Tujuan Percobaan
Antibiotika dikenal sebagai agen antimikroba, adalah obat yang melawan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Pada tahun 1927, Alexander Fleming menemukan antibiotika
pertama yaitu penisilin. Setelah penggunaan antibiotika pertama di tahun 1940-an, mereka
mengubah perawatan medis dan secara dramatis mengurangi penyakit dan kematian dari
penyakit menular. Istilah "antibiotik" awalnya dikenal sebagai senyawa alami yang dihasilkan
oleh jamur atau mikroorganisme lain yang membunuh bakteri penyebab penyakit pada
manusia atau hewan. Beberapa antibiotika merupakan senyawa sintetis (tidak dihasilkan oleh
mikroorganisme) yang juga dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Secara
teknis, istilah "agen antibakteri" mengacu pada kedua senyawa alami dan sintetis, akan tetapi
banyak orang menggunakan kata "antibiotika" untuk merujuk kepada keduanya. Meskipun
antibiotika memiliki banyak manfaat, tetapi penggunaannya telah berkontribusi tehadap
terjadinya resistensi (Katzung, 2007).
b. Antibiotika kerja sempit (narrow spectrum) adalah golongan ini hanya aktif terhadap
beberapa bakteri saja. Yang termasuk golongan ini adalah penisilina, streptomisin,
neomisin, basitrasin.
Penggolongan antibiotika berdasarkan cara kerjanya pada bakteri adalah sebagai berikut
(Ganiswara, 1995; Lllmann, Mohr, Hein & Bieger, 2005):
a. Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri, misalnya
penisilin, sefalosporin, carbapenem, basitrasin, vankomisin, sikloserin.
d. Antibiotika yang bekerja melalui penghambatan sintesis asam nukleat bakteri, yang
termasuk golongan ini adalah asam nalidiksat, rifampisin, sulfonamid, trimetoprim.
(Katzung, 2007)
a. Senyawa Beta-laktam dan Penghambat Sintesis Dinding Sel Lainnya Mekanisme aksi
penisilin dan antibiotika yang mempunyai struktur mirip dengan -laktam adalah
menghambat pertumbuhan bakteri melalui pengaruhnya terhadap sintesis dinding sel.
Dinding sel ini tidak ditemukan pada sel-sel tubuh manusia dan hewan, antara lain:
golongan penisilin, sefalosporin dan sefamisin serta betalaktam lainnya.
Alat
- Inkubatator kocok
- Spektrofotometer
- Vortex
- Pinset
- Cawan petri
- Tabung reaksi
- Jarum ose
- Pipet eppendorf
Bahan
- Kapas berlemak
- Alumunium foil
Hari praktikum
a. Pensuspensian bakteri
Pensuspensian bakteri uji dilakukan dengan mengumpulkan biakan yang terdapat
pada permukaan media agar miring ke dalam 50 ml larutan NaCl fisiologis atau
aquades atau medium cair (NB) steril. Kemudian diatur transmitan inokulum
bakteri dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm, sebesar
25% dengan penambahan medium cair.
b. Pembuatan larutan antibiotika
Disiapkan antibiotika tetrasiklin dengan konsentrasi 50,100,200,300, dan 400
/ml.
1. Disiapkan air kaldu dalam 5 tabung reaksi (Tb1u s.d Tb5u) masing-masing sebanyak
7,5 ml. Ke dalam Tb1u s.d Tb5u ditambahakan suspensi bakteri sebanyak 3 tetes (0,15
ml).
2. Didinkubasi semua tabung pada inkubator kocok pada 37C selama 30 menit (t1/2 jam)
3. Setelah 30 menit, diukur A pada Tb1u (t0)
4. Pada 4 tabung lainnya (Tb2u s.d Tb5u) ditambahkan 0,5 ml antibiotik dengan satu
konsentrasi tertentu. Setelah penambahan antibiotika, Tb2u s.d Tb5u, diinkubasi.
5. Selanjutnya diukur nilai A tiap 30 menit, sbb :
6. Setelah 30 menit, diukur A pada Tb2u (t 1 jam). Tb3u s.d Tb5u terus diinkubasi.
7. Setelah 30 menit, diukur A pada Tb3u (t1 jam). Tb4u s.d Tb5u terus diinkubasi.
8. Setelah 30 menit, diukur A pada Tb5u (t2 jam). terus diinkubasi.
9. Setelah 30 menit, diukur A pada Tb5u (t2 jam).
V. Data Pengamatan
1. 1 = 2. 2
V1=7,5 ml
KELOMPOK ABSORBAN
T1 T2 T3 T4 T5
(Kontrol)
Grafik
Pertumbuhan Bakteri Normal
0
t1 t2 t3 t4 t5
-0.05
-0.1
-0.15
-0.2
-0.25
-0.3
-0.35
-0.4
Kontrol
Grafik
Pertumbuhan Bakteri di Pengaruhi Oleh
Ampisilin Na
0
t1 t2 t3 t4 t5
-0.1
-0.2
-0.3
-0.4
-0.5
-0.6
-0.7
KELOMPOK ABSORBAN
T1 T2 T3 T4 T5
(Kontrol)
(Tetrasiklin 25 g/ml)
Grafik
Pertumbuhan Bakteri Normal
0
t1 t2 t3 t4 t5
-0.05
-0.1
-0.15
-0.2
-0.25
-0.3
-0.35
Kontrol
Grafik
Pertumbuhan Bakteri di Pengaruhi Oleh
Tetrasiklin HCl
0
t1 t2 t3 t4 t5
-0.1
-0.2
-0.3
-0.4
-0.5
-0.6
-0.7
VI. Pembahasan
Suatu antibiotika memiliki tipe kerja yang berbeda satu sama lainnya, tergantung dari
mekanisme kerja antibiotika tersebut terhadap bakteri target. Antibiotika dapat dibedakan
berdasarkan tipe kerjanya yaitu bakterisid dan bakteriostatik. Suatu antibiotika apakah bertipe
bakterisid atau bakteriostatik dapat dilihat berdasarkan mekanisme kerjanya atau dapat pula
karena dosisnya.
