Anda di halaman 1dari 14

BAB II

LANDASAN TEORI
II.1 Tinjauan Pustaka
II.1.1 Lansia
II.1.1.1 Definisi Lansia
Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup
seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari
periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang
penuh manfaat (Hurlock, 1999).
II.1.1.2 Batasan - Batasan Lansia (Siti Bandiyah, 2009)
Batasan lansia menurut WHO meliputi :
Usia pertengahan (Middle age) antara 45 - 59 tahun
Usia lanjut (Elderly) antara 60 - 74 tahun
Usia lanjut tua (Old) antara 75 90 tahun
Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu :
Pertengahan umur usia lanjut/ virilitas yaitu masa persiapan usia
lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa
antara 45 54 tahun
Usia lanjut dini/ prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki
usia lanjut antara 55 64 tahun
Usia lanjut/ senium usia 65 tahun keatas
Usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih
dari 70 tahun
Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang
menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
(Hardywinoto & Toni Setiabudhi. 2005)
II.1.1.3 Teori-Teori Penuaan
Terdapat banyak teori tentang penuaan yaitu teori biologis dan teori
kejiwaan sosial. Teori-teori biologis terdiri dari teori sintesis protein, teori
keracunan oksigen, teori sistem imun, teori radikal bebas, teori rantai silang, teori
reaksi dari kekebalan sendiri dan lain-lain. Teori-teori kejiwaan sosial terdiri dari
teori pengunduran diri, teori aktivitas, teori subkultur, dan teori kepribadian
berlanjut. (Siti Bandiyah, 2009)
II.1.1.3.1 Teori Biologis
Teori seluler. Teori ini menyatakan bahwa kemampuan sel yang hanya
dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh
diprogram untuk membelah sekitar 50 kali. Bila sebuah sel pada lansia dilepas
dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi jumlah sel yang
akan membelah akan terlihat sedikit (Watson, 2003). Pembelahan sel lebih
lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, justru
kemampuan sel akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia (Boedhi
Darmojo & Nugroho, 2000; Watson, 2003).
Sedangkan pada sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel
pada jaringan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut
dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko
mengalami penuaan dan memiliki kemampuan yang rendah untuk tumbuh dan
memperbaiki diri dan sel dalam tubuh seseorang ternyata cenderung
mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati karena sel tidak dapat
membelah lagi (Watson, 2003).
II.1.1.3.2 Teori Kejiwaan Sosial
Teori pengunduran diri. Teori ini menyatakan bahwa saat lanjut usia
terjadi pengunduran diri yang mengakibatkan penurunan interaksi antara
lanjut usia dengan lingkungan sosialnya (Suriadi, 2009).
Teori kegiatan. Teori ini menyatakan bahwa pada saat seseorang
menginjak usia lanjut, maka mereka tetap mempunyai kebutuhan dan
keinginan yang sama seperti pada masa-masa sebelumnya. Mereka tidak ingin
mengundurkan diri dari lingkungan sosialnya. Lansia yang aktif
melaksanakan peranan-peranannya di masyarakat akan mencapai usia lanjut
yang optimal.
Teori kepribadian berlanjut. Teori ini menyatakan bahwa perubahan
yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian
yang dimiliki lansia tersebut (Kuntjoro, 2002).
II.1.1.4 Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia
Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan
potensi seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan
pekerjaan, dan perubahan peran sosial di masyarakat.
II.1.1.4.1 Perubahan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit
makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, berkurangnya fungsi
indra pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul
gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia misalnya badan
menjadi bungkuk, pendengaran berkurang, penglihatan kabur, sehingga
menimbulkan keterasingan.
II.1.1.4.2 Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual
Perubahan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung,
gangguan metabolisme, vaginitis, baru selesai operasi (prostatektomi),
kekurangan gizi (karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan
sangat kurang), penggunaan obat-obatan tertentu (antihipertensi, golongan
steroid, tranquilizer), dan faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa
malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan
masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya,
kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya,
pasangan hidup telah meninggal dunia, dan disfungsi seksual karena
perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas,
depresi, pikun, dan sebagainya.
II.1.1.4.3 Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi
proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain
sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
II.1.1.4.4 Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak
fisik, dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran
sangat berkurang, penglihatan kabur, dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu
mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Jika keterasingan terjadi
akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-
kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek bila
ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil. (A. Diana, 2010)
Perubahan-perubahan tersebut di atas akan menimbulkan
ketakutan-ketakutan pada lansia yang meliputi : (Siti Bandiyah, 2009)
Ketergantungan fisik dan ekonomi
Sakit-sakit kronis (hipertensi, berkurangnya pendengaran, arthritis,
penyakit jantung, dll)
Kesepian
Kebosanan yang disebabkan rasa tidak diperlukan
II.1.2 Kemandirian
Menurut Gracinia (2004), kemandirian adalah kemampuan untuk dapat
menjalani kehidupan tanpa adanya ketergantungan kepada orang lain. Dapat
melakukan kegiatan sehari-hari, mengambil keputusan, serta mengatasi masalah.
Definisi lain menurut Sulistyorini dkk (2006), kemandirian dapat diartikan
sebagai suatu kemampuan untuk memikirkan, merasakan, serta melakukan sesuatu
sendiri atau tidak tergantung pada orang lain. (Ira Puspitawati, 2008)
Ditambahkan oleh Schaefer (dalam Yuniati, 2003), kemandirian adalah suatu
kemampuan untuk mengontrol tindakan sendiri, bebas dari kontrol orang lain, dapat
mengatur diri sendiri dan mampu mengarahkan perasaan tanpa pengaruh dari orang
lain. Sedangkan menurut Lammon, Frank & Avery (dalam Handayani, 2004),
kemandirian adalah suatu sikap mampu mengambil suatu keputusan sendiri tanpa
harus mendapat bimbingan dari lain.
Kemandirian atau sering juga disebut dengan berdiri diatas kaki sendiri,
merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta
bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya(a). Kemandirian dalam konteks
individu yaitu memiliki aspek yang lebih luas dari sekedar aspek fisik. Aspek-aspek
kemandirian menurut Havinghurst, yaitu : (Eka Puspita Sari, 2005)
Aspek Emosi
Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak
tergantungnya kebutuhan emosi dari orangtua.
Aspek Ekonomi
Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak
tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orangtua.
Aspek Intelektual
Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah
yang dihadapi.
Aspek Sosial
Aspek ini ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan
orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain.
Fungsi kemandirian pada lansia mengandung pengertian yaitu kemampuan
yang dimiliki oleh lansia untuk tidak tergantung pada orang lain dalam melakukan
aktivitasnya, semua dilakukan sendiri dengan keputusan sendiri dalam rangka
memenuhi kebutuhannya (Alimul,2004)
Pengkajian status fungsional adalah pengukuran kemampuan seseorang
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan
kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan
seseorang.
Pasien lanjut usia harus diperiksa tentang kemampuan mereka untuk
mempertahankan kemandirian dan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan derajat kompetensi fungsional dalam perilaku sehari-hari
adalah suatu pertimbangan penting dalam menyusun rencana terapi untuk pasien
lanjut usia. (Kaplan & Sadock, 1997)
Lansia mengalami penurunan fungsi fisik, mental, dan sosial
yang memberikan kontribusi terhadap meningkatnya ketergantungan lansia pada
orang lain. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi perubahan peran
keluarga dalam merawat lansia. Kemandirian lansia sangat diperlukan untuk
memenuhi Aktivitas Kehiduan Sehari-hari (AKS) dan menjaga agar tetap
produktif. (Angga Ardianto, 2009)
Kehilangan kemandirian dan meningkatnya ketergantungan pada orang
lanjut usia tidak selalu karena menurunnya kemampuan fisik maupun mental, tetapi
juga karena lingkungan sosial yang menerimanya sebagai hal yang wajar dan
membangun ketidak mampuan dengan selalu menawarkan bantuan meski tidak
diinginkan dan dibutuhkan (Baltes, 1995). Keinginan untuk mandiri merupakan
faktor utama dari kemandirian, yaitu keinginan untuk melakukan segala sesuatu
tanpa bantuan orang lain. (Fitriyana Fauziah, 2010)
Pengukuran tingkat kemandirian dalam ADL (Activitty of daily living)
dipergunakan suatu skala rating scale yang didasarkan pada ketampilan fungsi
biologis, yang memerlukan bekerjanya sistem syaraf dan anggota gerak dari lansia
tersebut. (Hardywinoto & Toni Setiabudhi. 2005)
Kemandirian diukur dengan indeks Barthel. Penilaian didasarkan pada
tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas fungsional. Pengukuran
meliputi kemampuan makan, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan
sebaliknya, kebersihan diri, menyisir, mencuci muka, menggosok gigi, dll. (Siti
Yulian 2009)
Dari beberapa definisi kemandirian di atas dapat disimpulkan bahwa
kemandirian adalah suatu kemampuan untuk mengontrol tindakan sendiri, dapat
mengatur diri sendiri, mampu mengambil keputusan sendiri tanpa harus mendapat
bimbingan dari orang lain dan mampu mengarahkan perasaan tanpa pengaruh dari
orang lain.
