Anda di halaman 1dari 39

[Year]

User
[Type the company name]
[Pick the date]






-Sebuah Kajian-
Pengelolaan Barang Milik Negara
pada Badan Layanan Umum
Seminar Pemeriksaan Keuangan Negara
Tugas Individu - Tengah Semester
Ellen Maharani
IX C 09
09460004964

i


DAFTAR ISI
Cover
Daftar Isi ..................................................................................................................................................... i
Pendahuluan ............................................................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................................................... 1
Pembatasan Masalah ........................................................................................................................ 2
Metodologi Penulisan ...................................................................................................................... 3
Landasan Teori ........................................................................................................................................ 4
Barang Milik Negara ......................................................................................................................... 4
Pengelolaan Barang Milik Negara ............................................................................................... 4
Badan Layanan Umum .................................................................................................................... 6
Pembahasan .............................................................................................................................................. 8
Barang Milik Negara dalam Konteks Badan Layanan Umum ........................................... 8
Pengelolaan Barang Milik Negara di Badan Layanan Umum ........................................... 9
Implikasi Fleksibilitas Badan Layanan Umum ....................................................................... 23
Kesimpulan dan Rekomendasi .......................................................................................................... 29
Kesimpulan .......................................................................................................................................... 29
Rekomendasi ....................................................................................................................................... 32
Lampiran
Daftar Isi


1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
New public management tak henti-hentinya bergaung di seluruh penjuru dunia dan
di hampir semua bagian kehidupan. Setelah banyaknya tuntutan atas akuntabilitas dan
transparansi, saat ini mulai didengungkan perbaikan governance birokrasi. Pola
birokrasi yang sentralistik selama ini sangat dirasakan sebagai penghambat oleh
banyak instansi pelayanan publik dalam pengambilan keputusan, di tengah dunia global
yang begitu dinamis di mana arus modal, sumber daya dan tenaga kerja mengalir begitu
cepat. Penghambat berikutnya adalah ciri khas birokrasi yaitu inefisiensi dan
kesewenang-wenangan. Birokrasi masih cenderung beranggapan satuan kerja yang
menghabiskan paling banyak anggaran-lah yang paling tinggi kinerjanya. Padahal
menurut teori ekonomi, terlalu besarnya input justru akan menyebabkan inefisiensi.
Belum lagi kesewenang-wenangan yang terlihat dari rendahnya kualitas pelayanan
publik.
Gaya sentralistik, inefisiensi dan kesewenang-wenangan yang mewarnai birokrasi,
sudah seharusnya diperbaiki. Perbaikan dapat dilakukan dengan transformasi fungsi.
David Osborne dan Ted Gaebler menawarkan solusi perbaikan governance melalui
beberapa alternatif dengan jargon entrepreneurial spirit. Salah satu diantara sepuluh
alternatif yang ditawarkan yaitu entreprising government atau yang dikenal dengan
badan layanan umum mulai mengemuka di Indonesia. Badan layanan umum
diharapkan dapat mengatasi hambatan dan masalah yang selama ini dijadikan alasan
peningkatan kualitas layanan. Dengan penerapan badan layanan umum, satuan kerja
jauh lebih independen dan terdesentralisasi. Daya saing satuan kerja dalam
memberikan pelayanan publik pun akan meningkat. Manajemen yang dikembangkan
akan mengacu pada outcome maksimal dari alokasi input yang dipakai. Manajemen
pemerintahan yang ada memiliki mindset baru dengan jargon earning rather than just
spending.
Dalam implementasinya, badan layanan umum dimungkinkan untuk mendapatkan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat.
Fleksibilitas ini dibatasi hanya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

2

Fleksibilitas yang ditawarkan bukan hanya dalam pengelolaan keuangan, namun juga
meliputi pengelolaan sumber daya manusia, sampai pengelolaan aset atau dalam ranah
pemerintah disebut dengan barang milik negara. Fleksibilitas ini, untuk sebagian orang
dianggap mencederai azas universalitas. Kajian ini akan melakukan komparasi
pengelolaan barang milik negara dengan secara umum yang menganut azas
universalitas dan pengelolaan barang milik negara pada badan layanan umum.
B. Pembatasan Masalah
Kajian ini akan membatasi dua hal yaitu terkait barang milik negara dan badan
layanan umum.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara secara implisit menerangkan unsur-unsur barang
milik negara seperti :
a. Adanya kewajiban pemeliharaan oleh pihak yang menguasai barang milik negara
dan belanja pemeliharaan dibebankan ke APBN. Sedangkan sebagaimana kita
tahu bahwa belanja pemeliharaan hanya ditujukan pada aset tetap.
b. Adanya kewajiban melakukan penilaian dalam rangka penyusunan neraca
pemerintah pusat, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara.
Penilaian ini tidak lain dan tidak bukan adalah revaluasi aset. Revaluasi hanya
dilakukan terhadap aset tetap.
c. Adanya kewajiban menyampaikan pelaporan barang milik negara yang akan
dirangkum secara keseluruhan dalam Laporan Barang Milik Negara oleh
pengelola. Sistem informasi terintegrasi yang sedang dikembangkan untuk
mendukung hal tersebut adalah SIMAK-BMN (Sistem Informasi Manajemen dan
Akuntansi Barang Milik Negara) yang menggantikan aplikasi SABMN (Sistem
Akuntansi Barang Milik Negara). SIMAK-BMN tidak hanya mengakomodasi aset
tetap melainkan termasuk konstruksi dalam pengerjaan, persediaan, aset tak
berwujud bahkan sampai perubahan total nilai barang milik negara akibat
renovasi, revaluasi, mutasi, pengembangan, sampai penghentian.
badan layanan umum tidak mengenal istilah barang milik negara namun istilah barang
(saja). Barang yang dikuasai badan layanan umum terdiri dari barang inventaris dan
aset tetap. Atas pertimbangan-pertimbangan yang telah disebutkan di atas, kajian ini
hanya akan mengidentifikasi barang milik negara yang dikuasai badan layanan umum

3

sebagai aset tetap. Semua hal yang terkait dengan pembahasan barang milik negara
yang dikuasai badan layanan umum adalah aset tetap badan layanan umum.
badan layanan umum yang dimaksud dalam kajian ini juga dibatasi pada lingkungan
pemerintah pusat dengan status badan layanan umum secara penuh. Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum, badan layanan umum secara penuh dapat diperoleh
satuan kerja pemerintah apabila persyaratan substantif, teknis, dan administratif
dipenuhi dengan memuaskan. Indikator memuaskan menunjukkan bobot nilai akhir
antara 80 dan 100. Kesimpulan ini diperoleh dengan mengkuantifikasi kualitas dari
ketiga persyaratan tersebut dalam bobot rata-rata.
C. Metodologi Penulisan
Kajian ini disusun melalui pendekatan analisis perundang-undangan dan peraturan
yang berlaku terkait dengan pengelolaan barang milik negara dan badan layanan
umum. Penulisan kajian ini dilakukan dengan pendekatan siklus pengelolaan barang
milik negara menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara melalui perspektif hukum, teknis dan
akuntansi.


4

BAB II
LANDASAN TEORI
Sebelum melakukan pembahasan, terlebih dahulu akan diterangkan mengenai
landasan teori yang mencakup barang milik negara, pengelolaan barang milik negara
dan badan layanan umum.
A. Barang milik negara
Menurut peraturan
1
mengenai pengelolaan barang milik negara, barang milik
negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Segala sesuatu yang berwujud barang yang diperoleh melalui belanja modal dengan
mekanisme APBN atau yang sah, digolongkan sebagai barang milik negara. Barang
milik negara menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara terdiri dari tanah, bangunan, dan barang
milik negara lain selain tanah dan/atau bangunan.
B. Pengelolaan Barang milik negara
Sebelum menjelaskan definisi pengelolaan barang milik negara, terlebih dahulu
akan didefinisikan apa yang dimaksud dengan pengguna, kuasa pengguna dan
pengelola. Pengguna dan kuasa pengguna pada dasarnya adalah semua instansi
pemerintahan yang memiliki penguasaan barang milik negara secara langsung.
Sedangkan pengelola adalah pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan barang milik negara
yaitu Menteri Keuangan
2
atau Direktur Jenderal Kekayaan Negara
3
sebagai pelaksana
fungsional yang menjalankan wewenang. Pengelolaan barang milik negara
dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan
keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai dilakukan oleh atau atas
persetujuan pengelola barang. Menurut pasal tiga, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara meliputi
sepuluh kegiatan yaitu:

1
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan, dan Pemindahtanganan barang milik negara menyatakan hal yang sama
2
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang milik negara; Pasal 1
3
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang milik negara; Pasal 3

5

1. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik negara untuk
menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan saat ini sebagai
dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang serta mengalokasikan
anggarannya.
2. Pengadaan
Pengadaan barang pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang yang dibiayai
dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara, baik yang dilaksanakan secara
swakelola maupun oleh penyedia
4
.
3. Penggunaan
Pada dasarnya barang milik negara digunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok
dan fungsi kementerian negara/lembaga.
4. Pemanfaatan
Pendayagunaan barang milik negara yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi kementerian/lembaga. Bentuk-bentuk pendayagunaan meliputi:
a. Sewa
b. Pinjam Pakai
c. Kerjasama Pemanfaatan
d. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
5. Pengamanan dan Pemeliharaan
Pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum atas barang
milik negara yang berada dalam penguasaan.
6. Penilaian
Suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang
objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu untuk
memperoleh nilai barang milik negara atau secara sederhana dapat dikatakan
sebagai penetapan nilai atas suatu barang. Hal tersebut dilakukan dalam rangka
penyusunan neraca pemerintah pusat, pemanfaatan, dan pemindahtanganan.


4
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah

6

7. Penghapusan
Tindakan menghapus barang milik negara dari daftar barang dengan menerbitkan
surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan dari tanggung
jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
8. Pemindahtanganan
Pengalihan kepemilikan barang milik negara sebagai tindak lanjut dari
penghapusan. Bentuk-bentuk pengalihan yang mungkin dilakukan adalah :
a. Penjualan
b. Tukar Menukar
c. Hibah
d. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat
9. Penatausahaan
Rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang
milik negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
10. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Penetapan kebijakan umum dan kebijakan teknis pembinaan pengelolaan barang
milik negara oleh menteri keuangan. Pemantauan, penertiban dan investigasi
terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pemliharaan dan pengamanan barang milik negara yang berada di bawah
penguasaannya.
C. Badan Layanan Umum
Pengertian badan layanan umum akan dijelaskan menurut tiga persektif yaitu
peraturan yang berlaku, kedudukan dan pola pengelolaan keuangan.
1. Menurut Peraturan
5

Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
2. Kedudukan
Secara struktural dan fungsional, badan layanan umum merupakan bagian yang
tidak terpisahkan, yang beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga

5
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan
Keuangan Badan Layanan Umum menyatakan hal yang sama

7

untuk tujuan pemberian layanan umum. Kedudukannya berada di bawah
kedudukan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. Menteri/pimpinan
lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan
pelayanan umum yang didelegasikannya kepada badan layanan umum dari segi
manfaat layanan yang dihasilkan.
3. Pola Pengelolaan Keuangan
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum merupakan pola pengelolaan
keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktek-praktek bisnis yang sehat sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan
keuangan negara pada umumnya. Praktek-praktek bisnis yang sehat ini dilakukan
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Penyusunan Rencana
Strategis Bisnis lima tahunan dilakukan sebagai dasar penyusunan Rencana Bisnis
dan Anggaran, dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian
Negara/Lembaga. Rencana Bisnis dan Anggaran disusun berdasarkan kebutuhan
dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat,
badan lain, dan APBN. Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan
kepada masyarakat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau
badan lain merupakan pendapatan operasional. Hasil kerjasama dengan pihak lain
dan/atau hasil usaha lainnya (kerjasama operasional, sewa-menyewa, dan usaha
lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan tugas pokok dan fungsi)
merupakan pendapatan bagi badan layanan umum. Pendapatan (kecuali hibah)
dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja sesuai Rencana Bisnis dan
Anggaran. Pendapatan (kecuali dari APBN) dilaporkan sebagai Pendapatan Negara
Bukan Pajak (PNBP) kementerian/lembaga.


8

BAB III
PEMBAHASAN
A. Barang Milik Negara dalam Konteks Badan Layanan Umum
barang milik negara pada dasarnya adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui
mekanisme APBN atau perolehan lain yang sah. Perolehan melalui mekanisme APBN
yang disebut dengan pengadaan, diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah. Barang milik negara yang dikuasai badan layanan umum merupakan
kekayaan negara yang tidak dipisahkan dan digunakan untuk menyelenggarakan
kegiatan badan layanan umum yang bersangkutan. Pengelolaannya mengikuti
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
6
tentang pengelolaan barang milik
negara.
Segala sesuatu yang diperoleh badan layanan umum dengan sumber pendanaan
yang berasal dari Non-APBN (seperti Pendapatan Usaha dari Jasa Layanan, Hibah,
Pendapatan Usaha Lainnya, Keuntungan Penjualan Aset Non Lancar atau Pendapatan
dari Kejadian Luar Biasa) tetap harus melalui mekanisme APBN. Pertanggungjawaban
Penerimaan Negara Bukan Pajak dilakukan melalui mekanisme SPM (Surat Perintah
Membayar) Pengesahan
7
. Pengajuan SPM Pengesahan dilakukan setiap triwulan,
serupa dengan mekanisme SPM-GUP (Ganti Uang Persediaan) Nihil. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa semua aset tetap badan layanan umum baik yang diperoleh dari
alokasi APBN maupun pendapatan Non-APBN, tergolong barang milik negara. Yang
dimaksud dengan aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan badan layanan umum
atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum, sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku
8
. Dalam hal pengelolaan aset tetap sebagai barang milik negara, badan
layanan umum berkedudukan sebagai kuasa pengguna barang, dengan pengguna
barang yaitu kementerian negara/lembaga vertikal dan pengelola barang adalah
menteri keuanganyang dilimpahtugaskan pada Direktur Jenderal Kekayaan Negara.

6
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Pasal 79
7
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-50/PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang menerapkan Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Pasal 7
8
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum Penjelasan Pasal 22

9

B. Pengelolaan Barang Milik Negara di Badan Layanan Umum
Ada sepuluh kegiatan dalam siklus pengelolaan barang milik negara sebagaimana
termaktub dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara meliputi perencanaan kebutuhan dan
penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan,
penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, serta pembinaan,
pengawasan dan pengendalian. Kesembilan dari sepuluh kegiatan (pembinaan,
pengawasan dan pengendalian bukan domain badan layanan umum sebagai kuasa
pengguna barang) pengelolaan barang milik negara dapat dilaksanakan oleh badan
layanan umum. Pengelolaan barang milik negara yang dikuasasi badan layanan umum
seharusnya mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara, selama tidak
ada peraturan khusus yang mengaturnya. Berikut akan dianalisis mengenai ada atau
tidaknya kemungkinan tumpang tindih pengelolaan barang milik negara (secara
umum) dan pengelolaan barang milik negara di bawah penguasaan badan layanan
umum, dilihat dari perspektif hukum, teknis dan akuntansi melalui pendekatan
kegiatan pengelolaan.
Melalui perspektif hukum, analisis akan dilakukan dengan menjabarkan pengaturan
pengelolaan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum serta peraturan yang terkait badan layanan umum lainnya, dengan bagian
(paragraf) terpisah, kemudian membandingkannya keduanya di bagian selanjutnya.
1. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara, kegiatan perencanaan merumuskan rincian
kebutuhan barang milik negara untuk menghubungkan pengadaan barang yang
telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan
tindakan yang akan datang kemudian mengalokasikan anggarannya. Perencanaan
kebutuhan dan alokasi anggaran bagi pengadaan barang milik negara merupakan
bagian yang tidak terpisah dari rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga.

10

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum hanya mengatur bahwa perencanaan
kebutuhan dan alokasi anggaran bagi pengadaan barang milik negara terintegrasi
dalam Rencana Bisnis dan Anggaran dan RKA-KL dalam APBN.
Sejauh ini, tidak ada kontradiksi hukum antara kedua peraturan mengenai
perencanaan kebutuhan dan anggaran.
2. Pengadaan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara menyatakan bahwa pengadaan barang milik
negara sebisa mungkin dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif,
transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Yang
dimaksud dengan pengadaan menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah adalah kegiatan mengadakan barang yang dibiayai dengan APBN, baik
yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menyatakan bahwa pengadaan
barang oleh badan layanan umum dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan
ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat serta dapat dibebaskan
sebagian atau seluruhnya dari ketentuan yang berlaku umum (asas fleksibilitas)
bagi pengadaan barang pemerintah bila terdapat alasan efektivitas dan/atau
efisiensi. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2006 tentang
Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum, dinyatakan
bahwa pengadaan barang pada badan layanan umum dilaksanakan berdasarkan
ketentuan yang berlaku bagi pengadaan barang pemerintah (dalam hal ini
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Lebih lanjut dalam peraturan
tersebut dinyatakan bahwa asas fleksibilitas dapat diberikan terhadap pengadaan
barang yang sumber dananya (non APBN, non Hibah Terikat) berasal dari :
a. jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat
b. hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain
c. hasil kerjasama badan layanan umum dengan pihak lain dan/atau hasil usaha
lainnya.

11

Pengadaan barang secara fleksibel dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan
barang yang ditetapkan oleh pemimpin badan layanan umum dengan mengikuti
prinsip-prinsip transparansi, adil/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktek
bisnis yang sehat.
Atas kedua pengaturan mengenai pengadaan barang pemerintah, tidak terdapat
kontradiksi. Pengadaan barang milik negara oleh badan layanan umum tetap
mengacu pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kecuali untuk
ranah fleksibilitas. Ada tiga hal yang perlu digarisbawahi dalam fleksibilitas ini
yaitu alasan efektivitas dan/atau efisiensi, sumber dana serta ketentuan pengadaan
barang dan jasa yang ditetapkan pemimpin badan layanan umum.
3. Penggunaan
Penggunaan barang milik negara hanya ditujukan untuk penyelenggaraan tugas
pokok dan fungsi kementerian negara/lembaga. Status penggunaan barang milik
negara ini ditetapkan oleh pengelola barang. Jika sudah tidak digunakan untuk
menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi instansi bersangkutan, barang milik
negara harus diserahkan ke pengelola barang.
Barang milik negara yang dikuasai badan layanan umum merupakan kekayaan
negara yang tidak dipisahkan dan digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan
badan layanan umum yang bersangkutan. Kegiatan yang dilakukan badan layanan
umum dalam rangka mencapai tujuan kementerian negara/lembaga vertikal yang
membawahinya.
Atas kedua pernyataan mengenai penggunaan barang milik negara, tidak
kontradiktif satu sama lain. Barang milik negara yang dikuasai siapapun,
penggunaannya ditujukan secara langsung maupun tidak langsung untuk
memberikan layanan yang terbaik bagi publik.
4. Pemanfaatan
Barang milik negara yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi kementerian/lembaga harus diserahkan kepada pengelola barang dan untuk
selanjutnya dapat didayagunakan. Pendayagunaan barang milik negara oleh
pengelola disebut pemanfaatan. Pemanfaatan dilaksanakan dalam rangka
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik negara. Bentuk-bentuk
pemanfaatan barang milik negara berupa:

12

a. Sewa
Barang milik negara dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang
menguntungkan negara. Hasil penyewaan merupakan penerimaan negara dan
seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas umum negara.
b. Pinjam Pakai
Pinjam pakai barang milik negara dilaksanakan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah dengan jangka waktu tertentu.
c. Kerjasama Pemanfaatan
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara oleh pihak
lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara
bukan pajak.
d. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna.
Bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik negara dapat
dilaksanakan jika pengguna barang memerlukan bangunan atau fasilitas dalam
rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi namun tidak tersedia dana
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Atas kerjasama ini, negara
mendapatkan kontribusi sebagai penerimaan negara.
Semua penerimaan yang berasal dari pemanfaatan barang milik negara merupakan
penerimaan negara bukan pajak yang harus disetor ke rekening kas umum negara.
Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas
pokok dan fungsi badan layanan umum dapat dilakukan atas persetujuan pejabat
yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (dalam
hal ini Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara). Tanah dan bangunan yang tidak digunakan
badan layanan umum untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya dapat
dialihgunakan oleh atau dengan persetujuan menteri keuangan. Pengalihgunakan
ini secara implisit sama artinya dengan pengalihan dari tugas pokok dan fungsi
yaitu pemanfaatan. Pada pasal 14, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
dinyatakan bahwa pendapatan (arus masuk bruto dari manfaat ekonomi) kecuali
hibah terikat, dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja badan layanan
umum sesuai Rencana Bisnis dan Anggaran.

13

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara yang dirinci kemudian dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, kuasa
pengguna tidak dapat melakukan pemanfaatan atas barang milik negara.
Pemanfaatan pun hanya dapat dilakukan oleh pengelola barang. Badan layanan
umum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Badan Layanan Umum menyatakan bahwa pendapatan Pendapatan
Usaha Lainnya yang dapat digunakan langsung dalam operasional badan layanan
umum. Kontroversi kedua adalah masalah penerimaan yang berasal dari
pemanfaatan dan penggunaannya.
5. Pengamanan dan Pemeliharaan
Kuasa pengguna barang wajib melakukan pengamanan barang milik negara yang
berada dalam penguasaannya yang meliputi pengamanan administrasi,
pengamanan fisik, dan pengamanan hukum. Barang milik negara berupa tanah
harus memiliki sertifikat. Barang milik negara berupa bangunan dan selain tanah
dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan. Selain
pengamanan, pemeliharaan barang milik negara wajib dilakukan oleh kuasa
pengguna.
Pasal 23 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum menyatakan bahwa tanah
dan bangunan badan layanan umum disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik
Indonesia. Pensertifikatan dilakukan dalam rangka mengamankan barang milik
negara. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum menyatakan
pemeliharaan dapat dilakukan untuk memperbaiki atau merawat aset tetap.
Pemeliharaan ini dilakukan dalam rangka menjaga manfaat keekonomian atau
untuk mempertahankan standar kinerja.
Pengaturan secara hukum atas pengamanan dan pemeliharaan barang milik
negara yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara tidak bertentangan dengan

14

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Sehingga, pengamanan dan
pemeliharaan dapat dilakukan dengan mengacu pada kedua peraturan tersebut.
6. Penilaian
Penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada
data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu
untuk memperoleh nilai barang milik negara. Penilaian barang milik negara
dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat, pemanfaatan, dan
pemindahtanganan Barang milik negara.
Penetapan nilai aset tetap dalam rangka penyusunan neraca, menurut Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum yaitu berdasarkan biaya perolehan.
Apabila penilaian aset tetap dengan biaya perolehan tidak memungkinkan maka
nilai aset tetap tersebut didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Revaluasi
aset dapat dilakukan berdasarkan ketentuan ketentuan pemerintah yang berlaku
secara nasional.
Pada dasarnya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, mengatur bahwa
penilaian hanya dapat ditetapkan pengelola atau pengguna barang, terlebih sebagai
pertimbangan jika akan dilakukan pemanfaatan dan pemindahtanganan. Hal ini
penting karena nilai barang yang tercatat biasanya tidak bisa dikatakan
mencerminkan nilai aktual. Pengaturan mengenai penilaian ini tidak dapat
dibandingkan secara apple-to-apple.
7. Penghapusan
Tindakan menghapus barang milik negara dari daftar barang dengan tujuan
untuk membebaskan kuasa pengguna barang dari tanggung jawab administrasi dan
fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. Barang milik negara yang
sudah tidak berada dalam penguasaan, yang sudah beralih kepemilikannya, yang
telah dilakukan pemusnahan atau yang disebabkan karena alasan lain menurut
peraturan, harus dilakukan penghapusan dari Daftar Barang Kuasa Pengguna,
setelah mendapat persetujuan dari pengelola barang.
badan layanan umum tidak dapat menghapus aset tetap, kecuali atas persetujuan
pejabat yang berwenang. Kewenangan penghapusan aset tetap diselenggarakan

15

berdasarkan jenjang nilai dan jenis barang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Ketentuan hukum penghapusan barang milik negara antara kedua peraturan
pemerintah saling bersesuaian. Yang dimaksud dengan pejabat berwenang di
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah pengelola barang. Pengelola
barang yang dimaksud adalah menteri keuanganyang dilimpahtugaskan pada
Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
8. Pemindahtanganan
Pengalihan kepemilikan barang milik negara dilakukan sebagai tindak lanjut dari
penghapusan. Bentuk-bentuk pemindahtanganan yang mungkin dilakukan adalah :
a. Penjualan
Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara kepada pihak lain
dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. Penjualan barang milik
negara dilaksanakan dengan tujuan optimalisasi dan secara ekonomis
menguntungkan. Hasil penjualan barang milik negara wajib disetor seluruhnya
ke rekening kas umum negara sebagai penerimaan negara.
b. Tukar Menukar
Tukar menukar barang milik negara dapat dilaksanakan dengan pertimbangan
pemenuhan kebutuhan operasional, optimalisasi barang milik negara atau tidak
tersedianya alokasi dana bagi pemeliharaan.
c. Hibah
Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang ke pihak lain tanpa memperoleh
penggantian.
d. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat
Penyertaan modal pemerintah pusat adalah pengalihan kepemilikan barang
milik negara yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi
kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara.
Semua penerimaan yang berasal dari pemindahtanganan barang milik negara
merupakan penerimaan negara bukan pajak yang harus disetor ke rekening kas
umum negara.
Badan layanan umum tidak dapat mengalihkan (memindahtangankan) aset
tetap, kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang. Penerimaan hasil

