Anda di halaman 1dari 5

b.

Seleksi dan Penempatan Pegawai


Seleksi adalah proses identifikasi dan pemilihan orang atau orang orang dari
sekelompok pelamar yang ada melalui serangkaian tahapan tes, sehingga diperoleh tenaga
kerja yang paling sesuai atau yang paling memenuhi syarat dan kriteria yang ditetapkan oleh
perusahaan untuk menempati suatu jabatan atau posisi tertentu yang telah tersedia
berdasarkan kondisi yang ada saat ini, yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.
Tujuan seleksi diantaranya :
Menjamin perusahaan memiliki karyawan yang tepat untuk suatu jabatan/ pekerjaan.
Memastikan keuntungan investasi SDM perusahaan.
Mengevaluasi dalam mempekerjakan dan penempatan pelamar sesuai minat.
Memperlakukan pelamar secara adil dan meminimalkan deskriminasi.
Memperkecil munculnya tindakan buruk karyawan yang seharusnya tidak diterima.
Penempatan (placement) karyawan adalah tindak lanjut dari seleksi, yaitu menempatkan
calon karyawan yang diterima (lulus seleksi) pada jabatan/pekerjaan yang membutuhkannya
dan sekaligus mendelegasikan authority kepada orang tersebut.
Sastrohadiwiryo (2002) menyatakan bahwa sebelum menempatkan tenaga kerja di tempat
mereka bekerja terlebih dahulu mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut.
Latar Belakang Pendidikan
Pengalaman Kerja
Kesehatan Fisik dan Mental
Status Perkawinan
Faktor Umur
Jenis Kelamin
Minat dan Hoby
Evaluasi/assesmen psikologi yang digunakan dalam prosedur seleksi yang dewasa ini
dilakukan di Indonesia pada umumnya melaksanakan langkah-langkah berikut:
1. Analisis Pekerjaan.
Analisis pekerjaan adalah suatu proses kajian sistematis tentang kegiatan-kegiatan
yang dilakukan dalam suatu pekerjaan, yang melingkupi tugas-tugas, tanggung jawab dan
akuntabilitas untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan ciri-ciri
kepribadian yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan baik.
Metode analisis pekerjaan ada 2 yaitu:
kuesioner : on-line, mailing, check list, buku harian.
wawancara & observasi : wawancara perorangan, kelompok atau teknik partisipasi kerja
2. Penetapan alat ukur/tes psikologis yang mengukur ciri-ciri kepribadian.
Jika suatu analisa pekerjaan sudag menentukan kualifikasi suatu pekerjaan maka yang
perlu dilakukan adalah menentukan alat tes yang dapat mengukur kualifikasi yang ada
yang dalam hal dijadikan sebagai prediktor. Peramalan ini bisa didasarkan pada skor hasil
ujian dan tes, hasil wawancara dan hasil observasi. Biasanya prediktor tersebut berisi
tentang kecakapan intelektual, keterampilan merencanakan pekerjaan dan keterampilan
untuk mengkomunikasikan ide dan pengalaman.
Alat psikotes dapat digolongkan dalam :
Tes kecakapan : intelektual (IQ), pemahaman ruang dan mekanik, ketepatan persepsi
(TKD, IST, CFIT, SPM, FRT)
Tes kepribadian objektif : mengungkap kepribadian melalui stimulus yang terstrukutur,
yang terdapat dalam tes ciri kepribadian dan kejujuran minat (EPPS, Papikostik, DISC,
RMIB, KUDER)
Tes kepribadian proyektif : mengungkap kepribadian melalui stimulus yang ambigu
misalnya Wartegg tes, DAP, BAUM atau HTP.
Tes situasional : mengungkap perilaku yang khas jika dihubungkan dengan variabel
lingkungan. Misal FGD, LGD, In-Basket test, Business Game.
Tes sikap kerja : mengungkap sikap kerja dalam kondisi kerja buatan (tes Kraepelin dan
tes Pauli)
3. Pelaksanaan pemeriksaan psikologis.
Pada umumnya dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pemeriksaan klasikal,
perorangan dan pelaporan. Pada tahap klasikal diberikan tes psikologis tertentu, seperti tes
kemampuan intelektual, tes minat, dan tes kepribadian, kepada sejumlah calon dalam satu
kelas. Pada tahap perorangan, diberikan tes-tes psikologis lainnya yang masih diperlukan.
Di samping itu, dilakukan wawancara yang mendalam dengan calon. Berdasarkan data
yang telah dikumpulkan, dibuatlah suatu laporan yang pada umumnya berbentuk suatu
uraian atau gambaran tentang kepribadian calon yang diakhiri dengan kesimpulan yang
berisi saran tentang dapat tidaknya calon diterima pada pekerjaan yang dilamarnya.
Ketidak tepatan dalam seleksi diusahakan seminimal mungkin dengan
menyelenggarakan job analysis dan penetapan tes/alat ukur peramalan secermat mungkin.
(Ciri yang diperlukan dalam pekerjaan dijadikan konstruk yang diukur oleh tes-tes
psikologik). Namun bagaimana pun usahanya, masih sangat tergantung pada ketrampilan
psikolog dalam melaksanakan ketiga urutan langkah di atas.
4. Pelatihan dan pengembangan
Pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur
sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga nonmanajerial mempelajari pengetahuan dan
keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.
Pengembangan adalah proses pendidikan jangka panjang yang menggunakan prosedur
sistematis dan terorganisir sehingga tenaga kerja nonmanajerial mempelajari pengetahuan
konseptual dan teoritis untuk tujuan yang umum
Tujuan dari pelatihan dan pengembangan antara lain :
1. meningkatkan produktivitas : pelatihan dapat meningkatkan prestasi untuk berproduksi
2. meningkatkan mutu : pengetahuan dan keterampilan dapat mengurangi eror kerja
3. meningkatkan ketepatan dalam perencanaan SDM : mendapatkan SDM yang sesuai
4. meningkatkan semangat kerja : iklim menjadi lebih kondusif jika diberi pelatihan
5. menarik dan menahan karyawan yang berkualitas : implikasinya adalah kenaikan karir
6. menjaga kesehatan dan keselamatan kerja
7. menghindari keusangan
8. sebagai personal growth

Tanda Tanda Stress
Gejala- gejala stres kerja dapat berupa letih dan lelah, kecewa, perasaan tidak berdaya,
gangguan tidur, kegelisahan, ketegangan, kecemasan, cepat marah, kehilangan rasa percaya
diri, perasaan kesepian atau keterasingan, makan terlalu sedikit, mudah tersinggung,
berdebar- debar dan sulit berkonsentrasi (Bambang Tarupolo, 2002).
Menurut Ashar Sunyoto (2001) gejala- gejala stres di tempat kerja sebagai berikut:
a. Tanda- tanda suasana hati (mood )
Berupa menjadi overexcited, cemas, merasa tidak pasti, sulit tidur malam hari, menjadi
mudah bingung dan lupa, menjadi sangat tidak enak dan gelisah, menjadi gugup.
b. Tanda- tanda otot kerangka (musculoskeletal)
Berupa jari- jari dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat,
mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja), kepala mulai sakit, merasa otot menjadi
tegang atau kaku, menggagap ketika bicara, leher menjadi kaku.
c. Tanda- tanda organ- organ dalam badan (viseral)
Berupa perut terganggu, merasa jantung berdebar, banyak keringat, tangan berkeringat,
merasa kepala ringan atau akan pingsan, mengalami kedinginan, wajah menjadi panas,
mulut menjadi kering, mendengar bunyi berdering dalam kuping.

Carry Cooper dan Alison Straw (1995) membagi gejala stres kerja menjadi tiga yaitu
a. Gejala fisik
Gejala stres menyangkut fisik bisa mencakup: nafas memburu, mulut dan kerongkongan
kering, tangan lembab, merasa panas, otot tegang, pencernaan terganggu, mencret-
mencret, sembelit, letih yang tak beralasan, sakit kepala, salah urat, gelisah.
b. Gejala- gejala dalam wujud perilaku
Banyak gejala stres yang menjelma dalam wujud perilaku, mencakup:
Perasaan, berupa: bingung, cemas, dan sedih, jengkel, salah paham, tak berdaya, tak
mampu berbuat apa- apa, gelisah, gagal, tak menarik, kehilangan semangat.
Kesulitan dalam: berkonsentrasi, berfikir jernih, membuat keputusan.
Hilangnya: kreatifitas, gairah dalam penampilan, minat terhadap orang lain
c. Gejala- gejala di tempat kerja
Sebagian besar waktu bagi pekerja berada di tempat kerja, dan jika dalam keadaan stres ,
gejala- gejala dapat mempengaruhi kita di tempat kerja, antara lain:
Kepuasan kerja rendah
Kinerja yang menurun
Semangat dan energi hilang
Komunikasi tidak lancar
Pengambilan keputusan jelek
Kreatifitas dan inovasi berkurang
Bergulat pada tugas- tugas yang tidak produktif

DAFTAR PUSTAKA

Hery Simamora. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogjakarta:Bagian penerbitan
STIE YKPN.
Sondang P Siagian. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.
Ambar Teguh S, Rosidah. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia : Konsep, teori dan
pengembangan dalam organisasi publik. Jogjakarta : Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai