Anda di halaman 1dari 33

TUGAS ILMU KESEHATAN JIWA

PSIKOTIK DAN SKIZOFRENIA

OLEH:
KELOMPOK III
Nurmah

(H1A 006 034)

Sindi Antika

(H1A 006 043)

Nurmiftahul Islamiyah

(H1A 006 035)

Sinta Putri Lestari

(H1A 006 044)

Nurul Bashirah .A.

(H1A 006 036)

Siska Fitriana

(H1A 006 045)

Rahmi Syafriyani

(H1A 006 038)

Soraya Gigantika

(H1A 006 046)

Rikhana Shita Tyas Asih

(H1A 006 039)

Syaiful Jihad Al Iqbal

(H1A 006 047)

Rr. Arini Budi Mulyani

(H1A 006 040)

Syarifa Nurazain

(H1A 006 048)

Savitri Yuanita

(H1A 006 041)

Tomi Irmayanto

(H1A 006 049)

Sebastian Ivan .K.

(H1A 006 042)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2009

PEMBAGIAN TUGAS KELOMPOK


Pencari data

Nurmah

: Definisi dan etiologi psikotik

Nurmiftahul Islamiyah

: Gejala-gejala psikotik

Nurul Bashirah .A.

: Gangguan, episode dan perilaku pada psikotik

Rahmi Syafriyani

: Gangguan, episode dan perilaku pada psikotik

Rikhana Shita Tyas Asih

: Klasifikasi psikotik

Rr. Arini Budi Mulyani

: Patofisiologi psikotik

Savitri Yuanita

: Gangguan, episode dan perilaku pada skizofrenia

Sebastian Ivan .K.

: Gejala-gejala dan klasifikasi skizofrenia

Sindi Antika

: Mitos skizofrenia

Sinta Putri Lestari

: Definisi dan etiologi skizofrenia

Siska Fitriana

: Terapi skizofrenia

Soraya Gigantika

: Patofisiologi skizofrenia

Syaiful Jihad Al Iqbal

: Mitos psikotik

Syarifa Nurazain

: Gangguan, episode dan perilaku pada skizofrenia

Tomi Irmayanto

: Terapi psikotik

Editor

: Sinta Putri Lestari


Soraya Gigantika

Tugas Ngeprint

: Rahmi Syafriyani

Penyebar Informasi

: Nurul Bashirah .A.

PSIKOTIK
PENGERTIAN PSIKOTIK
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu menilai
kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau atau aneh.
ETIOLOGI PSIKOTIK
Faktor psikodinamik yang harus diperhatikan di dalam kelompok gangguan psikotik ini
adalah stresor pencetus dan lingkungan interpersonal. Di dalam mengambil riwayat penyakit dan
memeriksa pasien, klinisi harus memperhatikan tiap perubahan atau stres pada lingkungan
interpersonal pasien. Pasien rentan terhadap kebutuhan psikosis untuk mempertahankan jarak
interpersonal tertenu; seringkali, pelanggaran batas pasien oleh orang lain dapat menciptakan
stres yang melanda yang menyebabkan dekompensasi. Demikian juga, tiap keberhasilan atau
kehilangan mungkin merupakan stresor yang penting dalam kasus tertentu.
Pemeriksaan pasien psikotik harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa gejala
psikotik adalah disebabkan oleh kondisi medis umum (sebagai contohnya, suatu tumor otak) atau
ingesti zat (sebagai contohnya, phencyclidine).
Kondisi fisik seperti neoplasma serebral, khususnya di daerah osipitalis dan temporalis
dapat menyebabkan halusinasi. Pemutusan sensorik, seperti yang terjadi pada orang buta dan
tuli, juga dapat menyebabkan pengalaman halusinasi dan waham. Lesi yang mengenai lobus
temporalis dan daerah otak lainnya, khususnya di hemisfer kanan dan lobus parietalis, adalah
disertai dengan waham.
Zat psikoaktif adalah penyebab yang umum dari sindroma psikotik. Zat yang paling
sering terlibat adalah alkohol, halusinogen indol sebagai contohnya, lysergic acid diethylamid
(LSD) amfetamin, kokain. Mescalin, phencyclidine (PCP), dan ketamin. Banyak zat lain,
termasuk steroid dan thyroxine, dapat disertai dengan halusinasi akibat zat.
GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI (FOLIE A DEUX)
Sifat gangguan menyatakan bahwa perpisahan orang yang tunduk, orang yang memiliki
gangguan psokkotik terbagi, dari orang dominan harus menyebabkan pemilihan dan hilangnya
gejala psikotik. Pada kenyataannya, hal tersebut kemungkinan terjadi kurang dari 40% dari