16

penjualan aset tetap sebagai akibat dari pengalihan (pemindahtangan) menjadi
pendapatan badan layanan umum. Pendapatan badan layanan umum adalah
penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN atau kerjasama badan layanan
umum dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya (kerjasama operasional,
sewa-menyewa, dan usaha lainnya).
Kuasa pengguna hanya dapat mengajukan usul pemindahtanganan. Pihak yang
dapat melakukan pemanfaatan hanyalah pengelola barang atau pengguna barang
(atas persetujuan pengelola barang) yang telah disetujui DPR atau Presiden.
Sehingga seharusnya badan layanan umum tidak dapat melakukan bentuk
pemindahtangan seperti apapun. Kontroversi selanjutnya adalah masalah
penerimaan badan layanan umum yang dapat digunakan, padahal seharusnya harus
disetorkan ke kas negara sebagai PNBP.
9. Penatausahaan
Penatausahaan dilakukan dengan melakukan pembukuan, inventarisasi dan
pelaporan. Kuasa pengguna harus melakukan pendaftaran sekaligus pencatatan
barang milik negara ke dalam Daftar Barang menurut penggolongan dan kodefikasi
barang yang ditetapkan oleh menteri keuangandalam aplikasi SIMAK-BMN.
Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan
pelaporan hasil pendataan barang milik negara. Kuasa pengguna harus menyusun
Laporan Barang Semesteran dan Tahunan untuk disampaikan kepada pengelola
barang dalam rangka penyusunan Laporan Barang Milik Negara. Laporan Barang
Milik Negara digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah pusat.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum, pasal 5 menyatakan
bahwa sistem akuntansi badan layanan umum terdiri dari sistem akuntansi
keuangan, sistem akuntansi aset tetap dan sistem akuntansi biaya. Sistem akuntansi
aset tetap adalah sistem akuntansi yang menghasilkan laporan aset tetap untuk
keperluan manajemen aset tetap. Menurut Pasal 8, sistem akuntansi aset tetap
badan layanan umum paling sedikit mampu menghasilkan informasi tentang jenis,
kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap milik badan layanan umum dan aset
tetap bukan milik badan layanan umum namun berada dalam pengelolaan badan
layanan umum dengan menggunakan sistem akuntansi barang milik negara yang
ditetapkan oleh menteri keuangan. Pengembangan sistem akuntansi aset tetap

17

diserahkan sepenuhnya kepada badan layanan umum yang bersangkutan. Namun
demikian, badan layanan umum dapat menggunakan sistem yang ditetapkan oleh
menteri keuangan yaitu SIMAK-BMN.
Telah terwujudnya kesesuaian antara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dengan Peraturan
Menteri Keuangantentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan
Layanan Umum akan pemakaian aplikasi SIMAK-BMN untuk melakukan
penatausahaan barang milik negara yang berada di bawah penguasaan badan
layanan umum.
Terdapat tiga kontradiksi yang ditemukan melalui perspektif peraturan yaitu kegiatan
pengadaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan. Pengadaan memperlihatkan adanya
kontradiksi antara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006
Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
08/PMK.02/2006 Tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan
Umum. Sedangkan pemanfaatan dan pemindahtanganan memperlihatkan adanya
kontroversi antara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006
Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Penjelasan dan solusi atas ketiga kontradiksi ini akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Setelah menganalisis melalui perspektif hukum, berikut akan dilakukan analisis
melalui perspektif teknis atas pengelolaan barang milik negara yang dikuasai badan
layanan umum. Kedelapan dari sepuluh kegiatan (pemanfaatan dan penilaian secara
teknis bukan domain badan layanan umum sebagai kuasa pengguna barang) meliputi :
1. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Perencanaan kebutuhan dan alokasi anggaran bagi pengadaan barang milik
negara disusun setelah memperhatikan ketersediaan barang milik negara yang ada.
Perencanaan kebutuhan berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan
standar harga yang ditetapkan oleh pengelola barang setelah berkoordinasi dengan
instansi atau dinas teknis terkait.
Peraturan Pemerintah tentang tidak mengaturnya secara rinci secara teknis tata
cara perencanaan kebutuhan dan penganggaran. Atas hal tersebut perencanaan dan
kebutuhan barang milik negara secara teknis mengacu pada Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara.

18

2. Pengadaan
Pengadaan barang milik negara sebisa mungkin dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak
diskriminatif dan akuntabel serta secara teknis mengacu pada Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pengadaan barang milik negara oleh badan layanan umum secara teknis, pada
umumnya mengacu pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun
2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan untuk
hal-hal khusus mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Kewenangan
Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum.
3. Penggunaan
Dalam rangka menjamin tertib penggunaan, kuasa pengguna barang harus
melaporkan kepada pengguna barang untuk diusulkan kepada pengelola barang
atas semua barang milik negara, yang diperoleh kementerian/lembaga, untuk
ditetapkan status penggunaannya. Barang milik negara berupa tanah dan/atau
bangunan yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi
instansi yang bersangkutan harus diserahkan kepada pengelola barang.
Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang terkait maupun yang tidak terkait
langsung dengan tugas pokok dan fungsi badan layanan umum harus mendapat
persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Pengamanan dan Pemeliharaan
Barang milik negara berupa tanah harus memiliki sertifikat. Barang milik negara
berupa bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan
bukti kepemilikan. Bukti kepemilikan barang milik negara wajib disimpan dengan
tertib dan aman oleh kuasa pengguna. Kuasa pengguna barang bertanggung jawab
atas pemeliharaan barang milik negara yang ada di bawah penguasaannya. Belanja
pemeliharaan barang milik negara dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum hanya mengatur teknis pemberian
sertifikat bagi tanah dan bangunan sebagai bentuk pengamanan. Pengeluaran untuk

19

perbaikan atau perawatan aset tetap tergolong sebagai biaya pemeliharaan. Biaya
pemeliharaan yang mungkin terjadi dapat diklasifikasi sebagai biaya layanan (biaya
yang terkait langsung dengan pelayanan kepada masyarakat) atau biaya umum dan
administrasi (biaya yang tidak terkait langsung dengan pelayanan kepada
masyarakat).
5. Penghapusan
Tindakan menghapus barang milik negara dari Daftar Barang Kuasa Pengguna
setelah mendapat persetujuan dari pengelola barang. Laporan hasil penghapusan
disampaikan kepada pengelola barang. Pelaksanaan teknis penghapusan ini diatur
dalam Lampiran VI Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang milik negara.
Badan layanan umum tidak dapat menghapus aset tetap, kecuali atas
persetujuan pejabat yang berwenang. Kewenangan pengalihan dan/atau
penghapusan aset tetap diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai dan jenis barang
sesuai dengan ketentuan seperti yang disebutkan di atas.
6. Pemindahtanganan
Kuasa pengguna dapat mengajukan pemindahtanganan barang milik negara
berupa tanah dan bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPR dan barang
milik negara selain tanah dan bangunan kepada pengguna barang. Dari keempat
bentuk yang ada, bentuk penyampaian usul pemindahtanganan yang mungkin
dilakukan hanyalah penjualan. Penjualan barang milik negara dilaksanakan untuk
optimalisasi barang milik negara yang berlebih atau idle yang secara ekonomis akan
lebih menguntungkan bagi negara apabila dijual maupun sebagai pelaksanaan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penjualan barang milik negara
wajib disetor seluruhnya ke rekening kas umum negara sebagai penerimaan
negara.
Badan layanan umum tidak dapat mengalihkan (pemindahtanganan) aset tetap,
kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang. Kewenangan pengalihan
dan/atau penghapusan aset tetap diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai dan
jenis barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerimaan
hasil penjualan aset tetap sebagai akibat dari pengalihan menjadi pendapatan
badan layanan umum.

