Laporan KKN-P Fauzi
Laporan KKN-P Fauzi
Keterangan :
U = konduktansi satuan penukar panas bersih,
Ud = konduktansi setelah terjadinya pengotoran,
Rd = tahanan termal satuan endapan.
2.4.2 Kebocoran Udara (Air leakage)
Kebocoran udara atau Air leakage adalah berat atau jumlah udara yang ikut
terbawa keluar dari sisi udara bakar (air side) ke sisi gas buang (gas side). Seluruh
kebocoran diasumsikan terjadi di antara sisi udara masuk (air inlet) dan sisi keluar
gas buang (gas outlet).
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
27
Gambar 2.22 Jalur Aliran Kebocoran Air heater
Sumber : Power-Gen, 2010 : 2
Keterangan :
Jalur 1 : Aliran udara normal
Jalur 2 : Aliran gas buang normal
Jalur A : Udara ambient dari Forced Draft Fan (FDF) keluar (Leaking)
secara langsung ke sisi gas outlet air heater.
Jalur B : Udara yang sudah dipanaskan keluar ke sisi gas outlet air heater.
Jalur C : Udara ambient dari FD fan mengalami kebocoran di sekeliling
air heater.
Jalur D : Gas buang panas keluar boiler.
Prosentase (%) kebocoran udara (air leakage) air preheater didefinisikan
sebagai 100 dikalikan massa udara basah yang bocor ke sisi gas buang (gas side)
dibagi dengan massa gas basah memasuki pemanas udara (air side). Perhitungan
hubungan empiris menggunakan perubahan konsentrasi O2 dalam gas buang.
Persamaan kebocoran udara dapat ditentukan dengan hubungan :
AL =
x 0,9 x 100%
Keterangan :
AL = Air heater Leakage (%)
= Prosentase
= Prosentase
O
2
= SO
3
(Sulfur dioxide) (Oxygen) (Sulfur trioxide)
SO
3
+ H
2
O = H
2
SO
4
(Sulfur trioxide) (Water) (Sulfuric acid)
Sulfur trioxide dihasilkan dari beberapa factor yaitu adanya kelebihan udara,
konsentrasi dari Sulfur dioxide, temperature, adanya katalis. Korosi tidak dapat
dicegah, tetapi dapat dikendalikan seminimal mungkin. Metode umum untuk
mengendalikan korosi, yaitu pelapisan (coating). Metode pelapisan adalah suatu
upaya mengendalikan korosi dengan menerapkan suatu lapisan pada permukaan
logam. Misalnya, dengan pengecatan menggunakan lapisan enamel. Lapisan ini
dapat membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga
besi terlindung dari korosi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan film permukaan
dari oksida logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga dapat
mencegah korosi lebih lanjut.
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
31
2.5 Perpindahan Panas (Heat transfer)
Perpindahan panas (heat transfer) adalah ilmu yang meramalkan
perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur di antara
benda atau material. Berdasarkan hukum termodinamika yang telah diketahui
bahwa energi yang dipindahkan itu dinamakan energi panas. Ilmu perpindahan
panas tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi panas berpindah dari
satu benda ke benda lain, tetapi juga untuk meramalkan laju perpindahan yang
terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Istilah-istilah yang digunakan untuk
menyatakan tiga modulus perpindahan panas antara lain, yaitu konduksi,
konveksi, dan radiasi.
2.5.1 Perpindahan Panas Konduksi
2.5.1.1 Perpindahan Panas Konduksi pada Keadaan Steady
Perpindahan panas konduksi adalah proses perpindahan panas di mana panas
mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur
rendah dalam suatu medium baik itu padat, cair, maupun gas atau antar medium
berlainan yang bersinggungan secara langsung. Jika pada suatu benda terdapat
gradien suhu (temperatur gradient), maka akan terjadi perpindahan energi dari
bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Hal ini bisa dikatakan bahwa
energi berpindah secara konduksi dan laju perpindahan kalor berbanding dengan
suhu normal.
Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi terjadi karena hubungan
molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar.