II.1.3 Kualitas Hidup Lansia
II.1.3.1 Definisi Kualitas Hidup
Kualitas hidup mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional,
sosial dan kesejahteraan fisik seseorang, juga kemampuan mereka untuk berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari (Donald, 2001).
Kualitas hidup merupakan persepsi individu dari posisi mereka dalam
hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan
berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka.
Selain itu, kualitas hidup merupakan indikator penting untuk menilai keberhasilan
intervensi pelayanan kesehatan, baik dari segi pencegahan maupun pengobatan
(Suharmiati, 2003). Domain kualitas hidup tidak hanya mencakup domain fisik
saja, namun juga mencakup kinerja dalam memainkan peran sosial, keadaan
emosional, fungsi-fungsi intelektual dan kognitif serta perasaan sehat dan
kepuasan hidup (Croog dan Levine, 1998). (Diana A., 2010)
World Health Organization Quality Of Life atau WHOQOL
mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap kehidupannya di
masyarakat dalam konteks budaya dan sistem nilai yang ada yang terkait dengan
tujuan, harapan, standar, dan juga perhatian. Selain itu, kualitas hidup dapat
diartikan sebagai derajat dimana seseorang menikmati hidupnya. (Anton
Purwanto, 2008). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ahmad Munir
(2010) bahwa keadaan fisik, psikologi, lingkungan tinggal banyak mempengaruhi
kualitas hidup.
Menurut Neugarten, kualitas hidup adalah ukuran kebahagian dan
mempunyai lima aspek, yaitu: merasa senang dengan aktivitas yang dilakukan
sehari-hari, menganggap hidupnya penuh arti dan menerima dengan tulus kondisi
hidupnya, merasa telah berhasil mencapai cita-cita atau sebagian besar hidupnya,
mempunyai citra diri yang positif, mempunyai sikap hidup yang optimistic dan
suasana hati yang bahagia. (Fitriyana Fauziah, 2010)
Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas
hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin
terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan
keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan.
Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman
dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi. (A. Diana, 2010)
Kualitas hidup dalam hal ini merupakan suatu konsep yang sangat luas
yang dipengaruhi oleh : (Curtis, 2000) :
Kondisi fisik individu
Psikologis
Tingkat kemandirian
Hubungan individu dengan lingkungan
II.1.3.2 Komponen Kualitas Hidup
Menurut Trobojevic, kualitas hidup dikembangkan untuk memberikan
suatu pengukuran komponen dan determinan kesehatan dan kesejahteraan.
Pengukuran kualitas hidup ini penting berhubungan dengan prioritas kesehatan
sepanjang atau semasa hidup yang tidak hanya membutuhkan pengobatan tetapi
juga kualitas dari kelangsungan hidup.