20

Kuasa pengguna hanya dapat melakukan usul pemindahtanganan berupa
penjualan berupa tanah dan bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPR
dan barang milik negara selain tanah dan bangunan kepada pengguna barang.
Sedangkan badan layanan umum menyatakan bahwa dapat dilakukannya penjualan
aset tetap untuk membiayai belanja operasional setelah disetujui pejabat yang
berwenang. Dua hal ini menjadi kontroversi.
7. Penatausahaan
Kuasa pengguna harus melakukan entry pendaftaran sekaligus pencatatan
barang milik negara ke dalam kodefikasi barang ke aplikasi SIMAK-BMN.
Inventarisasi barang milik negara oleh kuasa pengguna dapat dilakukan sekurang-
kurangnya sekali dalam lima tahun. Kuasa pengguna barang harus menyampaikan
backup aplikasi SIMAK-BMN tiap semester dan tahunan guna menyusun Laporan
Barang Milik Negara.
Badan layanan umum dapat menggunakan SIMAK-BMN atau atau aplikasi
khusus yang dikembangkan tersendiri untuk melakukan entry pada sistem
akuntansi aset tetap.
8. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Kuasa pengguna barang barang melakukan pemantauan dan penertiban
terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pemeliharaan, dan pengamanan barang milik negara yang berada di bawah
penguasaannya. Aparat pengawas fungsional dapat dimintai bantuan untuk
melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban. Kuasa pengguna
dan pengelola barang wajib menindaklanjuti hasil audit.
Badan layanan umum tidak mengatur bagaimana harus melakukan pemantauan
dan penertiban barang milik negara dibawah penguasaannya. Sehingga teknis
pemantauan dan penertiban merujuk ke Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Kontroversi teknis yang muncul hanya terlihat pada kegiatan pemindahtanganan.
Secara teknis, pengadaan yang sebelumnya menimbulkan kontradiksi dari perspektif
hukum, tidak mengalami masalah. Untuk kegiatan pemanfaatan bahkan sama sekali
tidak dibahas secara teknis.
Setelah menganalisis melalui perspektif hukum dan teknis berikut akan dilakukan
analisis melalui perspektif akuntansi atas pengelolaan barang milik negara. Analisis

21

hanya akan dilakukan melalui pendekatan integrasi perspektif akuntansi yang dipakai
badan layanan umum sebagai Kuasa Pengguna Barang, tanpa melakukan
pembandingan.
1. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Perencanaan kebutuhan dan penganggaran menjadi dasar dari pencatatan
akuntansi pertanggungjawaban khususnya kegiatan pengadaan barang milik
negara. Perencanaan kebutuhan akan menjadi acuan di laporan kinerja, sedang
penganggaran akan menjadi acuan di Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan
Aktivitas badan layanan umum.
2. Penilaian
Penilaian secara umum telah mencakup perilaku akuntansi bagi pengadaan,
penggunaan, pengamanan dan pemeliharaan, penghapusan, sampai
pemindahtanganan. Penetapan nilai barang milik negara menurut Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum diukur berdasarkan biaya perolehan.
Apabila penilaian dengan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai barang
milik negara tersebut didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Barang
milik negara yang diperoleh melalui pengadaan, akan dicatat sebagai penambahan
akun aset tetap dan pengurangan akun kas. Setelah dilakukan pengadaan,
hendaknya bukti kepemilikan atas barang milik negara segera diurus dan disimpan
sebagai dasar pencatatan. Selama digunakan, barang milik negara harus disusutkan
melalui metode garis lurus, metode saldo menurun ganda, dan metode unit
produksi. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh barang milik
negara dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
Penyusutan akan menjadi kontra akun barang milik negara bersangkutan. Dalam
penggunaannya, kerapkali barang milik negara membutuhkan pemeliharaan dalam
rangka memperbaiki karena rusaknya sebagian unsur atau dalam rangka
menambah nilai manfaat. Perbaikan yang tidak menambah nilai manfaat akan
diakui sebagai belanja atau biaya, sedangkan yang menambah nilai manfaat akan
mempengaruhi nilai barang milik negara yang bersangkutan. Revaluasi aset dapat
dilakukan berdasarkan ketentuan ketentuan pemerintah yang berlaku secara
nasional. Dalam hal disajikan menyimpang dari konsep harga perolehan maka
badan layanan umum harus menjelaskan penyimpangan tersebut serta

22

pengaruhnya terhadap informasi keuangan badan layanan umum. Rugi penurunan
nilai akibat revaluasi dapat dilaporkan sebagai offset nilai barang milik negara dan
menambah nilai kerugian lain-lain di Laporan Aktivitas. Barang milik negara akan
dikuasai badan layanan umum sampai dihapus atau dipindahtangankan karena
alasan-alasan tertentu. Nilai tercatat pada awal dan akhir periode yang
memperlihatkan:
a. penambahan
b. pelepasan
c. revaluasi yang dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah
d. penurunan nilai tercatat
e. penyusutan
f. setiap pengklasifikasian kembali.
Nilai-nilai tersebut akan menjadi nilai-nilai akun di Neraca. Transaksi-transaksi
yang terlibat di dalamnya akan mempengaruhi Laporan Realisasi Anggaran,
Laporan Aktivitas dan Laporan Arus Kas.
3. Pemindahtanganan
Pencatatan akuntansi yang terlibat dalam pemindahtanganan adalah barang milik
negara hasil tukar menukar, off-set barang milik negara yang dijual, pencatatan
arus masuk kas hasil penjualan dan keuntungan atau kerugian dari hasil penjualan.
Nilai barang milik negara hasil tukar menukar dicatat berdasarkan nilai wajar aset
yang dilepas atau yang diperoleh, yang mana yang lebih andal, ekuivalen dengan
nilai wajar aset yang dilepaskan setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau
setara kas yang ditransfer. Nilai barang milik negara ini akan mempengaruhi
nilainya di neraca. Penjualan barang milik negara dicatat dengan melakukan off-set
barang milik negara yang dijual beserta akumulasi penyusutannya, mencatat
penambahan kas atas penjualan, selisih lebih atau kurangnya akan dibukukan
sebagai keuntungan atau kerugian dari penjualan aset. Transaksi penjualan ini akan
mempengaruhi Laporan Aktivitas, Laporan Arus Kas dan Neraca.
4. Penatausahaan
Jika penilaian berhubungan dengan masing-masing akun barang milik negara,
penatausahaan berhubungan dengan keseluruhan. Laporan Barang Milik Negara
yang merupakan hasil konsolidasi dari seluruh database barang milik negara semua
satuan kerja pemerintah pusat akan dijadikan dasar pelaporan di neraca. Barang

23

milik negara yang dilaporkan sebagai aset tetap di neraca badan layanan umum
meliputi:
a. Tanah;
b. Gedung dan bangunan;
c. Peralatan dan mesin;
d. Jalan, irigasi, dan jaringan;
e. Aset tetap lainnya;
f. Konstruksi dalam pengerjaan.
Informasi tambahan atas keenam komponen di atas perlu dijelaskan dalam CALK.
Selain itu, hal-hal yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan adalah dasar
penilaian, metode penyusutan, masa manfaat (atau tarif penyusutan yang
digunakan), jumlah akumulasi penyusutan, eksistensi dan batasan atas hak milik,
kebijakan akuntansi untuk biaya perbaikan yang berkaitan dengan aset tetap,
uraian rincian dari masing-masing aset tetap sampai jumlah komitmen (jika ada)
untuk akuisisi aset tetap.
C. Implikasi Fleksibilitas badan layanan umum
Pengelolaan keuangan badan layanan umum adalah pola pengelolaan keuangan
yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek
bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sebagai
pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Fleksibilitas yang dimaksud terdiri dari pengelolaan pendapatan; belanja; kas; piutang
dan utang; investasi; pengadaan dan pengelolaan barang; pengembangan sistem,
prosedur pengelola keuangan dan akuntansi; remunerasi; status kepegawaian; serta
nomenklatur kelembagaan dan pimpinan. Fleksibilitas tersebut memberikan hak badan
layanan umum untuk melanggar azas universalitas. Salah satu contohnya dalam
konteks pengelolaan keuangan negara. Dalam mekanisme APBN, semua pendapatan
negara harus disetor ke kas negara dan semua belanja harus melalui kas negara.
Dengan penetapan satker pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan
badan layanan umum, maka azas universalitas ini boleh dilanggar, sehingga
pendapatan yang diterima boleh langsung digunakan sebagai belanja. Mekanisme
APBN tidak sepenuhnya hilang, setiap triwulan pertangggungjawaban pengelolaan
pendapatan yang langsung dibelanjakan tersebut dilaporkan melalui SPM Pengesahan.
Pengajuan SPM Pengesahan serupa dengan mekanisme SPM-GUP Nihil. Fleksibilitas

24

yang diberikan ini, sebenarnya selain ditujukan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik juga sekaligus untuk membenahi pengelolaan PNBP dengan lebih
baik, sehingga tidak ada lagi pengeluaran yang off budget.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu fleksibilitas yang menjadi
topik dalam kajian ini adalah pengelolaan barang milik negara. Pemberian bonus
berupa fleksibilitas pada badan layanan umum tidak selamanya menjadi angin segar.
Terdapat beberapa implikasi dari fleksibilitas yang membuahkan kontradiksi menurut
perspektif hukum dan teknis pada pengelolaan barang milik negara. Terdapat tiga
kontradiksi yang muncul dalam pengelolaan barang milik negara sebagai implikasi dari
fleksibilitas badan layanan umum yaitu pada kegiatan pengadaan, pemanfaatan dan
pemindahtanganan.
1. Pengadaan
Pengadaan barang milik negara oleh badan layanan umum tetap mengacu pada
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kecuali untuk ranah fleksibilitas.
Ada tiga hal yang perlu digarisbawahi dalam fleksibilitas ini yaitu alasan efektivitas
dan/atau efisiensi, sumber dana serta ketentuan pengadaan barang dan jasa yang
ditetapkan pemimpin badan layanan umum. Atas ketiga hal tersebut harus
diberikan aturan yang dapat memastikan fleksibilitas bertanggungjawab.
Pendefinisian efektivitas dan efisiensi harus diterangkan melalui pendekatan
kuantitas sehingga titik potongnya jelas. Fleksibilitas pendanaan pengadaan berasal
dari semua sumber kecuali APBN dan hibah terikat. Perlu diberikan pertimbangan-
pertimbangan khusus untuk mencegah kebocoran anggaran melalui konteks ini.
Ketentuan khusus mengenai pedoman pelaksanaan barang milik negara yang
ditetapkan pemimpin badan layanan umum, harus dievaluasi secara detail dan
menyeluruh untuk mencegah loop-hole. Ketiga hal ini penting untuk diawasi
pelaksanaannya. Fleksibilitas pengadaan tidak dapat dilaksanakan jika ketentuan-
ketentuan teknis yang mengaturnya belum sempurna. Hal tersebut dilakukan,
mengingat kebocoran anggaran negara dan tindak pidana korupsi sebagian besar
berada di ranah pengadaan barang milik negara.
2. Pemanfaatan
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara yang dirinci kemudian dalam Peraturan Menteri

25

Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, kuasa
pengguna tidak dapat melakukan pemanfaatan atas barang milik negara.
Pemanfaatan hanya dapat dilakukan oleh pengelola barang. Kontroversi kedua yang
mengemuka mengenai masalah penerimaan yang berasal dari pemanfaatan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum menyatakan bahwa pendapatan dari pemanfaatan termasuk
dalam Pendapatan Usaha Lainnya yang dapat digunakan langsung dalam
operasional badan layanan umum. Implikasi fleksibilitas pada kegiatan
pemanfaatan meliputi pelanggaran universalitas pada pengelolaan barang milik
negara dan pengelolaan keuangan. Sebenarnya pelanggaran universalitas ini telah
diakomodasi dalam Pasal 79, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara, yang memberikan privilege
kepada badan layanan umum untuk mengecualikan pengaturan, jika telah memiliki
ketentuan sendiri. Fleksibilitas diwujudkan berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara
pada umumnya. Tujuan peningkatan pelayanan kepada masyarakat secara langsung
maupun tidak langsung harus tercermin dalam pemanfaatan barang milik negara
yang tidak digunakan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi dalam bentuk
sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, atau bangun guna serah. Kegiatan
pemanfaatan pun harus dilakukan dengan berdasarkan kaidah-kaidah manajemen
yang baik.
Fleksibilitas pengelolaan keuangan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-50/PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh Satuan Kerja Instansi
Pemerintah yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang
menyatakan bahwa satker berstatus badan layanan umum secara penuh dapat
langsung menggunakan seluruh PNBP dari Pendapatan Operasional dan Non
Operasional badan layanan umum, di luar dana yang bersumber dari APBN, sesuai
Rencana Bisnis dan Anggaran tanpa terlebih dahulu disetorkan ke kas negara.

26

Bahkan apabila PNBP melebihi target yang ditetapkan dalam Rencana Bisnis dan
Anggaran tetapi masih dalam ambang batas fleksibilitas, maka kelebihan tersebut
dapat digunakan langsung terlebih dahulu mendahului revisi DIPA, dengan
persetujuan menteri keuanganyang diajukan kepada Direktur Jenderal
Perbendaharaan. Dalam rangka pertanggungjawaban penggunaan dana yang
bersumber dari PNBP yang digunakan langsung, satker badan layanan umum
menyampaikan SPM Pengesahan kepada KPPN setiap triwulan maksimal tanggal
sepuluh setelah triwulan berakhir dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab
pimpinan badan layanan umum. SPM Pengesahan menjadi dasar KPPN untuk
menerbitkan SP2D pengesahan penggunaan dana PNBP. Solusi atas pemanfaatan
akan disajikan bersama dengan pemindahtanganan untuk menghindari
pengulangan.
3. Pemindahtanganan
Berbeda kondisi dengan pemanfaatan, dimana Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara sama
sekali tidak memperbolehkan badan layanan umum dengan kedudukannya kuasa
pengguna anggaran untuk melakukan pemanfaatan, pada pemindahtanganan
terdapat adanya pengaruh yang dapat dilakukan yaitu berupa pengajuan usul.
Pengajuan usul atas pemindahtanganan atas penjualan berupa tanah dan bangunan
yang tidak memerlukan persetujuan DPR dan barang milik negara selain tanah dan
bangunan kepada pengguna barang. Peraturan teknis pemindahtanganan yaitu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan
Barang milik negara, juga tidak menyebutkan secara jelas andil kuasa pengguna
anggaran. Pemindahtanganan, dalam peraturan tersebut, praktis merupakan
domain pengguna dan pengelola barang. Sehingga seharusnya, menurut kedua
peraturan di atas, badan layanan umum dilarang melakukan pemindahtanganan
barang miliki negara di bawah penguasaannya. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 pada bagian pengelolaan barang justru
menyatakan secara langsung bahwa penerimaan atas penjualan barang milik
negara sebagai akibat dari pengalihan yang telah disetujui pejabat berwenang
merupakan pendapatan badan layanan umum.


27

Kasus pemindahtanganan serupa dengan pemanfaatan yang menyinggung
implikasi fleksibilitas pada pengelolaan barang milik negara dan pengelolaan
keuangan. Fleksibilitas ini sebenarnya tidak sepenuhnya merugikan. Penetapan
satuan kerja pemerintah sebagai badan layanan umum berstatus badan layanan
umum penuh pun telah melewati persyaratan substantif, teknis dan administratif
dengan nilai bobot yang baik. Belum lagi konsekuensi penerapan pengelolaan
keuangan badan layanan umum yang pada prakteknya harus berdiri diantara dua
standar akuntansi pelaporan yaitu Standar Akuntansi Keuangan dan Standar
Akuntansi Pemerintah untuk mengkonsolidasikan laporannya dengan kementerian
negara/lembaga terkait. Atas pertimbangan itu, rasanya pantas badan layanan
umum mendapatkan privilege berupa fleksibilitas.
Sebenarnya ada dua kata kunci yang terkait dengan fleksibilitas pengelolaan barang
milik negara dan pengelolaan keuangan yaitu pernyataan dibutuhkannya persetujuan
pejabat berwenang dan kesesuaian dengan Rencana Bisnis dan Anggaran.
Pemanfaatan tidak dapat dilakukan oleh kuasa pengguna, pelaksanaannya minimal
dilakukan oleh pengguna barang. Andil pelaksanaan pemindahtanganan oleh kuasa
pengguna barang hanya sampai ranah usulan. Pelaksanaannya dilakukan oleh pengelola
atau pengguna barang. Seperti yang dinyatakan pada pasal 3 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum bahwa menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan badan layanan umum. Menteri/pimpinan
lembaga ini tidak lain dan tidak bukan adalah pengguna barang. Persetujuan pejabat
berwenang dalam hal ini dapat disimpulkan sebagai menteri/pimpinan lembaga yang
melaksanakan atau mengajukan usul kepada pengelola barang untuk melakukan
pemanfaatan dan pemindahtanganan.
Persetujuan sebagaimana disebutkan diatas tidak dilakukan tanpa mekanisme.
Rencana Bisnis dan Anggaran tahunan yang mengacu pada Rencana Strategi Bisnis
adalah dasar pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran badan layanan umum. Semua
penerimaan dan pengeluaran badan layanan umum harus mengacu pada Rencana
Bisnis dan Anggaran. Rencana Strategi Bisnis adalah salah satu syarat administratif
dimungkinkannya status badan layanan umum secara penuh. Pelaksanaan pemanfaatan
dan pemindahtanganan barang milik negara sudah seharusnya tercantum menjadi salah
satu alternatif dari sekian banyak rencana penerimaan selama lima tahun. Penetapan

28

status badan layanan umum secara penuh mengindikasikan disetujuinya Rencana
Strategi Bisnis satuan kerja pemerintah, termasuk pemanfaatan dan pemindahtanganan
barang milik negara. Hal ini juga menjadi pendukung pernyataan persetujuan pejabat
berwenang, yang ternyata tidak hanya mencakup pengguna barang (menteri/pimpinan
lembaga) melainkan juga mencakup pengelola barang dalam hal ini menteri keuangan.
Walaupun pada prakteknya, dua hal tersebut terpisah secara eselon dimana pengajuan
PK-badan layanan umum ditujukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dan
petugas fungsional pengelola barang adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara,
kemungkinan koordinasi saling mengecek dapat dilakukan.
Lagipula sebenarnya prinsip fleksibilitas ini tidak mencederai apapun. Menurut
David Osborne dan Ted Gaebler, sebisa mungkin memang pemerintah secara perlahan-
lahan dapat menurunkan tarif pajak. Penurunan tarif pajak tersebut dilakukan dengan
transformasi fungsi kegiatan, salah satunya dengan mengembangkan Enterprising
Government. Pada akhirnya, dengan ada atau tidak adanya enterprising government,
jumlah total pembelanjaan negara akan sama. Yang membedakan adalah upaya
pembelajaran untuk meningkatkan kualitas, memperbaiki efisiensi, merubah mindset
birokrasi serta mengembangkan kebebasan berpikir, inovasi dan kreatifitas manajemen
pengelolaan pemerintah.