Menurut teori kinetik, suhu elemen suatu zat sebanding dengan energi kinetik
rata-rata molekul-molekul yang membentuk elemen tersebut. Energi yang dimiliki
oleh suatu elemen zat yang disebabkan kecepatan, dari posisi relatif molekul-
molekulnya disebut energi dalam. Jadi semakin cepat molekul molekul bergerak
semakin tinggu suhu maupun energi dalam elemen tersebut. Bila molekul
molekul disuatu daerah memperoleh energi kinetik rata rata yang lebih besar
dari pada yang dimiliki oleh molekul molekul di suatu daerah yang berdekatan,
maka molekul molekul yang memiliki energi lebih besar tersebut akan
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
32
memindahkan sebagian energinya kepada molekulmolekul di daerah yang
bertemperatur lebih rendah.
Perpindahan energi tersebut dapat berlangsung dengan tumbukan elastik
(elastic impact) atau dengan pembauran (difusi) elektron-elektron yang bergerak
lebih cepat dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah.
Laju perpindahan panas dari suatu medium tergantung dari dimensi, material, dan
perbedaan temperatur yang terjadi pada material tersebut. Untuk kasus
perpindahan panas pada dinding datar hal ini dapat dirumuskan dengan persamaan
berikut:
Keterangan :
Q = laju perpindahan panas konduksi (Watt)
k = konduktivitas termal (Watt/m
o
C)
A = luas penampang pada sisi normal arah perpindahan panas (m
2
)
X = tebal material (m)
T
1
-T
2
= beda temperatur pada penampang (
o
C)
Gambar 2.24 Perpindahan Panas Konduksi Melalui Dinding
Sumber : Cengel, 2003 : 21
Sedangkan pada silinder homogen yang berlubang dan cukup panjang
dengan mengabaikan pengaruh ujung-ujungnya dan suhu permukaan dalamnya
konstan pada T
1
sedangkan suhu luarnya dipertahankan seragam pada T
0
maka hal
ini dapat dituliskan dalam rumus :
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
33
Keterangan :
q = laju perpindahan panas (Watt)
k = konduktivitas termal (Watt/m
o
C)
dT/dr = gradien suhu dalam arah radial (
o
C)
A = luas penampang (m
2
)
2.5.1.2 Perpindahan Panas Konduksi pada Keadaan Transient
Perpindahan panas konduksi pada keadaan transien terjadi ketika suhu
dalam suatu objek berubah sebagai fungsi waktu. Dalam proses pemecahan
masalahnya menggunakan teori yang berkaitan dengan perpindahan panas
konduksi transien pada silinder yang berlubang.
Gambar 2.25 Silinder Berlubang
Sumber : Dasar teori praktikum fenomena dasar mesin FT UB
Dari gambar 2.4 di atas dapat dilihat bahwasanya perpindahan panas terjadi
pada silinder berlubang 3 dimensi. Pada gambar terlihat bahwa selain sumbu z dan
r, pada silinder berlubang tersebut terdapat sudut . Namun untuk mempermudah
proses perhitungannya dan pemecahannya, sudut diabaikan dan bernilai nol
sehingga nantinya dalam pemecahannya, perpindahan panas konduksi transien
pada silinder berlubang dapat dicari dengan rumus :
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
34
Keterangan :
= massa jenis (kg/m
3
)
Cp = kapasitas panas spesifik pada tekanan konstan (J/kg
o
C)
k = konduktivitas termal (W/m
o
C)
T = temperatur (
o
C)
t = waktu (s)
2.5.2 Perpindahan Panas Konveksi
Sebuah pelat logam panas akan cepat menjadi dingin apabila ditempatkan
didepan sebuah kipas angin dibandingkan jika hanya dibiarkan di udara diam.
Kita sebut bahwa kalor di konveksi keluar dan kita sebut prosesnya perpindahan
kalor konveksi. Misalkan sebuah pelat dipanaskan seperti gambar 2.5 Suhu pelat
adalah Tw dan suhu fluida T, kecepatan aliran terlihat pada gambar. Kecepatan
aliran berkurang sampai nol pada pelat karena efek gaya viskos. Karena kecepatan
lapisan fluida pada dinding nol, kalor hanya ditransfer dengan cara konduksi pada
titik ini. Karena itu kita bisa menggunakan persamaan (1.1) dengan konduktivitas
termal fluida dan gradien temperatur fluida pada dinding. Namun kita tetap
menyebutnya konveksi karena gradient temperatur bergantung atas laju fluida
dalam mengambil kalor.
Gambar 2.26 Perpindahan kalor konveksi dari sebuah pelat
Sumber : Diktat perpindahan panas dan massa FT Universitas Darma Persada
Efek keseluruhan konveksi, dirumuskan dengan Hukum Newton tentang
pendinginan :
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
35
q = hA (Tw - T) (1.1)
Keterangan :
q = laju perpindahan panas dengan cara konveksi (W)
As = luas perpindahan panas (m
2
)
Tw = Temperatur permukaan benda padat (K)
T = Temperatur fluida mengalir (K)
h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/m
2
K)
Pada persamaan ini, laju perpindahan kalor dikaitkan dengan perbedaan
temperatur menyeluruh antara dinding dan fluida dan luas permukaan. Besaran h
disebut koefisien perpindahan kalor konveksi. Untuk kondisi kompleks, harga h
ditentukan secara eksperimen. Koefisien perpindahan kalor kadang-kadang
disebut juga konduktansi film. Satuan h adalah watt per meter kwadrat per derajat
celsius, jika aliran kalor dalam watt.
2.5.3 Perpindahan Panas Radiasi
Berbeda dengan perpindahan kalor konduksi dan konveksi dimana
perpindahan energi terjadi melalui media, maka kalor juga bisa dipindahkan
melalui ruang vakum. Mekanisme ini disebut radiasi elektromagnetik. Radiasi
elektromagnetik yang dihasilkan oleh perbedaan temperatur disebut radiasi
termal.
Dalam termodinamika, pembangkit panas ideal atau benda hitam akan
memancarkan energi sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak benda dan
berbanding lurus dengan luas permukaan, atau :
q
pancaran
= AT
4
Keterangan :
= konstanta proporsional atau konstanta Stefan -Boltzmann
= 5,669 x 10-8 W/m
2
.K
4
A = luas permukaan (m
2
)
T = temperature benda hitam (K)
Energi radiasi bisa juga dirumuskan dengan:
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
36
q = F F
G
A(T
1
4
T
2
4
)
Keterangan :
F = fungsi emisivitas
F
G
= fungsi faktor pandang geometri
2.5.4 Penukar Panas (Heat Exchanger)
Penukar panas adalah sebuah alat dimana dua aliran fluida saling bertukar
panas tanpa keduanya bercampur. Contoh yang paling sederhana dari alat penukar
panas adalah alat penukar panas tabung ganda (tube and shell), yang terdiri dari
dua pipa konsentrik dengan diameter yang berbeda. Panas ditranfer dari fluida
panas ke fluida dingin melalui dinding pipa yang memisahkan.
Persamaan konservasi massa pada kondisi steadi adalah jumlah rate massa
yang memasuki sistem sama dengan rate massa yang keluar sistem. Persamaan
konservasi energi dari alat penukar panas pada umumnya tidak melibatkan
interaksi kerja ( w = 0), energi kinetik dan energi potensial diabaikan ( ke 0,
pe 0) untuk setiap aliran fluida. Pertukaran panas yang berhubungan dengan
alat penukar panas tergantung bagaimana volume atur yang dipilih (batas sistem).
Pada umumnya batas yang dipilih adalah bagian diluar shell, hal tersebut untuk
mencegah pertukaran panas fluida dengan lingkungan.
2.6 Hukum Termodinamika
2.6.1 Hukum Termodinamika Ke-0
Hukum ini meletakkan konsep suhu pada dasar yang kokoh, yaitu bila dua
sistem ada dalam kesetimbangan termal, maka keduanya mempunyai suhu yang
sama, bila tak ada dalam kesetimbangan termal maka keduanya mempunyai suhu
yang berbeda.
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
37
Tinjau 3 sistem A, B dan C, Fakta eksperimental : bila sistem A ada dalam
kesetimbangan termal dengan sistem B, dan sistem B juga ada dalam
kesetimbangan termal dengan C maka A ada dalam kesetimbangan dengan C:
TA = TB TA = TC
TB = TC
2.6.2 Hukum Termodinamika Pertama
Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, tetapi dapat berubah dari
satu bentuk ke bentuk lainnya. Secara matematis. hukum termodinamika I pada
sistem tertutup, dinyatakan sebagai:
dU = dq + dw
U = q + w
Dengan kata lain, perubahan energi dalam sistem (U) setara dengan panas
yang diberikan pada sistem (q) dan kerja yang dilakukan terhadap sistem (w)
Jika hanya diberikan panas, berlaku : U = q
Jika hanya dilakukan kerja berlaku : U = w
2.6.3 Hukum Termodinamika Kedua
Panas secara alamiah akan mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, panas
tidak akan mengalir secara spontan dari suhu rendah ke suhu tinggi (Clausius)
Tidak mungkin dalam satu siklus terdapat efisiensi 100% (Carnot).
Hukum termodinamika II diformulasikan pada tahun 1860 melalui penelitian
mesin kalor Carnot, mempelajari kecenderungan arah reaksi, meramalkan
spontanitas reaksi.
2.6.4 Hukum Termodinamika Ketiga
Entropi kristal murni pada suhu nol absolut adalah nol. Pada suhu nol
absolut (T = 0 K) yakni :
Tidak terjadi pergerakan atom.
Tidak ada kekacauan thermal dan struktur kristalin dianggap sempurna.
A B C
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
38
2.7 Hukum Kontinuitas
Disebut juga hukum kekekalan massa, bahwa laju perubahan massa fluida
yang terdapat dalam ruang yang ditinjau pada selang waktu (dt) harus sama
dengan perbedaan antara jumlah massa yang masuk dan laju massa yang keluar ke
dan dari elemen fluida yang ditinjau.
Persamaan kontinuitas untuk fluida tak termampatkan
Pada fluida tak termampatkan, massa jenis fluida selalu sama di setiap titik
yang dilaluinya. Massa fluida yang mengalir dalam pipa dengan luas penampang
A1 (diameter pipa besar) selama selang waktu tertentu:
; ;
Mengingat bahwa dalam aliran tunak, massa fluida yang masuk sama
dengan massa fluida yang keluar, maka:
Jadi pada fluida tak termampatkan, berlaku persamaan kontinuitas:
Keterangan :
Luas penampang 1
Luas penampang2
Selang waktu aliran fluida sama:
Bedanya pada fluida tak termampatkan hanya terletak pada massa jenis fluida.
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Spesifikasi Alat
Tabel 3.1 Spesifikasi Air heater Ljungstrom
Sumber : Vendor Manual Book AH Operation & Maintenance Manual
PT.IPMOMI Unit 3
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
40
3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebasnya adalah temperatur inlet dan outlet flue gas dan combustion
air, tekanan soot blower sebelum coating 1 MPa dan sesudah coating 0,6
MPa, element sebelum dan sesudah coating.
2. Variabel terikatnya adalah efisiensi air heater pada sisi gas buang dan udara.
3. Variabel kontrolnya adalah sebagai berikut.
a. Putaran rotor air heater 1 rpm.
b. Data sebelum pelapisan enamel dan penurunan tekanan soot blower diambil
rata-rata pada bulan Juni - Juli 2012 dan data sesudah pelapisan enamel dan
penurunan tekanan soot blower diambil rata-rata pada bulan Januari - Februari
2014.
c. Temperature udara masuk air heater diasumsikan tetap 31
o
C.
d. Prosentase kebocoran paa air heater 3A dan 3B diasumsikan sama, hal ini
diakibatkan oleh :
Data O2 diambil dari O2 analyzer di area output economizer dan output ID
fan (FGD inlet).
Kondisi seal plate antara air heater 3A dan 3B sama setelah penggantian
pada bulan Desember 2013.
e. Data temperature yang diambil di area air heater menggunakan probe
instrument yang telah terpasang di area tersebut.
3.3 Rumus Perhitungan
1. Menghitung kebocoran udara (Air leakage)
AL =
x 0,9 x 100
Keterangan :
AL = Air heater Leakage (%)
= Prosentase
= Prosentase
,
,
Tae, Tal, Tge,
Tgl
Menghitung Air leakage
AL =
x 0.9 x 100
Hasil Perhitungan
AL, Tgnl, GSE, ASE
SELESAI
Menghitung Temp. Gas Out no Leakage
Tgnl =
+ Tgl
Menghitung Gas Side Efficiency
GSE =
x 100%
Menghitung Air Side Efficiency
ASE =
x 100%
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengolahan Data
Tabel 4.1 Performa AH sebelum dan sesudah dilapisi enamel dan penurunan soot
blower
AH DESCRIPTION BEFORE AFTER
3A
Tge (
o
C)
374.248 390.853
Tgl (
o
C)
156.206 163.831
Tae (
o
C)
31 31
Tal (
o
C)
336.189 355.372
O2 gl
4.38514 4.38514
O2 ge
2.64444 2.64444
3B
Tge (
o
C)
361.754 384.738
Tgl (
o
C)
150.602 160.778
Tae (
o
C)
31 31
Tal (
o
C)
340.028 359.317
O2 gl
4.38514 4.38514
O2 ge
2.64444 2.64444
4.2 Perhitungan Data
A. Perhitungan efisiensi AH sebelum dilapisi enamel dengan tekanan soot blower
1,18 MPa.
- AH 3A :
1. Menghitung kebocoran udara (Air leakage)
AL =
x 0,9 x 100
AL =
x 0,9 x 100
AL = 9.4291 %
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
44
2. Menghitung temperatur gas outlet tanpa adanya kebocoran (Leakage)
Tgnl =
+ Tgl
Tgnl =
+
Tgnl = 168.0114
o
C
3. Menghitung efisiensi AH berdasarkan temperatur
GSE =
x 100%
GSE =
x 100%
GSE = 60.0839 %
4. Menghitung efisiensi AH pada sisi udara berdasarkan temperatur
ASE =
x 100%
ASE =
x 100%
ASE = 88.9121 %
- AH 3B :
1. Menghitung kebocoran udara (Air leakage)
AL =
x 0,9 x 100
AL =
x 0,9 x 100
AL = 9.4291 %
2. Menghitung temperatur gas outlet tanpa adanya kebocoran (Leakage)
Tgnl =
+ Tgl
Tgnl =
+ 150.602
Tgnl = 161.879
o
C
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
45
3. Menghitung efisiensi AH berdasarkan temperatur
GSE =
x 100%
GSE =
x 100%
GSE = 60.4301 %
4. Menghitung efisiensi AH pada sisi udara berdasarkan temperatur
ASE =
x 100%
ASE =
x 100%
ASE = 93.4316 %
B. Perhitungan efisiensi AH sesudah dilapisi enamel dengan tekanan soot blower
0,6 MPa.
- AH 3A :
1. Menghitung kebocoran udara (Air leakage)
AL =
x 0,9 x 100
AL =
x 0,9 x 100
AL = 9.78488 %
2. Menghitung temperatur gas outlet tanpa adanya kebocoran (Leakage)
Tgnl =
+ Tgl
Tgnl =
+
Tgnl = 176.808
o
C
3. Menghitung efisiensi AH berdasarkan temperatur
GSE =
x 100%
GSE =
x 100%
GSE = 59.5155 %
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
46
4. Menghitung efisiensi AH pada sisi udara berdasarkan temperatur
ASE =
x 100%
ASE =
x 100%
ASE = 90.1345 %
- AH 3B :
1. Menghitung kebocoran udara (Air leakage)
AL =
x 0,9 x 100
AL =
x 0,9 x 100
AL = 11.8829 %
2. Menghitung temperatur gas outlet tanpa adanya kebocoran (Leakage)
Tgnl =
+ Tgl
Tgnl =
+ 160.7784
Tgnl = 176.056
o
C
3. Menghitung efisiensi AH berdasarkan temperatur
GSE =
x 100%
GSE =
x 100%
GSE = 59.1955 %
4. Menghitung efisiensi AH pada sisi udara berdasarkan temperatur
ASE =
x 100%
ASE =
x 100%
ASE = 92.7888 %
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
47
4.3 Data Hasil Perhitungan
Tabel 4.2 Data hasil perhitungan
AH DESCRIPTION BEFORE AFTER
3A
Tge (
o
C)
374.248 390.853
Tgl (
o
C)
156.206 163.831
Tae (
o
C)
31 31
Tal (
o
C)
336.189 355.372
O2 ge 4.38514 4.38514
O2 gl 2.64444 2.64444
AL 9.42906 9.42906
Tgnl 168.011 176.355
GSE 60.0839 59.6071
ASE 88.9121 90.1402
3B
Tge (
o
C)
361.754 384.738
Tgl (
o
C)
150.602 160.778
Tae (
o
C)
31 31
Tal (
o
C)
340.028 359.317
O2 ge 4.38514 4.38514
O2 gl 2.64444 2.64444
AL 9.42906 12.9661
Tgnl 161.879 177.606
GSE 60.4301 58.5553
ASE 93.4316 92.8135
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
48
4.4 Studi Kasus dan Pemecahan Masalah
Terjadi kerusakan pada heating element (cold end layer).
Gambar 4.1 Heating element sebelum dan sesudah korosi
Sumber : PLTU Paiton PT.IPMOMI Unit 3
Hal ini disebabkan karena adanya sulfur yang terkandung dalam bahan bakar
bereaksi dengan H
2
O dari hembusan soot blower atau temperature outlet flue gas
berada pada titik embunnya sehingga mengakibatkan adanya asam sulfat (H
2
SO
4
)
pada heating element.
Pemecahan masalah yang dapat diterapkan yaitu dengan metode pelapisan
pada heating element menggunakan lapisan enamel. Lapisan ini dapat membentuk
lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga besi terlindung dari
korosi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan film permukaan dari oksida logam
hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga dapat mencegah korosi lebih
lanjut.
Gambar 4.2 Heating element dilapisi enamel
Sumber : PLTU Paiton PT.IPMOMI Unit 3
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
49
4.5 Analisa Perhitungan
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Pengaruh Coating dan Penurunan Tekanan Soot
blower terhadap Efisiensi Air heater 3A
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Pengaruh Coating dan Penurunan Tekanan Soot
blower terhadap Efisiensi Air heater 3B
60.08386407
59.60707805
88.91209997
90.14017517
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Sebelum coating, tekanan soot
blower 1.18 MPa
Sesudah coating, tekanan soot
blower 0.6 MPa
E
f
i
s
i
e
n
s
i
A
H
(
%
)
Grafik Hubungan Pengaruh Coating dan Penurunan
Tekanan Soot Blower terhadap Efisiensi Air heater 3A
GSE
ASE
60.43006055
58.55532668
93.43159989
92.81345908
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Sebelum coating, tekanan soot
blower 1.18 MPa
Sesudah coating, tekanan soot
blower 0.6 MPa
E
f
i
s
i
e
n
s
i
A
H
(
%
)
Grafik Hubungan Pengaruh Coating dan Penurunan
Tekanan Soot Blower terhadap Efisiensi Air heater 3B
GSE
ASE
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
50
Berdasarkan gambar grafik 4.1 dan 4.2 di atas menyatakan bahwa dengan
adanya lapisan enamel dan penurunan tekanan soot blower menjadi 0,6 MPa,
efisiensi air heater 3A dan 3B pada sisi gas buang dan udara mengalami sedikit
penurunan (0,5-1)%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi masih di dalam batas
normal.
Faktor yang menyebabkan penurunan efisiensi ini bisa disebabkan oleh
waktu pengoperasian yang sudah lama sehingga timbul adanya kenaikan air
leakage, kenaikan pressure drop akibat adanya fouling factor dan korosi,
kenaikan heat loss. Dan juga konduktivitas thermal dari heating element menjadi
rendah akibat adanya lapisan tambahan (enamel). Namun dengan adanya lapisan
enamel ini mampu mengurangi tingkat korosi yang disebabkan oleh kondensasi
asam sulfat yang terbentuk dari reaksi SO
3
dan H
2
O pada temperature di bawah
titik embun gas buang (140
o
F atau 60
o
C).
KULIAH KERJA NYATA - PRAKTEK
PT. Paiton Energy Company,
PT. International Power Mitsui Operation & Maintenance Indonesia
Jl. Raya Surabaya-Situbondo KM 141 Paiton
PO BOX 78 Paiton Probolinggo 67291
51
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1. Dengan adanya lapisan enamel pada heating element dan penurunan tekanan
soot blower menjadi 0,6 MPa, efisiensi air heater 3A dan 3B pada sisi gas
buang dan udara mengalami sedikit penurunan (0,5-1)%. Hal ini menunjukkan
bahwa kondisi masih di dalam batas normal.
2. Faktor yang mempengaruhi penurunan efisiensi air heater yaitu disebabkan
oleh adanya kenaikan air leakage, kenaikan pressure drop akibat adanya
fouling factor dan korosi, kenaikan heat loss, dan juga konduktivitas thermal
dari heating element menjadi rendah akibat adanya lapisan enamel.
3. Pengambilan data pada penelitian ini disesuaikan berdasarkan instrument yang
telah terpasang pada area tertentu, sehingga mempengaruhi tingkat
keakurasian hasil analisa.
5.2 SARAN
1. Pemberian lapisan enamel sebaiknya lapisan yang memiliki konduktivitas
thermal tinggi agar mampu menghantarkan panas dengan baik.
2. Frekuensi soot blower sebaiknya ditingkatkan menjadi 4 kali dalam sehari
guna mengurangi pressure drop akibat dari fouling factor dan korosi.
3. Ketika melakukan pengambilan data, sebaiknya dilakukan pada semua area
air heater agar data penelitian yang diperoleh lebih akurat dan teliti.