, dia seolah terbayang kembali keadaan pada saat itu, dia seakan melihat ceceran darah membasahi seluruh permukaan tanah, melihat mayat bergelimpangan. Saat itu yang tersisa dari rombongan mereka tinggal Ko Hong-liang, Tong Keng, Lan-lotoa, Go Seng, Thio Gi-hong dan Li Siau-hong berenam, dengan napas tersengal dan tubuh

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berlumuran darah mereka hanya bisa mengawasi manusia berkerudung bersama belasan orang musuh lainnya. Tak lama kemudian orang berkerudung itu memberi tanda, segenap kawanan jago itu membawa kabur kereta uang lainnya dan segera pergi meninggalkan tempat itu. Dalam keadaan begini mereka hanya bisa berdiri melongo, terperangah. Mereka tak habis mengerti, kenapa kawanan musuh melepaskan mereka begitu saja. Menyaksikan mayat anak buahnya yang berserakan di tengah genangan darah, Ko Hong-liang berusaha mengendalikan rasa pedih hatinya, dengan cepat ia membagi tugas kepada mereka yang masih tersisa, Tong Keng, Lanlotoa dan Thio Gi-hong ditugaskan kembali ke markas besar, mengumpulkan kekuatan baru sambil menyelidiki peristiwa ini, Li Siau-hong dan Go Seng bertugas melaporkan kejadian ini kepada pihak berwenang, sedangkan Ko Hong-liang seorang diri melacak kawanan pembegal itu. Sekalipun dua orang manusia berkerudung itu susah dihadapi, namun kungfu yang dimiliki para pembegal lainnya tidak seberapa hebat, sepantasnya kalau gerak-geriknya tak akan ketahuan. Sebenarnya Tong Keng dan Go Seng sekalian berharap bisa mengikuti ketuanya menyerang kawanan musuh tangguh itu, tapi Ko Hong-liang dengan golok tersoreng segera menghardik, "Sekarang kita sedang tertimpa musibah, buat apa kalian ribut terus macam orang tak bisa berpikir, memangnya dengan kekuatan kita beberapa orang ini mampu melawan kekuatan musuh? Yang bisa kita lakukan sekarang hanya berusaha mencari jalan pemecahan, sedikit banyak dengan saling berpencar kita bisa membuyarkan konsentrasi lawan, jalan bersama malah tidak mendatangkan manfaat apa-apa!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sin-wi-piau-kiok sejak didirikan selalu hidup berjaya dimana-mana, belum pernah mereka mengalami badai topan sedahsyat ini, apalagi menderita kekalahan sedrastis ini. Sekalipun beberapa orang jago yang tersisa merupakan jago-jago berjiwa besar, tak urung peristiwa ini membuat mereka gugup dan kacau balau. Tiba-tiba terdengar Leng-hiat berseru tertahan. Ko Hong-liang memandang Leng-hiat sekejap, kemudian lanjutnya lebih jauh, "Aku menguntit terus kepergian rombongan bandit itu hingga keluar wilayah Pak-han-sam-pei, dugaanku semula mereka akan keluar wilayah Kwan-cu-leng, siapa sangka tiba-tiba mereka berbalik arah dan kembali ke arah kota Cing-thian-sian, aku mulai curiga dan merasa bahwa urusan ini rada tak beres, maka pengintaian kulanjutkan, benar saja, ketika tiba di lembah Ui-tiap-cui-kok, aku berhasil menemukan satu kejadian yang sangat aneh!" "Kejadian aneh apa?" timbrung Tong Keng cepat, dia seolah lupa kalau Ko Hong-liang sedang menceritakan kisah itu kepada Leng-hiat. Mimik muka Ko Hong-liang kelihatan sangat aneh, seakanakan dia sedang mengalami kembali peristiwa waktu itu. "Begitu tiba di lembah itu, kujumpai sembilan belas orang bandit berkerudung yang masih tersisa itu sudah mati dalam keadaan mengenaskan, sebagian besar karena mati keracunan!" "Haahh?" kembali Tong Keng berseru tertahan, "siapa yang telah meracuni mereka?" Ko Hong-liang tertawa getir. "Sudah kuperiksa, tapi tidak berhasil menganalisa sesuatu apapun, bahkan tidak diketahui juga jenis racun yang digunakan, yang pasti panca indera mereka sudah membusuk karena keracunan."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Apakah kedua orang jago berkerudung itu sudah tak nampak di situ?" tiba-tiba Leng-hiat bertanya. "Tidak ada, pasti merekalah yang telah meracuni orangorang itu dengan tujuan menghilangkan saksi dan melenyapkan seluruh jejak mereka." "Aaah, sayang, terlambat," Leng-hiat menggelengkan kepala berulang kali. "Begitu menyaksikan mayat kawanan bandit yang mati keracunan, aku segera berseru tertahan, kemudian dengan tergopoh gopoh balik ke Pak-han-sam-pei "Aku tidak mengerti gumam Tong Keng. Sambil tertawa Ting Tong-ih segera memukul kepalanya satu kali sambil serunya, "Goblok! Ko-kokcu tiba-tiba teringat kenapa tidak membuka kerudung muka orang-orang itu untuk diperiksa identitasnya, siapa tahu dengan berbuat demikian maka kasus ini dapat segera terungkap, ketika opas Leng berseru tertahan setelah mendengar kisah Ko-kokcu tadi, tampaknya dia pun segera menyadari akan kesalahan itu." Leng-hiat tertawa hambar. "Aku rasa setibanya di Pak-hansam-pei, Ko-kokcu sudah terlambat selangkah dan tak sempat melihat apa-apa," katanya. "Benar, aku memang datang terlambat" kata Ko Hong-liang sambil mendepakkan kakinya berulang kali, "di dataran berpasir Pak-han-sam-pei hanya tersisa mayat anggota Sin-wipiau-kiok, sementara tubuh musuh sudah tak nampak lagi, bahkan sebuah senjata pun tidak ketinggalan." "Lalu apa maksud mereka berbuat begitu," gumam Tong Keng lagi dengan termangu. "Pembunuh memiliki kekuatan yang luar biasa," ucap Lenghiat, "andaikata mereka ingin membunuh kalian, semestinya hal ini bisa dilakukan segampang membalikkan tangan, buat apa mereka malah melakukan pembantaian terhadap anak

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

buah sendiri? Jelas perbuatan mereka mempunyai tujuan tertentu." "Benar, waktu itupun aku berpendapat demikian," Ko Hongliang manggut-manggut, "andaikata tujuan sang pembunuh hanya ingin mengangkangi uang kiriman, mereka tak usah menghancurkan mayat, bila tujuannya untuk melenyapkan saksi mata, sepantasnya kami pun ikut dibunuh semua, buat apa mesti repot-repot melakukan semuanya itu?" "Jangan-jangan bisik Leng-hiat setelah termenung sejenak, tiba-tiba ia menutup mulut dan tidak bicara lagi. Ko Hong-liang menanti beberapa saat, ketika tidak melihat Leng-hiat melanjutkan perkataannya, dia pun berkata lagi, "Tindakan sang pembunuh yang melakukan semua itu sempat membuat pikiranku menduga-duga, kemudian lantaran kuatir terjadi sesuatu di kantor pusat, maka malam itu juga aku balik ke kota Cing-thian-tin, tapi aku harus berjalan sangat hati-hati karena kuatir banyak jebakan di sepanjang jalan, ketika mendekati fajar aku baru tiba di sekitar markas, hatiku baru lega ketika melihat keadaan di situ amat tenang. Siapa tahu aku lihat kantor pusat sudah disegel pemerintah, malah kusaksikan juga anak buahku diseret ke dalam penjara meski sudah berteriak tidak bersalah, sebetulnya aku ingin maju menolong, tapi ketika itu kudengar ada seorang petugas keamanan sedang memaki, katanya, bila kami gagal menangkap Kokcu kalian pun bakal tertimpa sial, mana mungkin kalian dibebaskan? Saat itulah aku baru tahu kalau akulah yang menjadi target mereka "Berada dalam keadaan seperti ini, bila kau menampilkan diri, sama artinya menjadi burung dalam sangkar, sama sekali tak akan bermanfaat apa-apa." "Aku pun berpendapat demikian," ujar Ko Hong-liang sedih, "menang kalah bukan masalah, yang penting justru kebersihan nama, bila sekali mendapat nama jelek maka selama ribuan tahun hanya akan dicemooh orang, ambruknya

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

perusahaan piaukiok bukan masalah serius, tapi uang sebesar belasan juta tahil emas bukan jumlah yang kecil, bila pihak pemerintah memeras rakyat kecil lagi, bagaimana mungkin rakyat bisa hidup tenteram?" "Ketika uang pajak hilang dirampok orang, seharusnya pasukan pemerintah pergi mengejar kaum begal, kenapa malah menangkap orang-orang perusahaan ekspedisi?" kata Leng-hiat dengan wajah serius. Ko Hong-liang segera berpaling ke arah Tong Keng, waktu itu dia sedang melacak jejak musuh hingga urusan yang terjadi dalam kantor perusahaan tidak sejelas Tong Keng. Tong Keng segera menjawab, "Aku sendiri pun kurang jelas, ketika aku bersama Lan-lotoa dan saudara Thio balik ke kantor pusat dan memberitahukan kejadian ini kepada enso, paman Yong serta si ketapel cilik seketika mengirim orang untuk menyusul Kokcu, tak disangka saat itulah Li Siau-hong dengan membawa sepasukan prajurit telah menyerbu tiba, sambil menuding ke arah kami bertiga Li Siau-hong segera berseru, 'Mereka itulah orangnya. Maka prajurit pun tanpa banyak bicara segera memborgol kami bertiga dan menggelandang pergi." "Apa maksud Li Siau-hong berbuat begitu?" seru Ko Hongliang dengan kening berkerut. "Siapa sih Li Siau-hong itu?" tanya Leng-hiat pula. "Dia adalah seorang anak muda, dulunya hanya kuli kasar, empat tahun lalu baru diangkat menjadi wakil piausu. Bocah ini cerdas dan rajin, semestinya masih bisa naik pangkat lagi." "Aku rasa bocah itu rada aneh," kata Tong Keng sambil garuk-garuk kepala, kemudian lagi-lagi dia bersin, tampaknya menderita demam. "Waktu itu Yong-jite ada di situ," kata Ko Hong-liang, "seharusnya dia yang tampil bicara."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Siapa itu Yong-jite?" kembali Leng-hiat menyela, "apakah dia punya julukan Mencari hingga sepatu baja jebol, Yong Seng, Yong-jihiap?" Ko Hong-liang manggut-manggut. "Benar, Yong-jite sudah banyak membuat jasa besar bagi perusahaan Sin-wi-piau-kiok, kini dia menduduki jabatan sebagai wakil Congpiauthau." Leng-hiat bungkam. Ia dapat menilai bahwa Ko Hong-liang adalah seseorang yang sangat menghargai kemampuan orang, selama orang itu berbakat dan bisa bekerja, dia selalu menghargai kemampuannya dengan menghadiahkan posisi yang bagus. Sementara itu Tong Keng telah menjawab, "Gara-gara Yong-jisiok tampil ke depan melarang kawanan prajurit itu menggelandang kami, akhirnya dia dihajar dua bersaudara Yan hingga terluka parah dan roboh ke tanah, saudara lainnya yang berada di kantor serentak bersiap melancarkan serangan, tapi Lu Bun-chang segera berseru, 'Kami mendapat perintah dari Li-thayjin untuk menangkap tersangka perampokan, barang siapa berani menghalangi, kami akan menganggapnya ikut berkomplot dan bunuh tanpa ampun!', dalam keadaan begini paman Yong dengan napas tersengal segera memerintahkan semua orang agar mengurungkan niat bertempur, dia kuatir tindakan itu justru akan merusak reputasi perusahaan ekspedisi, akhirnya mereka pun hanya bisa mengawasi kawanan opas itu menggelandang kami." "Bagaimana dengan nasib Go Seng, Lan-lotoa dan Thio Gihong saat ini?" tanya Ko Hong-liang. "Lan-lotoa dan Thio Gi-hong secara beruntun mati tragis dalam penjara karena dikuliti hidup-hidup, sementara Go Seng dijebloskan dalam penjara bawah tanah, kondisinya pun tidak lebih bagus, hanya yang memuakkan adalah Li Siau-hong itu, setelah kejadian konon dia pernah muncul satu kali di kantor perusahaan, gayanya angkuh dan jumawa, setelah itu aku tak tahu bagaimana nasibnya."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kembali Tong Keng bersin berulang kali. Menunggu sampai dia selesai bersin, Ko Hong-liang baru berkata lagi, "Malam itu aku tidak kembali ke markas, baru keesokan harinya kudengar berita yang mengatakan Sin-wipiau-kiok telah menelan sendiri barang kawalannya, untuk menutupi perbuatan bejadnya mereka telah membunuh orang untuk menghilangkan saksi, berkat laporan dari salah seorang piausu, akhirnya baru terungkap kalau Sin-wi-piau-kiok memang berencana menggelapkan uang pajak jerih-payah rakyat jelata, di semua sudut tempat dipasang plakat yang melukiskan wajahku, dimana-mana perintah penangkapan disebar. Sadar kalau kami sudah difitnah, mustahil bisa membela diri, akhirnya dengan menyerempet bahaya aku masuk ke kota dengan harapan bisa bertemu langsung dengan Li-thayjin dan menjelaskan duduk perkaranya, aku sadar, dengan tuduhan semacam ini, bila sekali tertangkap maka jangan harap kau bisa hidup lagi!" Bicara sampai di situ ia berpaling ke arah Ting Tong-ih, kemudian tambahnya. "Perkumpulan Bu-su-bun selalu membegal kaum kaya untuk menolong fakir miskin, sepak terjangnya gagah perkasa dan mengutamakan kebenaran serta keadilan, aku pun selalu mengagumi sepak terjang Kwan-tayhiap serta nona Ting. Anak buah kalian yang bernama Wan Hui dulunya adalan seorang piauthau kami, dari mulut dialah aku mendapat tahu bahwa kalian akan menyerbu penjara pada malam itu, karenanya aku pun selalu waspada." Ting Tong-ih mengerling sekejap ke arah Leng-hiat, kemudian serunya, "Kau jangan memuji kami, jangan lupa Leng-suya berada di sini dan kita masih tetap menjadi tersangka, apalagi dosa kita bukan hanya maling ayam atau maling baju saja." "Ucapan nona Ting kelewat serius," kata Leng-hiat hambar, "perkumpulan Bu-su-bun memang memiliki reputasi yang mengagumkan dalam dunia persilatan, bila kami empat

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bersaudara diharuskan memerangi maling budiman macam kalian, sudah sepantasnya bila kami berganti julukan, bukan empat opas tapi empat gembong iblis!" Nama besar dan reputasi empat opas bisa tersohor di kolong langit bukan lantaran Leng-hiat, Tui-beng, Tiat-iiu dan Bu-cing berhasil memecahkan banyak kasus berat, yang lebih penting lagi adalah semua senak terjang dan perbuatan mereka tidak melanggar Hong dan ci. itulah sebabnya mereka sangat dihormati kalangan putih dan disegani kalangan hitam. Dalam pada itu Tong Keng telah berseru "Tak heran kalau Kokcu bisa datang tepat waktu pada malam itu!" Mendadak Leng-hiat bertanva, "Tadi kau bercerita tentang kematian tragis Lan-lotoa dan Thio Gi-hong lantaran dikuliti hidup-hidup, sebenarnya bagaimana ceritanya?" Secara ringkas Tong Keng pun bercerita bagaimana Li Wantiong dengan dukungan dua bersaudara Yan dan Gi Eng-si menguliti para narapidana dengan tujuan membuat sulaman dari kulit manusia, selain itu diceritakan pula bagaimana perjuangan Kwan Hui-tok membela kaum tertindas hingga akhirnya mati mengenaskan. Selesai mendengar penuturan itu, dengan wajah serius Leng-hiat berpikir sejenak, kemudian baru ujarnya, "Membunuh putra Li-thayjin jelas merupakan sebuah kasus pembunuhan besar! Li-thayjin merupakan salah satu di antara lima orang didikan perdana menteri Hu, dan lagi Li Wan-tiong pun tewas gara-gara sedang mempersiapkan hadiah ulang tahun sang perdana menteri, jelas masalahnya menjadi bertambah serius, mengenai Kwan Hui-tok, dengan kepandaian silat yang dimiliki, semestinya sulit orang lain membekuknya, tapi demi membela rakyat kecil yang tertindas dalam penjara, ia rela dijebloskan ke dalam neraka, pengorbanannya patut dikagumi. Kedatanganku kali ini sebenarnya juga sedang mengemban tugas membebaskan dia

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dari semua dosa, tak nyana jiwanya telanjur dicelakai oleh kaum durjana, aaai... sungguh... Mendadak obor yang berada di tangan Tong Keng maupun Ko Hong-liang padam. Seketika itu juga seluruh gua berubah menjadi gelap gulita. ooOOOoo 16. Jala Yang Tak Terlihat. Pada saat bersamaan Tong Keng, Ting Tong-ih serta Ko Hong-liang merasakan datangnya angin sergapan yang dingin dan memekakkan telinga, menanti mereka sadar akan datangnya bahaya, keadaan sudah terlambat. Mendadak terasa desingan angin tajam datang dari atas gua, kemudian diikuti suara gemerincing nyaring, terlihat sekilas cahaya merah berkelebat. Sekali lagi cahaya merah itu berkilat, kemudian segalanya menjadi sepi, hening dan tak terdengar suara apapun. Suasana di dalam gua pun kembali dalam kegelapan. Lama kemudian baru terdengar Leng-hiat berseru, "Pasang obor!" Segera Tong Keng dan Ko Hong-liang memasang obor, kemudian terdengar Ting Tong-ih menjerit sambil menutupi bibirnya dengan jari tangan. Ternyata separuh bagian kaki kiri Leng-hiat telah berdarah. "Kau terluka!" seru Tong Keng. Ting Tong-ih turut mendekat dan membantu Leng-hiat menghentikan aliran darah. "Ni Jian-ciu yang datang!" bisik Leng-hiat. "Apa? Dia?" seru Ko Hong-liang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Dia sendiri pun terpaksa, untuk membunuh kalian, mau tak mau dia harus membunuhku terlebih dulu." Ting Tong-ih memberi tanda agar Leng-hiat duduk bersandar di dinding batu, kemudian tanpa ragu dia mengangkat kaki kiri Leng-hiat yang diletakkan di atas lutut kanannya, kemudian dengan merobek celananya untuk dipakai membalut luka itu. Sewaktu ia menundukkan kepala sambil membubuhkan obat, rambutnya yang harum semerbak serasa menusuk penciuman, di bawah remang-remangnya cahaya obor, dengus napasnya terdengar amat berirama. Tiba-tiba, "Sreet!", ia merobek pakaian sendiri untuk dijadikan perban, lalu merobek lagi celananya yang digunakan sebagai tali, dalam waktu singkat gadis itu telah membubuhkan obat serta membalut luka di kaki kiri Leng-hiat. Selama ini Leng-hiat hanya duduk mematung dengan wajah tak berubah, tapi sorot matanya memancarkan perasaan terima kasih yang amat sangat. Dalam pada itu Tong Keng telah menyoroti sekeliling tempat itu dengan obornya, kemudian berseru, "Di ... dimana dia?" "Dia ada di dalam tanah," sahut Leng-hiat. Dengan perasaan terperanjat segera Tong Keng menyoroti permukaan tanah. "Dia telah menggunakan sebuah buli-bulinya lagi," ujar Leng-hiat lebih jauh. "Tapi kau pun berhasil menjebolnya," sambung Ko Hongliang dengan senyum di kulum. "Tapi aku pun terluka." "Mungkin ... mungkinkah dia balik lagi?" tanya Tong Keng agak tergagap.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Leng-hiat tidak menjawab pertanyaan itu sebaliknya malah bertanya, "Masih jauhkah gua ini?" Tong Keng memeriksa sekejap sekeliling tempat itu, kemudian baru menjawab, "Kita sudah hampir keluar dari mulut gua, mulut gua berada di lambung bukit Jui-bin-san." "Pemandangan alam di tempat itu pasti amat indah," tibatiba Leng-hiat berkata lagi. Pemandangan alam di depan sana memang amat indah, sejauh mata memandang terlihat bukit yang menjulang ke angkasa dengan kabut yang menyelimuti pepohonan, gua yang berserakan di antara dinding bukit dengan air terjun yang memercikkan air, membuat suasana di situ selain indah juga terasa nyaman. Di depan mulut gua duduk bersila seseorang. Orang itu berambut putih, cara duduknya sangat aneh, gaya tangannya seolah-olah sedang menyebar sebuah jala. Di sisi badannya tergeletak sebuah buli-buli. Buli-buli berwarna hitam pekat, buli-buli ketiga. Tapi anehnya tiada jala di tangannya, bahkan dalam genggaman tangannya sama sekali tak terlihat adanya sesuatu benda. Di belakang orang berambut putih itu, tak jauh dari mulut gua, berdiri dua orang manusia, perawakan tubuh mereka seimbang, tapi mereka hanya berdiri di kejauhan sambil menanti dengan wajah amat tegang. Dilihat dari mimik muka kedua orang itu, tampaknya mereka sangat takut terhadap benda yang berada dalam genggaman manusia berambut putih itu, karenanya mereka hanya berdiri di kejauhan dan sama sekali tak berani mendekat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi tak nampak sesuatu benda pun di tangan manusia berambut putih itu. Matahari senja sudah condong ke barat. Cahaya matahari yang berwarna kemerah-merahan memancar masuk melalui mulut gua yang lembab. Leng-hiat, Ko Hong-liang, Ting Tong-ih dan Tong Keng akhirnya secara beruntun muncul. Kini Leng-hiat sudah saling bertatap muka dengan Ni Jian-ciu yang duduk bersila di depan mulut gua. Leng-hiat sama sekali tidak menghentikan langkahnya, dia berjalan terus mendekati mulut gua itu. Posisi mulut gua sedikit agak serong ke samping, sementara posisi Ni Jian-ciu berada di sebelah atas. Tapi Leng-hiat berjalan terus, posisi medan yang tegak lurus ke atas dianggapnya sangat menguntungkan posisi sendiri. Ting Tong-ih, Ko Hong-liang maupun Tong Keng berada dalam keadaan siaga penuh, mereka mengikuti terus di belakangnya secara ketat. Ni Jian-ciu masih duduk dengan tenang, dia sama sekali tidak melakukan sesuatu tindakan apapun. Leng-hiat masih bergerak terus ke depan, dia seakan tidak memandang sebelah mata terhadap lawannya. Dua bersaudara Yan masih berdiri di kejauhan, sekalipun kedua orang ini banyak pengalaman dan sudah berulang kali menghadapi pertarungan sengit, namun kini paras muka mereka telah berubah hebat saking tegangnya. Mendadak Leng-hiat merasakan sesuatu tak beres, dia mendapat firasat jelek.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sejak kecil dia memang tumbuh besar di tengah hutan belantara, ia telah menguasai kemampuan seekor serigala, dapat membedakan dimana ada jebakan, dimana ada perangkap dan dimana ada ancaman mara bahaya. Tapi sekarang, meskipun dia sudah memperoleh sinyal yang menunjukkan mara bahaya, sayangnya tidak diketahui berada dimanakah mara bahaya itu. Mara bahaya yang tidak terlihat, justru merupakan mara bahaya yang betul-betul amat berbahaya! Tangannya yang mantap bagai sebuah batu karang, kini sudah mulai memegang gagang pedangnya. Pada saat itulah tiba-tiba Ni Jian-ciu memperdengarkan suara pekikan yang keras dan memekakkan telinga. Begitu dahsyat suara pekikan itu membuat pasir dan debu segera beterbangan, ujung baju berkibar kencang, rumput dan pohon bergoyang, bahkan rambut putihnya ikut bergelombang bagai gulungan ombak samudra. Serentak dua bersaudara Yan, Ting Tong-ih serta Tong Keng menutupi lubang telinga mereka dengan tangan, bahkan Ko Hong-liang sendiri pun seketika mengernyitkan dahi. Hanya Leng-hiat yang tetap berdiri tenang, paras mukanya sama sekali tak berubah. Pada saat itulah secara tiba-tiba Leng-hiat merasakan tubuhnya terjerumus ke dalam sebuah jala, dan dia pun segera merasa bahwa perasaan itu bukan sebatas perasaan saja, tapi benar-benar terjerumus ke dalam kurungan jala. Dengan cepat dia merasakan tangan dan kakinya mulai mengencang, seakan terbelenggu kencang, membuat ia sama sekali tak mampu meronta, tak mampu bereaksi secara wajar.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pada saat bersamaan, Ting Tong-ih serta Tong Keng telah menjerit sambil membentak nyaring, rupanya kedua orang itupun merasakan hal yang sama. Yang berbeda adalah Leng-hiat telah mencabut pedangnya. Dengan pedang di muka, tubuhnya ada di belakang, dia melebur diri menjadi gabungan tubuh dan pedang yang menyatu, kemudian secepat kilat melesat ke depan. Leng-hiat segera merasakan tubuhnya terbelenggu makin kencang, badannya seolah-olah dililit oleh tangan gurita raksasa yang menghisapnya kuat-kuat, tapi saat itu juga pedangnya telah memancarkan cahaya tajam yang menyilaukan mata, dari ujung pedangnya telah memancarkan suara desingan tajam yang mengiringi suara gemerincing seolah-olah ada benda yang mulai robek. Padahal sekeliling tubuh mereka sama sekali kosong, tiada sesuatu benda pun. Leng-hiat merasakan seluruh tulang belulangnya terbelenggu kencang bagai ikatan sebuah bakcang, tapi seluruh pikiran dan perhatiannya telah bersatu-padu dengan cahaya pedangnya, "Sreeet!", mendadak ia merasakan badannya menjadi kendor, menyusul kemudian tubuhnya telah melesat keluar dan melayang turun beberapa depa dari mulut gua. Dia seakan baru saja berhasil menjebol kurungan jala raksasa yang tak berwujud, seakan-akan juga dia telah mencapai ujung langit yang tak bertepian, berhasil menembus tepi langit dan menerobos keluar. Segera Ko Hong-liang mengikut di belakang Leng-hiat dan berusaha menerobos keluar melalui lubang yang berhasil dirobek rekannya, tapi sayang jalan perginya mendadak terhalang, tersumbat kembali.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Padahal tiada sesuatu benda pun yang menghalangi di hadapannya. Dia merasa ada semacam benda tak berwujud yang tumbuh dan berkembang di hadapannya, benda itu berakar kuat dan mengembang dengan cepat menyelimuti seluruh angkasa, lubang kecil yang semula berhasil dijebol serasa tumbuh dan tertambal kembali dalam waktu singkat, membuat seluruh jalan keluar tersumbat dan mengurung korbannya di dalam. Jika benda tak berwujud itu adalah sebuah jala, maka saat ini jala itu sudah mulai ditarik, sudah mulai menyusut kencang. Ko Hong-liang, Ting Tong-ih serta Tong Keng merasakan sekujur tubuhnya seolah terbelenggu, sama sekali tak mampu berkutik, seluruh benang jala seolah mencengkeram setiap bagian badannya, mengait setiap jalan darahnya, membuat mereka tak mampu meronta, tak mampu bergerak dan tak mampu berkutik. Dengan pedang terhunus Leng-hiat membalikkan badan, sorot mata tajam memancar keluar dari balik matanya. Waktu itu Ni Jian-ciu sedang melakukan gerakan seolah sedang menarik tali jala raksasanya. Kini sorot mata Leng-hiat telah tertuju ke atas buli-buli yang berada di sisi Ni Jian-ciu. Suara pekikan nyaring Ni Jian-ciu tiba-tiba berhenti, kini dia pun berpaling ke arah Leng-hiat. Sambil menatap tajam buli-buli di tanah, tegur Leng-hiat, "Itulah jaring langit penggubah impian? Serat sakti tanpa wujud?" Ni Jian-ciu menepuk buli-bulinya satu kali. Tong Keng, Ting Tong-ih dan Ko Hong-liang yang terbelenggu menjadi satu

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

seketika terlihat bergetar keras, rasa gusar bercampur kaget segera muncul di wajah mereka. Terdengar Leng-hiat menegur, "Bukankah sewaktu berada dalam gua aku telah menjebol buli-buli ketigamu?" "Kau hanya menjebol buli-buliku yang kedua," jawab Ni Jian-ciu, "buli-buli kedua selain dapat menyemburkan asap beracun Tay-ih-ngo-lo-yan, juga bisa melepaskan cahaya sakti bayangan merah Ci-im-sin-kong, hawa pedangmu telah menghancurkannya. Tapi buli-buliku yang ketiga belum kugunakan." Kemudian dengan wajah penuh kebanggaan dia melanjutkan, "Selama ini serat sakti tanpa wujud, jala langit penggubah impianku tak pernah gagal!" "Tapi aku toh berhasil menjebol jalamu dan keluar dari kurungan," jengek Leng-hiat dingin. Paras muka Ni Jian-ciu sedikit berubah, tapi dengan cepat katanya, "Tapi nyatanya aku berhasil menangkap orang yang harus kutangkap." Kali ini Leng-hiat hanya mengucapkan empat kata, "Kau jangan paksa aku!" Kemudian seluruh konsentrasinya tertumpu pada ujung pedangnya. Ni Jian-ciu sama sekali tidak berpaling, hanya perintahnya kepada dua bersaudara Yan, "Ambil buli-buli itu dan segera gelandang pergi ketiga orang buronan itu! Beritahu Li Ok-lay, apa yang dia inginkan telah kulaksanakan baginya, mulai sekarang Ni Jian-ciu sudah tidak berhutang apa-apa lagi kepadanya!" "Baik!" sahut Yan Yu-gi cepat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ni-lotoa," seru Yan Yu-sim pula, "kenapa tidak menggunakan kesempatan ini kita bekerja sama melenyapkan bajingan Ni Jian-ciu seorang pun sudah merupakan seorang musuh yang sangat tangguh, bila ditambah dua bersaudara Yan, jelas tidak gampang bagi Leng Kiat untuk menghadapnya. Ni Jian-ciu sama sekali tidak menanggapi usul itu, dia hanya mengucapkan satu kata, "Pergi!" Berputar sepasang biji mata Yan Yu-gi, serunya, "Aku tahu, kau kuatir kami bukan tandingannya bukan?" Mendadak dia melompat ke samping Ko Hong-liang bertiga, sambil menggenggam tiga batang peluru Cing-leng-soh serunya lagi, "Bila dia tak mau menyerahkan diri, aku segera akan melepaskan senjata rahasia untuk membunuh mereka bertiga, akan kulihat apakah dia masih berani membangkang!" Kali ini Ni Jian-ciu lebih tak sungkan lagi, umpatnya nyaring, "Menggelinding dari sini!" Segera Yan Yu-sim menarik ujung baju Yan Yu-gi sambil memberi tanda agar tidak berbuat ulah, kemudian dengan sangat berhati-hati mereka berdua menghampiri buli-buli yang tergeletak di tanah itu, sambil bergerak mereka mengawasi terus ketiga orang yang terbelenggu di balik jala tak berwujud itu. Sungguh aneh, begitu buli-buli itu bergerak ketiga orang tawanan itupun ikut bergerak, mereka seakan kehilangan seluruh kekuatannya untuk meronta, jangan kan melawan, mau bergerak bebas pun Lik mampu. Ketika Leng-hiat mulai menggerakkan tubuhnya, Ni Jian-ciu telah melepaskan buli-buli lainnya dari sisi pinggang. Buli-buli itu merupakan sisa satu-satunya yang dia miliKi.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Seketika itu juga Leng-hiat menghentikan langkahnya dan berdiri dengan wajah serius. Tak seorang pun berani berpikiran cabang di saat sedang menghadapi serangan maut dari Ni Jian-ciu dengan ketiga buli-buli mestikanya, termasuk Cukat-sianseng sekalipun. Ia sadar, bila ingin menyelamatkan Ko Hong-liang sekalian dari ancaman kematian, dia sendiri harus tetap berada dalam keadaan hidup. Dua bersaudara Yan kabur dengan langkah yang sangat cepat, tak selang beberapa saat kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan. 221 Leng-hiat sadar, bila dia ingin menyelamatkan rekanrekannya, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah membunuh lawannya, membunuh musuh di depan mata yang amat menakutkan itu! Mendadak Ni Jian-ciu kembali berpekik nyaring. Begitu suara pekikannya berkumandang, dengan cepat tubuhnya bergerak mundur ke belakang. Dengan pedang terhunus Leng-hiat segera merangsek maju, ternyata arah yang diambil Ni Jian-ciu ketika mundur persis sama seperti arah yang diambil dua bersaudara Yan. Semakin keras suara pekikan nyaringnya, semakin cepat juga Ni Jian-ciu mundur dari situ. Leng-hiat menempel terus secara ketat, selisih jarak mereka selalu bertahan dalam posisi sebelas kaki, ujung pedangnya tertuju ke depan, tapi selama ini dia belum berhasil menemukan kesempatan untuk melancarkan serangan. Sekonyong-konyong Ni Jian-ciu berhenti.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Udara di tanah perbukitan itu dingin dan segar, tapi suasana di sekeliling tempat itu justru amat panas, tanah yang diinjak pun tanah lumpur berwarna hitam, tanah yang mengandung bau belerang, bau yang sangat menyengat hidung, sementara tanah lumpur itupun terasa becek dan panas. Lamat-lamat terdengar juga suara gerumuh yang bergema dari seputar tempat itu. Mimpi pun Leng-hiat tidak menyangka kalau di atas tanah perbukitan yang begitu segar, indah dan nyaman, ternyata terdapat sebuah wilayah yang begitu aneh. Mendadak Ni Jian-ciu menghentikan langkahnya, pada saat bersamaan Leng-hiat menghentikan langkahnya. Selisih jarak antara ujung pedangnya dengan tubuh Ni Jianciu sama sekali tak bergeser, persis berjarak sebelas kaki. Tiba-tiba Ni Jian-ciu bertanya, "Tahukah kau, mengapa aku memancingmu kemari?" Leng-hiat tidak menjawab. Meskipun matanya tidak bergeser namun secara diam-diam telah memperhatikan keadaan di seputar situ. Tampak di arah depan, kiri dan kanan terdapat beberapa kubangan lumpur yang mengeluarkan gelembung berasap putih, gelembung itu ada yang besar seperti kepala gajah, ada pula yang kecil seperti biji mata, sembari meletupkan gelembung udara, terbawa juga semburan lumpur berhawa panas. Terdengar Ni Jian-ciu berkata lagi, "Tempat ini disebut kolam bergelembung besar, karena gerakan magma di perut bumi membuat lumpur di seputar situ menjadi panas sekali, itulah sebabnya gelembung udara yang menyembur ke atas membawa cairan lumpur panas, semburan itu mengalir di sekeliling tempat ini hingga terbentuklah kolam lumpur panas, barang siapa berjalan kurang hati-hati di sini, badannya akan tenggelam ke dalam kolam dan tubuhnya akan terhisap oleh

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

cairan lumpur panas itu, bila sampai demikian, selamanya dia akan menjadi tamu neraka dan jangan harap bisa lolos lagi!" Kemudian sambil menatap wajah lawannya, dia berkata lagi, "Tahukah kau apa alasannya kuajak kau datang kemari?" Leng-hiat hanya menatapnya tanpa berkedip, sama sekali tak berbicara. Tiba-tiba Ni Jian-ciu mendongakkan kepala dan tertawa terbahak-bahak, "Sejak tadi kau tidak melancarkan serangan, sebuah kesalahan besar telah kau lakukan!" "Aku tidak melancarkan serangan karena aku tak berhasil menemukan kesempatan untuk turun tangan," jawab Lenghiat hambar. Ni Jian-ciu segera menghentikan gelak tawanya. "Sayang mulai sekarang kau lebih sukar menemukan peluang itu," katanya, "aku sengaja memancingmu kemari lantaran kakimu sudah terluka." Tanah lumpur di seputar situ amat lembek, sekali diinjak maka permukaannya gampang amblas ke dalam, lagi pula bila kurang hati-hati, badannya bisa terperosok ke dalam kolam lumpur berbahaya itu, padahal luka di kaki Leng-hiat termasuk parah, bila dia sampai salah berpijak, maka tak ada harapan lagi untuk menyelamatkan jiwanya. Dengan pandangan tajam Ni Jian-ciu mengawasi kaki kiri lawannya, kembali ia berkata, "Pertarungan satu lawan satu baru bisa dianggap pertarungan yang adil. Apalagi sekarang aku telah menjelaskan situasi di wilayah ini secara gamblang, bila kau tak beruntung dan mati di sini, jangan salahkan aku tidak menjelaskan lebih dulu." Leng-hiat manggut-manggut. "Mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak memang bukan kelakuan seorang enghiong, apalagi

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dalam satu pertempuran, menggunakan akal bukan suatu pantangan." "Apakah kau sudah siap?" tanya Ni Jian-ciu kemudian. Mendadak terjadi letupan gelembung udara secara beruntun dari kubangan lumpur itu, diikuti suara gemuruh seperti suara air yang mendidih dari dasar permukaan bumi. Ni Jian-ciu segera berseru lagi, "Hati-hati, sumber air panas yang berada di balik kubangan lumpur segera akan memancar keluar, di saat itulah mati hidup kita berdua segera akan ditentukan!" Dengan cepat Leng-hiat dapat memahami maksud tujuan Ni Jian-ciu yang sesungguhnya. Rupanya di tempat itu terdapat sumber air panas yang letaknya berada di dasar kubangan lumpur, tak heran dalam radius beberapa ratus kaki di wilayah itu tak nampak ada tumbuhan yang bisa hidup, dari sini bisa disimpulkan betapa dahsyat dan jahatnya hawa panas beracun yang dipancarkan keluar dari sumber air panas itu. Bagi kebanyakan jago silat, mereka pasti memiliki satu kegemaran, ada yang tergila-gila dengan pedang maka dia pun mengandalkan ilmu pedang, ada yang tergila-gila dengan berbagai aliran ilmu silat, maka dia pun mempelajari ilmu silat gado-gado dari berbagai aliran. Begitu juga halnya dengan seorang pembunuh, bila sedang berhadapan dengan seorang musuh tangguh, maka dia pun selalu berharap bisa membunuh lawannya atau terbunuh oleh lawannya dalam satu keadaan dan situasi khusus. Bagi mereka, mungkin hanya berbuat begitu baru bisa memenuhi selera dan kepuasannya sebagai seorang pembunuh! Sayang Leng-hiat bukan seorang pembunuh.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dia hanya seorang opas. Dia pernah menangkap buronannya dengan berbagai situasi dan keadaan, di tempat yang paling panas, di tempat yang paling dingin, di tempat yang susah sekali, di tempat yang sama sekali tak terduga, bahklan pernah bertarung dalam situasi dan keadaan yang tak mungkin bisa dibayangkan dengan akal sehat. Walau begitu, dia tak pernah gagal. Sekarang dia pun dapat memahami perasaan Ni Jian-ciu. Pada saat itulah tibatiba Ni Jian-ciu berpekik nyaring. Pada saat bersamaan pekikan itu berkumandang, serangan pun dimulai. ooOOOoo 17. Burung Gereja Dan Elang. Seandainya di bawah permukaan tanah terdapat sebuah anglo raksasa yang sedang menggodok permukaan tanah itu, maka sekaranglah saat tanah itu mulai mendidih dan bergolak. Pertemuan udara panas dan dingin yang terjadi di bawah lekukan tanah berkubang itu sudah mencapai titik yang tak terlukiskan dengan kata, "Blaaam!", diiringi ledakan keras, bubur lumpur dan air panas dalam jumlah besar segera menyembur dari pusat kubangan lumpur itu. Semburan material tanah yang berupa campuran bubur lumpur, bebatuan dan air panas ini segera memancar ke empat penjuru, ketika tertimpa cahaya matahari, segera membiaskan sinar aneh yang menyilaukan mata, bagaikan hujan lumpur, material semburan itu segera menyebar dan jatuh kembali ke dalam kubangan. Hujan lumpur ini benar-benar luar biasa panasnya. Serangan yang dilancarkan Ni Jian-ciu pun tak kalah panas dan gencarnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Rambutnya yang beruban nampak berkibar kencang, diiringi pekikan nyaring, tubuhnya melambung ke udara, kemudian dari atas menuju ke bawah, sinar tajam yang memancar keluar dari balik buli-bulinya langsung diarahkan ke tubuh Leng-hiat. Leng-hiat tak bergerak, posisinya saat itu bagaikan seekor burung elang yang siap menerkam burung gereja di bawahnya. Tampaknya Ni Jian-ciu sudah memperhitungkan luka di kaki Leng-hiat, menurut dia sulit bagi opas itu untuk menghindar atau berkelit dengan gerakan cepat. Dia berniat melancarkan serangan maut ke arah Leng-hiat di saat semburan lumpur panas itu belum berhamburan ke bawah, kemudian baru menghindarkan diri, bagi dia maupun lawannya, jelas hal ini merupakan sebuah tantangan. Siapa yang tak berhasil lolos dari tantangan ini berarti dialah yang akan mati! Seorang jago tangguh tulen, biasanya memang gemar mencari tantangan, sebab tantangan merupakan rangsangan baginya, dengan tantangan maka semangat tempurnya tumbuh, bila semangatnya tumbuh maka kemajuan baru bisa dicapai. Menjalankan sampan dengan menentang arus, bukannya maju sebaliknya malah mundur, bagi seorang pembunuh, mundur berarti sebuah kematian. Lumpur panas, air panas menyembur ke tengah angkasa, membentuk sekuntum bunga yang sangat aneh. Tubuh Ni Jian-ciu ibarat seekor elang, elang yang menerkam Leng-hiat. Sanggupkah dia membunuh si darah dingin di saat semburan lumpur panas itu belum sampai berhamburan kembali ke atas permukaan tanah?

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Yan Yu-sim dan Yan Yu-gi bergerak cepat dengan menarik buli-buli, Ting Tong-ih, Ko Hong-liang serta Tong Keng ternyata turut berjalan di belakang mereka tanpa melawan, seakan-akan terdapat selembar jaring tak berwujud yang telah mengurung mereka semua, membuat mereka sama sekali tak mampu berkutik. Mereka sudah menempuh perjalanan sejauh dua tiga li, Yan Yu-sim masih saja berpaling menengok ke belakang. Tiba-tiba Yan Yu-gi berkata, "Mari kita menggunakan jalan setapak untuk kembali." "Kenapa?" tanya Yan Yu-sim keheranan. "Kini Li-thayjin dan Lu-thayjin sedang dalam perjalanan menuju ke kota Cing-thian, bukan saat yang tepat bagi kita untuk pergi ke tujuan yang sama, daripada sepanjang jalan harus menjumpai banyak masalah." Betapa terperanjatnya Ko Hong-liang serta Tong Keng ketika mendengar Li Ok-lay datang sendiri ke kota Cing-thiantin, pikir mereka tanpa terasa, "Aneh, kenapa gara-gara kasus ini, mereka harus mempersiapkan diri begitu serius, seolaholah sedang menghadapi pertempuran besar saja?" Terdengar Yan Yu-gi menyahut sambil tertawa, "Kali ini kita berhasil membekuk ketiga orang ini, jelas merupakan sebuah pahala besar bagi kita." "Tapi sayang "Apanya yang sayang?" "Sayang ketiga orang itu ditangkap si Auman harimau di tengah malam." Mendengar perkataan itu, Yan Yu-gi segera tertawa terkekeh-kekeh, katanya, "Kau sangka Ni Jian-ciu masih punya kesempatan untuk menerima pahala itu?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Maksudmu...? Yan Yu-gi tidak menjawab, dia hanya memandang ke angkasa dan dahan pepohonan. Di angkasa bebas terlihat ada seekor burung elang sedang terbang sambil mementangkan sayapnya, sementara di atas dahan terlihat ada burung gereja. Burung gereja sedang menyembunyikan kepalanya sembari menengok elang yang sedang terbang di angkasa, entah dia sedang mengagumi ataukah sedang ketakutan? Dengan sorot mata setajam sembilu ujar Yan Yu-gi lagi, "Bila tebakanku tidak keliru, pemuda berpedang itu adalah... Dia tidak melanjutkan perkataannya, hanya gumamnya lirih, "Entah siapa yang menjadi burung gereja? Dan siapa pula sang burung elang?" Tubuh Ni Jian-ciu sudah melambung di tengah udara, tubuhnya yang besar telah menutupi separuh cahaya sang surya. Leng-hiat berada di balik remang-remang cuaca. Dia tidak menyurut mundur, juga tidak menyongsong datangnya terkaman itu. Tiba-tiba saja sebuah pukulan dahsyat dilontarkan ke depan! Tenaga serangan itu bukan diarahkan ke tubuh Ni Jian-ciu, melainkan menghajar semburan lumpur panas yang masih muncrat di tengah udara. Begitu terhantam tenaga pukulannya, lumpur panas yang membara itu seketika mencelat ke belakang dan menghantam tubuh Ni Jian-ciu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Betapapun hebatnya ilmu silat yang dimiliki Ni Jian-ciu, tak nanti ia berani tersiram lelehan lumpur panas yang bersuhu tinggi itu, segera jubahnya dikebaskan ke bawah untuk menggulung datangnya muncratan lumpur itu, sementara tubuhnya dengan meminjam tenaga pantulan itu melayang turun beberapa kaki dari posisi semula. Dengan cepat muncratan lumpur panas itu berhamburan ke empat penjuru. Di saat kakinya menginjak di atas tanah itulah mendadak dari belakang telinganya terasa segulung angin dingin menyambar lewat. Perlahan-lahan dia berpaling ke belakang, sebilah pedang tahu-tahu sudah menempel di atas tenggorokannya. Sebilah mata pedang yang tajam dan berkilat. Pedang itu berada dalam genggaman si darah dingin. Mata pedang yang dingin, tapi sorot matanya jauh lebih dingin. Tiba-tiba Ni Jian-ciu melangkah maju ke depan, dengan maju selangkah, sama artinya dia mengantar tenggorokan sendiri ke atas mata pedang itu. Tetapi Leng-hiat justru tidak menggorok lehernya, malah ia bergerak mundur selangkah. Mata pedang masih tetap menempel di atas tenggorokan Ni Jian-ciu, namun tiada butiran darah yang meleleh dari ujung senjatanya. Sekali lagi Ni Jian-ciu mengebaskan kepalanya ke samping, kebasan itu sama halnya dengan menggorokkan tengkuknya pada ujung pedang. Terlihat mata pedang ikut berputar satu lingkaran, menanti kebasan kepala Ni Jian-ciu berhenti, mata pedang masih tetap

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menempel di sisi lehernya, sama sekali tidak menimbulkan luka. "Ilmu pedang yang hebat," jengek Ni Jian-ciu sambil tertawa dingin, "tapi sayang tak berani membunuh orang." Rupanya di saat dia menghancurkan kemampuan bulibulinya tadi, Leng-hiat telah menghadang jalan mundurnya. Leng-hiat segera tertawa, begitu ia tertawa, sorot matanya nampak jauh lebih hangat. "Kenapa aku harus membunuhmu?" dia balik bertanya, seraya berkata ia menarik kembali pedangnya, membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ. Kini tinggal Ni Jian-ciu seorang masih berdiri termangu, bukan saja dia berdiri melongo, bahkan pakaiannya terlihat kotor di sana sini karena kena cipratan lumpur panas. "Aku hendak membunuhmu, kenapa kau tidak membunuhku?" teriak Ni Jian-ciu penasaran, "kenapa kau tidak membunuhku? Ternyata pedang milik Leng-hiat tak berani dipakai untuk membunuh orang!" Leng-hiat sama sekali tidak berpaling, jawabnya, "Apakah lantaran kau ingin membunuhku maka aku harus membunuhmu? Apakah pedang milik Leng-hiat baru terhitung pedang milik Darah dingin jika sudah digunakan untuk membunuh?" Kontan Ni Jian-ciu tertegun setelah mendengar pertanyaan itu. Sambil melanjutkan langkahnya kembali Leng-hiat berkata. "Kau harus hidup terus, saksikanlah hubungan persahabatan dari tanpa perasaan berubah menjadi berperasaan, aku pun harus tetap hidup karena ada tiga orang temanku difitnah orang, dijadikan kambing hitam, aku tak bisa membiarkan mereka hidup sebagai kambing hitam orang, hidup memanggul fitnahan."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ooOOoo Ketika dua bersaudara Yan tiba di desa kebun buah di belakang 'gelembung air kecil', hari sudah senja. Yan Yu-gi masih ingin melanjutkan perjalanannya, tapi Yan Yu-sim segera berkata, "Lebih baik kita beristirahat sebentar di sini, konon di seputar tempat ini terdapat sebuah wilayah yang disebut 'gelembung air kecil', di sana terdapat banyak kubangan lumpur panas serta pasir tenggelam, jika kurang berhati-hati tubuh kita bisa tenggelam dan tak tertolong lagi." Saat itu serangga sudah mulai berbunyi dari empat penjuru, di tengah hembusan angin malam, hanya suara langkah kaki kelima orang itu yang terdengar. Yan Yu-gi berpikir sejenak, kemudian sahutnya, "Baiklah!" Di sekitar tempat itu hanya terdapat beberapa buah rumah gubuk, meskipun berjalan di bawah pepohonan yang lebat, namun karena bintang bertaburan di angkasa maka suasana tidak terlalu gelap, mereka berusaha menghindari jalanan yang dekat dengan kubangan lumpur. Setelah memutar biji matanya sekejap, ujar Yan Yu-gi, "Aku rasa lebih baik kita mencari sebuah rumah yang punya kebun untuk tinggal semalam." Maka Yan Yu-sim pun menendang sebuah pintu rumah gubuk dan menerobos masuk ke dalam. Rumah itu berpenghuni empat orang, setelah seharian bekerja di kebun, saat itu mereka sedang menikmati hidangan malam ketika tahu-tahu telah kedatangan tamu tak diundang. "Siapa kalian?" tegur tuan rumah. Yan Yu-gi tidak menjawab, ia justru menghajar lelaki itu hingga roboh terkapar.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Melihat orang itu menyiksa rakyat yang tak berdosa. Tong Keng maupun Ko Hong-liang sekalian merasa amat gusar, tapi mereka tak dapat berbuat apa-apa selain menyimpan rasa dongkolnya di dalam hati. Kembali Yan Yu-gi menghardik, "Kalian punya makanan apa? Ayo, keluarkan semua!" Di dalam rumah itu masih terdapat seorang wanita, seorang anak perempuan dan seorang bocah lelaki, mereka semua sedang menangis tersedu-sedu. Terdengar wanita itu berseru sambil menangis terisak, "Toaya, jangan kau pukuli dia, yang bisa dimakan semuanya ... semuanya berada di sini ... tolong jangan menyusahkan kami sekeluarga Melihat hidangan yang ada hanya terdiri dari sayur asin dan gorengan, sontak dua bersaudara Yan menjadi sewot, umpatnya dengan gusar, "Apa? Inipun dianggap makanan?" "Toaya," keluh wanita itu sambil menangis, "kini pemerintah memaksa kami membayar pajak tiga empat kali lipat lebih banyak, mana ada hidangan lain untuk kami sekeluarga? Apalagi setelah uang pajak yang kemarin hilang dibegal orang, kami diharuskan sekali lagi membayar pajak, kami ... kami sudah teramat miskin ... mana ... mana ada hidangan yang lebih baik?" Dengan perasaan menyesal Ko Hong-liang dan Tong Keng menundukkan kepalanya. Sambil memegangi sepatu Yan Yu-gi, kembali wanita itu merengek, "Toaya, berbuatlah baik ... lepaskan kami... sepanjang hidup kami sekeluarga tak akan melupakan budi kebaikan kalian "Tak akan melupakan kami?" Yan Yu-gi tertawa terkekehkekeh, "tahukah kau siapa kami ini?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil menuding ke hidung sendiri, lanjutnya, "Akulah pembesar dari pengadilan, sementara kedua orang itu... Sambil berkata ia menuding Ko Hong-liang dan Tong Keng, kemudian terusnya, "Merekalah Kokcu dan piausu dari perusahaan ekspedisi Sin-wi-piau-kiok yang kalian caci-maki!" Sambil menangis perempuan itu mendongakkan kepala memandang mereka sekejap, air mata bercucuran makin deras membasahi wajahnya yang ternyata cukup cantik. "Kalian ... kalian telah mencelakai kami semua!" Ko Hong-liang serta Tong Keng merasa amat sedih, selain pedih mereka pun merasa gusar bercampur dendam, sebetulnya orang lain mau mengundang mereka mengawal barang, hal ini merupakan kepercayaan orang terhadap mereka, bagaimanapun nyawa boleh hilang tapi barang kawalan tak boleh lenyap. Tapi kenyataannya sekarang, bukan saja barang yang dikawal adalah uang pajak rakyat, bahkan setelah hilang pun hingga kini jejaknya belum terlacak, bukan saja tak berhasil merebut kembali uang kawalan itu, sebaliknya mereka malah ditangkap pemerintah, bagaimana mungkin mereka bisa berbicara dalam keadaan begini? Dalam pada itu Yan Yu-gi sedang mengamati wajah perempuan itu, lalu memandang pula wajah si bocah perempuan yang sedang menangis, akhirnya tak tahan dia memegang dagu wanita itu, semakin dilihat semakin kesemsem, timbul keinginannya untuk meniduri perempuan ini, segera tanyanya, "Siapa namamu?" "Aku... aku... perempuan itu tergagap, tapi naluri kewanitaannya segera menangkap ada maksud jahat di balik pertanyaan itu, tanpa terasa dia mulai waswas.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terdengar Yan Yu-gi tertawa terbahak-bahak, serunya mendadak, "Kakak Sim, pergilah mencari makanan yang bisa dimakan, sementara aku hendak bermain cinta dulu." Sembari berkata dia menyeret perempuan itu menuju ke dalam kamar. Segera Ko Hong-liang membentak nyaring, "Manusia laknat! Hentikan perbuatan bejadmu! Tong Keng ikut pula berteriak, "He, jangan sembarangan kau! Sambil tertawa terkekeh Yan Yu-gi menyeret perempuan itu menuju ke kamar, dengan sekuat tenaga perempuan itu meronta, suaminya yang terkapar di tanah pun sekuat tenaga merangkak bangun dan menyeret kaki Yan Yu-sim. Sambil mendengus Yan Yu-sim menghadiahkan sebuah tendangan ke dada lelaki itu, tak ampun tubuhnya segera mencelat hingga menumbuk dinding, ketika terjatuh kembali ke tanah, tubuhnya terkulai lemas, jelas nyawanya sudah putus. Kontan saja peristiwa ini membuat wanita itu menangis sejadi-jadinya, teriaknya sambil meraung-raung, "A-lay, Alay... Dengan sekali ayunan tangan Yan Yu-gi menampar perempuan itu hingga jatuh terjerembab, kemudian dengan sekali raih ia cengkeram bocah perempuan itu, gumamnya, "Baguslah, kalau yang tua tak mau biar aku cicipi yang muda, toh rasanya yang muda pasti lebih nikmat." Bocah perempuan itu ingin mengegos, tapi dengan sekali cengkeram Yan Yu-gi sudah menangkap tubuhnya. Perempuan itu menangis, rengeknya, "Toaya, lepaskan dia ... kumohon Toaya, lepaskan dia ... dia masih kecil, tak tahu urusan...

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau yang tahu urusan justru tidak menurut!" Pucat pias wajah perempuan itu, akhirnya sambil menggigit bibir sahutnya, "Aku akan menurut... aku pasti akan menuruti perkataan Toaya." Yan Yu-gi tertawa terkekeh, sambil membopong perempuan itu dia segera menuju ke dalam kamar. Yan Yu-sim yang menyaksikan kejadian itu hanya menggeleng kepala berulang kali, kepada bocah laki dan bocah perempuan itu ancamnya, "Kalian duduk di situ jangan bergerak, sebentar ibumu juga akan keluar untuk menyiapkan hidangan buat Toaya. Hmmm! Barang siapa berani bergerak, aku akan segera membunuhnya, seperti... Ia menuding lelaki yang sudah tewas di lantai itu sambil menambahkan, "Seperti bapakmu itu!" Mendadak Ting Tong-ih memanggil, "Yan-lotoa, kemarilah!" Yan Yu-sim agak tertegun, kemudian sambil tertawa dan menuding ke hidung sendiri balik tanyanya, "Aku?" Ting Tong-ih mengerling genit, katanya, "Hari itu ... ketika berada di penjara ... kenapa kau bebaskan aku?" Yan Yu-sim segera berkerut kening, kini Ting Tong-ih sudah menjadi tawanannya, bisa saja ia segera menegurnya atau tak usah menjawab pertanyaan itu, namun ketika menyaksikan wajah si nona yang senyum tak senyum, pipinya yang bersemu merah, bibirnya yang menantang, ia menjadi agak terangsang juga. Selama ini belum pernah ia jumpai perempuan secantik ini, apalagi dalam situasi yang berbahaya, dalam kondisi sebagai tawanan pun gadis itu masih tampil begitu menawan. Berpikir sampai di situ, tak tahan Yan Yu-sim tersenyum sendiri, senyum malu-malu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tentu saja Tong Keng serta Ko Hong-liang jadi heran, bagaimana mungkin seorang gembong iblis yang membunuh tanpa mengedipkan mata dapat bersikap malu ketika menghadapi seorang gadis? Apa yang sebenarnya telah terjadi? Mereka pun tidak habis mengerti, kenapa dalam situasi seperti ini Ting Tong-ih justru menanyakan hal seperti ini kepada Yan Yu-sim? Apa tujuan nona itu? Terdengar Yan Yu-sim menyahut, "Nona Ting, masa ... masa kau masih belum tahu maksud hatiku?" Mendadak terdengar suara bentakan gusar diiringi jeritan kaget berkumandang dari balik kamar. Paras muka Yan Yu-sim yang semula berubah halus dan lembut seketika berubah seperti semula, dingin kaku tak berperasaan, dengan cepat dia membalikkan badan. Segera Ting Tong-ih berseru lagi, "Yan-lotoa, mengingat kau menaruh hati kepadaku, kumohon kau melindungi keselamatan jiwa kedua bocah itu... Tampaknya Yan Yu-sim sendiri pun sudah merasa ucapan lembut Ting Tong-ih terhadapnya mempunyai maksud tertentu, rasa gusar bercampur tak senang seketika melintas di wajahnya. Belum sempat dia mengumbar amarah, mendadak "Blaaam!", pintu kamar sudah terbuka lebar, menyusul seseorang berlari keluar dengan sempoyongan. Dengan sekali lompatan Yan Yu-sim memayang tubuh Yan Yu-gi, tampak tubuh bagian bawah Yan Yu-gi berlumuran darah, wajahnya kelihatan sedang menahan rasa sakit yang luar biasa. "Loji, kau.... seru Yan Yu-sim keheranan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil menahan sakit, umpat Yan Yu-gi, "Perempuan sialan ... ternyata dia menggunakan gunting untuk.... hmmm!" "Menggunakan gunting?" Yan Yu-sim tertegun. "Betul, dia menggunting barang milikku," umpat Yan Yu-gi geram, "karena itu kuhajar dia sampai mampus!" Tong Keng tak kuasa menahan diri lagi, segera makinya dengan penuh gusar, "Manusia she Yan! Kau memang anak jadah yang berhati busuk, bejad dan tak tahu malu, cucu kura-kura berhati binatang yang sukanya hanya merogol perempuan baik-baik, manusia macam kau lebih cocok menjadi hewan, kusumpahi kau agar cepat mampus dan masuk neraka, anak jadah tak tahu malu, kau... Dengan sekali lompatan Yan Yu-gi sudah tiba di hadapannya, sebuah tendangan keras langsung dilontarkan ke depan. Tendangan itu bersarang telak dan berat, bila orang biasa yang menerima serangan itu, tanggung dia akan langsung muntah darah dan mampus. Untung Tong Keng memiliki tubuh yang keras dan terlatih, kendatipun begitu kata berikut tak sanggup lagi dilanjutkan. Ting Tong-ih segera menengok ke arah Yan Yu-sim, sorot matanya penuh dengan permohonan. Tergerak perasaan Yan Yu-sim, cepat dia menarik tangan Yan Yu-gi yang sudah siap melancarkan tendangannya yang kedua, bujuknya, "Loji, mereka adalah tawanan yang harus kita serahkan ke pemerintah, kalau kau bunuh, kita sendiri yang bakal susah!" "Maknya sialan!" umpat Yan Yu-gi sambil mengertak gigi, "anak pusakaku sudah digunting setengah, sekarang ada yang berani mengumpat diriku .... hmmm! Kalau bukan lantaran ingin naik pangkat dan kaya, akan kutendang dia hingga mampus!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Yan Yu-sim menghela napas panjang. "Aai! Siapa sih yang tak ingin naik pangkat? Siapa yang tak ingin kaya? Demi nama, kedudukan dan harta, pantangan sebesar apapun harus tetap dijaga, kalau tidak, mana mungkin semua itu bisa diraih?" Yan Yu-gi tertawa seram, sorot matanya kembali berkeliaran ke sekeliling tempat itu, ketika menyaksikan bocah perempuan yang bersembunyi di sudut kamar, segera serunya, "Baiklah, biar kali ini aku bermain dengan yang kecil." Sambil berkata dia menghampiri bocah perempuan itu. Yan Yu-sim segera berpaling ke arah Ting Tong-ih. Dengan cepat gadis itu manggut-manggut, kemudian menggeleng, sorot matanya semakin memancarkan permohonan. Sorot mata lembut membawa daya pikat semacam ini belum pernah dilihat Yan Yu-sim sepanjang hidupnya, dia berkerut kening, lalu menarik bahu Yan Yu-gi dan bujuknya, "Sudahlah, kau telah terluka, lebih baik jaga kondisi badanmu." Yan Yu-gi segera berpaling sambil melototi Yan Yu-sim sekejap, dengan wajah keheranan ditatapnya rekannya sebentar, tapi akhirnya dia menyahut, "Aku tahu!" ooOOoo 18. Yu-sim Dan Yu-gi. Yan Yu-sim sendiri pun dibuat tertegun oleh pandangan aneh rekannya, ia berseru tertahan, "Ooh, ada apa?" Mendadak Yan Yu-gi menarik napas panjang. Sekali lagi Yan Yu-sim tertegun, dia tahu ilmu pukulan mayat hidup yang dilatih adiknya sudah mencapai tingkatan 'tubuh terbang', tapi setiap kali akan melancarkan serangan, tak urung dia mesti menarik napas dulu untuk menghimpun

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kekuatannya dalam Tan-thian, kemudian setelah mengalirkan kekuatannya ke seluruh tubuh, baru ia bisa menggunakan kelebihan dari ilmu pukulan mayat hidupnya. Tanpa terasa Yan Yu-sim mundur selangkah. Mendadak Yan Yu-gi melejit ke tengah udara, sepasang tinjunya dihantamkan ke atas. "Braaaak!", atap rumah segera jebol hingga muncul sebuah lubang besar, dari balik lubang terlihat tubuh seseorang melayang jatuh ke bawah. Kecuali mengalami pendarahan dari lubang hidung dan mulutnya, ruas lutut orang itupun hancur berantakan, tampaknya sudah termakan pukulan maut Yan Yu-gi, saat ini dia tergeletak di lantai sambil merintih kesakitan, ceceran darah segar menggenangi seluruh permukaan tanah. Kini Yan Yu-sim baru sadar kalau di atas atap rumah telah kedatangan musuh, diam-diam ia malu sendiri, tak nyana gara-gara kesemsem kecantikan Ting Tong-ih, dia sama sekali tidak menyadari akan kehadiran musuh. Sementara itu dari atap rumah kembali terdengar suara langkah manusia yang amat ramai diikuti desingan baju yang tersampuk angin. Kembali Yan Yu-gi menghardik, "Kenapa kalian belum menggelinding keluar?" "Blaaaam!", pintu rumah ditendang orang hingga terbuka lebar, daun jendela pun dibacok hingga terbelah, tujuh delapan orang serentak menyerbu masuk ke dalam ruangan. Tong Keng segera menengok ke arah luar, dia ingin tahu siapa yang telah datang, tapi begitu tahu siapa mereka, dia segera berseru tertahan sambil mengawasinya dengan melongo.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ko Hong-liang segera merasakan gelagat tidak beres, segera bisiknya, "Kau kenal mereka?" "Ya, Liong Giam-ong!" gumam Tong Keng. "Siapa?" bisik Ting Tong-ih pula. "Kepala sipir Liong, orang yang menjebloskan kami ke dalam penjara dan menggunakan obat bius untuk mencelakai Kwan-toako," sahut Tong Keng lirih. Ternyata ketujuh delapan orang lelaki itu masuk ke dalam ruangan diiringi kepala sipir Liong. Begitu tahu siapa yang datang, dua bersaudara Yan segera tertawa terbahak-bahak, tegurnya, "Hahaha, kusangka siapa yang datang, ternyata Liong-loko bersama tiga bersaudara dari keluarga Tiap dan lima panglima gagah dari keluarga Pit!" Salah seorang lelaki kekar itu segera lari untuk membangunkan rekannya yang masih mengaduh kesakitan, teriaknya penuh amarah, "Manusia she Yan, kematian sudah di depan mata, masih berani amat bicara besar!" Yan Yu-sim balas tertawa dingin. "Pit-lotoa," katanya, "antara kami orang she Yan dengan kalian ibarat air sungai tidak melanggar air sumur, kali ini kenapa kalian datang sambil mengacungkan golok, apa-apaan kalian?" "Air sungai? Air sumur?" dengus Pit-lotoa ketus, "siapa air sungai dan siapa air sumur? Hmmm, kalianlah air comberan yang berbau busuk! Betul-betul tidak tahu diri, sudah merengek mencari sesuap nasi di kantor pengadilan, masih ingin mengangkangi meja orang. Hmm! Bagi kami, sungai besar macam apapun pernah dijumpai, memangnya takut kepada kalian orang she Yan?" Yan Yu-gi tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, ternyata kedatangan Pit-lotoa lantaran urusan ini... he, engkoh-engkoh dari keluarga Tiap, apakah kalian...