Menurut McDowell dan Newell (1996), penyakit kronis akan
mempengaruhi kualitas hidup lansia. Kualitas hidup dapat disimpulkan menjadi
dua komponen yaitu kesehatan fisik dan kesehatan mental, untuk mengkaji kulitas
hidup tersebut maka didapat 26 pertanyaan tentang kemampuan pasien yang
dibagi menjadi delapan subvariabel yaitu:
Fungsi fisik terdiri dari beberapa pernyataan yaitu aktifitas yang
memerlukan energi, aktivitas yang ringan, mengangkat dan membawa
barang yang ringan, menaiki beberapa anak tangga, menaiki satu anak
tangga, membungkuk, berjalan beberapa gang, berjalan satu gang dan mandi
atau memakai baju sendiri.
Keterbatasan peran fisik terdiri dari pernyataan penggunaan waktu yang
singkat, penyelesaian pekerjaan yang tidak tepat waktu, terbatas pada
beberapa pekerjaan dan mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan.
Nyeri pada tubuh terdiri dari pernyataan seberapa besar rasa nyeri pada
tubuh dan seberapa besar nyeri mengganggu aktifitas.
Persepsi kesehatan secara umum terdiri dari pernyataan bagaimana kondisi
kesehatan saat ini dan satu tahun yang lalu, mudah terserang sakit, sama
sehatnya dengan orang lain, ke sehatan yang buruk dan kesehatan yang
sangat baik.
Vitalitas terdiri dari pernyataan yang menggambarkan tentang bagaimana
pasien dalam melaksanakan aktifitasnya apakah penuh semangat memiliki
energi yang banyak, bosan dan lelah.
Fungsi sosial terdiri dari pernyataan seberapa besar masalah emosi
mengganggu aktifitas sosial dan mempengaruhi aktifitas sosial.
Keterbatasan peran emosional terdiri dari pernyataan apakah masalah
emosional mempengaruhi penggunaaan waktu yang singkat dalam pekerjaan
atau lebih lama lagi melakukan pekerjaan dan tidak berhati-hati
sebagaimana mestinya.
Kesehatan mental terdiri dari pernyataan apakah pasien sering gugup,
merasa tertekan, tenang, sedih dan periang.
Menurut Ventegodt, Merriek, Anderson (2003), kualitas hidup dalam hal
ini dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada suatu aspek hidup
yang baik, yaitu:
Kualitas hidup subjektif, yaitu bagaimana suatu hidup yang baik dirasakan
oleh masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu
secara personal mengevaluasi bagaimana mereka menggambarkan sesuatu
dan perasaan mereka
Kualitas hidup eksistensial, yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan
level yang dalam. Ini mengasumsikan bahwa individu memiliki suatu sifat
yang lebih dalam yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat
hidup dalam keharmonisan.
Kualitas hidup objektif, yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan oleh
dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang
untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang
kehidupannya
Ketiga aspek kualitas hidup ini keseluruhan dikelompokkan dengan
pernyataan yang relevan pada kualitas hidup yang dapat ditempatkan dalam
suatu spektrum dari subjektif ke objektif, elemen eksistensial berada
diantaranya :
Kesejahteraan
Kesejahteraan berhubungan dekat dengan bagaimana sesuatu berfungsi
dalam suatu dunia objektif dan dengan faktor eksternal hidup. Ketika kita
membicarakan tentang perasaan baik maka kesejahteraan merupakan
pemenuhan kebutuhan dan realisasi diri.
Kepuasan hidup
Menjadi puas berarti merasakan bahwa hidup yang seharusnya, ketika
pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan gairah hidup diperoleh
disekitarnya maka seseorang puas, kepuasaan adalah pernyataaan mental
yaitu keadaan kognitif.
Kebahagiaan
Menjadi bahagia bukan hanya menjadi menyenangkan dan hati puas, ini
merupakan perasaan yang spesial yang berharga dan sangat diinginkan
tetapi sulit di peroleh. Tidak banyak orang percaya bahwa kebahagiaan
diperoleh dari adaptasi terhadap budaya seseorang, kebahagiaan
diasosiasikan dengan domain-domain non rasional seperti cinta, ikatan erat
dengan sifat dasar tetapi bukan dengan uang, status kesehatan atau faktor-
faktor objektif lain.
Makna dalam hidup
Makna dalam hidup merupakan suatu konsep yang sangat penting dan
jarang digunakan. Pencarian makna hidup melibatkan suatu penerimaan dari
ketidak berartian dan keseangat berartian dari hidup dan suatu kewajiban
untuk mengarahkan diri seseorang membuat perbaikan apa yang tidak
berarti.
Gambaran biologis kualitas hidup
Gambaran biologis kualitas hidup yaitu sistem informasi biologis dan
tingkat keseimbangan eksistensial dilihat dari segi ini kesehatan fisik
mencerminkan tingkat sistem informasi biologi seperti sel-sel dalam tubuh
membutuhkan informasi yang tepat untuk berfungsi secara benar dan untuk
menjaga kesehatan dan kebaikan tubuh. Kesadaran kita dan pengalaman
hidup juga terkondisi secara biologis. Pengalaman dimana hiup bermakana
atau tidak dapat dilihat sebagai kondisi dari suatu sistem informasi biologis.
Hubungan antara kualitas hidup dan penyakit diilustrasikan dengan baik dan
menggunakan suatu teori individual sebagai suatu sistem informasi biologis
Mencapai potensi hidup
Teori pencapaian potensi hidup merupakan suatu teori dari hubungan antara
sifat dasarnya. Titik permulaan biologis ini tidak mengurangi kekhususan
dari makhluk hidup tetapi hanya tingkat dimana ini merupakan teori umum
dari pertukaran informasi yang bermakna dalam sistem hidup dari sel ke
organisme sosial.
Pemenuhan kebutuhan
Kebutuhan dihubungkan dengan kualitas hidup dimana ketika kebutuhan
seseorang terpenuhi kualitas hidup tinggi. Kebutuhan merupakan suatu
ekspresi sifat dasar kita yang pada umumnya di miliki oleh makhluk hidup.
Pemenuhan kebutuhan dihubungkan pada aspek sifat dasar manusia.
Kebutuhan yang kita rasakan baik ketika kebutuhan kita sudah terpenuhi.
Informasi ini berada dalam suatu bentuk komplek yang dapat dikurangi
menjadi sederhana yakni kebutuhan aktual.
Faktor-faktor objektif
Aspek objektif dari kualitas hidup dihubungkan dengan faktor-faktor
eksternal hidup dan secara baik mudah di wujudkan. Hal tersebut mencakup
pendapatan, status perkawinan, status kesehatan dan jumlah hubungan
dengan orang lain. Kualitas hidup objektif sangat mencerminkan
kemampuan untuk beradaptasi pada budaya dimana kita tinggal.
Secara umum pengkajian kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan yang
menggambarkan suatu usaha untuk menentukan bagian variabel-variabel dalam
domain kesehatan, berhubungan dengan domain khusus dari hidup yang telah
ditentukan untuk menjadi penting secara umum atau untuk orang yang memiliki
penyakit spesifik. Konseptualisasi kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan
menegaskan efek penyakit pada fisik, peran sosial, psikologi/emosional dan fungsi
kognitif. Gejala-gejala persepsi kesehatan dan keseluruhan kualitas hidup sering
tercakup dalam konsep kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan (American
Thoracic Society, 2004).
II.2 Kerangka Teori
Teori Penuaan Lansia (>60 th)
Teori Biologis Teori Kejiwaan Sosial
Terjadi perubahan-perubahan pada lansia
Kondisi fisik Tingkat Kemandirian
Fungsi dan potensi seksual Kondisi fisik individu
Aspek Psikososial Psikologis
Hubungan individu dengan lingkungan
Kualitas Hidup pada Lansia
II.3 Kerangka Berpikir
Pengaruh tingkat kemandirian terhadap kualitas hidup lansia di Posbindu Lansia
Pergeri Depok RW 02. Berdasarkan variabel-variabel tersebut, kerangka berpikir
dalam penelitian ini adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan
: Diteliti
: Tidak diteliti
II.4 Hipotesis
H1 : Ada perbedaan rerata kualitas hidup antar kelompok tingkat kemandirian
pada lansia di Posbindu Lansia Pergeri Depok RW 02
Tingkat kemandirian
Kualitas
Hidup Lansia
Kondisi fisik individu
Psikologis
Hubungan individu
dengan lingkungan

Anda mungkin juga menyukai