Dalam percobaan kali ini dilakukan penentuan cara kerja antibiotika yaitu penetapan
sifat bakterid - bakteriostatik dengan menggunakan metode turbidimetri. Pada metode
turbidimetri dilakukan pengukuran kekeruhan kultur cair bakteri. Kekeruhan diukur dengan
alat spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Menurut Volk (1993), pada metode
turbidimetri pertumbuhan bakteri dapat ditentukan dari perubahan yang terjadi sebelum dan
setelah inkubasi, yang dilakukan dengan mengukur serapan secara spektrofotometer.
Pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan peningkatan jumlah sel bakteri, yang
mengakibatkan meningkatnya kekeruhan. Kekeruhan yang terjadi berbanding lurus dengan
serapan.
Pada penentuan sifat bakteriostatik dan bakterisid dengan metode turbidimetri yang
dilakukan pada percobaan digunakan Ampisilin dan Tetrasiklin sebagai antibiotik yang diuji.
Dari kurva absorban terhadap waktu yang diperoleh dari berbagai konsentrasi antibiotik
ampisilin, dapat disimpulkan berdasarkan mekanisme kerja ampisilin yaitu sebagai
bakterisid, dan kurva normal fase pertumbuhan normal bakteri, bahwa konsentrasi ampisilin
25 g/ml sudah menunjukan cara kerja bakterisid nya dimana pertumbuhan bakteri menurun
pada t2 lalu terus menurun yang menunjukkan fase kematian. Begitu pula pada konsentrasi
400 g/ml dimana pertumbuhan bakteri pada t3 terus menurun. Namun jika dibandingkan
dengan kontrol pertumbuhan normal bakteri percobaan, tidak ada satupun dari berbagai
konsentrasi yang sesuai dengan mekanisme kerja bakterisid. Adapun pada konsentrasi lain,
bentuk kurva cenderung fluktuatif, lalu pertumbuhan yang bahkan meningkat dan tidak
menunjukannya cara kerja bakterisid terhadap siklus hidup sel yaitu fase pertumbuhan-
stationer-mati. Hal ini dapat dikarenakan terukurnya sel bakteri yang mati tetapi tidak lisis,
bakteri yang diujikan sudah lewat masa pertumbuhannya, karena inkubasi bakteri yang terlalu
lama.
Sedangkan pada antibiotik tetrasiklin, dapat disimpulkan berdasarkan mekanisme kerja
tetrasiklin yaitu sebagai bakteristatik, bahwa konsentrasi tetrasiklin 200 g/ml, 300 g/ml,
600 g/ml, dan 25 g/ml sudah menunjukan cara kerja bakteriostatik nya dimana
pertumbuhan bakteri menurun pada t2 lalu selanjutnya bentuk kurva cenderung datar yang
menunjukkan fase tidak aktif bakteri. Adapun pada konsentrasi lain, bentuk kurva cenderung
naik atau pertumbuhan yang bahkan meningkat. Hal ini dapat dikarenakan pengerjaan yang
kurang aseptis dan pengukuran volume suspensi bakteri maupun antibiotik yang kurang tepat.
Selain itu pada saat pengukuran absorbansi pada spektrofotometer, kufet yang digunakan
bersama bergantian hanya dibilas dengan aquades yang tersedia, sehingga kemungkinan
besar ada bakteri yang tertinggal pada kufet dan ikut terukur pada pengukuran absorbansi
selanjutnya. Menurut literatur, tetrasiklin yang merupakan bakteriostatik dapat menjadi
bakterisid saat konsentrasinya ditingkatkan, namun kurva konsentrasi tertinggi pada
percobaan yaitu 600 g/ml tidak menunjukkan aktifitas bakterisid yang signifikan, dilihat
dari kurva yang cenderung datar.
VII. Kesimpulan
1. Penentuan cara kerja antibiotika bakterisid dan bakteriostatik dapat dilakukan dengan
metode turbidimetri dimana dilakukan pengukuran kekeruhan dengan alat spektrofotometer
dimana absorbansi tinggi menunjukan banyaknya pertumbuhan bakteri.
Volk Wesley A dan Wheeler Margaret F. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.
Katzung, B. G. 2007. Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition. United States : Lange
Medical Publications.
Setiabudy, 1995, Antimikroba Golongan Tetrasiklin Dan Kloramfenikol Dalam Farmakologi
Dan Terapi Edisi IV, Bagian Farmakologi dan Terapi FKUI:Jakarta.
Brander, 1991, Veterinary Applied Pharmacology and Therapeutics, 5th Ed, ELBS,
Ballere Tindall.