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Orang she Yan," tukas salah seorang lelaki beralis tebal itu ketus, "sejak Li-thayjin mengundang kedatangan kalian, sikapnya terhadap kami makin lama semakin jauh dan tak perhatian, pada mulanya masih ada sisa nasi untuk kami, tapi pada akhirnya bangku untuk kami duduki pun sudah tak ada "Kalau terhadap si Auman harimau di tengah malam kami masih bisa mengalah," sambung seorang lelaki lain sambil pentang mulutnya yang lebar, "sebab kami tahu kungfunya memang hebat dan jauh di atas kemampuan kami, tapi terhadap kalian serta si pelajar rudin bermarga Gi... Seorang lelaki lain yang wajahnya penuh bopeng segera menyela pula, "Sekarang Siucay she Gi itu sudah mampus, tinggal kalian berdua yang menunggu giliran, itulah sebabnya kami khusus datang kemari untuk mengantar kalian pulang ke rumah nenek "Hahaha, rupanya karena persoalan ini," Yan Yu-gi tertawa sinis. "Bagaimana dengan kepala sipir Liong?" Yan Yu-sim berpaling ke arah Liong Giam-ong, "apakah kau pun ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk ikut mencari keramaian?" "Bicara sejujurnya," kata Liong Giam-ong, "sebelum kedatangan kalian berempat, tempat ini merupakan wilayah kekuasaan tiga orang gagah dari keluarga Tiap serta lima panglima kosen dari keluarga Pit, aku sendiri pun ikut merasakan kejayaan mereka, tapi sejak kedatangan kalian, aku malah dibuang ke penjara dan dijadikan kepala sipir, kehadiran kalian "Kehadiran kami mendatangkan kesuraman bagi kalian," sambung Yan Yu-sim. Berubah paras muka Liong Giam-ong, umpatnya, "Orang she Yan! Jangan disangka setelah menjadi orang kesayangan Li-thayjin, kami lantas takut kepadamu!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tentu saja kau tak takut," sahut Yan Yu-sim santai, tampaknya dia memang bermaksud membuat marah orang ini, "apalagi sekarang ada tiga jagoan dari keluarga Tiap dan lima jagoan dari keluarga Pit yang melindungi, bukan saja tak takut, bahkan kau pun punya nyali untuk melenyapkan kami berdua!" "Kita sama-sama orang persilatan" ujar Pit-lotoa, "boleh saja kami ampuni jiwa kalian berdua, tapi ketiga orang tawanan ini harus kalian serahkan kepada kami, sedang kalian berdua, mulai hari ini lebih baik jangan menginjakkan kaki lagi di wilayah Cing-thian-sian." Yan Yu-sim tertawa dingin. "Bila kuserahkan tawanan ini kepada kalian, yang jelas kalian akan memperoleh pahala besar, pahala yang bisa dijadikan landasan untuk naik pangkat di kemudian hari, sayangnya Mendadak Yan Yu-gi menjura seraya berkata dengan hormat, "Terima kasih banyak karena kalian tidak membunuh kami." "Nah, begitulah kalau tahu diri," seru salah satu di antara tiga bersaudara Tiap sambil tertawa. Rekannya yang lain segera menambahkan, "Kelihatannya kau memang tahu diri, ingin berebut dengan kami? Huuh, ibarat belalang ingin menahan lajunya pedati!" Sementara yang lain ikut menimbrung, "Kepandaian silat yang diandalkan keluarga Yan paling ilmu pukulan mayat hidup, pukulan kaku macam orang bego, mendingan pulang ke Kiang-say dan bekerja jadi tukang gotong mayat." Paras muka Yan Yu-sim berubah seketika. Sebaliknya Yan Yu-gi masih merendah, sahutnya. "Perkataan kalian memang sangat tepat, dulu kami tak tahu diri hingga seringkah menyalahi kalian, untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bicara sampai di situ ternyata ia benar-benar menjatuhkan diri berlutut. Tiga bersaudara Tiap jadi kelabakan sendiri, segera serunya, "He, apa-apaan kalian ini? Cepat bangun, cepat bangun, hanya sedikit salah paham, tak perlu dimasukkan dalam hati!" Pit-lotoa ikut menimbrung, katanya dengan wajah berat, "Seandainya kalian tidak melukai Losu terlebih dulu, mungkin aku pun bersedia melepaskan kalian." "Plaaak, plook!", sekali lagi Yan Yu-gi menempeleng pipi sendiri sambil merengek, "Semuanya ini memang merupakan kesalahanku, aku tak tahu kalau kalian telah datang berkunjung sehingga tanpa sengaja melukai Pit-suya, perbuatanku memang pantas diganjar mati!" Pit-lotoa mendengus dingin. Dalam pada itu Liong Giam-ong telah menghampirinya, membisikkan sesuatu di sisi telinganya, biji mata Pit-lotoa segera berputar berulang kali, kemudian serunya, "Baiklah! Boleh saja kalau tak ingin dibunuh, tapi kalian harus angkat sumpah dan berjanji selama hidup tak akan menginjakkan kaki kembali di wilayah Cing-thian, bila bersua dengan kami pun harus cepat-cepat menyingkir!" Padahal jalan pikirannya sama seperti apa yang dipikirkan Liong Giam-ong, kepandaian silat dua bersaudara Yan khususnya ilmu pukulan mayat hidup mereka sudah mencapai taraf 'mayat terbang', kalau tak punya keyakinan untuk menang memang lebih baik menghindari pertarungan yang tak berguna. Sementara itu Tong Keng, Ko Hong-liang serta Ting Tongih diam-diam bersorak gembira, mereka berharap kawanan manusia busuk itu bisa saling gontok sendiri karena memperebutkan posisi yang lebih diperhatikan Li Ok-lay, betapa kecewanya mereka setelah menyaksikan sikap dua

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bersaudara Yan yang lebih suka mengaku kalah ketimbang bertarung, dalam hati serentak mereka mencaci-maki habishabisan. Dalam pada itu Yan Yu-gi sudah angkat tangannya sambil bersumpah, "Aku Yan Yu-gi, hari ini dengan hati ikhlas memberi pernyataan sejujurnya kepada Liong Giam-ong, tiga bersaudara Tiap dan lima bersaudara Pit bahwa sejak hari ini tak akan menginjak kembali wilayah Cing-thian barang setengah langkah pun, bila melanggar sumpah ini biar tubuh kami disambar geledek dan mati sengsara di tengah gunung!" Kemudian sambil menjura kepada semua orang, tambahnya, "Aku berharap kemurahan hati kalian semua untuk mengampuni nyawaku." Tiga bersaudara Tiap, lima bersaudara Pit serta Liong Giam-ong kontan tertawa terbahak-bahak. Sebagaimana diketahui, orang persilatan selalu mengutamakan semangat dan harga diri, tapi setelah menyaksikan sikap dua bersaudara Yan yang rela merengek minta ampun, tentu saja mereka merasa gembira bercampur geli. Pit-losu yang sedang terluka pun ikut tertawa tergelak, katanya kemudian, "Sudahlah, lebih baik kita buntungi sepasang kaki anjingnya agar tidak merangkak lagi ke wilayah kita." Mendadak Liong Giam-ong seperti teringat akan sesuatu, tanyanya, "Yan-lotoa, bagaimana pendapatmu?" "Aku?" sahut Yan Yu-sim dengan suara berat, "tentu saja sama seperti Loji." "Kenapa kau tidak ikut bersumpah?" desak Liong Giam-ong lebih jauh.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Baik," kata Yan Yu-sim sambil mengertak gigi, "aku Yan Yu-sim akan menganggap kalian semua sebagai kakak seperguruan, aku tak akan berani melanggar perintah kalian." "Bagaimana jika melanggar?" tanya Liong Giam-ong tertawa. "Biar aku mati dengan tubuh berlumuran darah," sahut Yan Yu-sim setelah menarik napas panjang. Liong Giam-ong pun berpaling ke arah delapan orang rekannya sambil berkata, "Aku rasa urusan kita sudahi sampai di sini saja! Kalau tempo hari mereka yang bergaya, mulai saat ini giliran kitalah yang akan hidup berjaya." Tiba-tiba lelaki keluarga Tiap yang berwajah bopeng itu menyela, "Belakangan Li-thayjin kedatangan lagi tiga orang makhluk aneh "Peduli amat mereka berasal dari aliran mana," tukas lelaki beralis tebal itu, "yang paling penting sekarang adalah mengusir dulu kedua manusia busuk di depan mata ini!" "Traang!", Pit-lotoa segera melemparkan sebilah golok ke tanah, kepada Yan Yu-gi katanya, "Mengingat kau tahu diri, cepat kutungi sebuah kakimu sebagai ganti rugi atas luka yang diderita Losu!" Yan Yu-gi memandang mata golok itu sekejap, kemudian menengok pula ke arah Pit-lotoa, serunya sambil tertawa getir, "Masa aku mesti mengutungi kaki sendiri? Aku tak tega Pit-lotoa!" "Jadi kau suruh aku yang melakukan?" tanya Pit-lotoa dengan kening berkerut. "Kelihatannya mesti merepotkan Pit-lotoa," rengek Yan Yugi sambil memejamkan mata dan menarik napas panjang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah menjulurkan kaki kirinya ke depan, dengan sepasang tangan ia mempersembahkan golok itu ke tangan Pit-lotoa. Melihat kesungguhan orang itu, sambil tertawa Pit-lotoa menggelengkan kepala berulang kali, ia maju menghampiri, menyambut sodoran golok itu dan ujarnya, "Sudah takut mati, takut kesakitan lagi, manusia macam kau mana mungkin bisa bergaul dalam dunia persilatan?" Pada saat Pit-lotoa menyambut gagang golok itulah tibatiba Yan Yu-gi mementang mata lebar-lebar. Sorot mata berwarna hijau kebiru-biruan segera memancar keluar dari matanya yang buas, dia nampak sangat menakutkan. Baru saja Pit-lotoa tertegun, golok di tangan Yan Yu-gi sudah ditebaskan ke depan. Tergopoh-gopoh Pit-lotoa menangkis sabetan golok itu dengan tangannya, "kraaak!", tak ampun lengannya seketika terbabat kutung, pada saat bersamaan lututnya terhajar pula sebuah tendangan maut. Pit-lotoa menjerit kesakitan sambil roboh terjungkal ke tanah, sementara Yan Yu-gi yang berhasil dengan bacokannya, kembali mengayunkan senjatanya ke depan. Kali ini golok itu menghujam dada salah seorang jagoan dari keluarga Pit. Yan Yu-sim tidak tinggal diam, sikunya menyodok ke depan, segera Tiap-loji menangkis dengan kedua belah tangannya, tapi benturan keras itu, membuat sepasang lengannya patah, belum sempat ia berbuat sesuatu, kepalan Yan Yu-sim telah menyodok masuk dan tepat menghajar kepala orang itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tak ampun batok kepalanya hancur berantakan dan roboh terkapar di tanah dengan panca inderanya sudah tak berwujud lagi. Dalam waktu singkat dua bersaudara Yan telah membantai tiga orang. Sebetulnya gabungan lima bersaudara Pit dan tiga bersaudara Tiap dapat membentuk sebuah barisan yang sangat lihai dan kuat untuk mengurung musuhnya, tapi kini kekuatan mereka sudah telanjur buyar. Jago yang tersisa menjadi sangat gusar, diiringi bentakan nyaring serentak mereka melolos senjata. Waktu itu dua bersaudara Yan sudah menerjang maju ke depan. Dua bersaudara Pit segera mengurung Yan Yu-sim, sedangkan sepasang jago keluarga Tiap mengurung Yan Yugi. Liong Giam-ong dengan wajah hijau membesi telah melolos juga golok bertanduk rusanya, tapi tak berani berkutik. Salah satu dari dua bersaudara Tiap bersenjatakan pedang langit, senjatanya langsung ditusukkan ke perut Yan Yu-gi, ketika Yan Yu-gi bergeser mundur ke belakang, jagoan yang satunya lagi dengan senjata sepasang trisula langsung mengancam punggungnya. Yan Yu-sim melambung ke udara sambil menangkis dengan sepasang lengannya, dengan ilmu pukulan mayat hidupnya, dia memiliki kekebalan tubuh yang tak mempan dibacok maupun ditusuk, tapi lelaki dari keluarga Tiap itupun bukan manusia sembarangan, tenaga dalamnya amat sempurna, ternyata ia berhasil membabat sepasang lengan Yan Yu-sim hingga muncul dua luka memanjang yang segera mengucurkan darah.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kepalan Yan Yu-gi segera menyerobot ke muka menghantam wajah orang itu, begitu keras pukulannya membuat tulang hidungnya langsung melesak ke dalam, dan nyaris menonjol keluar lewat tulang tengkoraknya. Sekali lagi dua bersaudara Pit menyerbu ke muka, tapi kini dari dua jago keluarga Tiap, seorang di antaranya sudah tewas, dengan begitu posisinya menjadi dua lawan tiga, jelas kedudukan dua bersaudara Yan lebih menguntungkan. Berada dalam keadaan begini. Liong Giam-ong tak bisa berdiam diri lagi, sambil membentak nyaring dia mengayunkan goloknya sambil menyerbu ke muka. Bacokan golok yang dilancarkan Liong Giam-ong betul-betul ganas dan cepat, tapi waktu itu seluruh perhatian Yan Yu-gi sedang tertuju memberesi sisa jagoan dari keluarga Tiap yang masih hidup, terhadap datangnya bacokan golok itu sama sekali tidak menggubris ataupun dihindarkan. Yan Yu-sim amat terperanjat, cepat dia tangkis serangan dua bersaudara Pit dengan sepasang tangannya, kemudian melepaskan satu tendangan kilat ke tubuh Liong Giam-ong. Walaupun tendangan itu berhasil bersarang di tubuh Liong Giam-ong, namun kakinya termakan juga sebuah bacokan goloknya, seketika posisi kuda-kudanya goyah, dengan begitu dua bersaudara Pit pun berhasil merebut kembali posisi di atas angin. Saat itulah terdengar suara jeritan ngeri yang menyayat hati berkumandang memecahkan keheningan, sisa seorang jago dari keluarga Tiap tewas di tangan Yan Yu-gi. Begitu selesai membereskan jago terakhir dari tiga bersaudara Tiap, Yan Yu-gi kembali berpaling, kali ini dia langsung saling berhadapan dengan dua bersaudara Pit. Melihat gelagat semakin tidak menguntungkan, tergopohgopoh dua bersaudara Pit berseru, "Kabur!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sambil membalik badan ia segera kabur dari situ, tapi belum beberapa langkah dilihatnya saudaranya tidak ikut kabur, dia pun berpaling, ternyata satu-satunya saudara yang masih hidup telah tewas dibantai dua bersaudara Yan. Tak terlukiskan rasa takut dan ngeri yang mencekam perasaan orang itu, tanpa banyak bicara dia mempercepat larinya untuk kabur dari situ. Tiba-tiba terlihat cahaya golok berkelebat, tahu-tahu ujung senjata telah menghujam ke perutnya, dengan tubuh gemetar ia berpaling, kemudian sambil menuding Liong Giam-ong yang barusan membokongnya teriaknya keras, "Bajingan... Belum selesai ia berteriak, tubuhnya sudah roboh terjungkal ke tanah, mati! Perlahan-lahan Liong Giam-ong mencabut kembali goloknya, kemudian sambil tertawa paksa ujarnya, "Aku ... aku dipaksa mereka untuk turut serta dalam rombongan, tapi karena kuatir kalian dipecundangi, maka secara diam-diam aku melindungi kalian berdua "Bagaimana dengan bacokanmu yang ini?" tanya Yan Yusim sambil menuding luka di kakinya. Liong Giam-ong mundur selangkah, sahutnya gemetar, "Aku mesti berlagak agar mereka tak curiga, kalau aku tidak nampak sungguhan, mana mungkin mereka mempercayaiku, harap kau ... kau jangan marah "Lantas bagaimana caranya agar kami tahu ceritamu itu sungguhan dan bukan karangan untuk membohongi kami?" tanya Yan Yu-gi pula sambil tertawa. Mendadak dari arah belakang terdengar seseorang membentak nyaring, "Kembalikan nyawa saudara-saudaraku!" Angin tajam segera berhembus, ternyata lelaki dari keluarga Pit yang buntung kakinya telah meronta bangun dan melancarkan bokongan dengan senjata tajamnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Serentak dua bersaudara Yan berpekik nyaring. Yan Yu-sim menerjang ke arah Liong Giam-ong sementara Yan Yu-gi menerjang lelaki dari keluarga Pit yang tersisa itu. Dalam waktu singkat dia telah menghajar lelaki dari keluarga Pit itu hingga tulang tangannya hancur, di tengah semburan darah segar, seketika tewaslah lelaki itu. Sebaliknya Yan Yu-sim berhasil juga merontokkan golok Liong Giam-ong, ketika tubuhnya ditumbuk mayat lelaki she Pit itu, Liong Giam-ong turut roboh terjungkal ke tanah. Dengan penuh ketakutan segera dia menggoyangkan tangan berulang kali seraya menjerit, "Jangan bunuh aku, tolong, jangan bunuh aku, peristiwa ini tak ada sangkutpautnya denganku, betul, aku sama sekali tak tersangkut!" "Waah, susah juga," Yan Yu-gi sengaja memperlihatkan wajah serba salah, "bukankah kehadiran kami berdua sangat menghambat karier serta masa depanmu?" "Jangan ... jangan bunuh aku jerit Liong Giam-ong dengan suara makin memelas, "tidak mungkin ... tidak mungkin menghambat masa depanku, tolong jangan bunuh aku ... asal kalian mengampuni nyawaku, biar aku disuruh menjadi kuda atau kerbau pun aku bersedia, betul, aku benar-benar bersedia "Itu urusanmu," jengek Yan Yu-sim sambil tertawa dingin, "kau bersedia bukan berarti kami pun bersedia." Air mata bercucuran membasahi wajah Liong Giam-ong, sambil menyembah di tanah pintanya, "Harap kalian berdua jangan ... jangan marah ... betul, aku tidak terlibat dalam peristiwa ini, semuanya adalah tanggung jawab Pit dan Tiap bersaudara yang tak tahu diri, berambisi besar ... mereka yang memaksaku terlibat dalam kejadian ini "Ooh, jadi kau dipaksa?" Yan Yu-gi sengaja berseru, menggunakan kesempatan itu tubuhnya maju ke depan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan penuh ketakutan segera Liong Giam-ong mundur ke belakang, kembali pintanya, "Semua perbuatan ini tanggung jawab orang she Pit itu "Craaaak!", tahu-tahu sebilah golok sudah menghujam punggungnya hingga tembus dada. Darah segar segera menyembur keluar bagai pancuran, membasahi seluruh bajunya, menodai seluruh permukaan tanah. Liong Giam-ong terperangah. Dia ingin menjerit, namun tak ada suara yang muncul, peristiwa yang paling dia takuti akhirnya terjadi juga, kenyataan itu membuat dia lupa takut, lupa meronta, bahkan lupa melawan. Terdengar Pit-lotoa yang berada di belakangnya berseru dengan napas tersengal, "Kalau harus mati, mati saja, jangan tunjukkan mental tempemu!" Dengan geram dia mencabut keluar goloknya, darah segar berhamburan kemana-mana, tubuh Liong Giam-ong bagaikan seekor bangkai ikan seketika terkapar di tanah, wajahnya yang hijau membesi perlahan berubah pucat dan kelabu, perlahan tubuhnya terkulai lemas dan tak bergerak lagi. Yan Yu-gi segera tertawa terbahak-bahak, ejeknya, "Hahaha, ternyata orang yang tak takut mati, tak takut sakit telah mendusin!" Dengan geram dan penuh perasaan dendam Pit-lotoa melotot sekejap ke arah dua bersaudara Yan, kemudian serunya sambil tertawa dingin, "Anggap saja kalian lebih hebat, aku mengaku kalah!" Selesai bicara, dia langsung menggorok leher sendiri dengan goloknya, diiringi semburan darah tubuhnya roboh terkapar di tanah. Dua bersaudara Yan saling berpandangan sekejap, kemudian bersama-sama tertawa tergelak.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Yan Yu-gi maju menghampiri mayat Pit-lotoa, membalik jenazahnya kemudian menghadiahkan sebuah pukulan lagi ke atas dadanya, ketika bangkit berdiri gumamnya, "Pit-lotoa, kalian tiga bersaudara Tiap dan lima saudara Pit tak pernah bisa menangkan kami lantaran kami tak takut dihina, kami tak kuatir dipecundangi orang!" Yan Yu-sim ikut maju menghadiahkan dua pukulan, seolah kuatir ada di antara mereka yang pura-pura mati, setelah itu baru ujarnya, "Memang lebih baik begini, bagaimanapun kita toh merasa kehadiran mereka selalu mengganggu perjalanan kita berdua, memang ada baiknya dibereskan lebih cepat." "Bagaimana dengan lukamu?" tiba-tiba Yan Yu-gi bertanya. "Hanya luka di kaki dan kedua lengan," sahut Yan Yu-sim sambil tertawa getir. "Toako," seru Yan Yu-gi penuh haru. "Kita berdua adalah saudara kandung, biar mesti mewakilimu menerima beberapa bacokan juga wajar!" tukas Yan Yu-sim sambil tertawa keras. Yan Yu-gi manggut-manggut, sembari menepuk bahu Yan Yu-sim katanya, "Tahukah kau, apa yang membuatku paling bahagia dalam hidupku ini?" Setelah berhenti sejenak, dengan suara keras terusnya, "Yang membuatku sangat bahagia adalah karena aku memiliki seorang kakak macam kau!" "Aku pun mempunyai seorang adik yang hebat!" sambung Yan Yu-sim sambil tersenyum. Sebetulnya Ko Hong-liang, Tong Keng serta Ting Tong-ih berharap dua bersaudara Yan bisa saling gontok sampai mampus melawan Liong Giam-ong bersembilan, tapi kini setelah melihat dua bersaudara Yan tetap segar bugar, perasaan mereka bertiga pun terasa ikut tenggelam.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendadak Yan Yu-gi berkata, "Aku hanya merasa heran akan satu hal." "Maksudmu darimana mereka tahu jejak kita berdua?" tanya Yan Yu-sim. "Benar." "Sepanjang perjalanan kita memang meninggalkan tanda rahasia agar bisa diketahui para jago yang dikirim Li-thayjin, bisa jadi jago yang diutus Li-thayjin adalah mereka, tapi lantaran orang-orang itu sudah lama dendam kepada kita, maka maksudnya ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk membunuh kita berdua sekaligus merebut jasa besar itu." "Pahala ini memang terhitung besar gumam Yan Yu-gi, "tapi menurut pendapatku, keuntungan material jauh lebih menarik hati, jangan-jangan... "Jangan-jangan kenapa?" tanya Yan Yu-sim, tampaknya dia tak paham dengan maksud saudaranya. Yan Yu-gi tidak langsung menjawab, dia memeriksa dulu sekeliling ruangan, mengawasi juga titik-titik cahaya yang saat itu sedang bergerak mendekat dengan cepatnya, kemudian baru sahutnya, "Aku rasa di balik Li-thayjin ingin menangkap para perampok uang negara dan membalaskan dendam kematian putranya, dia mempunyai maksud tujuan yang lain "Tujuan lain? Tujuan apa?" tampaknya Yan Yu-sim pun ikut melihat bergeraknya cahaya api di balik hutan yang makin lama bergerak semakin dekat. 0ooo0 MISTERI LUKISAN TENGKORAK Bab V. AIR BERGOLAK TAK BERPERASAAN.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

19. Ikan Rebus. Kode rahasia yang ditinggalkan Yan Yu-sim sepanjang perjalanan hanya dipahami anak buah Li-thayjin, orang lain jangan harap memahaminya. Bahkan Leng-hiat pun tidak paham. Dia memang bukan Tui-beng (si Pengejar nyawa). Seandainya dia adalah Tui-beng, terlepas kode rahasia itu dipahami atau tidak, ia pasti akan melacak dan berusaha mencari tahu. Cahaya bintang bertaburan di angkasa, sinar lentera yang memancar keluar dari balik kuil pun kelihatan lamat-lamat, membuat suasana dalam hutan tidak terasa terlalu gelap. Leng-hiat merasa hatinya sedikit sendu. Sambil menyeka peluh yang mulai membasahi jidatnya, ia bersandar pada sebatang pohon sebelum merosot duduk ke tanah, pikirnya, "Dimana letak kesalahannya? Apakah dia salah arah? Masih sempatkah kedatangannya atau sudah terlambat?" Yang terpenting, apakah Ko Hong-liang, Tong Keng dan Ting Tong-ih sudah tertimpa musibah? Bagaimana nasib mereka selanjutnya? Pada saat itulah terdengar suara langkah kaki sempoyongan berkumandang. Seorang kakek kurus kering yang mengenakan pakaian semrawut, berjalan sempoyongan sambil terbatuk-batuk tiada hentinya. Orang itu berjalan sambil terbatuk-batuk, ketika batuknya sudah tak tahan, sekujur badannya mulai mengejang keras,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lalu sambil bersandar di sebatang pohon dia mulai mengatur napasnya yang tersengal. Walaupun ia sudah berusaha menarik napas panjang, naimun suara yang muncul dari dengusan napasnya seperti kayu retak, seakan-akan semua udara yang sudah diisap tak mampu tersalur ke dalam paru-parunya. Cepat Leng-hiat menghampiri dan memayang tubuhnya, ia merasa sepasang tangan kakek itu dingin membeku, pakaian yang dikenakan pun sangat tipis yang membuat perasaannya menjadi iba. Orang itu masih terbatuk-batuk dengan hebatnya, napas yang diisap seakan sudah tak mampu ditelan kembali, setiap saat seakan napasnya bisa terhenti, tapi dengan sepasang matanya yang sayu dia masih mengawasi Leng-hiat. Meski sorot mata itu sayu, namun Leng-hiat masih dapat merasakan luapan rasa terima kasihnya. Akhirnya orang itu mulai berjongkok sambil muntahmuntah, Leng-hiat tahu yang dimuntahkan orang itu adalah air bercampur darah. Selesai muntah, terlihat orang itu merasa sedikit baikan namun ia masih tetap berjongkok, selang sesaat kemudian napas yang semula tersengal-sengal baru lambat-laun menjadi tenang kembali. Selama ini Leng-hiat terus menerus mengurut punggungnya, bahkan menyalurkan tenaga dalamnya ke tubuh kakek itu, ia bermaksud menggunakan kekuatannya untuk membantu si kakek pulih kondisinya. Tiba-tiba sambil berpegangan pada dahan pohon kakek itu bangkit berdiri, ia berpaling, tertawa dan bisiknya, "Engkoh cilik, sungguh mulia hatimu." "Sudah seharusnya jawab Leng-hiat, "Lotiang mau kemana? Biar kuantar!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Di bawah cahaya bintang dan rembulan, tiba-tiba Leng-hiat lihat wajah kakek itu meski penuh dengan kerutan muka dan bekas dimakan usia, ternyata dia tidak setua apa yang dibayangkan semula. Tangan kakek itu gemetaran terus, dengan tangan gemetar itulah dia tepuk-tepuk bahu Leng-hiat, ujarnya, "Kau pergilah, setiap orang tentu mempunyai tugas dan pekerjaan yang harus diselesaikan." Agaknya Leng-hiat kuatir kakek itu mendadak putus nyawa di tengah jalan, ia bersikukuh dengan niatnya dan ujarnya lagi, "Lotiang, bila tempat tinggalmu tak jauh dari sini, mari kuantar sampai rumah." Orang itu membesut darah yang membasahi ujung bibirnya, lalu dengan mata setengah terpicing melirik Lenghiat sekejap, sahutnya sambil tertawa, "Engkoh cilik, kau memang naga di antara manusia, hatimu mulia, sayang aku tak punya anak perempuan Kontan Leng-hiat merasa pipinya panas, selama ini dia memang hanya tahu berjuang dan membunuh musuh, yang penting baginya adalah menyelesaikan tugas sebaik-baiknya, kecuali Cukat-sianseng, jarang ia mendengar kata-kata pujian semacam ini. Mendadak kakek itu terbatuk lagi, segera Leng-hiat memayangnya, orang itu mengeluarkan sapu tangannya sambil memuntahkan sesuatu, ternyata ada sebagian tumpahan itu menodai pakaian Leng-hiat. "Aaah, maaf, aku telah mengotori bajumu," segera orang itu membersihkan noda itu. "Aaah, tidak masalah," tampik Leng-hiat sambil membersihkan sendiri kotoran di pakaiannya. Saat itulah tiba-tiba berkumandang suara derap kaki kuda yang makin lama semakin mendekat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan cekatan Leng-hiat melepaskan genggamannya sambil menghadang di hadapan kakek itu, tangannya meraba gagang pedang. Yang muncul semuanya berjumlah tujuh ekor kuda, penunggangnya berdandan sebagai opas, tapi anehnya masing-masing menjepit tubuh seorang nenek, putrinya dan bayi, ketika rombongan kuda itu bertambah dekat, terdengar suara jeritan dan tangisan orang-orang yang ditangkap itu. Leng-hiat tertegun, di tengah bentakan nyaring ketujuh ekor kuda itu segera melintas. Tiba-tiba Leng-hiat menggeser tubuhnya persis menghadang di tengah jalan. Dua orang penunggang kuda paling depan mendengus dingin, mereka mengayun cambuknya melancarkan serangan. Dengan sekali betotan Leng-hiat menangkap cambuk itu dan membetotnya ke bawah, kontan kedua orang penunggang kuda itu terjungkal dari kuda tunggangannya. Seorang bocah perempuan yang berada dalam jepitan mereka segera terlempar jatuh ke bawah, dengan cekatan Leng-hiat menyambar tubuhnya, tapi bayi yang berada di tangan seorang lagi segera terlempar ke atas sebuah batu. Leng-hiat terkesiap, tak sempat baginya untuk menyelamatkan bayi itu, tampaknya bayi yang tak berdosa itu segera akan menumbuk di atas batu cadas. Saat itulah tiba-tiba tampak kakek itu maju dengan sempoyongan, ternyata dengan tepat ia berhasil membopong bayi itu, malah kemudian sambil duduk di tepi jalan kakek itu menimang sang bayi agar berhenti menangis. Tak tahan Leng-hiat melempar sekulum senyuman ke arah kakek itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sang kakek pun membalas senyuman itu dengan tertawa ringan. Dalam pada itu kawanan opas dan pasukan pemerintah itu sudah berlompatan turun dari kuda mereka, sambil melolos senjata hardiknya, "He, siapa kau? Berani menghalangi petugas negara melaksanakan tugas?" "Apa dosa dan kesalahan mereka?" tanya Leng-hiat sambil menuding bayi yang masih menangis itu. "Apa urusannya denganmu!" bentak petugas opas itu gusar. "Kalau sedang menjalankan tugas, seharusnya jelaskan dulu alasannya," kata Leng-hiat hambar, "kalau tidak, orang lain akan menganggap kalian sebagai gerombolan bandit!" "Kami sedang melaksanakan tugas atas perintah Li-thayjin, kau berani mencampurinya?" opas itu semakin gusar. "Aku tak peduli Li-thayjin atau bukan, aku hanya tahu manusia tetap manusia!" jawaban Leng-hiat semakin dingin dan ketus. Sebetulnya opas itu hendak mengumbar amarahnya, tapi setelah menyaksikan kebolehan Leng-hiat barusan, dia tahu orang itu bukan manusia sembarangan, maka sambil menuding ke arah tawanannya dia berkata, "Mereka tak mau membayar pajak, maka kami pun menangkap keluarganya sebagai jaminan, asal uang pajak sudah disetorkan, mereka bisa membawa pulang keluarganya!" Leng-hiat dan kakek itu saling bertukar pandang. "Bayar pajak," terdengar kakek itu bergumam, "bukankah pajak baru saja selesai dibayar." "He, tua bangka, kau tahu apa? Hmm, tahumu cuma kentut!" umpat opas itu geram, ia sama sekali tak pandang sebelah mata terhadap kakek itu, "uang pajak yang disetor

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tempo hari telah dirampok habis orang-orang Sin-wi-piau-kiok, karena itu mereka harus membayar pajak lagi!" "Kalau uang pajak dilarikan orang, seharusnya kalian mengejar mereka yang merampok, masakah malah memeras rakyat jelata? Apa gunanya?" gumam kakek itu lagi. Tampaknya habis sudah kesabaran opas itu, dengan gemas ia menjejakkan kakinya ke dada kakek itu. Dengan sekali sambaran, tangan Leng-hiat sudah mencengkeram kakinya. Opas itu menjerit kesakitan, suaranya melolong bagai babi disembelih, tampaknya jepitan jari tangan Leng-hiat lebih kuat dari sepasang jepitan baja. Opas itu mencoba meronta ke sana kemari sambil membacok dengan goloknya, sayang semua usahanya tak berguna, setiap kali dia mengayun goloknya membacok, Lenghiat hanya mengegos ke samping, tahu-tahu serangannya sudah mengenai tempat kosong. Jangan kan melukai musuhnya, membentur ujung bajunya pun tak mampu, sementara Leng-hiat masih mencengkeram kaki opas itu dengan kuat. Bebeberapa orang opas serentak maju mengembut sambil mengayunkan goloknya melancarkan bacokan. Leng-hiat sama sekali tidak melolos pedangnya, tapi pertempuran telah diakhiri dalam waktu singkat. Siapa yang maju lebih dulu, dia akan jatuh merintih lebih dulu, menanti keempat opas roboh kesakitan, dua orang yang tersisa ketakutan setengah mati hingga siapa pun tak berani maju barang setengah langkah pun. Opas yang kakinya kena dicengkeram pun sudah kehabisan tenaga, sekarang ia mulai merengek minta ampun. "Hohan, ampuni jiwaku ... ampuni jiwaku

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Leng-hiat melepaskan cengkeramannya, kemudian sambil melotot ke arah beberapa orang opas yang ketakutan setengah mati katanya, "Jika di kemudian hari kalian menganiaya rakyat kecil lagi, lebih baik bayangkan dulu ketika kalian sedang minta ampun kepada orang." "Baik, baik," jawab kawanan opas itu cepat. Diam-diam Leng-hiat menghela napas, dia tahu kawanan opas itu tak mungkin mengingat perkataannya itu, namun dia juga tak mungkin membunuh orang-orang itu. Akhirnya sambil lepas tangan hardiknya, "Cepat enyah dari sini!" Tergopoh-gopoh kawanan opas itu memungut kembali senjatanya, mereka tak berani lagi mengusik kawanan orang tua dan bocah itu. Salah seorang opas dengan wajah masam berkata, "Tayhiap, biarpun kau bebaskan kami, tapi... tapi ... bagaimana kami mempertanggung jawabkan tugas ini?" Leng-hiat tahu, memang ada sekawanan pejabat yang suka menjatuhkan hukuman kepada anak buahnya yang tak mampu melaksanakan tugas, maka segera ujarnya, "Aku she Leng, bernama Leng Ling-ci, laporkan kejadian ini kepada atasan kalian, bila kurang puas suruh cari aku." Sayang pengetahuan kawanan opas itu sangat cetek, mereka tidak tahu Leng Ling-ci adalah nama lain Leng-hiat, si Darah dingin yang tersohor sebagai salah satu empat opas kenamaan. Mereka segera mengingat baik-baik nama itu, kemudian tergesa-gesa pergi meninggalkan tempat itu. Rakyat yang tertolong itupun segera maju mengucapkan terima kasih, Leng-hiat sadar, pertolongannya sekarang hanya membantu mereka terlepas dari bahaya sesaat, sambil mengulap tangan ujarnya kemudian, "Lebih baik kalian bahu

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

membahu saling menolong, pulanglah segera dan kumpulkan uang untuk membayar pajak, kalau tidak, kesulitan akan selalu berdatangan." Ia merasa tanah perbukitan itu sepi dan jauh dari keramaian, sudah seharusnya orang-orang itu diantar dulu sampai ke tempat aman sebelum dilepas, tapi dia pun menguatirkan keselamatan Ko Hong-liang sekalian, sehingga untuk sesaat dia tak bisa mengambil keputusan. Tiba-tiba kakek itu berkata, "Biarlah aku yang mengantar pulang orang-orang ini." Leng-hiat tidak langsung menjawab, pikirnya, "Orang tua ini sedang menderita sakit parah, kalau sampai kambuh lagi di tengah jalan nanti, siapa yang akan merawatnya? Mengurus diri sendiri pun sulit, mana mungkin bisa menjaga orang lain?" Baru saja dia hendak berkata, tiba-tiba kakek itu bertanya sambil tertawa, "Leng-siauhiap, apakah kau sedang mencari dua lelaki dan satu wanita yang ditangkap dua orang berwajah kembar?" Leng-hiat terkesiap bercampur keheranan, untuk sesaat dia hanya berdiri tertegun. Sesudah berdehem, kembali kakek itu berkata, "Tampaknya kau sudah salah arah, jalan yang mereka tempuh ke arah situ, bisa jadi mereka sedang melewati sisi kanan wilayah Siau-kunsui, kalau tidak dikejar sekarang, mungkin kau tak bisa menyusulnya lagi." "Lotiang, darimana kau tahu?" tanya Leng-hiat keheranan. "Hidungku lebih tajam dari anjing, aku bisa mengendus baunya," sahut kakek itu tertawa. Kemudian sambil menggendong sang bayi dan menggandeng tangan si bocah, serunya kepada orang yang lain, "Ayo, kita segera berangkat!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Memandang ke arah rombongan itu Leng-hiat hanya berdiri tertegun, ia saksikan bayangan bungkuk kakek itu makin lama semakin menjauh, suara batuknya sayup-sayup masih terdengar, tak lama kemudian semuanya sudah lenyap dari pandangan. ooooo Bintang dan rembulan masih memancarkan sinarnya dengan terang. Dari balik keheningan yang mencekam kegelapan malam, tiba-tiba terlihat kobaran api obor menerangi seluruh udara, cahaya api yang menyilaukan mata itu bergerak mendekati sebuah bangunan rumah gubuk. Rupanya mereka telah mendengar ada suara wanita sedang berteriak, para tetangga yang datang mengintip segera mengira rumah itu kedatangan penyamun, maka mereka pun menghimpun seluruh penduduk desa untuk bersama-sama menghadang penyamun itu. Sambil berteriak dan mengayunkan peralatan seadanya, mereka menyerbu berusaha menangkap kawanan perampok. Tapi dalam waktu singkat sudah tujuh delapan orang roboh terkapar di tanah, roboh sambil merintih kesakitan. Yan Yu-gi sembari menginjak patah tulang iga beberapa orang korbannya berjalan menuju ke depan pintu, sambil menyongsong cahaya obor yang menerangi tubuhnya ia berseru lantang, "Mau apa kalian?" "Kalian sedang berbuat apa di sini?" seorang tokoh desa berteriak. Sambil menyeringai seram seru Yan Yu-gi, "Kami adalah petugas keamanan dari kota, datang kemari untuk menangkap orang!" Kehebohan segera melanda semua orang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Yan Yu-sim yang mendengar teriakan saudaranya segera menarik ujung bajunya, membunuh orang dalam keadaan seperti ini jelas merupakan tindakan melanggar hukum, apalagi mengaku sebagai petugas negara, kalau sampai berita ini tersebar, jelas mereka sendiri yang akan mendapat kesulitan. Yan Yu-gi sadar ia telah salah bicara, cepat dia mengangguk. "Tidak mungkin," terdengar tokoh desa itu berseru, "A-lay dan istrinya adalah orang baik, tak mungkin mereka melanggar hukum dan melakukan tindak kriminal!" "Orang baik?" Yan Yu-gi mendengus dingin, "atas dasar apa kalian menilai seseorang baik atau buruk?" Terdengar seorang petani berteriak keras, "Tapi aku melihat kedua orang bajingan ini membunuh kakak A-lay dan memperkosa enso A-lay!" Seorang lelaki yang lain dengan mata melotot berteriak pula, "Di dalam rumah masih ada beberapa orang yang mereka tangkap, anak-anak A-lay juga masih ada di situ! Mereka telah membunuh banyak orang baik!" "He, cepat bebaskan orang-orang itu!" seorang lelaki bercambang menghardik gusar. Umpatan demi umpatan yang dialamatkan ke arah mereka membuat Yan Yu-gi sangat berang, sorot matanya berubah hijau menyeramkan, serunya penuh amarah, "Jika kalian tidak segera pergi, jangan salahkan kalau aku akan membantai kalian semua, dasar orang udik goblok!" Gerombolan orang dusun itu segera berteriak gusar, serentak mereka mengayunkan senjatanya melancarkan serangan. Sayang sebagian besar dari mereka tak mengerti ilmu silat, tak selang beberapa saat kemudian banyak di antara mereka

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang tergeletak di tanah, malah ada tiga orang di antaranya mati terbunuh. Dalam keadaan begini terpaksa kawanan penduduk desa itu mengundurkan diri. Yan Yu-gi kembali menyerbu ke depan dan membunuh dua orang lagi. Menggunakan kesempatan ini si lelaki gemuk dan lelaki bercambang itu menyusup masuk ke dalam rumah, si lelaki cambang segera membopong bocah lelaki itu dan dibawa kabur, sementara si gendut ingin membebaskan Ting Tong-ih bertiga dari ikatan, tapi sayang dia tak mengerti bagaimana caranya membebaskan pengaruh totokan, selain itu dia pun tak mengerti bagaimana caranya membebaskan pengaruh jaring yang dihasilkan buli-buli itu. Untuk sesaat dia menjadi bingung dan tak tahu apa yang mesti dilakukan. Segera Ting Tong-ih memberi tanda agar ia mendekat, kemudian dengan cepat ia membisikkan sesuatu ke telinganya. Baru saja si gendut mengangguk, Yan Yu-sim sudah muncul di dalam ruangan, sekali tendang ia hajar si gemuk hingga terguling di tanah. Baru saja dia akan melancarkan serangan untuk membunuhnya, mendadak Ting Tong-ih memanggil, "Yan Toako!" "Ada apa?" tanya Yan Yu-sim tertegun. "Mereka toh tidak paham ilmu silat, mustahil bisa mengganggu kalian berdua, kenapa tidak kalian ampuni saja nyawanya?" Sementara Yan Yu-sim masih sangsi, si gendut segera memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur lewat jendela.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suasana di luar rumah gubuk itu sangat kalut, banyak penduduk desa yang terluka, banyak pula yang mati, sementara yang selamat sudah melarikan diri, kini yang tersisa di sana hanya alat-alat pertanian serta obor. Dengan jengkel Yan Yu-gi menghampiri obor-obor itu dan menginjaknya hingga padam, kemudian umpatnya, "Dasar sekawanan orang goblok yang mencari jalan kematian sendiri!" "Kita sudah membunuh orang kelewat banyak, lebih baik cepat tinggalkan tempat ini," kata Yan Yu-sim. "Meninggalkan tempat ini?" Yan Yu-gi melotot besar, "aku belum lagi tidur nyenyak, belum lagi bermain dengan gembira, masakah harus pergi? Memangnya mereka bisa apa? Masakah dengan posisiku sekarang pun harus takut kepada mereka?" "Takut sih tidak, tapi alangkah baiknya kalau bisa menghindari segala kerepotan." Yan Yu-gi berpikir sejenak, kemudian ujarnya, "Dua kentongan lagi hari sudah terang, kalau mau pergi lebih baik menunggu sampai matahari terbit, kau toh tahu, wilayah Siaukun-sui dipenuhi letupan lumpur panas, kalau sampai salah langkah, kita sendiri yang berabe." "Kalau begitu baiklah," dengan perasaan apa boleh buat akhirnya Yan Yu-sim menyetujui. Mendadak Yan Yu-gi seperti teringat sesuatu, tanyanya, "Mana para sandera? Apakah ada yang kabur?" "Sandera sih tidak ada yang lolos, hanya bocah lelaki itu berhasil melarikan diri," sahut Yan Yu-sim tertawa. "Yang laki atau yang perempuan?" "Yang laki."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Aaah, masih untung bukan yang perempuan," Yan Yu-gi tertawa, "dia memang akan kusimpan untuk dinikmati perlahan-lahan." "Loji," tegur Yan Yu-sim sambil berkerut kening, "bocah perempuan itu masih kecil, apa enaknya?" Yan Yu-gi kontan tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, ada apa Lotoa, tiba-tiba kau bisa beriba hati? Tiba-tiba merasa kasihan dengan bocah itu? Jangan kuatir, aku hanya akan menikmati yang kecil, sementara Ting Tong-ih tak bakalan kusentuh." Mendengar saudaranya menyinggung soal Ting Tong-ih, paras muka Yan Yu-sim berubah hebat. Sambil berjalan masuk ke ruang dalam, kembali Yan Yu-gi berkata sambil tertawa, "Hanya orang muda yang bisa menikmati masa romantis, aku anjurkan kepadamu, mumpung usia kita belum terlalu tua, kalau ingin mencari kesenangan, carilah sepuasnya, kalau orang sudah diserahkan ke tangan Lithayjin dan dijebloskan ke dalam penjara, kau tak punya harapan lagi untuk menikmati kehangatan tubuhnya!" Begitu apa yang menjadi rahasia hatinya disinggung oleh rekannya, kontan saja paras muka Yan Yu-sim berubah merah padam, sesaat dia tak tahu apa yang mesti diucapkan. Kembali Yan Yu-gi menepuk bahunya, setengah berbisik katanya lagi, "Loko, ada sementara persoalan lebih baik dilakukan secepatnya, toh semua pihak tak akan dirugikan dalam hal ini, apalagi dia kan sudah bukan... Melihat saudaranya mulai menarik muka, segera Yan Yu-gi menghentikan ucapannya dan segera mengeluyur masuk ke dalam ruangan. Waktu itu bocah perempuan itu masih menangis tiada hentinya, ia merasa amat sedih setelah menyaksikan orang tuanya dalam semalam tewas dibunuh orang, kemudian

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menyaksikan juga bagaimana gembong iblis itu membantai penduduk desa semaunya, meski begitu ia berusaha untuk tidak menimbulkan suara. Menyaksikan gadis cilik itu menangis tanpa bersuara, Yan Yu-gi merasa makin dipandang gadis itu tampak makin menawan, tiba-tiba napsu birahinya muncul kembali, segera hardiknya, "He, sediakan dulu hidangan yang enak, selesai bersantap nanti kita mencari kesenangan!" Gadis cilik itu menangis makin menjadi, sementara Ting Tong-ih sekalian pun merasa semakin mencemaskan keselamatannya. Melihat gadis cilik itu tidak menuruti perintahnya, Yan Yu-gi ingin mengumbar amarahnya, tapi setelah berpikir sebentar, ujarnya kemudian sambil tertawa, "Sudahlah, nona cilik, asal kau mampu memasak hidangan yang lezat, aku berjanji akan membebaskan dirimu, setuju?" Gadis cilik itu mendongakkan kepala, butiran air mata membasahi pipinya yang bulat dan cantik, ia tidak mirip bocah dusun yang kebanyakan hitam dan kekar, sebaliknya raut mukanya halus dan lembut, hanya saja sepasang matanya sudah merah membengkak, merah karena kebanyakan menangis, membuat siapa pun yang memandangnya merasa iba. Kembali Yan Yu-gi tertawa terkekeh-kekeh, tanyanya, "Eh, bocah perempuan, siapa namamu?" Gadis cilik itu menggigit bibir menahan amarah, sahutnya lirih, "Ikan rebus." "Ikan rebus?" ulang Yan Yu-gi melengak. Gadis cilik itu manggut-manggut kemudian menundukkan kepala lagi, rambut di depan kepalanya terjulai ke bawah, beberapa di antaranya menutupi keningnya, membuat wajahnya setengah tertutup.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau benar-benar bernama Ikan rebus?" sambil berjongkok Yan Yu-gi menengok wajahnya. Sementara dalam hati ia berpikir, "Aneh betul nama ini Tapi kemudian ia berpikir bahwa orang dusun sudah terbiasa memberi nama anaknya dengan sebutan yang gampang seperti A-kau, A-miau, A-ti, A-gou dan lain sebagainya. sehingga nama semacam itupun sesungguhnya tidak aneh. Gadis cilik itu kembali mengiakan. Yan Yu-gi segera memegang dagunya dan berkata sambil tertawa, "Baiklah, Ikan rebus. Ikan rebus! Sekarang pergilah mengukus seekor ikan, selesai bersantap kita segera akan pergi dari sini!" Seakan tumbuh secercah harapan, Ikan rebus segera menyeka air matanya dan menuju ke dapur. Mengawasi bayangan tubuh si gadis yang mungil, tiba-tiba sekulum senyuman licik tersungging di ujung bibir Yan Yu-gi. Ting Tong-ih semakin gelisah, sebab mereka tahu Yan Yugi pasti sedang menggunakan akal busuknya untuk membohongi gadis cilik itu. 20. Tukang Perahu Di Sungai A-kong. Sambil memperhatikan bayangan punggung Ikan rebus yang lenyap di balik pintu, Yan Yu-gi tertawa cabul, mendadak ia berkerut kening kemudian mulai merintih. "Kenapa kau?" Yan Yu-sim segera menegur. Seakan menahan rasa sakit sahut Yan Yu-gi, "Aku akan masuk ke kamar untuk bersemedi sebentar, bagaimana kalau kau yang menjaga mereka?" Yan Yu-sim manggut-manggut, maka Yan Yu-gi pun segera masuk ke ruang belakang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lampu minyak yang menerangi dalam rumah semakin redup, tampaknya minyak bakar sudah mendekati habis. Baru saja Yan Yu-sim hendak menambah minyak lampu, tapi dia pun tak tahu dimana minyak disimpan, mendadak terdengar Ting Tong-ih memanggilnya dengan lirih, "Kau, kemarilah sebentar!" Begitu membalikkan badan, dia pun menyaksikan gadis itu. Cahaya lentera semakin redup, kulit tubuh Ting Tong-ih nampak jauh lebih pucat, tapi sepasang pipinya justru kelihatan bersemu merah. Kulit tubuhnya yang putih bersih tampak dari bawah telinga hingga mencapai tengkuk, lalu dari tengkuk memanjang hingga ke dadanya yang sedikit tersingkap, satu pemandangan yang mendebarkan sukma. Yan Yu-sim hanya melirik sekejap, tapi gejolak perasaannya berkobar, ingin dia memeluk perempuan itu, membuka bajunya dan memegang sepasang payudaranya.... Akhirnya setelah menarik napas panjang ia menuding ke arah ujung hidung sendiri. Ting Tong-ih manggut-manggut membenarkan. Tak sempat menyulut lampu lagi Yan Yu-sim maju menghampiri. "Lepaskan aku!" bisik Ting Tong-ih kemudian sambil mengerling sekejap ke arahnya. Yan Yu-sim berpikir sebentar, kemudian menggerakkan kedua jari tangannya seakan hendak membebaskan Ting Tong-ih dari totokan. Tiba-tiba angin tajam berkelebat, bukan Ting Tong-ih yang dibebaskan pengaruh totokannya, ia justru menotok dulu beberapa buah jalan darah di tubuh Ko Hong-liang serta Tong Keng.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Totokan itu bukan saja membuat kedua orang ini tak mampu bersuara, bahkan sama sekali kehilangan kesadaran. "Apa maksudmu berbuat begitu?" Ting Tong-ih segera menegur dengan marah. "Bukankah kau minta aku membebaskan pengaruh totokanmu?" ujar Yan Yu-sim, kemudian tanyanya lagi, "kau bukan minta padaku untuk membebaskan mereka bukan?" Paras muka Ting Tong-ih sedikit berubah, tapi kemudian sahutnya sambil tertawa, "Tentu saja bukan minta kau membebaskan mereka." Gadis ini memang berparas cantik, bertubuh ramping, apalagi bibirnya yang kecil mungil dan merah merekah. Yan Yu-sim yang mengendus bau harum tubuhnya seketika merasa jantungnya berdebar keras, sampai lama kemudian baru ia berkata, "Setelah kupikir-pikir, rasanya aku tak akan berani membebaskan dirimu." "Kenapa?" "Aku pikir seandainya kau kubebaskan lalu tiba-tiba menyerangku atau melarikan diri, apa yang mesti kuperbuat?" "Dasar rase tua!" umpat Ting Tong-ih dalam hati, tapi sahutnya sambil tertawa lembut, "Tolol! Memangnya kenapa aku mesti kabur!" Kembali Yan Yu-sim termenung. Cahaya lampu makin lama semakin redup, di balik kegelapan yang mencekam ia merasa daya tarik yang terpancar dari tubuh Ting Tong-ih makin lama semakin kuat, semakin membuat jantungnya berdebar keras. Lama, lama sekali, akhirnya dia berkata, "Nona Ting, padahal dulu kau pernah bertemu aku, cuma saja kau tidak mengetahuinya."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Angin dingin yang berhembus membuat suasana dalam ruangan makin membeku, cahaya lentera yang bergoyang membuat bebeberapa mayat yang terkapar dalam ruangan nampak semakin menggidikkan hati. Terdengar Yan Yu-sim berkata lebih jauh, "Sebenarnya keluarga Yan di kota Seng-ciu merupakan keluarga persilatan yang termashur dalam dunia persilatan, tapi ayahku Yan Tayyok memaki kami berdua sebagai orang dengan watak labil, bukan saja tidak mewariskan ilmu pukulan mayat hidupnya kepada kami, bahkan setelah mengusir kami dari keluarga besar, dia malah lebih mempercayai adik misan kami Yan Lan." Ting Tong-ih tidak mengerti apa maksud Yan Yu-sim menceritakan kisah asal-usulnya ini, tapi dia cukup tahu kalau orang ini setengah sinting, marah senang sesuka hatinya bahkan merupakan seorang tokoh yang menakutkan, terpaksa ia mendengarkan dengan sabar. "Setelah meninggalkan benteng keluarga Yan, kami banyak menyalahi orang sehingga bebeberapa kali dikejar orang hingga nyaris mati terbunuh, maklum waktu itu kepandaian silat yang kami miliki sangat cetek, akhirnya kami pun hidup menggelandang dalam dunia luas. Satu hal yang beruntung adalah di saat akan kabur, kami sempat mencuri kitab pusaka keluarga yaitu kitab ilmu pukulan mayat hidup. Sambil melarikan diri, kami berlatih terus dengan tekunnya, kami bersumpah bila suatu saat berhasil meyakini kungfu tinggi maka semua dendam sakit hati ini akan kami balas." Diam-diam Ting Tong-ih tertawa dingin, pikirnya, "Tak nyana dua bersaudara ini mencuri kitab pusaka lebih dulu sebelum kabur dari benteng keluarga Yan, bukan saja mereka telah mengkhianati leluhur sendiri, bahkan masih berniat membalas dendam, tak heran banyak orang memandang hina mereka berdua."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tapi musuh kami terlalu banyak, bahkan berusaha menelusuri jejak kami kemana pun juga, terpaksa sebelum kepandaian silat berhasil diyakini, kami pun merahasiakan identitas dengan hidup menyamar sebagai rakyat biasa. Waktu itu aku pun bekerja menjadi seorang tukang perahu di sungai A-kong. Nona Ting, kau masih ingat dengan arus deras di sungai A-kong?" Ting Tong-ih tertegun, "Sungai A-kong? Rasanya memang ada nama sungai semacam itu?" Tapi untuk sesaat dia tak bisa mengingat kembali kejadian itu, dia pun tak ingat peristiwa apa yang pernah terjadi di situ, maka sembari berpikir dia manggut-manggut berulang kali. Yan Yu-sim nampak gembira sekali, teriaknya kegirangan, "Jadi kau sudah ingat? Saat itu aku bersama beberapa orang tukang perahu sedang mendayung rakit di sungai A-kong, kami memang khusus melayani orang yang mau menyeberang. Kalau tidak salah hari itu adalah hari Pekcun, masih ingat? Kau bersama orang she Kwan dan tiga empat orang lelaki kekar hendak menyeberangi sungai Sekarang Ting Tong-ih teringat kembali, peristiwa itu berjadi pada suatu siang sepuluh tahun berselang, waktu itu dirinya masih seorang bocah cilik ... saat itu matahari bersinar terik. Berpikir sampai di situ, tanpa terasa Ting Tong-ih merasa wajahnya berkilauan, tubuh pun terasa panas sekali.... Dia adalah anak gadis seorang hartawan, tidak mengerti urusan dunia persilatan, tidak mengenal dendam sakit hati. Saat itu Kwan Hui-tok dengan membawa tujuh delapan orang menyerbu ke dalam rumahnya dan menculik dirinya. Melihat sekawanan lelaki kekar berwajah kasar melarikan dirinya, ia terkejut bercampur ketakutan, ketika Kwan Hui-tok melihat dia mulai menangis, maka dengan suara lembut

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

katanya, ia bukan datang untuk mencelakai dia, tapi lantaran ayahnya pernah menodai ibunya, bahkan membuat ayahnya bunuh diri, maka ia khusus datang untuk balas dendam. Pada mulanya Ting Tong-ih merasa ketakutan, tapi setelah dibujuk dan dihibur dengan kata-kata lembut, entah mengapa rasa takutnya hilang seketika. Dia minta kepada Kwan Hui-tok jangan melukai ayahnya, tapi lelaki itu diam saja bahkan melamun. Dalam suasana begitulah mereka lewatkan malam itu. Hari kedua, Ting Soat-khi, yaitu ayah Ting Tong-ih, mengirim pasukan untuk mengepung mereka, ketika Kwan Hui-tok berusaha meloloskan diri dari kepungan, ternyata para pasukan itu berusaha juga menghabisi nyawa Ting Tong-ih. Dengan akibat menderita luka bacokan di sebelas tempat, akhirnya Kwan Hui-tok bersama anak buahnya mati-matian melindungi keselamatan jiwanya bahkan berhasil memukul mundur pasukan lawan. Pada mulanya Ting Tong-ih mengira ayahnya berniat membunuhnya karena menyangka dia sudah dinodai musuh, maka dia pun memohon kepada Kwan Hui-tok agar mengizinkan dia pulang. Karena menguatirkan keselamatan jiwanya, Kwan Hui-tok memutuskan untuk mengantar sendiri Ting Tong-ih pulang ke rumahnya. Saat itulah tanpa sengaja mereka telah mendengar pembicaraan antara Ting Soat-khi dengan istrinya. Ternyata Ting-hujin pun wanita yang dilarikan Ting Soatkhi. ayah kandung Ting Tong-ih, Ting Lan-lim tewas dibantai Ting Soat-khi, kemudian ia memaksa Ting-hujin untuk kawin dengannya. Karena kuatir putrinya dibunuh, akhirnya Ting-hujin dengan membawa serta putrinya menjadi istri Ting Soat-khi.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Saat mereka berdua tiba di depan rumah itulah Ting-hujin sedang merengek kepada Ting Soat-khi agar jangan membunuh Ting Tong-ih, tapi dengan alasan Ting Tong-ih telah dinodai para bandit, ia tak ingin kejadian itu menjadi bahan tertawaan rekan-rekan pejabat. Ting Tong-ih tak kuasa menahan diri, dia pun mencaci-maki Ting Soat-khi habis-habisan. Lantaran malu Ting Soat-khi menjadi naik pitam, ia segera menitahkan para jagonya untuk mengepung Kwan Hui-tok. Waktu itu kungfu yang dimiliki Kwan Hui-tok tidak terlampau hebat, sementara Ting Tong-ih pun belum mengerti silat, ketika Ting-hujin berusaha mencegah suaminya berbuat jahat, akibatnya dia malah mati terbunuh. Peristiwa ini membuat Kwan Hui-tok naik pitam, dalam pertarungan yang tak berimbang itu ia berhasil menghabisi nyawa Ting Soat-khi. Untung saudara-saudara Kwan Hui-tok tiba tepat waktu, mereka berhasil menyelamatkan Kwan Huitok dan Ting Tong-ih dari kematian. Berhubung Ting Soat-khi adalah seorang pejabat, maka peristiwa berdarah itu menjadi kejadian yang menghebohkan, perintah penangkapan disebarkan, mereka pun menjadi buronan negara. Karena menjadi yatim piatu, Ting Tong-ih pun memutuskan untuk turut bergabung dengan Kwan Hui-tok dan ikut mengembara dalam dunia persilatan. Pada mulanya Kwan Hui-tok tidak setuju, dia mengejek Ting Tong-ih yang dikatakan tak akan tahan hidup mengembara, akan tetapi hati kecilnya merasa berat untuk berpisah dengan gadis itu, akhirnya permintaan itupun dikabulkan. Suatu sore mereka tiba di sungai A-kong, saat itu pasukan pemerintah sudah hampir mencapai belakang mereka,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sementara Kwan Hui-tok pun tak mengerti cara berenang, maka ia perintahkan tukang perahu untuk mengangkut dulu Ting Tong-ih menyeberangi sungai. Untuk memudahkan perjalanan, di samping untuk mengelabui pengawasan para opas, Ting Tong-ih menyamar menjadi seorang pria dengan mengenakan topi lebar yang nyaris menutupi seluruh wajahnya, dengan dandanan ini siapa pun tak akan tahu kalau dia adalah seorang gadis. Di musim gugur arus sungai A-kong sangat deras, mereka harus menggunakan sampan untuk menyeberanginya, tapi ketika tiba musim dingin, di saat air sangat cetek, biasanya tukang perahu yang berpengalaman akan membopong tamunya untuk menyeberang. Karena waktu itu Kwan Hui-tok sedang dikejar para prajurit, kawanan tukang perahu itu tak berani membopong mereka menyeberangi sungai. Dalam cemas dan gusarnya Kwan Hui-tok segera mencengkeram seorang tukang perahu seraya membentak gusar, "Kau bersedia membopong tidak?" Tukang perahu itu tidak menjawab. Ting Tong-ih kuatir Kwan Hui-tok membuat gusar tukang perahu itu, maka segera dia memegangi bahu rekannya itu seraya berkata, "Toako, biar aku mengadu jiwa bersamamu di tempat ini." Saat itu angin amat deras, tapi peluh sebesar kedelai telah membasahi jidat Kwan Hui-tok, dengan jengkel ia mendepakkan kakinya berulang kali seraya berseru, "Kau tak pandai silat, mana mungkin... Pada saat itulah tiba-tiba tukang perahu itu berseru, "Biar aku bopong dia menyeberangi sungai." Sebetulnya Ting Tong-ih ingin mendampingi Kwan Hui-tok bertempur, terdengar tukang perahu itu berkata lagi, "Lebih

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

baik kau menyeberang dulu, dengan begitu baru ia bisa berkonsentrasi melawan musuh." Akhirnya sambil menyeberang dulu. menggigit bibir Ting Tong-ih

Arus sungai waktu itu sangat deras, tapi dengan mantap tukang perahu itu membawanya hingga mencapai tepi seberang, dia tiba di seberang dengan aman, Kwan Hui-tok pun bisa memusatkan perhatiannya untuk bertarung. Tak disangka peristiwa yang telah berlalu hampir sepuluh tahun lamanya kini disinggung kembali oleh Yan Yu-sim, yang lebih tak disangka adalah tukang perahu yang pernah membopongnya menyeberangi sungai waktu itu ternyata bukan lain adalah Yan Yu-sim. "Jadi tukang perahu itu adalah kau?" seru Ting Tong-ih tertegun. "Betul, memang aku," jawab Yan Yu-sim dengan mata berbinar, "waktu itu aku pun sedang menghindari pengejaran musuh tangguh sehingga harus menyamar menjadi tukang perahu. Tapi terus terang saja, meski penyaruanku bakal terbongkar pun aku tetap akan membantumu menyeberang." Kemudian dengan sorot mata yang lebih lembut daripada penampilannya di hari biasa, ia berkata lagi, "Saat itu, kau mengenakan topi lebar yang nyaris menutupi seluruh wajahmu, yang kelihatan hanya dagumu yang mungil, ketika kau sedang berbicara, aku dapat mengendus bau tubuhmu yang harum, kemudian sewaktu melihat lenganmu yang muncul dari balik baju begitu halus dan putih, aku segera tahu kalau kau adalah seorang wanita yang sedang menyaru." Menggunakan kesempatan itu Yan Yu-sim maju selangkah, tanpa sadar Ting Tong-ih menyurut ke belakang, tapi lantaran jalan darahnya tertotok, hanya sepasang matanya yang berkedip, sementara tubuhnya tak mampu bergerak.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terdengar Yan Yu-sim berkata lagi, "Nona Ting, maafkan aku, padahal waktu itu aku sudah tahu kalau kau adalah seorang wanita, saat itu arus sungai sangat deras, air telah membasahi kakimu, aku pun dapat melihat gaunmu basah, kakimu ikut terendam, karena kuatir kau terjatuh maka aku memegangi kakimu. Kemudian aku tak kuasa menahan diri. dengan janggutku kutusuk kakimu, tapi kau sama sekali tidak menampik, aku hanya merasa belakang kepalaku sangat hangat, setiap kakiku melangkah maju, air sungai terasa makin panas, aku merasa seakan-akan terjerumus ke dalam kubangan yang sangat dalam." Ting Tong-ih masih teringat semua kejadian yang dialaminya waktu itu, ia teringat betapa kuatnya arus sungai, dia pun melihat awan yang menyelimuti angkasa, tapi dia tak ambil peduli semua itu karena seluruh perhatiannya saat itu sedang tertuju pada pertempuran yang sedang berlangsung di tepi sungai. Dia pun merasa gaunnya basah, tapi dia tak ambil peduli, dia juga merasa kakinya panas, tapi ia tak berminat menengoknya. Dia tak menyangka kalau kejadian yang sebenarnya saat itu ternyata begitu. Waktu itu Ting Tong-ih baru saja hidup berkelana, ia belum mengerti ilmu silat. Waktu itu Kwan Hui-tok baru memimpin seribu orang anak buah, baru saja memperoleh sedikit nama besar. Sementara saat itu Yan Yu-sim dan Yan Yu-gi pun belum berhasil mempelajari ilmu pukulan mayat hidup yang ganas dan mematikan. Yan Yu-sim mempunyai watak yang jauh berbeda dengan Yan Yu-gi, kalau Yan Yu-gi cabul dan suka memperkosa, sebaliknya Yan Yu-sim meski suka perempuan namun belum pernah melakukan perbuatan cabul apalagi memperkosa.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Saat dia menggendong Ting Tong-ih menyeberangi sungai waktu itu dia pun merasa sangat terangsang, apalagi ketika melihat pahanya yang basah, pinggangnya yang ramping, tapi dia berkeras mempertahankan godaan perasaannya, dia hanya berjalan dan berjalan terus menyeberangi sungai. Akhirnya ia berhasil mencapai tepi seberang dan menurunkannya ke daratan. Ketika hembusan angin menyingkap gaunnya, ketika sinar matahari menyinari paha putihnya, Yan Yu-sim hanya berdiri sambil termangu. Waktu itu berbagai ingatan sudah berkecamuk dalam benaknya, beberapa kali dia ingin nekad melarikan perempuan itu, tapi dia pun kuatir perbuatannya justru menimbulkan rasa benci si nona terhadap dirinya. Sementara ia sangsi, tiba-tiba terlihat Ting Tong-ih sudah bersorak-sorai sambil berteriak kegirangan, "Kwan-toako, Kwan-toako Ternyata pertarungan di tepi seberang telah berakhir. Waktu itu Kwan Hui-tok sedang menyeberangi sungai. Yan Yu-sim tahu bahwa dia tak punya harapan, sebab dia sadar kungfunya bukan tandingan lawan. Tapi dia masih berusaha mengintip tubuh Ting Tong-ih yang montok, sambil menggigit bibir dan mengepal tinjunya ia berpikir, "Suatu hari nanti aku harus mendapatkan dirimu, suatu hari nanti aku harus mendapatkan kau." ooOOOoo 21. Lotoa Loji. Sampai dia berhasil menguasai ilmu tinggi, Yan Yu-sim belum pernah melupakan kisah pengalamannya di sungai A-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kong, ia sadar bahwa dirinya sudah jatuh hati terhadap gadis itu. Sampai belakangan ini, dalam suatu kesempatan yang tak terduga, ketika dia mengikuti Li Ok-lay Li-thayjin mengunjungi rumah pelacuran Kiok-hong-wan, baru diketahui kalau Lan Botan si bunga Botan biru ternyata adalah gadis yang diimpikan siang malam itu. Tapi gadis itu sama sekali tak mengenali dirinya lagi. Meskipun dalam hati kecilnya ia terkejut, namun perasaan itu tak diutarakan, sebab dia tahu Li-thayjin menganggap si bunga botan biru sebagai benda yang tak boleh dijamah siapa pun, namun Lu-thayjin pun kesemsem dengan kecantikannya. Berbicara dari status serta kedudukannya, baik terhadap Lithayjin maupun terhadap Lu-thayjin, dia sama sekali tak berani mengusiknya. Kemudian dia pun mendapat kabar kalau Kwan Hui-tok sudah dijebloskan ke dalam penjara, padahal terhadap tokoh pahlawan yang sangat disanjung gadis itu, ia menaruh rasa benci yang luar biasa, maka berulang kali ia mempersembahkan siasat kepada Li Wang-tiong, membuat pembesar itu menaruh rasa benci yang besar terhadap Kwan Hui-tok dimana pada akhirnya ia berusaha menghabisi nyawanya. Setelah Kwan Hui-tok tewas, Ting Tong-ih menyerbu ke dalam penjara, Yan Yu-sim pun tak tega menyaksikan gadis itu tertangkap, maka sambil berlagak turun tangan, diam-diam ia memberi petunjuk kepada Ting Tong-ih hingga berhasil melarikan diri. Kembali Yan Yu-sim menatap gadis itu dengan luapan cinta yang membara, ujarnya setengah emosi, "Nona Ting, sejak peristiwa penyeberangan di sungai A-kong, aku selalu ... selalu merindukan dirimu, siang kubayangkan malam kuimpikan ... masih ingat, suatu kali dalam mimpiku, aku

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menyaksikan kau ... kau sangat baik kepadaku, sambil tidur aku tersenyum, akhirnya senyum dan tawaku membangunkan Loji dari tidurnya, Loji pun segera membangunkan aku, sungguh waktu itu aku tak ingin mendusin dari tidurku, sebab begitu bangun, kau akan lenyap dari pandanganku, lenyap tak berbekas, maka aku melanjutkan tidurku, aku berharap bisa mendapat impian indah lagi, sayangnya... Dengan sedih dan masgul ia menambahkan, "Sayang aku tak pernah memimpikan dirimu lagi." Ting Tong-ih termenung beberapa saat lamanya, kemudian serunya cepat, "Bukankah aku ... aku sudah berada di hadapanmu sekarang?" "Benar, kau memang berada di hadapankugumam Yan Yusim. Ting Tong-ih berusaha keras menenangkan hatinya, kembali ia berkata, "Aku berada di hadapanmu, bukankah semuanya sudah bagus?" "Kau sudah berada di hadapanku, semuanya sudah bagus... aah tidak, tidak mungkin!" seru Yan Yu-sim dengan mata melotot. "Kenapa tidak mungkin?" diam-diam Ting Tong-ih mulai gelisah, "bukankah aku telah berada di hadapanmu? Semua ini kenyataan!" "Kau tak mungkin bersikap baik terhadapku!" sambil menutupi wajah sendiri Yan Yu-sim nyaris sesenggukan. "Kenapa aku tak mungkin bersikap baik kepadamu? Bukankah aku sangat baik kepadamu?" Perlahan-lahan Yan Yu-sim menurunkan kembali tangannya. "Kau... apakah kau akan bersikap sebaik dalam impianku itu?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bagaimana sih sikapku di dalam impianmu?" tanya Ting Tong-ih sambil tersenyum. Tapi begitu melihat sorot mata Yan Yu-sim, ia segera mengerti apa yang terjadi. Bagaimanapun dia sudah bukan seorang gadis kecil yang tak berpengalaman, apalagi kehidupannya dalam rumah plesiran Kiok-hong-wan membuat perempuan ini semakin paham akan seluk-beluk hubungan laki perempuan. Sebagai seorang wanita, dia bukannya tak punya rasa jengah, hanya saja sikapnya jauh berbeda dengan sikap wanita kebanyakan. Terdengar Yan Yu-sim bergumam lagi, "Kau... benar-benar akan bersikap baik seperti dalam... dalam impianku?" Ting Tong-ih manggut-manggut. Tiba-tiba sorot mata Yan Yu-sim berubah tajam lagi, ia menyapu sekejap wajah Ko Hong-liang dan Tong Keng, kemudian serunya penuh emosi, "Tapi kau... kau pasti meminta kepadaku untuk membebaskan mereka bukan?" Kembali Ting Tong-ih mengangguk, meski bola matanya sedang memandang ke arahnya, namun kerlingan matanya sangat menawan hati. Yan Yu-sim menghela napas panjang. "Tapi... aku tak bisa membebaskan... tidak, aku tak bisa membebaskan mereka!" "Cepatan sedikit, lihat, minyak lentera sudah hampir habis." Segera Yan Yu-sim menambah minyak pada lentera itu, setelah cahaya api menjadi terang kembali, ia berpaling memandang Ting Tong-ih, tapi dengan cepat ia tertegun setelah menyaksikan raut muka gadis itu. Ternyata Ting Tong-ih sedang mengernyitkan sepasang alis matanya yang lembut dan melengkung itu, seolah-olah dia sedang memikirkan sesuatu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Seketika itu juga Yan Yu-sim merasa hatinya bergolak keras, sekalipun tubuh indah yang diimpikan siang malam masih jauh dari hadapannya, namun dia seperti sudah merasakan kelembutan dan hawa hangat tubuhnya, merasakan pula lelehan keringat serta getaran lirih badannya. Untuk sesaat Yan Yu-sim tak kuasa menahan rangsangan birahi yang menggelora dalam hatinya. Tiba-tiba Ting Tong-ih berbisik lagi, "Ada satu hal aku tak tahu harus memberitahukan kepadamu atau tidak." "Ehmm?" untuk sesaat Yan Yu-sim tidak memperhatikan apa yang dikatakan gadis itu. Perlahan Ting Tong-ih mendongakkan kepala, dengan sorot mata sendu, sayu dan penuh kepedihan ia berkata, "Selama hidup mengembara dalam dunia persilatan, pernahkah kau berpikir untuk menikah, mempunyai anak, membangun keluarga dan meneruskan sisa hidupmu dengan aman tenteram?" Yan Yu-sim tertegun, selama puluhan tahun hidup berkelana dalam dunia persilatan, kini usianya sudah mendekati empat puluh tahun, cahaya golok bayangan pedang mana yang tak pernah dijumpai? Kesengsaraan, penderitaan mana yang belum pernah dialami? Tapi belum sekali pun ia memikirkan masa depannya, dia pun belum pernah membayangkan untuk hidup tenteram sambil mengasuh anak cucu. Berkilat sepasang matanya setelah mendengar ucapan itu, tiba-tiba ia menggenggam tangan Ting Tong-ih, lalu bisiknya, "Nona Ting, kawinlah denganku... "Kau tidak malu mempersunting seorang wanita yang sudah bertubuh rongsok macam aku kata Ting Tong-ih sambil menundukkan kepalanya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tidak, sama sekali tidak malu," tukas Yan Yu-sim sebelum gadis itu menyelesaikan perkataannya, "kenapa aku mesti malu? Kenapa aku mesti keberatan Sejujurnya dia memang tak ambil peduli tentang persoalan itu. Ting Tong-ih bersandar di sisi dinding dengan perasaan lelah, karena tangannya digunakan untuk menahan kepala, ujung bajunya segera melorot ke bawah hingga batas ketiak, lengannya yang putih halus pun seketika muncul di depan mata, membuat siapa pun yang memandang menjadi terangsang, terpesona dibuatnya. "Tapi ... kalau kita menikah, belum tentu kehidupan kita bisa dilalui dengan gembira dan tenteram "Kau merasa malu kawin denganku?" berubah paras muka Yan Yu-sim. Ting Tong-ih tertawa. "Cepat bebaskan dulu totokan jalan darahku," pintanya. Seandainya Ting Tong-ih mengumbar janji, bisa jadi secara bodoh Yan Yu-sim akan membebaskan jalan darahnya, seandainya Ting Tong-ih memancingnya disertai rayuan, bisa jadi Yan Yu-sim akan membebaskan jalan darahnya, tapi Ting Tong-ih tidak berbuat begitu, mula-mula dia membangkitkan dulu perasaan cinta Yan Yu-sim dengan ucapan kemudian memberikan pukulan secara diam-diam, setelah itu baru mengajukan permintaan, hal ini membuat Yan Yu-sim percaya bahwa permintaan yang diajukan gadis itu merupakan satu tindakan yang seharusnya dilakukan, membebaskan totokan jalan darahnya pun merupakan satu hal yang wajar. Namun dia hanya membebaskan jalan darah kaku serta jalan darah di tangan kirinya, sementara sepasang kaki serta lengan kanannya masih tetap tak bisa digerakkan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kemudian Yan Yu-sim menarik sesuatu benda yang berada di dasar buli-buli, Ting Tong-ih seketika merasakan belenggu di tubuhnya mengendor. Ternyata kemampuan benda itu memang luar biasa hebatnya. Ting Tong-ih merasakan tubuhnya yang terbelenggu sama sekali tidak meninggalkan bekas apa-apa, dia pun tidak merasa peredaran darahnya tersumbat ataupun merasa linu dan sakit, diam-diam ia terkejut bercampur keheranan. Ketika berpaling memandang ke arah Ko Hong-liang dan Tong Keng, tampak kedua orang itu masih tetap tergeletak di tanah dalam keadaan tak sadarkan diri. Perlahan-lahan ia membenahi rambutnya yang kusut, kemudian katanya, "Di depan mata saat ini terdapat sejumlah harta, asal kau bisa mendapatkannya maka kita berdua bisa segera kabur ke ujung dunia." "Maksudmu... "Uang kawalan bisik Ting Tong-ih sambil menggunakan dagunya menunjuk ke arah Ko Hong-liang dan Tong Keng yang tergeletak di tanah. "Haah, tak heran, tak heran... "Tak heran apa?" "Tak heran Li-thayjin begitu panik dan ribut karena persoalan ini, tampaknya dia memang sengaja membesarkan masalah yang sebenarnya cuma urusan kecil, ternyata ... ternyata uang kawalan itu belum hilang!" Ting Tong-ih tersenyum, dengan lagak kelelahan dia sengaja memicingkan sebelah matanya sambil bergumam, "Coba pikirkan lagi ... lima belas juta tahil emas murni, wouw.. jumlah yang menggiurkan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Lima belas juta tahil emas murni... Yan Yu-sim mulai bergumam. "Lima belas juta tahil emas murni ... jumlah yang cukup bagi tiga generasi kita hidup makmur!" Yan Yu-sim tertegun beberapa saat lamanya, kemudian katanya, "Ya, bisa membeli banyak gedung mewah, dapat menikmati hidangan lezat setiap hari, dapat memelihara banyak anak Kemudian dengan sorot mata berkilat serunya, "Cepat katakan! Uang kawalan itu berada dimana?" Ting Tong-ih segera mencibirkan bibirnya. "Galak amat sih kamu ini, aku toh hanya bermaksud baik kepadamu, aku hanya ingin kau turut mengetahui rahasia ini, memangnya kau hendak memaksa aku buka suara?" Yan Yu-sim segera menyadari kekasaran dan keberangasan diri, segera serunya, "Nona Ting, maafkan aku, tolong katakan dimana uang kawalan itu disimpan, asal bisa kudapatkan uang itu, kita bisa segera kabur ke ujung dunia." "Soal ini... Ting Tong-ih menggigit bibirnya yang basah. "Nona Ting, darimana kau mengetahui rahasia ini?" tibatiba Yan Yu-sim bertanya lagi. Ting Tong-ih tertawa. "Uang kawalan itu memang tak pernah hilang, Ko-kokcu memang sengaja menyembunyikannya untuk digunakan sendiri; aku adalah komplotannya, masa tidak tahu!" "Aah, betul, betul, betul, aku memang goblok," seru Yan Yu-sim sambil memukul kepala sendiri, "kenapa tidak terpikir olehku ... lantas uang kawalan itu ...? "Bimbing aku lebih dulu," tukas Ting Tong-ih kemalas malasan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Segera Yan Yu-sim membimbing gadis itu bangkit dari lantai, ketika tangannya menyentuh kulit badan si nona yang halus, lembut dan harum baunya, Yan Yu-sim segera merasakan kepalanya pusing seperti orang mabuk. "Sekarang bimbinglah aku ke pintu, ambil lampu," ujar Ting Tong-ih lagi. Yan Yu-sim membimbing Ting Tong-ih menuju ke depan pintu, cahaya lentera segera menerangi suasana gelap di luar sana. Ting Tong-ih segera menuding ke arah depan, mengikuti arah yang ditunjuk, Yan Yu-sim memandang ke muka, pada jarak dua puluhan depa di depan situ lamat-lamat ia menyaksikan ada cahaya api, di antara hembusan angin malam terendus bau ampas tahu yang sangat menyengat. Karena tak melihat dengan jelas, Yan Yu-sim mengangkat lenteranya lebih ke atas. "Dimana?" tanyanya. Ting Tong-ih mundur selangkah dengan bahu kiri bersandar pintu, sementara sepasang matanya mengawasi dengan tajam titik kelemahan di bawah ketiak Yan Yu-sim. Titik kelemahan itu merupakan sebuah jalan darah kematian. "Dipendam di situ!" ujar Ting Tong-ih lagi dengan tenang. Kembali Yan Yu-sim menggeser badannya, kini jalan darah Coan-sim-hiat di bawah ketiaknya semakin terbuka. "Aneh," gumamnya, "kenapa bisa secara kebetulan dipendam di sini?" Diam-diam Ting Tong-ih menghimpun tenaga dalamnya ke jari tangan kanan, dengan berlagak seakan tak ada kejadian apa-apa jawabnya, "Kenapa tidak mungkin? Ko-kokcu dan Tong-piauthau justru berusaha keras kembali ke Cing-thian,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

apa lagi tujuannya kalau bukan untuk menggali harta kawalan itu?" Yan Yu-sim menjulurkan kepalanya keluar, dengan nada tulus ujarnya sepatah demi sepatah, "Nona Ting, apapun yang kau ucapkan, aku selalu percaya kepadamu, biar mesti mati di tanganmu pun aku rela, aku bersedia." Sebetulnya waktu itu Ting Tong-ih sudah siap turun tangan, hatinya bergetar keras setelah mendengar ucapan itu. Dia mencoba menengok ke arah orang itu, tampak Yan Yu-sim dengan memegang lentera sedang mengawasi luar pintu, sinar yang redup menyinari punggungnya yang bungkuk, meski kelihatan amat buruk, tapi entah mengapa dia malah tak tega turun tangan. Sementara dia masih ragu, Yan Yu-sim sudah berpaling kembali, titik kelemahan yang terbuka pun kembali hilang. Ting Tong-ih sadar, sekalipun berada di waktu biasa, belum tentu dia mampu menandingi orang ini, apalagi sekarang, selain sebagian jalan darahnya masih tertotok, dalam ruang lain pun masih terdapat Yan Yu-gi. Tampak sepasang mata Yan Yu-sim berbinar-binar, dengan luapan rasa terima kasih katanya, "Terima kasih banyak nona Ting, terima kasih banyak, aku harus memberitahu kabar ini kepada Loji, aku harus memberitahu dia lebih dulu." Ting Tong-ih tahu, apabila gembong iblis itu keluar, bisa jadi nona kecil si Ikan rebus tak bisa lolos dari nasib tragis, segera cegahnya, "Jangan, lebih baik hanya kita berdua yang mengetahui rahasia ini, apalagi bila dia sampai tahu, bukankah kita mesti membagi satu bagian kepadanya?" Tertegun Yan Yu-sim setelah mendengar perkataan itu, menyusul kemudian ia mendongakkan kepala lagi, perlahanlahan sorot matanya berubah dingin membeku.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ting Tong-ih tertawa paksa, katanya, "Aku berbuat begini demi... Yan Yu-sim menggeleng. "Aku boleh saja berbohong kepada orang lain, tapi aku tak akan membohongi adik kandungku sendiri." Habis berkata tiba-tiba ia turun tangan. Ting Tong-ih hanya merasakan pandangannya kabur, tahu-tahu jalan darahnya sudah tertotok, sekalipun tak sampai kehilangan kesadaran. Dengan cepat Yan Yu-sim menyambar pinggangnya dan berkata lembut, "Kau tak usah takut, setelah selesai kubicarakan masalah ini dengan Jite, kita gali emas murni itu dan hidup bersama dengan riang." Seketika itu juga Ting Tong-ih merasa menyesal, rasa menyesal yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Garagara tak tega, dia bukan saja telah merusak seluruh rencananya bahkan bisa jadi akan mengorbankan nyawa Ko Hong-liang serta Tong Keng. Pada saat itulah terdengar Yan Yu-sim berseru, "Loji, apakah kau sudah merasa agak baikan?" "Aku ada di sini," mendadak seseorang menjawab dari belakang tubuhnya dengan nada dingin. Dengan perasaan terkejut Yan Yu-sim berpaling, ternyata Yan Yu-gi sudah berdiri hanya lima langkah di belakang punggungnya. "Loji" seru Yan Yu-sim girang, "ternyata uang pajak yang dikawal Sin-wi-piau-kiok tidak hilang, tapi dipendam di sebuah tempat di depan sana." Dengan sinar mata setajam sembilu Yan Yu-gi menatap Ting Tong-ih sekejap, dengusnya ketus, "Kau jujur?" Terpaksa Ting Tong-ih mengangguk.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kalau begitu kita... agak ragu Yan Yu-gi berpaling memandang wajah saudaranya. "Emas itu... Yan Yu-gi segera melakukan gerakan tangan seolah-olah sedang menyembelih manusia. Melihat itu Yan Yu-sim tertawa aneh, Yan Yu-gi pun ikut tertawa aneh, mereka berdua mulai tertawa terbahak-bahak, menyusul kemudian tertawa terpingkal-pingkal hingga membungkukkan badan, tertawa hingga napasnya tersengalsengal. "Kita ... tak usah menahan ... rasa dongkol lagi serunya gemetar. "Lima belas juta tahil emas ... lebih dari cukup buat kita untuk hidup makmur Mereka mulai berangkulan, mulai berpelukan sambil tertawa keras. "Lotoa!" seru Yan Yu-gi kemudian. "Ada apa?" "Lima belas juta tahil emas bukan jumlah yang kecil "Tentu saja bukan jumlah yang kecil," sahut Yan Yu-sim sambil tergelak, "coba lihat, kau sudah mulai bingung saking gembiranya!" "Sayangnya, kau tak punya kesempatan untuk menikmati uang itu," lanjut Yan Yu-gi. Sementara Yan Yu-sim masih tertegun, sepasang lengan Yan Yu-gi yang sedang memeluk saudaranya itu menjepit lebih kuat lagi, kemudian bagaikan sepasang jepitan baja ia jepit sepasang lengan saudaranya, mengerahkan tenaga dan terdengarlah suara tulang lengan yang patah. Bukan hanya patah, menyusul kemudian terdengar lagi suara gemerutukan nyaring, setiap bagian lengannya yang patah kembali hancur berkeping-keping.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau... jerit Yan Yu-sim kesakitan, wajahnya berubah menjadi merah. Menyusul kemudian terdengar lagi suara gemerutukan nyaring, tulang iganya mulai patah satu demi satu, lalu tulang dada, tulang pinggul ... semburan darah segar ikut muncrat keluar dari mulutnya. Yan Yu-sim menjerit keras, ia menjerit bagai suara lolongan serigala menjelang maut, sekuat tenaga dia meronta. Sungguh dahsyat tenaga rontaan itu, Yan Yu-gi muntah darah, tapi dia sama sekali tak berbicara, ilmu mayat hidupnya dikerahkan sepenuh tenaga untuk menghajar tubuh Yan Yusim. "Pleetakk ... !", tulang punggung Yan Yu-sim patah jadi dua. Kini Yan Yu-sim sudah tak sanggup mengendalikan tubuhnya lagi, ia terjatuh ke belakang. Kembali Yan Yu-gi menjepit jalan darah Tay-yang-hiat di kening kiri kanannya sambil memuntir dengan kuat, "Pleetak...!", sekali lagi terdengar suara tulang patah. Ternyata tulang tengkuk Yan Yu-sim sudah hancur berantakan. Sekalipun sudah berada dalam kondisi parah, Yan Yu-sim tidak tinggal diam, dengan mengerahkan sisa tenaga yang dimilikinya dia melancarkan serangan terakhir. Dengkulnya langsung menyodok ke lambung Yan Yu-gi. "Duuuk!", begitu sodokan bersarang telak, Yan Yu-gi mundur dengan sempoyongan. Yan Yu-sim berusaha meronta dengan sepenuh tenaga, tapi sayang dia sudah kehilangan tulang punggung, kepalanya sudah melengkung ke belakang nyaris menempel tanah,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kemudian tulang lehernya ikut patah, maka sepasang matanya dapat melihat telapak kaki sendiri. Sorot mata dan kulit wajahnya mendadak mengejang keras, mengejang aneh, sayang itupun tidak berlangsung lama, setelah menengok Ting Tong-ih untuk terakhir kalinya, batok kepala itupun menyentuh tanah, kaki tak mampu berdiri tegak dan seluruh badannya terjerembab mencium bumi. Mungkin sesaat menjelang ajalnya dia masih ingin mengucapkan sesuatu, sayang dia sudah tak sanggup bicara lagi. ooOOOoog 22. Gelembung Air Kecil. Ting Tong-ih ingin menjerit, namun tak sepotong suara pun yang bisa diucapkan. Sambil memegangi lambung sendiri Yan Yu-gi berdiri terengah-engah, lama sekali dia mengawasi mayat Yan Yu-sim sebelum napasnya tenang kembali. Sambil menuding mayat saudaranya, ia berseru, "Kau itu manusia macam apa? Hmm, jangan disangka karena kau adalah saudara kandungku maka kau bisa mencari untung sendiri! Mencuri ilmu pukulan mayat hidup adalah ideku, kalau tidak, mana mungkin kau bisa memiliki kungfu seperti hari ini? Kabur dari benteng keluarga Yan pun merupakan usulku, kalau tidak, kau sudah lama mampus dalam keluarga Yan! Membuat kekacauan dalam benteng keluarga Yan sehingga kita punya peluang untuk kabur pun merupakan usulku, tanpa aku, kau sudah lama mampus! Tapi kau selalu mendapat bagian lebih banyak Makin bicara semakin naik darah, kembali umpatnya, "Kitab ilmu pukulan kau ikut mendapat bagian, bahkan berhasil melatih jauh lebih baik ketimbang aku! Status, posisi dalam

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

masyarakat kau pun jauh lebih tinggi ketimbang aku, nama, keuntungan materi, kau selalu mendapat lebih banyak ketimbang aku, padahal jasaku yang paling banyak, pengorbananku juga lebih banyak, tapi dalam semua hal mesti berbagi denganmu. Sekarang kau bakal memperoleh uang emas dalam jumlah besar, atas dasar apa kau ingin berbagi keuntungan denganku Dia berjalan mendekati jenazah Yan Yu-sim, lalu ditendangnya kuat-kuat sambil teriaknya, "Kau sangka aku tidak mendengar semua pembicaraanmu dengannya? Kau anggap aku tidak menaruh perhatian? Sebetulnya kau berencana melahap sendiri harta karun itu lalu kabur dari situ, sekarang kau sudah punya wanita, apakah kau bakal memperhatikan adikmu lagi? Sekarang kau tidak mengkhianatiku, bukan berarti lain waktu tak bakal membunuhku, sekalipun kau tak ingin membunuhku, sudah pasti kau akan mendengarkan omongan perempuan iblis itu untuk mencelakai.aku! Siapa turun tangan lebih dulu, dialah yang kuat, siapa yang terlambat dia akan celaka! Kaulah yang memaksa aku membunuhmu, kau ... kau tak usah dendam dan marah kepadaku!" Sekali lagi dia menginjak batok kepala Yan Yu-sim, serunya lagi, "Sudah kau dengar? Jangan salahkan aku atas kematianmu! Jangan salahkan aku Terdengar suara gemerutuk yang amat nyaring, batok kepala Yan Yu-sim sudah diinjaknya kuat-kuat hingga hancur, bahkan dia masih menginjak terus hingga terbenam ke dalam tanah. Kini Yan Yu-gi merasakan hawa darah dalam dadanya bergolak keras, pandangan matanya berkunang-kunang dan kepalanya amat pening, tenaga pukulan terakhir yang dilancarkan Yan Yu-sim menjelang ajalnya telah meninggalkan luka yang cukup parah di tubuhnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kemudian setelah memaksakan diri menarik napas panjang dan menenangkan hati, ia tuding Ting Tong-ih sambil teriaknya, "Sekarang juga aku akan mulai menggali, jika emas kutemukan maka sekembalinya kemari, aku akan bersenangsenang dulu denganmu, lalu bersenang lagi dengan bocah perempuan itu ... tapi jika tak kutemukan emasnya... Sambil tertawa dingin ia berjalan keluar ruangan, Ting Tong-ih ikut tertawa dingin. Angin malam terasa sangat dingin, angin di saat berakhirnya malam memang paling dingin, kabut pun tampak paling tebal. Yan Yu-gi yakin bahwa Ting Tong-ih tak bakal berbohong, sebab dari sikap Li Ok-lay yang mengirim begitu banyak jago untuk menyelesaikan persoalan ini, ia dapat menyimpulkan pengiriman uang pajak itu sudah menimbulkan masalah besar. Lima belas juta tahil emas murni yang seharusnya disetorkan ke pihak kerajaan, sekarang akan dipersembahkan kepada dirinya, siapa yang tidak tertarik? Mata siapa yang tidak berubah merah karena iming-iming itu? Yan Yu-gi merasa kepalanya sedikit pening, tapi dia berusaha mempertahankan diri, berusaha melangkah maju ke depan. Tiba-tiba ia merasa kakinya menginjak sesuatu yang lembek, sesuatu yang mengeluarkan bunyi aneh. Ia merasa tanah yang diinjaknya sangat lembut, sangat empuk ... aneh, kenapa permukaan tanah bisa begitu empuk, begitu lembek? Dia mengira badannya sedang limbung, kepalanya sedang pening karena luka yang dideritanya, maka lagi-lagi dia maju beberapa langkah. Tiba-tiba ia merasa sepasang kakinya diisap masuk ke dalam lumpur, dalam waktu singkat mata kakinya sudah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

amblas ke bumi, ternyata tempat dimana ia berada sekarang adalah sebuah kubangan lumpur yang mengisap. Ingatan pertama yang melintas dalam benaknya adalah dia harus melewati tempat ini dengan gerakan tercepat dan mencapai tempat penyimpanan harta karun itu. Maka cepat dia mencabut kakinya dan berlarian ke depan dengan gerakan kilat. Seringkali mati hidup seseorang hanya diputuskan dalam ingatan sesaat, begitu tubuhnya bergerak ke muka, ia segera tahu bahwa arah yang dituju adalah sebuah rawa-rawa berlumpur yang menghanyutkan, bahkan waktu itu lumpur basah telah membenamkan kakinya hingga sebatas lutut. Seandainya saat itu dia segera berlari balik, maka dengan mengandalkan kekuatan tubuh yang dimiliki, mungkin masih ada kesempatan hidup baginya, tapi waktu itu dia bukannya sedang takut, sebaliknya malah benci dan sakit hati, ternyata wanita bejad itu sedang membohonginya! Dia pun sedang menyesal, kenapa gara-gara sepatah ucapan bohong, dia telah menghabisi nyawa Lotoa! Pikirannya semakin bimbang, benarkah harta karun itu disembunyikan di depan sana? Karena keraguan dan kesangsian inilah dia harus mempertaruhkan nyawanya! Kini lumpur sudah menenggelamkan pinggulnya. Ia berpeluk nyaring, dengan mengandalkan ilmu silatnya yang hebat dia ingin melambung ke udara. Tapi sayang isapan lumpur itu sangat kuat dan liat, begitu dia mengerahkan tenaga dalamnya, daya isap lumpur itupun semakin menguat, sekarang tubuhnya sudah tenggelam hingga batas pinggang. Tak terlukiskan rasa takut dan ngeri yang mencekam hatinya sekarang, bagaimanapun juga dia adalah seorang jago persilatan yang banyak pengalaman dan luas pengetahuannya, dengan menghimpun seluruh kekuatan yang

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dimiliki, sekuat tenaga ia menggerakkan badannya, selangkah demi selangkah berbalik ke arah daratan. Pada saat itulah cahaya obor kembali menerangi seluruh angkasa, menyusul suara teriakan berkumandang dari empat penjuru. Penduduk desa sambil mengangkat obor tinggi-tinggi meluruk datang dari empat penjuru dan mengepung sekeliling tempat itu, ada yang memakai batu cadas, ada yang memakai senjata tajam, semua benda yang mereka temukan di situ segera digunakan untuk menimpuk Yan Yu-gi. Bila berada dalam keadaan biasa, tentu saja Yan Yu-gi tak perlu merasa takut, tapi sekarang lumpur telah menggenang hingga dadanya, bahkan tubuhnya masih tenggelam terus ke bawah. Maka tak ampun setiap timpukan benda yang diarahkan ke tubuhnya segera menghajar wajah, kening dan tubuhnya secara telak, darah segar mulai bercucuran membasahi mukanya. Penduduk desa amat benci dengan kekejamannya, mereka masih menimpuk tiada hentinya, malah para pemuda desa mulai menggunakan katapel untuk menimpuknya dengan batu cadas yang besar dan keras. Yan Yu-gi sama sekali tak sanggup menghindar, lagi-lagi kepalanya tertimpuk secara telak. Kini lumpur sudah menggenangi kepalanya. Saking takut dan ngerinya dia mulai menangis, mulai berteriak minta tolong, sayang caci-maki dan kata umpatan yang dilontarkan penduduk desa telah menenggelamkan suaranya. Semakin Yan Yu-gi berteriak, lumpur semakin cepat menenggelamkan tubuhnya, kini air lumpur sudah mulai mengalir masuk ke dalam mulutnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu mulutnya tersumbat lumpur, tubuhnya semakin cepat tenggelam ke bawah, dalam waktu singkat tinggal beberapa lembar rambutnya yang masih kelihatan di atas permukaan. Kemudian gelembung kecil dan buih mulai bermunculan di atas permukaan lumpur, diikuti sebuah pusaran kecil, tubuh Yan Yu-gi lenyap ditelan bumi. Pusaran dan gelembung mulai menyatu, berubah menjadi sebuah buih yang besar, kotor dan kental, "Blupp!", buih-buih itu pecah dan hilang, permukaan kubangan lumpur pun pulih kembali dalam ketenangan. Para penduduk desa masih berdiri di tepi rawa sambil mencaci-maki dengan sumpah serapahnya, hingga seseorang berseru, "Cepat tolong orang dalam rumah!" Semua orang baru teringat akan hal ini dan segera menerobos masuk ke dalam rumah. Tapi bukan pekerjaan yang gampang bagi penduduk desa untuk membebaskan Ko Hong-liang, Tong Keng serta Ting Tong-ih dari pengaruh totokan, bahkan tabib desa pun tak sanggup melakukannya. Masih untung Ting Tong-ih berada dalam kondisi sadar, sekalipun tubuhnya tak mampu bergerak, tapi ia bisa memberi petunjuk kepada para penduduk desa guna menusuk beberapa bagian jalan darah Ko Hong-liang yang tertotok dengan benda tumpul. Setelah berusaha cukup lama, akhirnya Ko Hong-liang berhasil terbebas dari pengaruh totokan, dengan sendirinya jalan darah Ting Tong-ih serta Tong Keng yang tertotok pun sudah bukan menjadi persoalan. Diam-diam Ting Tong-ih menyimpan buli-buli sakti itu, kemudian menyerahkan seluruh uang yang dimiliki kepada bocah perempuan yang cantik itu, dia pun berterima kasih

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kepada penduduk desa yang telah menyelamatkan mereka, bahkan berpesan agar segera mengubur mayat-mayat di situ dan tak perlu melapor ke petugas keamanan. Para penduduk desa segera menyanggupi, mereka memang tidak berharap kedatangan para petugas keamanan, karena itu mereka pun tak ingin menambah masalah bagi dusunnya. Segera mereka pun meninggalkan dusun itu, Tong Keng berjalan lebih dulu di depan dengan langkah lebar, melihat itu segera Ting Tong-ih memperingatkan, "Hati-hati, jangan sampai terinjak di rawa-rawa lumpur!" "Jangan kuatir," jawab Tong Keng cepat, "aku hapal sekali dengan wilayah sini, tempat ini dinamakan Siau-kun-sui (gelembung air kecil), asal kita sudah menguasai medan, dengan sendirinya tak akan salah berpijak." "Aaah benar," seru Ko Hong-liang pula, "nona Ting tidak menguasai keadaan medan di seputar sini, bagaimana ceritanya hingga kau berhasil menggiring bajingan itu tercebur ke dalam kubang lumpur?" "Sejak ditawan dalam rumah itu, secara diam-diam aku sudah memperhatikan keadaan medan di seputar situ, suara letupan buih dan lumpur panas sempat menarik perhatianku. Kemudian aku sempat membisikkan sesuatu ke telinga saudara yang gemuk itu menjelang lari dari situ, aku bilang kalian bukan tandingan kedua orang ini, cepat kabur dari sini. Tolong lapisi kubangan lumpur di depan rumah dengan rerumputan, lalu cepatlah bersembunyi, aku akan memancing kawanan bajingan itu terjerumus ke dalam kubangan itu. Tak nyana lelaki gemuk itu memang sangat cekatan, dia telah membantu kita melakukan persiapan yang matang, karena itulah aku berhasil memancing bajingan itu masuk ke dalam perangkap."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kemudian setelah tertawa ujarnya, "Sebelum melakukan semua ini, dalam hati aku berdoa kepada Kwan-toako, sekarang kita berhasil sukses, sudah pasti arwahnya di alam baka yang telah melindungi kita semua." Dalam keheningan yang mulai mencekam, terdengar Tong Keng bergumam, "Entah bagaimana dengan keadaan opas Leng?" "Menurut pendapatku," kata Ko Hong-liang yakin, "ilmu silat yang dimiliki opas Leng masih jauh di atas kemampuan Ni Jian-ciu, dia tak bakal mengalami apa-apa, cuma... Sesudah menghela napas, lanjutnya, "Setelah keonaran yang dilakukan dua manusia bedebah ini hingga menyebabkan jatuhnya beberapa korban, penduduk desa di seputar sini pasti akan menaruh sikap antipatik terhadap orang-orang yang dikirim pihak pemerintah, terutama terhadap orang luar, bisa jadi mereka akan memasang sikap permusuhan." "Yang patut dikasihani adalah nasib keluarga A-lay sambung Ting Tong-ih sambil menghela napas pula. "Nona cilik yang bernama Ikan rebus itu yang paling mengenaskan nasibnya," sambung Ko Hong-liang, "seandainya perusahaan Sin-wi-piau-kiok milikku masih berdiri, sudah pasti akan kubawa pulang dua bersaudara itu "Yang aku kuatirkan adalah selama hidup dia tak akan bisa melupakan peristiwa yang dialaminya malam ini Kini mereka dalam perjalanan menuju ke kota Cing-thian. Dalam keremangan fajar yang hampir menyingsing, Ko Hong-liang balik ke perusahaan ekspedisinya untuk berpamitan dengan keluarganya, Tong Keng pun pergi berpamitan dengan kedua orang tuanya, bagaimana dengan Ting Tong-ih? Kedatangannya ke kota Cing-thian adalah untuk mencari adik kandung Kwan Hui-tok yang konon bersekolah di sebuah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sekolah kenamaan di kota itu, dia berniat mempersiapkan sesuatu bagi Kwan Siau-ci sebelum pergi berkelana dalam dunia persilatan. Jarak sejauh tiga puluhan li sebenarnya bukan jarak yang terlalu jauh bagi Leng-hiat, sebenarnya ia bisa mencapai wilayah Siau-kun-sui dalam waktu singkat, tapi sayang opas kenamaan ini tidak kenal jalan. Apalagi menempuh perjalanan di tengah malam yang gelap dan medan yang sangat berbahaya, kendatipun ia memiliki kepandaian silat yang lebih hebat juga tak sanggup bergerak lebih cepat lagi. Ketika tiba di wilayah 'gelembung air kecil', langit sudah terang benderang, ia menjumpai penduduk dusun sedang mengubur bebeberapa sosok mayat, satu di antaranya sedang ditendang, diinjak dan disumpahi banyak orang. Ternyata mayat yang sedang dihina itu adalah mayat Yan Yu-sim. Leng-hiat amat terperanjat, dia tahu dengan kemampuan yang dimiliki penduduk dusun itu tak nanti mereka sanggup menghadapi dua bersaudara Yan, segera dia maju mendekat sambil mencari berita. Seandainya ia tidak bertanya, mungkin keadaan masih mendingan, gara-gara peristiwa yang menimpa dusun mereka semalam, orang-orang dusun itu sudah menaruh sikap permusuhan terhadap setiap orang asing, ketika melihat Leng hiat menggembol pedang dan bertanya panjang lebar, hampir saja mereka maju mengerubutnya. Bagaimanapun Leng-hiat berusaha memberi penjelasan, orang-orang dusun itu tak mau mendengarkan, sementara dia pun tak ingin melukai orang tak berdosa, hal ini membuatnya menjadi tertegun beberapa saat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba seseorang maju mendekat sambil mengguyurkan seember air kotor ke atas kepalanya sembari mengumpat, "Kalian kawanan petugas keamanan memang kaum bedebah, sudah memaksa kami membayar pajak, sekarang minta kami membayar lagi dengan alasan uang pajak itu hilang, memangnya kalian anggap kami bukan manusia? Setiap hari kami bekerja di sawah, mandi peluh, memeras keringat, untuk makan keluarga pun tak kenyang, eeeh, kalian datang merampoknya. Kalian gunakan uang keringat kami untuk apa? Membunuh orang? Perang dengan negara tetangga? Membangun istana? Pesta pora? Manusia bedebah, kalian semua memang bukan manusia!" Leng-hiat ingin memberi sedikit uang kepada penduduk dusun itu, siapa tahu si gendut membentak, "Aaah, kau pura pura baik, kucing menangisi tikus!" Baru saja akan mengayunkan tongkatnya, tiba-tiba terdengar seseorang membentak, "Engkoh gendut, tunggu sebentar!" Leng-hiat seketika tertegun, ternyata yang muncul adalah kakek berpakaian compang-camping itu. Sambil batuk kakek itu berjalan mendekat, penduduk dusun tak ada yang mengenalinya, tapi dengan beberapa patah kata kakek itu berhasil membaur dengan para penduduk desa. Tak lama kemudian ia berhasil mendapat tahu apa yang telah terjadi semalam di tempat itu. Segera kakek itu menarik Leng-hiat pergi meninggalkan tempat itu, dalam perjalanan kakek itu baru berkata, "Tak disangka nasib dua bersaudara Yan berakhir secara tragis, tampaknya siapa yang berbuat kejahatan akhirnya akan memperoleh pembalasan yang setimpal." Leng-hiat tidak berkata apa-apa, dia hanya melanjutkan perjalanan dengan mulut membungkam.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kelihatannya Ko-kokcu sekalian telah berhasil lolos dari bahaya maut, mungkin mereka sudah berangkat ke kota Cingthian," kembali kakek itu berkata. Leng-hiat tetap membungkam. "Aku dapat mengantar orang-orang itu pulang ke rumah dengan selamat, kau tak perlu kuatir lagi," kakek itu berkata lagi sambil tertawa. Leng-hiat segera menghentikan langkahnya. "Ada apa?" seru si kakek sambil tertawa, "kau sudah tidak mengenali diriku lagi?" "Siapa kau?" tanya Leng-hiat sambil menatapnya dingin. Seorang kakek yang terbatuk-batuk hingga nyaris putus napasnya ternyata berhasil mengantar pulang sekawanan manusia lemah, kemudian menyusul Leng-hiat ke Siau-kunsui, dapat dipastikan kakek ini pasti bukan sekedar kakek berpenyakitan. Kembali kakek itu tertawa lalu batuk, selesai batuk kembali tertawa. "Kau benar-benar tidak mengenaliku lagi?" tegurnya. Mendadak Leng-hiat tertawa lebar. "Rasanya kau belum terlalu tua," katanya. "Ya, hanya keriput wajahku bertambah banyak." Setelah tertawa lebar, sikap Leng-hiat jauh lebih halus dan lembut, katanya, "Sebenarnya aku ingin bertanya siapakah kau, tapi, kau pun tak pernah bertanya siapakah aku." "Siapa dan siapa bukan hal yang penting, bukan begitu?" "Asal siapa terhadap siapa tak punya niat jahat, itu sudah lebih dari cukup." Kakek itu seketika menghentikan batuknya, dengan mata setengah terpicing tanyanya, "Menurut kau, apakah aku berniat jahat terhadapmu?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bukankah kita sudah berteman?" Kakek itu segera tertawa, lalu terbatuk-batuk lagi. Waktu itu mereka sudah berada di jalan raya, tiba-tiba dari arah belakang bergema suara derap kaki yang sangat ramai tapi amat teratur. Leng-hiat mengerut kening, saat itu dia pun merasa di luar derap kaki yang ramai dan penuh disiplin itu, terdapat pula dua buah langkah kaki yang mendekati belakang tubuhnya tanpa menimbulkan sedikit suara pun. Baru saja perasaan itu timbul, mendadak suara langkah kaki yang ringan itu telah memisahkan diri ke samping jalan. Leng-hiat mencoba melirik sekejap, dia saksikan ada dua sosok bayangan manusia memisahkan diri ke samping kiri dan kanan, lalu mendahuluinya dan menjepitnya di tengah. Ketika kedua orang itu, satu mendekati bahu kiri, yang lain mendekati bahu kanan Leng-hiat, mendadak mereka mencabut pedangnya serentak. Ternyata di balik jubah sutera yang dikenakan kedua orang itu tersoreng sebilah pedang mestika yang bertaburkan intan permata. Tiba-tiba Leng-hiat turun tangan, sepasang tangannya menekan di atas punggung tangan kedua orang itu, membuat lawannya meski berhasil menggenggam gagang pedangnya namun tak berhasil melolosnya keluar. Reaksi yang dilakukan kedua orang itupun sangat cepat, mereka tidak terkejut, juga tidak menghardik, seakan-akan kedua orang itu memiliki hubungan batin yang sempurna, ketika pedangnya tak tercabut, serentak mereka menggunakan tangannya yang kosong untuk mencengkeram bahu kiri dan kanan si Darah dingin.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam posisi begini Leng-hiat dihadapkan pada dilema, jika dia tak lepas tangan maka bahunya akan dicengkeram orang, sebaliknya bila dia lepas tangan maka kedua orang itu segera akan melolos pedangnya. Jika Leng-hiat harus menghadapi kedua bilah pedang itu, dia pun terpaksa harus mencabut pedangnya untuk melakukan perlawanan. Kelihatannya kedua orang itu berniat memaksa Leng-hiat melolos pedangnya dalam satu gebrakan. Jika pedang sudah tercabut, situasinya pun tak sulit untuk ditebak ... sayang Leng-hiat sama sekali tidak melolos senjatanya. Sebab pada saat itulah terdengar seseorang membentak nyaring dari arah belakang, "Tahan!" ooOOOoo Bab VI. RAJA OPAS, LENG-HIAT, OPAS MUDA. 23. Lihat Pedang. Begitu suara bentakan berkumandang, tangan kedua orang itu yang menekan bahu Leng-hiat segera ditarik kembali. Leng-hiat sendiri pun segera menarik kembali tangannya yang memegangi tangan kedua orang itu. Kakek itu seolah merasa ketakutan, tubuhnya mundur dengan sempoyongan, ketika Leng-hiat memayang tubuhnya, dengan gerakan cepat bagai sambaran petir kakek itu segera mengebaskan tangannya ke bahu Leng-hiat. Sementara Leng-hiat masih tertegun, tampak kedua orang jago itu sudah berlutut ke tanah.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pakaian yang dikenakan mereka berdua sangat halus dan mahal harganya, selain keningnya menonjol tinggi, alis matanya tipis dengan wajah yang bersih, tapi sekarang mereka berlutut dengan sikap yang amat menaruh hormat, seakan-akan sedang menyembah malaikat yang datang dari langit. Setelah memayang tubuh kakek itu, perlahan-lahan Lenghiat berpaling, ia saksikan dari jalan raya di belakang sana muncul sebuah tandu, di depan dan belakang tandu itu berjajar delapan puluhan prajurit berseragam lengkap. Selain itu terdapat pula dua puluh orang pengawal berbaju sutera yang berdiri di sekeliling sebuah tandu berukir emas yang sangat indah. Tiba-tiba tirai tandu itu disingkap, lalu muncul sebuah tangan dengan jari tengah mengenakan cincin berbatu zamrud sebesar buah kelengkeng. Begitu tangan itu muncul dari balik tandu, serentak semua orang menundukkan kepalanya, seakan-akan bila ada yang melihat sekejap saja, hal itu sudah merupakan satu penghinaan bagi orang itu. Sambil membusungkan dada dan mendongakkan kepala, Leng-hiat mengawasi tandu itu. Akhirnya orang yang berada dalam tandu melangkah keluar, dia adalah seorang lelaki tinggi besar. Jenggot hitamnya yang panjang dan lebat bergoyang dihembus angin, persis seperti sebuah sapu berwarna hitam, mukanya bagai kemala, cerah dan berkilat. Sebilah pedang tersoreng di punggungnya, gagang pedang terbuat dari kemala hijau, jubahnya panjang berwarna tawar, sementara motip bunga jubahnya kelihatan seolah bergerak ketika tersampuk angin.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan langkah sangat lambat ia berjalan mendekat, langsung menuju ke hadapan Leng-hiat sebelum berhenti, kemudian setelah mengawasi wajahnya sekejap, ia berkata sambil tertawa lembut, "Ternyata tenaga dalam opas Leng benar-benar sangat hebat!" Sebuah perkataan yang sangat aneh. Leng-hiat belum pernah bersua dengannya tapi sekilas pandang orang itu dapat mengenali identitas si Darah dingin, meski hal ini tidak terhitung aneh, namun justru yang aneh adalah dia bukannya memuji ilmu pedang yang dimiliki Lenghiat, sebaliknya malah mengagumi tenaga dalamnya. Kenyataan tenaga dalam yang dimiliki Leng-hiat tidak terhitung kelewat bagus, bahkan boleh dibilang merupakan bagian terlemah ilmu silat yang dimilikinya. "Li-thayjin!" balas Leng-hiat sambil menjura. "Oya?" orang itu tertawa, "darimana kau tahu kalau aku bukan Ong-thayjin, Thio-thayjin, atau Tio-thayjin?" Sambil menuding pedang yang berada di punggungnya, sahut Leng-hiat, "Siang-jiu-sin-kiam (sepasang tangan pedang sakti) Li-thayjin, sekalipun aku tidak mengenali pedangmu, paling tidak sudah lama mengagumi kehebatan penampilanmu." Li Ok-lay mendongakkan kepalanya tertawa terbahakbahak. "Hahaha, orang bilang Leng-hiat angkuh, dingin dan sabar, memandang enteng orang persilatan, tapi setelah bersua hari ini, terbukti manisnya mulut Leng-hiat jauh melebihi manisnya mulut para pejabat dalam istana!" "Li-thayjin, tampaknya kau sedang bergembira hari ini? Lagi berpesiar ke tempat berpemandangan indah?" "Masakah dengan diikuti begini banyak pengawal aku sedang pergi berpesiar?" ujar Li Ok-lay tertawa, "kalau ingin

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berpesiar sih cukup ditemani seorang sahabat macam opas Leng, buat apa mesti membawa banyak pengikut?" Leng-hiat tertawa hambar dan tidak menjawab lagi. Dengan pandangan seorang atasan terhadap bawahan, Li Ok-lay memandang Leng-hiat sekejap, kemudian berkata, "Terus terang, kedatanganku kali ini adalah sedang melaksanakan tugas resmi." Menurut aturan, Leng-hiat seharusnya bertanya sedang melaksanakan tugas apa dan apakah perlu dibantu, tapi si Darah dingin segera menukas, "Aaah, kebetulan aku pun sedang menjalankan tugas resmi, kalau begitu kita berpisah di sini." "Opas Leng!" Leng-hiat segera berhenti. "Kebetulan tugas yang sedang kujalankan adalah menyampaikan sebuah persoalan yang diserahkan Cukatsianseng kepadamu," tiba-tiba Li Ok-lay berkata. "Paman tak pernah menyuruh aku menyelidiki masalah pajak rakyat." "Kelihatannya opas Leng merasa sangat tidak puas dengan persoalan ini?" kata Li Ok-lay sambil tertawa. Perlahan-lahan Leng-hiat membalikkan badannya. "Uang pajak lenyap dicuri orang, seharusnya sang pencuri yang dilacak dan ditangkap, masakah pihak rakyat yang harus menyetor uang pajak lagi!" Air muka dua orang pemuda itu segera berubah hebat, tapi Li Ok-lay sendiri seakan tidak menganggap ucapan itu menyinggung perasaannya, ia menyahut, "Untuk menangkap para pencuri, pihak atasan telah mengutus kelompok lain, sementara uang pajak harus segera dikirim ke kotaraja karena akan digunakan untuk membasmi

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kaum pemberontak, uang itu sangat dibutuhkan, bagaimana mungkin kami bisa menunda waktu pengiriman?" "Aku sangat tidak setuju dengan cara kalian memaksa rakyat untuk menyetor uang lagi." Li Ok-lay kembali mengayunkan tangannya mencegah kedua orang pemuda itu melolos pedangnya, kembali ia berkata sambil tersenyum, "Perintah ini turun dari atas, aku pun tak berani membangkang, sementara dalam hal kematian putraku, sebagai seorang opas yang biasa menangkap pembunuh, rasanya tak bisa berpeluk tangan." "Menurut laporan, putra anda mati terbunuh karena saat itu sedang menyiksa tawanan dengan alat siksaan keji, kasus semacam ini aku tak sudi mencampurinya." Li Ok-lay tertawa tergelak, suaranya nyaring dan jelas, sembari mengelus jenggotnya ia berkata lirih, "Tapi ... soal lukisan itu ... Yang mulia sudah memerintahkan Cukatsianseng untuk mendapatkannya." Hati Leng-hiat bergetar keras. Sambil melangkah maju lebih ke depan Li Ok-lay mendesak lebih jauh, "Opas Leng, kau pasti tahu soal lukisan tengkorak bukan?" "Lukisan itu... Leng-hiat berseru tertahan. "Ya, lukisan itu... Li Ok-lay sengaja berlagak misterius, dia mundur lagi ke belakang sambil menatap lawannya tanpa berkedip. Leng-hiat mulai meraba gagang pedangnya. Begitu jari tangannya menyentuh gagang pedang, sikapnya pun menjadi tenang kembali, setelah menarik napas panjang katanya, "Aku dengar perdana menteri Hu meminta putramu untuk membuatkan sebuah lukisan...

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Itulah lukisan tengkorak tukas Li Ok-lay, "lukisan itu dinamakan juga lukisan selaksa tahun, sebetulnya hendak dipersembahkan kepada Baginda Raja, tapi sekarang putraku telah dibunuh sementara lukisan pun hilang tercuri, tentunya opas Leng tak bisa mengatakan kedatanganmu kali ini bukan lantaran peristiwa itu bukan!" "Betul, kedatanganku memang lantaran peristiwa ini," akhirnya Leng-hiat mengangguk. Li Ok-lay tersenyum. "Lu Bun-chang telah berangkat ke kota Cing-thian untuk membuat persiapan, pihak yang mencuri uang pajak kali ini adalah perusahaan Sin-wi-piau-kiok serta orang-orang dari Busu-bun, pihak yang mengobrak-abrik penjara juga mereka, yang melarikan tawanan juga mereka, bahkan yang melakukan pembunuhan pun mereka, besar kemungkinan lukisan tengkorak berada di tangan mereka, opas Leng, kalau memang tujuan kita sama, kenapa tidak melakukan perjalanan secara bersama-sama?" Dengan cepat Leng-hiat menggeleng, tukasnya, "Betul, kedatanganku kali ini memang karena masalah lukisan itu, menangkap si pencuri lukisan merupakan tugas yang sedang kuemban, tapi mengenai apa benar pihak Sin-wi-piau-kiok dan anggota Bu-su-bun yang melakukan pencurian lukisan itu, aku belum selesai melakukan pelacakan, jadi rasanya... "Katakan saja terus terang," sambung Li Ok-lay cepat, sikapnya masih sangat tenang. "Rasanya kita tidak sepaham dan tak sejalan, jadi kurang baik untuk melakukan perjalanan bersama-sama," sambung Leng-hiat cepat. Begitu perkataan itu diucapkan, kembali paras muka semua orang berubah hebat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bagus, sebuah perkataan yang amat bagus," kata Li Oklay sambil mengelus jenggotnya, "tidak sepaham, tidak sejalan maka kau tampik melakukan perjalanan bersama, perdana menteri Hu pernah berkata, 'banyak orang pernah mengucapkan perkataan semacam itu, tapi kini rasanya orangorang semacam ini... Bicara sampai di situ ia tersenyum dan tidak melanjutkan lagi kata-katanya. "Sepuluh tahun berselang, Cukat-sianseng pernah mengucapkan perkataan itu di hadapan Hu-thayjin, tapi nyatanya hingga kini dia masih segar bugar," ujar Leng-hiat ketus. "Oya? Andaikata Cukat-sianseng tak pernah mengucapkan perkataan itu, mungkin sekarang dia sudah memegang kekuasaan keprajuritan dan memiliki jabatan jauh di atas." "Sayangnya ada sementara orang sama sekali tak tertarik untuk memegang kekuasaan ketenteraan," sindir Leng-hiat sambil tertawa dingin. "Benarkah begitu? Aku justru tahu kalau ada sekelompok manusia yang sangat tertarik untuk mencampuri urusan orang lain," kata Li Ok-lay sambil tertawa. Setelah berhenti sejenak, kembali lanjutnya, "Menurut laporan anak buahku, berulang kali kau melindungi keselamatan orang-orang Sin-wi-piau-kiok dan Bu-su-bun, jelas perbuatan semacam ini merupakan pelanggaran besar, berkomplot dengan musuh untuk menjatuhkan pemerintah sah, hahaha ... tapi tentu saja aku percaya opas Leng amat setia pada pemerintah, aku akan melupakan semua isu yang beredar dan tak bakal melaporkan ke atasan, hahaha.... Bersekongkol dengan penjahat, membantu kaum pemberontak, jelas tuduhan ini termasuk satu pelanggaran yang amat besar.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Berubah paras muka Leng-hiat, segera tanyanya, "Apakah kasus ini sudah diputuskan?" "Kasus apa?" tanya Li Ok-lay tertegun. "Pencurian uang pajak, membunuh orang, mencuri lukisan ... apakah sudah diputuskan kalau perbuatan itu dilakukan oleh Sin-wi-piau-kiok serta orang-orang Bu-su-bun?" "Tapi kenyataannya putraku tewas di tangan orang-orang Bu-su-bun, dua bersaudara Yan, Ni Jian-ciu bisa menjadi saksi, lalu pada saat bersamaan lukisan hilang dicuri, sedang uang pajak pun hilang sewaktu dikawal orang-orang Sin-wi-piaukiok, piausu mereka bisa dijadikan saksi untuk membuktikan kebenaran ini." Entah kenapa tiba-tiba Leng-hiat teringat akan sesuatu, persoalan itu melintas bagai bintang kejora, dia tahu hal ini merupakan kejadian yang sangat penting. Ia tak punya kesempatan untuk berpikir lebih jauh, tanyanya, "Kau maksudkan Li Siau-hong?" "Benar," agaknya Li Ok-lay sendiri pun dibuat tertegun, "piausu ini punya nyali, setia pada negara, demi kebenaran dia bahkan bersedia mengkhianati rekan sendiri. Demi keselamatan jiwanya, aku telah melindunginya secara khusus." "Hmmm, apakah kasus ini telah disidangkan dan diputuskan secara hukum?" kembali Leng-hiat mendengus. "Kalau itu sih belum," sekali lagi Li Ok-lay tertegun. "Kalau kasus ini belum disidangkan apalagi belum diputus secara hukum, berarti orang-orang Sin-wi-piau-kiok dan Busu-bun baru dianggap sebagai tersangka yang paling dicurigai. Aku membantu mereka karena tujuanku untuk membongkar kasus ini, jadi kau tak bisa mengatakan aku berkomplot dengan mereka."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Li Ok-lay tertawa dingin. "Opas Leng!" katanya, "andaikata mereka benar-benar pelaku kejahatan itu, kau harus sadar, melanggar hukum bukan satu kejadian enteng, apalagi melindungi kaum penjahat dari jaring hukum, hmmm! Opas Leng, mereka toh bukan sanak bukan saudaramu, apalagi masa depanmu masih panjang dan terbuka, buat apa mesti menyerempet bahaya demi mereka?" "Selama kasus ini belum disidangkan dan diputuskan secara hukum, berarti persoalan ini belum tersingkap secara tuntas, aku berhak untuk melacak dan melakukan penyelidikan, aku harus bisa mengungkap siapa pembunuh sebenarnya dan siapa yang menjadi korban fitnah." Bicara sampai di sini, kedua orang itu sama-sama membungkam. Lewat beberapa saat kemudian Li Ok-lay baru tertawa tergelak. "Hahaha, bagus, bagus! Punya nyali! Punya semangat!" "Selama ada Li-thayjin memerintah kota ini, tentunya perdana menteri Hu tak perlu merasa kuatir bukan?" Li Ok-lay tertawa misterius, katanya, "Opas Leng kelewat memandang tinggi kemampuanku. Hu-thayjin memang sudah memperhitungkan semua kejadian ini jauh hari sebelumnya, jelas beliau jauh lebih hebat ketimbang aku. Mungkin beliau pun sudah menyadari dalam usaha membasmi kaum pemberontak bakal menghadapi berbagai rintangan, karena itu perdana menteri telah mengutus ketiga orang andalannya, 'tua, menengah dan muda' untuk datang membantu menyingkirkan semua rintangan, kelihatannya kali ini kaum penyamun tak bisa lolos dari musibah!" Leng-hiat menarik napas panjang, sepatah demi sepatah dia berkata, "Tua, menengah, muda?" "Si Tua tak mau mati, si manusia menengah, si bambu hijau," berkilat sepasang mata Li Ok-lay.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Mereka bertiga?" bisik Leng-hiat sambil menggenggam gagang pedangnya makin kencang. Li Ok-lay tidak tersenyum, tapi senyuman muncul dari balik matanya, senyum penuh kelicikan dan kebusukan. "Tentu saja," katanya, "maksud kedatangan mereka bertiga adalah untuk membasmi kaum penyamun, mencari lukisan, mengantar uang pajak balik ke kotaraja, dengan opas Leng sama sekali tak ada hubungan apa-apa." "Tentu saja. Kalau hanya bermaksud menghadapi diriku, kekuatan Li-thayjin ditambah Hok-hui-siang-siu (sepasang manusia hokki dan cerdik) dan ratusan orang saudara yang hadir di sini pun sudah lebih dari cukup, buat apa mesti mendatangkan kekuatan dari kotaraja." "Bagus kalau opas Leng sudah mengetahui hal ini." "Cuma kalau untuk menangkap penyamun, mengantar lukisan dan melindungi uang pajak saja sudah mesti mendatangkan 'tua, menengah, muda', apakah hal ini bukan membesar-besarkan masalah kecil?" "Lukisan itu merupakan benda yang akan dipersembahkan kepada Yang mulia, membasmi perampok yang berani mencuri uang pajak jelas merupakan satu hal penting, sebagai orang yang setia pada kerajaan, perdana menteri Hu tak ingin memandang enteng urusan ini, tentu saja beliau harus mengirim jago-jagonya." Leng-hiat manggut-manggut, katanya kemudian, "Lithayjin, bila tak ada pesan lain, aku mohon diri." "Opas Leng," tiba-tiba Li Ok-lay berkata, "konon kau memiliki sebilah pedang yang dapat bergerak cepat, sudah lama aku ingin melihatnya, bersediakah kau mempertontonkan pedangmu kepadaku?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Leng-hiat melengak, sekalipun Li Ok-lay bukan atasannya langsung, namun bicara soal kedudukan, jelas dia memiliki posisi jauh di atasnya. Seandainya dia bukan termasuk salah satu dari empat opas kenamaan yang memiliki lencana bebas kematian dan lencana melakukan pembunuhan, dengan posisi Li Ok-lay sekarang, dia dapat membunuhnya tanpa disidangkan. Konon kehebatan ilmu silat Leng-hiat terletak pada pedangnya dan sekarang Li Ok-lay telah mengajukan satu permintaan, ingin menonton pedangnya. Bila Leng-hiat sampai kehilangan pedang, dengan senjata apa dia akan menghadapi serangan lawan? Sebaliknya bila Leng-hiat menampik untuk memperlihatkan pedangnya, berarti dia menunjukkan sikap bermusuhan, dalam gusarnya bisa saja Li Ok-lay akan menurunkan perintah membunuh, kalau sampai terjadi hal ini, apa pula yang harus dia lakukan? Tiba-tiba Leng-hiat melolos pedangnya. Li Hok dan Li Hui segera melompat ke depan menghadang di hadapan Li Ok-lay, mereka bersama-sama meraba gagang pedangnya. Sementara Li Ok-lay sendiri masih tampil dengan senyum di kulum, paras mukanya sama sekali tak berubah. Leng-hiat mengangkat pedangnya sejajar dada, ujung pedangnya kini sudah berada hanya satu kaki dari dada Li Oklay, katanya, "Silakan dinikmati!" Perlahan sekali Li Ok-lay menggunakan kedua jari tangannya untuk menjepit ujung pedang, sementara matanya mengawasi senjata itu tanpa berkedip, ujarnya pula sambil tertawa, "Menonton pedang dengan cara begini apa tidak kelewat berbahaya?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Leng-hiat kembali menggetarkan tangannya, baru saja Li Hok dan Li Hui mencabut pedangnya, Leng-hiat telah menyodorkan gagang pedangnya ke tangan Li Ok-lay sembari berkata, "Bila Li-thayjin memang menyukainya, silakan diambil untuk dinikmati." Dengan berbuat demikian, sama artinya Leng-hiat telah menyerahkan senjata andalannya ke tangan musuh. Kali ini paras muka Li Ok-lay berubah hebat, sementara Li Hok dan Li Hui saling bertukar pandang sekejap, lalu dengan wajah tertegun menyimpan kembali senjata masing-masing. Sambil memegang pedang itu, beberapa kali Li Ok-lay mengayunkan pedang itu di depan tubuh Leng-hiat, terdengar desingan angin tajam menderu. "Pedang bagus, pedang bagus!" pujinya kemudian. Kini suasana dicekam dalam keheningan, yang terdengar hanya suara batuk kakek tua itu. Dalam keadaan begini, asal Li Ok-lay melancarkan serangan atau menurunkan perintah penyerbuan, maka sulit bagi Leng-hiat untuk lolos dari bencana kematian. Setelah memperhatikan beberapa saat pedang itu, akhirnya Li Ok-lay mengembalikan senjata itu ke tangan Leng-hiat seraya berkata, "Sudah kulihat pedangmu, ilmu pedang yang sangat bagus!" Dia bukan memuji pedangnya tapi memuji ilmu pedangnya, hal ini membuat semua orang melengak. Ketika Leng-hiat sudah menerima kembali senjatanya, Li Ok-lay baru berpaling seraya berseru, "Berangkat!" Dia naik ke dalam tandu dan rombongan itupun melanjutkan perjalanannya. Kelima jari tangan Leng-hiat yang menggenggam gagang pedang kelihatan memutih lantaran menggunakan tenaga

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kelewat besar, tatkala rombongan itu sudah pergi jauh, peluh membasahi seluruh tubuhnya. Sudah cukup jauh rombongan itu melakukan perjalanan, Li Hok dan Li Hui yang mengiringi di samping tandu pun hanya saling berpandangan tanpa mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi. Sudah jelas barusan mereka telah memperoleh kesempatan emas untuk menghilangkan duri dalam kulit, tapi mengapa Li Ok-lay melepaskannya begitu saja? Li Hok serta Li Hui adalah anak angkat Li Ok-lay, kepandaian silat yang mereka pun merupakan hasil didikan Li Ok-lay langsung, dalam istana keluarga Li, walaupun kungfu yang dimiliki Ni Jian-ciu terhitung paling tinggi, namun orang yang paling dipercayainya adalah Li Hok serta Li Hui, setelah itu baru giliran dua bersaudara Yan serta Gi Yang-si. Tiba-tiba terdengar Li Ok-lay bertanya dari balik tandu, "Bukankah kalian merasa heran bukan? Kenapa aku melepaskan peluang emas begitu saja?" Li Hok maupun Li Hui saling bertukar pandang sekejap, mereka tak menyangka Li Ok-lay bisa membaca suara hati mereka berdua. "Sebenarnya aku pun ingin membunuhnya," kata Li Ok-lay sambil menghela napas panjang, "tapi sayang, ketika aku sedang memegang pedangnya tadi, tiba-tiba si kakek setan penyakitan yang ada di sisinya telah mengeluarkan cahaya tajam yang jauh lebih menakutkan daripada hawa pedang!" Li Hok maupun Li Hui merasa amat terperanjat, mereka tidak menyangka kakek rudin yang mengenakan pakaian compang-camping itu ternyata mampu menciptakan tenaga ancaman yang begitu menakutkan. "Sekalipun aku bisa membunuh Leng-hiat dalam sekali serangan, tapi aku tidak yakin bisa menghadapi serangan gabungan mereka berdua," kata Li Ok-lay lagi dengan perasaan kecewa, "aku tak pernah mau melakukan perbuatan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

yang tidak yakin pasti berhasil, aku harus menunggu kesempatan lain, menunggu sampai datangnya kesempatan dimana aku yakin pasti berhasil, kecuali... kecuali keadaan sudah terpaksa ... tentu saja aku berharap keadaan terpaksa tak pernah hadir dalam hidupku." Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya, "Padahal 'tua, menengah, muda' yang diutus kemari hanya bertanggung jawab dalam pengawalan lukisan tengkorak, atasan telah mengirim seseorang yang lain, dan orang itulah baru merupakan musuh bebuyutan dari empat opas." Nada suara Li Ok-lay terdengar sedikit bergetar, jelas ia perasaannya sedang bergolak, "Kecuali mendapat perintah membunuh semua penjahat dan pemberontak, bila perlu orang itupun diberi wewenang untuk melenyapkan empat opas dari muka bumi." "Raja opas?" seru Li Hok tertahan. "Li Hian-ih?" sambung Li Hui. "Benar, orang itu adalah Raja opas Li Hian-ih. Menurut laporan, Raja opas Li sudah berada di seputar sini Nada suaranya makin lama semakin bertambah rendah dan lirih, sedemikian lirih sehingga hanya Li Hok dan Li Hui saja yang mendengar. "Padahal aku tak ingin turun tangan waktu itu, karena orang yang kubawa kelewat banyak, aku kuatir ada yang membocorkan rahasia pembunuhan ini. Jika Leng-hiat mati di tanganku, bukan saja aku harus siap menerima teguran dari berbagai pihak, bahkan bisa memancing kecurigaan Cukatsianseng terhadap tuan perdana menteri sehingga meningkatkan kewaspadaannya, tindakan semacam ini sama artinya dengan gara-gara urusan kecil masalah besar jadi terbengkalai."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tapi bukankah mereka adalah orang-orang yang amat setia kepada Thayjin?" tanya Li Hok. "Siapa saja yang mencurigakan, katakan saja Thayjin" sambung Li Hui, "kami berdua segera akan membereskan dulu manusia cecunguk itu!" "Aku sendiri pun tidak tahu siapa pengkhianatnya, tapi jelas pasti ada mata-mata yang menyusup ke dalam rombongan kita. Bukankah kita pun telah menyusupkan orang-orang kita ke dalam kelompok Cukat-sianseng? Dengan kecerdasan dan kelihaian Cukat-sianseng, mustahil dia tidak melakukan hal serupa. Oleh sebab itu bila ingin melakukan sesuatu kita mesti lakukan secara diam-diam, kita bertiga saja yang melakukan, kalau tidak, meski berhasil melenyapkan salah satu anak buahnya, justru kita sendiri yang akan jatuh ke mulut harimau, kita bakal rugi besar." Dengan kemampuan yang dimiliki Li Ok-lay beserta kedua orang kepercayaannya, tidak sulit bagi mereka untuk berbicara tanpa terdengar pihak keempat, sekalipun ada pihak keempat pun, belum tentu mereka berani mendengarkan. Li Hok dan Li Hui merasa kagum bercampur hormat, serentak mereka berseru, "Baik!" Dalam pikiran mereka berdua, saat ini persaingan politik sedang berlangsung gencar, tapi dengan dukungan Li-thayjin dan petunjuk perdana menteri Hu, masa depan mereka berdua bakal cemerlang, saat menduduki posisi tinggi pun tinggal menunggu waktu. Sebaliknya dalam hati kecil Li Ok-lay sedang berkecamuk berbagai pertanyaan, siapakah setan penyakitan itu? Siapa sebenarnya setan penyakitan yang berilmu tinggi itu? ooOOOoo 24. Opas Kenamaan Dan Raja Opas.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Leng-hiat dan kakek itu sudah berjalan sangat jauh, suara kokok ayam dan jeritan itik sudah terdengar di kejauhan sana, suara yang bercampur aduk dengan gonggongan anjing membuat orang terbayang keheningan sebuah dusun, mendatangkan pula rasa kantuk dan lelah. "Kita akan segera tiba di kota Cing-thian," kata kakek itu sambil terbatuk, dari sakunya dia mengeluarkan sebungkus kue kering, pemberian penduduk desa tadi, "kau merasa lapar? Ayo kita makan bersama." Siapa tahu begitu pembungkus dibuka, kue kering itu telah remuk menjadi bubuk hingga tersebar kemana-mana, agaknya kakek itu tidak menduga. "Aaai, tak nyana kue kering ini sudah remuk, sayang." "Bukan masalah roti yang remuk," sahut Leng-hiat hambar, "barusan kau telah menghimpun tenaga dalam untuk memukul mundur Li Ok-lay, tentu saja roti kering itu tak tahan dengan gempuran hawa murnimu." "Ooh, benarkah begitu? Kenapa aku sendiri tidak merasakannya.... gumam si kakek sambil terbatuk-batuk. Kemudian seakan di luar dugaan ia menemukan sebuah warung teh di tepi jalan, serunya girang, "Ayo, kita minum teh dulu sebelum melanjutkan perjalanan." Walaupun sudah tengah hari, namun suasana di warung teh itu amat sepi, tamu yang jajan pun tak banyak. Setelah Leng-hiat dan kakek itu duduk, si kakek masih saja terbatuk-batuk, maka Leng-hiat pun bertanya kepada sang pelayan, "Ada hidangan apa di sini?" Pelayan itu menyebutkan beberapa jenis makanan, semuanya terbuat dari kedelai, maka Leng-hiat pun berkata, "Kalau begitu siapkan sepiring ca tauge, dua mangkuk arak, sepiring kacang, dua mangkuk bakmi ... ada daging asap atau daging asin?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tuan, di sekitar sini tak ada daging, darimana kami bisa menyediakan masakan daging? Bagaimana kalau kue saja?" "Baiklah," baru saja pelayan itu berlalu, kembali Leng-hiat berseru, "Siapkan dua mangkuk arak Kao-liang!" "Tuan, darimana datangnya arak Kao-liang?" sekali lagi kata pelayan itu menyesal. Baik, baiklah, kalau begitu arak putih saja." Sementara itu si kakek berbicara sambil terbatuk-batuk, "Kita makan seadanya saja, makan seadanya saja." Di meja lain terlihat bebeberapa orang sedang bersantap, seorang di antaranya duduk dengan wajah murung, seorang lagi berkeluh-kesah, hanya seorang cebol yang masih duduk sambil tertawa lebar, seakan tak ada yang menjadi beban pikirannya, bila ditinjau dari dandanannya, jelas mereka adalah penduduk desa sekitar. Terdengar orang itu berkeluh, "Tampaknya kalian berasal dari luar daerah, jadi tidak tahu kalau wilayah sini sedang dilanda kemiskinan, kami sebagai rakyat kecil hanya diperah seperti kerbau, sudah menyetor uang pajak harus membayar lagi, aaai... masih mending jadi seekor kuda "Ssstt, hati-hati kalau bicara," rekannya segera memperingatkan, "penyakit masuknya dari mulut, bencana keluarnya dari perkataan." "Kalian tak usah kuatir," segera Leng-hiat menyela, "aku bukan petugas yang datang memungut pajak, bagaimana sih ceritanya hingga kalian ditarik pajak ganda?" "Aaai, hidup di sini bertambah susah," kembali orang itu berkeluh, "lebih banyak memelihara seekor ayam berarti lebih banyak membayar pajak. Lebih banyak menanam sebatang pohon berarti bertambah beban pajaknya, oleh sebab itu kami lebih rela memotong semua ayam dan menebang semua pohon ketimbang dibebani pajak yang besar."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bukankah kalian sudah membayar pajak?" tanya Lenghiat. "Kau sangka begitu gampang membayar uang pajak? Ada beberapa ratus ribu orang yang tak sanggup membayar pajak, sekarang kalau bukan mati, anggota badan mereka tak utuh, atau menunggu kematian dalam penjara, atau dikirim ke perbatasan jadi orang buangan." "Kurangjar, ada kejadian seperti ini? Siapa yang melakukan perbuatan biadab ini?" seru Leng-hiat gusar. "Hahaha, masa kau tak tahu?" seru orang itu sambil tertawa sinis, "tentu saja para pejabat kerajaan, tentu saja orang-orang pemerintahan!" "Memangnya di sini tak ada hukum.... gumam kakek itu lirih. "Yang berlaku di sini adalah hukum rimba, apa itu hukum? Apa itu peraturan negara?" "Apakah kau sudah membayar uang pajak?" tanya kakek itu kemudian. Orang itu tertawa getir. "Kami sekeluarga lima orang, setelah banting tulang kerja keras selama satu tahun, hasil yang bisa dikumpulkan paling tiga sampai lima tahil perak, padahal uang pajak yang harus disetor tahun ini adalah enam tahil, bayangkan, aku harus mencari kekurangannya dimana? Kalau pajak sudah kubayar, memangnya aku mesti bermuram durja." "Bagaimana pula dengan kau?" tanya si kakek sambil berpaling ke arah lelaki di sampingnya. "Aku tiga generasi hidup sebagai buruh tani, jangankan tanah sehektar, secukil pun tidak kumiliki, dari muda sampai tua hanya bekerja sebagai buruh tani orang, tapi entah bagaimana cara menghitungnya, ternyata pihak pemerintah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menuduh aku punya sawah tujuh bahu, bahkan tak mau tahu alasanku, mereka tetap memaksaku membayar pajak Berbicara sampai di sini, ia benar-benar mulai menangis, "Coba bayangkan, kemana aku harus mencari uang untuk membayar pajak?" Terpaksa Leng-hiat menghiburnya dengan kata-kata manis, kemudian ia berpaling ke orang ketiga, tanyanya, "Bagaimana dengan kau?" "Baru saja kujual istriku keluar propinsi guna membayar pajak tahunan, siapa sangka uang pajak dirampok orang hingga mesti menyetor kembali, sekarang apa lagi yang bisa kujual untuk membayar pajak itu?" Leng-hiat tertawa getir, ketika dilihatnya sisa orang terakhir masih duduk sambil cengengesan, timbul secercah harapan dalam hatinya, dia pun bertanya, "Setiap orang bermuram durja dan berkeluh-kesah, kenapa kau malah tertawa berseri, apakah... Orang itu memandang ke arah Leng-hiat, senyuman masih menghiasi wajahnya, tapi tatapan matanya nampak kosong. "Aaai, dia sudah gila karena tak mampu menyetor uang pajak, mana mungkin sanggup menjawab pertanyaanmu!" kata rekannya. "Betul," si muram durja menambahkan, "setelah selesai mengajaknya makan kali ini, kami akan melepas dia untuk hidup bebas, sebab kami sendiri pun sudah tak mampu mengurusi diri sendiri." "Ya, aku justru merasa iri kepadanya, seluruh anggota keluarganya, yang mati sudah mati, yang edan sudah edan, babi tak punya, atap rumah pun tak punya, dia sudah tak perlu memikirkan uang pajak lagi." Leng-hiat amat gusar sehabis mendengar perkataan itu, ketika hidangan disajikan, dia merasa tak ada selera untuk

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menelannya, berbeda dengan si kakek, dia menikmati dengan lahapnya. Sekali teguk Leng-hiat habiskan isi cawannya, lalu berkata. "Tak nyana sistim pajak yang berlaku di sini begitu semenamena." "Sebetulnya sistim pajak dimana pun sama saja," kata si kakek hambar, "hanya tergantung pada oknumnya, apakah dia melaksanakan dengan disiplin dan pakai aturan, atau korupsi sebesar-besarnya lalu menindas rakyat." "Kalau cara ini dibiarkan berlangsung terus, bukankah lama-kelamaan rakyat akan memberontak?" Waktu itu si kakek sedang menghabiskan potongan kue yang terakhir, ketika mendengar perkataan itu, ia segera mendongakkan kepalanya, sambil menatap dengan sorot mata tajam katanya, "Bila perkataanmu itu sampai terdengar orang lain dan dilaporkan kepada petugas, seluruh anggota keluargamu bisa dihukum pancung!" "Mau hukum pancung silakan, mau menghabisi keluargaku silakan," jengek Leng-hiat sambil tertawa dingin, "toh aku tak punya keluarga, tak punya rumah Sebenarnya ia tak pandai minum arak, tapi terdorong oleh gejolak emosinya dia minum semakin banyak, ketika poci mulai kosong, dia pun berteriak, "Pelayan, tambah arak!" "Toaya, arak yang tersedia di sini hanya itu, biar ingin minum lagi pun tak ada," jawab sang pelayan kemalasmalasan. Tampaknya Leng-hiat sudah hilang seleranya untuk bersantap, segera ia bangkit berdiri sambil membayar rekening. Kakek itu segera berseru, "Yang kumakan, biar aku bayar sendiri."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Seharusnya kau memberi muka kepadaku, biarlah aku yang bayar." "Tidak bisa, biar aku bayar sendiri, biar aku bayar sendiri." "Aaah, hanya urusan kecil, tak perlu diperdebatkan!" Lenghiat menggoyangkan tangannya berulang kali. "Aku akan membayar sendiri apa yang telah kumakan," ujar kakek itu serius. Sekarang Leng-hiat baru memperhatikan kekukuhan hati kakek itu, dia melengak sejenak kemudian ujarnya, "Tapi ... toh hanya uang kecil, apa artinya?" "Aku tidak terbiasa ditraktir orang, aku selalu membayar rekeningku dengan uang hasil keringat sendiri, aku tak mau mentraktir orang, aku pun tak sudi ditraktir orang." Bicara sampai di situ lagi-lagi ia terbatuk keras, malah batuknya kali ini sangat hebat sehingga nyaris memuntahkan juga paru-parunya. "Baiklah," segera Leng-hiat berkata, "kau bayar sendiri, kau bayar sendiri, kau saja yang mentraktirku." "Tidak, aku tak akan mentraktirmu," kakek itu menarik napas panjang, "terus terang, aku tak mampu mentraktirmu." Dari sakunya dia mengeluarkan sejumlah potongan perak, tapi setelah dihitung-hitung ternyata jumlahnya tak mencapai satu tahil perak, seraya tertawa getir kembali kakek itu berkata, "Terus terang, gajiku dalam setahun hanya empat tahil perak, terpaksa aku harus irit, tak boleh digunakan secara sembarangan." Leng-hiat merasa tak tega setelah mendengar perkataan itu, selanya, "Kau bekerja begitu keras tapi hasil tahunan begitu sedikit, bagaimana...." Kakek itu segera menukas, senyum kepuasan terlintas di wajahnya yang penuh berkeriput, "Aku menyukai pekerjaanku,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

uang sedikit atau banyak bukan masalah, apalagi aku sudah bekerja tiga puluhan tahun, tak terlintas dalam benakku untuk berganti haluan." Leng-hiat pun tidak melanjutkan kembali kata-katanya, namun pandangan matanya masih menatap potongan uang perak yang berada dalam genggaman kakek itu. Kelihatannya sulit bagi sang pemilik kedai untuk mencari uang kembalian dari rekening sebesar lima ketip itu. Si kakek masih mengawasi potongan peraknya dengan pandangan serba salah, sedang si pemilik kedai dengan wajah pahit berseru, "Tuan, bila kau membayar dengan potongan perak itu, kami pun kesulitan mencari uang kembaliannya." Belum selesai dia berkata, mendadak "Pleetak!", dengan jari telunjuk dan ibu jarinya si kakek telah memotong potongan perak itu seberat lima ketip, lalu diserahkan ke tangan pemilik kedai itu. Sang pemilik kedai berdiri terbelalak, dia seakan tidak percaya dengan apa yang barusan disaksikan. Leng-hiat sendiri pun sangat terkejut, dia tahu kalau kakek itu memiliki kepandaian silat yang luar biasa, tapi tidak tahu kalau tenaga dalamnya telah mencapai tingkatan yang begitu sempurna. Padahal potongan perak itu hanya sebesar kuku tangan, untuk memotong benda sekecil itu dengan jari tangan jelas merupakan satu pekerjaan yang amat sulit, bahkan Leng-hiat sendiri pun sadar kalau dia tak sanggup melakukannya. Kehebatan kungfu yang dimiliki kakek itu benar-benar di luar perkiraan Leng-hiat. Waktu itu si kakek sedang menimang sisa perak yang ada di tangannya, ketika ia merasa potongannya sudah sesuai, dengan perasaan puas dia mengangguk dan bangkit berdiri. "Ayo kita berangkat!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan menelusuri jalan negara, lambat-laun suasana di sekeliling pun bertambah ramai, rumah penduduk semakin banyak dijumpai. Mendadak mereka lihat ada beberapa ekor kuda sedang berhenti di depan sebuah rumah dengan pagar bambu, beberapa orang sedang ribut di depan pintu rumah. Tampak seseorang berdandan Suya dengan membawa buku kuning yang tebal sedang membolak-balik halaman bukunya, di tangan lain memegang sebuah pit, dia seakan sedang memeriksa isi catatan di kitab tebalnya itu. Sementara di sisinya berdiri dua orang opas, yang kurus sedang membawa bak tinta, melayani sang Suya menulis, sementara yang kekar dengan sebelah tangan menggenggam gagang golok, tangan yang lain mengayun cambuknya berulang kali sambil membentak, "Uang pajak kalian mau dibayar tidak!" Seorang kakek dengan membawa sebuah tongkat nyaris berlutut ketika mendengar bentakan itu, rengeknya, "Tuan opas, beri kami waktu, berilah waktu lagi kepada kami Di samping kakek itu berdiri seorang lelaki dan seorang wanita, kelihatannya mereka adalah anak dan menantunya. Terdengar sang Suya mendengus dingin, lalu berkata, "Seng-siu Lotia, apa maksudmu minta waktu lagi? Kami sedang melaksanakan tugas yang diperintahkan Yang mulia, memangnya gampang melepaskan kalian begitu saia? Kau anggap kami punya berapa banyak batok kepala untuk ditebas?" "Suya," mohon kakek Seng-siu dengan air mata bercucuran, "berilah waktu beberapa hari lagi." Putranya yang ada di sisinya mulai naik darah, mendadak serunya penuh amarah, "Kalian pakai aturan tidak? Keluarga

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kami hanya memelihara seekor babi, kenapa harus membayar pajak seekor kerbau, apa-apaan kau ini?" Dengan penuh kemarahan ketiga orang itu menatap wajah para petugas tanpa berkedip. Saat itulah terdengar suara tangisan bayi dari dalam rumah, segera sang wanita berlari masuk ke dalam rumah. Tampaknya sang Suya baru memperhatikan wanita itu setelah melihat ia berlari masuk ke rumah, sambil tertawa cabul ia bertanya, "Apakah wanita itu menantumu?" "Mau apa kau?" bentak sang lelaki gusar. "Tidak mau apa-apa," jawab sang Suya sambil tertawa licik, ia berpaling lagi ke arah kakek Seng-siu, kemudian menambahkan, "Mau membayar pajak seekor kerbau atau pajak seekor babi, itu tergantung apa yang akan kutulis dalam kitab ini." "Tolonglah Suya, tulislah yang benar, tulislah yang benar," pinta sang kakek lagi. Suya itu segera mendorong tubuh si kakek berulang kali, dengan gusar lelaki itu memayangnya. "Tulis yang benar? Apa itu tulis yang benar?" jengek sang Suya sambil tertawa dingin, "siapa tahu justru kalian memelihara tujuh delapan ekor sapi di belakang rumah sana." "Mau apa kau?" bentak lelaki itu sambil maju ke depan. Sang Suya tidak menanggapi pertanyaan itu, sambil mengerling penuh arti dia balik bertanya, "Bagaimana dengan menantumu?" Lelaki itu bertambah berang, dia maju mendekati Suya itu, tapi belum selangkah, opas kekar itu sudah maju sambil menampar wajah lelaki itu dengan kuat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kontan wajah lelaki itu merah bengkak hingga tak sanggup berkata-kata, kembali opas itu menjejakkan kakinya, lelaki itu segera jatuh terduduk ke tanah. "Mau ... mau apa kau.... teriak kakek Seng-siu kaget. Sang Suya mendengus dingin. "Hmm! Putramu berkomplot dengan penjahat, dia amat berdosa, pengawal.... Dua orang opas itu segera menyahut, dengan wajah penuh rasa bangga sang Suya melanjutkan perintahnya, "Borgol orang ini dan gusur dia ke penjara!" Waktu itu sang wanita sudah muncul kembali, mendengar perintah itu segera ia dan sang kakek segera menjatuhkan diri berlutut. Sementara itu kedua orang opas tadi sudah mulai memukul dan menghajar lelaki itu. "Seng-siu!" ujar sang Suya sambil tertawa, "makin tua nampaknya kau makin bodoh, masa apa yang menjadi keinginan Ong-suya juga tidak kau pahami Dia segera mengangkat bahunya seolah urusan itu tak ada hubungan dengan dirinya, lalu sambil mengawasi opasnya yang sedang menghajar lelaki itu, ia menambahkan, "Kau bisa menyelamatkan putramu tapi tak bisa menyelamatkan menantumu!" Bicara sampai di situ Ong Mia-kun, Ong Suya mulai tertawa kegirangan, "Waah, perempuan ini putih mulus, lembut bagai sekuntum bunga yang baru mekar, sama sekali tak kelihatan kasar macam perempuan dusun, tampaknya aku segera akan menikmati kehangatan tubuhnya yang bahenol Mendadak dua orang manusia telah muncul di depan mata. Kemunculan kedua orang itu sangat tiba-tiba dan sama sekali tak menimbulkan suara, seketika hatinya terkejut.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"He, apakah kalian petugas keamanan?" terdengar sang pemuda menegur sambil menatapnya tajam. Ong-suya segera teringat posisinya sebagai seorang Suya di wilayah itu, tiada alasan baginya untuk takut menghadapi dua orang tamu asing. "Manusia busuk darimana kau ini?" tegurnya sambil membusungkan dada, diam-diam ia memberi kode agar kedua orang opas itu maju mendekat. "Aku pun petugas yang makan nasi negara!" kata Leng-hiat kemudian. Melihat sang opas sudah berada di sisinya, Suya itu bertambah berani, dia tertawa sinis, "Ooh, kau pun petugas negara? Hmmm, yang kau makan justru muntahanku, manusia macam kau pun ingin sejajar dengan posisiku!" "Justru karena dalam pemerintahan terdapat manusia macam kalian, maka rakyat jadi hidup sengsara, tertindas, banyak yang mati kelaparan." "Sialan! Maknya! Kau tahu, aku adalah Suya kesayangan Lu-thayjin, aku ingin berbuat apa, itu hakku dan sesukaku, kau tak usah mencampuri urusanku." Leng-hiat menggelengkan kepala berulang kali, "Aku tak ingin membunuhmu!" Sementara sang Suya melengak, opas yang kurus sudah mengepal tinjunya sambil maju ke depan. "Apa katamu?" Opas yang bertubuh kekar pun ikut menghampiri sambil bersiap menghajar musuhnya. Leng-hiat tetap menggelengkan kepala berulang kait "Sebetulnya aku tak ingin membunuhmu!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Habis berkata, opas kurus itu hanya melihat cahaya petir menyambar lewat, tahu-tahu sebuah serangan sudah mengancam kening Suya itu. Jika dilihat dari situasi saat itu, jelas sang Suya bakal mampus, tapi si kakek yang berada di sisi arena tiba-tiba mengayunkan tangannya. Tiga kali cahaya pedang berkelebat, tiga kali kakek itu mengayunkan tangannya. Opas kurus yang berada di tengah arena hanya berdiri melongo, ia dapat melihat Leng-hiat telah melancarkan tusukan, tapi dia merasa tak mampu menghadapinya, menghindar pun tak sanggup, bahkan hingga sekarang dia masih belum sempat melihat dengan jelas cahaya dingin itu sebetulnya cahaya pedang atau cahaya petir, tusukan itu ditujukan kepadanya atau sedang menusuk sang Suya? Tapi Leng-hiat Sahu dengan jelas, andaikata si kakek tidak menyambut ketiga tusukan pedangnya, paling tidak Suya itu sudah mampus sembilan kali. "Kenapa kau tidak membiarkan aku membunuhnya?" tanya Leng-hiat sambil menarik kembali pedangnya. Kakek itu menggeleng, seakan gelengan kepalanya bukan tertuju pada satu orang melainkan menggeleng untuk seluruh umat manusia di dunia ini. "Dosa kesalahannya belum cukup dijatuhi hukuman mati," katanya. "Hmm! Manusia macam dia hanya menindas rakyat, menyengsarakan orang banyak, apakah perbuatan semacam ini tidak pantas untuk dihukum mati? Orang ini bernama Ong Mia-kun, dialah salah satu orang yang mengkhianati Pek-hoathuang-jin (manusia latah berambut putih) di masa lalu hingga membuat Ni Jian-ciu nyaris terjerumus ke jalan sesat, apakah manusia semacam inipun tidak pantas untuk dibunuh?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kakek itu menghela napas panjang, "Sekalipun harus dihukum mati, kita mesti menunggu keputusan dari atasan atau paling tidak aturan hukum mesti dilaksanakan. Kau maupun aku tak lebih hanya seorang opas, tidak berhak menentukan mati hidup orang, kalau tidak, kita sama saja akan dikenai hukuman karena perbuatan itu." Berkilat sepasang mata Leng-hiat, kali ini dia tidak bicara lagi. Suya itu segera tahu kalau kedua orang itu mempunyai asal-usul yang luar biasa, apalagi bisa mengenali identitasnya secara tepat, segera dia mengeluarkan jurus andalannya sebagai seorang Suya, serunya cepat, "Saudara berdua, kalau tidak berkelahi maka tak akan saling mengenal, air bah menerjang di kuil raja naga, rupanya kita berasal satu aliran, lebih baik "Percuma," tukas kakek itu cepat, "dia tak bakalan menerima caramu itu." "Jadi Toako ini adalah.... dengan sangat hati-hati Suya itu mencari tahu. "Dia adalah salah satu anggota empat opas kenamaan di kolong langit, orang menyebutnya Leng Ling-ci, julukannya adalah Leng-hiat, si Darah dingin." Hampir saja Suya itu jatuh semaput saking kagetnya. Kedua orang opas itu tidak menunjukkan sikap kaget, karena mereka memang tak pernah mendengar nama itu, tapi melihat paras muka Suya mereka berubah pucat bagai kertas, mereka segera sadar kalau kedua orang itu punya asal-usul yang luar biasa, karena itu sikap mereka pun berubah sangat menaruh hormat. Di dalam keputus asaan, tiba-tiba Suya itu teringat di hadapannya masih hadir seorang kakek yang tampaknya berulang kali telah menyelamatkan jiwanya, segera dia

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

memohon dengan penuh belas kasihan, "Toaya, tolong katakan bebeberapa patah kata, mohon ... Leng-ya sudi memaafkan kami kali ini saja ... padahal kami pun hanya menjalankan tugas!" Kakek itu menggeleng berulang kali. "Memaksa rakyat untuk membayar pajak yang bukan menjadi bebannya, memanfaatkan jabatan untuk berbuat cabul, itukah yang kau maksud sebagai urusan dinas? Kau telah melanggar hukum, siapa pun tak akan mengampuni jiwamu." Tampaknya Suya itu tak mau menyerah, kembali dia merengek, "Tolonglah berbuat kebajikan ... aku pasti tak akan melupakan budi kebaikanmu "Percuma saja kau memohon kepadanya," tiba-tiba Lenghiat berkata, "dia... dia tak bakal menyanggupi permintaanmu." "Siapa pula dia itu?" tanya opas bertubuh kekar itu dengan suara lantang. "Siapakah dia?" Leng-hiat tertawa dingin, "dialah nenek moyangmu, dialah orang paling berkuasa, raja diraja kaum opas, si Raja opas Li Hian-ih!" oooOOOooo 25. Opas Ketiga. Kali ini bukan hanya sang Suya saja, kedua orang opas itupun berdiri dengan wajah pucat pasi, badan gemetar keras dan mimik mukanya menunjukkan mau menangis tak bisa, mau tertawa pun sungkan. Tentu saja mereka pernah mendengar tentang sepak terjang tokoh sakti ini, bukan saja ilmu silatnya tinggi, wataknya jujur, pemberani dan adil dalam setiap keputusannya, bahkan semua orang yang jatuh ke tangannya,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

baik dia perampok yang membunuh orang tanpa berkedip maupun tokoh persilatan yang termashur namanya, semuanya ditangkap hidup-hidup dan dikirim ke pengadilan untuk diadili, belum pernah ada orang bisa lolos dari cengkeramannya. Perlu diketahui, bila seorang opas ingin membunuh orang maka hal ini lebih mudah dia lakukan ketimbang menangkap orang, apalagi jika tawanannya adalah seorang tokoh sakti dunia persilatan. Terkadang mereka ditangkap di wilayah Tibet dan mesti dibawa ke propinsi Ouwlam, sepanjang ribuan li bukan saja harus mencegah tawanannya kabur, bahkan harus selalu waspada menghadapi sergapan komplotannya. Tapi jika tertangkap oleh si Raja opas Li Hian-ih, biasanya semua tawanan akan menurut saja ketika digelandang dan dengan tenang menunggu keputusan hukuman. Dalam hal yang satu ini, kecuali Raja opas Li Hian-ih, sekalipun empat opas ataupun Opas sakti, tak ada yang sanggup menandinginya. Ong-suya mulai merintih, ia merasa dirinya seolah-olah telah bertemu setan pada hari ini. Dia rela bertemu setan ketimbang bertemu seorang opas kenamaan, apalagi bertemu Raja opas. "Tidak mungkin aku membebaskan dirimu," terdengar Raja opas Li Hian-ih berkata, "tapi aku bisa memberi satu kesempatan kepada kalian." Mendengar ada secercah harapan hidup, segera Suya itu berseru, "Terima kasih Li-toaya, terima kasih Li-toaya.... "Aku akan memberi kesempatan kepada kalian untuk menyerahkan diri," kata Raja opas Li Hian-ih lagi sambil tertawa.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Paras muka Suya serta kedua orang opas itu berubah seketika. Belum sempat mereka berkata, kembali Raja opas Li Hianih berkata lagi, "Kalian tak usah bermain akal-akalan, sebab bila kalian tidak segera menyerahkan diri, cepat atau lambat kalian bakal kutangkap dan sampai waktunya akan kulipat gandakan hukuman kalian." "Baik, baik, kami pasti akan menyerahkan diri, kami pasti akan menyerahkan diri," segera Suya itu berseru. "Kalian pun jangan harap mencari perlindungan dari para pejabat," Raja opas bicara lebih jauh, "terlebih bersekongkol dengan tidak diadakan pengadilan, kalau sampai aku tahu, semua pejabat yang terlibat akan kulibas semua!" "Baik, baik.... sahut Suya itu dengan badan gemetar keras, wajahnya pucat melebihi kertas. "Kenapa belum segera pergi?" tanya Raja opas. Sambil mundur ke belakang, Suya itu membungkukkan badannya berulang kali seraya berseru, "Baik, segera pergi, segera pergi Bersama kedua orang petugas keamanan, mereka mundur sejauh tiga empat puluh langkah baru naik ke atas kudanya, mungkin lantaran kelewat gugup, baru naik Suya itu sudah terjatuh kembali ke bawah, segera kedua orang rekannya datang membantu. Tak selang beberapa saat kemudian ketiga orang itu sudah lenyap dari pandangan. "Menurut pandanganmu, mungkinkah mereka pergi menyerahkan diri?" tanya Leng-hiat kemudian sambil tertawa. "Aku rasa tidak mungkin," sahut Raja opas. "Lantas kenapa tidak kita bunuh saja orang-orang itu?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sudah kukatakan, kita tak punya wewenang untuk membunuh." "Sekalipun tidak dibunuh, paling tidak seharusnya kita potong sebuah lengannya atau mengiris telinganya sebagai hukuman." "Sama seperti yang kukatakan, kita pun tak punya wewenang untuk berbuat begitu." Setelah tertawa, dia menepuk bahu Leng-hiat sambil memperingatkan, "Kau mesti lebih berhati-hati, seandainya kulihat kau melakukan pembunuhan atau melukai orang, sama saja, kau punya dosa." Berkilat sepasang mata Leng-hiat. "Apakah membunuh manusia laknat yang telah melakukan kejahatan dan kebengisan pun dianggap berdosa?" Raja opas menghela napas panjang. "Sesungguhnya bersalah atau tidak bersalah hanya bisa kita putuskan dalam hati, tak mungkin orang awam bisa memutuskan dengan sesuka hati, kita sebagai petugas hanya punya wewenang menangkap orang demi ditegakkannya hukum dan keadilan. Jika kuatir repot atau untuk menghemat waktu kita segera menghabisi orang itu, bukankah perbuatan kita yang melanggar hukum terlebih dahulu, mana mungkin orang lain mau mentaati peraturan?" Leng-hiat membungkam. Sementara itu kakek Seng-siu dan keluarganya telah menghampiri mereka untuk menyampaikan rasa terima kasihnya, Raja opas Li Hian-ih pun meninggalkan obat untuk mengobati luka lelaki desa itu, kemudian setelah bertanya arah jalan, mereka tinggalkan rumah pedesaan itu. Di tengah jalan tiba-tiba Leng-hiat bertanya, "Maksud tujuan kedatanganmu adalah.... "Untuk menangkap orang," jawab Raja opas.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Siapa yang akan kau tangkap?" "Menangkap Kokcu dari perusahaan ekspedisi Sin-wi-piaukiok, Ko Hong-liang, Tong Keng serta pentolan penyamun wanita dari Bu-su-bun, Ting Tong-ih." "Kenapa mereka harus ditangkap?" "Karena orang-orang Sin-wi-piau-kiok melarikan barang yang semestinya harus dikawal, sementara orang-orang Busu-bun merencanakan pemberontakan!" "Aku tidak percaya kalau orang-orang Sin-wi-piau-kiok merampok barang kawalannya, sedangkan anggota Bu-su-bun pun tidak punya rencana untuk menjadi pemberontak!" Mendadak Raja opas menghentikan langkahnya dan menatap Leng-hiat, katanya, "Sekalipun apa yang kau katakan benar, dan meski aku percaya dengan perkataanmu, tapi kenyataan Tong Keng dari Sin-wi-piau-kiok telah membunuh Li Wan-tiong, Ko Hong-liang dengan berkerudung muka telah menolong narapidana penting, apalagi melukai petugas negara, jelas dia telah melakukan kesalahan besar, selain itu Ting Tong-ih dengan mengajak anak buahnya telah menyerbu penjara, membunuh dan melukai para sipir dan petugas keamanan, perbuatan semacam inipun merupakan satu pelanggaran besar." "Tapi siapa yang memaksa mereka melakukan perbuatan ini?" seru Leng-hiat sedikit emosi, "Li Wan-tiong kejam, dengan alat siksaan yang tak berperi kemanusiaan dia telah menguliti manusia hidup-hidup, mencelakai Kwan Hui-tok dengan cara licik sehingga berakibat Ting Tong-ih menyerbu ke penjara, Tong Keng melakukan pembunuhan dan memaksa Ko Hong-liang menyelamatkan mereka semua, jika perampokan uang pajak bukan dilakukan pihak Sin-wi-piaukiok, bukankah perintah penangkapan yang diturunkan pihak pejabat memaksa mereka harus naik ke bukit Liang-san dan menjadi begal?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bila setiap orang menggunakan alasan itu untuk membela diri, darimana datangnya ketaatan rakyat terhadap hukum? Darimana datangnya ketenteraman dan keamanan bagi negara?" Leng-hiat tertawa dingin. "Lantas, apakah mereka harus menerima tuduhan itu? Harus menelan semua fitnahan dan tunduk pada hukum?" Mendadak si Raja opas batuk sekeras-kerasnya. Lama sekali Leng-hiat menatap rekannya, kemudian baru ia berkata, "Tahu aku sekarang" "Tahu apa?" "Tak mungkin kasus sekecil ini bisa menarik perhatian Li Hian-ih yang bernama besar dan tersohor di Seantero jagad, kau datang karena diutus perdana menteri Hu!" Dengan susah payah Raja opas menarik napas, seakanakan kalau ia berhenti berusaha maka napasnya seketika akan berhenti. "Benar, aku memang diutus perdana menteri Hu untuk menangkap buronan, tapi apa salahnya? Mereka memang melanggar hukum, lagi pula sudah menjadi buronan, menjadi tugas dan tanggung jawabku untuk menangkap mereka dan menggelandangnya ke pengadilan!" "Tugas dan tanggung jawab?" Leng-hiat tertawa dingin, "Perdana menteri Hu punya jabatan yang sangat tinggi dan kaya raya, orang yang menjual nyawa untuknya rata-rata kaya dan terhormat, apakah mereka boleh membunuh orang semaunya", membakar milik rakyat seenaknya? Apa gunanya kau bicara sok demi keadilan?" Raja opas mengurut dada sambil mengatur pernapasan, untuk pertama kalinya api kemarahan memancar dari balik matanya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Betul, perdana menteri Hu memang pejabat tinggi dalam kerajaan bahkan berambisi besar, tapi aku tak pernah membonceng kepopulerannya, aku pun tak pernah menerima sepeser uang pelicinnya, hingga detik ini aku tak pernah melakukan perbuatan yang dianggap mengingkari liangsim (hati nurani)!" Dia membuka pakaiannya, memperlihatkan dada dan perutnya, di situ tampak bekas bacokan golok, tusukan pedang, luka senjata rahasia maupun luka bekas pukulan. "Sekujur tubuhku dipenuhi luka, luka yang ini dibuat oleh si Tosu panjang umur dengan ilmu kebutan tulang besinya, yang ini karena pukulan martil emas milik Kim Gin-san dari Kiu-ciu, yang ini terluka oleh pukulan tenaga lunak jagoan keluarga Lui, dan ini terluka oleh senjata rahasia keluarga Tong, kemudian ada lagi luka oleh orang-orang kuil setan, jagoan dari negeri Hu-siang, tenggorokanku pernah terluka karena dipaksa minum racun empedu burung merak, Hok-teng-hong serta Bi-siang yang sangat ganas sewaktu menangkap menteri korup Koan Ciu-in, peduli terhadap siapa pun, aku akan menangkapnya satu per satu, aku berjuang dengan kemampuanku sendiri, berusaha dengan caraku sendiri, tak pernah aku membonceng kejayaan Hu-thayjin, bukan orang tak mau memberi kepadaku, karena aku memang tidak membutuhkannya!" Dengan sepasang mata berkilat dia melanjutkan, "Aku sudah makan gaji negara, setiap tahun beberapa tahil perak sudah cukup bagi kebutuhanku, biaya yang kukeluarkan sepanjang memburu buronan pun selalu kuperhitungkan dengan pihak keuangan kantor kejaksaan, kecuali itu aku tak pernah meminta uang jasa apapun. Aku sebagai petugas penegak kebenaran harus memberi contoh yang benar kepada semua orang, bersikap adil, jujur dan tegas dalam mentaati peraturan, bukankah begitu?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kemudian setelah tertawa gusar, terusnya, "Seandainya Ko Hong-liang, Ting Tong-ih dan Tong Keng tidak melanggar hukum, biarpun Hu-thayjin menurunkan perintah kepadaku, tak nanti aku pergi menangkap mereka! Kalau mereka memang tidak bersalah, kenapa mesti takut diadili?" Leng-hiat tahu apa yang dia ucapkan memang merupakan perkataan yang sejujurnya. Kecuali terhadap Cukat-sianseng, jarang sekali Leng-hiat menaruh rasa hormat kepada orang lain, tapi kini mau tak mau dia harus menaruh rasa hormat dan salutnya kepada orang ini. Sebab dia tahu, semua perkataan Li Hian-ih memang benar dan merupakan kenyataan. Sepanjang perjalanan Li Hian-ih banyak bergaul dengan orang, kendatipun ia menderita luka dalam yang cukup parah, meski harus terbatuk-batuk hebat, namun urusan dinas tetap dilaksanakan secara baik dan disiplin, pengejaran yang harus dilakukan ribuan li dilaksanakan tanpa mengeluh, gaji tahunan yang begitu sedikit digunakan secara hemat dan dipakai bilamana perlu saja. Tapi ia tak pernah mengeluh, bahkan tak pernah mengandalkan posisi serta nama besarnya untuk ditukar dengan banyak kemudahan. Dengan mata kepala sendiri ia saksikan Li Ok-lay mengutus orang untuk menyambut kedatangannya di pintu kota, penyambutan secara besar-besaran, tapi dia tak pernah menerima penyambutan itu, malah secara diam-diam menyelinap untuk melakukan perburuan. Bagaimanapun Li Ok-lay adalah seorang pembesar negeri yang suka dengan segala penyambutan yang berlebihan, dia seakan tidak memahami tabiat Li Hian-ih, dia tetap menggelar upacara penyambutan secara besar-besaran.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Besar kemungkinan hingga kini Li Ok-lay belum tahu kalau Li Hian-ih sudah melewati pintu gerbang itu dan menghindar untuk bertemu dengannya. Hu Tiong-su sang perdana menteri tak pernah memberi posisi tinggi kepadanya, tidak pula memberi uang atau harta yang berlimpah, dia hanya diberi kekuasaan besar untuk menentukan mati hidup seseorang, diberi tugas dan tanggung jawab yang besar, tapi Li Hian-ih menyelesaikannya secara tuntas, bahkan tanpa mengeluh maupun menggerutu. Malah dalam soal makan pun Li Hian-ih begitu perhitungan, tak mau ditraktir juga tak mau mentraktir orang, hidupnya sangat hemat. Leng-hiat menarik napas panjang, katanya, "Jika kau berhasil menangkap mereka dan menggelandangnya ke kantor pengadilan, kemudian tutup mata terhadap keadaan mereka, tak ambil peduli kalau mereka difitnah orang, dapat dipastikan Ko Hong-liang, Ting Tong-ih serta Tong Keng akan mati konyol." Raja opas mengernyitkan dahinya, untuk sesaat dia tak mampu menjawab, hanya terbatuk terus tiada hentinya. Batuknya kali ini jauh lebih hebat daripada batuknya semula, batuk terus sampai tumpah darah. Dalam pada itu awan gelap telah menyelimuti seluruh angkasa, angin mulai berhembus kencang, kelihatannya hujan segera akan turun dengan derasnya. "Aah, sebentar lagi akan turun hujan," gumam Raja opas. Sekonyong-konyong dari arah depan sana muncul satu pasukan prajurit, ada yang menunggang kuda, ada yang berlarian, di tangan mereka selain membawa senjata tajam, ada pula yang membawa borgol kayu besar, ternyata mereka adalah sekelompok petugas keamanan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Inilah akibat dari kau melepaskan orang," kata Leng-hiat cepat. "Blaaam...!", suara guntur yang keras menggelegar memecah keheningan, suara gemuruh yang bercampur dengan helaan napas si Raja opas. Leng-hiat sendiri pun merasa tenggorokannya seakan tersumbat, ia sadar perkataannya barusan kelewat keras dan kasar. Dalam waktu singkat kawanan pasukan keamanan sudah bergerak mendekat, seorang opas yang berada paling depan sudah mulai menuding sambil mencaci maki, "He, bajingan sialan! Kalian berani amat membegal Suya kami? Cepat serahkan dirimu!" "Aku adalah.... kata Raja opas. "Maknya, kentut busukmu!" tukas seorang petugas keamanan nyaring, "cepat serahkan diri dan ikut kami balik ke kantor! Gara-gara urusan kalian, bisa jadi kami ikut basah kuyup karena kehujanan!" Sambil mengumpat tiada hentinya, bersama beberapa orang petugas yang lain segera maju mendekat untuk melakukan penangkapan. "Tampaknya kalau tidak memukul mundur mereka dengan kekerasan, percuma saja kita bersilat lidah!" kata Leng-hiat sambil tertawa dingin. "Ya, rasanya memang hanya ada cara itu," sahut Raja opas sambil tertawa getir. Sementara pembicaraan masih berlangsung, kawanan petugas keamanan itu sudah merangsek maju, hujan batu kerikil pun mulai berhamburan mengarah tubuh mereka berdua.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba Leng-hiat membungkukkan badan dengan tangan meraba gagang pedang, ia malah menerjang maju ke muka. Gerakan tubuhnya sewaktu menyerbu ke depan, menerjang hujan, menerkam kawanan petugas keamanan itu persis seperti seekor macan tutul yang sedang kelaparan. Diiringi bentakan gusar bercampur teriakan kaget, kawanan petugas keamanan itu menyambut terjangannya dengan bacokan senjata. "Addduh!" "Ampun!" "Ahhhh!" Teriakan demi teriakan berkumandang di angkasa, dimana tubuh Leng-hiat menerjang, kawanan petugas keamanan itu mencelat sejauh tujuh-delapan depa, terbanting ke atas tanah dengan keras dan tak mampu merangkak bangun lagi. "Aaai, seranganmu kelewat berat," keluh Raja opas sambil menghela napas. "Tapi serangan mereka semua tertuju ke bagian tubuhku yang mematikan, mereka menginginkan nyawaku!" sahut Leng-hiat sambil melanjutkan terjangannya. Tiba-tiba Raja opas membentak keras, bentakan itu sedemikian kerasnya sehingga bukan saja membuat kawanan petugas keamanan itu tertegun, kuda-kuda pun ikut meringkik sambil mengangkat tinggi kedua kaki depannya, bahkan Lenghiat sendiri pun ikut melengak hingga menghentikan gerakan tubuhnya. Tatkala kawanan petugas keamanan itu menengok ke arahnya, tampak selapis asap tipis mengepul keluar dari seluruh tubuh kakek berpakaian rombeng itu, ketika butiran air hujan jatuh di atas kepala kakek itu, seakan tertahan oleh

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

selapis jaring tak berwujud, air hujan itu tak mampu jatuh ke bawah. Baru saja semua orang tersentak kaget, Raja opas sudah membentak sambil mengayunkan sepasang tangannya bergantian, butiran air hujan yang tertahan tadi segera menyebar dan menyambar ke tubuh kawanan petugas keamanan itu bagaikan serangan senjata rahasia. Bagaimana mungkin kawanan petugas keamanan itu mampu menghindar dari serangan senjata rahasia yang begitu rapat? Ada yang tersambar matanya, ada yang tersambar wajahnya, orang mulai tunggang-langgang dibuatnya, jeritan kaget, teriakan ngeri bergema silih berganti, tak selang beberapa saat kemudian kawanan petugas itu sudah kocarkacir dan melarikan diri terbirit-birit. Menyaksikan kejadian itu Leng-hiat hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya, "Kawanan petugas itu betul-betul hanya sekelompok sampah, untung bukan lagi menghadapi pertempuran, coba kalau berada di medan laga, tak bisa dibayangkan bagaimana akibatnya ... mereka benar-benar sudah rusak karena kelewat dimanjakan komandannya." Mereka berdua berjalan menuju ke dalam sebuah gardu, mengawasi hujan yang semakin deras di luar sana, perasaan mereka berdua terasa berat dan murung. Tiba-tiba dari sudut gardu terlihat ada sebatang hio, meski sudah padam karena tertimpa air hujan, namun asap biru masih mengepul tipis. Leng-hiat tahu baru saja Ting Tong-ih melewati tempat itu, entah mengapa tiba-tiba muncul satu perasaan aneh dalam hati kecilnya. Terdengar Raja opas menghela napas panjang, katanya, "Orang bilang ketika kekacauan mulai melanda seluruh dunia, setan iblis pasti akan bermunculan, coba kau lihat semangat

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kawanan petugas keamanan itu, aaai! Mungkinkah kolong langit kembali akan kacau?" Leng-hiat mendengus dingin. "Hmmm! Anak buah Li Ok-lay dan Lu Bun-chang merampok, membegal dan memperkosa dimana-mana, perbuatan mereka jauh lebih bejad ketimbang perbuatan kaum begal, bagaimana mungkin keadaan ini tidak membangkitkan keinginan rakyat untuk memberontak?" Sekali lagi Raja opas terbatuk-batuk hebat, darah segar kembali dimuntahkan dari mulutnya. Sampai lama kemudian baru ia berkata lagi, "Seandainya kolong langit akan kacau, mungkin aku ... aku sudah tak berkesempatan untuk melihatnya lagi." Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Leng-hiat, seolah mendapat firasat jelek, serunya tak tertahan, "Jadi paru-parumu... "Aku sudah tak punya paru-paru," tukas Raja opas sambil menyeka darah di bibirnya, "kedua paru-paruku sudah membusuk dan rusak." "Demi kesejahteraan negara kau mesti menjaga kesehatanmu baik-baik, kau harus beristirahat dulu." Raja opas tertawa getir. "Seandainya kolong langit aman, tenteram dan penuh damai, biarpun harus beristirahat untuk selamanya pun aku tak akan banyak pikiran," katanya. Agak terenyuh Leng-hiat mendengar perkataan itu, dia merasa Cukat-sianseng pun pernah berkeluh demikian sewaktu hujan di tengah malam. Tanpa terasa dia pun membayangkan kembali bagaimana Cukat-sianseng mendidik mereka hingga dewasa, bukan saja telah mewariskan ilmu silat yang hebat, bahkan selalu mencukupi semua kebutuhan mereka sehingga dalam hal ini mereka tak pernah merisaukannya lagi.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bila dibandingkan dengan Raja opas yang mesti berjuang dari pangkat yang paling rendah, dari gaji yang sedikit, jelas perbedaan di antara mereka bagai langit dan bumi. Timbul perasaan menghormat di hati kecilnya. "Aaai, lagi-lagi ada yang datang!" mendadak Raja opas berbisik. Di tengah hujan yang sangat deras terlihat seseorang berdandan petugas keamanan, dengan membawa sebilah golok, selangkah demi selangkah berjalan mendekat. Langkah kaki orang itu tidak terlalu cepat, tapi dia seolaholah tak akan menghentikan langkahnya sebelum tiba di tempat tujuan. Orang itu masih sangat muda, air hujan membuat rambut dan wajahnya basah kuyup, membuat alis matanya yang tebal nyaris menempel di atas jidatnya. Dia berjalan mendekat sambil memegang goloknya, sama sekali tak terlintas rasa jeri atau takut di wajahnya. Dari dandanan yang dikenakan, Leng-hiat tahu orang ini hanya seorang opas kelas tiga dalam kantor pengadilan. Dalam bidang opas pun terbagi dalam banyak jabatan, ada opas yang mempunyai kekuasaan sangat besar hingga dia memiliki wewenang untuk mendatangkan pasukan negara, tapi ada pula opas dengan jabatan sangat kecil, yang tugasnya hanya mengambilkan air teh atau mengantar makanan untuk petugas opas lainnya. Tentu saja opas seperti Leng-hiat dan Li Hian-ih sudah bukan opas lagi, mereka sudah merupakan semacam simbol, semacam idola, semacam panutan bagi opas lain, begitu tinggi dan terhormat posisinya sehingga pembesar negeri pun harus menaruh hormat kepada mereka.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Opas yang barusan muncul merupakan seorang opas dengan wewenang kecil, hingga patut dikasihani, biasanya mereka hanya kebagian tugas mengurusi orang-orang yang makan gratis di rumah makan, mengurusi orang mabuk yang membuat keributan atau urusan kecil yang sama sekali tak ada artinya, bukan saja mereka harus mengajukan izin setiap kali hendak membawa senjata, bahkan izin yang diajukan bersusah payah selama sepuluh hari hanya berlaku untuk satu hari saja. Opas semacam inilah yang sekarang sedang berjalan menghampiri mereka berdua. Opas itu menghentikan langkahnya setelah berada sepuluh langkah dari gardu itu, teriaknya, "Maaf saudara berdua, boleh aku mengajukan satu pertanyaan?" Leng-hiat memandang ke arah Raja opas, sementara Raja opas pun balik memandang Leng-hiat. Terdengar opas itu berteriak lagi, "Apakah kalian berdua yang telah menghalangi Ong-suya melaksanakan tugas dinasnya dua jam berselang?" Leng-hiat memandang Raja opas sekejap, lalu menjawab, "Benar!" "Kalian juga yang telah melukai dua belas orang petugas keamanan pada setengah jam berselang?" kembali opas itu bertanya. Kali ini Raja opas yang memandang Leng-hiat sekejap sambil menjawab, "Benar!" "Bagus!" dari sakunya opas muda itu mengeluarkan sebuah lencana, lalu sambil ditunjukkan serunya, "Kalian telah menghalangi petugas negara melaksanakan tugasnya bahkan melukai alat negara, aku akan menangkap kalian berdua."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah berhenti sejenak, lanjurnya, "Aku adalah Kwan Siau-ci, opas kelas empat dari kota Cing-thian, aku hendak menangkap kalian berdua." 26. Selamat Tinggal Sin-wi. Walaupun hujan turun dengan derasnya, bahkan disertai hembusan angin yang sangat dingin, meski pakaian yang dikenakan opas muda itu sudah basah kuyup bahkan kelihatan mulai kedinginan, namun ia tetap menahan diri sambil berdiri tegap. "He, anak muda, kenapa tidak berteduh dulu dari terpaan air hujan?" seru Raja opas lembut. "Terima kasih," jawab Kwan Siau-ci, si opas muda itu cepat, "Aku sedang menjalankan tugas, selesai bertugas kita bicara lagi." "Kalau tak mau masuk kemari, cepatlah pulang!" kata Raja opas lagi sambil tertawa. "Kalian berdua ikut aku pulang ke kantor." Raja opas tertawa. Tiba-tiba ia menggerakkan tangannya, mencabut pedang milik Leng-hiat yang tersoreng di pinggang lalu ... "Sreet, sreet, sreeet", setelah mengebasnya tiga kali, pedang itu sudah tersoreng kembali di pinggang Leng-hiat. Dalam waktu singkat dia sudah melepaskan tiga bacokan kilat menembus asap tipis di atas hio, tampak asap masih mengepul ke angkasa, meskipun baru saja dilalui tiga bacokan kilat, asap itu seolah sama sekali tak goyang, sama sekali tak terputus. Serangan pedang yang dilancarkan Li Hian-ih seakan tidak disertai desingan angin bahkan cepatnya tak terlukiskan dengan kata.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Hal ini membuat Leng-hiat sendiri pun terkesiap, pikirnya, "Jika serangan Li Hian-ih itu tertuju ke tubuhku, mampukah aku menerima ketiga jurus serangannya?" Dalam pada itu Raja opas sambil tersenyum sedang mengawasi opas muda itu. Terlihat paras muka opas muda itu berubah hebat. Dia hanya tahu datang ke situ untuk menangkap dua orang tawanan. Sejak menyaksikan ketujuh delapan belas orang petugas keamanan itu mundur sambil lari terbirit birit, dia pun tahu lawannya bukan seseorang yang gampang dihadapi, tapi dia tidak menyangka kalau salah satu di antaranya memiliki kepandaian silat yang sedemikian hebatnya. "Ilmu pedang yang hebat!" terpaksa dia manggut-manggut perlahan. "Sekarang pulanglah!" bujuk Raja opas lagi lembut. "Sreett!", mendadak opas muda itu melolos goloknya, sambil dilintangkan di depan dada serunya lagi, "Kalian harus ikut aku balik ke kantor!" Leng-hiat kembali saling bertukar pandang dengan Raja opas, kedua orang ini mulai kehabisan daya untuk menghadapi pemuda yang keras kepala ini. Leng-hiat segera melejit ke udara, sebuah serangan dilancarkan ke atas golok yang berada dalam genggaman opas muda itu. Siapa sangka tiba-tiba opas itu melejit pula ke tengah udara lalu dari atas menuju ke bawah secara beruntun dia melancarkan tiga buah bacokan kilat, semuanya tertuju ke sepasang bahu lawannya. Leng-hiat berseru tertahan, ia melolos pedangnya. Begitu Leng-hiat mencabut pedangnya, serangan yang dilancarkan opas muda itupun seketika buyar, tapi bukannya

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

mundur, opas itu malah merangsek maju, sambil menerobos ke balik cahaya pedang, ia berniat menangkap lawannya. Leng-hiat tak ingin membunuh opas muda ini, dia pun tak ingin melukainya, untuk sesaat dia menjadi bingung dan tak tahu bagaimana mesti menghadapi opas muda itu, empat jurus berlalu dengan cepat. Akhirnya dengan menggunakan gagang pedangnya Lenghiat menyodok lambung opas muda itu dengan keras, opas itu menjerit kesakitan, jatuh terduduk ke tanah dan mulai muntah-muntah. "Kembalilah," kata Leng-hiat kemudian, "kau masih bukan tandingan kami." Sambil mengertak gigi opas muda itu merangkak bangun, sambil mengayunkan kepalan dan kakinya kembali dia melancarkan serangan. Leng-hiat tidak menyangka kalau orang itu begitu keras kepala, sambil berkelit hardiknya, "Jangan paksa aku membunuhmu!" "Aku tahu bukan tandinganmu, tapi aku tetap akan menangkapmu!" tanpa merasa takut atau jeri sedikitpun opas muda itu menerjang lebih nekad, "bila aku mati, akan muncul beribu orang opas lain menangkapmu!" Leng-hiat menghela napas panjang, gumamnya, "Aaai, seandainya semua opas bersemangat macam kau, keadaan pasti akan aman sentosa." Dan sorot mata opas Tiuda itu tiba-tiba ia teringat sepak terjang sendiri di masa muda dulu. "Kwan Siau-ci!" tiba-tiba Raja opas berkata, "kalau kami tidak bersalah, mau apa kau menangkap kami berdua?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Walaupun dia berbicara dengan lemah lembut, namun di tengah deru angin dan hujan yang deras, setiap patah katanya dapat terdengar oleh Kwan Siau-ci dengan jelas. Tampak Kwan Siau-ci melengak, sambil menghentikan serangannya dia berseru, "Jadi kalian bukan orang yang melukai petugas keamanan?" Raja opas tertawa. "Kau punya lencana, aku pun punya!" katanya sambil memperlihatkan lencana emasnya. Begitu membaca tulisan yang tertera di atas lencana emas itu, Kwan Siau-ci nampak sangat kaget, jeritnya tertahan, "Jadi... kau adalah Li... Li.... "Aku bukan bernama Li Li, namaku Li Hian-ih!" Seketika itu juga semua keberanian dan kejantanan yang dimiliki Kwan Siau-ci lenyap, seakan sedang memandang idolanya, ia bergumam, "Kau sangat termashur!" "Di kemudian hari kau pun akan termashur juga!" jawab Raja opas hambar, kemudian sambil menuding ke arah Lenghiat, lanjutnya, "Dia jauh lebih tersohor, Leng-hiat, salah satu anggota empat opas kenamaan adalah dia." Kwan Siau-ci jadi gelagapan sendiri, "Kau ... kau ... dia ... dia ... aku tidak tahu kalau kalian berdua adalah... "Kami pun hanya manusia biasa," tukas Leng-hiat, "kami tetap harus taat pada hukum dan peraturan, tapi dalam peristiwa ini, Ong-suya telah melanggar hukum, maka kami pun memberi sedikit pelajaran kepadanya." "Sekarang kau sudah tahu duduk masalahnya," sambung Raja opas sambil tertawa, "saudara cilik, bersediakah kau melepaskan kami berdua?" "Boleh, boleh.... sahut Kwan Siau-ci cepat begitu teringat status sendiri, katanya lagi dengan serius, "Terus terang saja, andai kalian berdua benar-benar telah melanggar hukum,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

sekalipun aku bukan tandingan kalian berdua, aku tetap akan mengadu jiwa membekuk kalian, cuma ... aku percaya penuh dengan apa yang kalian ucapkan." Raja opas saling bertukar pandang dengan Leng-hiat sambil tertawa, ujar Leng-hiat kemudian, "Setelah hujan berhenti nanti, aku ingin minta tolong engkoh cilik untuk menjadi petunjuk jalan, aku hendak menyelidiki sebuah kasus." "Kalian ingin kemana?" tanya Kwan Siau-ci sambil garukgaruk kepala. "Perusahaan Sin-wi-piau-kiok!" "Sin-wi-piau-kiok?" seru Kwan Siau-ci seperti terperanjat. "Hahaha ... bagus, bagus, akhirnya Thian membuka matanya juga!" "Ada apa?" tanya Raja opas tercengang. "Akhirnya kalian muncul juga untuk membersihkan nama Sin-wi-piau-kiok dari tuduhan, fitnahan dan korban kambing hitam orang lain!" "Fitnah? Korban kambing hitam?" Raja opas saling bertukar pandang sekejap dengan Leng-hiat. "Benar!" kata Kwan Siau-ci kegirangan, "Sin-wi-piau-kiok dituduh membegal barang kawalannya hingga seluruh anggota perusahaan dijebloskan ke dalam penjara, masakah ini bukan fitnah?" "Hubunganmu dengan ... Sin-wi-piau-kiok ...? tanya Lenghiat. Sambil membusungkan dada sahut Kwan Siau-ci, "Hidup sebagai anggota Sin-wi, mati pun sebagai setan Sin-wi, walaupun aku hanya petugas rendahan dalam perusahaan, tapi budi yang diberikan Sin-wi-piau-kiok kepadaku lebih berat dari bukit karang, selama hidup aku tak akan melupakannya!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Jadi kau ... kau masuk Lak-san-bun setelah kantor Sin-wipiau-kiok disegel pemerintah?" selidik Raja opas. "Benar!" jawab Kwan Siau-ci dengan suara lantang, "jika Sin-wi-piau-kiok masih ada, buat apa aku keluar dari perusahaan? Ko-kokcu, Tong-piauthau, ayahku ... mereka semua mengenaskan... Bicara sampai di sini, seakan teringat sesuatu serunya, "Kalian ... kalian bukan datang untuk menangkap orang bukan?" "Kami datang untuk ... untuk menyelidiki kasus ini," jawab Leng-hiat sambil membasahi bibirnya yang kering. Kwan Siau-ci segera berpaling ke arah Raja opas. Usia Raja opas yang sudah lanjut membuat ia merasa lebih dapat dipercaya. Raja opas berdehem beberapa kali, kemudian katanya, "Dalam kasus ini ... aku harus melakukan penyelidikan lagi, ayahmu adalah... "Apa lagi yang harus diselidiki?" teriak Kwan Siau-ci sambil mencak-mencak, "sudah jelas ini fitnah! Sudah jelas ada orang mengkambing hitamkan mereka, apa lagi yang perlu dilacak? Apalagi yang perlu diselidiki? Kalian ... kalian datang untuk mencelakai Sin-wi-piau-kiok!" "Jangan bilang begitu," bentak Leng-hiat cepat, "aku mau menerima tugas menyelidiki kasus ini, alasan yang utama adalah karena mendapat perintah dari Cukat-sianseng untuk menyelidiki kejadian yang benar! Cukat-sianseng adalah sahabat karib Sik Hong-sian, Sik-thayjin, sementara Sik-thayjin punya hubungan akrab dengan Ko Jut-sik, Lokokcu perusahaan Sin-wi-piau-kiok, kau sebagai orang Sin-wi, tentunya sudah pernah mendengar kejadian ini bukan!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kena dihardik, Kwan Siau-ci berdiri tertegun, lama kemudian baru ia bergumam, "Benar juga perkataanmu, tapi... "Tak perlu tapi-tapian!" tukas Leng-hiat lagi, "untuk membersihkan nama dari segala tuduhan dibutuhkan bukti dan fakta yang jelas, cepat bawa kami ke sana, dengan begitu kita baru bisa menyingkap kejadian yang sebenarnya!" Kwan Siau-ci membelalakkan matanya lebar-lebar, mendadak ia menjatuhkan diri berlutut. Segera Leng-hiat membangunkan dirinya, tapi Kwan Siau-ci menolak untuk berdiri, katanya lagi, "Aku menjadi opas bukan lantaran ingin naik pangkat atau menjadi kaya, aku hanya berharap suatu saat fitnah yang dialamatkan ke Sin-wi-piaukiok bisa dicuci bersih ... Toaya berdua, kalian adalah idola setiap opas di kolong langit, semoga kalian bisa meneliti kembali kasus ini serta memutuskan secara bijaksana, hamba merasa berterima kasih sekali, terima kasih sekali bila kalian bisa menuntaskan kejadian ini Raja opas menghela napas panjang. "Aaai, seandainya benar-benar difitnah orang dan dijadikan kambing hitam, kami pasti akan menegakkan keadilan dan kebenaran Sambil menggendong tangan dia mengawasi air hujan yang masih turun dengan derasnya, lanjutnya, "Siapa membunuh orang, dia harus membayar dengan nyawanya, siapa berhutang, dia harus membayar dengan uang, bila ada yang mencelakai nyawa mereka, aku pun akan membalaskan dendam...." Butiran air mulai muncul di ujung matanya, entah air mata, entah air hujan? Tentu saja Kwan Siau-ci tidak mengerti apa yang dia maksudkan. Leng-hiat sendiri pun tidak mengerti.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dia hanya merasa di balik perkataan si Raja opas terselip arti lain, masalah apa artinya dia tak tahu, dia sama sekali tak bisa membongkar simpul tali kecurigaan itu. Ting Tong-ih, Tong Keng maupun Ko Hong-liang melanjutkan perjalanan dengan menyaru. Mereka telah terbiasa melakukan perjalanan dalam dunia persilatan. Ting Tong-ih yang bergabung dalam sindikat Busu-bun memang sudah terbiasa menyamar, baginya penyamaran bukan sesuatu yang aneh. Sementara Ko Hongliang serta Tong Keng pun seringkah menerima order melindungi 'barang rahasia', jadi bagi mereka berdua menyamar bukan sesuatu yang aneh. Kali ini Ting Tong-ih menyamar menjadi seorang Tokou (tosu wanita). Ko Hong-liang menyamar jadi petani, topi caping bambunya dikenakan rendah sehingga menutupi separoh bagian wajahnya. Yang paling hebat adalah Tong Keng, atas saran Ting Tong-ih, dia menyamar menjadi seorang wanita desa yang sedang hamil tua. Sewaktu membantunya menyaru, Ting Tong-ih tertawa tiada hentinya, begitu selesai membantu, kembali perempuan itu tertawa cekikikan, lama kelamaan Tong Keng jadi mendongkol, teriaknya jengkel, "Sudah, aku tak mau menyamar lagi!" "Penyamaran pun sudah selesai, mana mungkin kau bisa berubah pikiran?" jawab Ting Tong-ih sambil tertawa. "Kenapa kau selalu menertawakan orang!" protes Tong Keng makin jengkel.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendengar itu, Ting Tong-ih tertawa makin terpingkal, serunya, "Coba kau lihat, tak perlu menyamar pun cara bicaramu sudah mirip Tong Keng semakin jengkel, Ting Tong-ih tahu dia tak boleh menertawakan lebih jauh, maka sambil menahan rasa gelinya dia berkata, "Padahal penyamaranmu semakin mirip, keselamatan kita semua makin aman, kenapa kau malah mendongkol." "Sudah, jangan bergurau lagi," tukas Ko Hong-liang kemudian, "sebentar hujan akan turun, ayo kita berangkat, aku berharap sebelum hujan turun sudah tiba di kantor perusahaan." Mendengar itu, dengan berat hati terpaksa Tong Keng bangkit berdiri, kembali Ting Tong-ih menyerahkan sebuah saputangan, katanya sambil menahan tertawa, "Ikatkan di atas lehermu, supaya orang tidak melihat bijimu itu.... Kata bijimu! tak sanggup diucapkan lagi, sebab dia sudah keburu tertawa cekikikan. Tong Keng menerima saputangan itu dengan jengkel, padahal dalam hati kecilnya dia sama sekali tak marah. Walaupun ia mengenakan pakaian agak kasar, namun di balik baju itu dia memakai pakaian dalam milik Ting Tong-ih yang terbuat dari sutera, nyaman sekali ketika dikenakan. Apalagi sewaktu terbayang bagaimana pakaian dalam itu pernah dikenakan Ting Tong-ih, satu ingatan aneh segera melintas dalam benaknya. Tak lama setelah mereka meninggalkan gardu, hujan pun turun dengan derasnya. Padahal tak lama setelah hujan turun, Li Hian-ih dan Lenghiat baru tiba di gardu itu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kehidupan manusia terkadang memang begitu, hanya terlambat satu langkah, segalanya bisa berubah. Hujan turun sangat deras, bangunan gedung Sin-wi-piaukiok yang di masa lalu tampak mentereng dan megah, kini terasa sepi, kusam dan kotor. Mengawasi pintu gerbang perusahaannya, sepasang mata Ko Hong-liang berubah merah. Di tempat itu bukan saja merupakan tempat tinggalnya, di situlah kehidupannya berkembang, dia telah mengorbankan seluruh pikiran dan tenaganya untuk perkembangan perusahaan, tapi pada akhirnya bukan kehormatan yang diperoleh, melainkan penghinaan dan kenistaan. Tak heran hatinya bergolak setelah muncul di depan rumah, ia merasa darah dalam tubuhnya bergelora, dia seakan-akan terbayang kembali masa jayanya di waktu silam. Begitu pula dengan Tong Keng. Semua peristiwa, semua kejadian yang pernah dialaminya di tempat itu satu per satu melintas kembali dalam benaknya, semua kegembiraan, kesedihan, rasa bangga berkecamuk menjadi satu.... Mendadak seseorang menarik tubuh mereka berdua, ternyata Ting Tong-ih yang menarik mereka. "Tempat ini kelewat sepi," bisik Ting Tong-ih sambil menggeleng kepala. Suasana di sekeliling Sin-wi-piau-kiok memang terasa hening dan sepi, kecuali suara hujan, gonggongan anjing pun tak terdengar. Saat itu mereka bersembunyi di balik sebuah dinding rumah di ujung jalan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bukan cuma suasana piaukiok yang sepi, seluruh jalanan ini seakan jalanan mati saja, sesosok bayangan manusia pun tidak nampak," sambung Tong Keng. "Setelah tahu begini, kau masih tetap akan ke sana!" kata Ting Tong-ih sambil menatapnya dengan menggunakan sepasang matanya yang jeli. "Kalau memang seluruh kota berada dalam keadaan hening dan bukan cuma kantor piaukiok saja yang sepi, apa lagi yang mesti kita takuti!" "Setelah bersusah payah melarikan diri dari dalam penjara, memangnya kau ingin ditangkap kembali?" Tiba-tiba Tong Keng terbayang kembali masa kehidupannya sewaktu berada dalam penjara, masa yang susah, begitu tersiksa bagai hidup dalam neraka. Lama sekali dia termenung, kemudian baru bertanya, "Maksudmu di sekitar sini ada jebakan?" "Kemungkinan besar." Tong Keng segera tertawa dingin. "Masa pihak pejabat negara telah mengosongkan daerah seluas tiga empat buah jalanan hanya untuk menghadapi kita bertiga?" "Memangnya tidak mungkin?" Ting Tong-ih balik bertanya sambil menatapnya tajam. Ketika merasa tempat yang paling ingin disinggahi ternyata berada dalam pengawasan pihak lawan, timbul perasaan gusar bercampur mendongkol dalam hati Tong Keng, katanya lagi, "Masa di tengah hujan sederas inipun ada orang yang mengawasi tempat ini?" "Seandainya kau sebagai mereka, dalam keadaan seperti ini kau pergi tidur atau justru meningkatkan kewaspadaan dan penjagaan?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tidur, maknya anjing!" umpat Tong Keng gusar, "aku tidak takut pada mereka, aku akan ke sana, bila kau takut, tunggu saja di sini!" Ting Tong-ih sama sekali tidak gusar, ia hanya mencibirkan bibir sambil tertawa dingin. "Apa yang dikatakan nona Ting tepat sekali!" tiba-tiba Ko Hong-liang ikut menyela. Tong Keng melengak, ia segera menyadari akan kecerobohan serta kekasaran sikapnya barusan, dengan perasaan menyesal diliriknya Ting Tong-ih sekejap, tampak paras muka perempuan itu putih dan sangat pucat, wajahnya nampak sangat murung. Tiba-tiba muncul sesuatu perasaan di dalam hati Tong Keng, suatu perasaan yang sangat aneh. Perasaan itu memang aneh sekali ... perasaan aneh yang pernah dirasakan ketika pada suatu malam yang dingin, berada di sebuah dusun kecil dan sepi, membuat api unggun sambil menghangatkan sepoci arak. Tong Keng agak tersipu, bisiknya tergagap, "Nona Ting, aku ... aku... barusan... Waktu itu mereka bertiga bersembunyi di sebuah lekukan dinding tembok rumah yang sempit sehingga tubuh mereka saling berdempetan. Ting Tong-ih tertawa, dengan tangannya yang halus ia betulkan letak saputangan yang menutupi jakunnya, membetulkan topi lebar yang dikenakan Ko Hong-liang sambil berbisik, "Tak ada salahnya untuk lebih berhati-hati bukan." Meskipun apa yang dilakukan perempuan itu barusan tak lebih hanya membetulkan dandanan mereka, namun bagi Tong Keng hal itu justru membuatnya terharu, hampir saja ia tak mampu mengendalikan diri.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sekalipun harus berhati-hati, toh kita tak bisa berdiri menderita terus menerus di bawah curahan hujan deras!" kata Ko Hong-liang. "Tentu saja tak akan menderita selama hidup," Ting Tongih tersenyum, "aku yakin dan percaya kalian tak bakal ketimpa kemalangan." "Kau punya akal?" bisik Ko Hong-liang ketika menyaksikan wajah murung perempuan itu. "Kalian berdua tetap nekad pulang meski tahu di sini ada ancaman bahaya besar, yang satu demi menengok rumah, yang lain demi mengatur anggota keluarganya, dua tujuan yang sangat mulia, dengan membawa perasaan semacam ini, mana mungkin kalian tertimpa bencana?" Tong Keng merasa hatinya amat lega setelah mendengar perkataan itu, dia mengangguk berulang kali. Sementara Ko Hong-liang merasa berterima kasih sekali atas dukungan perempuan itu, pikirnya, "Tapi bagaimana pula dengan Kwan Hui-tok? Bukankah Kwan-toako pun berjuang demi kebenaran dan keadilan? Bahkan selain cerdas, kungfunya sangat hebat, tapi ... bukankah pada akhirnya dia pun tertimpa nasib malang?" Dengan penuh rasa terharu Tong Keng mengawasi wajah Ting Tong-ih. Dalam pada itu Ko Hong-liang telah bergumam, "Hujan telah berhenti, rasanya semakin sulit menyusup ke dalam. Nona Ting, mungkin gara-gara urusan ini kami menyeret dirimu ke dalam keadaan yang serba tak pasti Kedatangan ku toh bukan melulu ingin menemani kalian," sela Ting Tong-ih sambil tertawa, "aku pun sedang mencari seseorang "Siapa yang sedang kau cari?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sebenarnya di kota ini terdapat berapa banyak perusahaan ekspedisi?" tanya Ting Tong-ih dengan kening berkerut. Sebelum Ko Hong-liang sempat menjawab pertanyaan itu, mendadak terdengar Tong Keng berseru, "Aaah, aku punya akal! Aku punya akal oooOOooo 27. Hujan Membasahi Daun Pisang. Baru saja Tong Keng berteriak setengah jalan, Ko Hongliang telah menutupi mulutnya dengan tangan, lalu sambil berkerut kening tegurnya, "Apa-apaan ini? Kenapa berkoarkoar dengan suara keras? Memangnya mau mengundang perhatian lawan? Kalau sampai ketahuan, biar kau punya akal pun percuma." Sesaat kemudian baru ia menarik kembali tangannya yang menyumbat mulut rekannya itu. Tersipu-sipu Tong Keng berbisik, "Maaf ... maafkan aku "Apa akalmu?" tanya Ting Tong-ih kemudian. "Teringat aku sekarang, dulu ketika sedang bermain dengan Siau-sim dan Siau-tan-kong (ketapel cilik), kami pernah minta bantuan paman kedua Seng Ji-siok untuk membuatkan sebuah lubang besar, rencananya ingin digunakan untuk bersembunyi selama beberapa hari sambil menakut-nakuti orang dewasa, kemudian secara diam-diam kami melanjutkan penggalian gua itu hingga berhubungan dengan sumur kering di belakang gunung-gunungan halaman belakang rumah Bicara sampai di situ ia berhenti sejenak, kemudian dengan penuh semangat lanjutnya, "Asal kita bisa menyusup ke belakang dan masuk ke dalam kebun pohon pisang, maka

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

secara diam-diam kita bisa masuk ke halaman belakang piaukiok!" "Bagaimana ceritanya? Kenapa secara tiba-tiba kau teringat akan hal ini?" tanya Ting Tong-ih sambil berpaling. "Ketika memandang wajahmu tadi, aku jadi teringat akan dirinya... tiba-tiba ia menutup mulut dan menghentikan perkataannya. Rupanya sewaktu Tong Keng menyaksikan raut muka Ting Tong-ih yang basah oleh air hujan, tanpa terasa dia terbayang kembali kenangannya di masa lalu. Waktu itupun hujan sedang turun dengan derasnya, selewat dua hari dia akan mengikuti Kokcu pergi mengawal barang. Siau-sim sambil memainkan kuncirnya tiba-tiba bertanya, "Engkoh Tong, setelah kepergianmu, apakah kau akan selalu teringat akan diriku?" Sejak kecil Tong Keng bermain bersama Siau-sim, dia tak menyangka akan menghadapi pertanyaan seperti itu, maka sahutnya sambil tertawa, "Tentu saja akan selalu teringat, bahkan teringat setengah mati!" "Sekarang saja kau belum pergi, darimana tahu kalau sepanjang jalan masih akan teringat diriku?" Tong Keng tertegun, dia sudah terbiasa bermain dengan gadis ini sehingga kurang begitu paham apa yang menjadi pikiran gadis itu, katanya kemudian, "Siau-sim, aku selalu menganggap kau sebagai adik kandungku sendiri, tentu saja aku akan selalu merindukan dirimu." Siau-sim segera melepaskan tangannya, dengan uringuringan dia berseru, "Aku bukan adik kandungmu, aku tak mau kau hanya menganggap aku sebagai adikmu saja

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siapa tahu perkataan itu benar-benar telah melukai perasaan Tong Keng, sebab sejak kecil dia memang hidup menumpang dalam perusahaan Sin-wi-piau-kiok, meskipun saat ini jabatannya sudah naik menjadi seorang piauthau, namun ia selalu merasa rendah diri, merasa status dan posisinya tidak sebanding dengan status putri seorang Kokcu, tidak pantas mengangkat saudara dengan putri kesayangannya. Karena itu setelah mendengar perkataan itu, jawabnya cepat, "Aku tahu, aku memang tak sesuai untuk menjadi saudaramu, lain kali kau tak perlu datang mencariku lagi." Dengan gelisah bercampur cemas Siau-sim segera menghentakkan kakinya sambil berseru, "Aduuh ... kenapa sih orang ini?" Ia segera berputar ke hadapan Tong Keng, dengan wajah bersemu merah katanya lagi, "Usia kita berdua sudah tidak kecil lagi ..." Bisikannya semakin lirih dan akhirnya tenggelam ditelan suara hujan. Tong Keng semakin tak senang. "Ya, betul, usia kita memang sudah tak muda lagi, aku memang tidak sepantasnya berkumpul terus denganmu." Dengan semakin jengkel Siau-sim mendepakkan kakinya ke tanah, keningnya berkerut kencang. "Bagaimana sih kamu ini, aku kan cuma bertanya kepadamu, kenapa kau malah bersikap kasar kepadaku?" "Tapi aku toh bersikap sangat baik kepadamu!" seru Tong Keng tidak habis mengerti. "Kenapa kau tidak mencari ayahku dan bicara terus terang dengannya," bisik Siau-sim kemudian dengan setengah berbisik.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bicara? Apa yang dibicarakan?" Tong Keng semakin termangu. "Katakan saja apa yang ingin kau sampaikan!" seru Siausim sambil mengerling sekejap ke arahnya. Seakan baru menyadari akan sesuatu. Tong Keng segera berseru, "Ooh, kau maksudkan persoalan itu... Setelah berhenti sejenak, ujarnya lagi, "Tapi ayahmu sudah tahu kalau hubungan kita lebih akrab daripada hubungan persaudaraan." "Dasar bodoh "Aku memang bodoh, tapi aku... sambil menggeleng kepala berulang kali Tong Keng akhirnya bertanya, "sebenarnya kau suruh aku membicarakan masalah apa dengan Kokcu?" Siau-sim menghela napas sedih, gadis ini selalu bersikap gembira dan lincah, ketika melihat secara tiba-tiba nona itu menghela napas sedih, Tong Keng merasa hatinya makin tercekat, tapi rasa bingungnya juga semakin bertambah. Akhirnya sambil menunjuk ke halaman bagian belakang, Siau-sim berkata lagi, "Di sana ada sebuah gua yang tembus ke dunia luar, gua itu kita gali bersama "Si ketapel kecil juga turut ambil bagian sela Tong Keng cepat. Kembali Siau-sim mengerling sekejap ke arahnya sambil menghela napas sedih, saat itulah Tong Keng ikut merasakan hatinya tercekat. "Jika kau jahat kepadaku, melupakan aku, tanah itu akan mengubur tubuhku seorang, aku akan terkubur selamanya di situ." Selesai berkata dia pun beranjak pergi meninggalkan Tong Keng yang masih berdiri termangu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sejak hari itu Tong Keng tak pernah berjumpa lagi dengan Siau-sim. Suatu saat ia mendengar istri Kokcu berkata kepada Seng Yong, paman Seng, "Entah kenapa belakangan ini Siausim selalu bersembunyi di dalam kamarnya sambil menangis?" Mendengar pembicaraan itu dia semakin tak berani mencari gadis itu lagi, namun perasaannya terasa masgul, murung dan sangat tersiksa. Dan sekarang setelah menyaksikan wajah Ting Tong-ih yang putih, melihat hujan yang turun dengan derasnya, tanpa terasa ia teringat akan Siau-sim dan dia pun teringat dengan gua bawah tanah itu. Dalam pada itu Ting Tong-ih hanya membungkam, wajahnya masih senyum tak senyum sehingga sukar untuk menilai apakah ia sedang bergembira atau tidak. "Mari kita coba melalui lubang gua itu," terdengar Ko Hongliang berkata kemudian. Dengan menerjang hujan deras, ketiga orang itu menerobos ke dalam kebun pisang yang berada di kebun bagian belakang. Ketika air hujan jatuh menimpa di atas daun pisang, bergemalah suara dentingan nyaring, bila didengarkan dengan seksama, suara itu mirip sekali dengan sebuah irama lagu yang merdu. "Merdu amat suaranya," tiba-tiba Ting Tong-ih berbisik. "Dulu aku pun seringkah menikmati suara ini," sahut Tong Keng tanpa sadar. "Menikmati bersama siapa?" Tong Keng terperanjat, dia tak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu, segera dia berpaling memandang wajah Ting Tong-ih, untung perempuan itu tidak menunjukkan perasaan gusar.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ada dimana gua itu?" terdengar Ko Hong-liang bertanya pula. "Ada di sana!" sahut Tong Keng sambil menunjuk ke depan sana. Beruntung gua itu meski banyak yang sudah runtuh namun masih bisa dilalui, kecuali beberapa ekor cacing, di sana tak nampak bayangan apapun, jangan kan manusia, tikus tanah pun tak ada yang kelihatan. Setelah merangkak di dalam gua yang lembab, akhirnya mereka bertiga muncul di sebuah sumur kering, di atas sumur terdapat sebuah penutup. Baru saja mereka bertiga menyingkirkan penutup sumur itu dan berusaha merangkak keluar, mendadak tampak seseorang berdiri di tepi sumur sambil mengangkat kapaknya dan siap dibacokkan ke bawah. Orang itu mengawasi mereka dengan mata melotot besar, seolah-olah baru saja melihat setan. Sementara mata kapaknya bagaikan selapis awan hitam menyelimuti angkasa, membuat orang susah untuk menghindar. Di antara ketiga orang itu, ilmu silat dari Ko Hong-liang terhitung paling tangguh, dia pula yang pertama kali muncul di mulut sumur kering itu. Tatkala orang itu mengayunkan kapaknya melancarkan bacokan, dengan cepat ia sambar sebiji batu bata dari samping sumur dan menangkisnya. "Kraaaak!", batu bata itu terbelah menjadi dua sedang mata kapak masih melanjutkan bacokannya ke bawah. Ko Hong-liang segera menggerakkan potongan batu bata yang ada di tangan kiri dan kanannya untuk menangkis sekuat

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tenaga, batu bata itu segera menyelinap melalui kedua sisi mata kapak kemudian menjepitnya dengan kuat. Begitu mata kapak terjepit, senjata itu tak sanggup digerakkan lagi. Terdengar orang itu membentak gusar, dari pinggangnya kembali ia melolos sebilah kapak yang lain dan siap dibacokkan ke bawah. Dalam pada itu Tong Keng sudah melihat jelas siapa penyerang itu, segera teriaknya tertahan, "Paman Yong!" Agaknya orang itupun telah melihat jelas siapa yang datang, segera gumamnya, "Setan?" "Kami bukan setan," kata Ko Hong-liang sambil menghembuskan napas panjang, "Yong-sute, aku yang datang." Sambil merintih tertahan Yong Seng membuang kapaknya ke tanah dan mulai mengucurkan air mata, air mata yang berbaur dengan air hujan, dia peluk Ko Hong-liang, memeluknya erat-erat dan mulai terisak dengan suara keras. Di bawah bimbingan Yong Seng, Ko Hong-liang sekalian memasuki sebuah ruang samping untuk bertukar pakaian, sepanjang jalan Yong Seng pun menceritakan kisah perusahaan Sin-wi-piau-kiok sepeninggal mereka. "Setelah terjadi peristiwa itu, ada sebagian anggota yang meninggalkan perusahaan karena kuatir terlibat, kemudian setelah pihak petugas keamanan datang memeriksa serta menyegel perusahaan, lagi-lagi ada sebagian orang yang mengundurkan diri." "Mereka tak bisa disalahkan," kata Ko Hong-liang sambil menghela napas, "bencana ini datang secara mendadak, siapa sih yang mau terlibat dalam musibah semacam ini?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Puluhan hari kemudian, sekawanan piausu setia pun mau tak mau harus pergi meninggalkan perusahaan, mereka didesak oleh kebutuhan kehidupan sehingga mesti berusaha mencari pekerjaan lain. Yang paling keparat adalah Lipiauthau, dia menghubungi sisa anak buah kita, merampok uang simpanan yang tersisa dalam perusahaan, kemudian dengan menyandang nama Hau-wi-piau-kiok, dia mulai membuka usaha ekspedisi di lain tempat, selain itu dia pun mulai menyiarkan fitnah, katanya kau ... katanya kau... "Dia mengatakan aku kenapa?" Ko Hong-liang tertawa getir, "sudahlah, dia suka bicara apa, biarkan saja dia bicara sepuasnya." "Dia bilang kau adalah orang yang suka mencari menangnya sendiri, tak bisa diajak bicara, keras kepala dan semau gue, dia pun menuduh kau hidung bangor, suka main perempuan, suka berjudi bahkan bersekongkol dengan kaum bandit untuk melakukan kejahatan Mendengar sampai di sini Ko Hong-liang tak kuasa menahan diri lagi, serunya, "Aku adalah penanggung jawab perusahaan ini, kenapa aku tak boleh mengambil keputusan sepihak jika menghadapi urusan penting? Untuk keperluan negosiasi dengan orang, demi menjalin hubungan dengan langganan, apa salahnya aku menjamu mereka dengan segala macam hiburan? Kalau hanya berdasarkan beberapa hal ini lantas menuduh aku adalah manusia berdosa, hmmm "Maka dari itu anggota perusahaan pun ada yang pergi, ada pula yang membubarkan diri "Mana hujin? Bagaimana dengan Siau-sim dan Sin-pak tanya Ko Hong-liang tegang. "Mereka semua sehat-sehat saja," bisik Yong Seng lirih. Begitu mendengar jawaban itu, Ko Hong-liang serta Tong Keng segera merasa sangat lega.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bagaimana dengan si ketapel cilik?" tanya Tong Keng kemudian. Yong Seng mendengus dingin. "Bajingan ini benar-benar tak tahu diri," katanya, "dalam keadaan seperti ini, dia malah justru bekerja sebagai seorang petugas keamanan pengadilan." Sekilas perasaan kecewa segera melintasi wajah Tong Keng. Segera Ko Hong-liang berkata, "Setiap orang punya cita-cita dan tujuan hidup yang berbeda, kita tak boleh memaksakan kehendak, biarkan saja dia menentukan pilihan sendiri." Walau begitu tak urung muncul juga perasaan kehilangan dalam hati kecilnya. Sebab dia pun menyukai pemuda yang bernama 'ketapel cilik' ini, bahkan berniat menjodohkan putrinya kepada orang itu. Tiba-tiba terdengar Ting Tong-ih menyela, "Sewaktu melihat kemunculan kami pertama kali tadi, kenapa sikapmu macam bertemu dengan setan saja?" Yong Seng memperhatikan sekejap wajah ketiga orang itu, kemudian sahutnya sambil tertawa getir, "Beberapa hari belakangan, di luaran sana tersiar berita yang mengatakan kalian ... kalian sudah mati terbunuh di dalam penjara Seseorang yang dikabarkan telah mati terbunuh secara tiba-tiba muncul di halaman yang sepi, di tengah hujan yang sangat lebat, bahkan muncul dari bawah sumur kering, bayangkan sendiri, siapa yang tak terperanjat dibuatnya? "Dalam beberapa hari belakangan, Li-piausu dengan membawa tiga empat orang datang membuat keonaran, mereka makan minum semaunya sendiri di sini, Oh-piautau coba membujuk mereka, bukan saja bujukannya tak digubris, dia malah mati terbunuh secara mengenaskan, selain itu Siaukim, dia ..."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kenapa dengan Siau-kim?" tanya Tong Keng cemas. Siaukim adalah teman bermain Siau-sim ketika masih kecil dulu. "Dia ... dia telah dinodai oleh beberapa orang manusia berhati binatang itu," kata Yong Seng sedih. "Binatang!" bentak Ko Hong-liang penuh amarah. "Sstt, jangan keras-keras cegah Yong Seng cepat, "saat ini mereka masih berada dalam ruang loteng sebelah timur." "Mau apa dia datang kemari?" tanya Ko Hong-liang gusar. "Dia memaksa Hujin untuk menyerahkan Sin-wi-piau-kiok kepadanya, selain itu dia pun memaksa Hujin untuk mengawinkan Siau-sim dengannya, dia bilang dengan begitu nama perusahaan Sin-wi-piau-kiok pasti akan berjaya kembali seperti sedia kala "Dia berani!" "Tentu saja dia berani. Selama ini dia memang selalu berbuat begitu. Bahkan dia memaksa Hujin untuk menyerahkan suatu benda kepadanya "Benda apa?" "Aku sendiri pun kurang jelas," sahut Yong Seng dengan wajah tak mengerti, "kelihatannya mereka sedang mencari... mencari selembar kain, selembar kain pembungkus mayat." "Kain pembungkus mayat?" Ko Hong-liang ikut bingung dibuatnya. "Kelihatannya seperti kain pembungkus jenazah Suhu." Perlu diketahui, Yong Seng dan Ko Hong-liang berasal dari satu perguruan yang sama, Suhu mereka tentu saja adalah pendiri perusahaan ekspedisi Sin-wi-piau-kiok, Ko Hway-sik. "Mereka ... buat apa mereka mencari kain pembungkus mayat itu?" tanya Ko Hong-liang keheranan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Aku sendiri pun kurang tahu, cuma ... kelihatannya mereka sangat tergesa-gesa ingin mendapatkannya, bahkan tanpa segan menggunakan segala cara untuk mencari dan menggeledah, bukan hanya lemari saja yang dibongkar, tanah pun ikut digali, konon mereka bersumpah tak akan berhenti mencari sebelum menemukan kain itu." Kemudian setelah berhenti sejenak, tanyanya, "Sebenarnya terdapat rahasia apa sih dalam kain pembungkus mayat Suhu? Kenapa Li Siau-hong dan para petugas keamanan mencarinya dengan serius?" "Aku sendiri pun kurang tahu." "Jadi ada pihak pembesar yang datang menanyakan soal kain pembungkus mayat itu?" tiba-tiba Ting Tong-ih bertanya. Yong Seng mengangguk membenarkan. "Setiap kali pertanyaan itu selalu diajukan oleh pembesar negara, kemudian datang seseorang bermarga Lu, konon dia adalah pembesar karesidenan, dia mulai memeriksa orang dengan menggunakan alat siksaan, tapi kami semua memang tak tahu, bagaimana mungkin bisa menjawab? Terakhir kelihatannya dia percaya kalau kami memang tidak tahu dan membebaskan kami semua." "Kenapa di luaran sana kelihatan amat sepi macam kuburan saja, seorang manusia pun tak terlihat?" kembali Ting Tong-ih bertanya. "Padahal di luar sana selalu dijaga orang secara ketat, biasanya mereka bersembunyi di suatu tempat yang sangat rahasia sehingga sulit diketahui orang lain, mengenai anggota yang lain Dia tertawa sedih, setelah menarik napas panjang lanjutnya, "Besok adalah saat menyerahkan uang pajak untuk kedua kalinya, dari sepuluh rumah ada sembilan di antaranya yang tak sanggup membayar pajak, bagaimana mungkin

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

suasana tidak sepi? Penduduk kota mulai melimpahkan semua kekesalannya kepada perusahaan kita, mereka menuduh garagara ulah kita maka semua orang tertimpa sial. Maka begitu kami muncul di jalan, orang-orang pun mulai menimpuk kami dengan batu Sekali lagi Ko Hong-liang menghela napas panjang. Yong Seng memandangnya sekejap, lalu ujarnya lagi, "Tadi Li Siau-hong masih berada dalam ruang utama, dia sedang memaksa Hujin untuk mengawinkan Siau-sim dengan dirinya "Kau ... kenapa tidak kau katakan sejak tadi?" seru Ko Hong-liang sambil mencengkeram kerah bajunya. Yong Seng sama sekali tidak meronta, dia pun tak nampak emosi atau melakukan sesuatu. Perlahan-lahan Ko Hong-liang mengendorkan kembali tangannya, ia berkata, "Jisute, kau sudah berubah!" Yong Seng hanya tertawa, dia sama sekali tidak menyangkal maupun membantah. "Dulu kau adalah orang yang paling setia, paling emosi dan berangasan," kata Ko Hong-liang sedih, "tapi sekarang kau berubah jadi dingin, hambar dan sama sekali tanpa emosi." "Tapi aku tetap tinggal di sini, sama sekali tidak mengkhianati dirimu," kata Yong Seng hambar, "ketika kau diburu pasukan keamanan, kemudian tersiar berita tentang kematianmu, banyak saudara kita yang putus asa dan pergi meninggalkan perusahaan, tapi aku tetap tinggal di sini, dibandingkan dengan mereka aku toh tetap jauh lebih baik "Aku tahu," Ko Hong-liang menundukkan kepala, "sekarang kita sudah tak mungkin berjaya lagi seperti dulu, tiada kebanggaan, tiada kehormatan ... sekarang ... sekarang aku tak lebih hanya seorang narapidana yang sudah divonis hukuman mati!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba Yong Seng menggenggam tangannya erat-erat, sepatah demi sepatah ujarnya, "Toasuheng, selama beberapa hari belakangan, betul aku memang sangat kecewa, sangat putus asa, tapi aku tak pernah melepaskan niatku, tak pernah melepaskan harapanku, itulah sebabnya aku masih tetap bertahan di sini menanti kedatanganmu, aku tahu tak ada gunanya hanya mengandalkan kekuatanku seorang, tapi paling tidak masih bisa membuat Li Siau-hong, Lu Bun-chang merasa keder, merasa ragu berulah semau sendiri!" Setiap patah katanya dia ucapkan dengan tulus dan jujur, dari situ bisa dilihat betapa setianya orang ini pada perusahaan. Dengan sangat terharu Ko Hong-liang mengawasinya, air matanya kembali jatuh berlinang. "Sudah saatnya kita tengok keadaan Ko-hujin," bisik Ting Tong-ih tiba-tiba. Ko Hong-liang dan Yong Seng segera tersentak kaget dan menuju ke ruang tengah. Tong Keng mengikut di belakangnya, sinar tajam memancar keluar dari matanya, setajam sinar bintang di teneah malam. Sahabat, hanya di saat bersama mereka baru merasa gembira, merasa bersemangat, lalu kenapa terkadang harus berpisah, harus berselisih paham? oooOOooo Bab VII. TEKA-TEKI KAIN PEMBUNGKUS MAYAT. 28. Kain Pembungkus Mayat. Li Siau-hong tidak pendek tapi sangat gemuk, keningnya menonjol tinggi, dagunya maju ke depan membuat hidungnya

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kelihatan pesek dan amblas ke dalam, persis seperti manisan yang menempel di atas kue gepeng. Biarpun hidungnya tidak mancung, namun di saat sedang bangga, sedang gembira, dia akan menganggap hidungnya mancung sekali. Saat itu dia sedang berbicara dengan penuh semangat, penuh kebanggaan. "Enso, kalau kau berusaha menghindar terus dengan berbagai alasan, jangan salahkan kalau aku tak berlaku sungkan lagi kepadamu. Kalau bukan aku yang mengurusi tempat ini, siapa yang bakal mengurusinya? Aku sangat hapal dan kenal baik dengan para pejabat negara, selama beberapa tahun terakhir pun sudah mengawal berpuluh kali barang berharga, semua kepandaian yang dimiliki Ko-kokcu sudah kupelajari, bila kau menyerahkan perusahaan ini kepadaku, paling tidak kau masih bisa menikmati kehidupan yang aman, nyaman dan tenteram selama beberapa tahun." "Sayangnya aku tak berani mengambil keputusan," jawab Ko-hujin dengan air mata bercucuran, "aku mesti menunggu sampai Ko Hong-liang balik." "Ko Hong-liang?" Li Siau-hong tertawa dingin, "dia sudah mampus, kau masih ingin menunggunya? Hmmm, hmmm, untuk menikahkan putrimu kau bilang harus menunggunya, menyerahkan perusahaan Sin-wi-piau-kiok kepadaku juga dibilang menunggunya, kelihatannya kau memang sengaja hendak mempermainkan aku?" "Li-susiok, jangan bicara kasar kepada ibuku," sela Ko Siausim yang ada di sisi ibunya gusar, "dulu ... dulu kau tak berani berbuat begitu!" "Dulu? Itu cerita dulu!" ujar Li Siau-hong sambil tertawa, "waktu itu aku ... aku hanya seorang piausu tak bernama di bawah perintah Ko-kokcu, mana mungkin aku punya kesempatan untuk bicara? Tapi sekarang ... asal kau menikah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

denganku, ibumu berarti ibu mertuaku, tentu saja aku akan bersikap baik kepadanya, aku akan melakukan apapun sesuai keinginannya, bagaimana menurut kau?" Saking jengkelnya Ko Siau-sim sampai tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Di meja lain duduk dua orang lelaki kekar, salah seorang di antaranya segera berseru, "Lo-li, tak usah membuang banyak waktu dan tenaga, untuk menghadapi seorang cewek kenapa mesti repot-repot? Mending kau naiki dulu badannya, kalau nasi sudah jadi bubur masa dia tak akan menurut?" Seorang rekannya yang lain tertawa tergelak, serunya pula dengan suara yang menyebalkan, "Mendingan tua muda disikat semuanya, terus terang yang muda masih kenyal, yang tua pun masih mulus kulitnya, kalau kau tak mau, biar aku Tan Lui yang menyikat keduanya!" Dalam ruang tengah hadir seorang pelayan tua, saat itu dengan mata merah padam menerkam ke depan sambil berteriak keras, "Kalian semua memang telur busuk sialan! Jaga mulut kalian ... aku... aku... Sambil menerkam maju, dia mengayunkan kepalannya memukul kedua orang itu. "Sin-pek! jerit Ko-hujin. Sebenarnya kungfu yang dimiliki Sin-pek terhitung cukup tangguh, namun baru maju beberapa langkah, ia sudah disapu Li Siau-hong hingga jatuh terjerembab. Dua orang petugas yang lain segera menerkam ke muka sambil mengayunkan kepalan dan kakinya, menghajar pelayan itu habis-habisan. "Dasar keparat!" umpat salah seorang lelaki itu sambil mencabut senjatanya, "kau ingin cari mampus!" Senjata itu siap ditusukkan ke bawah.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sin-pek!" jerit Ko Siau-sim sambil mencabut pedangnya dan maju ke depan. "Traaang!", tusukan itu segera ditangkis. Lelaki itu menyeringai licik, tiba-tiba dia mengegos ke samping, lalu memanfaatkan kesempatan itu untuk meremas payudara sang nona. Merah padam wajah Siau-sim lantaran jengah, dengan gusar dia mundur ke belakang, sedemikian mendongkolnya gadis itu hingga ujung pedangnya kelihatan gemetar keras. "Nyo Beng-hoa, apa-apaan kau?" bentak Li Siau-hong tak senang. "Ada apa? Meremasnya sebentar juga tak boleh?" sahut lelaki itu sambil tertawa. "Kau berani!" "Hahaha!" Nyo Beng-hoa tertawa cabul, "kau tak perlu berlagak sok suci, masih ingat beberapa hari berselang? Bukankah kau pun ikut menaiki badan Siau-kim, si budak cilik itu?" Paras muka Li Siau-hong sebentar memerah sebentar memucat, untuk sesaat dia tak mampu berkata-kata. Dalam pada itu Tan Lui, lelaki yang lain sudah mendekati Ko-hujin, kelihatannya dia pun bermaksud kurangajar. Kohujin yang tak mengerti ilmu silat segera mundur ketakutan, segera Siau-sim melintangkan pedangnya menghadang. "Jelas ini berbeda!" teriak Li Siau-hong kemudian. "Aaah, semuanya toh perempuan, apa bedanya?" kata Tan Lui sambil tertawa, "kalau dinaiki, rasanya juga sama saja ... hahaha ... mungkin ada sedikit perbedaan, tapi kita mesti menjajal dulu satu per satu

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tidak bisa!" hardik Li Siau-hong marah. "Meskipun selama berada di piaukiok Ko Hong-liang tak pernah menghargaiku, namun berulang kali Ko-hujin mempromosikan aku, apalagi... Siau-sim pun pernah menaruh perhatian kepadaku, suatu saat ketika aku sedang sakit, ia pernah mengambilkan obat dan mengganti perban di lukaku Bagi seorang lelaki kangouw yang terbiasa hidup diujung senjata, dia akan merasa sangat berhutang budi bila ada orang mau menaruh perhatian kepadanya, dan biasanya orang semacam ini tak akan melupakan budi kebaikan itu kendati hubungan mereka berada dalam kondisi terjelek pun. Tan Lui saling bertukar pandangan sekejap dengan Nyo Beng-hoa, kemudian sambil mengangkat tangannya mereka berkata, "Yaa sudahlah, bila kau ingin melindungi mereka, kami sebagai orang yang diutus atasan untuk mengikuti perintahmu juga tak bisa berbuat apa-apa. Cuma ingat, bila kau telah berhasil mendapatkan orang dan hartanya, kain pembungkus mayat itu mesti secepatnya ditemukan dan diserahkan kepada Thayjin!" "Benar, kalau tidak ... jangan harap kau bisa hidup dengan hati tenang!" Butiran peluh mulai bercucuran membasahi ujung hidung Li siau-hong, kepada Ko-hujin segera tanyanya, "Kain pembungkus jenazah Ko Hway-sik sebenarnya kalian sembunyikan dimana?" "Peti mati pun sudah kalian bongkar, darimana aku bisa tahu?" sahut Ko-hujin sengit. "Masalah ini merupakan sebuah masalah yang amat serius, masalah yang menyangkut mati hidup kita semua, bila kau tahu lebih baik cepat katakan." "Aku tidak tahu, darimana bisa menjawab?" Ko-hujin tertawa pedih.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau betul-betul tidak tahu?" hardik Li Siau-hong dengan mata mendelik. Dengan perasaan gugup Ko-hujin menggeleng. Menyaksikan mimik mukanya, Li Siau-hong tahu dia tidak sedang berbohong, tanpa terasa gumamnya, "Tidak mungkin, mana bisa begini? Tempo hari sewaktu kami bongkar peti matinya, Ko Hway-sik hanya tinggal seonggok tulang yang bau, jelas di tubuhnya tidak ditemukan kain pembungkus mayat." "Waah, bisa celaka kali ini," sambung Nyo Beng-hoa, "seandainya mayat Ko Hway-sik sudah dirusak oleh air tanah dan lumpur sehingga dasar peti mati rusak dan jenazahnya membusuk, biar ada kain pembungkus mayat pun bisa jadi sudah ikut hancur berantakan, mana mungkin bisa ditemukan bekas-bekasnya." "Bekas apa?" tanya Tan Lui. "Aku sendiri pun tidak jelas," Nyo Beng-hoa mengangkat bahunya, "atasan hanya berpesan supaya kain pembungkus mayat dari keluarga Ko disembunyikan di dalam peti mati batu lapisan ketiga, di dalamnya sudah diberi obat anti pembusukan sehingga menurut aturan tak bakal rusak atau membusuk dalam jangka waktu dua tiga puluh tahun, karena itu kita diperintahkan untuk mengambilnya. Tapi ketika kita bongkar kuburan itu, dasar peti mati sudah hancur, bukan saja lapisan pertama dan kedua hancur, lapisan ketiga pun ikut hancur, isinya sudah hancur berantakan, busuk dan tidak dijumpai kain pembungkus mayat, tentang tanda-tanda bekas... Bicara sampai di situ sorot matanya segera dialihkan ke wajah Li Siau-hong. Hijau membesi wajah Li Siau-hong, serunya, "Pesan yang disampaikan atasan kepadaku merupakan perintah rahasia, aku tidak perlu menjelaskan kepada kalian!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Begitu Li Siau-hong membentak, Tan Lui dan Nyo Beng-hoa segera menyahut, "Baik!" Namun dalam hati mereka merasa sangat tidak puas, pikirnya, "Kau menggunakan bulu ayam sebagai lencana perintah, hmm, akan kulihat bagaimana cara matimu bila sampai saatnya kau tetap tak berhasil menemukan kain pembungkus mayat itu!" Li Siau-hong sendiri pun merasa hatinya sangat kalut, dia tahu jika kain pembungkus mayat tak berhasil ditemukan, maka dirinya pun akan tertimpa nasib malang. Setelah berpikir sesaat, ujarnya kemudian, "Enso Ko, aku selalu menghormatimu, aku tak ingin menggunakan kekerasan, bila kau tidak segera menjawab pertanyaanku, jangan sampai kesabaranku habis." "Tapi aku benar-benar tidak tahu kain pembungkus mayat itu berada dimana," seru Ko-hujin sambil menangis, suaranya gemetar, "Ketika jenazah Loya dimasukkan ke dalam peti mati, aku tidak tahu betapa pentingnya kain putih yang ada di situ, aku tak pernah menaruh perhatian "Kalau begitu, malam ini juga aku akan meniduri Siau-sim!" tukas Li Siau-hong habis kesabarannya. "Terlambat sudah!" mendadak terdengar seseorang menimpali, "hari ini aku datang untuk mencabut nyawa anjingmu!" Li Siau-hong merasa sangat mengenal suara itu, dengan terperanjat ia berpaling, tampak empat sosok bayangan manusia telah menerjang masuk ke dalam, lalu dengan gerak serangan yang luar biasa cepatnya menghabisi nyawa Nyo Beng-hoa serta Tan Lui yang masih berdiri tertegun. Baru saja Li Siau-hong hendak melarikan diri, keempat orang itu sudah mengepungnya dari empat penjuru. "Hong-liang!" teriak Ko-hujin kegirangan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ko Siau-sim pun berteriak dengan nada terkejut bercampur gembira, "Engkoh Tong!" Rasa gembira yang menyelimuti perasaan Ko-hujin serta Ko Siau-sim benar-benar tak terlukiskan, bahkan untuk ditampilkan pada mimik mukanya pun susah. Rasa gembira bercampur kaget yang mereka rasakan saat ini boleh dibilang merupakan luapan perasaan yang luar biasa. Biarpun sejak awal Ko Hong-liang serta Tong Keng sudah membuat persiapan, tak urung mereka ikut terharu atas perjumpaan ini, dengan cepat Ko Hong-liang memeluk istri serta putrinya, sedangkan Tong Keng segera membangunkan Sin-pek yang terkapar di tanah. Menggunakan kesempatan itu, sekuat tenaga Li Siau-hong melarikan diri! Dia tahu, kepandaian silat yang dimiliki Yong Seng hampir seimbang dengan kemampuannya, tapi semenjak terluka parah tempo hari, kemampuan silat Yong Seng sudah mengalami kemunduran, dia termasuk orang yang tak berani mencari gara-gara, apalagi terhadap orang yang punya dukungan pejabat negara. Dia pun tahu, bila berhasil menerobos keluar ruang utama, maka kelima orang jago lihai yang dikirim Li-thayjin dan saat ini sedang beristirahat di ruang depan tentu akan turun tangan bersama, bila sudah begitu dia tak perlu takut lagi menghadapi Ko Hong-liang. Maka dia pun mengincar sisi samping Tong Keng dan menerobos keluar. Dengan satu gerakan cepat Yong Seng menerobos dari samping seraya melakukan penghadangan. Kaitan kanan Li Siau-hong diayunkan untuk membuka jalan, sementara kaitan sebelah kiri dibacokkan ke tubuh Yong Seng.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sepasang kapak Yong Seng segera dibacokkan ke depan, menghantam persis di atas kaitan lawan. "Traaang!", diiringi percikan bunga api, dentingan nyaring bergema memecah keheningan. Menggunakan peluang itu Li Siau-hong menjejakkan kakinya dan menerobos keluar dengan menjebol jendela. Sayang dia melupakan sesuatu, dia lupa masih ada Ting Tong-ih. Walaupun Ting Tong-ih adalah seorang wanita cantik, namun dia tak tahu kalau ada sementara wanita justru memiliki kehebatan ilmu silat yang tak boleh dipandang enteng. Baru saja dia menerobos jendela sambil bersiap minta tolong, tiba-tiba selapis awan berkelebat, awan berwarna ungu, warna ungu yang memancarkan cahaya kilat. Biarpun dia sudah menghindar cukup cepat, tak urung tubuhnya tersambar juga oleh sambaran cahaya kilat itu, tak ampun kaitan di tangan kanannya terjatuh ke tanah. Tergopoh-gopoh Li Siau-hong mengayunkan kaitan di tangan kirinya untuk membendung datangnya sambaran mantel ungu lawan, tapi saat itulah ayunan kapak Yong Seng telah menyambar tiba. Dalam gugup dan terdesaknya, tak ada kesempatan lagi bagi Li Siau-hong untuk berteriak minta tolong. Sementara itu Tong Keng sudah terjun pula ke dalam arena pertarungan. Li Siau-hong merasa tenaga tekanan yang menghimpit tubuhnya semakin bertambah kuat, dia makin tercecar hebat, sebuah tendangan Yong Seng yang bersarang telak di lambungnya membuat ia mundur dengan sempoyongan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baru beberapa langkah dia mundur, sesosok bayangan manusia kembali berkelebat di hadapannya, sebilah golok raksasa langsung dibacokkan ke atas kepalanya. Tak terlukiskan rasa kaget, ngeri dan takut yang mencekam perasaannya, serasa nyawa meninggalkan raga lekas dia melakukan tangkisan. "Traaang!", kembali terjadi benturan nyaring, kaitannya segera mencelat ke udara. Yong Seng merangsek maju, melihat musuhnya terhuyung, dia segera melepaskan satu tendangan kilat yang persis menghajar tulang pinggulnya, tak ampun tubuhnya segera jatuh terkapar di atas tanah. Pada saat bersamaan golok besar itu sudah menempel di atas keningnya. Hati Li Siau-hong serasa tenggelam, air mata bercucuran membasahi pipinya, tak tahan dia menjerit, "Jangan bunuh aku, kumohon, jangan bunuh aku!" Ternyata orang yang memegang golok besar itu tak lain adalah Ko Hong-liang. Dengan sorot mata setajam sembilu Ko Hong-liang mengawasinya, lalu teriaknya pedih, "Jawab! Kenapa kau harus berbuat begini?" Li Siau-hong termangu, lalu sahutnya sambil tertawa pedih, "Aku tak punya pilihan lain, Li-thayjin yang menyuruh aku menuduh kalian sebagai perampok uang pajak itu, bukan keinginanku sendiri!" Ko Hong-liang ikut tertegun, dia tak menyangka akan mengetahui rahasia besar ini, sebuah rahasia yang luar biasa pentingnya, saking tertegunnya, untuk sesaat dia lupa untuk bertanya lebih jauh.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ting Tong-ih segera menghardik, "Kalau begitu siapa yang sebenarnya yang membegal uang pajak itu?" "Aku tidak tahu, aku benar-benar tidak tahu," seru Li Siauhong ketakutan, "Li-thayjin minta aku jangan mencampuri urusan ini, katanya sampai waktunya nanti ada orang yang akan membegal uang pajak itu." Ko Hong-liang saling bertukar pandang sekejap dengan Tong Keng, rasa kaget dan tercengang yang mencekam perasaan mereka tak terlukiskan dengan kata. Sementara itu Ting Tong-ih telah menekan ujung pedangnya ke tenggorokan Li Siau-hong, seketika orang itu merasa bagaimana ujung pedang yang tajam mulai menembus kulit tenggorokannya. "Cepat jawab, bagaimana ceritanya hingga kau bisa berhubungan dengan Li Ok-lay?" hardik perempuan itu lagi. Li Siau-hong mulai menjerit-jerit, suaranya seperti babi yang sedang disembelih, dengan air mata bercucuran pintanya, "Jangan bunuh aku, jangan bunuh aku "Kalau kau tidak menjawab, segera akan kubunuh!" ancam Ting Tong-ih sambil menekan ujung pedangnya lebih dalam, mata pedang mulai menembus kulit lehernya, darah pun mulai bercucuran. Li Siau-hong merasa sukmanya serasa melayang meninggalkan raganya, "Aku ... aku ... dengan Li-thayjin ... ooh bukan ... Li Ok-lay ... kami tidak saling mengenal... yang ... yang kenal... Li-thayjin adalah Lu-thayjin Dengan gagang goloknya Ko Hong-liang mengetuk jidatnya dengan keras, hardiknya, "Bicara perlahan-lahan, yang jelas sedikit!" "Baik, baik ..." dengan susah payah Li Siau-hong berusaha mengendalikan kegagapannya, "aku sebetulnya tidak kenal dengan Li-thayjin ... tapi sudah dua kali bertemu dengan Lu-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

thayjin ... suatu kali ... kira-kira pada akhir tahun ... Lu-thayjin memanggil aku, Tiong Ing serta The Tiong untuk menghadiri perjamuan di rumah makan Thian-keng-lau, malam itu kami makan minum sampai mabuk, bahkan... "Peduli amat apa yang kalian lakukan pada malam itu," tukas Ting Tong-ih dengan kening berkerut, "cepat jawab, apa saja yang disampaikan Lu Bun-chang kepada kalian?" Bayangan keindahan dan kenikmatan yang pernah dicicipinya di rumah makan Thian-keng-lau seketika berantakan dari benak Li Siau-hong, yang tersisa kini hanya kekerasan dan situasi gawat yang harus dihadapinya. "Lu-thayjin bertanya kepada kami," katanya kemudian, "apakah ada yang tahu tentang tatto di tubuh Lokokcu?" Ting Tong-ih terperangah, tapi Ko Hong-liang segera manggut-manggut dengan wajah serius. "Kami semua menjawab tahu tentang tatto itu, maka dia pun bertanya, apakah kami pernah memperhatikan dengan jelas gambar apa tatto di atas tubuh Ko-lokokcu, kami pun menjawab, Ko-lokokcu jarang sekali bertelanjang dada, kami baru sempat menyaksikan gambar tatto di atas dadanya jika ia selesai berlatih silat ketika bajunya basah kuyup oleh keringat, sehingga kami tak tahu apa gambar tattonya ... malam itu Luthayjin pun hanya menjamu kami makan minum, dia tidak menyinggung soal apa-apa lagi "Kemudian?" tanya Ting Tong-ih sambil mengernyitkan alis matanya yang lentik. "Kemudian ... sekali lagi Lu-thayjin mengundang kami, dia berpesan agar kami tidak mengatakan kejadian itu kepada Kokcu." Mendengar sampai di sini Ko Hong-liang segera mendengus dingin, ujarnya, "The-piauthau pernah memberitahukan persoalan ini kepadaku, waktu itu kusangka tak ada masalah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

lain, sebab walaupun aku tak suka berhubungan dengan mereka, namun aku tak pernah menghalangi anak buahku berhubungan dengan para pejabat negara dan menjadi kaya raya karena itu, karenanya aku tidak bertanya lebih jauh." Dalam hatinya tentu saja timbul perasaan amat menyesal, dia menyesal kenapa waktu itu tidak bertanya lebih jelas. "Betul, betul ... Kokcu memang selalu menganggap kami sebagai saudara kandung sendiri. Hari itu Ko-thayjin berkata, 'Ketika jenazah Ko Hway-sik dimakamkan, apakah tubuhnya dibungkus dengan kain pembungkus mayat yang sangat tebal?'. Kami pun menjawab, 'benar.'. Lu-thayjin segera menghembuskan napas lega seraya bergumam, 'Aah, akhirnya diperoleh juga sedikit titik terang.'." "Kemudian ia perintahkan kami untuk menggali jenazah Kokokcu, katanya dia hendak memeriksa sesuatu benda, waktu itu kami sangka dia hendak memeriksa tatto yang tertinggal di tubuh Ko-kokcu, maka Tiong-hupiauthau berkata, 'Lokokcu sudah dikubur tujuh tahun, besar kemungkinan tubuhnya sudah membusuk, hancur dan rusak.'. Dengan wajah tak senang Lu-thayjin segera menjawab, 'Bila tubuhnya sudah hancur, kalian mesti mengambil keluar kain pembungkus mayatnya!'." "Kemudian tiba-tiba Ko Hong-liang memotong, "apa yang terjadi dengan Tiong dan The dua orang piausu itu?" "Mereka ... mereka telah menyalahi Lu-thayjin, maka ... maka... suara Li Siau-hong mulai tergagap. "Omong kosong!" hardik Ko Hong-liang sambil mengayun goloknya, "sudah jelas mereka mati dicelakai bajingan she Lu itu gara-gara tak mau mengusik jenazah ayah." Melihat golok yang mulai diayunkan ke udara, Li Siau-hong semakin gugup dan gelagapan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bukan Lu-thayjin, melainkan Li-thayjin, ya ... Li-thayjin... serunya. "Bagaimana ceritanya hingga Li Ok-lay tampil? Cepat katakan!" bentak Ko Hong-liang. Dengan wajah masam dan nyaris menangis sahut Li Siauhong, "Malam itu Li-thayjin ikut muncul dalam pertemuan, dia minta kami pergi menggali kuburan Lokokcu, kami menolak melakukannya, maka Li-thayjin pun berkata, 'Kalian menolak karena takut menghadapi Ko Hong-liang bukan? Kujamin hanya cukup dalam satu malam Sin-wi-piau-kiok bakal bubar, siapa di antara kalian yang ingin menjadi Kokcu?'. Kami semua menampik, dalam gusarnya Li-thayjin pun membunuh Tiong dan The piausu berdua!" "Hmm, kenapa hanya kau yang tidak dibunuh?" jengek Ting Tong-ih sambil mendengus dingin, "mungkin di antara ketiga orang itu, hanya kau seorang yang tertarik dengan iming-imingnya." Sementara Ko Hong-liang bergumam sambil menghela napas panjang, "Aaai, demi piaukiok, Tiong Ing dan The Tiong harus mengalami nasib tragis!" Tong Keng tak kuasa menahan diri, dia mencengkeram kerah baju Li Siau-hong dan" teriaknya, "Jawab, apakah kau yang telah mencelakai Tiong Ing serta The Tiong dua orang piausu itu?" Dengan gugup Li Siau-hong menggeleng, cengkeraman yang kuat pada kerah bajunya membuat napasnya sesak. "Sudahlah," ujar Ting Tong-ih sambil mendengus dingin, "ditanya juga percuma, tak nanti dia mau mengaku." "Aku benar-benar tidak membunuh mereka teriak Li Siauhong keras. "He, kenapa berteriak?" tegur Ko Hong-liang gusar, "memangnya kau berharap teriakanmu bisa didengar orang-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

orang di ruang seberang hingga datang menolongmu? Sekali lagi berteriak, segera kupotong lidahmu!" Li Siau-hong segera membungkam dan tak berani berteriak lagi. "Jadi siasat yang digunakan Li Ok-lay untuk meruntunkan perusahaan Sin-wi-piau-kiok adalah memfitnah perusahaan ini telah merampok uang pajak yang sedang dikawalnya?" kata Ting Tong-ih kemudian. "Ia tidak mengatakan begitu, tapi setelah kejadian aku pun menduga begitu." "Ada beberapa orang yang bersembunyi di ruang seberang?" tanya Ting Tong-ih lagi. "Ada puluhan orang anak buah Li-thayjin, kelihatannya Lithayjin telah membawa ratusan orang jago tangguh, tujuannya adalah untuk menghadapi batas akhir penyerahan uang pajak besok pagi, dia kuatir rakyat melakukan pergolakan dan pemberontakan, selain itu dia pun ingin mengawasi wilayah seputar sini." "Hmmm, untungnya kami berhasil menyusup kemari tanpa diketahui siapa pun," kata Tong Keng sambil tertawa. "Engkoh Tong, jadi kalian melalui... seru Ko Siau-sim kegirangan. "Benar!" tukas Tong Keng sambil tertawa tergelak. "Lantas apakah kau bertemu dengan mayat yang tempo hari itu?" tanya si nona sambil memandang mesra pemuda itu. "Tidak, sama sekali!" jawab Tong Keng tertegun. oooOOooo 29. Jenazah Yang Mencurigakan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Waktu itu Ko Hong-liang hanya berdiri termangu sambil membayangkan kembali rekan-rekannya yang mati mengenaskan, sementara Li Siau-hong kembali ingin kabur dengan memanfaatkan kesempatan itu, tapi lagi-lagi tubuhnya diinjak Yong Seng hingga sama sekali tak mampu bergerak. Yong Seng berjuluk 'Tiada tempat tanpa jejak kaki', sepasang kaki bajanya boleh dibilang memiliki kekuatan luar biasa, siapa pun yang diinjak kakinya sekalipun Ko Hong-liang sendiri, jangan harap bisa melepaskan diri secara mudah. Terdengar Yong Seng berkata dengan jengkel, "Oleh sebab itu kau pun memfitnah Kokcu telah merampok barang kawalannya bukan?" "Yong-loji," seru Li Siau-hong penuh dendam, "sebenarnya Li-thayjin sudah ingin melenyapkan dirimu sejak awal, tapi selalu berhasil kuhalangi, aku bilang kau baik bagaikan saudara sendiri, tapi hari ini... kau ... kau seperti sudah melupakan budi kebaikanku itu "Hmm ... hmmm Yong Seng tertawa dingin, "luka dalamku ini merupakan hadiah pemberianmu, coba terangkan kenapa kau bersikap begitu keji kepadaku?" "Li Siau-hong!" sela Ko Hong-liang pula, "aku pun selalu bersikap baik kepadamu, tapi kenyataan kau telah menyebabkan keluargaku berantakan, usahaku hancur dan anak buahku tewas Li Siau-hong menundukkan kepala dengan lesu dan tak berani membantah lagi. "Ada beberapa orang di ruang seberang?" tanya Ting Tongih kemudian. "Lima orang!" sahut Yong Seng. "Kita habisi dulu orang-orang itu!" kata Ko Hong-liang kemudian dengan wajah serius.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sekali lagi sekujur badan Li Siau-hong gemetar keras, sekarang baru ia tahu bagaimana tersiksanya bila seseorang sedang dicekam rasa takut. "Jangan," terdengar Ting Tong-ih mencegah, "lebih baik kita biarkan mereka hidup, siapa tahu mereka bersedia membantu kita menuntut balas." "Sudah jelas semua peristiwa berdarah ini merupakan ulah Li Ok-lay seorang, mana mungkin kita punya peluang untuk membalas dendam!" "Belum tentu, jangan lupa masih ada Leng-hiat!" "Betul," sambung Tong Keng lantang, "di atas opas Leng masih ada Cukat-sianseng!" "Baik, kalau begitu kita ampuni jiwa anjingnya," kata Ko Hong-liang kemudian sambil menotok tujuh jalan darah penting di tubuh Li Siau-hong, kemudian sambil menengok keluar ruangan, ujarnya lagi, "Kita bantai kelima orang di seberang sana!" "Tapi ... mereka semua adalah petugas keamanan seru Ko-hujin ketakutan. Sambil menuding ke arah mayat Nyo Beng-hoa dan Tan Lui yang terkapar di lantai, ujar Ko Hong-liang, "Membunuh seorang juga dituduh sebagai pembunuh, dua orang tetap pembunuh, bagaimana pun kita memang sudah dianggap orang berdosa, apa salahnya kita habisi mereka? Toh para petugas keamanan itupun bukan manusia baik-baik!" Ting Tong-ih, Tong Keng maupun Yong Seng merupakan sekelompok manusia yang sudah lama hidup dalam tekanan, kini mereka merasa semangat berkobar kembali, tanpa membuang waktu lagi serentak mereka menyerbu ke dalam ruang Ciang-siang-lo.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Waktu itu kelima orang petugas keamanan itu ada tiga di antaranya sedang minum arak, seorang sedang meniduri Siaukim dan seorang lagi sedang tertidur lantaran mabuk. Dengan sekali gebrakan saja keempat orang petugas itu sudah berhasil mereka habisi nyawanya. Sisanya yang seorang sebetulnya sedang tertidur nyenyak, begitu membuka mata dan melihat keempat rekannya sudah kehilangan nyawa, segera dia bermaksud menyambar senjata andalannya. Sayang sebuah bacokan kapak membuat senjatanya tersampuk jatuh, tahu-tahu sebilah golok besar ditambah sebilah pedang sudah menempel di atas tengkuk dan dadanya. Orang itu ketakutan setengah mati, bahkan saking takutnya hingga terkencing-kencing, dia menyesal kenapa saat bertugas harus tertidur pulas sehingga tak punya kesempatan melarikan diri. "Apakah kau diutus Li Ok-lay dan Lu Bun-chang?" tanya Ko Hong-liang kemudian. Orang itu mengangguk. "Siapa namamu?" "Pan Kiat-beng!" "Beberapa banyak jago yang dibawa Li Ok-lay dalam operasinya kali ini?" "Mendekati ratusan orang." "Ada beberapa banyak jago kelas satu yang menyertainya?" tanya Ting Tong-ih, "tentu saja tidak termasuk manusia sampah macam dirimu."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pan Kiat-beng berpikir sejenak, lalu sahutnya tergagap, "Ada ... Li-thayjin ... Lu-thayjin ... lalu ... ada si harimau yang mengaum ... manusia she ... she Ni... Ni itu... "Ni Jian-ciu maksudmu? Aku tahu, lanjutkan!" tukas Ting Tong-ih. Pan Kiat-beng tak berani membantah, katanya lagi, "Masih ada lagi Li Hok, Li Hui... "Sepasang manusia hokki dan cerdas?" "Benar, memang mereka berdua "Kemudian?" "Masih ada tiga orang lagi, satu tua, satu menengah, satu muda ... konon jauh lebih menakutkan ketimbang si harimau mengaum itu ... aku ... aku tidak tahu siapa ... siapa nama mereka bertiga Sorot mata ngeri, seram dan kaget segera memancar keluar dari balik mata Ko Hong-liang, Ting Tong-ih, Tong Keng serta Yong Seng, tanpa terasa mereka membayangkan ketiga orang tokoh ampuh yang konon sudah bergabung dengan pihak kerajaan dan sekarang menjadi andalan atasan Li Oklay. Apakah ketiga orang tokoh sakti itu yang dimaksud? Benarkah Li Ok-lay telah berhasil mengundang kehadiran ketiga orang itu? Ko Hong-liang, Ting Tong-ih, Tong Keng serta Yong Seng merasa keringat dingin telah membasahi tubuh mereka, tangan mereka terasa basah dan dingin, bahkan senjata yang sedang menempel di tubuh Pan Kiat-beng pun kelihatan mulai gemetar keras. Bila ketiga orang gembong iblis itupun turun tangan, biarpun mereka berhasil kabur dari kota ini, jangan harap bisa lolos dari kejaran mereka walau sampai ke ujung langit.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Nama besar gabungan ketiga orang ini jauh lebih tersohor ketimbang nama empat opas, biasanya orang yang terjatuh ke tangan mereka hanya menyesalkan akan satu hal, tidak seharusnya mereka dilahirkan di dunia ini! Tiga orang manusia yang betul-betul menakutkan! Sebenarnya Ko Hong-liang ingin menghadiahkan sebuah tebasan untuk menghabisi nyawa budak anjing yang suka menindas rakyat ini, tapi begitu terbayang akan ketiga orang itu, keinginannya untuk membunuh orang hilang seketika, dia hanya menotok jalan darahnya saja. Ketiga gembong iblis itu merupakan sekawanan manusia aneh, cara turun tangannya aneh dan memiliki nama aneh pula. Yang tua bernama si Tua tak mau mati. Yang menengah bernama Manusia penengah. Yang muda bernama si Bambu muda. Ketiga orang ini sudah tidak membutuhkan nama lagi, mereka hanya memerlukan julukan, julukan yang didengar dan diketahui setiap orang. Tujuan kedatangan Ko Hong-liang semula adalah menyusup masuk ke situ dan berpamitan dengan sanak keluarganya, kemudian setelah mengatur segala sesuatunya mereka berencana kabur sejauh-jauhnya. Tapi sekarang mereka telah menghapus ingatan itu, bila si tua, si menengah dan si muda telah mendekati kota Cingthian, kemana pun mereka kabur, biar punya sayap pun jangan harap bisa meloloskan diri. Mereka hanya saling menatap sorot mata rekannya, walau tanpa mengucapkan sepatah kata pun semua orang sudah paham apa arti semua itu. Suara hujan di luar rumah terdengar semakin lirih, Ting Tong-ih membuka jendela sambil menengok keluar kebun,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

ternyata air hujan telah berubah menjadi bunga salju, lapisan putih bagai kapas mulai menyelimuti seluruh permukaan bumi. Ko Hong-liang dan Tong Keng memasang hio dan bersembahyang di depan meja abu Ko Hway-sik, selesai menyembah, dengan sedih Ko Hong-liang berkata, "Ayah, maafkan anakmu yang tidak berbakti, bukan saja aku gagal membuat jaya nama besar Sin-wi-piau-kiok, sebaliknya kini perusahaan terjerumus dalam ketidak-pastian, gara-gara fitnah dari anjing pejabat, aku... Bicara sampai di situ dia tak sanggup lagi melanjutkan perkataannya, air mata bercucuran membasahi wajahnya. Dengan sedih Tong Keng bersembahyang pula, "Toaloya, aku Tong Keng tak akan melupakan budi kebaikanmu yang telah memelihara dan membesarkan aku, apapun yang akan kukerjakan pasti akan kuselesaikan hingga titik darah terakhir. jika Kokcu ditangkap, aku akan ikut masuk penjara, bila Sin-wi tumbang aku pun akan mati duluan, siapa berani membunuh Kokcu, aku akan mengadu jiwa dengannya Kebetulan waktu itu Ting Tong-ih sedang berjalan masuk dari depan pintu, tiba-tiba dia menyela, "Masih ada sebuah cara lagi... Serentak semua orang berpaling sambil menantikan perempuan itu melanjutkan perkataannya. "Kita masih mempunyai dua orang saksi hidup," kata Ting Tong-ih kemudian. "Kau maksudkan Pan Kiat-beng dan Li Siau-hong?" tanya Ko Hong-liang, semua orang tidak mengerti apa maksud dan tujuan perempuan itu. "Li Siau-hong adalah pemfitnah, dialah saksi yang memberikan laporan palsu," kata Ting Tong-ih lebih lanjut, "sementara Pan Kiat-beng adalah orang yang dikirim Li Ok-lay serta Lu Bun-chang untuk memusnahkan perusahaan Sin-wi-

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

piau-kiok, asal kita serahkan kedua orang ini kepada Lenghiat, ia pasti akan melaporkan peristiwa ini kepada Cukatsianseng, ada kemungkinan kasus ini bisa terungkap hingga jelas." "Hanya kuatirnya sampai saat itu, tulang belulang kita semua sudah lama mendingin," kata Ko Hong-liang sedih. "Sekalipun kita mati, asal kasus ini bisa terungkap, nama baik kita pun bisa dipulihkan," sambung Tong Keng penuh semangat. "Tidak!" kata Ting Tong-ih tegas, "yang lebih penting lagi adalah membongkar semua kejahatan serta rencana busuk yang dilakukan kawanan anjing pejabat itu, bisa membuat kejahatan mereka terungkap, paling tidak bisa membuat mereka kelabakan dan kalang-kabut "Baiklah," seru Ko Hong-liang kemudian dengan bersemangat, kesempatan hidup yang muncul secara tiba-tiba, meski kecil sekali membuat semangatnya timbul kembali, "Ayo, kita segera berangkat." Tapi membayangkan harus berpisah kembali dengan istrinya yang baru saja dijumpai, hatinya terasa sedih dan perih, namun sambil mengertak gigi ia berusaha mengendalikan perasaannya. "Pergi sih harus pergi, cuma bukan hari ini," kata Ting Tong-ih. "Kalau hari ini tidak berangkat, aku kuatir... Ko Hong-liang tertawa getir, "aku kuatir kita tak bakal bisa pergi lagi!" "Secepat apapun tindakan yang bakal mereka lakukan, paling tidak juga mesti menunggu besok pagi," ujar Ting Tong-ih tegas, nampaknya ia sudah mempunyai rencana yang matang, "aku telah bertanya kepada Li Siau-hong dan Pan Kiat-beng, menurut mereka paling cepat pun anak buah Li Oklay baru akan masuk kota tengah malam nanti, mereka

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berencana bila besok masih ada yang enggan membayar pajak atau ada orang berani melakukan perlawanan, maka mereka akan membantai anggota Sin-wi-piau-kiok lebih dahulu kemudian baru membantai yang lain, tampaknya mereka menduga kita belum tiba di sini, apalagi di luar sana ada orang-orang Lu Bun-chang yang melakukan pengawasan, sedang di dalam pun sudah ditaruh Li Siau-hong beserta begundalnya, pikir mereka pertahanan semacam ini cukup tangguh dan tak mungkin bobol, oleh sebab itu sebelum fajar menyingsing, tak bakal terjadi sesuatu di sini, aku pikir berangkat di saat fajar pun masih belum terlambat." Padahal tujuan utama rencananya ini adalah ingin memberi waktu yang cukup kepada orang-orang Sin-wi-piau-kiok untuk saling berkumpul melepaskan rindu. Yong Seng segera menyatakan persetujuannya, "Betul, seandainya tak sempat, biar berangkat sekarang pun sama saja tak sempat." Yang dia maksudkan adalah seandainya si tua, si menengah dan si muda sudah datang, cepat atau lambat semuanya sama saja. Sambil tertawa Ko Siau-sim berkata, "Sungguh tak disangka gua yang kita gali tempo hari ternyata mempunyai manfaat, gara-gara urusan itu ayah sempat mencaci-maki kita habishabisan!" Tampaknya Ko Hong-liang terbayang juga peristiwa itu, serunya sambil tertawa, "Ya, kau masih nampak gembira! Gara-gara kalian berhasil menggali keluar sesosok mayat, Yong-sute dan Tiong-piauthau jadi repot setengah mati mengubur kembali mayat itu." Begitu kata "mayat" berkelebat dalam benak Tong Keng, untuk kedua kalinya satu ingatan melintas dalam pikirannya, tak kuasa lagi dia berseru, "Mayat!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Aaah, betul! Mayat!" Ko Hong-liang serta Yong Seng ikut berseru tertahan, tampaknya mereka pun teringat sesuatu. Ting Tong-ih, Ko-hujin maupun Ko Siau-sim tidak mengerti apa gerangan yang terjadi, serentak mereka berdiri tertegun dengan perasaan keheranan. Yong Seng segera berkata lagi, "Delapan tahun lalu, kota Cing-thian pernah dilanda gempa bumi "Gempa itu sangat kuat," sambung Tong Keng, "bukan saja membuat tanah merekah, bahkan sempat membuat retak peti-peti mati." "Aaah, mungkinkah jenazah ayah!" tiba-tiba Ko Hong-liang menjerit tertahan. Kini Ting Tong-ih baru mengerti apa yang sedang mereka pikirkan, rupanya tempat itu pernah dilanda gempa yang sangat kuat sehingga mereka curiga gempa itu membuat batu peti mati retak dan terbelah sementara jenazahnya bergeser tempat. Retakan yang ditemukan Tong Keng dan Siau-sim ketika menggali gua tempo hari merupakan sebuah bukti yang paling tepat. "Kalian ... kalian telah mengubur jenazah itu dimana?" segera Ko Hong-liang bertanya. "Dikubur di tengah pekuburan umum belakang bukit sana!" jawab Yong Seng. Karena waktu itu mereka tidak tahu dengan pasti jenazah siapakah yang ada di sana, terpaksa mereka kubur di belakang bukit, kebetulan saat itu Li Siau-hong sedang bertugas mengawal barang sehingga dia tak tahu adanya peristiwa itu, sekembalinya dari bertugas juga tak ada yang menyinggung kembali. "Jadi mereka telah membongkar kuburan Ko-toaya dan memeriksa peti matinya?" tanya Ting Tong-ih.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Benar," sahut Ko-hujin, "tapi berhubung peti mati itu sudah retak dan kuburan pun kosong ... mereka pun bertanya kepadaku apakah pernah memindahkan kuburan itu, aku bilang tak pernah, setelah membuktikan sendiri peti mati itu sudah retak, mereka baru percaya Bicara sampai di situ dia jadi ragu untuk melanjutkan katakatanya. "Peristiwa ini sangat mencurigakan," Ko Hong-liang segera berseru, "kalau ada sesuatu, katakan saja terus terang." "Mereka ... mereka bertanya pula kepadaku ... apakah ... apakah aku pernah melihat... "Melihat apa?" tanya Ko Hong-liang dengan kening berkerut. "Pernah melihat tubuh Loya ... tentu saja aku tak pernah melihat ... mereka bertanya lagi apakah kau pernah melihat tubuh ayahmu ... kujawab aku tidak tahu, kemudian aku berbalik menanyakan kabar beritamu, tapi mereka menghindar dan tak mau menjawab "Ngaco-belo!" dengus Ko Hong-liang jengkel, tapi dalam hati dia berpikir, "Aneh juga, kenapa ayah tak pernah bertelanjang dada sekalipun di musim panas yang gerah, aneh, benar-benar sangat aneh!" Setelah termenung beberapa saat Ting Tong-ih berkata, "Kelihatannya di tubuh Ko-lotoaya tertatto sesuatu rahasia besar, jenazahnya bergeser ke tempat lain ketika terlanda gempa bumi, bisa jadi jenazah yang dikubur di belakang bukit adalah jenazahnya, Li Ok-lay maupun Li Siau-hong sekalian tidak mengetahui terjadinya perubahan alam itu, tentu saja mereka tak akan menemukan apa-apa meski sudah membongkar kuburannya, maka terpaksa mereka pun mencari tahu soal tatto yang ada di tubuh Lotoaya

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Setelah berhenti sejenak, tambahnya, "Kita harus menyelidiki tatto apa yang ada di tubuh Lotoaya, sebab hal itu ada sangkut paut penting dengan peristiwa ini Tiba-tiba terdengar Ko Siau-sim menjerit tertahan. Semua orang segera berpaling, tampak ia sedang menutupi mulut sambil berusaha mencegah suaranya terdengar orang lain. Meski semua orang keheranan, namun tak ada yang menggubrisnya karena mereka mengira gadis itu sedang terbayang kembali kejadian waktu itu. Terdengar Ting Tong-ih berkata lebih jauh, "Berarti Li Oklay sekalian baru mengalihkan perhatian untuk mencari kain pembungkus mayat setelah gagal menemukan jenazah Loya dalam peti matinya, mungkin mereka sangka dari kain pembungkus mayat itu bisa ditemukan sesuatu petunjuk Mendadak terdengar Ko Siau-sim menjerit lagi. Kalau jeritan pertama suaranya sangat wajar, maka jeritan kedua seperti orang kaget karena teringat sesuatu. Sekali lagi semua orang mengalihkan perhatian ke arahnya. "Kain pembungkus mayat itu bisiknya agak tergagap, "aku ... aku telah menyimpan kain itu." Sekali lagi semua orang terperangah, berita ini sangat mengagetkan seolah suara yang datang dari luar angkasa. "Aku pikir ... kita tak kenal mayat siapakah itu ... mungkin di kemudian hari ada keturunannya yang datang mencari, maka ... maka kusimpan kain itu sebagai barang bukti... maka ... maka aku ... aku pun menyimpannya "Aaah, bagus sekali," puji Ting Tong-ih girang bercampur emosi, "kau simpan dimana kain itu? Cepat bawa kemari." "Tapi....

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sudah kau buang?" Ko Hong-liang mempertinggi suaranya. "Bukan, bukan.... jawab Ko Siau-sim gugup, setelah ragu sejenak akhirnya dia mengambil keputusan dan melanjutkan. Cuma aku telah mencucinya hingga bersih." ooOOOoo 30. Setia Dan Mati. Selembar kain pembungkus mayat, tentu saja harus dicuci dulu hingga bersih kemudian baru disimpan, kejadian semacam ini adalah kejadian lumrah. Tapi bila kain pembungkus mayat sudah dicuci bersih, tentu saja tak ada tanda apapun yang tertinggal. Jantung semua orang yang sudah berdebar keras sekali lagi tenggelam ke bawah. Ko Siau-sim muncul kembali sambil membawa secarik kain putih yang sudah menguning, semua orang coba memeriksa dengan seksama, namun kecuali bekas lumpur dan lumut yang tak bisa hilang, mereka tidak menemukan sesuatu apapun. Melihat kekecewaan yang diperlihatkan semua orang, Ko Siau-sim menggigit bibirnya, dia harus menggigit bibirnya sampai memutih sehingga air matanya tak meleleh. Ting Tong-ih yang memperhatikan hal itu segera berkata sambil tertawa, "Padahal kita sudah berlebihan, kain itu sudah sangat lama terpendam di dasar lumpur, sekalipun diperiksa dengan lebih seksama pun tak ada gunanya, kecuali bekas lumpur, apa lagi yang bisa dijumpai? Aku rasa Li Ok-lay hanya mengada-ada saja!" Ko Hong-liang mengerling ke arah putrinya sekejap, dia tidak memakinya, hanya sambil berlutut di depan meja abu ayahnya dia berdoa, "Ananda memang tak berbakti, tidak tahu

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kalau benda itu merupakan sebuah benda yang amat berharga ... bila suatu hari nanti perusahaan Sin-wi dapat berjaya kembali, ananda pasti akan mengebumikan kembali jenazah kau orang tua dengan sebaik-baiknya." Tong Keng ikut berlutut, gumamnya, "Lotoaya, semua ini adalah kesalahan aku Tong Keng, aku tidak pantas mengganggu tubuh kau orang tua Sambil bergumam, ia menampar wajah sendiri berulang kali hingga sembab merah. Ko Siau-sim ikut berlutut, serunya, "Yaya... Dia pun menangis tersedu-sedu. Ting Tong-ih menggeleng kepala berulang kali, katanya, "Aku adalah orang luar, tolong dengarkan dulu perkataan orang luar. Kalian semua telah melakukan kesalahan apa? Mungkin seandainya tak ada penemuan kalian, jenazah Kolokokcu bukan saja sudah terlempar keluar dari peti matinya yang merekah, bahkan bisa jadi akan ditemukan para petugas keamanan yang melakukan penggalian. Mungkin arwah Kolosianseng di alam baka yang telah memberi petunjuk terjadinya semua peristiwa ini sehingga masih terbuka kesempatan untuk melakukan upacara pemakaman lagi di kemudian hari. Sudah, janganlah bersedih." Setelah dihibur Ting Tong-ih, rasa sedih Ko Siau-sim mulai mereda, dia pun berhenti menangis. Yong Seng yang melihat Ko Hong-liang, Tong Keng serta Ting Tong-ih basah kuyup macam manusia lumpur segera berkata, "Kalau memang tak punya rencana untuk berangkat sekarang, lebih baik beristirahat dulu sambil membersihkan badan, akan kusuruh Sin-pek menanak nasi, apapun yang bakal terjadi esok, malam ini kita harus menikmati dulu hidangan sambil merayakan berkumpulnya kembali kita semua."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tong Keng serta Ting Tong-ih beranggapan sudah saatnya bagi mereka untuk mengundurkan diri, bagaimana pun mereka harus memberi kesempatan kepada Ko Hong-liang untuk berkumpul kembali dengan keluarganya. Sebaliknya Ting Tong-ih pun merasa perlu memberi kesempatan kepada Tong Keng untuk berbincang dengan Ko Siau-sim. Maka masing-masing dengan jalan pemikiran yang berbeda segera mengundurkan diri dari ruang utama. Walaupun sisa anggota Sin-wi-piau-kiok sudah tak banyak lagi, namun setelah melihat kembalinya ketua mereka, semua orang merasa amat gembira. Mereka tak peduli apa yang bakal terjadi esok pagi, seluruh kegembiraan mereka dilampiaskan dalam santap malam bersama untuk merayakan pertemuan ini. Namun Lu Bun-chang tidak berpendapat demikian. Waktu itu dia sedang duduk di belakang meja pengadilan, sementara pejabat yang sebenarnya hanya berdiri mendampingi tanpa banyak bicara. Siapa pun tak ingin menyalahi Lu Bun-chang, apalagi sejak awal kota itu memang berada dalam kekuasaannya, dan sekarang ada pejabat yang lebih berkuasa macam Li Ok-lay mendukung dirinya, biar orang sudah makan nyali macan pun tak nanti berani mengusik dirinya. Baru saja duduk Lu Bun-chang bangkit berdiri, kemudian berjalan mondar-mandir dengan rasa jengkel, kembali ia duduk. Pejabat yang berdiri di sisinya hanya menyaksikan ulah itu dengan perasaan kebat-kebit, baru saja hatinya menjadi tenteram, tiba-tiba terlihat Lu Bun-chang melompat bangun seraya berteriak, "BunTio!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Pejabat itu merasa sangat terperanjat, jantungnya nyaris melompat keluar dari rongga dadanya. "Hamba siap!" "Kenapa kau nampak sangat ketakutan setiap kali mendengar aku memanggil namamu?" tegur Lu Bun-chang sambil melototkan matanya, lagaknya seperti seorang pejabat pengadilan yang sedang memeriksa seorang terdakwa, "Apakah kau sempat korupsi ketika mengumpulkan uang pajak rakyat?" Sebetulnya dia hanya ingin bertanya apakah di luar sana bunga salju telah menyelimuti jalan, namun menyaksikan ketakutan Bun Tio, dia pun unjuk gigi menggertaknya. "Tidak, sama sekali tak pernah," jawab Bun Tio ketakutan, "benar-benar tidak pernah, hamba selalu setia dan jujur, sepeser pun tak berani ambil, bisa berbakti kepada Thayjin pun sudah merupakan sebuah berkah bagiku." "Lantas kenapa kau begitu ketakutan?" tanya Lu Bun-chang sambil tertawa. "Sebab Thayjin kelihatan sangat keren dan berwibawa segera Bun Tio menundukkan kepalanya, "sebab sewaktu Thayjin memanggil nama hamba tadi, ketika hamba mendongakkan kepala, maka terlihatlah... "Melihat apa?" tanya Lu Bun-chang keheranan. "Hamba tak berani menjawab." "Kenapa tak berani menjawab?" "Hamba kuatir Thayjin akan menjatuhkan hukuman berat setelah mendengar jawaban itu, hamba tak sanggup memikulnya!" Bun Tio semakin tak mau berterus terang, Lu Bun-chang semakin ingin mengetahuinya, kembali dia berseru, "Biar

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

bersalah pun tidak usah takut, akan kupikul semua tanggung jawab itu!" "Ketika hamba mendongakkan kepala tadi, hamba melihat... Bun Tio sedikit tergagap, "hamba melihat ada selapis asap tipis muncul dari kepala Thayjin, asap itu mirip sekali dengan... "Asap tipis?" Lu Bun-chang semakin tak habis mengerti. "Betul, selapis asap tipis yang mirip sekali dengan seekor naga emas yang sedang terbang ke angkasa!" "Sungguh?" seru Lu Bun-chang girang, tapi seperti teringat sesuatu, dengan perasaan bergetar keras hardiknya, "Omong kosong!" Segera Bun Tio menjatuhkan diri berlutut, serunya ketakutan, "Hamba memang pantas mati, hamba memang pantas mati!" "Bun Tio!" hardik Lu Bun-chang sambil menggebrak meja, "perkataanmu tadi ... tahukah kau ... ucapanmu itu sangat berbahaya?" "Hamba tahu salah, tapi apa yang disampaikan adalah sebuah kenyataan, hamba tidak berbohong, juga tidak mengarang cerita ... bukankah ... bukankah Thayjin sudah berjanji akan mengampuni dosaku?" "Jadi kau bicara sejujurnya?" "Tentu saja hamba bicara jujur." Diam-diam Lu Bun-chang merasa kegirangan, segera pesannya, "Kali ini kuampuni dosa dan kesalahanmu ... cuma, Bun Tio! Kau jangan bicara sembarangan di luaran sana!" "Hamba mengerti, hamba pasti akan menutup mulut rapatrapat dan tak akan membocorkan kepada siapa pun."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendengar itu Lu Bun-chang segera berkata, "Kau memang pintar sekali, bila di kemudian hari kuangkat dirimu mendampingi aku, apakah kau bersedia?" Bun Tio memang sangat mengharapkan janji seperti itu, sebab dia tahu wilayah di seputar sini ibarat lampu yang kehabisan minyak, tak mungkin bisa menghasilkan apa-apa lagi, sebaliknya dengan mengikuti Lu Bun-chang, jelas dia akan memperoleh ladang subur lagi. Maka sambil menyembah berulang kali serunya, "Hamba pasti akan setia kepada Thayjin, hamba pasti akan berbakti kepada Thayjin sampai mati!" Lu Bun-chang tidak bicara lagi, dia melanjutkan kembali lamunannya, "Sialan betul Ting Tong-ih itu, kenapa dia meninggalkan aku dan malah kabur dengan seorang narapidana macam Kwan Hui-tok? Bahkan sekarang malah bergabung dengan para pemberontak Sin-wi-piau-kiok?" Dia benar-benar tak habis mengerti. Sesaat kemudian Lu Bun-chang baru bertanya lagi kepada Bun Tio, "Bukankah kau sudah mengirim orang untuk menyambut kedatangan Li-thayjin? Kenapa hingga sekarang belum balik?" "Besok baru batas akhir penarikan pajak," mendadak terdengar seseorang berseru. "Oleh sebab itu Li-thayjin tak perlu datang lebih awal," sambung suara yang lain. Begitu mendengar suara jawaban itu, Lu Bun-chang merasa hatinya bergetar keras, hampir saja dia melolos senjata. Sementara itu Bun Tio telah menjura sambil menyapa, "Siauhiap berdua, selamat datang!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Yang muncul adalah dua orang pemuda berbaju perlente yang mirip satu dengan lainnya, mereka adalah Li Hok dan Li Hui. Lu Bun-chang segera mendengus dingin, tegurnya, "Kalau mau masuk juga harus lapor dulu, benar-benar tak tahu sopan santun." Li Hok tertawa dingin. "Kami masuk dengan blak blakan, siapa suruh anak buahmu buta semua matanya hingga tidak melihat kehadiran kami." "Masih untung yang datang adalah kami berdua," sambung Li Hui, "coba kalau orang lain, mungkin... Bicara sampai di sini, kedua orang bersaudara itu tidak melanjutkan kembali kata-katanya. Bun Tio tahu, meskipun Lu Bun-chang dan dua bersaudara Li sama-sama bekerja pada Li Ok-lay, namun hubungan mereka tak pernah baik, bahkan secara diam-diam saling menjegal, saling gontok sendiri. Lu Bun-chang adalah anak buah Li Ok-lay yang sudah bekerja cukup lama bahkan menguasai bun maupun bu, tapi Li Ok-lay sendiri pun tahu orang ini selain suka main perempuan, gampang emosi, dia pun mempunyai ambisi besar, wataknya serakah dan punya keinginan mengangkangi sendiri semua keuntungan yang ada, maka dia tak pernah menyerahkan urusan penting kepadanya. Sementara Li Hok dan Li Hui adalah anak angkatnya, kedua orang pemuda ini sudah dipeliharanya sejak kecil, meskipun selalu menganggap dirinya bagai malaikat, sayang cara kerja mereka kurang pengalaman, mereka lebih cocok mendapat tugas melenyapkan seseorang, karena tugas yang lain selalu tak dapat diselesaikan secara baik.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Karena itu Li Ok-lay hanya mengajarkan ilmu silat kepadanya dan selama ini hanya menjadi pengawal pribadinya. "Tentu saja anak buahku tidak mengetahui kehadiran kalian, karena ilmu meringankan tubuh kalian berdua cukup hebat," seru Lu Bun-chang sambil menahan emosi, "lantas apa keinginan Li-thayjin untuk menghadapi rakyat yang tak mau membayar pajak besok pagi? Biar sekarang juga aku membuat sedikit persiapan." "Kau tak usah membuat persiapan lagi," tukas Li Hok. "Kita akan habisi dulu orang-orang Sin-wi-piau-kiok," sambung Li Hui, "kemudian mengirim rakyat yang tak mau membayar pajak keluar perbatasan, tanah dan rumah yang mereka tinggalkan akan menjadi milik Li-thayjin, yang akan dijual di kemudian hari." "Ini namanya siasat sekali timpuk mendapat dua ekor burung, mengerti kau?" kata Li Hok lagi. "Oleh sebab itu kau tak perlu membuat persiapan," Li Hui menambahkan. Lu Bun-chang benar-benar tak sanggup mengendalikan diri lagi, pikirnya, "Bagus, kalian dua orang bocah sialan juga berani menghina aku? Peduli amat kalian anak angkat Lithayjin atau bukan, kalau harimau tidak mengaum dianggapnya aku hanya kucing buduk!" Berpikir sampai di situ, ia segera membentak nyaring, "Ketika aku mulai menjual nyawa bagi Li Thay-jin, kalian berdua entah masih berada di langit lapisan ke beberapa, memangnya kau anggap aku tidak paham? Sejak Li-thayjin menyuruh aku bersama 'si Tua tak mau mati' dengan membawa manusia berkerudung merampok uang pajak, aku sudah mengerti permainan catur apa yang sedang dilakukan Thayjin, kalian...

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tutup mulut!" kali ini Li Hui membentak duluan. Lu Bun-chang tidak menyangka kalau pemuda itu berani menghardiknya, untuk sesaat dia terbungkam. "Kau berani membocorkan rahasia besar ini?" sambung Li Hok pula dengan suara geram. Tampaknya Lu Bun-chang sendiri pun sadar kalau dia sudah salah bicara, walaupun begitu ia tetap menjengek dengan nada keras, "Apa yang mesti ditakuti? Waktu itu Bun Tio juga terlibat dalam peristiwa ini, kita semua toh orang sendiri!" Bun Tio tidak berani banyak komentar, dia hanya mengikuti pembicaraan itu sambil menentukan arah angin, walaupun Lu Bun-chang adalah atasannya namun Li Hok dan Li Hui adalah orang yang diutus Li Ok-lay, sementara Li Ok-lay merupakan atasan yang memiliki kekuasaan untuk membunuh orang, tentu saja dia tak ingin bertindak gegabah dengan berpihak pada satu golongan. Dalam pada itu Li Hui telah meraba gagang pedangnya dan berkata lagi sambil tertawa dingin, "Jadi kau menuduh Lithayjin merampok uang pajak lebih dulu kemudian baru menindas rakyat?" "Aku sama sekali tak punya pikiran begitu," sahut Lu Bunchang tak kalah gusarnya, "Li-thayjin sengaja berbuat begini, tujuan utamanya adalah demi lukisan tengkorak, karena lukisan itu merupakan rencana besar perdana menteri Hu, kau tak usah menuduh aku dengan kesalahan yang sengaja dibuat-buat!" Li Hok dan Li Hui saling bertukar pandang sekejap, kemudian Li Hok berkata lagi, "Ternyata dugaan Thayjin tidak meleset, semua rahasia besar selalu bocor melalui mulutmu, berarti tidak menjamin di kemudian hari kau tetap akan merahasiakan peristiwa ini."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Lu Bun-chang bukan orang bodoh, ucapan itu segera meningkatkan kewaspadaannya, seakan baru sadar akan sesuatu, serunya terkejut, "Jadi kalian ... kalian diutus Lithayjin untuk ...? Dua bersaudara Li tertawa terbahak-bahak. "Lu-thayjin," kata Li Hui kemudian, "memang ayah angkat yang mengutus kami berdua datang kemari, beliau ingin memberi kabar kepadamu bahwa sebentar lagi pangkatmu akan dinaikkan tiga tingkat." Lu Bun-chang melengak. Sambil tertawa Li Hok berkata pula, "Ayah angkat menyuruh kami menjajal kesetiaanmu." "Aku selalu setia kepada Li-thayjin, biar harus mati pun tak akan menyesal!" segera Lu Bun-chang menyahut. "Kalau soal ini kami sudah tahu," ujar Li Hui sambil tertawa juga, "itulah sebabnya tadi kami sengaja mencoba dirimu, ternyata kau memang selalu melindungi ayah angkat, tak heran ayah angkat sering berkata, 'Banyaklah belajar dari paman Lu..." Sikap dan ucapan dua bersaudara Li yang begitu hangat dan mesra membuat sikap permusuhan Lu Bun-chang seketika hilang sebagian besar, katanya sambil tertawa, "Aaah, mana, mana ... budi yang diberikan saudara Ok-lay kepadaku lebih berat dari bukit karang, selain sangat berterima kasih, aku malah belum sempat membalas semua budi kebaikannya itu." "Benar," sambung Li Hok, "ayah angkat selalu memuji kau sebagai seorang yang jago baik soal bun maupun soal bu, konon kemampuanmu jauh melebihi siapa pun." "Malah katanya sangat menguasai dalam berpantun dan menulis indah... Lu Bun-chang tertawa terbahak-bahak, sambil berjalan mendekat katanya, "Ayah angkat kalian pandai amat bergurau

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

... memang kadangkala saudara Ok-lay minta aku berpantun, maka aku pun memenuhi keinginannya, hahaha ... lain kali jika kalian ada waktu senggang, aku pun bersedia membuatkan pantun untuk kalian berdua." "Lu-thayjin, kau benar-benar kuda tua yang hapal dengan jalanan," puji Li Hok. Sambil merangkul pundak Li Hok, kata Lu Bun-chang lagi, "Bukan aku takabur, hampir semua orang di karesidenan ini mengenal Lu Bun-chang dengan baik." "Nah, apa kubilang, ayah angkat bilang kau memang pandai mengambil hati orang, selain itu juga terhitung seorang pejabat hebat, oleh sebab itu beliau berniat menaikkan pangkatmu dan memindahkan kau ke kotaraja "Benarkah?" berseri wajah Lu Bun-chang, "sebelum berangkat ke kotaraja, aku pasti akan mengajak kalian berpesiar dulu ke tempat-tempat yang indah Sementara dia berpikir, "Waah, berarti apa yang disaksikan Bun Tio tadi memang ada betulnya, setibanya di kotaraja kesempatanku menggaet rezeki pasti akan semakin banyak, aku tentu akan kaya raya dan hidup terhormat." Berpikir sampai di situ, ia merasa semakin perlu mengambil hati kedua orang ini agar di kemudian hari ada orang yang mau memperhatikan dirinya. Dengan setengah berbisik Li Hok berkata lagi, "Ayah angkat bilang, kau terlalu banyak menyimpan rahasia besar, terlalu berat dan tersiksa kalau hidup terus di luaran, maka ada baiknya kau pulang ke kotaraja saja." "Betul, betul," seru Lu Bun-chang semakin percaya, "setibanya di kotaraja nanti, berarti setiap hari aku akan mendampingi Li-thayjin, tentu saja beliau pun tak perlu merisaukan diriku lagi."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bahkan kau bisa langsung berbakti kepadanya, hingga mati pun tak perlu dirisaukan." "Betul, betul sekali!" Lu Bun-chang tertawa tergelak, kembali dia merangkul pundak Li Hui berlagak mesra. "Keliru besar, seharusnya bukan betul betul sekali," sela Li Hok tiba-tiba sambil tertawa. "Kalau bukan betul lantas apa?" tanya Lu Bun-chang tak habis mengerti. "Seharusnya, mati, matilah!" sambung Li Hui. Lu Bun-chang tertegun. Mendadak dua bersaudara Li melolos pedangnya dan dihujamkan ke pinggang kiri dan kanannya, setelah itu serentak mereka melompat menghindar. Lu Bun-chang hanya merasakan dua buah benda tajam menghujam ke dalam pinggangnya hingga tembus ke lambung, ia menjerit keras, untuk sesaat tubuhnya maju sempoyongan. "Kenapa?" jerit Lu Bun-chang sambil maju lagi setengah langkah. "Bukankah kau bilang setia sampai mati? Bukankah kau bilang sampai mati pun tak menyesal? Sekarang pergilah mati!" ejek Li Hok sambil tertawa. "Kalau toh kau memang kuda yang berpengalaman," sambung Li Hui sambil tertawa mengejek, "lebih baik berangkatlah lebih dulu ke alam baka, sehingga suatu saat nanti kau bisa menjadi petunjuk jalan bagi kami berdua." Dua orang bersaudara ini benar-benar saudara kembar sejati, bukan saja wajahnya mirip, potongan badannya mirip bahkan perasaan mereka pun seakan sudah menyatu, selain turun tangan pada saat bersamaan, waktu mundur, bicara dan tertawa pun seakan sama.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Darah segar menyembur keluar dari mulut Lu Bun-chang, dengan perasaan tak terima teriaknya, "Aku benar ... benar setia..." "Sayang terlalu banyak rahasia yang kau ketahui," tukas Li Hok sambil tertawa, "bayangkan sendiri, mungkinkah ayah angkat membiarkan manusia yang kelewat banyak mengetahui rahasianya tetap hidup di dunia ini?" "Apalagi kau rakus, kemaruk harta dan tidak tahu diri," sambung Li Hui sambil tertawa juga, "baru menjadi seorang pejabat kecil saja sudah ingin memiliki naga emas kepala, betul-betul mimpi di siang hari bolong." Mendengar perkataan itu Lu Bun-chang segera berpaling dengan susah payah, umpatnya sambil menuding ke arah Bun Tio, "Kau ... kau manusia rendah yang tak tahu malu." Tiba-tiba ia mematahkan sisir besi dalam genggamannya, kemudian disambitkan ke tubuh dua bersaudara Li. Mimpi pun dua bersaudara Li tidak menyangka kalau menjelang ajalnya Lu Bun-chang masih bisa melancarkan serangan balasan, tergopoh-gopoh yang satu menghindar ke samping dan yang lain menangkis dengan tangan kosong. "Duuuk, duuuuk!", dua kali benturan nyaring bergema, separuh potongan sisir menancap di telapak tangan Li Hok dan separuh yang lain menembus bahu Li Hui. Sekuat tenaga Lu Bun-chang menerjang ke depan, siap melancarkan serangan maut lagi, mendadak sebilah golok yang berlumuran darah muncul dari balik dadanya diikuti semburan darah bagai pancuran. Lu Bun-chang tertegun, tubuhnya terhentak, matanya terbelalak dan mimik mukanya mulai kaku. Bun Tio melepaskan tangannya, membiarkan pisau belati tetap menancap di punggung Lu Bun-chang, setelah mundur, jengeknya, "Yang rendah dan tak tahu malu itu siapa?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kemudian sambil membalikkan badan dan menjura kepada dua bersaudara Li, katanya, "Tugas telah selesai!" "Blaaam!", tubuh Lu Bun-chang roboh terjungkal ke tanah, ketika menghembuskan napasnya yang terakhir, sepasang matanya masih melotot. Sambil menahan rasa sakit dua bersaudara Li mencabut keluar potongan sisir dari tubuh mereka, kemudian sesudah mengobati lukanya yang berdarah, kata Li Hok, "Bagus sekali cara kerjamu." "Kau sudah tahu bukan perbuatan ini atas perintah siapa?" tanya Li Hui. "Hamba tidak tahu, tapi sangat paham di dalam hati," jawab Bun Tio dengan wajah tak berubah. "Bagus bagus, tidak tahu tapi tahu, kau memang seorang pintar!" puji Li Hok tertawa. "Hamba hanya seorang bodoh!" kembali Bun Tio merendah. "Besok, jika Li-thayjin bertanya kepadamu, katakan saja kalau Lu-thayjin tewas di tangan rakyat yang memberontak, mengerti?" pesan Li Hui. Sambil berkata dia mencabut keluar pedang dan golok yang bersarang di tubuh Lu Bun-chang. Mendadak terdengar seseorang bertanya sambil terbatukbatuk, "Kalau begitu Li-thayjin pasti bisa menggunakan alasan ini untuk menumpas pemberontakan, memaksa rakyat menyingkir dari sini, memusnahkan anggota piaukiok dan melakukan pembantaian sesuka hati bukan?" Li Hok, Li Hui serta Bun Tio amat terkesiap, sebab mereka sama sekali tak menyangka kalau di atas penglari, di belakang papan nama ternyata bersembunyi seseorang! ooOOOoo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

31. Salju Atau Bunga. Suara itu berasal dari atas tiang penglari, tapi meja besar yang berada di hadapan mereka justru hancur berantakan diiringi suara benturan nyaring. Di antara debu dan pasir yang beterbangan, di atas bekas meja itu sudah bertambah dengan dua sosok tubuh manusia. Bun Tio hanya kenal salah seorang di antaranya, "Kwan Siau-ci!" Selama ini dia selalu beranggapan bahwa orang ini hanyalah seorang opas rendahan yang tak pantas dikuatirkan, ditinjau dari ilmu meramal wajah, dia berpendapat usia orang ini tak lebih dua puluh lima tahun. Tapi seorang yang lain sangat dikenal oleh Li bersaudara. "Leng-hiat!" Paras muka Leng-hiat sama sekali tak berperasaan, hanya garis mukanya seakan-akan tergurat jauh lebih jelas. Suara batuk masih berkumandang dari belakang papan nama di atas penglari. Suara batuk itu mulai bergeser, dengan berdiri di atas dinding perlahan melangkah turun ke bawah. Kali ini Li Hok dan Li Hui betul-betul terbelalak dengan mulut melongo, beberapa saat mereka seakan tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Papan nama itu tergantung di atas, tapi orang yang berpenyakitan itu berjalan di atas dinding seolah sedang berjalan di tanah datar saja, selangkah demi selangkah berjalan turun ke bawah. Seangkuh dan sejumawa apapun, kini Li bersaudara tak berani ayal lagi, mereka sadar telah berjumpa musuh tangguh.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi mereka sudah tidak memiliki pilihan lagi, karena ketiga orang itu jelas sudah mendengarkan semua pembicaraan yang mereka lakukan tadi. Raja opas Li Hian-ih, Leng-hiat maupun Kwan Siau-ci memang sudah mendengar semua pembicaraan yang berlangsung, bahkan menyaksikan juga siasat 'di balik senyuman sembunyi golok' yang dilakukan dua bersaudara itu. Sebenarnya selesai hujan tadi mereka akan meminta Kwan Siau-ci membawa mereka berdua ke perusahaan Sin-wi-piaukiok, tapi ketika Leng-hiat menemukan ada batang hio dalam gardu, ia segera tahu kalau Ting Tong-ih sekalian baru saja melalui tempat itu. Leng-hiat tak ingin mengganggu Ko Hong-liang sekalian yang baru berkumpul kembali dengan keluarganya setelah buron cukup lama, maka dia sengaja mengulur waktu. Tentu saja Raja opas memahami maksudnya itu. Tak lama setelah hujan berhenti, Leng-hiat mengajukan usul dan minta Kwan Siau-ci mengajaknya menyelidiki kantor pengadilan kota Cing-thian, dia ingin mencari sedikit data mengenai pajak rakyat sebelum pergi ke kantor perusahaan Sin-wi-piau-kiok. Raja opas tidak menyatakan setuju, namun tidak menampik, karena Leng-hiat ingin ke situ maka dia pun mengikutinya, maka mereka bertiga pun dengan menerjang hujan salju berangkat ke kantor pengadilan. Belum lama mereka tiba di kantor pengadilan, Lu Bunchang telah muncul di situ diikuti Bun Tio. Leng-hiat sama sekali tak menyangka gara-gara kehadirannya di situ, secara kebetulan mereka malah mengikuti jalannya drama pembunuhan itu serta mendengar sebuah rahasia besar.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sebenarnya Kwan Siau-ci ingin melompat keluar, tapi Lenghiat segera mencegahnya, sebab dia merasa kematian Lu Bunchang memang tak perlu disayangkan, justru yang penting adalah mengetahui rahasia lain. Akhirnya Bun Tio berhasil membunuh Lu Bun-chang secara tiba-tiba, kejadian ini berlangsung mendadak dan di luar dugaan siapa pun, dalam keadaan begini tak sempat bagi Li Hian-ih sekalian mencegahnya. "Mereka semua telah melanggar hukum, mereka pun merupakan saksi kunci," ujar Leng-hiat kemudian. Setelah melewati dua bersaudara Li, tanyanya kepada Raja opas, "Apa yang akan kau lakukan terhadap mereka?" Dia memang ingin memancing reaksi Li Hian-ih, jika Raja opas berniat mencari pangkat, dia pasti akan mendukung Li Hok dan Li Hui, Leng-hiat merasa dirinya belum tentu mampu mencegah mereka. Raja opas terbatuk-batuk lagi, setelah memuntahkan darah segar dia menjawab singkat, "Tangkap mereka!" Dengan cepat dua bersaudara Li dapat melihat Leng-hiat serta orang berpenyakitan itu sudah menyumbat jalan maju maupun jalan mundurnya, tapi Li Hok maupun Li Hui tidak menjadi takut karena kejadian ini, sebab sejak awal mereka memang berniat membunuh Leng-hiat dan membuat sebuah pahala besar. Mereka sama sekali tak pandang sebelah mata terhadap kakek penyakitan itu, bahkan seolah memandangnya sebagai seonggok sampah. "Bunuh mereka!" perintah Li Hok kepada Bun Tio. Bun Tio sama sekali tak bergerak. Ilmu silatnya masih jauh di bawah kemampuan Li Hok maupun Li Hui, bahkan dengan Lu Bun-chang pun masih kalah jauh.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Namun sudah cukup lama dia menjadi pejabat negeri, hingga sekarang dia sudah dua puluh delapan tahun mengabdikan diri pada kerajaan, tentu saja pengalaman bertempurnya jauh lebih matang dari siapa pun. "Aku sudah terluka," katanya dengan wajah masam. "Sialan! Kau terluka apa?" teriak Li Hui tertawa dingin. "Ketika membunuh Lu Bun-chang tadi, isi perutku sudah terluka oleh getaran tenaga dalamnya!" jawab Bun Tio sambil meringis. Dua bersaudara Li tahu kalau Bun Tio sedang berbohong, saking jengkelnya ingin sekali mereka bunuh orang ini dengan sekali tusukan, tapi musuh tangguh di depan mata, apalagi musuh yang harus dihadapi adalah Leng-hiat, tentu saja mereka tak ingin memecah perhatiannya. "Criiing, criiing!", dua bersaudara Li telah mencabut keluar pedangnya. Leng-hiat masih berdiri dengan wajah dingin, tangannya memegang gagang pedang, selangkah demi selangkah ia berjalan mendekat. Dua bersaudara Li memang mempunyai hubungan batin yang hebat, mereka menggerakkan bahunya dan siap melancarkan serangan. Mendadak dari arah belakang terdengar orang penyakitan itu menghardik, "Lihat serangan!" Serentak Li Hok dan Li Hui berpaling, tapi dengan cepat mereka dibuat kaget setengah mati, sukma seraya melayang meninggalkan raganya, untuk sesaat mereka tak tahu bagaimana harus menghadapi ancaman itu. Selama hidup belum pernah mereka jumpai senjata sebesar ini.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Papan nama itu panjangnya mencapai dua puluh kaki, tapi kakek berpenyakitan itu sudah mengayunkan papan itu ke arah mereka, "Weesss!", diiringi deru angin tajam, papan itu menyapu ke dada mereka berdua. Tergopoh-gopoh Li Hok dan Li Hui melompat mundur, tapi papan kayu itu merangsek terus dan membuat mereka berdua segera terpojok di sudut dinding ruangan. Menggunakan kesempatan itu dua bersaudara Li menarik napas panjang, pedang mereka serentak dicabut keluar dan langsung dibabatkan ke atas papan nama itu. Siapa tahu baru saja sepasang pedang dua bersaudara Li menusuk papan nama itu, mendadak Li Hian-ih mengendorkan tangannya. "Plaaak, plaaaak!", sepasang tangannya menghantam papan itu hingga jebol sementara tangan kanannya secepat kilat mencengkeram pergelangan tangan kiri Li Hok, sementara tangan kirinya mencengkeram bahu kanan Li Hui. Kedua tempat itu merupakan mulut luka yang diderita mereka berdua, susah bagi dua bersaudara itu untuk menghindarkan diri, tak ampun tubuh mereka segera berhasil dicengkeram. Li Hok dan Li Hui mencoba memberontak, sayang cengkeraman itu membuat sekujur tubuh mereka kesemutan, apalagi ketika Raja opas melancarkan tendangan berantai, jalan darah di tubuh mereka segera terhajar telak. Tak ampun tubuh mereka menjadi lemas, roboh terjungkal ke tanah dan tak mampu bergerak lagi. Saat itulah Raja opas baru mengendorkan tangannya, membuang papan nama itu dan berkata kepada Leng-hiat sambil tertawa, "Aku kuatir pedangmu langsung mencabut nyawa mereka!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Diam-diam Leng-hiat terkesiap, dia tak menyangka Li Hianih hanya menggunakan papan nama sebagai senjata bisa membekuk kedua orang jago tangguh itu hanya dalam dua gebrakan, bukan saja cara kerjanya cepat, bahkan tak perlu melukai lawan, satu hal yang tak mungkin bisa dilakukan si Darah dingin. Sementara itu Kwan Siau-ci berseru dengan nada jengkel, "Orang-orang ini memang bedebah, bukan saja sudah merampok uang pajak, mereka pun memaksa rakyat untuk membayar pajak untuk kedua kalinya! Betul-betul laknat!" Li Hian-ih tidak bicara apa-apa, dia hanya termenung dengan kening berkerut kencang. "Ada apa? Apakah kau sedang memikirkan masalah lukisan tengkorak?" tiba-tiba Leng-hiat bertanya. "Kenapa tidak kita tanyakan kepada mereka?" ujar Li Hianih kemudian, kini mereka baru sadar bahwa Bun Tio telah melarikan diri. "Haah! Dia telah kabur!" seru Kwan Siau-ci terperanjat. "Ternyata ilmu silat yang dimiliki orang ini jauh di atas kepandaian Li Hok dan Li Hui," gumam Li Hian-ih dengan kening semakin berkerut. "Kalau begitu kita tanyakan saja kepada Li bersaudara!" usul Leng-hiat. Hasil interogasi yang berhasil mereka kumpulkan hanyalah membuktikan bahwa Li Ok-lay memang memberikan beberapa tugas kepada Lu Bun-chang, antara lain merebut kembali lukisan tengkorak, memusnahkan perusahaan ekspedisi Sinwi-piau-kiok. merampok uang pajak kemudian memaksa rakyat untuk membayar pajak lagi. Selain itu mereka juga membubarkan pasukan yang telah dipersiapkan di sekitar perusahaan Sin-wi-piau-kiok, tentang lukisan tengkorak ternyata mereka sama sekali tidak tahu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Leng-hiat serta Li Hian-ih tahu pengakuan kedua orang itu tidak bohong, sebab dua bersaudara Li belum pernah mengalami siksaan dan kejadian semacam ini, ketika Leng-hiat memerintahkan Kwan Siau-ci mengurungi sebuah kakinya lebih dulu, dua bersaudara ini sudah ketakutan setengah mati hingga terkencing-kencing dalam celana. Berada dalam kondisi dan situasi seperti ini, tak ada alasan bagi dua bersaudara Li untuk tidak menjawab dengan sejujurnya. Kwan Siau-ci masih menguatirkan kaburnya Bun Tio, katanya, "Mungkinkah dia pergi melaporkan kejadian ini kepada Li Ok-lay?" "Tentu saja," jawab Leng-hiat, "tapi aku pikir ada baiknya kita berangkat ke Sin-wi-piau-kiok terlebih dulu baru kemudian mencari mereka." "Apa leluasa dengan membawa serta dua orang bersaudara ini?" tanya Li Hian-ih. Di seputar gedung Sin-wi-piau-kiok masih terdapat pasukan yang disiapkan Li Ok-lay, mereka semua tak ingin membabat rumput mengejutkan ular. "Serahkan saja kepadaku," Kwan Siau-ci mengusulkan, "toh mereka tidak banyak tahu tentang persoalan ini, biar kusekap mereka di dalam kamar tahanan." "Tempat ini merupakan sarang serigala gua ular, kau tidak takut menggelandang dua orang jagoan sekaligus sambil setiap saat harus berjaga-jaga terhadap serangan lain?" tanya Li Hian-ih sambil tertawa. Berkilat sepasang mata Kwan Siau-ci, serunya, "Tahukah kau, bagaimana kakakku mengajarkan padaku? Kami anggota keluarga Kwan tak pernah takut melakukan perbuatan apapun, bahkan berani melakukan perbuatan yang tidak

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

seharusnya dilakukan, berani berbuat apa yang orang lain tak berani memikirkan dan menyatakan suka pada sesuatu yang disukai." Kemudian sambil bertepuk dada lanjutnya lagi dengan suara lantang, "Aku memang tidak sebanding dengan kegagahan kakakku, tapi aku harus belajar seperti dia, menjadi seorang enghiong, karena aku adalah adiknya!" Sebenarnya Leng-hiat ingin bertanya siapa kakaknya, tapi karena tak ada waktu maka dia pun mengurungkan niatnya. "Bagus, bagus sekali," terdengar Li Hian-ih berseru sambil tertawa, "generasi Lak-san-bun berikut tampaknya harus tergantung pada manusia macam kalian, kalau aku memiliki seorang anak macam kau Tiba-tiba ia mulai terbatuk-batuk. "Aku pun merasa gembira, merasa sangat bangga bisa menyumbang tenaga untuk kalian berdua," seru Kwan Siau-ci penuh bersemangat. "Jaga dengan hati-hati, kedua orang ini merupakan saksi kunci, penting sekali kembali ia terbatuk keras, begitu kerasnya seolah-olah paru-parunya akan meledak, membuat seluruh tubuhnya seakan menyusut menjadi satu, membuat badannya seperti sebatang ranting kering yang setiap saat bakal patah dan rubuh oleh hembusan angin. Untuk sesaat dia seolah kehabisan daya, seolah tak tahu bagaimana harus mengatasi batuknya itu. Kwan Siau-ci juga tak bisa berbuat apa-apa, sebab ia dapat melihat batuknya sudah mencapai saat yang paling kritis, penyakit batuknya sudah berada pada tingkat yang begitu parah hingga setiap saat bisa merenggut nyawanya. Leng-hiat dan Li Hian-ih telah keluar dari dalam gedung, kini mereka sedang berjalan di tanah yang putih berlapiskan salju.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Air sungai di kejauhan sana sudah mulai membeku, tapi masih nampak riak air yang mengalir perlahan, membawa bongkahan salju yang hancur. Bunga yang tumbuh di sepanjang sungai pun telah memutih, membuat orang susah membedakan mana salju dan mana bunga.... Di ujung jembatan duduk seorang kakek, sedang memancing ikan. Pancingan itu ada mata kail namun tiada senar. Tapi kakek itu masih memancing dengan santainya, setiap kali berhasil mengail seekor ikan, dia pun membesut ujung hidungnya. Sekilas pandang dia mirip seorang kakek yang sedang asyik memancing ikan. Tapi begitu Leng-hiat dan Li Hian-ih melihat kehadiran orang itu, paras muka mereka berdua segera berubah hijau membesi. Leng-hiat bisa memiliki posisi dan nama besar setenar ini dalam dunia persilatan antara lain karena dia berani, ampuh, telengas dan ulet. Dia pernah membunuh tokoh paling misterius dalam dunia persilatan 'Na-jin', dia pun berhasil menghabisi nyawa si opas sakti Liu Ci-yan, anak murid si iblis darah, kemudian dalam keadaan terluka parah dia pun berhasil menghabisi nyawa To Ko-wi, murid paling ampuh Kiu-yu Sinkun, lalu pernah bertarung melawan Cap-ji-tan-ih-kiam, di dusun Tan-ke-cun pernah membunuh lima belas orang jago buas, malah Tio Yan-hiap yang konon memiliki lima puluh empat orang guru pun akhirnya terluka parah di tangannya. Belum pernah terdengar Leng-hiat takut terhadap seseorang.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi sekarang dia justru takut menghadapi orang yang berada di ujung jembatan itu. Takut terhadap kakek pemancing yang sedang memancing ikan dari sungai yang hampir membeku itu. Sebab dia tahu dengan jelas siapakah orang tua itu. Kakek itu begitu tersohor, begitu termashur namanya jauh sebelum dia mulai berlatih silat. Ketika ia selesai belajar silat, ketika mendengar para Cianpwe membicarakan ketiga tokoh manusia yang menakutkan ini, ia pernah bertanya kepada Cukat-sianseng. "Apa yang harus aku lakukan bila bertemu dengan si Tua tak mau mati?" "Bertarung melawannya? Kau masih bukan tandingannya." "Bagaimana kalau bertemu dengan si Manusia menengah?" "Kabur!" jawab Cukat-sianseng singkat. "Lantas bagaimana kalau bertemu dengan si Bambu muda?" "Tak ada cara lain," Cukat-sianseng menghela napas, "bila orang awam bertemu dengan seekor ular kobra yang sudah melilit kakinya, cara terbaik adalah jangan bergerak." "Bila kau bertemu dengannya, keadaanmu tak jauh berbeda dengan posisi seorang manusia cacad yang di lehernya telah dililit seekor ular berbisa", itulah kesimpulan yang disampaikan Cukat-sianseng. Selama ini Cukat-sianseng tak pernah membesar-besarkan masalah yang diucapkan, Leng-hiat sangat percaya dengan kesimpulan yang diambil Cukat-sianseng, karena dia pun merupakan murid hasil didikan Cukat-sianseng. Tidak percaya dengan Cukat-sianseng sama halnya dengan tidak percaya pada diri sendiri.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Jalan pikiran Li Hian-ih sekarang pun tidak jauh berbeda dengan apa yang dipikirkan Leng-hiat, dia cuma berbisik lirih, "Si Tua tak mau mati?" Leng-hiat mengangguk. "Dengan dua lawan satu, mungkin kita masih bisa meraih kemenangan," bisik Li Hian-ih lagi. Sebenarnya Leng-hiat ingin berkata, "Bagaimana kalau si Manusia menengah dan si Bambu muda ikut datang?". Belum sempat perkataan itu diucapkan, terlihat sesosok tubuh manusia telah meluncur datang dari balik lapisan salju. Orang itu muncul dengan mengenakan jas hujan, bahkan sambil bersenandung. Dari balik irama lagunya yang lembut, terselip semangat yang berkobar. Orang itu mengenakan topi caping yang nyaris menutupi wajahnya, berjalan sambil bernyanyi, tak lama sudah tiba di ujung jembatan dan menghentikan langkahnya. Kakek pemancing itu segera membesut ujung hidungnya, kemudian bangkit berdiri. Tiba-tiba ia sudah menerjang ke depan jembatan, menerjang ke hadapan manusia berjas hujan itu, dipandang dari kejauhan tampak tangannya telah bersentuhan dengan caping bambu yang dikenakan orang berjas hujan itu. Seketika suara nyanyian orang yang mengenakan jas hujan itu terhenti di tengah jalan. Kemudian kedua orang itupun sama-sama berdiri tegak tanpa bergerak. Selang beberapa saat kemudian di atas lapisan salju yang membentang di ujung jembatan mulai tersirat cahaya merah.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

warna merah yang makin lama semakin melebar dan bertambah luas. Manusia berjas hujan itupun mulai bernyanyi lagi, melanjutkan nyanyiannya yang terhenti setengah jalan tadi. Si Tua tak mau mati perlahan-lahan roboh terkapar ke tanah, Leng-hiat sempat melihat sebuah garis luka memanjang di pundaknya, dari situ darah menyembur keluar. Jurus serangan apa yang telah digunakan? Kenapa si jagoan tangguh si Tua tak mau mati bisa tertusuk sebilah golok di punggungnya ketika sedang bertarung saling berhadapan dengan lawannya? Si Tua tak mau mati kini sudah tergeletak di ujung jembatan, tergeletak kaku untuk tidak bangkit kembali. Manusia berjas hujan itu melanjutkan nyanyiannya, berjalan sambil bernyanyi. Ketika tiba di tengah jembatan, mendadak terdengar suara deburan air yang nyaring diikuti munculnya seseorang dari balik lapisan salju, orang itu meluncur ke udara dan melayang turun di atas jembatan. Tampaknya orang itu sudah cukup lama bersembunyi di dalam air, namun dia sama sekali tak nampak kedinginan, bukan saja tidak kedinginan, pakaian yang dikenakan pun seolah tak basah. Padahal orang itu jelas baru muncul dari dalam air, muncul dari balik lapisan salju yang mulai membeku di permukaan sungai. "Manusia menengah!" Leng-hiat berseru tertahan. Li Hian-ih tidak mengucapkan sepatah kata pun, tampaknya dia masih terkesima menyaksikan si Tua tak mau mati menemui ajalnya di ujung golok manusia berjas hujan itu, tertusuk di punggungnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Manusia menengah sama sekali tidak melancarkan serangan bokongan setelah melompat keluar dari balik sungai, karena bokongan hanya akan berhasil bila digunakan untuk menyergap jagoan kelas dua. Ketika melompat keluar dari balik salju tadi, dia bukannya tak berniat melakukan serangan bokongan, tapi niat itu segera diurungkan setelah menyaksikan sikap lawannya yang begitu tenang dan teratur. Dia tahu bokongannya tak nanti bisa mencabut nyawa orang ini dalam sekali gempuran. Setelah berada di atas jembatan, dia pun tidak mencoba melancarkan serangan, orang itu hanya bersiap sambil berdiri saling berhadapan. Berada di atas jembatan, apalagi dalam selisih jarak yang begitu dekat, pada hakikatnya tak mungkin bagi pihak lawan untuk menghindar, mau berkelit pun susah. Tapi manusia berjas hujan itu masih melanjutkan langkahnya, berjalan sambil menyanyi. Lagu yang dinyanyikan masih tetap lagu yang tadi, ayunan langkahnya juga tetap lebar, seperti ayunan langkahnya tadi. Manusia menengah sudah menyiapkan anak panahnya, siap melancarkan serangan mematikan, namun dia tak yakin panah yang bakal dilepaskan bisa menghajar mati lawannya, maka kembali dia mundur setengah langkah. Manusia berjas hujan itu masih melanjutkan langkahnya maju ke depan. Sekarang suara nyanyiannya berubah jadi lebih sendu dan menyedihkan. Manusia menengah belum berhasil juga menemukan kesempatan untuk turun tangan, lagi-lagi dia mundur satu langkah.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tangan manusia berjas hujan itu mulai meraba gagang golok yang terselip di pinggangnya, namun ia masih tetap berjalan maju sambil tertawa. Mendadak Manusia menengah membuang busurnya, melemparkan anak panahnya ke tanah, lalu gumamnya sambil menghela napas panjang, "Aku kalah!" "Byuuurr!", dia melompat ke bawah jembatan dan menceburkan diri ke dalam sungai yang membeku. Pusaran air segera menggelombang di atas permukaaan, tapi hanya selang sesaat kemudian permukaan air kembali tenang. Manusia berjas hujan itu masih berdiri di tengah jembatan, hembusan angin membawa suara nyanyiannya menggema lembut di angkasa. Tiba-tiba terdengar suara seruling, irama seruling itu mengalun di angkasa mengiringi suara nyanyiannya. Suara nyanyian manusia berjas hujan itu mulai bergetar, nadanya mulai bergelombang, seakan bongkahan salju di atas permukaan sungai yang membentur sesuatu benda. ooOOOoo 32. Nyanyian Manusia Berjas Hujan. Orang yang memainkan seruling itu adalah seorang pemuda berbaju putih yang berwajah bersih, tampan dan berperawakan tegap. Sambil meniup serulingnya orang itu berjalan mendekat bagai sebuah sampan yang mengikuti arus sungai. Ia berhenti setibanya di ujung jembatan, mencabut keluar sebatang bambu yang masih berdaun hijau dan melanjutkan langkahnya ke depan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Suara nyanyian manusia berjas hujan itu masih bergema tiada hentinya. Batang bambu itu panjangnya sekitar dua setengah meter, ketika tiba lebih kurang empat meter di hadapan manusia berjas hujan itu tiba-tiba ia berhenti. "Aaah, rupanya kau!" serunya terperanjat. "Ya, memang aku!" Pemuda itu melanjutkan permainan serulingnya, tapi irama lagu yang dibawakan kali ini adalah irama lagu yang sangat memedihkan hati. Permainan serulingnya memang sangat hebat dan mungkin sudah mencapai tingkat kesempurnaan, baru mendengar sejenak, Leng-hiat sudah merasakan matanya berkaca-kaca, nyaris air matanya bercucuran, Li Hian-ih sendiri pun ikut terhanyut dalam kesedihan. Tapi dengan cepat si Raja opas tersadar kembali, segera bisiknya kepada Leng-hiat, "Dia adalah si Bambu muda!" Kini irama seruling itu sudah berada lebih kurang lima meter dari posisi semula, namun Li Hian-ih tidak mendengar reaksi Leng-hiat, saat itulah baru ia sadar kalau suara pembicaraannya sudah tenggelam di balik irama seruling itu. Manusia berjas hujan itu masih melanjutkan pula nyanyiannya. Nyanyian tetap nyanyian, tapi lagu yang dibawakan sudah bukan lagu yang pertama kali tadi, nyanyiannya kali ini mendatangkan kesan seolah-olah berasal dari suatu tempat yang sangat jauh. Mendadak cahaya golok berkelebat. Bambu yang berada di tangan pemuda itu terpapas kutung, ruas demi ruas terpotong jadi beberapa bagian.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terakhir batok kepala pemuda itupun ikut terpapas kutung, tercebur ke dalam sungai. Kembali terlihat cahaya golok berkelebat, tahu-tahu senjata itu sudah disarungkan kembali. Manusia berjas hujan itu memandang sekejap mayat sang pemuda tanpa kepala itu, kemudian sambil melanjutkan nyanyiannya ia berjalan menuju ke arah Leng-hiat serta Li Hian-ih. Li Hian-ih segera menjumpai bahu kiri orang itu sedikit miring ke samping sewaktu berjalan, ia berpaling dan maksudnya akan memberitahukan hal ini kepada Leng-hiat, tapi dengan cepat ia lihat sorot mata rekannya sedang memandang orang itu dengan sikap penuh hormat, wajahnya tulus dan mimik mukanya menampilkan kemesraan dan kehangatan. Dalam waktu singkat Li Hian-ih jadi paham siapa gerangan orang itu. Manusia berjas hujan itu berhenti lebih kurang dua meter di hadapan Leng-hiat, tampak dia mengulapkan tangannya mencegah Leng-hiat memberi hormat. Entah mengapa ternyata Li Hian-ih pun merasakan suatu luapan emosi yang luar biasa setelah berjumpa dengan orang itu, biarpun sudah puluhan tahun ia hidup malang melintang dalam dunia persilatan, belum pernah sekalipun timbul perasaan aneh semacam ini di hatinya. Manusia berjas hujan itu masih tetap menyembunyikan wajahnya di balik topi lebar, Li Hian-ih tak sempat melihat raut mukanya namun ia dapat merasakan sorot mata yang dingin bagai sambaran petir sedang mengawasi wajahnya. "Dulu si Bambu muda pernah mendapat didikan ilmu silat dariku, keluarganya pernah berhutang budi kepadaku maka dia sama sekali tak melakukan perlawanan, tapi wataknya

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kelewat keras, kelihatannya dia memang berniat menghabisi nyawa sendiri, aaaai ... Dia tak ingin membunuhku, tapi dia pun tak bisa menyelesaikan tugasnya, orang angkuh macam dia akhirnya sengaja membiarkan dirinya tewas di tanganku. Manusia menengah sadar bukan tandinganku, dia mundur sebelum bertarung dengan harapan di kemudian hari masih bisa bangkit kembali, manusia seperti dialah terhitung manusia paling pintar di dunia ini. Walaupun aku berhasil membunuh si Tua tak mau mati, namun tubuhku sendiri ikut terluka oleh getaran tenaga dalamnya, lagi pula aku harus mengejar si Manusia menengah hingga keluar dari daratan Tionggoan. Bun Tio adalah orang kepercayaan Li Ok-lay, dia sudah mengirim burung merpati untuk mengabarkan kalau kalian sudah mengetahui rahasianya, itulah sebabnya Li Ok-lay segera mengutus 'tua, menengah dan muda' untuk membunuh kalian. Tapi kini 'tua, menengah dan muda' sudah menderita kekalahan, atasan mereka manusia she Coa itu pasti akan mengubah semua rencananya, orang itu pandai sekali mengikuti arus, tapi aku pikir perubahan yang terjadi pasti akan menguntungkan pihak rakyat kecil maupun Sin-wipiau-kiok, berarti persoalannya tinggal Li Ok-lay seorang, dia kuserahkan kepada kalian untuk menyelesainya, mengenai lukisan tengkorak, bila sudah ditemukan segera dimusnahkan saja. Kalian mesti mengutamakan keselamatan negara." Perkataan manusia berjas hujan itu seperti kata-kata nasehat saja, begitu selesai berkata dia melanjutkan kembali nyanyiannya dan berlalu dari situ. Tak lama kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap di balik putihnya salju. Siapakah orang itu? Darimana dia tahu Leng-hiat sedang menghadapi kesulitan sehingga tiba tepat waktunya? Dengan cara apa dia menghabisi nyawa 'tua, menengah dan muda' itu? Li Hian-ih sama sekali tak bertanya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ketika suara nyanyian itu sudah semakin jauh, Raja opas hanya mengajukan satu pertanyaan, "Apakah dia?" "Ya, memang dia!" Leng-hiat mengangguk. Li Hian-ih tidak bertanya lagi. Asal sudah tahu kalau orang itu adalah 'dia', ia merasa tak perlu mengajukan pertanyaan lagi. "Sekarang aku harus pergi mencari seseorang," kata Lenghiat kemudian. "Siapa?" "Ong Beng-kun!" "Suya itu?" Leng-hiat mengangguk, pandangan matanya dialihkan ke tempat jauh, mengawasi salju nan putih dengan termangu. "Walaupun Ong Beng-kun sudah melanggar hukum, tapi pelanggaran yang dia lakukan tidak terhitung serius, semestinya kita harus menyelesaikan dulu persoalan di depan mata," kata Li Hian-ih kemudian. "Aku mencarinya bukan lantaran dia sudah menyerahkan diri atau belum." "Aaah, lantaran Ni Jian-ciu?" Li Hian-ih segera tersadar. "Oleh karena saudara angkatnya berkhianat, Ni Jian-ciu menjadi sedih, dalam keputus asaan dia pun menempuh jalan sesat. Besok dia pasti akan berpihak pada Li Ok-lay, aku tak ingin melangsungkan pertarungan yang tak bermanfaat dengan dirinya, selain itu aku pun ingin menyingkirkan salah satu pembantu tangguh Li Ok-lay ini." "Kau ingin membujuk Ong Beng-kun agar bertobat, minta maaf kepada Ni Jian-ciu dan berusaha mengembalikan harapan serta rasa percaya diri Ni Jian-ciu?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bila kita benar-benar dapat berbuat begitu, jelas hal ini merupakan satu kebaikan, cuma ... aku kurang begitu percaya dengan Ong Beng-kun!" "Bila dia keras kepala, ngotot dan tak mau merubah sifatnya, apakah kau akan membunuhnya?" "Kali ini aku tak akan menuruti nasehatmu, lagi pula... dia memandang sekejap genangan darah di atas jembatan, "dalam pertarungan esok, berapa banyak kemungkinan kita tetap hidup? Jika nasib kita kurang beruntung hingga tertimpa musibah, apakah kita akan membiarkan manusia macam Ong Beng-kun tetap merajalela di kolong langit sambil melakukan perbuatan yang menyengsarakan rakyat? Jika dia tak mau bertobat, aku bersumpah akan mencabut nyawa anjingnya!" Li Hian-ih seketika terbungkam. "Kau akan menghalangi aku?" tanya Leng-hiat kemudian. Li Hian-ih menggeleng. "Setelah persoalan di sini selesai, aku pun akan membunuh seseorang, aku berharap sampai waktunya kau pun jangan menghalangi aku." Sebenarnya Leng-hiat ingin bertanya siapakah dia, namun ketika melihat Li Hian-ih tidak bermaksud mengungkap nama orang itu, terpaksa dia pun bertanya, "Sekarang kau akan kemana?" "Aku akan tetap tinggal di sini, kini kedok Li Ok-lay sudah tersingkap, besar kemungkinan dia tak akan membiarkan Kwan Siau-ci dan kedua orang saksi kunci itu tetap hidup, kita tak bisa meninggalkan mereka begitu saja," kata Li Hian-ih, "aku pikir sebelum fajar menyingsing baru berkunjung ke perusahaan Sin-wi-piau-kiok, karena jauh lebih aman." Leng-hiat setuju dengan usul itu, katanya, "Aku rasa besok Li Ok-lay pasti akan mengalihkan seluruh pasukannya ke kota ini, pertumpahan darah tampaknya tak terhindarkan lagi!" Dengan termangu kedua orang itu memandang salju yang

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tampak begitu bersih, begitu hening, entah bagaimana pula pemandangan di esok hari? "Aku tidak habis mengerti," mendadak Li Hian-ih berkata. Leng-hiat berpaling dengan sorot mata penuh tanda tanya. Sambil mengawasi potongan bambu yang berserakan di atas jembatan, kata Li Hian-ih, "Seandainya tua, menengah dan muda turun tangan bersama, sanggupkah mereka membunuhnya?" "Aku sendiri pun kurang jelas, mungkin mereka terlalu yakin dengan kemampuan sendiri hingga merasa tak perlu main kerubut, bisa juga lantaran mereka bukan datang secara berombongan. Atau mereka tak menyangka kalau dia akan muncul di situ hingga gelagapan dan gugup sendiri, bisa juga si tua tak mengira akan bertemu musuh tangguh, si menengah kabur karena merasa tak mampu melawan dan si muda rela berkorban demi membayar budinya dulu, itulah sebabnya mereka bertiga tak turun tangan bersama." Sesudah menghembuskan napas panjang, tambahnya, "Tentu saja semua ini hanya sebatas dugaan, siapa yang tahu keadaan sebenarnya." Malam itu Li Hian-ih sedang berbincang-bincang dengan Kwan Siau-ci. "Dia memelihara aku, mendidik aku, agar setelah menginjak dewasa nanti menjadi seorang lelaki yang berguna. Aku harus meniru dia menjadi seorang enghiong hohan, untuk mewujudkan cita-cita itu aku bergabung dengan Sin-wi-piaukiok untuk menimba pengalaman, dia pun setuju dengan langkahku ini, sekarang aku sudah menjadi anggota keamanan, aaai ... mungkin dia masih belum tahu perkembanganku sekarang... aku... aku tak akan membiarkan dia kecewa."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Baru bicara sampai di situ, terlihat seseorang sudah melayang masuk ke tengah ruangan. Tanpa berpaling Li Hian-ih tahu orang itu Leng-hiat. Sekulum senyuman menghiasi wajah Leng-hiat yang dingin. Ia berjalan mendekati perapian, membiarkan cahaya api menghangatkan tubuhnya. Kwan Siau-ci mengambil secawan arak dan disodorkan kepadanya. Menggenggam cawan arak itu Leng-hiat merasakan suatu kehangatan, tegurnya sambil tersenyum, "Sedang berbincangbincang?" "Ya," sahut Kwan Siau-ci, "bagaimana dengan rencanamu mencari Ong-suya?" "Di luar dugaan Ong-suya benar-benar mengajak kedua orang petugas keamanan itu pergi menyerahkan diri," kata Leng-hiat dengan rasa puas, "ketika aku berhasil menemukan dia dan mengungkit masalah Ni Jian-ciu, ia segera menyatakan penyesalannya, dia bilang Ni Jian-ciu telah menaruh salah paham kepadanya, padahal dia bersama saudara lainnya amat merindukan Ni Jian-ciu, katanya dia akan minta maaf dan memohon kepadanya untuk berkumpul kembali." "Aaai, baguslah kalau begitu," Li Hian-ih menghela napas. "Kuberitahu Ong Beng-kun bahwa Ni Jian-ciu sudah datang, mungkin dia sedang beristirahat di luar kota, saking girangnya ia melelehkan air mata, katanya segera akan dicari saudara yang lain untuk segera menyambangi Toakonya itu, melihat ketulusan hatinya, aku pun memberi nasehat agar dia tidak menindas rakyat kecil lagi." "Jika Ong Beng-kun benar-benar bisa membujuk Ni Jian-ciu meninggalkan jalan sesat dan kembali ke jalan benar, jasa itu sudah cukup untuk menebus dosa-dosanya."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Semoga saja dia sanggup melakukannya," bisik Leng-hiat kemudian, "aku akan gembira sekali bila tidak membunuh Ong Beng-kun, sebaliknya malah bisa menolong Ni Jian-ciu!" "Sayangnya, aku justru harus membunuh seseorang," kata Li Hian-ih sambil meneguk araknya. Ko Siau-sim merasa jantungnya berdebar keras, sejak Tong Keng muncul kembali hingga kini rasa gembiranya belum juga mereda, luapan kegembiraan yang tak berbendung membuat dia bertanya pada diri sendiri, begitu pentingkah Tong Keng baginya ketimbang mati hidup ayahnya? Ia tak berani berpikir lebih jauh, kini hanya berharap bisa banyak berbincang dengan pemuda pujaan hatinya ini. "Apakah selama ini kau ... kau menderita?" "Tidak, sama sekali tidak menderita." "Apakah kau ... kau selalu tersiksa?" "Tidak jadi masalah." "Selama ini ... kau sebenarnya... dia ingin bertanya 'apakah kau kangen padaku', tapi sebagai seorang gadis, dia merasa jengah untuk melanjutkan perkataannya itu. "Ehmm?" Tong Keng mendesis keheranan. "Aku tahu kau pasti kembali," sambung Siau-sim riang. "Aku sendiri pun tak menyangka masih bisa pulang ke rumah Tong Keng terbayang kembali pengalamannya selama ini, "sungguh berbahaya, sangat mengerikan, sayang ... sayang saudara Go masih tertinggal dalam penjara." "Setelah berhasil kabur dari penjara, kenapa kau masih berani menyerempet bahaya pulang ke sini?" tanya Siau-sim hati-hati, "seharusnya kau kabur ke tempat jauh."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Karena Kokcu ingin pulang, aku pun mengikutinya pulang," jawab Tong Keng jujur, "dalam keadaan begini, aku tak bisa meninggalkan Kokcu." "Kau pulang kemari... sambil mempermainkan ujung bajunya Siau-sim mencoba bertanya, "apakah kau secara khusus ingin menjumpai seseorang?" Tong Keng menghela napas panjang. "Aaai, si ketapel cilik telah pergi, perusahaan besar ini telah kosong, yang pergi, yang kabur "Tapi toh masih ada aku," dengan tak senang Siau-sim membuang muka. "Ya, terpaksa hanya bertemu dengan kau," tapi begitu ucapan itu diucapkan, ia segera tahu artinya menjadi berbeda. Kontan saja Siau-sim menangis tersedu. Segera Tong Keng menarik tangannya sambil berseru, "Aku bukan bermaksud begitu, maksudku... Dengan air mata bercucuran Ko Siau-sim mengebas tangannya, namun ia tidak pergi juga. "Kalau tak ingin menemui aku, tak usah datang kemari," serunya jengkel. Tong Keng tak menyangka kalau Ko Siau-sim yang sejak kecil main bersamanya kini sudah tumbuh dewasa, sudah barang tentu pikiran seorang gadis dewasa sangat berbeda dengan jalan pikiran seorang nona cilik. Dalam gelisah dan cemas ia berseru, "Aku memang ingin bertemu denganmu, aku memang ingin bertemu denganmu "Hmmm, siapa tahu kalau kau hanya berbohong, dasar tak punya perasaan, kapan kau pernah teringat diriku?" "Aku benar-benar teringat dirimu," seru Tong Keng cepat, "aku selalu merindukanmu."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Benar kau teringat padaku?" "Benar, hanya tadi aku kurang perhatian sebab sedang memikirkan soal lain, kau jangan marah Siau-sim semakin jengkel, serunya, "Aku sedang mengajakmu bicara, kemana kau taruh perhatianmu?" "Aku ... aku sedang memikirkan nona Ting, dia ada di atas loteng, aku tidak tahu apakah dia menemukan ember untuk cuci muka?" Ko Siau-sim kontan merasa hatinya amat sakit, dia tak menyangka kalau pemuda pujaan hatinya ternyata malah memikirkan perempuan lain. Sekalipun sakit hati, ia berlagak seakan tak pernah terjadi sesuatu, sahutnya, "Kau tak usah bingung, ada dayang yang menyiapkannya untuk nona Ting." "Aaah benar, benar... Mendadak Ko Siau-sim berseru, "Sebenarnya kau anggap aku ini siapa?" Tong Keng melengak, dia tidak menduga pertanyaan itu. Kembali Ko Siau-sim berkata, "Engkoh Keng, kau tahu aku tak punya saudara, orang tuaku pun hanya memiliki seorang putri, aku sangat berharap bisa memiliki seorang kakak lelaki." "Kau memang adikku," jawab Tong Keng cepat, "apalagi kita teman bermain bersama sejak kecil, selama ini aku memang selalu menganggap kau sebagai saudaraku." Seketika itu juga Siau-sim merasakan hatinya seakan tercebur ke dalam salju yang dingin, semua impian indah yang dibayangkan selama ini seakan hilang tak berbekas. Tapi dia berusaha mengendalikan diri, segera ujarnya lagi, "Coba kau lihat tubuhmu, penuh dengan lumpur, cepat bersihkan badan sebelum bertemu nona Ting, kalau tidak,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

siapa yang mau ambil peduli dengan seorang kakak macam kau." Sekali lagi Tong Keng menengok ke arah loteng dimana Ting Tong-ih berada, kemudian baru garuk-garuk kepala. Saat itu kebetulan Lan-ci, sang dayang berjalan lewat, ketika Siau-sim melihat dayang itu membawa baskom air dan handuk, segera tanyanya, "Hendak kau berikan nona Ting?" "Benar, sudah tiga kali ganti air bersih," jawab Lan-ci. "Kalau begitu biar aku yang mengantar air ini," kata Siausim sambil menyambut ember air itu, "kau boleh ke dapur membantu Sin-pek!" Kemudian sambil berpaling lagi ke arah Tong Keng yang masih berdiri bodoh, ujarnya sambil tertawa, "Kenapa belum pergi mandi? Jangan kuatir, kan ada adikmu yang akan melayani nona Ting?" Sambil berkata ia bergerak naik ke loteng, cahaya api menyinari rubuhnya, membiaskan sesosok bayangan bagaikan bidadari naik ke awan. ooOOoo Bab VIII. KEJADIAN SEBENARNYA. 33. Wajah Cantik. Ko Siau-sim dengan membawa sebaskom air berjalan naik ke atas loteng, air dalam baskom memang hangat tapi perasaan hatinya dingin membeku, hatinya seakan tenggelam ke dasar samudra. Ketika melewati pintu kamar, tiba-tiba ia lihat seorang wanita cantik sedang bercermin, wajah cantik yang terbias dari cermin tembaga itu menampilkan seraut wajah yang cantik luar biasa.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Waktu itu dia sedang menyisir rambutnya yang hitam, ujung baju yang terbuka membuat kulit lengannya yang putih mulus tertera jelas. Wanita itu memang cantik, tubuhnya indah, kulitnya putih bersih dan payudaranya montok, jangan kan kaum pria, wanita seperti Ko Siau-sim pun merasa jantungnya berdebar keras, dia seakan lupa sedang apa di situ. Ketika mendengar ada suara langkah kaki berhenti di depan pintu, sambil melanjutkan menyisir Ting Tong-ih menyapa, "Nona Ko?" Mendengar sapaan itu Ko Siau-sim baru melangkah masuk sambil balas menyapa, "Enci Ting!" Sekarang ia dapat menyaksikan raut muka cantik dari Ting Tong-ih yang baru selesai mencuci muka, alis matanya yang lentik kelihatan masih basah, bibirnya nampak merah sambil mengulum senyum, dia nampak begitu cantik, begitu anggun, begitu mempesona hati, jangan kan kaum pria bahkan Siausim sendiri terbuai perasaannya dan ingin sekali mencium bibirnya. Segera dia letakkan baskom air di atas meja sembari berbisik, "Aku datang membawakan air untuk Cici mencuci muka." Di atas permukaan air muncul dua lembar wajah, Ting Tong-ih berada di bagian depan dan ia sendiri berada sedikit jauh, dua lembar wajah dengan dua aroma yang berbeda dan warna berbeda pula. Mendadak Ting Tong-ih menggenggam tangannya seraya berpaling, tegurnya, "Ada apa? Kau tidak senang?" Segera Siau-sim berusaha menutupi perasaannya, sayang air mata keburu menetes di atas lengan Ting Tong-ih. "Aaai, kenapa kau bersedih? Kenapa kau meneteskan air mata?" kembali tegurnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Mana mungkin kau tahu?" pikir Siau-sim dalam hati, "bagaimana kau bisa memahami perasaanku?" Cepat dia menyeka air matanya sambil menjawab, "Aku terlalu gembira, aku kelewat gembira hingga mengucurkan air mata." Ting Tong-ih tahu gadis itu sedang berbohong, kembali dibelainya tangan si nona yang halus dan berkata, "Ayahmu telah kembali, sudah tentu kau merasa sangat gembira, bagaimana dengan Tong Keng? Apakah dia mengajakmu ngobrol?" "Dia, dia baik sekali," sahut Siau-sim sambil menarik kembali tangannya. Dari nada suara gadis itu Ting Tong-ih yang pintar dan berpengalaman segera memahami apa yang telah terjadi. Untuk sesaat dia pun bingung dan tak tahu apa yang mesti diucapkan, terpaksa katanya sambil membelai rambut gadis itu, "Dasar anak bodoh... dasar bodoh Tampaknya Siau-sim pun sadar Ting Tong-ih telah mengetahui rahasia hatinya, segera katanya, "Enci Ting, aku berharap kalian bisa selalu baik, aku berharap kalian bisa rukun, sungguh... Kemudian sambil menutupi wajahnya dia berlari keluar ruangan. Untuk beberapa saat lamanya Ting Tong-ih berdiri tertegun, dia merasa bimbang, merasa ragu, apa yang harus diperbuatnya sekarang? Mencari gadis itu dan menghiburnya? Baru saja dia berniat mencari Siau-sim, tiba-tiba cahaya ruangan terasa gelap dan sesosok tubuh tinggi besar telah muncul di hadapannya, berdiri di depan pintu tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ting Tong-ih segera berpaling dan dia pun menyaksikan Tong Keng sudah berdiri di hadapannya dengan wajah gelisah.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mimik muka lelaki itu sangat aneh, setelah berdiri sesaat dengan bibir gemetar, tiba-tiba ia menubruk maju, memeluknya sambil berbisik, "Aku... Kemudian dia pun menciumi perempuan itu secara kalap, menciumi seluruh tubuhnya, menciumi seluruh wajahnya. Saat ini dada Tong Keng yang bidang menempel rapat payudara Ting Tong-ih yang hanya tertutup selembar baju tipis. Kekenyalan, kelembutan dan montoknya payudara seketika membuat seluruh tubuh Tong Keng terbakar, napasnya mulai kasar, dengus napasnya mulai tersengal. Bagaimana pun juga Ting Tong-ih adalah seorang wanita dewasa yang sudah matang, ciuman dan pelukan Tong Keng segera membangkitkan pula napsu birahinya. Perempuan itu mulai memejamkan matanya, mulai merintih, mendesis, "Oooh, Kwan Hui-tok!" Sekujur tubuh Tong Keng seketika membeku, seketika menjadi kaku, peredaran darahnya yang semula cepat dan mendidih seketika menjadi dingin lalu membeku. Seluruh napsunya hilang, bahkan kini dia mulai berdiri dengan tubuh gemetar. Pada saat itulah Ting Tong-ih mulai melepaskan pelukannya, menyeka air liur yang tertinggal di bibirnya dan memandang wajahnya dengan pandangan sayu. Tong Keng sangat tersiksa, merasa amat menderita, desisnya, "Nona Ting, aku... Sambil menuding sebatang hio yang terletak di atas meja, tukas Ting Tong-ih, "Dalam hidupku kini, hatiku hanya milik dia seorang!" "Maaf... Tong Keng mengepal tinjunya, kulit mukanya mengejang keras.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kau tak perlu minta maaf," kata perempuan itu lembut, "aku hanya wanita murahan yang sudah sering tidur dengan kaum pria, siapa pun orangnya, asal dia suka dan aku pun suka, setiap saat kita bisa tidur bersama, setiap kali bisa berhubungan badan, tapi hatiku hanya untuk Kwan-toako seorang." Kemudian sambil menatap wajah Tong Keng, lanjutnya, "Kau sudah memiliki nona Ko, dia adalah seorang gadis yang baik, gadis semacam itulah yang pantas menjadi pasangan hidupmu. Jangan gara-gara kehadiranku, hubungan kalian yang baik menjadi berantakan." "Aku... Tong Keng merasa tenggorokannya kering. Ting Tong-ih mengalihkan pokok pembicaraan, katanya, "Apakah di tempat ini masih terdapat perusahaan piaukiok lain, maksudku piaukiok yang sudah dibuka sejak tujuh delapan tahun?" Tong Keng berpikir sejenak, dengan susah payah akhirnya baru menjawab, "Perusahaan piaukiok ... rasanya yang cukup lama hanya ada satu ... perusahaan lain rasanya tak ada yang tahan lama ... Oya, Li-piauthau telah membuka perusahaan ekspedisi, tapi perusahaannya baru berjalan beberapa bulan Beberapa saat Ting Tong-ih termangu, sesudah berpikir sejenak katanya, "Berarti di perusahaan ini terdapat seorang marga Kwan yang berusia antara dua puluh tahunan, mempunyai sebuah tahi lalat di atas alis matanya." "Punya tahi lalat di atas alis matanya," Tong Keng tertegun, meskipun ciri itu gampang dikenal namun untuk sesaaat dia tak menemukan seseorang dengan ciri semacam itu. Akhirnya Ting Tong-ih menambahkan, "Dia bernama Kwan Ci." "Kwan Ci? Kwan Siau-ci!" Tong Keng melompat kaget, "Kwan Siau-ci adalah si ketapel cilik!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ting Tong-ih turut dibuat terperanjat. "Jadi si ketapel cilik adalah... "Ya, tapi sekarang si ketapel cilik telah menjadi seorang petugas keamanan di kantor pengadilan!" "Menjadi petugas keamanan di kantor pengadilan? Maksudmu... "Tentu saja dia menjadi seorang opas!" Segera Ting Tong-ih masuk ke dalam kamar, berganti pakaian, mengambil pedang dan mengenakan mantel ungu sambil bersiap pergi dari situ. "Nona Ting, mau kemana kau?" segera Tong Keng menegur. Dengan wajah dingin bagaikan salju, ujar Ting Tong-ih, "Kwan-toako paling menguatirkan keselamatan adiknya, dia hanya mempunyai seorang adik yang amat disayanginya, aku tak boleh membiarkan dia menderita atau mengalami sesuatu kejadian yang tak diinginkan." Tong Keng ingin menghalanginya, namun tak tahu bagaimana harus bicara. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar Ko Hong-liang berkata, "Nona Ting, kalau sampai kami pun tidak mengetahui lelaki yang setiap dua tiga bulan sekali datang menjenguk adalah Kwan-tayhiap, aku rasa pihak keamanan serta pengadilan pun tak bakal mengetahui rahasia ini, untuk sementara waktu keselamatan Kwan Siau-ci tak akan ada masalah." Melihat Ko Hong-liang suami istri telah muncul di situ, dia pun merasa kurang leluasa untuk memaksakan kehendaknya, katanya, "Kwan-toako tahu namanya kurang baik di luaran, maka dia tak ingin adiknya tahu dia mempunyai seorang kakak yang menjadi perampok."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Heran, kenapa selama ini aku pun tak pernah melihat Kwan-toako datang menjenguk si ketapel," gumam Tong Keng termangu. "Aaah, kau kan cuma pintar menggali lubang," goda Kohujin sambil tertawa, "mana sempat memperhatikan tamu yang datang?" "Padahal Kwan-tayhiap adalah seorang pendekar sejati, dia pun seorang perampok budiman," sambung Ko Hong-liang, "oleh karena pihak pemerintah membencinya maka mereka mencap dia sebagai perampok. Siau-ci memang masih muda, namun dia bukan orang bodoh yang tak bisa memilah-milah, semestinya Kwan-tayhiap tak perlu mengelabui adiknya!" Ting Tong-ih menghela napas panjang. "Kwan-toako selalu berharap adiknya bisa lebih berjaya ketimbang dirinya, dulu Kwan-toako berasal dari keluarga ningrat, karena dicelakai orang, rumah tangganya hancur berantakan, terpaksa Kwan-toako pun menjadi perampok budiman, tapi ia tetap berharap suatu saat keturunan keluarga Kwan akan muncul seorang yang bisa menjayakan kembali nama keluarganya." "Nona Ting, aku sangat memahami perasaanmu," kata Ko Hong-liang dengan tulus, "selesai bersantap malam nanti, aku pasti akan mengajakmu menyusup ke kantor pengadilan, aku rasa kau belum pernah bertemu Siau-ci bukan? Kalau ada aku sebagai perantara, urusan tentu akan lebih gampang." "Kalau begitu, baiklah." "Kokcu!" tiba-tiba Tong Keng berseru. "Ada apa?" "Selesai bersantap malam nanti, aku juga ingin ikut!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Sebenarnya Ko Hong-liang tidak berniat mengajak dirinya, namun melihat keinginan Tong Keng, terpaksa dia pun mengabulkan permintaannya. Meskipun penghuni kantor pengadilan sudah kabur, namun di situ masih tersedia banyak bahan makanan, tiga orang sedang memanggang daging, bau harum membuat seluruh ruangan terasa lebih hangat. "Menurut pendapatmu, lukisan tengkorak sebetulnya benda macam apa?" kata Leng-hiat, "kenapa bisa membuat Li Ok-lay ketakutan? Apa pula hubungannya dengan perusahaan ekspedisi Sin-wi-piau-kiok?" "Aku sendiri pun tidak tahu," sahut Li Hian-ih, "tapi aku dengar pendiri perusahaan Sin-wi-piau-kiok, Ko Hway-sik, mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan Menteri sekretaris negara saat itu, Sik Hong-sian, sementara Sikthayjin berseteru dengan perdana menteri Hu, Li-thayjin adalah orang kepercayaan perdana menteri Hu, jadi urusan ini ... mungkin ada keterkaitan." "Aku sama sekali tak paham dengan pertikaian antar pejabat Negara," seru Kwan Siau-ci. "Jika tidak paham, kenapa mesti jadi petugas negara?" seru Li Hian-ih sambil tertawa. "Justru karena tak paham maka aku menjadi petugas Negara." "Oya?" "Kakakku pernah bilang, bila aku sudah tahu urusan maka tirulah yang baik dan hindarilah yang jelek," kata Kwan Siau-ci dengan mata berkilat. "Siapa sih nama kakakmu yang luar biasa itu?" tanya Lenghiat sambil tertawa.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kwan Hui-tok!" Leng-hiat maupun Li Hian-ih berseru tertahan. Melihat perubahan aneh di wajah kedua orang itu, Kwan Siau-ci ingin memberi penjelasan, tapi pada saat itulah dari atas tiang penglari terdengar seseorang berseru, "Ternyata tak malu disebut Raja opas dan opas kenamaan, ternyata jejakku sudah kalian ketahui." Paras muka Leng-hiat maupun Li Hian-ih berubah hebat, di antara lidah api yang bergoyang tersampuk angin, tampak sesosok bayangan manusia meluncur turun dari atas tiang penglari, ternyata dia adalah Li Ok-lay. Begitu orang itu muncul, seluruh ruangan terasa berubah menjadi lebih kecil, lebih gelap dan lebih pendek. Sebilah pedang berwarna hijau tersoreng di punggungnya, cincin batu kemala yang melingkar di jari tangannya membiaskan cahaya yang menyilaukan mata, kemunculan orang ini benar-benar ibarat munculnya sesosok bayangan setan dari balik kegelapan. Begitu muncul, dengan senyuman masih menghiasi wajahnya ia menyapa, "Saudara Li, tempo hari aku tak berhasil mengenalimu sebagai Raja opas Li Hian-ih yang nama besarnya telah menggetarkan sungai telaga, mohon kau sudi memaafkan." "Aku pun minta maaf karena dalam pertemuan tempo hari tidak memberi hormat padamu," sahut Li Hian-ih hambar. Mereka berdua merasa terperanjat sekali ketika menyaksikan Li Ok-lay secara tiba-tiba muncul dari balik tiang penglari, seandainya waktu itu Li Ok-lay melancarkan serangan bokongan, mungkin siapa pun di antara mereka tak ada yang mampu menghadapinya. Yang membuat mereka keheranan adalah mengapa Li Oklay muncul karena merasa jejaknya telah mereka ketahui?

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Rupanya sewaktu Leng-hiat berdua berseru tertahan karena kaget mendengar Kwan Siau-ci menyebut nama kakaknya, secara kebetulan Li Ok-lay yang bersembunyi di atas tiang penglari sedang meraba gagang pedangnya siap melancarkan serangan bokongan. Baru saja pedangnya dicabut setengah, dia pun mendengar suara teriakan kaget Leng-hiat berdua. Li Ok-lay menyangka suara tarikan pedangnya telah ketahuan lawan, karena tak yakin sergapannya akan berhasil, maka dia pun muncul dari tempat persembunyiannya. "Saudara Li, padahal kita berdua mempunyai hubungan yang sangat erat, kenapa kau mesti bersikap sungkan padaku," ujar Li Ok-lay. "Oya?" "Saudara Li dan aku sama-sama bekerja di bawah perintah perdana menteri Hu, berarti kita adalah sesama rekan kerja. Putra saudara Li pun sudah lama hidup bersamaku, selama ini aku sudah menganggapnya bagai anak kandung sendiri, berarti di antara kita berdua sudah terjalin hubungan keluarga. Aaai, sayangnya putramu mati terbunuh di tangan orangorang Sin-wi-piau-kiok dan perguruan Bu-su-bun, untuk membalaskan dendam kematian putramu ini, kita sudah seharusnya bersatu-padu, sebab musuh yang harus kita hadapi adalah sama." Leng-hiat yang mendengar uraian itu menjadi sangat terkejut, dia tak menyangka Li Wan-tiong ternyata adalah putra tunggal Li Hian-ih, sementara Li Ok-lay hanya memelihara serta mendidiknya. Kedekatan hubungan antara Li Hian-ih dan Li Ok-lay benarbenar di luar dugaan Leng-hiat, ternyata Li Ok-lay pun baru kali pertama ini bertemu muka dengan Li Hian-ih.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Terdengar Li Hian-ih bertanya, "Apakah Wan-tiong adalah orang yang menyiksa narapidana, menguliti tubuh mereka serta membuat lukisan tengkorak?" "Benar!" jawab Li Ok-lay tenang. "Sewaktu Wan-tiong terbunuh, apakah dia sedang menyiksa Tong Keng bahkan mencelakai Kwan Hui-tok hingga tewas?" "Rasanya memang begitu," jawab Li Ok-lay lagi setelah berpikir sejenak. "Berarti uang pajak yang dikawal Sin-wi-piau-kiok dirampok oleh si Tua tak mau mati beserta seorang jago tangguh lainnya atas perintahmu?" Leng-hiat tertegun, dia tak menyangka Li Hian-ih bakal mengajukan pertanyaan secara langsung dan blak-blakan. "Betul, seorang jago yang lain adalah Gi Ing-si." "Kemudian kau telan sendiri uang pajak hasil rampokan itu dan memerintahkan rakyat menyetor uang pajak untuk kedua kalinya?" "Benar!" ternyata Li Ok-lay mengakui berterus terang. "Kenapa kau mesti memfitnah Sin-wi-piau-kiok?" "Dulu ketika Sik Hong-sian masih berkuasa, dia pernah mengancam dan memojokkan posisi Hu-thayjin, kini Sik Hongsian sudah disingkirkan, tentu saja semua sisa ancaman dan bibit bencana di masa lalu harus dibasmi hingga keakarakarnya." "Sebenarnya di tubuh Ko Hway-sik terdapat rahasia apa? Kenapa kalian bersikeras ingin mendapatkannya?" tanya Li Hian-ih lebih jauh. Sambil menggendong tangan Li Ok-lay memperhatikan kedua orang itu sekejap, kemudian ujarnya, "Bila aku tidak

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menceritakan rahasia ini, jangan harap kalian bisa mengetahuinya sekalipun sampai mati." "Tapi aku percaya kau akan menceritakannya malam ini," jawab Li Hian-ih yakin. "Oya? Masa aku tak boleh membungkam?" "Kecuali malam ini kau tak muncul di sini, sekarang kau sudah dating, berarti hanya ada dua jalan untuk kau pilih. Pertama, bunuh kami berdua untuk menghilangkan saksi dan yang kedua, menyuap kami agar menyimpan rahasia ini." Setelah berhenti sejenak, tambahnya, "Sebab kami sudah memegang banyak bukti kesalahanmu." "Lantas kau suruh aku memilih jalan yang mana?" tanya Li Ok-lay. ooOOoo 34. Pedang Sepasang Tangan. Li Hian-ih tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya malah berkata lagi, "Sekarang kau pun hanya mempunyai dua jalan yang bisa dipilih." "Coba katakan." "Pertama, yaitu membunuh kami berdua, membunuh orang-orang Sin-wi-piau-kiok, membunuh semua saksi hidup. Kedua, bunuh diri atau segera kembali ke kotaraja dan minta maaf kepada Hu-thayjin sambil menunggu hukuman darinya." "Tahukah kau bagaimana akibat yang harus diterima orang yang gagal melaksanakan tugas yang dibebankan Hu-thayjin kepadanya?" tanya Li Ok-lay sambil tertawa, tiba-tiba sorot mata tajam memancar keluar dari matanya dan beradu dengan sorot mata Li Hian-ih.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Itulah sebabnya, terlepas siapa yang bakal mati malam ini, kau sudah seharusnya membongkar rahasia ini, toh andaikata kami yang mati, rahasia itu akan ikut terpendam di dalam tanah liat, sebaliknya bila kau yang mati, masalah rahasia ini terbongkar atau tidak, paling hanya menyangkut Hu-thayjin, sama sekali tak ada sangkut-paut dengan dirimu lagi." "Bagaimana kalau aku hanya berhasil membunuh salah satu di antara kalian sementara yang lain berhasil kabur dan membocorkan rahasia ini?" tanya Li Ok-lay lagi. "Sudahlah, mau bicara atau tidak terserah padamu," tukas Li Hian-ih dingin. "Tahu tidak, aku paling mengagumi akan satu hal pada diri kalian," tiba-tiba Li Ok-lay berkata. Li Hian-ih maupun Leng-hiat tidak bertanya, dengan mengucapkan perkataan itu mereka tahu Li Ok-lay pasti akan melanjutkan perkataannya. "Tampaknya Ni Jian-ciu telah mengikuti perkataan dan bujukan kalian sehingga dalam situasi yang amat kritis dan penting dia telah pergi meninggalkan aku." "Bukan menuruti perkataan kami, tapi saudara angkatnya yang telah menemukan kembali dirinya," sambung Leng-hiat. "Maksudmu saudara angkatnya yang keji dan tega itu?" tanya Li Ok-lay dengan kening berkerut dan tercengang. "Dia memang berbuat jahat dan sesat lantaran saudarasaudaranya berkhianat dan meninggalkan dirinya." Li Ok-lay tertunduk sedih. "Kalian masih ingat Hong Yu-kang, ajudan menteri peperangan pada masa lalu?" dia bertanya. Li Hian-ih maupun Leng-hiat tidak mengerti mengapa dia mengajukan pertanyaan itu, karena itu mereka hanya mengangguk tanda tahu.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Dulu, Hu Tiong-su, Hong Yu-kang dan Cukat-sianseng adalah tiga orang kepercayaan mendiang kaisar, kemudian ketika mendiang kaisar mulai mencelakai banyak pembesar setia hingga menimbulkan pergolakan, ketiga orang ajudan ini menyadari kalau gelagat tidak menguntungkan, melihat pemerintah kerajaan terjerumus dalam kondisi kritis dan berbahaya, sementara mereka sendiri pun sulit menjaga keselamatan diri sendiri dimana setiap saat kemungkinan besar bisa ikut dimusnahkan, maka ketiga orang ajudan kaisar inipun merencanakan sebuah pemberontakan." Leng-hiat maupun Li Hian-ih tidak menyangka kalau Li Oklay bakal menceritakan sebuah rahasia besar yang begitu mengerikan dan menggetarkan, untuk sesaat mereka berdiri tertegun. "Ketiga orang ini membuat rencana yang amat teliti dan seksama, mereka mempersiapkan sebuah rencana untuk mencopot kaisar lama dengan kaisar baru. Oleh sebab itu semua tempat strategis khususnya dimana ada pemusatan pasukan dituangkan dalam sebuah peta, di samping itu mereka pun mulai membahas langkah dan gerakan cepat untuk bisa mengumpulkan kekuatan, peta rahasia ini mencakup semua tempat penting, tempat rahasia dan tempat strategis yang ada dalam istana sehingga boleh dibilang peta itu merupakan sebuah peta yang maha penting." Secara lamat-lamat Li Hian-ih dan Leng-hiat mulai dapat merasakan hubungan penting peta rahasia itu dengan lukisan tengkorak, hanya untuk sesaat mereka tak tahu bagaimana cara menghubungkan kedua hal itu. "Tapi kemudian kaisar tua keburu mangkat dan diganti oleh kaisar muda, perubahan politik pun terjadi, banyak pembaharuan dilakukan, banyak peraturan diperbaiki, karena situasi kembali berjalan normal maka ketiga orang itupun menunda rencana pemberontakannya, tapi peta rahasia itu keburu sudah dibuat, padahal isinya menyangkut sebuah

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

rahasia kekuatan luar biasa, barang siapa berhasil mendapatkannya apalagi jika dia pun memegang kekuasaan tertinggi keprajuritan, maka berdasarkan petunjuk peta itu dengan mudah dia bisa menurunkan sang kaisar, waktu itu Cukat-sianseng, Hu Tiong-su dan Hong Yu-kang sangat mempercayai Sik Hong-sian, mereka merasa sayang untuk memusnahkan peta rahasia itu, lagi pula untuk persiapan bilamana suatu ketika dibutuhkan kembali, tapi mereka pun tidak percaya bila peta itu disimpan oleh satu orang, maka diusulkan untuk merajah peta tadi di tubuh Sik Hong-sian!" Bicara sampai di sini, dengan sorot mata tajam dia menyapu kedua orang itu sekejap, kemudian baru melanjutkan, "Waktu itu Sik-thayjin mengusulkan untuk merajah peta itu di tubuh seseorang yang sama sekali tidak mengetahui persoalan sebenarnya, karena tindakan itu jauh lebih aman. Maka pilihan pun jatuh pada Ko Hway-sik, pemilik perusahaan Sin-wi-piau-kiok. Itulah sebabnya lukisan tengkorak akhirnya dirajah di badan Ko Hway-sik." "Masa ketiga pembesar negeri tidak ingat isi lukisan tengkorak itu?" tanya Leng-hiat. "Pertanyaan yang bagus, ketiga orang itu masing-masing merajah kode rahasia yang mereka ketahui, tapi untuk merangkai semua kode itu menjadi satu maka sebelum dirajahkan, masing-masing pihak sudah mengetahui dahulu bagian mana yang menjadi wilayahnya, oleh sebab itu mereka hanya mengingat bagian terpenting dari wilayah sendiri dan tak pernah mengetahui kode pihak lain. Hanya perajah kode saja yang mengetahui dengan pasti ketiga bagian itu yakni ketika menggabungkannya di tubuh Ko Hway-sik. Selama merajah dilakukan, ketiga pejabat tinggi itu tidak hadir, sedang Ko Hway-sik juga tak tahu gambar apa yang dirajahkan di tubuhnya, dia hanya tahu masalah itu menyangkut sebuah rahasia besar negara."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Ko Hway-sik jujur dan bisa dipercaya, itulah sebabnya semua orang memilihnya, benar saja, selama puluhan tahun bahkan hingga Ko Hway-sik meninggal dunia, memang tak pernah ada orang yang menyaksikan lukisan rahasia ini," Li Ok-lay menambahkan, "apalagi kecuali ketiga pejabat tinggi itu hadir bersama dan menurunkan perintah untuk melihat peta itu, siapa pun dilarang mengintipnya, bahkan Ko Hwaysik sendiri pun pernah bersumpah, bila keadaan terdesak dia akan memusnahkan rajah di dadanya dan mati bersama lukisan itu "Aku tidak mengerti," gumam Leng-hiat. "Kalau memang begitu, kenapa peta rahasia itu bukan disulam pada secarik kain sutera atau kulit hewan dan disembunyikan?" sambung Li Hian-ih. "Aku pun tidak paham persoalan ini," Leng-hiat menambahkan. "Alasannya sangat sederhana, penjagaan dan pertahanan yang dilakukan di seputar istana seringkali dilakukan perombakan dan perubahan, bila titik pemusatan pasukan dipindah, jika tempat strategis dirubah, dengan sendirinya kegunaan peta itu menjadi tak ada artinya. Selain itu bila disimpan di tubuh Ko Hway-sik, dengan ilmu silat yang dimilikinya, meski belum tentu bisa melindunginya, paling tidak ia memiliki kekuatan untuk memusnahkannya!" "Tapi... "Tapi perhitungan manusia tak bisa mengungguli kemauan takdir, konon kaisar yang sekarang berhasil mendapatkan peta pertahanan istana peninggalan mendiang kaisar tua, ditambah bujukan Coa-thaysu, dia justru memperkuat posisi pertahanan lama, oleh karena itu arti peta rahasia ini menjadi lebih penting lagi." "Aaah, aku tahu sekarang," seru Leng-hiat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Katakan!" Li Ok-lay tertawa. "Setelah kaisar yang sekarang naik tahta, dia menuruti bisikan Hu Tiong-su untuk membasmi sembilan keturunan Hong-thayjin, hanya tinggal Cukat-sianseng seorang yang masih dipertahankan," ujar Leng-hiat, "sayang pengaruh iblis bertambah meluas, Sri Baginda pun semakin mempercayai Hu Tiong-su, akibatnya semua peraturan berjalan terbalik, negara makin kacau dan rakyat makin sengsara, walaupun Sianseng berulang kali memberi masukan, namun tak pernah berhasil. Coba kalau Hu Tiong-su tidak kelewat dini menggerakkan Kanliok-ong untuk melakukan pemberontakan hingga akhirnya berhasil dihancurkan Cukat-sianseng, mungkin Baginda betulbetul akan menyerahkan semua urusan penting negara ke tangan manusia she Hu itu." "Justru karena pemberontakan raja muda Kan-liok-ong mengalami kegagalan, Hu-thayjin semakin getol mencari tahu peta rahasia itu, dia merasa perlu menguasai keadaan dalam istana terlebih dahulu, sesudah yakin gempurannya berhasil baru ia akan melakukan gerakan lagi," lanjut Li Ok-lay. "Maka dari itu dia pun membujuk kaisar untuk meniru sistim pertahanan kaisar yang lama, sementara mengutus kau untuk menemukan lukisan tengkorak. Li Hian-ih pun termasuk salah satu jago andalan Hu Tiong-su. Rencana perdana menteri Hu sudah barang tentu harus mendapat persetujuan dari Coa-thaysu, padahal intrik busuk dan konspirasi jahat ini sudah diketahui setiap insan masyarakat, mungkin yang belum menyadari akan hal ini tinggal kaisar seorang." "Padahal Hu-thayjin hanya mengutus aku untuk membereskan urusan Sin-wi-piau-kiok," kata Li Ok-lay sambil tertawa getir, "tugas penting untuk menemukan kembali lukisan tengkorak tetap diserahkan kepada 'si tua, menengah dan muda' untuk melaksanakannya, tak disangka gara-gara orang Bu-sun-bun menyerbu ke dalam penjara untuk menolong orang, masalahnya berkembang menjadi besar,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

dimana pada akhirnya memancing kehadiran opas Leng dan mengejutkan Cukat-sianseng yang ada di kotaraja." Setelah berhenti sejenak untuk menarik napas, dengan nada serius Li Ok-lay bertanya lagi, "Apakah orang berjas hujan yang berhasil memusnahkan tua, menengah dan muda itu adalah ...? Leng-hiat mengangguk. Li Ok-lay nampak tertegun, akhirnya ia tertawa nyaring, begitu nyaring suaranya hingga menggugurkan bunga salju dari atas ranting pohon. "Kalau begitu kematian si Tua tak mau mati dan si Bambu muda bukan kematian yang sia-sia!" "Hu Tiong-su toh bisa datang sendiri untuk membantu kekuatannya," sela Leng-hiat. Dengan cepat Li Ok-lay menggeleng. "Kau anggap Cukatsianseng itu siapa? Sejak awal dia sudah mengatur rencana dan tindakan sehingga membuat Hu-thayjin tak bisa menyusul kemari. Hal ini disebabkan Cukat-sianseng maupun perdana menteri Hu adalah orang yang terlibat langsung dalam rencana pemberontakan di masa lalu, maka dari itu kedua belah pihak sama-sama tak ingin mengganggu pihak lain, yang berbeda sekarang adalah Hu thayjin dengan segala upaya berusaha mendapatkan lukisan tengkorak, sementara Cukat-sianseng berusaha mencegah terjadinya kekalutan dalam kerajaan, tapi lantaran kuatir Coa Keng memanfaatkan kesempatan ini melakukan kekacauan, maka dia sendiri pun harus membuat persiapan untuk menghadapinya." "Saat ini dunia kacau, rakyat sengsara dan musuh sudah mendekati perbatasan, dalam keadaan seperti ini sepantasnya jika kita bersatu padu menghadapi serbuan musuh, jangan sampai orang sendiri malah saling gontok," ujar Li Hian-ih perlahan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Li Ok-lay berpaling memandang sekejap ke arahnya, setelah menghela napas panjang ujarnya, "Padahal perdana menteri Hu telah salah memperhitungkan satu hal." "Soal apa?" tanya Li Hian-ih. "Dia telah salah menilai dirimu." "Dia selalu memandang tinggi kemampuanku." "Tapi dia salah sangka, dalam perkiraannya kau pasti akan membalas dendam bagi kematian putramu, kau akan menghabisi nyawa orang-orang Sin-wi-piau-kiok dan Bu-subun, dia sangka kau bakal membantu pihakku." "Sayang keinginan kalian tak sesuai dengan harapan, apalagi hingga sekarang aku belum bertemu dengan musuh yang telah membunuh putraku." "Li-cianpwe... seru Leng-hiat dengan perasaan bergetar keras. Li Hian-ih tidak menanggapi, tukasnya, "Kenapa peta rahasia itu disebut lukisan tengkorak?" "Baik, kau bertanya dan aku menjawab, yang digunakan dalam lukisan itu hampir semuanya berupa kode rahasia, sehingga bila orang awam melihat maka mereka tak akan mengartikan apa-apa. Lukisan itu menggambarkan sekelompok tengkorak yang sedang mengadakan perjamuan, menurut laporan kode rahasia yang digunakan Cukat-sianseng berupa alat-alat minum arak seperti cawan, guci dan lain sebagainya, kode rahasia Hu-thayjin lebih menitik beratkan pada bangunan loteng, gardu pemandangan, sedang kode rahasia Hong-thayjin lebih ke arah lentera, gunung-gunungan, bunga dan jembatan. Lukisan tengkorak itu terdiri dari tiga bagian, setelah diisi dengan kode rahasia, lukisan itu diserahkan ke tangan seorang pakar rajah untuk dipersatukan dan dipindahkan ke dada Ko Hway-sik, tapi sejak

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menyelesaikan pekerjaan itu, pakar rajah itu turut lenyap sehingga rahasia itupun hanya ada di tubuh Ko Hway-sik." "Tapi dengan matinya Ko Hway-sik, bukankah segala sesuatunya akan kembali menjadi tanah," sela Leng-hiat dingin. "Sebetulnya memang begitu." "Lantas buat apa kalian menggali kubur untuk mencari kain pembungkus mayatnya?" desak Leng-hiat lebih jauh. "Selama ini aku telah menjawab semua pertanyaan yang kalian ajukan," kata Li Ok-lay sambil tertawa, "tapi menyangkut pertanyaan ini, asal aku tidak menjawabnya maka semua rahasia yang telah kalian ketahui inipun menjadi percuma, tak ada gunanya karena tak nanti kalian bisa memecahkan misteri ini." "Itulah sebabnya kau telah memberitahukan semua rahasia itu kepada kami kecuali rahasia terakhir," sambung Li Hian-ih cepat, "agar bila kau tak mampu menandingi kami berdua, paling tidak masih bisa menyelamatkan nyawa sendiri." "Tapi ingat," kata Li Ok-lay pula sambil tertawa, "sekali kalian tak mampu menandingiku, aku tak bakal mengampuni kalian berdua." "Aku tahu, kau memang harus membunuh kami," tukas Li Hian-ih langsung, "sebab kau telah membocorkan begitu banyak rahasia besar kepada kami." "Bila aku mati, tentu saja tak ada keharusan bagiku untuk menyimpankan rahasia ini bagi Hu-thayjin, selama ini meski dia selalu memupuk aku, mempromosikan aku, namun aku pun selalu berjuang mati-matian demi dirinya, aku sudah banyak memeras keringat dan darah bagi kepentingannya, boleh dibilang antara kami berdua sudah impas, tak ada yang saling berhutang," kata Li Ok-lay, "bila aku tetap hidup, berarti kalianlah yang mati, aku mau memberitahu atau tidak, hasilnya sama saja, setelah kematian kalian, paling kalian

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

berdua hanya bisa membocorkan rahasia ini kepada kawanan setan." "Aku masih ingin menanyakan satu pertanyaan lagi," tibatiba Li Hian-ih menyela. "Harus kulihat dulu, dapatkah kujawab pertanyaanmu itu." "Peran apa yang sedang kau jalankan dalam persoalan ini hingga Hu-thayjin menaruh kepercayaan penuh kepadamu?" Li Ok-lay tertawa bangga. "Akulah yang dikirim untuk melenyapkan sang pakar rajah waktu itu." Li Hian-ih termenung sejenak, kemudian katanya, "Dulu ada seorang pakar rajah bernama Am-hoa Thaysu, konon dia bisa merajah seekor harimau putih di punggung seseorang dan hasil rajah itu bisa mengundang auman harimau lain yang melihatnya, dia pun pernah merajah seekor rajawali raksasa di punggung seseorang, semua burung di angkasa yang melihat lukisan itu hampir semuanya terbang mendekat." Tampaknya Leng-hiat pun pemah mendengar dongeng seperti itu, lanjutnya, "Betul, aku pun mendengar Am-hoa Thaysu pernah merajah lukisan seorang pria di punggung seseorang, lukisan yang membuat pelacur kenamaan di kota Tiang-an jadi tergila-gila, membuat mereka tak enak makan tak enak tidur dan akhirnya bersama-sama membunuh pemilik rajah itu lalu menguliti punggungnya." "Ternyata pakar rajah semacam ini akhirnya tewas di tanganmu," kata Li Hian-ih setelah terbatuk. "Hanya orang kenamaan yang pantas kuhadapi sendiri," ujar Li Ok-lay sambil tertawa, kemudian setelah memandang Li Hian-ih dan Leng-hiat sekejap, tambahnya, "Kalian berdua pun terhitung orang-orang kenamaan." Tampaknya dia sama sekali tak pandang sebelah mata terhadap Kwan Siau-ci.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Siapa hidup siapa mati susah untuk dikatakan," sela Li Hian-ih sambil menarik napas, "mau di sini, atau di luar?" Dia bertanya mau bertarung di situ atau di lapangan luar, tapi jawaban dari Li Ok-lay aneh sekali, "Sekarang!" Begitu ucapan itu diutarakan, tiba-tiba Leng-hiat merasa ada desingan angin tajam membokong punggungnya. Dalam terkejut dan ngerinya dia tak sempat lagi menghindarkan diri. Namun tubuhnya tetap berusaha mengegos ke samping, sekalipun egosan itu tak bisa membuatnya lolos dari tusukan maut, paling tidak ia berhasil menciptakan perbedaan yang besar pada akibat yang diterimanya. Tusukan maut itu sebenarnya diarahkan ke punggungnya, jika punggung itu tertusuk telak, dapat dipastikan Leng-hiat akan tewas. Egosan itu membuat mata pisau hanya menusuk iga kanannya, meskipun berakibat ia menderita luka parah namun tak sampai merenggut jiwanya. Tampaknya sang penyergap memang berniat menghabisi nyawanya. Karena kuatir tusukan itu belum tentu bisa menewaskan Leng-hiat, pada saat yang bersamaan jari tangan kirinya melancarkan pula sebuah totokan ke punggung lawan. Saat itulah Leng-hiat telah melancarkan serangan balasan, pedangnya langsung menusuk ke belakang. Tapi totokan jari itu sudah keburu menghajar jalan darah Hian-ci-hiat di punggungnya. Leng-hiat muntah darah, tusukan pedangnya tak mampu dilanjutkan, tubuhnya segera roboh terjungkal ke samping.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Walaupun begitu, tusukan pedang yang dilancarkan Lenghiat berhasil juga memukul mundur sang pembokong. Ternyata orang yang melancarkan serangan bokongan itu tak lain adalah Kwan Siau-ci. Begitu tusukannya mengenai sasaran, sebenarnya Kwan Siau-ci hendak menotok jalan darah kematian Leng-hiat untuk mencabut nyawanya. Siapa sangka serangan balik yang dilakukan Leng-hiat sedemikian cepatnya, dalam keadaan tak menduga, tulang rusuknya termakan satu tusukan, dalam kagetnya ia segera melompat mundur, dengan begitu sodokan jari tangannya pun hanya ada tenaga dua bagian yang menghantam jalan darah lawan. Di satu sisi Kwan Siau-ci melancarkan bokongan untuk membunuh Leng-hiat, di pihak lain Li Ok-lay telah menggunakan kesempatan itu untuk membunuh Li Hian-ih. Sambil membentak nyaring, pedangnya telah dilolos dari punggungnya. Sungguh dahsyat tenaga yang dipancarkan dari pedangnya itu, begitu dicabut keluar dari sarungnya, seluruh angkasa seolah dilapisi kabut tebal yang penuh mengandung hawa pembunuhan. Sebetulnya saat itu Li Hian-ih sedang berkonsentrasi menghadapi Li Ok-lay, serangan bokongan yang diarahkan ke punggung Leng-hiat membuat perhatiannya bercabang. Sebenarnya dia ingin menolong Leng-hiat, tapi hawa pedang Li Ok-lay sudah keburu menyelimuti angkasa. Kalau bukan gara-gara Leng-hiat, mungkin saat ini dia sudah tewas.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Walaupun Leng-hiat sudah terluka parah, namun di saat tubuhnya berguling ke samping itulah dia telah menggunakan pedangnya untuk menangkis serangan maut Li Ok-lay. Sayang dia dalam keadaan terluka parah, bagaimana mungkin sanggup menghadapi serangan maut Li Ok-lay? "Traaang!", diiringi suara dentingan nyaring, pedang itu sudah mencelat ke udara. Li Ok-lay membentak gusar, dia ingin menusuk untuk kedua kalinya, tapi waktu itu Li Hian-ih sudah menghadang di depan Leng-hiat sembari membangunkan tubuhnya. Bukan hanya begitu, dengan garpu baja yang sedang dipakai untuk memanggang daging dia lancarkan sebuah tusukan ke belakang. Garpu baja itu meluncur cepat ke belakang, menembus bahu kiri Kwan Siau-ci yang sedang mundur dan menancap di atas dinding ruangan. Kini ia berada dalam keadaan tanpa senjata. Dengan sorot mata tajam dia mengawasi lawannya, biarpun tanpa senjata, Li Hian-ih masih tetap bersikap tenang, mengawasi Li Ok-lay tanpa berkedip. Tampaknya Li Ok-lay sendiri pun tidak ingin segera menghabisi nyawa lawannya. Menurut rencananya semula, dia akan memancing Li Hianih dengan pembicaraan yang asyik hingga membuatnya terlena, kemudian baru sekali gempur menghabisi nyawa mereka berdua. Kini rencana itu hanya berhasil setengahnya. Dia tak menyangka dalam keadaan terluka parah, Leng-hiat masih sanggup menyelamatkan rekannya. Tapi dalam perintah rahasia yang disampaikan Hu-thayjin kepadanya, dia memang hanya diperintahkan untuk membunuh Leng-hiat seorang, berarti jika di sana hanya ada Leng-hiat seorang, mungkin sejak tadi dia sudah tewas.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi sekarang di situ masih ada Li Hian-ih, kehadiran si Raja opas ini membuatnya tak bisa bertindak leluasa. Namun dia tak kuatir, dia pun tidak merasa takut sebab Li Ok-lay selalu percaya diri, sebab dia berpendapat ilmu pedangnya sudah tiada tandingan di kolong langit. Ucapan 'tiada tandingan di kolong langit' memang tak bisa digunakan siapa pun, sebab jika tidak, selain akan ditertawakan orang dan dianggap orang gila, bahkan kemungkinan besar akan memancing datangnya bibit bencana kematian. Li Ok-lay cukup mengerti kemampuan silat yang dimilikinya, dengan ilmu pedang tangan sebelah, dia memang merasa belum cukup disebut sebagai jagoan yang tiada tandingan. Tapi ilmu pedang Siang-jiu-kiam-hoat (ilmu pedang sepasang tangan) miliknya benar-benar sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, tingkatan yang tak mungkin bisa ditandingi siapa pun. Tentu saja Li Ok-lay pun cukup mengerti kehebatan ilmu silat yang dimiliki Li Hian-ih sudah mencapai tingkatan yang luar biasa. Konon dalam menghadapi perampok ulung atau jago silat sehebat apapun, Li Hian-ih selalu berhasil menangkapnya hidup-hidup, cukup ditinjau dari kemampuannya ini, Li Ok-lay merasa dirinya belum tentu bisa melakukan hal yang sama. Karena membunuh orang itu gampang, menawannya hidup-hidup baru merupakan satu pekerjaan yang sulit. Dia pun tahu Li Hian-ih bisa merubah setiap benda yang dijumpai menjadi senjata pembunuh yang mematikan, padahal selama ini hanya ada tiga orang tokoh silat yang mampu melakukan hal seperti ini.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tak disangka Pui Ceng-bi (Fang Cen-mey) adalah salah satu di antaranya, kebetulan Li Hian-ih pun merupakan salah satu di antara ketiga orang itu. Namun Li Ok-lay tak ambil pusing, karena dia sudah mempunyai keyakinan yang matang untuk menghadapinya. Dia percaya tak lama lagi darah Li Hian-ih akan bercucuran membasahi sepasang pedangnya. Bercucuran karena termakan ilmu pedang sepasang tangannya. "Bagaimana?" jengek Li Ok-lay kemudian sambil mengayunkan pedang di tangan kirinya. ooOOOoo 35. Pertarungan Dua Jago Bermarga Li. Senja yang redup telah mengubah lapisan salju menjadi keabu-abuan. Tong Keng sedang duduk di halaman belakang, di atas undak-undakan yang dipenuhi lumut dengan wajah termangu. Dia sedang melamun, sedang berpikir dengan hati murung. Ternyata Ting Tong-ih begitu membencinya. Ia rela memberikan tubuhnya kepada orang lain, tapi tak rela memberikan kepadanya. Berpikir akan hal itu dia merasa malu sekali, rasa malu yang membuatnya ingin menggali liang dan menyembunyikan kepalanya dalam liang itu, ingin membenturkan kepalanya di atas dinding, membenturkan sampai mati. Biasanya seorang lelaki akan merasa malu, merasa terhina ketika cintanya ditolak wanita, seperti sebuah balon udara yang tiba-tiba tertusuk jarum, meledak dan lenyap begitu saja.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kini dia benar-benar merasa sedih, sedihnya setengah mati, dia pun jengkel, mendongkol dan ingin mengumbar hawa amarahnya. Mungkin saja ia dapat memaafkan wanita itu, namun tak bisa memaafkan diri sendiri, perasaan semacam ini hanya bisa terobati bila ada wanita lain yang mau berada dalam pelukannya, mau dibelai olehnya dengan lembut. "Kenapa aku harus mengungkap perasaanku kepadanya!" Tong Keng sangat menyesal, bila ia tak pernah mengungkap perasaannya, tak mungkin dia akan menerima penolakan, asal dia tak pernah ditolak maka dirinya tak perlu begitu malu, sedih dan serba salah. Pikir punya pikir, ia melihat ada seekor belalang berjalan di hadapannya, berhenti sejenak sambil mengawasinya, tapi sejenak kemudian sang belalang mendesis lirih sambil melanjutkan langkahnya, seolah-olah serangga itu hanya bermaksud mengejek Tong Keng, menertawakan kebodohannya. Tong Keng sangat mendongkol, ingin sekali dia menginjak belalang itu sampai mati. Tapi ingatan lain segera melintas, Thian maha pengasih, siapa tahu dengan tidak membunuh belalang itu, Thian akan memberi kesempatan kepadanya untuk berbaikan lagi dengan Ting Tong-ih, memberi kesempatan kepadanya untuk menyatakan rasa cintanya. Tong Keng mencoba menarik napas panjang, kemudian bisiknya, "Ooh, harum sekali." Waktu itu sang belalang sudah menemukan sebuah liang kecil dan menerobos masuk ke dalam, Tong Keng mencoba berjongkok sambil melongok, pikirnya, "Liang itu begitu kecil, apa dia tidak salah masuk?"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Mendadak sorot matanya terhenti di atas sepasang ujung sepatu, sepatu yang terbuat dari kain kuning dengan renda berwarna biru. Dengan tertegun Tong Keng mendongakkan kepalanya, dia pun segera melihat wajah Ting Tong-ih yang bermandikan cahaya, cahaya rembulan yang membias di atas wajahnya. Kontan Tong Keng merasa pipinya menjadi amat panas, sepanas terkena cahaya sang surya. "Sedang menikmati salju?" sapa Ting Tong-ih sambil tersenyum. Tong Keng hanya termangu, mengawasi wajah Ting Tongih yang cantik bak bidadari dari kahyangan. "Atau sedang menikmati bunga?" kembali Ting Tong-ih bertanya. Tong Keng tidak menjawab, dia hanya tertawa bodoh. "Boleh duduk di sini?" kembali si nona bertanya, tapi ia segera duduk. Ting Tong-ih duduk bersanding dengan Tong Keng, bau harum terasa makin menusuk penciuman. Pemuda itu mencoba melirik gadis itu sekejap, wajahnya putih bersih tapi terasa dingin bagai salju. Mau apa dia datang kemari? Menghiburnya karena penolakan tadi? Dia berpikir terus, lantai terasa makin dingin. "Kehidupan manusia memang sangat aneh, sekarang kita masih hidup segar bugar, tapi sejenak kemudian kita tak tahu apa yang bakal terjadi, mungkin masih hidup, mungkin sudah mati, mungkin merasa gembira, mungkin juga bersedih," sewaktu mengutarakan perkataan itu Ting Tong-ih nampak sangat murung.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tong Keng semakin merasa kehadiran gadis itu memang berniat menghiburnya, rasa malu, rasa terhina segera tumbuh kembali, hawa amarah pun mulai menggelora. Sesungguhnya Ting Tong-ih pun merasa amat menyesal, dia merasa tidak seharusnya menampik luapan cinta lelaki itu. Terlebih selewatnya malam ini siapa pun tak bisa meramalkan bagaimana nasib yang akan mereka hadapi, dapatkah ia melewati hari esok? Maka untuk menghilangkan rasa sedih dan murungnya, Ting Tong-ih berjalan menelusuri serambi samping, berusaha mencari ketenangan hati di malam yang dingin. Tapi Tong Keng tidak memahami perasaan perempuan itu. Dia mengira Ting Tong-ih merasa kasihan kepadanya, karena kasihan baru ia menyampaikan simpatinya, menghampirinya dan mencoba berbagi sedikit kepuasan kepadanya. Tong Keng bukan lelaki yang senang menerima simpati, apalagi simpati berdasarkan rasa kasihan. Salju kembali menyelimuti angkasa, sekuntum demi sekuntum, selembar demi selembar beterbangan di udara, melapisi ujung ranting, atap rumah, pelataran depan .... "Ayo, kita masuk saja?" gadis itu mengajak. Tong Keng tidak menjawab, dia memang tak tahu bagaimana harus menjawab ajakan itu. "Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan sekarang," dengan perasaan puas Ting Tong-ih memejamkan matanya, dia seakan sudah memahami jalan pikiran lelaki itu. "Aku tidak memikirkan apa-apa!" mendadak Tong Keng bangkit berdiri dengan perasaan gusar, "jangan kau anggap aku adalah seorang lelaki yang tak punya harga diri! Apa maksudmu bersikap begitu? Simpati? Mengejek? Atau berbelas

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

kasihan? Terus terang aku katakan, aku tidak butuh semua itu! Aku adalah seorang lelaki, aku tak butuh belas kasihanmu!" Dengan wajah sedingin salju Ting Tong-ih ikut berbangkit, kemudian tangannya diayunkan ke depan, menghadiahkan sebuah tempelengan ke wajahnya. "Kau sebenarnya memang begitu! Siapa yang sedang bersimpati? Siapa yang sedang memberi belas kasihan? Memangnya kau buta? Tuli? Tangan kakimu buntung? Kenapa aku mesti memberi derma kepadamu, aku beritahu sekarang, aku kemari karena aku ingin mengajak kau merasakan sedikit kehidupan yang senang menjelang datangnya kematian esok, aku tak peduli dengan semua itu, apakah kau peduli? Justru karena aku suka padamu maka aku ingin berbuat begitu, berbicara begitu, tapi kau ... kau justru menganggap dirimu seorang idiot yang pincang, seorang bocah dungu yang tak punya otak!" Selesai bicara, sambil mendengus dingin perempuan itu segera beranjak pergi. Tong Keng tertegun, berdiri termangu di tengah halaman. Bunga salju mulai melapisi alis matanya, hidungnya, bibirnya .... Lama sekali dia termangu, kepergian Ting Tong-ih membuat suasana di situ terasa dingin, membeku, bunga pun terasa tidak harum lagi. Sambil menghentakkan kakinya jengkel ia membalikkan tubuh hendak mengejarnya, mendadak seseorang muncul di hadapannya, nyaris mereka saling bertumbukan. Ternyata Yong Seng yang datang. "Ayo, makan malam," ajak Yong Seng kemudian, "mari kita rayakan malam pertemuan ini dengan makan bersama!" ooOOoo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bagaimana?" tanya Li Ok-lay., "Aku ingin makan dulu," jawab Li Hian-ih. Jawaban yang membuat Li Ok-lay tertegun. "Dalam cuaca begini dingin dan membeku, setelah makan kita baru bertarung lebih bersemangat," Li Hian-ih menjelaskan, "sayur adalah hawa, nasi adalah tenaga." Li Ok-lay tertawa tergelak, sambil bertepuk tangan serunya, "Pengawal, ambilkan nasi untuk si Raja opas!" Ternyata sekeliling gedung itu sudah dipenuhi manusia, manusia bersenjata lengkap. Li Hian-ih mencoba menghitung, ternyata jumlah mereka mencapai ratusan orang. "Kelihatannya malam ini aku harus membuka pantangan membunuhku," dengus Leng-hiat dingin. Padahal luka yang dideritanya terasa amat sakit, jangan lagi beratus orang, untuk menghadapi tiga empat orang pun belum tentu dia sanggup. "Heran," kembali ia menertawakan diri sendiri, "setiap kali menyelesaikan kasus, aku harus melakukan pembantaian secara besar-besaran terlebih dulu sebelum bisa menyelesaikan tugas itu." "Kali ini kau tak perlu membunuh siapa pun," ujar Li Hian-ih sambil berjaga di hadapan Leng-hiat, "aku yang akan mewakilimu melakukan pembunuhan." Leng-hiat berusaha menarik tangannya menyingkir, tapi begitu bergerak, lukanya terasa sakit sekali, tampaknya luka yang ia derita jauh lebih parah daripada bayangannya. "Kau tak pernah membunuh orang, biar aku saja yang menghadapi mereka," katanya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Tidak, kali ini aku akan melanggar pantangan membunuhku!" "Kau tak perlu melanggar pantangan membunuhmu, Li Oklay seorang sudah cukup membuatmu kerepotan." Li Hian-ih segera tertawa tergelak. "Hahaha, baik, aku tak akan membunuh manusia, yang kubunuh adalah buaya, buaya tua yang makan manusia berikut tulangnya!" "Buaya tua memang hebat, tapi tidak selicik buaya muda!" seru Leng-hiat sambil menahan sakit. Dengan pandangan sinis Li Hian-ih menengok sekejap Kwan Siau-ci yang masih memegangi lukanya, darah bercucuran dengan derasnya membasahi tubuh orang itu. "Hebat, hebat sekali, ternyata Kwan Hui-tok, Kwan-tayhiap mempunyai adik yang luar biasa!" "Dia memang adik kandung Kwan Hui-tok," ujar Li Ok-lay sambil tertawa, "tapi begitu tahu kakaknya adalah buronan, seorang narapidana mati yang busuk namanya, demi masa depan sendiri terpaksa dia menggabungkan diri dengan pihak pemerintah. Aku memang sengaja menyuruh dia berperan seperti seorang enghiong, kalian pasti senang melihat sikapnya yang gagah perkasa, hahaha ... biarpun ilmu silatnya tidak hebat, tapi hampir saja serangannya berhasil membunuh kalian berdua, maka dari itu kemampuan otak selalu lebih penting daripada kemampuan tangan!" "Hmm, dia memang seorang begundalmu yang hebat!" sindir Li Hian-ih sambil tertawa dingin. "Jika tak yakin pasti menang, aku tak bakal datang sendiri kemari," seru Li Ok-lay tertawa tergelak. "Jangan lupa, kau belum seratus persen menang!" "Aku pun belum sampai mampus," sambung Leng-hiat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Baiklah," kata Li Ok-lay kemudian sambil mengulap tangan, "ketika kemenangan seratus persen berada di tanganku, kalian pasti sudah mampus!" Tangannya diayunkan ke muka, lalu mendulang dari bawah ke atas. Pedang di tangan Leng-hiat bergetar di udara, bagaikan seekor ular berbisa secepat kilat menerobos ke arah lima buah jalan darah penting di tubuh Li Ok-lay. Mimpi pun Li Ok-lay tidak menyangka, dalam keadaan terluka parah ternyata Leng-hiat masih sanggup melancarkan serangan sehebat itu, segera dia menggerakkan pedangnya untuk menangkis, tak urung badannya terdesak juga hingga mundur lima langkah. Pada saat itulah Li Hian-ih turun tangan. Telapak tangan kirinya dihantamkan ke tubuh Li Ok-lay. Waktu itu pedang di tangan kanan Li Ok-lay sedang digunakan untuk menghadapi serangan berantai Leng-hiat, tergopoh-gopoh dia sambut datangnya pukulan Li Hian-ih dengan telapak tangan kirinya. Mimpi pun dia tak menyangka serangan Li Hian-ih itu ternyata adalah serangan tipuan. Tenaga pukulan yang dilontarkan pun seakan-akan menghantam di atas dinding kosong. Tenaga serangan sudah telanjur dilontarkan, sementara 'dinding' pun hanya ruang hampa, ditambah tekanan dahsyat yang dilontarkan kelima jurus serangan pedang Leng-hiat, tak ampun keseimbangan tubuh Li Ok-lay gontai, tubuhnya langsung menerjang ke sisi kiri. Sisi kirinya merupakan ruang bagian dalam gedung pengadilan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ruang bagian dalam itu merupakan ruangan yang biasa dipakai untuk menginterogasi narapidana berat, bentuknya mirip leher sebuah botol dan hanya memiliki sebuah pintu keluar. Terhuyung-huyung Li Ok-lay terjerumus ke dalam ruang rahasia itu.. Secepat kilat telapak tangan kiri Li Hian-ih melepaskan serangkaian serangan maut mengancam lima buah jalan darah penting di punggung Li Ok-lay. Dengan kecepatan luar biasa Li Ok-lay mundur ke belakang, sambil menyusup masuk ke dalam ruangan untuk menghindari ancaman Li Hian-ih, pedangnya ditusukkan ke depan langsung membabat tubuh musuh. Terlihat sekilas bianglala berwarna hijau melintas dalam ruangan, diikuti percikan bunga darah. Sebuah luka memanjang berdarah segera muncul di tubuh Li Hian-ih. Tapi Raja opas tak menyia-nyiakan kesempatan itu, dia ikut menerobos masuk ke dalam ruangan. Begitu berada dalam ruangan itu, Li Ok-lay baru sadar ia sudah terjebak dalam sebuah ruangan buntu yang sekelilingnya berdinding rapat, cepat dia mundur lagi ke belakang. Dengan cepat Li Hian-ih menghadang di depan pintu. Mulut pintu amat sempit, bila ingin keluar dari situ maka satu-satunya jalan adalah menerjang dengan kekerasan. Dalam keadaan begini, mau tak mau Li Ok-lay harus menyerbu dengan kekuatan penuh. Li Hian-ih mendengus dingin, kembali sebuah pukulan dilontarkan ke depan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Li Ok-lay menyambut datangnya serangan dengan keras lawan keras, maksudnya setelah menerima kedua pukulan lawan, dia akan mengandalkan kehebatan ilmu pedangnya untuk menghancurkan dulu pertahanan si setan penyakitan ini. Sayangnya dia tak menyangka kalau tenaga pukulan itu disertai tenaga serangan yang maha dahsyat. Begitu bentrokan terjadi, seketika itu juga ia merasa hawa darah bergolak keras dalam dadanya, terhuyung dia mundur tiga langkah sambil mengatur pernapasan. Dia berniat melancarkan serangan lagi selesai mengatur napas nanti. Seandainya dia tidak mengatur napas mungkin keadaan masih mendingan, begitu hawa murninya disalurkan, tubuhnya segera bergetar keras, sekali lagi badannya mundur sejauh tujuh langkah dengan sempoyongan. Sekuat tenaga dia berusaha berdiri tegap, tapi sayang kakinya seolah-olah kehilangan tenaga, lagi-lagi badannya terlempar sejauh dua setengah meter. "Blaaam!", punggungnya menghantam dinding ruangan dengan keras. Kini Li Ok-lay baru tahu, ternyata tenaga pukulan yang dimiliki Li Hian-ih benar-benar sangat menakutkan. Sekalipun begitu, Li Hian-ih tertusuk juga oleh serangan pedangnya. Selangkah demi selangkah Li Hian-ih berjalan masuk ke dalam ruangan, kemudian menutup pintu ruangan dengan rapat. Ia memang sudah bersiap melakukan duel satu lawan satu dengan Li Ok-lay. Di luar ruangan terlalu banyak anak buah Li Ok-lay, dia merasa bukan satu pekerjaan mudah untuk menaklukkan orang ini di bawah dukungan anak buahnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dia pun tahu bila tak berhasil menguasai Li Ok-lay berarti sedikit kesempatan untuk hidup pun tak akan mereka miliki. Padahal bukan pekerjaan yang mudah untuk menaklukkan jagoan tangguh macam Li Ok-lay, paling tidak dia butuh waktu. Tapi berapa lamakah waktu yang dibutuhkan? Persoalannya sekarang, sebeberapa lama Leng-hiat sanggup mempertahankan diri? Li Ok-lay bukan orang bodoh, tentu saja dia pun memahami keadaan itu. Dia tahu Leng-hiat pasti berusaha mati-matian mempertahankan pintu masuk, padahal situasi di situ tidak memungkinkan untuk pertarungan dalam jumlah banyak. Li Ok-lay tahu, bila ingin menjebol pertahanan yang dijaga Leng-hiat, dia harus membiarkan anak buahnya menyerang secara bergilir, bergantian terus satu dengan lainnya, lama kelamaan lawan yang sudah terluka parah pasti tak akan sanggup mempertahankan diri. Maka sebelum pintu ruangan itu ditutup, teriaknya dengan suara nyaring, "Serang dengan sekuat tenaga, bunuh orang itu dengan cara apapun, orang pertama yang berhasil membunuh Leng-hiat, dialah yang akan kuangkat menjadi wakil komandan!" Begitu seruan itu berkumandang, kawanan prajurit dan jagoan yang berada di luar serentak menyahut, "Siap jalankan perintah!" Kini pintu sudah tertutup rapat. Li Hian-ih telah berdiri saling berhadapan dengan Li Ok-lay. Dengan pedang terhunus, Li Ok-lay mengawasi gerak-gerik musuhnya tanpa bergerak.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam ruangan itu tak ada jendela, hanya ada lilin, dua batang lilin yang memancarkan sinar. Ruangan itupun tak ada perabot apapun, seluruh dinding terbuat dari batu bata, di balik batu bata tertanam batang besi yang kurang dan kokoh. Cahaya lilin bergoyang lembut, membuat suasana dalam ruangan bagaikan kilatan cahaya air, membuat tempat itu bagaikan sebuah perahu yang terombang-ambing. Batang lilin manakah yang akan padam duluan? Mampukah Leng-hiat yang berada di luar ruangan menghadapi serbuan brutal kawanan manusia srigala itu? ooOoo 36. Firman Kaisar. Selesai bersantap malam, ruangan Sin-wi-piau-kiok diterangi bebeberapa lentera yang sudah lama tak pernah disulut, semua orang telah berganti pakaian ringkas dan berkumpul di depan meja bundar. Selesai membagi tugas, Ko Hong-liang memperhatikan wajah semua orang, kemudian tanyanya, "Kita bisa berangkat?" Tong Keng menengok ke arah Ting Tong-ih. Gadis itu tersenyum, biar bagaimanapun seramnya hawa pembunuhan yang menyelimuti suasana di situ, namun baginya semua tetap tenang dan santai. "Baik," seru Ko Hong-liang sambil membalikkan badan dan mengucapkan beberapa patah kata pada istrinya. Tentu saja perkataan yang disampaikan adalah kata-kata perpisahan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba Tong Keng merasa ujung bajunya ditarik orang, ketika berpaling ia lihat Ko Siau-sim sedang mengawasinya dengan air mata berlinang. "Aku tahu, tadi akulah yang salah," kata gadis itu sambil menyandarkan kepalanya di atas bahu Tong Keng, "Tongtoako, sekalipun sikapmu kurang baik padaku, namun aku tetap akan baik padamu, barusan pikiranku telah terbuka, selama ini kau anggap aku sebagai adikmu lantaran kau menyayangi aku, merindukan aku, aku pun merindukan dirimu, selama hidup sampai mati pun aku tetap akan merindukan dirimu." "Ayo, kita berangkat!" kata Ko Hong-liang kemudian sambil berdehem. ooOOoo Leng-hiat berdiri dengan punggung menempel pintu. Bila Li Ok-lay melancarkan sebuah tusukan dari balik pintu, dengan posisinya saat ini dia pasti akan mati konyol. Tapi mau tak mau dia harus bertahan dengan cara begini. Sebab Li Hian-ih tak boleh kalah. Jika Li Hian-ih kalah, bukan saja mereka berdua bakal mati, seluruh anggota Sin-wi-piau-kiok akan turut musnah, seluruh penduduk kota Cing-thian akan tertimpa bencana. Dia percaya Li Hian-ih tak bakal membiarkan Li Ok-lay menghujamkan tusukan mautnya itu. Tempat yang dia pertahankan saat ini hanya merupakan sebuah lorong, sebuah lorong dengan sebuah pintu masuk. Lorong itu panjangnya hanya seputar dua meter. Jika musuh ingin menyerbu ke dalam ruang rahasia, mereka harus menyerang dari arah depan, tentu saja harus melangkahi juga mayatnya.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Siapa pun yang ingin melangkahi mayat Leng-hiat, dia harus membayar dengan sangat mahal. Membayar dengan suatu nilai yang mengerikan! Tapi teriakan Li Ok-lay menjelang tertutupnya pintu lorong tak disangkal mendatangkan daya tarik yang luar biasa. Siapa yang tak ingin dinaikkan pangkatnya menjadi wakil Li Ok-lay, di bawah kekuasaan satu orang tapi di atas berjuta orang? Siapa pun pasti rela mempertaruhkan nyawanya untuk mencoba meraih peluang itu, mencoba mendapatkan suatu posisi yang terhormat, yang akan mendatangkan kekayaan yang berlimpah-ruah. Setelah terjadi sedikit kegaduhan, orang pertama yang muncul dengan langkah lebar adalah seorang pria bersenjata golok besar. Sambil maju mendekat, serunya dengan lantang, "Gak Seng-bun dari perguruan Lampu Buddha datang minta petunjuk." Leng-hiat mengangguk sebagai pertanda memberi hormat. Kini ia sudah terluka parah, dia tak ingin banyak bicara sehingga membuang tenaga percuma. Gak Seng-bun segera memutar goloknya melancarkan serangan, secara beruntun dia melepaskan tujuh bacokan, satu jurus dengan tujuh perubahan, semuanya merupakan jurus ganas yang mematikan. Terlihat cahaya pedang berkelebat, "Criiit!", tahu-tahu ujung pedang milik Leng-hiat sudah menembus tenggorokan Gak Seng-bun. Diiringi jeritan ngeri, Gak Seng-bun roboh terkapar bersimbah darah. Seorang lelaki kekar lainnya dengan membawa senjata sekop melangkah masuk ke dalam, serunya dengan suara

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

nyaring bagai genta, "Gi-san-tin-hay (memindah bukit membendung samudra) Tong Pak-an datang minta petunjuk." Leng-hiat membutuhkan tiga jurus serangan untuk menusuk roboh orang ini. Kembali seorang lelaki muncul sambil berseru, "Lip Tan-san dari perguruan Wi-tou-bun datang minta petunjuk." Dengan kepalan bajanya dia langsung merangsek maju sambil melancarkan serangan maut. Leng-hiat butuh lima jurus serangan untuk membuatnya terluka parah, namun pergelangan tangan sendiri ikut pecah karena tenaga getaran lawan. Ketika ia berhasil menusuk mati penantang ketujuh. Siang Hong-in dari perguruan Seng-ko-kou, darah yang mengalir dari luka Leng-hiat bertambah deras, ia sudah mulai kehabisan tenaga dan tak mampu mempertahankan diri lagi. Ketika ia harus menghadapi penantang yang kesebelas, tubuh Leng-hiat telah bertambah dengan sebuah luka lebar sebelum berhasil menghabisi nyawanya. Kini luka yang diderita Leng-hiat bertambah parah, situasi pun makin lama bertambah gawat. Pintu rahasia yang tertutup rapat masih tertutup. Ketika penantang yang kedua belas dengan membawa sebuah tombak menyerbu ke dalam, paras muka Leng-hiat telah pucat pias seperti mayat, sementara penantangnya, Ko Tay-san menyeringai semakin seram. Di saat yang amat kritis itulah tiba-tiba terdengar seseorang berseru, "Bagaimana kalau aku mewakilimu melakukan pertarungan ini?" Suara itu berasal dari belakang punggung Ko Tay-san.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan satu gerakan cepat Ko Tay-san membalikkan badan, kemudian terdengar suara pekikan nyaring yang dipenuhi perasaan gusar. Di tengah pekikan itu, tombak emas di tangan Ko Tay-san telah patah, diikuti tulang lengan, tulang ketiak, tulang iganya patah berantakan, dia sudah terdesak keluar dari lorong sempit itu. Pendatang adalah seorang lelaki berambut hitam, wajahnya kurus tapi bermata tajam. "Rupanya kau yang datang," sapa Leng-hiat sambil tertawa lebar. "Kau terluka?" tegur Ni Jian-ciu. "Bila ingin berduel, kedatanganmu bukan waktu yang tepat!" jawab Leng-hiat cepat. "Tidak, aku datang tepat pada waktunya," jawaban Ni Jianciu terdengar sangat hangat, "berkat kau, saudara-saudaraku mau bertobat dan kembali ke jalan yang benar, aku berhutang budi kepadamu, bagaimana kalau aku yang mewakilimu dalam pertarungan selanjutnya?" Sebelum Leng-hiat sempat menjawab, penantang ketiga belas telah melancarkan tusukan dengan sebilah lembing. Ni Jian-ciu segera melancarkan serangan balasan. Dia menyerang diiringi suara pekikan nyaring, orang itupun menemui ajalnya di tengah pekikan itu. Ketika penantang ketiga puluh satu masuk ke dalam lorong rahasia, darah mulai mengalir keluar dari tubuh Ni Jian-ciu. Ketika penantang ketiga puluh sembilan roboh terkapar, tubuhnya telah bertambah dengan tujuh delapan buah luka berdarah. "Biar aku yang menggantikan!" bentak Leng-hiat nyaring.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan napas tersengal Ni Jian-ciu tertawa tergelak, "Hahaha, memangnya kau sangka kondisimu jauh lebih baik ketimbang aku?" Dengan sekali puntiran dia patahkan tengkuk si penyerang berikut, tapi perutnya terhajar tendangan lawan, lagi-lagi Ni Jian-ciu memuntahkan darah segar. Penantang keempat puluh satu kembali melancarkan serangan dengan cambuknya. Leng-hiat ingin sekali mewakili Ni Jian-ciu menghadapi serangan itu, sayang lorong itu kelewat sempit, tak mungkin baginya untuk menerobos lewat. Mendadak terjadi kegaduhan di luar lorong rahasia diikuti suara pertarungan yang berlangsung sangat ramai, dengan pedang terhunus Leng-hiat segera menerjang keluar dari situ, sementara Ni Jian-ciu berjaga di depan pintu rahasia. Tampak para jago yang mengepung di depan pintu sedang bertarung sengit melawan beberapa orang Ya-heng-jin yang baru saja muncul. Tak terkirakan rasa gembira Leng-hiat setelah menyaksikan kehadiran beberapa orang itu, serunya tertahan, "Akhirnya kalian datang juga!" "Ya, kami telah datang!" jawab Ko Hong-liang sambil mengayunkan goloknya membacok roboh seorang lawannya. Ko Hong-liang, Ting Tong-ih, Tong Keng serta Yong Seng telah bermunculan di arena pertarungan. Orang persilatan memang selalu mengutamakan persatuan, sekalipun masing-masing orang memiliki jalan pikiran berbeda, namun asal bisa bersanding dengan temannya, asal dapat bertarung bersama rekan-rekannya, mereka tak akan mengundurkan diri dari keramaian.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kawanan jago yang dibawa Li Ok-lay mencapai ratusan orang banyaknya, di antara sekian banyak orang, sebagian di antaranya merupakan jago-jago suku asing yang memiliki kemampuan luar biasa. Walaupun begitu, di antara sekian banyak jago, tokoh sakti seperti Ni Jian-ciu telah berpaling, Gi Ing-si, Yan Yu-sim, Yan Yu-gi telah tewas, bahkan Li Hok dan Li Hui pun telah menemui ajalnya, hal itu membuat kekuatan musuh mengalami kerugian yang amat besar. Sayangnya Leng-hiat maupun Ni Jian-ciu sudah kehabisan tenaga, tubuh mereka telah dipenuhi luka yang cukup parah, sementara pihak lawan paling tidak masih ada lima puluhan jago yang belum turun tangan. Kehadiran Ko Hong-liang, Ting Tong-ih, Tong Keng serta Yong Seng memang berhasil merobohkan paling tidak sepuluh orang jago, namun luka yang diderita keempat orang itupun cukup parah. Jadi kalau diperhitungkan, posisi Leng-hiat sekalian justru sudah terjerumus ke dalam kondisi yang amat kritis. Pada saat itulah mendadak dari luar gedung berjalan masuk serombongan pasukan berpakaian lapis baja, begitu tiba di situ, pasukan itu serentak membagi diri menjadi dua rombongan dan berdiri di kiri kanan jalan. Dari tengah jalan itulah terlihat seseorang dengan membawa sebuah kotak berjalan masuk ke dalam ruangan. Ternyata orang itu tak lain adalah sang pembesar Bun Tio. Terdengar komandan pasukan yang berada paling depan membentak keras, "Semuanya berhenti! Terima firman kaisar!" Firman kaisar memang jauh lebih penting daripada apapun juga, keempat puluh orang jago yang sedang bertempur

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

serentak menghentikan serangannya dan menjatuhkan diri berlutut di tanah. Leng-hiat, Ko Hong-liang, Ni Jian-ciu, Ting Tong-ih, Tong Keng serta Yong Seng saling bertukar pandang sekejap, akhirnya mereka ikut menjatuhkan diri berlutut sambil menunggu dibacakannya firman kaisar. Perintah apa yang akan disampaikan sang kaisar lalim yang selama ini hanya memandang nyawa rakyat bagai sampah? Kecuali mayat yang terkapar di tanah, para jago yang terluka tak sanggup merangkak bangun serta dua orang jago yang sedang berduel dalam kamar rahasia, semua yang hadir telah berlutut, berlutut sambil menerima perintah itu. ooOOoo Pertarungan yang berlangsung antara Li Hian-ih melawan Li Ok-lay berjalan makin sengit. Li Hian-ih dengan mengandalkan pukulan tangan kosong selalu mengancam dan menyerang bagian tubuh lawannya serta bagian yang sulit dipertahankan. Setengah jam kembali berlalu, telinga kiri Li Ok-lay sudah terpapas kutung, darah segar bercucuran dari lukanya, tumit kaki kirinya sudah terinjak patah, kaki kanan dihajar remuk, lengan kanan kena ditendang patah, jari tangan kirinya sebagian patah, selain itu hidungnya lecet dan rambutnya pun sudah terpapas separoh. Sekalipun berbagai luka telah menghiasi seluruh tubuhnya, namun isi perutnya masih sehat, hawa murninya juga sama sekali tidak berkurang. Mula-mula dia melancarkan serangan dengan tangan sebelah, namun betapa sempurna dan ganasnya jurus serangan yang digunakan, ia tak pernah berhasil melukai Li Hian-ih.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tapi begitu dia mulai mengembangkan serangannya dengan ilmu pedang sepasang tangannya, keadaan segera berubah. Kemana pun Li Hian-ih berusaha kabur, berkelit, melompat atau menghindar, sulit bagi si Raja opas itu untuk meloloskan diri dari pengejaran ujung pedangnya. Dalam situasi yang amat gawat inilah Li Hian-ih telah melakukan satu tindakan. Dia menghajar meja berisi lilin itu hingga roboh terjungkal ke tanah. Sekarang tinggal sebatang lilin saja yang menerangi seluruh ruangan. Kini ia sedang menerjang ke arah cahaya lilin yang terakhir. Li Ok-lay kuatir lawannya akan memadamkan lilin yang terakhir itu, segera dia memutar pedangnya melakukan penghadangan. Angin pedang bergetar menimbulkan suara yang menggidikkan hati. Tiba-tiba Li Hian-ih menghindar dan kemudian menyingkir jauh-jauh dari serangan itu. Ketika angin pedang menusuk ke sasaran kosong, hembusan angin tajam itu seketika memadamkan cahaya lilin di meja. Seketika itu juga seluruh ruangan tercekam dalam kegelapan. Li Ok-lay sadar dirinya terjebak oleh siasat Li Hian-ih, angin pedang yang dilancarkan justru telah membantu lawan memadamkan lilin itu. Kini suasana berubah gelap gulita, dalam kegelapan siapa pun tak dapat melihat keadaan lawan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Berada dalam keadaan begini, terpaksa Li Ok-lay tak berani banyak bergerak, dia berdiri tegap sambil bersiaga. Sama sekali tak terdengar suara apapun, bahkan dengus napas Li Hian-ih pun tidak terdengar. Akhirnya Li Ok-lay tak sanggup menahan diri lagi, dia memutar pedangnya sambil diobat-abitkan ke sekeliling tubuhnya, dia memutuskan untuk melacak setiap jengkal tanah dalam ruangan itu, asal Li Hian-ih masih berada di situ, pada akhirnya dia pasti dapat melubangi tubuh lawannya bagaikan sebuah sarang lebah. Pedang masih berada dalam genggaman Li Ok-lay, oleh sebab itu dia merasa lega. Dalam waktu singkat seluruh ruang rahasia telah dipenuhi deru angin pedang yang menusuk pendengaran. Kegelapan yang mencekam dalam ruangan membuat kedua orang itu sama-sama tak tahu apa yang bakal terjadi selanjutnya. Siapa yang bakal mati? Siapa yang bakal hidup? ooOoo Di luar dugaan. Ko Hong-liang maupun Tong Keng sekalian tidak menyangka kalau persoalan berkembang menjadi suatu keadaan yang di luar dugaan. Bahkan Leng-hiat sendiri pun sama sekali tak menyangka. Firman kaisar berbunyi, "Setelah dilakukan penyelidikan dan pelacakan yang seksama, diketahui bahwa tuduhan yang dialamatkan kepada Sin-wi-piau-kiok ternyata merupakan tuduhan yang tak terbukti dan merupakan fitnah.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Ternyata semua kekacauan dan perampokan uang pajak yang terjadi selama ini merupakan rencana busuk yang dimotori Li Ok-lay, oleh karena itu diperintahkan kepada Lenghiat dan Li Hian-ih sekalian untuk menangkap orang ini dan menyeretnya ke meja pengadilan. Wilayah Cing-thian juga dibebaskan dari kewajiban menyetor pajak tahunan lagi, kepada para penanggung jawab daerah diperintahkan untuk segera menemukan kembali uang pajak yang dirampok dan mengirimnya ke kotaraja. Mengenai kasus penyerbuan ke dalam penjara, peristiwa ini diketahui sebagai ulah pemimpin Bu-su-bun, Kwan Hui-tok, tapi karena yang bersangkutan sudah tewas maka persoalan ini tak perlu diselidiki lebih lanjut. Seluruh anggota Sin-wi-piau-kiok dipandang sebagai orangorang yang setia dan berani melindungi barang milik negara, kesetiaan dan keberanian ini dianggap sebagai sebuah pahala besar, karena itu dianugerahkan gelar 'Hu-kok-piau-kiok', perusahaan ekspedi pelindung negara, Kokcu Ko Hong-liang diperintahkan datang ke kotaraja untuk menerima anugerah itu. Semua anak buah Li Ok-lay yang tidak terlibat dalam peristiwa ini dibebaskan dari hukuman dan diperintahkan untuk menangkap antek-antek lainnya yang terlibat sebagai penebus dosanya". Dalam firman kaisar itupun dijelaskan bahwa semua peristiwa bisa terungkap berkat penyelidikan yang dilakukan perdana menteri Hu Tiong-su secara diam-diam. Meskipun jabatan Li Ok-lay sangat tinggi, namun jabatannya masih jauh di bawah kekuasaan Hu Tiong-su. Apalagi perintah itu datang melalui firman kaisar! Begitu selesai mendengar pembacaan firman tadi, hampir sebagian besar kawanan jago itu tak berani berkutik lagi,

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

semua orang berusaha membebaskan diri dari keterlibatan mereka dari peristiwa ini, bahkan banyak di antara mereka yang ingin membunuh Li Ok-lay untuk membuktikan kebersihan mereka. Di antara sekian orang, Ko Hong-liang yang paling terperangah dibuatnya. Dia sebenarnya adalah seorang buronan kelas kakap. Perusahaan Sin-wi-piau-kiok pun sebenarnya sudah tumbang, sudah hancur dan musnah, tapi secara tiba-tiba segala sesuatunya telah berubah. Kini bukan saja sudah terbebas dari segala tuduhan, bahkan mendapat anugerah sebagai perusahaan ekspedisi pelindung negara sementara dia sendiri pun mendapat pangkat. Kenyataan itu benar-benar membuat Ko Hong-liang terkejut bercampur gembira, sambil menyembah berulang kali, teriaknya, "Hidup kaisar, hidup kaisar... Tentu saja Tong Keng pun ikut merasa amat gembira. Hanya Ting Tong-ih seorang yang berdiri termangu-mangu. Isi Firman kaisar sudah jelas sekali, bukan saja semua persoalan telah diputar balikkan, bahkan seluruh kesalahan dan tanggung jawab telah dilimpahkan ke tubuh Li Ok-lay seorang. Bukan cuma itu, bahkan kesalahan lain pun sudah dilimpahkan ke tubuh Kwan Hui-tok. Tapi Ting Tong-ih tahu, Kwan Hui-tok tak pernah melakukan pelanggaran seperti apa yang dituduhkan, dia mati di penjara karena dicelakai anak buah Li Ok-lay, dia mati karena membela kaum lemah. Dia tak bisa mengakui tuduhan itu. Dia tak ingin Kwan Hui-tok tercemar namanya, meski orangnya sudah lama mati.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Bukan perbuatan Kwan-toako jeritnya kemudian, "Kwan Hui-tok tidak bersalah!" Semua orang segera berpaling, memandang ke arah Ting Tong-ih dengan sinar mata bermusuhan. Segera Ko Hong-liang mencegahnya, "Nona Ting, jangan bicara sembarangan!" "Akulah yang menyerbu ke dalam penjara, persoalan ini tak ada sangkut-pautnya dengan Kwan-toako," teriak Ting Tongih, "dia merampok yang kaya untuk menolong yang miskin, dia tak pernah punya niat berkhianat pada negara, tak pernah memberontak pada kerajaaan!" "Nona Ting... tukas Ko Hong-liang. Sementara itu Bun Tio dengan kening berkerut telah menghardik, "Hanya orang pintar yang tahu keadaan, kau berani membangkang perintah kaisar?" Serentak para jago yang ada di situ bergerak maju, mereka siap mengepung Ting Tong-ih. "Nona Ting... segera Tong Keng berseru. "Aku tak boleh membiarkan arwah Kwan-toako di alam baka tak bisa beristirahat dengan tenang, aku tak ingin dia jadi kambing hitam." "Nona Ting," hardik Ko Hong-liang kemudian, "perintah kaisar telah dibacakan, lebih baik kita jangan mencari masalah, jangan sampai kau menghancurkan masa depanmu." Perlahan-lahan Ting Tong-ih berpaling, dengan sorot mata dingin dan hambar ia memandang ke arah Ko Hong-liang, seakan-akan baru pertama kali ini dia bersua dengan orang itu. "Sekarang kau sudah memperoleh apa yang kau inginkan, namamu sudah bersih dari segala tuduhan, tentu saja kau jangan ikut campur urusan orang lain."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Omong kosong!" bentak Ko Hong-liang dengan wajah merah padam. Dalam pada itu kawanan jago telah maju mengepung Ting Tong-ih, asal Bun Tio menurunkan perintah, serentak mereka akan melancarkan serangan. Tiba-tiba Tong Keng melompat maju dan berdiri bersanding di sisi perempuan itu. "Minggir kau!" bentak Ting Tong-ih dengan hati bergetar. "Tidak, aku tak akan pergi," sahut Tong Keng lantang, "kalau harus berangkat, mari kita berangkat bersama." Ting Tong-ih merasa sangat terharu, kecuali terhadap Kwan Hui-tok, belum pernah perasaan semacam itu tumbuh dalam hati kecilnya. Tapi sekarang, kembali dia merasakan hal itu. "Nona Ting," tiba-tiba Leng-hiat berseru, "kau... "Kau tak perlu membujuk aku," tukas Ting Tong-ih. Tiba-tiba Leng-hiat melangkah maju ke samping Bun Tio, dengan ketakutan Bun Tio mundur selangkah. Tapi Leng-hiat sudah berbisik di sisi telinganya, "Aku tahu, oleh karena perdana menteri Hu sadar bila Cukat-sianseng telah mencampuri urusan ini dan sedang mengumpulkan bukti, maka dia manfaatkan peluang ini untuk menjadi orang baik dengan membujuk Sri baginda menurunkan firmannya, kau sebagai pelapor tentunya juga ada pahala besar bukan "Mau apa kau?" tanya Bun Tio. "Nona Ting adalah anak buah Cukat-sianseng." "Oya?" Bun Tio segera menunjukkan wajah sangsi, "baiklah, apakah Kwan Hui-tok difitnah orang atau tidak pasti akan kulaporkan ke atasan agar Paduka Yang mulia melakukan penyelidikan lagi. Kalau begitu kita tunda dulu

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

persoalan ini, harap semuanya menunggu perintah berikut dengan sabar." Selesai bicara dia bersama orang-orangnya segera menyingkir ke samping. Kini tinggal bekas anak buah Li Ok-lay yang berdiri saling berpandangan, mereka tak tahu bagaimana Leng-hiat akan menghukum mereka. Sementara itu Leng-hiat sudah merasakan kepalanya pening. Darah yang mengalir keluar dari tubuhnya kelewat banyak, seandainya Ni Jian-ciu tidak datang membantu, mungkin sejak tadi ia sudah tak mampu menahan diri. Luka yang diderita Ni Jian-ciu pun cukup parah, tapi sambil tertawa dia sempat menepuk bahu Leng-hiat sambil berkata, "Budi kebaikanmu telah kubayar lunas!" Tiba-tiba ia menyusupkan sesuatu benda ke tangan Lenghiat sambil bisiknya lagi, "Sejak awal aku sudah tak tahan menyaksikan ulah Li Ok-lay dan putranya, maka ketika terjadi kekacauan dalam penjara, diam-diam kucuri lukisan tengkorak ini, aku tak ingin peristiwa pengulitan terhadap narapidana terulang kembali, tapi aku pun tak tahu apa gunanya benda ini, tapi aku yakin benda ini sangat penting karena semua orang mencarinya, sekarang biar kuhadiahkan untukmu!" Kau... saking terharunya Leng-hiat sampai tak sanggup berkata-kata. Sementara itu Ni Jian-ciu sudah berjalan meninggalkan ruangan itu, tanpa berpaling serunya lagi, "Aku akan pergi mencari saudara-saudaraku." Kemudian setelah tertawa tergelak, lanjutnya, "Karena merekalah kesunyian bagiku, juga kebanggaan bagiku!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Sehari dia menjadi saudaraku, selama hidup dia adalah saudaraku!" Ketika mengucapkan kata-kata itu, bayangan tubuhnya sudah lenyap di balik salju nan tebal. Leng-hiat hanya berdiri termangu. Mendadak terdengar suara benturan keras bergema dari arah belakang, menyusul kemudian tampak pintu rahasia dibuka orang. oooOOooo 37. Salju Di Awal Fajar. Dalam ruang rahasia yang gelap gulita, pertarungan tinggal berlangsung satu gebrakan. Waktu itu Li Ok-lay merasa Li Hian-ih menyelinap maju menghampiri rubuhnya. Maka dengan satu gerakan cepat dia melepaskan sebuah tusukan kilat, serangan ini dilancarkan dengan sepenuh tenaga dan disertai sebuah tekad, menghabisi nyawa lawan. "Crriiit!", tusukan itu langsung bersarang telak di perut Li Hian-ih. Li Ok-lay sangat girang, belum sempat ingatan kedua melintas, tubuh Li Hian-ih sudah merangsek maju ke depan, dan dalam waktu singkat dia sudah menotok tujuh buah jalan darah penting di tubuhnya. Li Ok-lay mendesis tertahan, tubuhnya seketika terkulai lemas di tanah. Ternyata Li Hian-ih sengaja membiarkan badannya tertembus tusukan pedangnya dengan niat menangkapnya hidup-hidup.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dalam keadaan begini Li Ok-lay hanya bisa menghela napas panjang. "Bunuhlah aku," keluhnya. Li Hian-ih terbatuk-batuk, dengan susah payah jawabnya, "Sayang aku tak punya wewenang untuk membunuhmu." Kini Li Ok-lay dapat mendengar tetesan darah yang mengalir keluar dari tubuh Li Hian-ih, kembali serunya, "Ternyata kau berani mengadu nyawa ... jauh lebih ulet, jauh lebih mengerikan ketimbang Leng-hiat!" "Ilmu silatmu sangat tangguh," Li Hian-ih merintih, "bila aku tidak berkorban ... mana mungkin bisa membekukmu hidup-hidup." "Dengan mengandalkan ilmu silatmu, menangkapku memang bukan pekerjaan yang gampang, tapi untuk membunuhku, seharusnya tidak sulit untuk kau lakukan!" Li Hian-ih menghela napas panjang. "Aaai, aku heran, kenapa kalian ... kalian begitu suka membunuh orang, apakah tidak terkecuali terhadap keselamatan diri sendiri?" Di balik kegelapan, meski kedua orang itu tak dapat saling memandang, tapi kedua belah pihak sama-sama menghargai kemampuan lawannya. Sampai lama sekali Li Ok-lay termenung, kemudian baru bertanya, "Dalam hidupmu ini ... apakah ... apakah tak pernah berpikir untuk membunuh seseorang?" "Ada... ada seorang jawab Li Hian-ih dengan suara pedih. Belum selesai dia berkata, pintu sudah dibuka dan dia muncul sambil menggelandang Li Ok-lay. Melihat pemimpin mereka sudah tertawan, anak buah Li Ok-lay semakin tak berani berkutik lagi.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Leng-hiat sekalian pun merasa gembira setelah menyaksikan kemenangan yang berhasil diraih Li Hian-ih, namun mereka pun terkejut ketika melihat sebilah pedang masih menancap di lambungnya. Segera Leng-hiat menotok beberapa jalan darah di seputar luka Li Hian-ih, kemudian mencabut keluar pedang itu dan membubuhi obat. "Aku ... aku berhasil membekuknya!" bisik Li Hian-ih sambil tertawa getir. "Bunuh!" tiba-tiba Bun Tio menurunkan perintahnya. Serentak semua orang melolos senjata sambil meluruk maju ke depan. "Tahan!" hardik Li Hian-ih gusar. "Kenapa?" tanya Bun Tio sambil menarik wajah. "Akulah yang menangkap dia, akan kubawa dia ke kotaraja, dia harus diperiksa sesuai dengan prosedur." "Kau berani membangkang perintah kaisar?" jengek Bun Tio sambil tertawa dingin. Li Hian-ih melengak, sambil manggut-manggut Leng-hiat berkata, "Benar, firman kaisar baru saja turun, diperintahkan untuk menghabisi nyawa Li Ok-lay!" Sementara Li Hian-ih masih tertegun, tiba-tiba tampak seseorang menyelinap maju ke depan sambil menghujamkan goloknya ke punggung Li Ok-lay. Jerit kesakitan bergema memecah keheningan, rasa sakit yang luar biasa membuat jalan darah Li Ok-lay yang tertotok seketika tertembus bebas, dengan mata melotot gusar ia berpaling. Ternyata sang pembokong adalah Kwan Siau-ci!

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Kalian ... kalian hendak melenyapkan saksi ...!" jeritnya gusar. Kwan Siau-ci mendengus sinis, sekali lagi dia menghujamkan goloknya ke hulu hati lawan. Darah segar segera menyembur ke empat penjuru, seketika itu juga Li Ok-lay terkapar di tanah dan tewas. Li Hian-ih maupun Li Ok-lay tahu perbuatan itu merupakan perintah Hu Tiong-su, setelah rencana busuk mereka mengalami kegagalan, tentu saja dia perlu menghilangkan nyawa Li Ok-lay secepatnya. Tak disangka tampaknya Li Ok-lay sudah mendapat firasat jelek, maka sebelum mulutnya dibungkam, dia membongkar dulu rahasia besar itu. "Kau memang manusia laknat yang tak tahu malu!" umpat Li Hian-ih sambil melotot ke arah Kwan Siau-ci. Dengan cepat Kwan Siau-ci mundur selangkah, sahutnya cepat, "Aku hanya melaksanakan perintah kaisar." Dengan gemas Leng-hiat maju selangkah, kini dia benarbenar ingin menghabisi nyawa manusia rendah yang licik dan tak tahu malu itu. "Siau-ci!" tiba-tiba terdengar Ting Tong-ih berteriak keras. Rupanya Tong Keng telah memberitahu kepada Ting Tongih bahwa orang ini adalah adik kandung Kwan Hui-tok. Kwan Siau-ci melongo, tentu saja dia tak mengenal siapakah wanita cantik yang memanggil namanya itu. "Ketapel cilik" Ko Hong-liang segera berseru, "dia adalah nona Ting, sahabat karib kakakmu Kwan Hui-tok, kakakmu... berpesan kepada nona Ting untuk datang menengokmu." Kwan Siau-ci sadar, posisinya saat ini sangat berbahaya, sejak Li Ok-lay membocorkan rahasia tentang lukisan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tengkorak kepada Leng-hiat dan Li Hian-ih, dia tahu dirinya telah menjadi salah satu saksi, maka bila rencana Li Ok-lay mengalami kegagalan, dia pun pasti akan dihabisi nyawanya. Tak ingin kehilangan nyawa maka dia pun mendahului turun tangan dengan membunuh Li Ok-lay. Tapi dia pun sadar bahwa Leng-hiat sekalian tak bakal melepaskan dirinya begitu saja, maka begitu tahu di antara kerumunan musuh tiba-tiba muncul 'orang sendiri', dia segera memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Segera dia menyongsong ke depan seraya berseru, "Enci Ting, Toako pernah menyinggung tentang dirimu." Leng-hiat tahu, Kwan Siau-ci yang licik ingin menggunakan perlindungan Ting Tong-ih untuk menyelamatkan diri, dalam keadaan begini dia tak ingin mencari masalah lain maka sambil menghela napas dia hanya menggelengkan kepala berulang kali. Bun Tio yang melihat tugasnya telah selesai dilaksanakan, segera mengajak anak buahnya untuk pergi meninggalkan tempat itu. Hingga menjelang tengah malam Leng-hiat dan Li Hian-ih baru tiba kembali di kantor Sin-wi-piau-kiok Karena sama-sama terluka parah, kedua orang itu harus saling membantu mendekati kantor Sin-wi-piau-kiok. Saat itulah mereka mendengar suara Ko Hong-liang sedang berseru dengan nada gembira, "Ayo, cepat, cepat ganti papan nama itu, kita harus segera menggantung papan nama pemberian Sri Baginda." "Yong-sute, cepat ambil buku catatan, kita harus menyebar undangan untuk mengundang semua sahabat dunia persilatan, peristiwa besar ini harus kita rayakan dengan ramai."

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

"Baginda memang bijaksana, Thian memang punya mata, akhirnya aku tidak mempermalukan kejayaan serta nama baik mendiang ayahku!" Terenyuh juga Li Hian-ih dan Leng-hiat menyaksikan kegembiraan yang melanda perasaan Ko Hong-liang waktu itu. "Aaai... Leng-hiat menghela napas panjang, "setelah kehilangan banyak nyawa, setelah menanggung semua penderitaan dan hinaan, akhirnya hanya dengan sepucuk firman kaisar semuanya telah berlalu, semua luka telah terobati, semua dendam sakit hati sudah terlupakan ... tak heran orang selalu bilang, bersin seorang pembesar tinggi jauh lebih berharga daripada mati hidup seorang rakyat kecil." "Ko-kokcu tidak mengingat dendam, tidak mengingat rasa benci, hal ini menunjukkan kebesaran jiwanya," Li Hian-ih mencoba menjelaskan. Ketika mereka berdua mendekati pintu gerbang, terdengar Tong Keng kembali bertanya kepada Ko Hong-liang, "Kokcu, Go Seng... Go-piauthau masih berada dalam penjara, apakah... "Kita tak usah pedulikan dia lagi!" tukas Ko Hong-liang tak senang, "Sri baginda pasti akan mengutus orang untuk menyelidiki persoalan ini, cepat atau lambat dia pasti akan dibebaskan, tak ada gunanya kita merasa cemas!" "Tapi ... Go-piauthau masuk penjara bersama kita, sudah seharusnya dia telah dibebaskan dari penjara ... apa perlu kita kirim orang untuk menyelidikinya?" "Menyelidiki?" terdengar Ko Hong-liang semakin jengkel. "bukankah Kaisar telah berkata akan dilakukan penyelidikan? Urusan kita masih banyak, kalau sampai membikin gusar kaisar, hidup kita bisa sengsara lagi...

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Kelihatannya kehidupan yang berat dan penderitaan selama ini telah membuat hatinya ciut, dia tak ingin mencari masalah lagi. Diam-diam Leng-hiat memberi tanda kepada Tong Keng agar keluar ruangan. Tong Keng mengajak Leng-hiat dan Li Hian-ih naik ke loteng, selesai menghidangkan air teh baru ia berkata, "Biar kuundang Kokcu datang kemari." "Tidak usah," tampik Leng-hiat, "dia... dia tentu sedang repot sekali." Saat itulah tiba-tiba muncul seorang gadis berwajah cantik, ternyata dia adalah Ko Siau-sim, segera Tong Keng memperkenalkan gadis itu kepada semua yang hadir. Dari dalam sakunya Ko Siau-sim mengeluarkan selembar kain putih yang sudah agak menguning, katanya tiba-tiba, "Inilah benda yang sedang dicari kawanan opas itu, sebenarnya apa sih kegunaannya?" "Apakah kain itu adalah kain pembungkus jenazah Lotoaya?" tanya Li Hian-ih. "Kita semua tak tahu.... Leng-hiat tertawa getir, mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, segera dia mengeluarkan gulungan kain yang diserahkan Ni Jian-ciu kepadanya dan membukanya lebar. Ternyata gulungan kain itu merupakan kulit manusia dengan sulaman berpuluh buah tulang tengkorak berwarna putih, ada yang besar ada pula yang kecil, tengkoraktengkorak itu dilukiskan sedang mengadakan pesta di sebuah gedung, ada yang memegang cawan arak, ada bangunan gedung, ada gunung-gunungan, ada pula lentera indah, semua benda itu disulam sangat indah. "Oooh, sungguh menakutkan pekik Ko Siau-sim lirih.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Leng-hiat tahu lukisan itu terbuat dari beberapa lembar kulit manusia yang diperoleh dari menguliti para narapidana, tapi dia tak tahu apa kegunaannya, dengan perasaan sedih dia pun meletakkan lukisan itu di atas meja. Siapa tahu ketika lukisan tengkorak saling menempel dengan kain pembungkus mayat itu, terjadilah kilatan cahaya fosfor yang menyilaukan mata. Segera Leng-hiat menyambar kedua lembar kain itu dan direntangkan di bawah cahaya lentera, tampak bentuk serta potongan kedua lembar kain itu persis satu dengan lainnya, bahkan di atas tengkorak-tengkorak itu segera muncul banyak sekali kilatan cahaya fosfor yang merupakan kode-kode rahasia. Menyaksikan keanehan itu, tak kuasa lagi Li Hian-ih menghela napas sambil memuji, "Ternyata Am-hoa Thaysu memang tak malu disebut tokoh ilmu rajah, biarpun orangnya sudah lama terkubur dalam tanah, namun ketika kain pembungkus mayat disatukan dengan lukisan pada kulit manusia itu, seluruh kode rahasianya segera bermunculan, benar-benar sebuah maha karya yang luar biasa!" Rupanya Hu Tiong-su telah memerintahkan Li Wan-tiong untuk membuat seperangkat lukisan tengkorak dari kulit manusia, tentu saja semua lukisan yang tertera pada kulit manusia itu dibuat persis sama dengan gambar rajah yang ada di dada Ko Hway-sin. Tampaknya dia memang sengaja melakukan hal itu agar setelah ditempelkan pada kain pembungkus mayat, semua kode rahasia yang tersimpan segera akan bermunculan dan terbaca dengan jelas, dengan sendirinya semua tempat rahasia dan strategis yang ada dalam istana pun dapat terlihat jelas.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan perasaan girang Leng-hiat segera berseru, "Akan kubawa pulang benda ini dan kuserahkan kepada Cukatsianseng Tiba-tiba dia susupkan kain pembungkus mayat dan lukisan tengkorak itu ke tangan Ko Siau-sim, lalu pasang telinga sambil mendengarkan dengan seksama. Ternyata pada saat itu terdengar suara derap kaki kuda yang bergerak mendekat, ketika tiba dalam lorong dekat pintu gerbang Sin-wi-piau-kiok, terlihat tubuh seseorang terjatuh dari atas pelana kuda. Serentak Leng-hiat dan Li Hian-ih melompat bangun, membuka jendela dan menengok ke bawah. Tampak seekor kuda telah berhenti di depan pintu, di punggung kuda itu terlihat noda darah kental, sesosok tubuh manusia terkapar di atas permukaan salju, darah kental pun berceceran membasahi lapisan salju di seputar sana. Orang itu berambut panjang berwarna hitam. Li Hian-ih saling bertukar pandang sekejap dengan Lenghiat, kemudian secepat kilat mereka melompat turun sambil membangunkan orang tadi. "Aaah, Ni Jian-ciu!" jerit mereka tertahan. Ternyata orang yang terluka parah dan berada dalam keadaan sekarat itu tak lain adalah manusia latah berambut putih Ni Jian-ciu. Saat itu darah kental berwarna hitam masih meleleh keluar dari mulut, hidung dan telinga Ni Jian-ciu, dengan susah payah dia membuka matanya lalu berbisik lirih, "Saudarasaudaraku ... Ong Beng-kun ... mereka ... mereka telah membohongi aku ... mereka melarikan ketiga buli-buli mestika yang ... yang telah kuperbaharui ... mereka telah ... telah meracuni aku ... aku ... sangat... sangat menyesal...

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tiba-tiba ia berpekik nyaring, suaranya lirih dan mengenaskan, lalu tubuhnya mengejang keras, rambutnya yang hitam berubah menjadi putih kembali dan akhirnya dia menghembuskan napasnya yang terakhir. Leng-hiat menggenggam kencang sepasang tangan Ni Jianciu yang mulai mendingin, teriaknya, "Aku pasti akan membalaskan dendam sakit hatimu!" Dia sangat sedih dan menyesal, bagaimanapun dia merasa kematian Ni Jian-ciu gara-gara ulahnya yang telah mempersatukan kembali dia dengan saudara-saudaranya yang telah berkhianat, akibatnya Ong Beng-kun bukan saja tidak berubah watak jahatnya, mereka justru telah mencelakai nyawa Ni Jian-ciu dan memperoleh ketiga buli-buli mestika itu. Dalam pada itu Tong Keng telah ikut melompat turun, dia menjadi tertegun setelah menyaksikan Ni Jian-ciu tergeletak di tanah bersimbah darah. Li Hian-ih segera berkata kepada Leng-hiat, "Aku akan menemanimu pergi menangkap Ong Beng-kun, cepat kau ambil kembali lukisan tengkorak serta kain pembungkus mayat itu sementara aku dan saudara Tong akan mengubur jenazah Ni Jian-ciu." "Baik!" sahut Leng-hiat sambil melompat kembali ke atas loteng. Mendadak ia teringat luka tusuk yang diderita Li Hian-ih pada lambungnya, luka itu cukup parah dan seharusnya tak baik kelewat lama berada di tempat yang dingin. Kalau ingin mengubur jenazah Ni Jian-ciu, sepantasnya bila mereka menggali tanah kubur bersama. Berpikir begitu segera dia balik kembali ke tempat semula. Dari atas atap rumah ia lihat Li Hian-ih sedang berbicara dengan Tong Keng, kemudian tampak Raja opas itu mencabut

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

keluar pedang hijau milik Li Ok-lay dan langsung ditusukkan ke tubuh Tong Keng. Kepandaian silat yang dimiliki Tong Keng masih jauh ketinggalan dibandingkan kepandaian Li Hian-ih, baru berhasil menghindari sebuah tusukan, tubuhnya sudah roboh terjungkal ke atas tanah. Tampak Li Hian-ih segera berkomat-kamit seperti membaca doa, kemudian pedangnya langsung ditusukkan ke bawah. "Ampuni jiwanya!" segera Leng-hiat berteriak, secepat kilat dia melompat turun sambil berusaha menangkis tusukan itu. Li Hian-ih segera menarik kembali pedangnya, lalu sambil menuding ke arah Leng-hiat serunya, "Urusan ini tak ada sangkut-pautnya dengan dirimu!" Mimpi pun Leng-hiat tidak menyangka kalau Li Hian-ih yang tak pernah membunuh orang ternyata berusaha menghabisi nyawa Tong Keng, teriaknya tertahan, "Kenapa kau berbuat begitu?" Rasa sedih, pedih dan murung terlintas di atas wajah Li Hian-ih, dia sama sekali tidak menjawab. Tong Keng yang terkapar di atas tanah segera berseru, "Dia bilang Li Wan-tiong adalah putranya! Dia bilang Li Wantiong adalah putranya!" "Jadi kau bilang harus membunuh seseorang, orang itu adalah dia? Kau ingin membalas dendam atas kematian putramu?" tanya Leng-hiat tercengang. Li Hian-ih tertawa pedih. "Aku hanya mempunyai seorang anak saja, Li Wan-tiong adalah satu-satunya putraku, justru karena aku tak ingin dia hidup menderita seperti aku, maka kuserahkan dia kepada Huthayjin untuk dipelihara, ternyata perdana menteri Hu menyerahkan Wan-tiong kepada Li Ok-lay ... aku ... aku tidak

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

menyangka akhirnya dia tewas dibunuh orang ini ... aku tahu anakku memang jahat dan banyak melakukan kekejaman, tapi aku hanya mempunyai seorang anak, aku harus membalas dendam atas kematiannya!" Dengan cepat Leng-hiat menghadang di hadapan Tong Keng, serunya, "Anakmu terbunuh karena Li Ok-lay telah salah mendidik, karena Li Ok-lay kelewat memanjakan dirinya, bila ingin membalas dendam, seharusnya kau mencari Li Ok-lay, Tong Keng sama sekali tak bersalah." "Aku tahu dia memang tak salah," Li Hian-ih sangat sedih, "tapi aku harus mencabut nyawanya sebagai ganti nyawa putraku ... Li Ok-lay sudah tewas, dia pun harus mati!" "Hmm, aku sangka kau selalu adil dan bijaksana dalam mengambil keputusan," jengek Leng-hiat sambil tertawa dingin, "ternyata sama saja, kau pun egois, kau hanya tahu memikirkan kepentingan sendiri, kau sama seperti mereka, tak bisa membedakan mana besar mana salah, kau pun membunuh manusia baik!" "Kau bisa berkata begitu karena kau belum pernah punya anak!" bentak Li Hian-ih sambil mengayunkan pedangnya, "aku menantangnya berduel karena aku menggunakan hukum yang berlaku dalam dunia persilatan, peristiwa ini sama sekali tak ada sangkut-pautnya dengan hukum negara!" Mendengar ucapan itu Leng-hiat menghela napas panjang. "Aaai, aku tak bisa membiarkan kalian berduel, sebab dia pasti bukan tandinganmu!" "Batukku sudah membuat paru-paruku membusuk," kata Li Hian-ih sambil tertawa getir, "sebuah tusukan maut juga telah merusak ususku, bukan sesuatu yang sulit baginya bila ingin membunuhku!" "Aku pun sudah menderita luka parah" kata Leng-hiat sambil tertawa, "kita semua sudah terluka dan kehabisan

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

tenaga, bila kau ingin bertarung melawannya, lebih baik menangkan dulu diriku!" "Aku tak ingin membunuhmu," ucap Li Hian-ih sambil menghela napas panjang. "Kalau begitu, ampunilah nyawa Tong Keng." Kembali Li Hian-ih terbatuk hebat, batuknya begitu keras dan hebat seakan-akan kedua paru-parunya telah hancur, lama kemudian baru ia berkata, "Tidak! aku harus membunuhnya!" Pedangnya langsung ditusukkan ke tubuh Tong Keng. Leng-hiat mengayunkan pedangnya dan menangkis bacokan itu. Sambil terbatuk-batuk Li Hian-ih melambung ke udara, melewati tubuh Leng-hiat dan mengejar ke arah Tong Keng. Sekali lagi Leng-hiat berguling di atas tanah sambil melancarkan serangan, kembali dia tangkis tusukan maut itu. Salju yang turun di awal fajar tampak semakin deras, hawa dingin semakin menusuk tulang. Li Hian-ih terbatuk tiada hentinya, dia seolah tak tahan menghadapi hawa pembunuhan yang terpancar dari pedangnya serta hawa dingin bunga salju yang berguguran. "Kenapa kau selalu menghalangi aku?" "Kenapa pula kau ingin membunuh seseorang yang sama sekali tak tersangkut dalam kejadian ini?" Sambil menghela napas Li Hian-ih kembali melancarkan serangan, tapi Leng-hiat segera menghadang serangan itu. Dengan cepat Raja opas memutar badannya sambil melakukan babatan, sebuah garis luka yang memanjang segera muncul di tubuh Leng-hiat.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Dengan melukai Leng-hiat sebenarnya Li Hian-ih berharap opas kenamaan itu agak terhalang gerakan tubuhnya sehingga dia mendapat peluang untuk membunuh Tong Keng. Siapa tahu justru karena luka itu, Leng-hiat jadi terangsang, watak nekadnya segera muncul, dengan penuh semangat ia justru balas melancarkan serangkaian serangan berantai. Batuk Li Hian-ih semakin parah, tapi serangannya sama sekali tak mengendor. Bunga salju makin deras berguguran ke bumi, kini seluruh permukaan jalan sudah dilapisi oleh salju yang tebal. Ketika bunga salju menempel di tubuh mereka, segera berubahlah menjadi bunga darah, luka di tubuh mereka pun mengucurkan darah semakin deras, pergulatan yang sengit membuat luka-luka itu merekah semakin lebar. Lama kelamaan Tong Keng menjadi tak tega juga, dia tahu Leng-hiat sedang mati-matian melindungi keselamatan jiwanya. "Leng-suya, biarkan dia membunuhku teriaknya. Leng-hiat seakan tidak mendengar teriakan itu, dia masih mendesak musuhnya dengan sepenuh tenaga. Suara batuk Li Hian-ih makin menghebat dan bertambah parah, kini suaranya sudah mirip kotak angin yang bobrok, suara yang seakan bisa terhenti secara tiba-tiba. Bebeberapa kali Li Hian-ih ingin melampaui Leng-hiat untuk membunuh Tong Keng, tapi ia tak pernah berhasil membobol pertahanan Leng-hiat yang ketat. Untuk membunuh Tong Keng, dia harus menjatuhkan Leng-hiat terlebih dulu. Tapi sayang Leng-hiat bukan seorang jago yang gampang dirobohkan.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bila ingin merobohkan Leng-hiat, satu-satunya jalan adalah mencabut nyawanya. Semakin lama pertarungan berlangsung, daya semangat dan kemampuan yang dimiliki Leng-hiat semakin terangsang keluar, makin bertempur Leng-hiat makin gigih dan kosen, sekalipun darah bercucuran dari lukanya semakin deras. Ilmu silat yang dimiliki Li Hian-ih memang sangat hebat, tenaga dalamnya jauh di atas kemampuan Leng-hiat, oleh sebab itu semakin bertarung, semua kehebatan ilmu silatnya semakin terpancar keluar. Tapi gaya pertarungan yang dilakukan Leng-hiat adalah gaya pertarungan orang nekad, menghadapi manusia nekad semacam ini, biar seseorang memiliki ilmu silat tiga empat kali lebih hebat pun tetap sulit mengalahkannya dalam waktu singkat. Salju turun semakin deras. Fajar pun mulai menyingsing, secercah sinar terang mulai muncul di ufuk timur. Waktu itu Tong Keng sudah terdesak hingga tiba di atas dinding loteng, Leng-hiat masih berusaha melindungi Tong Keng dengan punggung membelakangi bangunan, sedangkan Li Hian-ih persis menghadap ke arah bangunan loteng Sin-wipiau-kiok. Tiba-tiba Li Hian-ih berpekik panjang, tubuhnya melambung ke tengah udara. Jurus serangan ini sungguh sangat menakutkan, rupanya dia ingin menyergap dari atas. Leng-hiat sama sekali tak menyangka kalau Li Hian-ih bakal mengeluarkan jurus serangan mematikan semacam ini, satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya, "Kau ingin membunuhku, aku pun ingin membunuhmu, aku tak akan membiarkan kau membunuh Tong Keng!"

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Leng-hiat membentak gusar, tubuh berikut pedangnya meluncur ke atas sambil melepaskan sebuah tusukan. "Bluuusss!", ujung pedang meluncur ke atas menembus dada Li Hian-ih. Tapi gerakan tubuh Li Hian-ih sama sekali tak berhenti, dia masih melesat ke arah ruang loteng dan sama sekali tidak mempedulikan tusukan pedang Leng-hiat yang telah menembus dadanya. Ternyata tusukan maut yang dilancarkan Li Hian-ih tertuju ke dalam ruang loteng itu. Dengan perasaan terkesiap Leng-hiat berpaling, dia saksikan Kwan Siau-ci yang berada di ruang loteng sedang menghujamkan pisau belatinya ke punggung Ting Tong-ih, sementara tusukan pedang Li Hian-ih telah menghujam di punggung Kwan Siau-ci. Dalam waktu singkat Ting Tong-ih roboh terkapar, Kwan Siau-ci juga roboh terkapar, Li Hian-ih sambil melepaskan pedangnya ikut terkapar. Dari balik ruang loteng segera terdengar jeritan kaget Ko Siau-sim. Bedanya, tubuh Li Hian-ih masih tertinggal di luar jendela, oleh karena itu tubuhnya segera terjungkal dan roboh ke atas tanah. Dengan perasaan amat pedih Leng-hiat berlari menghampiri, memeluk tubuh Li Hian-ih dengan erat. Ujung pedang masih menongol di depan dada Li Hian-ih, ia memandang sayu wajah Leng-hiat, beribu kata terkandung dalam tatapan itu, namun tak sepatah kata pun yang diucapkan. Akhirnya dia mulai batuk.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Bersama dengan batuknya, darah segar menyembur keluar dari mulutnya, Li Hian-ih menghembuskan napasnya yang penghabisan. Leng-hiat memeluk tubuh Li Hian-ih erat-erat, dia sangat membenci, dia amat membenci diri sendiri! Dia tahu apa yang hendak diucapkan Li Hian-ih, dia bukan ingin membunuh Leng-hiat, karena ia saksikan Kwan Siau-ci yang berada di ruang loteng sedang turun tangan membunuh Ting Tong-ih, karena tak sempat memberi penjelasan, maka ia segera meluncur ke atas berusaha menghalanginya. Tapi Leng-hiat mengira dia akan melancarkan serangan dengan sepenuh tenaga sehingga akhirnya malah mencabut nyawanya. Selama hidup Li Hian-ih tak pernah membunuh seorang manusia pun, hari ini untuk pertama kalinya dia membunuh, tapi dia harus mengorbankan juga nyawa sendiri. Sambil memeluk jenazah Li Hian-ih, Leng-hiat berlutut di atas permukaan salju, mengawasi fajar yang baru menyingsing, ia berdiri termangu. Dalam waktu singkat bunga salju telah menyelimuti seluruh tubuhnya, membuat Leng-hiat berubah seperti manusia salju. Sementara itu Ko Siau-sim sedang menangis di atas loteng, sambil berlari ke dalam pelukan Tong Keng, serunya, "Si ketapel cilik, dia ... dia menggunakan kesempatan di saat kalian sedang bertempur pergi mencuri kain pembungkus mayat dan lukisan tengkorak... Cici Ting tidak mengizinkan, dia pun berlagak tidak jadi ... tiba-tiba dia mencabut pisaunya dan membokong Cici Ting...." Tong Keng memeluk kepala Ting Tong-ih erat-erat, kulit tubuhnya masih terasa lembut dan halus, tapi darah segar telah membasahi seluruh dadanya, menggenangi seluruh permukaan lantai.

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/

Tak selang beberapa saat kemudian Ting Tong menghembuskan napas terakhir. Tong Keng tahu kenapa dia kehilangan nyawanya. Bukan lantaran Kwan Siau-ci. Melainkan karena Kwan Hui-tok. TAMAT

Anda mungkin juga menyukai