Anda di halaman 1dari 6

Kurva Absorbansi terhadap waktu

0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 t0 0 t1 t30 t60 t90 t120 0.051 0.093 0.159 0.153 0.174 0.151 0.15 0.144 0.166 0.164 0.156 0.164 0.157 0.142 0.139 0.138 0.122 0.119 0.119 0.113 0.087 kontrol E.coli 200 300 400 0.17 0.161

keterangan : kurva biru : pertumbuhan bakteri pada tabung kontrol E.coli kurva merah : pertumbuhan bakteri pada tabung uji konsentrasi 200 kurva hijau : pertumbuhan bakteri pada tabung uji konsentrasi 300 kurva ungu : pertumbuhan bakteri pada tabung uji konsentrasi 400

PEMBAHASAN Dalam praktikum percobaan penetapan bakterisid atau bakteriostatik dalam tujuannya menentukkan cara kerja antibiotik, apakah antibiotik yang digunakan bersifat bakterisid atau bakteriostatik. Bakterisid yaitu membunuh bakteri dengan cara membunuh langsung bakteri dimana dengan cara merusak dinding sel bakteri, sedangkan pada bakteroistatik menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat metabolismenya. Dalam percobaan ini menggunakan metode turbidimetri. metode turbidimetri dilakukan berdasarkan hambatan pertumbuhan mikroba dalam media cair yang mengandung obat antimikroba. Hambatan pertumbuhan mikroba ditentukan dengan mengukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. prinsip umum dari alat turbidimetri adalah sinar yang datang mengenai suatu partikel ada yang diteruskan dan ada yang dipantulkan, maka sinar yang diteruskan digunakan sebagai dasar pengukuran ( Day and Underwood,2002). Antibiotik yang digunakan pada percobaan ini adalah Tetrasiklin HCl dan bakteri yang digunakan adalah Escherichia Coli. Obat antibiotik tetrasiklin efektif terhadap bakteri gram positif atau gram negatif, tetrasiklin mempunyai antibakteri spektrum luas dimana dapat bekerja terhadap bakteri gram positif, bakteri gram negatif dan mikroba lainnya. Mekanisme kerjanya dimana tetrasiklin besifat bakteriostatik dengan jalan menghambat sintesis protein. Hal ini dilakukan dengan cara mengikat unit ribosom sel kuman 30S sehingga t-RNA tidak menempel pada ribosom yang mengakibatkan tidak terbentuknya amino asetil RNA. Antibiotik ini juga berperan dalam mengikat ion Fe dan Mg. Ada 2 proses masuknya antibiotik kedalam ribosom bakteri gram negatif, pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah transport aktif. setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya tRNA asam amino pada lokasi asam amino. Bakteri yang digunakan yaitu escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, karen tetrasiklin merupakan berspektrum luas sehingga dapat menghambat bakteri gram negatif atau bakteri gram positif. pada percobaan ini membandingkan nilai absorbansi pada tabung kontrol yang berisi air kaldu dan bakteri saja pada interval tertentu, dan nilai absorbansi pada tabung uji yang berisi air kaldu, bakteri dan beberapa konsentrasi antibiotik yaitu tetrasiklin HCl. Hal ini dapat digunakan untuk melihat apakah antibiotik yang digunakan bersifat bakterisid atau bakteriostatik, akan terlihat pada konsentrasi keberapa antibiotik tersebut bersifat bakterisid.