semua kasus. Sering kali orang yang tunduk memerlukan pengobatan dengan obat antipsikotik,
demikian juga dengan orang yang dominan membutuhkan obat antipsikotik untuk gejala psikoti
yang dideritanya. Karena pasien hampir selalu berasal dari keluarga yang sama, mereka biasanya
berkumpul kembali bersama setelah dipulangkan dari rumah sakit.
KLASIFIKASI GANGGUAN PSIKOTIK
1. Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya
a. Skizofrenia
Memenuhi criteria umum diagnosis skizofrenia, dimana adanya gejala-gejala khas tersebut
telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap
fase nonpsikotik prodromal).
b. Gangguan Skizotipal
Tidak terdapat onset yang pastidan perkembangan serta perjalanannya biasanya
menyerupai gangguan kepribadian.
c. Gangguan Waham Menetap
Kelompok ini meliputi gangguan dengan waham-waham yang berlangsung lama (paling
sedikit selama 3 bulan) sebagai satu-satunya gejala klinis yang khas atau yang paling
mencolok dan tidak dapat digolongkan sebagai gangguan mental organic, skizofrenia atau
gangguan efektif.
d. Gangguan Psikotik Akut dan Sementara
Memiliki onset yang akut (dalam masa 2 minggu), kesembuhan yang sempurna biasanya
terjadi dala 2-3 bulan, sering dalam beberapa minggu atau bahkan beberapa hari, dan hanya
sebagian kecil dari pasien dengan gangguan ini berkembang menjadi keadaan yang
menetap dan berhendaya.
e. Gangguan Waham Induksi
Dua orang atau lebih mengalami waham atau system waham yang sama, dan sling
mendukung dalam keyakinan waham itu. Yang menderita waham orisinil (gangguan
psikotik) hanya satu orang, waham tersebut terinduksi (mempengaruhi) lainnya, dan
biasanya menghilang apabila orang-oarang tersebut dipisahkan. Hampir selalu orang-orang
yang terlibat mempunyai hubungan yang sangat dekat.

Jika ada alas an untuk percaya bahwa duaorang yang tinggal bersama mempunyai
gangguan psikotik yang terpisah, maka tidak astupun diantaranya boleh dimasukkan dalam
kode diagnosis ini.
f. Gangguan Skizoafektif
Merupakan gangguan yang bersifa episodic dengan gejala afektif dan skizofrenik yang
sama-sama menonjol dan secara bersamaan ada dalamepisode yang sama.
g. Gangguan Psikotik Non-Organik Lainnya
Gangguan psikotik yang tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia atau untuk gangguan
afektif yang bertipe psikotik, dan gangguan-gangguan yang psikotik yang tidak memenuhi
criteria gejala untuk gangguan waham menetap.
2. Gangguan Suasana Perasaan (Mood {Afektif})
a. Episode Manik
Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah
dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan.
b. Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini bersifat episode berulang (sekurang-kurangnya 2 episode) dimana afek
pasien dan yingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada wktu tertentu terdiri dari peningkatan
afekdisertai penembahan energy dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain
berupa penurunan afek disertai pengurangan energy dan aktivitas (depresi).
c. Episode Depresi
Gejala utama berupa afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya
energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Pada
episode depresi, dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan sekurang-kurangnya 2
minggu untuk menegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan
jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
d. Gangguan Depresif Berulang
Terbagi atas episode depresi ringan, episode depresi sedang dan episode depresi berat.
Masing-masing episode tersebut rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya
lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
e. Gangguan Suasana Perasaan Menetap

Terbagi atas (i)Skilotimia, ciri esensialnya adalah ketidak-stabilan menetap dari


afek(suasana perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan,
diantaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi criteria
gangguan afektif bipolar. (ii)Distimia, cirri esensialnya ialah afek depresif yang
berlangsung sangat lama yang tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk
memenuhi criteria gangguan depresif berulang ringan atau sedang.
f. Gangguan Suasana Perasaan Lainnya
Kategori sisa untuk gangguan suasana perasaan menetap yang tidak cukup parah atau tidak
berlangsung lama untuk memenuhi criteria skilotimia dan distimia.
GEJALA- GEJALA PSIKOTIK
A. Gangguan/ gejala Psikotik Akut
Gambaran Utama Perilaku

Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu :

Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya

Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal

Kebingungan atau disorientasi

Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan


berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa serta
marah-marah atau memukul tanpa alas an

Pedoman Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut adalah sebagai berikut :

Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan : misalnya, mendengar
suara yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak ada bendanya)

Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima oleh
kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa mereka diracuni oleh tetangga,
menerima pesan dari televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain)

Agitasi atau perilaku aneh (bizar)

Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)

Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)

B. Gangguan Psikotik kronik

Gambaran Perilaku
Untuk menetapkan diagnosa medik psikotik kronik data berikut merupakan perilaku utama
yang secara umum ada.

Penarikan diri secara sosial

Minat atau motivasi rendah, pengabaian diri

Gangguan berpikir (tampak dari pembicaraan yang tidak nyambung atau aneh)

Perilaku aneh seperti apatis, menarik diri, tidak memperhatikan kebersihan yang
dilaporkan keluarga

Perilaku lain yang dapat menyertai adalah :

Kesulitan berpikir dan berkonsentrasi

Melaporkan bahwa individu mendengar suara-suara

Keyakinan yang aneh dan tidak masuk akal sepert : memiliki kekuatan supranatural,
merasa dikejar-kejar, merasa menjadi orang hebat/terkenal

Keluhan fisik yang tidak biasa/aneh seperti : merasa ada hewan atau objek yang tak lazim
di dalam tubuhnya

Bermasalah dalam melaksanakan pekerjaan atau pelajaran

Untuk lebih jelasnya mengenai psikotik kronik, disini dapat dijelaskan melalui skizofrenia
Dimana Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang mengalaminya
tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk. Gejala klinis dari
skizofrenia dapat dilihat di bawah ini:

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam

a.

kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau
thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal);
dan
thought broadcasting= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;

delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan

b.

tertentu dari luar; atau


delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh /
anggota

gerak

atau

ke

pikiran,

tindakan,

atau

penginderaan

khusus);

delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat
khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat;
c.

Halusinasi auditorik:
suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku

pasien, atau
mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara), atau


jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.

d.

Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap


tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a.

halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif
yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;

b.

arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

c.

perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh


tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

d.

gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas

bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall
quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (selfabsorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
GANGGUAN PSIKOTIK ATIPIKAL LAIN
Psikosis Autoskopik
Penjelasan klasik mengenai fenomena menyatakan bahwa pada sebagian besar kasus
sindroma tidak progresif maupun tidak menimbulkan ketidakmampuan.
Sindroma Capgras
Gejala sindroma ini berespon terhadap terapi. Tetapi jika pasien memiliki gejala
sindroma Capgras sebagai gejala tunggal dari gangguan psikotiknya, klinisi harus melakukan
pemeriksaan neuropsikologis

yang luas untuk mengidentifikasi adanya lesi organik yang

mungkin menyebabkan sindroma.


Sindroma Cotard
Sindroma biasanya berlangsung hanya beberapa hari sampai minggu dan berespon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada gangguan dasar. Bentuk sindroma jangka panjang
biasanya berhubungan dengan sindroma yang menyebabkan demensia, seperti demensia tipe
Alzheimer.
GANGGUAN PSIKOTIK LAIN YANG TIDAK DITENTUKAN
Psikosis Pascapersalinan
Perjalanannya mirip dengan orang pada gangguan mood. Secara spesifik, gangguan mood
biasanya merupakan gangguan episodik, dan pasien dengan psikosis pascapersalinanmengalami

episode gejala lainnya dalam satu atau dua tahun setelah persalinan. Kehamilan selanjutnya
adalah berhubungan dengan peningkatan resiko menderita episode lainnya.
Gangguan Skizofreniform
Prognosis gangguan skizofreniform adalah bervariasi, sesuai kenyataan yang dijawab di
dalam DSM-IV dengan membedakan pasien dengan dan tanpa ciri prognostik yang baik. Ciri
prognostik baik yang dinyatakan di DSM-IV digali dari literatur. Tetapi keabsahan ciri tersebut
telah dipertanyakan. Konfusi atau kebingungan pada puncak episode psikotik adalah ciri yang
paling baik dihubungkan dengan hasil akhir yang baik. Keabsahan ciri lain masih tidak pasti.
Di samping itu, semakin singkat episode penyakit, semakin baik prognosisnya. Terdapat
resiko bunuh diri yang bermakna. Mereka kemungkinan memiliki suatu periode depresi ringan
setelah periode psikotik, san psikoterapi ditujukan untuk membantu pasien mengerti episode
psikotik tampaknya memperbaiki prognosis dan kecepatan pemulihan pasien.
Perawatan di rumah sakit seringkali diperlukan dalam pengobatan pasien dengan
gangguan skizofreniform. Perawatan di rumah sakit memungkinkan pemeriksaan, pengobatan
dan pengawasan yang efektif terhadap perilaku pasien. Gejala psikotik biasanya dapat diobati
oleh pemberian obat antipsikotik selama tiga sampai enam bulan. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan skizofreniform berespon secara jauh lebih cepat
terhadap terapi antipsikotik dibandingkan dengan pasien skizofrenik. Satu penelitian telah
menemukan bahwa kira-kira tigaperempat dari pasien dengan gangguan skizofreniform,
dibandingkan dengan hanya seperlima pasien skizofrenik, berespon terhadap medikasi
antipsikotik dalam delapan hari. Terapi elektrokonvulsif (ECT; electroconvulsive therapy)
mungkin diindikasikan untuk beberapa pasien, khususnya pasien yang dengan ciri katatonik atau
terdepresi yang nyata. Percobaan pemberian lithium (Eskalith), atau valproate (Depakene)
mungkin diperlukan untuk pengobatan dan pencegahan (profilaksis) jika pasien memiliki episode
yang rekuren. Psikoterapi biasanya diperlukan untuk membantu pasien mengintegrasikan
pengalaman psikotik ke dalam pengertiannya tentang pikiran, otak dan kehidupan.
Gangguan Skizoafektif
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di
pertengahan antara prognosis pasien skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood.

Prognosisnya jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, lebih buruk daripada
pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan
skizofrenia. Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan
sekurangnya 10%.
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di rumah
sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk
gangguan psikoafektif adalah bahwa protokol antidepresan dan antimanik diikuti jika semuanya
diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk pengendalian
jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan gejala atas dasar
berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan skizoafektif,
tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine (Tegretol), valproate
(Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif. Pasien
dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan antidepresan dan terapi
elektrokonvulsif (ECT) sebelum mereka diputuskan tidak responsif terhadap terapi antidepresan.
Gangguan Delusional
Gangguan delusional diperkirakan merupakan diagnosis yang cukup stabil. Kurang dari
25% dari semua pasien gangguan delusional menjadi skizofrenia, kurang dari 10% menjadi
gangguan mood. Kira-kira 50% pasien pulih pada follow-uo jangka panjang, 20% lainya
mengalami penurunan gejalanya dan 30% lainnya tidak mengalami perubahan.
Pasien dengan waham kejar, somatik dan erotik diperkirakan memiliki prognosis yang
lebih baik daripada pasien dengan waham kebesaran dan cemburu.
Pada umumnya, pasien dengan gangguan delusional dapat diobati atas dasar rawat jalan.
Tetapi, klinis harusi harus mempertimbangkan perawatan di rumah sakit karena sejumlah alasan
tertentu. Pertama, diperlukan pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap pada diri pasien
untuk menentukan apakah terdapat kondisi medis nonpsikiatrik yang menyebabkan gangguan
delusional. Kedua, pasien perlu diperiksa tentang kemampuannya mengendalikan impuls
kekerasan, seperti bunuh diri dan membunuh, hal tersebut mungkin berhubungan dengan
material waham. Ketiga, perilaku pasien tentang waham mungkin secara bermakna telah
mempengaruhi kemampuannya untuk berfungsi di dalam keluarga atau pekerjaannya, dengan
demikian memrlukan intervensi professional untuk menstabilkan hubungan sosial atau pekerjaan.

Jika dokter yakin bahwa pasien akan paling baik jika diobati di rumah sakit, harus diusahakan
untuk membujuk pasien supaya menerima perawatan di rumah sakit; jika hal tersebut gagal,
komitmen hukum mungkin diindikasikan. Seringkali, jika dokter meyakinkan pasien bahwa
perawatan di rumah sakit adalah diperlukan, pasien secara sukarela masuk ke rumah sakit untuk
menghindari komitmen hokum.
Gangguan Psikotik Singkat
Pada umumnya pasien dengan gangguan psikotik singkat memiliki prognosis yang cukup
baik. Kecil kemungkinannya untuk menderita episode selanjutnya dan skizofrenia atau suatu
gangguan mood.
Jika seorang pasien psikotik secara akut, perawatan singkat di rumah sakit mungkin
diperlukan untuk pemeriksaan dan perlindungan pasien. Pemeriksaan pasien membutuhkan
monitoring ketat terhadap gejala dan pemeriksaan tingkat bahaya pasien terhadap dirinya sendiri
dan orang lain. Di samping itu, lingkungan rumah sakit yang tenang dan terstruktur dapat
membantu pasien memperoleh kembali rasa realitasnya. Sambil klinisi menunggu lingkungan
dan obat menunjukkan efeknya, pengurungan, pengikatan fisik, atau monitoring berhadaphadapan dengan pasien mungkin diperlukan.
FARMAKOTERAPI
Pada keadaan gawat darurat, seorang pasien yang teragitasi parah harus diberikan suatu
obat antipsikotik secara intramuskular. Walaupun percobaan klinik yang dilakukan secara
adekuat dengan sejumlah pasien belum ada, sebagian besar klinisi berpendapat bahwa obat
antipsikotik adalah obat terpilih untuk gangguan delusional. Pasien gangguan delusional
kemungkinan menolak medikasi karena mereka dapat secara mudah menyatukan pemberian obat
ke dalam system wahamnya. Dokter tidak boleh memaksakan medikasi segera setelah perawatan
di rumah sakit, malahan, harus menggunakan beberapa hari untuk mendapatkan rapport dengan
pasien. Dokter harus menjelaskan efek samping potensial kepada pasien, sehingga pasien
kemudian tidak menganggap bahwa dokter berbohong.
Riwayat pasien tentang respon medikasi adalah pedoman yang terbaik dalam memilih
suatu obat. Seringkali, dokter harus mulai dengan dosis rendah sebagai contoh, haloperidol
(haldol) 2 mg dan meningkatkan dosis secara perlahan-lahan. Jika pasien gagal berespon

dengan obat pada dosis yang cukup dalam percobaan selama enam minggu, antipsikotik dari
kelas lain harus dicoba. Beberapa peneliti telah menyatakan bahwa pimozide (Orap) mungkin
efektif dalam gangguan delusional, khususnya pada pasien dengan waham somatik. Penyebab
kegagalan obat yang tersering adalah ketidakpatuhan, dan kemungkinan tersebut harus
diperhitungkan.
Jika pasien tidak mendapatkan manfaat dari medikasi antipsikotik, obat harus dihentikan.
Pada pasien yang berespon terhadap antipsikotik, beberapa data menyatakan bahwa dosis
pemeliharaan adalah rendah. Walaupun pada dasarnya tidak ada data yang mengevaluasi
penggunaan antidepresan, lithium (Eskalith), atau antikonvulsan sebagai contohnya,
carbamazepine (Tegretol) dan valproate (Depakene) di dalam pengobatan gangguan
delusional, percobaan dengan obat-obat tersebut mungkin diperlukan pada pasien yang tidak
responsif terhadap obat antipsikotik. Percobaan dengan obat-obat tersebut harus dipertimbangkan
jika seorang pasien memiliki ciri suatu gangguan mood atau suatu riwayat keluarga adanya
gangguan mood.
PSIKOTERAPI
Elemen penting dalam psikoterapi yang efektif adalah menegakkan suatu hubungan di
mana pasien mulai mempercayai ahli terapi. Terapi individual tampaknya lebih efektif daripada
terapi kelompok. Terapi suportif berorientasi-tilikan, kognitif, dan perilaku seringkali efektif.
Pada awalnya, ahli terapi tidak boleh setuju atau menantang waham pasien. Walaupun ahli terapi
harus menanyakan tentang waham untuk menegakkan luasnya, pertanyaan terus menerus tentang
waham kemungkinan harus dihindari. Dokter dapat menstimulasi motivasi untuk mendapatkan
bantuan dengan menekankan kemauan untuk membantu pasien mengatasi kecemasan atau
iritabilitasnya, tanpa menyatakan bahwa waham yang diobati. Tetapi, ahli terapi tidak boleh
secara aktif mendukung gagasan bahwa waham merupakan kenyataan.
Kejujuran ahli terapi yang kokoh adalah penting. Ahli terapi harus tepat pada waktunya
dan membuat perjanjian seteratur mungkin, tujuan yang akan dikembangkan adalah hubungan
yang kuat dan saling mempercayai dengan pasien. Kepuasan yang berlebihan malahan dapat
meningkatkan permusuhan dan kecurigaan pasien karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan
dapat dipenuhi. Ahli terapi dapat menghindari kepuasan yang berlebihan dengan tidak

memperpanjang periode perjanjian yang telah ditentukan, dengan tidak memberikan perjanjian
ekstra kecuali mutlak diperlukan, dan tidak toleran terhadap bayaran.
Ahli terapi tidak boleh membuat tanda-tanda yang meremehkan tentang waham atau
gagasan pasien tetapi dapat secara simpatik menyatakan pada pasien bahwa keasyikan mereka
dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan yang
konstruktif. Jika pasien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, ahli terapi dapat meningkatkan tes
realitas dengan meminta pasien memperjelas permasalahan mereka.
Faktor psikodinamika.
Pengalaman internal dari pasien delusional adalah bahwa mereka merupakan korban
dunia yang menyiksa diri mereka. Proyeksi adalah mekanisme pertahanan yang utama, dan
semua kebencian diproyeksikan kepada orang-orang atau institusi di lingkungan. Dengan
mensubtitusi ancaman eksternal dengan ancaman internal, pasien delusional merasakan suatu
pengendalian. Kebutuhan untuk mengendalikan setiap orang di sekitar mereka mencerminkan
harga diri yang rendah pada inti paranoia. Pasien paranoid mengkompensasi persaan kelemahan
dan inferioritas dengan menganggap bahwa mereka adalah sangat penting sehingga badan
pemerintah, orang penting, dan orang penting lain di dalam lingkungan semuanya sangat
memperhatikan diri mereka dan mencoba menyiksanya.
Klinisi yang berusaha mengobati pasien dengan gangguan delusional harus menghormati
kebutuhan pasien akan pertahanan proyeksi. Ahli psikoterapi harus mau berperan sebagai
penampung semua perasaan negatif yang diproyeksikan oleh pasien; tiap usaha untuk
mengembalikan perasaan tersebut secara prematur akan menyebabkan pasien merasa diserang
dan dipermalukan. Satu akibat wajar dari prinsip tersebut adalah bahwa waham tidak boleh
ditantang saat bekerja secara psikoterapi dengan pasien delusional. Malahan, ahli terapi harus
semata-mata meminta penjelasan lebih jauh tentang persepsi dan perasaan pasien.
Pendekatan lain yang berguna dalam membangun ikatan terapetik adalah bersikap empati
dengan pengalaman internal pasien yang sedang dilanda penyiksaan. Mungkin membantu
mengeluarkan komentar, Anda pasti merasa lelah, mengingat apa yang telah anda lalui. Tanpa
menyetujui setiap mispersepsi delusional, ahli terapi dapat menyadari bahwa, dari pandangan
pasien, persepsi tersebut menciptakan penghilangan ketegangan yang baik. Tujuan akhir adalah
membantu pasien memiliki keraguan tentang persepsinya. Saat pasien menjadi kurang kaku,
perasaan kelemahan dan inferioritas yang menyertai depresi dapat timbul. Saat pasien

membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapetik yang positif telah
ditegakkan, dan pekerjaan terapetik yang konstruktif menjadi dimungkinkan.
Terapi keluarga
Jika anggota keluarga hadir, klinisi dapat memutuskan untuk melibatkan mereka di dalam
rencana pengobatan. Tanpa menjadi terlihat berpihak pada musuh, klinisi harus berusaha
mendapatkan keluarga sebagai sekutu di dalam proses pengobatan. Sebagai akibatnya, baik
pasien dan anggota keluarganya perlu mengerti bahwa konfidensialitas dokter-pasien akan dijaga
oleh ahli terapi dan komunikasi dengan sanak saudara akan dibicarakan pada suatu saat dengan
pasien. Keluarga akan mendapat manfaat dengan membantu ahli terapi dan dengan demikian
membantu pasien.
Hasil terapi yang baik tergantung pada kemampuan dokter psikiatrik untuk berespon
terhadap ketidakpercayaan pasien terhadap orang lain dan konflik interpersonal, frustasi, dan
kegagalan yang dihasilkannya. Tanda terapi yang berhasil mungkin adalah suatu kepuasan
penyesuaian sosial, bukannya menghilangkan waham pasien.
FARMAKOTERAPI
Dua kelas utama obat yang harus dipertimbangkan di dalam pengobatan gangguan
psikotik singkat adalah obat antipsikotik antagonis reseptor dopamine dan benzodiazepine. Jika
dipilih suatu antipsikotik, suatu antipsikotik potensi tinggi sebagai contohnya, haloperidol
(Haldol) biasanya digunakan. Khususnya pada pasien yang berada dalam resiko tinggi untuk
mengalami efek samping ekstrapiramidal (sebagai contohnya, orang muda), suatu obat
antikolinergik kemungkinan harus diberikan bersama-sama dengan antipsikotik sebagai
profilaksis terhadap gajala gangguan pergerakan akibat medikasi. Selain itu, benzodiazepine
dapat digunakan dalam terapi singkat psikosis. Walaupun benzodiazepine memiliki sedikit
kegunaan atau tanpa kegunaan dalam pengobatan jangka panjang gangguan psikotik, obat dapat
efektif untuk jangka singkat dan disertai dengan efek samping yang lebih jarang daripada
antipsikotik. Pada kasus yang jarang benzodiazepine disertai dengan peningkatan agitasi, dan
pada kasus yang lebih jarang lagi, dengan kejang putus obat (withdrawal seizure), yang biasanya
hanya terjadi pada penggunaan dosis tinggi terus menerus. Penggunaan obat lain dalam terapi
gangguan psikotik singkat, walaupun dilaporkan di dalam laporan kasus, belum didukung oleh
penelitian skala besar. Tetapi, medikasi hipnotik seringkali berguna selama satu sampai dua

minggu pertama setelah resolusi episode psikotik. Pemakaian jangka panjang medikasi harus
dihindari dalam pengobatan gangguan ini. Jika medikasi pemeliharaan diperlukan, klinisi harus
mempertimbangkan ulang diagnosis.
MITOS MENGENAI PSIKOTIK
Penyakit jiwa, sampai saat ini masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan,
menjadi aib bagi si penderita dan keluarganya. Masyarakat kita menyebut penyakit jiwa pada
tingkat yang paling kronis, seperti hilang ingatan, dengan sebutan yang sebenarnya sangat kasar
seperti: sinting, otak miring atau gila (istilah yang menurut seorang psikolog sudah tidak dipakai
lagi dalam dunia psikologi) serta sebutan-sebutan kasar lainnya. Yang lebih menyedihkan, orang
yang sakit jiwa, yang sering kita temui di keramaian atau dijalanan, oleh masyarakat kita
dianggap sebagai, meminjam istilah Irwanto, Phd, sampah sosial yang kotor dan hina. Lihat
saja kenyataan, orang-orangmungkin termasuk kita sendiri jika melihat atau berpapasan
dengan orang yang sakit jiwa, dengan sepontan akan menertawakan, mencemooh, memaki-maki
bahkan melemparinya. Menganggap orang yang sakit jiwa sebagai mahluk kotor, rendah dan
hina, bahkan mungkin dianggap lebih hina dari hewan.
Apa yang diungkapkan di atas adalah persepsi umum masyarakat yang sebenarnya keliru
terhadap penderita kelainan mental dalam kadar yang paling kronis yaitu hilang ingatan. Persepsi
masyarakat terhadap penderita kelainan jiwa dalam pengertian yang lebih luas pun mengarah
pada persepsi yang keliru ini.
Penyakit mental dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun
status sosial-ekonomi. Penyakit mental bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi.
Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai penyakit
mental, ada yang percaya bahwa penyakit mental disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang
menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan
yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena si sakit tidak mendapat
pengobatan secara cepat dan tepat.

SKIZOFRENIA
DEFINISI
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu Skizo; yang artinya retak atau pecah (split), dan
Frenia; yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah
seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian. Dewasa ini ilmu
kedokteran mengalami kemajuan yang pesat dengan ditemukannya mekanisme terjadinya
skizofrenia dan obat-obatan anti-skizofrenia, sehingga penderita skizofrenia dapat pulih kembali
dan dapat kembali menjalani kehidupan yang normal.
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada
kepribadian, distorsi khas proses berpikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya
sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya. Waham yang kadang-kadang aneh,
gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya. Meskipun
demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu.
Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada
dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Merupakan gangguan jiwa psikotik paling lazim
dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan
antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi
(persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Skizofrenia bisa mengenai siapa saja. Data American
Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita
skizofrenia. 75% Penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja
dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi
penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian
dari tahap penyesuaian diri. Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat
penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan
resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat.
ETIOLOGI
Penyebab skizofrenia belum diketahui dengan pasti. Tetapi, dalam decade yang lalu
semakin banyak penelitian telah melibatkanperanan patofisiologis untuk daerah tertentu di otak,
termasuk sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling

berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin melibatkan patoligi primer di
daerah lainnya. Dua jenis penelitian telah melibatkan sistem limbik sebagai suatu tempat
potensial untuk patologi primer pada sekurangnya satu bagian, kemungkinan bahkan pada
sebagian besar pasien skizofrenik.
Menurut pendapat lain. Skizofrenia merupakan aktifitas dopamine otak yang berlebihan.
Dilaporkan juga bahwa kadar 5-hydroxyindoleacetic acid (5 HIAA) menurun pada skizofrenia
kronik dan pada pasien skizofrenia dengan pelebaran vertikel. Faktor genetik juga mempunyai
peranan penting. Seseorang mempunyai kecenderungan skizofrenia bila mempunyai keluarga
seorang skizofrenia, demikian juga pada kembar monozigot. Ditinjau dari aspek psikososial,
disebutkan terdapat defek dan disintegrasi ego.
PATOFISIOLOGI
Hipotesis dopamine pada skizofrenia adalah yang paling berkembag dari berbagai
hipotesis, dan merupakan dasar dari banyak terapi obat yang rasional. Hipotesis ini menyatakan
bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Beberapa bukti
yang terkait hal tersebut yaitu: (1) kebanyakan obat-obat antipsikosis menyekat reseptor D2
pascasinaps di dalam sistem saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik frontal; (2) obat-obat
yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa (suatu precursor), amphetamine
(perilis dopamine), atau apomorphine (suatu agonis reseptor dopamine langsung), baik yang
dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada beberapa pasien; (3) densitas reseptor
dopamine telah terbukti, postmortem, meningkat diotak pasien skizofrenia yang belum pernah
dirawat dengan obat-obat antipsikosis; (4) positron emission tomography (PET) menunjukkan
peningkatan densitas reseptor dopamine pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak
dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang tidak menderita
skizofrenia; dan (5) perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah
jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamine, di cairan serebrospinal, plasma, dan
urine. Namun teori dasar tidak menyebutkan hiperaktivitas dopaminergik apakah karena terlalu
banyaknya pelepasan dopaminergik, terlalu banyaknya reseptor dopaminergik atau kombinasi
mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik di dalam jalur mesokortikal dan mesolimbik berjalan
dari badan selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral.
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu primer dan sekunder.

GEJALA
Gejala-Gejala Primer
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu
terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide
lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya tani tetapi dikatakan
sawah.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan merah bila dimaksudkan
berani. Atau terdapat clang association oleh karena pikiran sering tidak mempunyai
tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau dulu waktu hari, jah memang matahari,
lalu saya lari. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak
dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan
dan hal ini menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya
seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya juga
dimarahi dan dipukuli.
Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan
blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa
hari.
Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang
berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau pressure of thoughts.
Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau
stereotipi pikiran.
Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada
hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi
biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul
sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.
2. Gangguan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :

Kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting), misalnya penderita menjadi acuh tak
acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa
depannya. Perasaan halus sudah hilang.
Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita
timbul rasa sedih atau marah.
Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan
paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan incongruity of affect dalam
bahasa Belanda hal ini dinamakan inadequat.
Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, umpamanya
sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya tertawa.
Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan
afek dan emosi lain adalah :
Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita yang
sedang bermain sandiwara.
Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan
hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat
merasakan perasaan penderita.
Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin
terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama ;
atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada
afek.
3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat
mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu
memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai
mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap
hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.
Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan. Perilaku
demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan.

Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama,
umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk berjabat tangan,
tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam ruangan, tetapi
sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah
timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari luar,
sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini juga
dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada
penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya
ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku.
Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat
berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada
skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh
waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang
negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali
hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus
bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan
atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya menariknarik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa kali.
Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan
dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang
tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau
keanehan berjalan dan gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama.
Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin.

Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh.
Otomatisme komando (command automatism) sebetulnya merupakan lawan dari
negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam
gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan
ekophraksia (penderita meniru perbuatan atau pergerakan orang lain).
Gejala-Gejala Sekunder
1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi penderita
tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh
siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya penderita
berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh
melakukan pekerjaan kasar. waham dibagi dalam dua kelompok yaitu waham primer dan
waham sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional
interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Hal
ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab
ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata dunia
akan kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk
kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi
penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut
isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran,
waham dosa, dan sebagainya.
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala
yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan sskizofrenia ialah
halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan.
Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik)
atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia
pergi, atau ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun

dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada
psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya
pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang
yang menakutkan.
Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak menurun
pada skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas pengalamannya dan
perasaannya. Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau double personality, misalnya
penderita mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja dan menganggap dirinya sudah
tidak adalagi. Atau pada double personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang
bertindak sendiri didalamnya atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan
sesuatu.
Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar ia
seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di
sekitarnya.
Depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai gejala primer. Tetapi
juga ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya afek dan
kemauan.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia
adalah:
(1). Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya tidak
ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap simptom skizofrenia
mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu
diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini.
Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis
skizofrenia.
(2). Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh
karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari perawatan sebelumnya
(yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe mungkin berubah.
(3). Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang sosial
budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya tertentu

mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai
koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika dilakukan di
Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan gangguan realitas mungkin akibat
keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien.
KLASIFIKASI
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam
PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi
masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan
tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif
tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien
yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang
dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung
lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid
menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan
perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah.
Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-

kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan
mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa
muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary),
namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan :
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa
tujuan dan hampa perasaan;
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed
smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan
ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta
inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol.
Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and
fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
(determination)

hilang

serta

sasaran

ditinggalkan,

sehingga

perilaku

penderita

memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of
purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran
pasien.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.

Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan
serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan
posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau
upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan
dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam
posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap
perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik,
diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang
adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk
skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau
alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang
ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis
mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.
4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated)
Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria
diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.

Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya); dan
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk
episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap
salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :
(a) Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik,
aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam
ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja
sosial yang buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi
kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan
telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau
institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik,
tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe
lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang
tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika

waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek
yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
- gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan
- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi
sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada
jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses
berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini
timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin
mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak
ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya antara lain :
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang
kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizofreniform
didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat puluh persen
diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai
media skizofrenia.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi
diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk
mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia yang

luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis
skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang
digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadangkadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus
memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline
schizophrenia) di masa lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien sangat
kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah
skizofrenik oneiroid telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat
didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam dunia nyata.
Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk
adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala tersebut.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia paranoid. Dalam
pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara progresif
atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini menyebabkannya
tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan, fobia,
obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan psikosis. Pasien
tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang
seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka
mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit
menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas
dan parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu
asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan. Disertai
dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap
pengobatan.

Skizofrenia tipe II.


Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu
pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan,
penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia,
penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak
struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.
PEDOMAN DIAGNOSIS BERDASARKAN PPDGJ III
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ
III) membagi gejala skizofrenia dalam kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat
secara bersama-sama untuk diagnosis. Adapun pedoman diagnosis tersebut yaitu:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. - thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda;
atau
- thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar diriny;
dan
- thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya.
b. - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan

tertentu dari luar; atau


-

delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan


tertentu dari luar; atau

- delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh atau
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginraan khusus);
- delusional perception = pengalaman indrawi yang tak wajar, yang bermakna sangat
khas bagi dirinya biasanya bersifat mistik atau mikjizat;
c. Halusinasi auditorik

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang
berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu
atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain.
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca-indra aoa saja, apabila disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif ayng jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus;
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi daya tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
d. Gejala-gejala negatif, seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional
yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari
pergaulan sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fese nonpsikotik prodromal;
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall
quality) dari beberapa aspek perilaku peribadi (personal behavour), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
TERAPI PENYAKIT SKIZOFRENIA
Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena 75%
penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika. Kontra indikasi

meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin, molindone, dan


thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara
sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun kren
lithium belum terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunan disarankan sebatas obat
penopang. Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah dibanding dengan neuroleptika
bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika menguntungkan
beberapa penderita skizofrenia.
Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan
menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya,
dan adanya dukungan social.
MITOS MENGENAI SKIZOFRENIA
Penyakit jiwa, sampai saat ini masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan,
menjadi aib bagi si penderita dan keluarganya. Masyarakat kita menyebut penyakit jiwa pada
tingkat yang paling kronis, seperti hilang ingatan, dengan sebutan yang sebenarnya sangat kasar
seperti: sinting, otak miring atau gila (istilah yang menurut seorang psikolog sudah tidak dipakai
lagi dalam dunia psikologi) serta sebutan-sebutan kasar lainnya. Yang lebih menyedihkan, orang
yang sakit jiwa, yang sering kita temui di keramaian atau dijalanan, oleh masyarakat kita
dianggap sebagai, meminjam istilah Irwanto, Phd, sampah sosial yang kotor dan hina. Lihat
saja kenyataan, orang-orangmungkin termasuk kita sendiri jika melihat atau berpapasan
dengan orang yang sakit jiwa, dengan sepontan akan menertawakan, mencemooh, memaki-maki
bahkan melemparinya. Menganggap orang yang sakit jiwa sebagai mahluk kotor, rendah dan
hina, bahkan mungkin dianggap lebih hina dari hewan.
Mengapa masyarakat kita menganggap dan memperlakukan orang-orang yang sakit jiwa
seperti itu? Bukankah mereka juga manusia, makhluk ciptaan Tuhan yang sebelumnya sama
mulianya seperti manusia lainnya? Lalu karena suatu hal, suatu musibah, mereka kehilangan
kewarasannya, kehilangan akal sehatnya. Setelah itu, pantaskah kita menganggapnya sebagai
makhluk hina dan tak berharga? Pantaskah keluarganya, orang-orang terdekatnya dan
lingkungannya, menganggapnya sebagai aib?
Apa yang diungkapkan di atas adalah persepsi umum masyarakat yang sebenarnya keliru
terhadap penderita kelainan mental dalam kadar yang paling kronis yaitu hilang ingatan. Persepsi

masyarakat terhadap penderita kelainan jiwa dalam pengertian yang lebih luas pun mengarah
pada persepsi yang keliru ini.
Penyakit mental dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun
status sosial-ekonomi. Penyakit mental bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi.
Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai penyakit
mental, ada yang percaya bahwa penyakit mental disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang
menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan
yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena si sakit tidak mendapat
pengobatan secara cepat dan tepat.

Anda mungkin juga menyukai