29

BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Fleksibilitas yang diperoleh badan layanan umum kerapkali dianggap sebagai
sebuah privilege yang tidak memenuhi prinsip equality oleh satuan kerja lainnya.
Padahal hal tersebut bukan diperoleh dalam sekejap saja. Suatu satuan kerja
pemerintah harus melewati proses yang panjang dalam memenuhi tiga persyaratan
yaitu persyaratan substantif, teknis dan administratif yang dinilai dalam bobot tertentu
untuk menentukan perizinan penerapan pengelolaan keuangan badan layanan umum.
Tidak hanya berhenti sampai di situ, status tersebut dalam implementasinya, kerapkali
menimbulkan konsekuensi dan implikasi. Konsekuensi yang harus dihadapi satuan
kerja yang menerapkan badan layanan umum salah satunya adalah sistem pelaporan
yang jauh lebih rumit, prosedur pelaksanaan yang harus selaras dengan peraturan,
hingga pengawasan berlapis dari pihak intern dan ekstern untuk memastikan
kepatuhan. Implikasi yang diunduh akibat fleksibilitas dapat ditemui di banyak bagian
implementasinya. Salah satu implikasi tersebut dapat dilihat di pengelolaan barang
milik negara.
Implikasi fleksibilitas pengelolaan barang milik negara dapat menghapus azas
universalitas dalam implementasinya di badan layanan umum. Atas fleksibilitas ini,
badan layanan umum dapat melakukan apa saja selama diperbolehkan peraturan
khusus yang melingkupinya, tanpa harus mengindahkan ketentuan umum yang berlaku
bagi satuan kerja pemerintah lain. Pengelolaan barang milik negara menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara terdiri dari sepuluh kegiatan utama yaitu perencanaan kebutuhan dan
penganggaran; pengadaan; penggunaan; pemanfaatan; pengamanan dan pemeliharaan;
penilaian; penghapusan; pemindahtanganan; penatausahaan serta pembinaan,
pengawasan dan pengendalian.
Jika dipandang dari perspektif perspektif hukum dan teknis (akuntansi hanya
pengejawantahan dari sistem yang dianut) terdapat beberapa implikasi yang berujung
kontradiksi atas hak keleluasan yang dimiliki badan layanan umum dalam hal
pengelolaan barang milik negara. Dari sepuluh kegiatan yang ada, hampir semuanya
sebenarnya telah bersesuaian antara prinsip universalitas dan implementasi badan

30

layanan umum, kecuali kontradiksi yang dapat kita temukan dalam kegiatan
pengadaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan. Fleksibilitas yang ada pada
pengadaan adalah keleluasaan tanpa mengacu pada Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, selama memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa pada
Badan Layanan Umum. Namun untuk mencegah terjadi kebocoran anggaran pada
keleluasaan ini, implementasinya harus didahului dengan penetapan ketentuan-
ketentuan teknis yang mengatur secara sempurna mengenai alasan efektivitas
dan/atau efisiensi, sumber dana serta ketentuan pengadaan barang dan jasa yang
ditetapkan pemimpin badan layanan umum. Kontradiksi yang mengemuka dalam hal
pemanfaatan dan pemindahtanganan diakibatkan karena hal yang serupa yaitu
masalah pisah batas wewenang dan hak penggunaan penerimaan. Dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara yang dirinci kemudian dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, badan layanan umum yang
berkedudukan sebagai kuasa pengguna tidak dapat melakukan pemanfaatan atas
barang milik negara. Dalam peraturan yang sama, domain badan layanan umum hanya
sebatas pengajuan usul atas pemindahtanganan atas penjualan berupa tanah dan
bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPR dan barang milik negara selain
tanah dan bangunan kepada pengguna barang. Bahkan peraturan teknis
pemindahtanganan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007
tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang milik negara, sama sekali tidak menyebutkan andil kuasa
pengguna anggaran di dalamnya. Pemanfaatan dan pemindahtanganan praktis
merupakan domain pengguna dan pengelola barang. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum menyatakan bahwa
pendapatan dari pemanfaatan dan pemindahtanganan termasuk dalam Pendapatan
Usaha Lainnya yang dapat dikelola dan digunakan langsung dalam operasional badan
layanan umum sesuai Rincian Bisnis dan Anggaran. Hal ini mengindikasikan tidak

31

hanya terdapat legalitas pemakaian pendapatan untuk kegiatan operasional namun
juga legalilas pelampauan batas wewenang badan layanan umum sebagai kuasa
pengguna anggaran.
Fleksibilitas tersebut menurut penulis tidak menyebabkan kontradiksi yang
berlebihan. Kontradiksi dengan ketentuan umum, jelas akan mengemuka pada
implementasi badan layanan umum. Hal tersebut telah diantisipasi pada pasal 79,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara, yang memberikan privilege pengecualian pengaturan bagi badan
layanan umum, jika telah memiliki ketentuan tersendiri mengenai pengelolaan barang
milik negara dan hal-hal yang terkait dengan pengelolaan tersebut. Fleksibilitas ini
harus mengindahkan kaidah-kaidah manajemen yang baik, ditujukan dalam rangka
peningkatan kualitas pelayanan, serta memenuhi keperluan pelaporan akuntabilitas
dan transparansi yang melingkupinya. Mekanisme Rincian Bisnis dan Anggaran
sebenarnya dapat dijadikan solusi untuk menjembatani masalah ini. Rencana Bisnis
dan Anggaran tahunan, yang mengacu pada Rencana Strategi Bisnis, adalah dasar
pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran badan layanan umum. Semua penerimaan
dan pengeluaran badan layanan umum harus mengacu pada Rencana Bisnis dan
Anggaran. Rencana Strategi Bisnis adalah salah satu syarat administratif
dimungkinkannya status badan layanan umum secara penuh. Pelaksanaan
pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara sudah seharusnya tercantum
menjadi salah satu alternatif dari sekian banyak rencana penerimaan yang terangkum
selama lima tahun dalam Rencana Strategi Bisnis. Penetapan status badan layanan
umum secara penuh mengindikasikan disetujuinya Rencana Strategi Bisnis satuan
kerja pemerintah, termasuk rencana pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik
negara. Dengan disetujuinya Rencana Strategi Bisnis termasuk Rencana Bisnis
Anggaran, pemanfaatan dan pemindahtanganan yang melampaui wewenang badan
layanan umum, telah memenuhi syarat persetujuan dalam implementasinya. Dengan
persetujuan yang dimiliki Rencana Bisnis dan Anggaran, semua penggunaan atas
penerimaan negara yang telah direncanakan dapat dilakukan. Lagipula sebenarnya
prinsip fleksibilitas ini tidak mencederai apapun. Menurut David Osborne dan Ted
Gaebler, enterprising government atau badan layanan umum merupakan sarana untuk
meningkatkan kualitas, memperbaiki efisiensi, merubah mindset birokrasi serta

32

mengembangkan kebebasan berpikir, inovasi dan kreatifitas manajemen pengelolaan
pemerintah.
B. Rekomendasi
Kontradiksi-kontradiksi yang mengemuka dalam kajian ini terjadi dalam lingkup
hukum, teknis (termasuk akuntansi). Untuk memungkinkan praktek-praktek bisnis
yang sehat yang didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, kontradiksi
tersebut seharusnya diminimalisasi dan dihindari. Beberapa rekomendasi yang dapat
diajukan atas kontradiksi yang mengemuka dalam kajian ini, yaitu :
1. Pelaksanaan seleksi yang ketat atas pengajuan usul satuan kerja pemerintah untuk
mendapat penetapan sebagai satuan kerja dengan status badan layanan umum
secara penuh. Penilaian bobot atas persyaratan yang menjadi indikator penetapan
harus dilakukan oleh profesional yang independen dan objektif. Jika perlu penilai
diatur dalam ketentuan khusus.
2. Sinkronisasi peraturan teknis terutama yang termasuk dalam ranah fleksibilitas
bagi badan layanan umum. Sinkronisasi peraturan ini dapat dilakukan oleh tim
khusus yang anggotanya terdiri dari lintas instansi untuk mengevaluasi peraturan-
peraturan yang telah ada dan mencari titik yang sebaiknya direvisi untuk
menghilangkan kerancuan dan kontradiksi hukum.
3. Koordinasi antar pihak-pihak terkait yang melingkupi implementasi tugas pokok
dan fungsi layanan umum, khususnya yang akan menyinggung fleksibilitas, untuk
menghindari kontradiksi yang mungkin muncul dari perspektif teknis. Evaluasi
lintas instansi berkala dan berkelanjutan juga dapat dilakukan.
4. Penetapan ketentuan-ketentuan teknis yang mengatur secara sempurna mengenai
alasan efektivitas dan/atau efisiensi, sumber dana serta ketentuan pengadaan
barang dan jasa yang ditetapkan pemimpin badan layanan umum sebagai legalitas
pelanggaran azas universalitas di bidang pengadaan. Penetapan ketentuan teknis
ini yang akan mendasari implementasi fleksibilitas pengadaan badan layanan
umum.
5. Peningkatan peran Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum, yang berada di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, juga diperlukan
dan tidak hanya diwujudkan dalam hal pembinaan saja. Pengawasan on going
process khususnya masalah kepatuhan, juga harus dapat diakomodasi. Hal ini
dilakukan agar fleksibilitas yang diberikan pada satuan kerja yang menerapkan

33

pengelolaan keuangan badan layanan umum tidak memiliki potensi untuk
disalahgunakan.
6. Penetapan dan pemberian sanksi bagi badan layanan umum jika terbukti melanggar
kepatuhan atas peraturan-peraturan yang melingkupinya. Sanksi dapat diberikan
setelah indikasi pelanggaran dibuktikan oleh lembaga pemeriksa independen.
Pemberian sanksi maksimal dapat diberikan dalam bentuk pencabutan status
badan layanan umum secara penuh.



LAMPIRAN


Pengelolaan Barang Milik Negara
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2006 Tentang
Pengelolaan Barang Milik
Negara
Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 96/PMK.06/2007
Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, Penghapusan,
Dan Pemindahtanganan
Barang Milik Negara
Ketentuan Lain
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum
Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 08/PMK.02/2006
tentang Kewenangan
Pengadaan Barang/Jasa Pada
Badan Layanan Umum.
Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran sinkron sinkron
Pengadaan sinkron Ketentuan yang mengatur sinkron
pengadaan barang milik
negara, bagi pengelolaan
secara umum dan ketentuan
khusus bagi badan layanan
umum, mengacu pada
Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 80 Tahun
2003 Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Pengecualian diberikan
kepada badan layanan umum
atas dasar azas fleksibilitas
jika memenuhi tiga
persyaratan yang ditentukan
dalam peraturan ini.
Penggunaan sinkron sinkron
Pemanfaatan Pemanfaatan hanya dapat
dilakukan oleh pengelola atau
pengguna atas kondisi
tertentu setelah disetujui
pengelola.
Dengan kedudukannya
sebagai kuasa pengguna,
ketentuan ini memberikan
wewenang untuk
menggunakan barang milik
negara yang tidak terkait
dengan pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi dengan
persetujuan pejabat
berwenang.
Ketentuan Pengelolaan Barang Milik Negara Ketentuan bagi Badan Layanan Umum
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG DIIMPLEMENTASIKAN MENURUT AZAS UNIVERSALITAS DIKOMPARASIKAN PADA BADAN LAYANAN UMUM




Pemanfaatan Penerimaan negara yang
berasal dari pemanfaatan
wajib disetorkan seluruhnya
ke rekening kas umum
negara.
Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 76/PMK.05/2008
tentang Pedoman Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum
menyatakan bahwa
pendapatan (kecuali hibah
terikat) dapat dikelola
langsung untuk membiayai
belanja BLU sesuai RBA.
Penerimaan negara yang
berasal dari pemanfaatan
tidak diatur lebih lanjut.
Pengamanan dan Pemeliharaan sinkron sinkron
Penilaian Wewenang pengelola dan
pengguna barang milik
negara.
Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 76/PMK.05/2008
tentang Pedoman Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan
Badan Layanan Umum
menyatakan bahwa penilaian
kembali dapat dilakukan
dengan mengacu pada
ketentuan yang berlaku
nasional.
Penghapusan sinkron sinkron
Surat Keputusan
Penghapusan diterbitkan
oleh pengguna atau pengelola
berdasarkan kondisi yang
menyebabkan penghapusan.
Tidak diatur secara jelas,
namun sebagai kuasa
pengguna barang, badan
layanan umum akan
melakukan penghapusan
barang milik negara dari
daftar barang kuasa
pengguna setelah adanya
Surat Keputusan
Penghapusan.
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG DIIMPLEMENTASIKAN MENURUT AZAS UNIVERSALITAS DIKOMPARASIKAN PADA BADAN LAYANAN UMUM















Pemindahtanganan Domain kuasa pengguna
barang hanya sebatas
penyampaian usul salah satu
bentuk pemindahtanganan
yaitu penjualan.
Dengan kedudukannya
sebagai kuasa pengguna,
ketentuan ini menyatakan
bahwa pemindahtanganan
yang dilakukan badan
layanan umum dilakukan atas
persetujuan pejabat yang
berwenang.
Pemindahtanganan pada
dasarnya dilakukan dengan
pertimbangan ekonomis bagi
peningkatan penerimaan
negara.
Ketentuan ini menyatakan
bahwa penerimaan hasil
penjualan barang milik
negara sebagai akibat dari
pemindahtanganan
merupakan pendapatan
badan layanan umum.
Penatausahaan sinkron sinkron
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian sinkron sinkron
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG DIIMPLEMENTASIKAN MENURUT AZAS UNIVERSALITAS DIKOMPARASIKAN PADA BADAN LAYANAN UMUM
Penyebab Solusi
Batas wewenang kuasa pengguna anggaran Persetujuan dari pejabat yang berwenang melalui Rincian Bisnis dan Anggaran.
Penggunaan pendapatan dalam pengeluaran operasional yang
seharusnya disetorkan seluruhnya ke rekening kas umum
negara
Sebagaimana yang kita ketahui, Rincian Bisnis dan Anggaran adalah acuan dan landasan
badan layanan umum untuk melakukan praktek bisnis yang sehat dalam rangka
mendapatkan pendapatan dan pengeluarannya. Rincian Bisnis dan Anggaran ini telah
disetujui sebelumnya oleh Direktur Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum - Direktorat Jenderal Perbendaharaan, setelah sebelumnya menyetujui Rencana
Strategis Bisnis. Rencana Strategis Bisnis merupakan salah satu persyaratan
administratif penetapan satuan kerja pemerintah sebagai badan layanan umum dengan
status penuh. Penetapan status tersebut mengindikasikan persetujuan atas Rencana
Strategis Bisnis satuan kerja pemerintah yang bersangkutan. Rencana pemanfaatan dan
pemindahtanganan barang milik negara, sebagai salah satu dari alternatif pendapatan
badan layanan umum, seharusnya terangkum dalam Rencana Strategis Bisnis yang
diajukan ke Direktur Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum -
Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Dengan ditetapkannya Rencana Strategis Bisnis
yang merupakan acuan dari Rencana Bisnis dan Anggaran, secara tidak langsung terjadi
pelimpahan wewenang terbatas untuk melakukan pemanfaatan dan pemindahtanganan
SOLUSI KONTRADIKSI PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA PADA BADAN LAYANAN UMUM

copyright ellen_maharani stan2010
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
April 2003. Jakarta. Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara. Januari 2004. Jakarta. Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum. Juni 2005. Jakarta. Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara. Maret 2006. Jakarta. Republik Indonesia.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Nopember 2003. Jakarta. Republik
Indonesia.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan
Barang/Jasa Pada Badan Layanan Umum. Februari 2006. Jakarta. Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik
Negara. September 2007. Jakarta. Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum. Mei 2008. Jakarta. Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-50/PB/2009 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh Satuan Kerja
Instansi Pemerintah yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Juli 2007. Jakarta. Kementerian Keuangan Republik Indonesia.


Situs terkait :
www.depkeu.go.id/
www.djkn.depkeu.go.id/
www.perbendaharaan.go.id/

Anda mungkin juga menyukai