Dari kurva yang didapat terlihat kerja antibiotik tetrasiklin terhadap escherichia coli. dimana yang memiliki sifat bakteriostatik apabila diberikan dosis bertambah maka dapat mengubahnya menjadi bakterisid. semakin tinggi dosis yang diberikan maka akan menjadi sifat bakterisid. pada data kontrol yang terlihat tidak terdapat bakteri yang terus tumbuh pada waktu t60 dan t120 terjadi penurunan dengan nilai absorbansinya pada waktu t60= 0,122 dan t120= 0,113. pada tabung uji dengan konsentrasi 200 g/ml nilai absorbansi pada t60 dan t 90 terjadi peningkatan nilai absorbansi, dengan nilai absorbansi t60 = 0,119 dan t90= 0,119.pada tabung uji dengan konsentrasi 300 g/ml nilai absorbansi pada t1 dan t120 terjadi peningkatan nilai absorbansi, dengan nilai absorbansi t1= 0,174 dan t120= 0,170. sedangkan pada tabung uji dengan konsentrasi 400 g/ml terjadi peningkatan nilai absorbansi pada waktu t30,t60 dan t120. pada waktu t30 dan t60 nilai absorbansi yang di dapat tidak terjadi perubahan yaitu dengan nilai absorbansi 0,164, sedang nilai absorbansi pada t120=0,161. pada konsentrasi 200 pada menit terakhir terjadi penurunan dan nilai adsorbansinya adalah 0,087 maka masih termasuk sifat bakeriostatik, pada konsentrasi 300 pada menit terakhir terjadi peningkatan nilai absorbansi yaitu 0,170 maka dari sifat bakteriostatik berubah menjadi bakterisid, sedangkan pada konsentrasi 400, terjadi peningkatan nilai absorbansi dengan nilai 0,161 maka sifat yang terjadi bakterisid. dilihat dari ke 3 konsentrasi uji hasil yang di dapat tidak sesuai, dimana konsentrasi antibiotik 300 dan 400 pada hasil kurva yang di dapat daya hambat bakterinya lebih tinggi konsentrasi antibiotik 300 dibanding konsentrasi antibiotik 400. sedangkan pada konsentrasi 200 masih dapat bersifat bakteriostatik karena terjadi penurunan nilai absorbansinya. dengan hasil kurva yang di dapat sangat terlihat tidak beraturan, dimana terjadi naik turun pada kurva, kemungkinan dapat diakibatkan karena dalam pengerjaannya tidak aseptis, atau kemungkinan dapat diakibatkan karena pengerjaan prosedur yang tidak sesuai pada awal pengerjaannya, dan dapat juga dikarenakan pada saat pengukuran absorbansi kuvet terbalik dan hasil yang di dapat tidak sesuai. tetapi apabila mengubah tipe kerja menjadi bakterisid dengan meningkatkan dosis, tidak dianjurkan karena jika dosis ditingkatkan, maka toksisitas akan meningkat.apabila ingin menggunakan antibiotik yang membunuh langsung pada bakterinya maka lebih baik pilih langsung bakterisid.jangan dengan cara meningkatkan dosis antibiotik yang bertipe kerja bakteriostatik. untuk memilih penggunaan bakterisid atau bakteriostatik pada pengobatan atau terapi. pada penggunaan antibiotik bertipe bakteriostatik, dimana dalam tubuh masih terbentuk antibodi, antibodi akan membantu antibiotik bertipe bakteriostatik untuk membunuh mikroba. dapat

juga digunakan untuk infeksi akut. sedangkan pada antibiotik bertipe bakterisid biasanya di berikan pada bayi karena pada bayi sistem pertahanan tubuh masih lemah dan belum sempurna,dapat diberikan pada kondisi tubuh sangat lemah atau memiliki daya antibodi rendah, dan dapat juga penggunaan bakterisid dapat dipilih apabila selama penggunaan obat obat yang menekan antibodi misalnya seperti kortikosteroid , antitumor. antibiotik tipe bakterisid juga untuk infeksi akut dan kronis. pada penggunaan antibiotik tipe bakterisid dapat terjadi dapak negatif yaitu misalnya apabila dosis terlalu tinggi pada pengobatan typus yaitu terinfeksi salmonella typphi dan diobati oleh obat kloramfenikol dengan dosis yang sangat tinggi dan endotoksin lepas lalu terjadi syok anafilaktik maka akan terjadi reaksi hipersensitivitas yaitu reaksi herxheimer jarisch. kesimpulan : pada pengamatan yanag dilakukan bakteri termasuk tipe bakteriostatik

Wattimena dkk, 1991, Farmakodinami dan Terapi Antubiotik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Brunton, L., L., J. S. Lazo and K. L. Parker, Goodman and Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics, 2006, 11th ed., McGraw Hill, New York. Katzung, B.G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, ed. 8, buku 3, terjemahan 2004, Salemba Medika, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA 1. Ganiswara S.G. ( Ed) : Farmakologi dan terapi . Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI, 1955, Jakarta. 2. Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Pedoman Penggunaan Antibiotik Nasional. Edisi 1, 1992, Jakarta. 3. Mandel G. L., Douglas R. G., Bennet J. E., Dolin R. : Principles and Practice Of Infectious Disease : Antimicrobial Therapy 1995 / 1996. Churchill Livingstone, 1995. 4. Tierney L. M., Mc Phee S. J.,Papadakis M. A. : Current Medical Diagnosis and Treatment 35 th Ed. Appleton and Lange, 1996, Stamfod. 5. Chandury A. In vitro activity of Cefpirome A new fourth generation cephalosporin. Indian J. of Medical Microbiology 2003; 21:50-51 6. Tumah H. Fourth-Generation Cephalosporins : In vitro Activity against Nosocomial Gram-Negative Bacili Compared with -Lactam Antibiotics and Ciprofloxacin. Chemoteraphy 2005;51:80-85 7. Schwartz, dkk, 2000, Intisari Prinsip - Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk, EGC ; Jakarta 8. Schwartz.Shires.Specer Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu bedah Ed 6Buku kedokterean EGC 1995 Jakarta 47 9. Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Gayabaru 10. Arifin, Sjamsul. 1985. Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Terbuka
Pelczar,Michael J., dan E.C.S Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2.Diterjemahkan oleh Ratna Siri H dkk. UIP-Press: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai