Anda di halaman 1dari 17

2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress

http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 1/17
Blogpress
Blogspot + Wordpress, what do you think?
Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta
Posted on June 25, 2011 | Leave a comment
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan sedikit dari
peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara yang masih
hidup hingga kini, dan masih mempunyai pengaruh luas di
kalangan rakyatnya.
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran
Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I
pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur
rumah tangga sendiri.
Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik
terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47.
Berikut ini merupakan Sultan-sultan yang memerintah di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sejak awal
didirikan hingga sekarang adalah :

1. Sri Sultan Hamengku Buwono I
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 2/17
Sri Sultan Hamengku Buwono I (6 Agustus 1717 24 Maret 1792) terlahir dengan nama Raden Mas Sujana
yang merupakan adik Susuhunan Mataram II Surakarta. Sultan Hamengkubuwana I dalam sejarah terkenal
sebagai Pangeran Mangkubumi pada waktu sebelum naik tahta kerajaan Ngayogyakarta, beliau adalah putra
Sunan Prabu dan saudara muda Susuhunan Pakubuwana II. Karena berselisih dengan Pakubuwana II, masalah
suksesi, ia mulai menentang Pakubuwana II (1747) yang mendapat dukungan Vereenigde Oost Indische
Compagnie atau lebih terkenal sebagai Kompeni Belanda (perang Perebutan Mahkota III di Mataram).
Dalam pertempurannya melawan kakaknya, Pangeran Mangkubumi dengan bantuan panglimanya Raden Mas
Said, terbukti sebagai ahli siasat perang yang ulung, seperti ternyata dalam pertempuran-pertempuran di
Grobogan, Demak dan pada puncak kemenangannya dalam pertempuran di tepi Sungai Bagawanta. Disana
Panglima Belanda De Clerck bersama pasukannya dihancurkan (1751). peristiwa lain yang penting
menyebabkan Pangeran Mangkubumi tidak suka berkompromi dengan Kompeni Belanda. Pada tahun 1749
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 3/17
Susuhunan Pakubuwana II sebelum mangkat menyerahkan kerajaan Mataram kepada Kompeni Belanda; Putra
Mahkota dinobatkan oleh Kompeni Belanda menjadi Susuhunan Pakubuwana III. Kemudian hari Raden Mas
Said bercekcok dengan Pangeran Mangkubumi dan akhirnya diberi kekuasaan tanah dan mendapat gelar
pangeran Mangkunegara.
Pangeran Mangkubumi tidak mengakui penyerahan Mataram kepada Kompeni Belanda. Setelah pihak Belanda
beberapa kali gagal mengajak Pangeran Mangkubumi berunding menghentikan perang dikirimkan seorang
Arab dari Batavia yang mengaku ulama yang datang dari Tanah Suci. Berkat pembujuk ini akhirnya diadakan
perjanjian di Giyanti (sebelah timur kota Surakarta) antara Pangeran Mangkubumi dan Kompeni Belanda
serta Susuhunan Pakubuwana III (1755). Menurut Perjanjian Giyanti itu kerajaan Mataram dipecah menjadi
dua, ialah kerajaan Surakarta yang tetap dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwana III dan kerajaan
Ngayogyakarta dibawah Pangeran Mangkubumi diakui sebagai Sultan Hamengkubuwana I yang bergelar
Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama Khalifatullah dengan karatonnya di Yogyakarta. Atas kehendak
Sultan Hamengkubuwana I kota Ngayogyakarta (Jogja menurut ucapan sekarang) dijadikan ibukota
kerajaan. Kecuali mendirikan istana baru, Hamengkubuwana I yang berdarah seni mendirikan bangunan
tempat bercengrama Taman Sari yang terletak di sebelah barat istananya. Kisah pembagian kerajaan
Mataram II ini dan peperangan antara pangeran-pangerannya merebut kekuasaan digubah oleh Yasadipura
menjadi karya sastra yang disebut Babad Giyanti. Sultan Hamengkubuwana I dikenal oleh rakyatnya sebagai
panglima, negarawan dan pemimpin rakyat yang cakap. Beliau meninggal pada tahun 1792 Masehi dalam
usia tinggi dan dimakamkan Astana Kasuwargan di Imogiri. Putra Mahkota menggantikannya dengan gelar
Sultan Hamengkubuwono II. Hamengkubuwana I dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia pada
peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2006.

2. Sri Sultan Hamengku Buwono II
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 4/17
Sri Sultan Hamengku Buwono II (7 Maret 1750 2 Januari 1828) atau terkenal pula dengan nama lainnya
Sultan Sepuh. Dikenal sebagai penentang kekuasaan Belanda, antara lain menentang gubernur jendral
Daendels dan Raffles, sultan menentang aturan protokoler baru ciptaan Daendels mengenai alat kebesaran
Residen Belanda, pada saat menghadap sultan misalnya hanya menggunakan payung dan tak perlu membuka
topi, perselisihan antara Hamengkubuwana II dengan susuhunan surakarta tentang batas daerah kekuasaan
juga mengakibatkan Daendels memaksa Hamengkubuwono II turun takhta pada tahun 1810 dan untuk
selanjutnya bertahta secara terputus-putus hingga tahun 1828 yaitu akhir 1811 ketika Inggris menginjakkan
kaki di jawa (Indonesia) sampai pertengahan 1812 ketika tentara Inggris menyerbu keraton Yogyakarta dan
1826 untuk meredam perlawanan Diponegoro sampai 1828. Hamengkubuwono III, Hamengkubuwono IV dan
Hamengkubuwono V sempat bertahta saat masa hidupnyaSri Sultan Hamengku Buwono II.
Saat menjadi putra mahkota beliau mengusulkan untuk dibangun benteng kraton untuk menahan seragan
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 5/17
tentara inggris. Tahun 1812 Raffles menyerbu Yogyakarta dan menangkap Sultan Sepuh yang kemudian
diasingkan di Pulau Pinang kemudian dipindah ke Ambon.

3. Sri Sultan Hamengku Buwono III
Sri Sultan Hamengkubuwana III (1769 3 November 1814) adalah putra dari Hamengkubuwana II (Sultan
Sepuh). Hamengkubuwana III memegang kekuasaan pada tahun 1810. Setahun kemudian ketika Pemerintah
Belanda digantikan Pemerintah Inggris di bawah pimpinan Letnan Gubernur Raffles, Sultan
Hamengkubuwana III turun tahta dan kerajaan dipimpin oleh Sultan Sepuh (Hamengkubuwana II) kembali
selama satu tahun (1812). Pada masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwana III keraton Yogyakarta
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 6/17
mengalami kemunduran yang besar-besaran.
Kemunduran-kemunduran tersebut antara lain :
1. Kerajaan Ngayogyakarta diharuskan melepaskan daerah Kedu, separuh Pacitan, Japan, Jipang dan
Grobogan kepada Inggris dan diganti kerugian sebesar 100.000 real setahunnya.
2. Angkatan perang kerajaan diperkecil dan hanya beberapa tentara keamanan keraton.
3. Sebagian daerah kekuasaan keraton diserahkan kepada Pangeran Notokusumo yang berjasa kepada
Raffles dan diangkat menjadi Pangeran Adipati Ario Paku Alam I.
Pada tahun 1814 Hamengkubuwana III mangkat dalam usia 43 tahun.

4. Sri Sultan Hamengku Buwono IV
Follow
Follow Blogpress
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 7/17
Sri Sultan Hamengku Buwono IV (3 April 1804 6 Desember 1822) sewaktu kecil bernama BRM Ibnu Jarot,
diangkat sebagai raja pada usia 10 tahun, karenanya dalam memerintah didampingi wali yaitu Paku Alam I
hingga tahun 1820. Pada masa pemerintahannya diberlakukan sistem sewa tanah untuk swasta tetapi justru
merugikan rakyat. Pada tahun 1822 beliau wafat pada saat bertamasya sehingga diberi gelar Sultan Seda Ing
Pesiyar (Sultan yang meninggal pada saat berpesiar).

5. Sri Sultan Hamengku Buwono V
Get every new post delivered
to your Inbox.
Enter your email address
Sign me up
Powered by WordPress.com
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 8/17
Sri Sultan Hamengku Buwono V (25 Januari 1820 1826 dan 1828 4 Juni 1855) bernama kecil Raden Mas
Menol dan dinobatkan sebagai raja di kesultanan Yogyakarta dalam usia 3 tahun. Dalam memerintah beliau
dibantu dewan perwalian yang antara lain beranggotakan Pangeran Diponegoro sampai tahun 1836. Dalam
masa pemerintahannya sempat terjadi peristiwa penting yaitu Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang
berlangsung 1825 1830. Setelah perang selesai angkatan bersenjata Kesultanan Yogyakarta semakin
diperkecil lagi sehingga jumlahnya menjadi sama dengan sekarang ini. Selain itu angkatan bersenjata juga
mengalami demiliterisasi dimana jumlah serta macam senjata dan personil serta perlengkapan lain diatur
oleh Gubernur Jenderal Belanda untuk mencegah terulangnya perlawanan kepada Belanda seperti waktu yang
lalu.
Beliau mangkat pada tahun 1855 tanpa meninggalkan putra yang dapat menggantikannya dan tahta
diserahkan pada adiknya.
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 9/17

6. Sri Sultan Hamengku Buwono VI
Sri Sultan Hamengku Buwono VI (19 Agustus 1821 20 Juli 1877) adalah adik dari Hamengkubuwono V.
Hamengkubuwono VI semula bernama Pangeran Adipati Mangkubumi. Kedekatannya dengan Belanda
membuatnya mendapat pangkat Letnan Kolonel pada tahun 1839 dan Kolonel pada tahun 1847 dari Belanda.

7. Sri Sultan Hamengku Buwono VII
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 10/17
Nama asli Sri Sultan Hamengku Buwono VII adalah Raden Mas Murtejo, putra Hamengkubuwono VI yang lahir
pada tanggal 4 Februari 1839. Ia naik takhta menggantikan ayahnya sejak tahun 1877.
Pada masa pemerintahan Hamengkubuwono VII, banyak didirikan pabrik gula di Yogyakarta, yang seluruhnya
berjumlah 17 buah. Setiap pendirian pabrik memberikan peluang kepadanya untuk menerima dana sebesar
Rp 200.000,00. Hal ini mengakibatkan Sultan sangat kaya sehingga sering dijuluki Sultan Sugih.
Masa pemerintahannya juga merupakan masa transisi menuju modernisasi di Yogyakarta. Banyak sekolah
modern didirikan. Ia bahkan mengirim putra-putranya belajar hingga ke negeri Belanda.
Pada tanggal 29 Januari 1920 Hamengkubuwono VII yang saat itu berusia lebih dari 80 tahun memutuskan
untuk turun tahta dan mengangkat putra mahkota sebagai penggantinya. Konon peristiwa ini masih
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 11/17
dipertanyakan keabsahannya karena putera mahkota (GRM. Akhadiyat) yang seharusnya menggantikan tiba-
tiba meninggal dunia dan sampai saat ini belum jelas penyebab kematiannya.
Dugaan yang muncul ialah adanya keterlibatan pihak Belanda yang tidak setuju dengan putera Mahkota
pengganti Hamengkubuwono VII yang terkenal selalu menentang aturan-aturan yang dibuat pemerintah
Batavia.
Biasanya dalam pergantian tahta raja kepada putera mahkota ialah menunggu sampai sang raja yang
berkuasa meninggal dunia. Namun kali ini berbeda karena pengangkatan Hamengkubuwono VIII dilakukan
pada saat Hamengkubuwono VII masih hidup, bahkan menurut cerita masa lalu sang ayah diasingkan oleh
anaknya pengganti putera mahkota yang wafat ke Keraton di luar keraton Yogyakarta.
Hamengkubuwono VII dengan besar hati mengikuti kemauan sang anak (yang di dalam istilah Jawa disebut
mikul dhuwur mendhem jero) yang secara politis telah menguasai kondisi di dalam pemerintahan kerajaan.
Setelah turun tahta, Hamengkubuwono VII pernah mengatakan Tidak pernah ada Raja yang mati di keraton
setelah saya yang artinya masih dipertanyakan. Sampai saat ini ada dua raja setelah dirinya yang
meninggal di luar keraton, yaitu Hamengkubuwono VIII meninggal dunia di tengah perjalanan di luar kota
dan Hamengkubuwono IX meninggal di Amerika Serikat. Bagi masyarakat Jawa adalah suatu kebanggaan
jika seseorang meninggal di rumahnya sendiri. Hamengkubuwono VII meninggal di keraton pada tanggal 30
Desember 1931 dan dimakamkan di Imogiri.
Versi lain mengatakan bahwa Hamengkubuwono VII meminta pensiun kepada Belanda untuk madeg pandito
(menjadi pertapa) di Pesanggrahan Ngambarukmo (sekarang Ambarukmo). Sampai saat ini bekas
pesanggrahan itu masih ada dan di sebelah timurnya dulu pernah berdiri Hotel Ambarukmo yang sekarang
sudah tidak ada lagi.

8. Sri Sultan Hamengku Buwono VIII
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 12/17
Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (Kraton Yogyakarta Adiningrat, 3 Maret 1880 Kraton Yogyakarta
Adiningrat, 22 Oktober 1939) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kesultanan Yogyakarta.
Dinobatkan menjadi Sultan Yogyakarta pada tanngal 8 Februari 1921. Pada masa Hamengkubuwono VIII,
Kesultanan Yogyakarta mempunyai banyak dana yang dipakai untuk berbagai kegiatan termasuk membiayai
sekolah-sekolah kesultanan.
Putra-putra Hamengkubuwono VIII banyak disekolahkan hingga perguruan tinggi, banyak diantaranya di
Belanda. Salah satunya adalah GRM Dorojatun, yang kelak bertahta dengan gelar Hamengkubuwono IX, yang
bersekolah di Universitas Leiden.
Pada masa pemerintahannya, beliau banyak mengadakan rehabilitasi bangunan kompleks keraton
Yogyakarta. Salah satunya adalah bangsal Pagelaran yang terletak di paling depan sendiri (berada tepat di
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 13/17
selatan Alun-alun utara Yogyakarta). Bangunan lainnya yang rehabilitasi adalah tratag Siti Hinggil, Gerbang
Donopratopo, dan Masjid Gedhe. Beliau meninggal pada tanggal 22 Oktober 1939 di RS Panti Rapih
Yogyakarta karena menderita sakit.

9. Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Yogyakarta, 12 April 1912-Washington, DC, AS, 1 Oktober 1988) adalah
salah seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta. Beliau juga Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Beliau juga dikenal
sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 14/17
Pramuka.Lahir di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun, Hamengkubuwono IX adalah putra dari Sri Sultan
Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari
keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung.
Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda (Sultan Henkie). Hamengkubuwono IX
dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar Sampeyan Dalem Ingkang
Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Alogo Ngabdurrokhman Sayidin Panatagama
Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Songo. Beliau merupakan sultan yang menentang penjajahan
Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI
memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat Istimewa.
Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno.
Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin. Pada tahun 1973 beliau
diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih
kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa
alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada
Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN.
Minggu malam pada 1 Oktober 1988 ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika
Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri.

10. Sri Sultan Hamengku Buwono X
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 15/17
Sri Sultan Hamengku Buwono X (Kraton Yogyakarta Hadiningrat, 2 April 1946 sekarang) adalah salah
seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
sejak 1998. Hamengkubuwono X lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito. Setelah dewasa bergelar KGPH
Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai putra mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo
Rajaputra Nalendra ing Mataram. Hamengkubuwono X adalah seorang lulusan Fakultas Hukum UGM dan
dinobatkan sebagai raja pada tanggal 7 Maret 1989 (Selasa Wage 19 Rajab 1921) dengan gelar resmi
Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwono Senapati ing Alogo Ngabdurrokhman
Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Dasa.
Hamengkubuwono X aktif dalam berbagai organisasi dan pernah memegang berbagai jabatan diantaranya
adalah ketua umum Kadinda DIY, ketua DPD Golkar DIY, ketua KONI DIY, Dirut PT Punokawan yang bergerak
dalam bidang jasa konstruksi, Presiden Komisaris PG Madukismo, dan pada bulan Juli 1996 diangkat sebagai
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 16/17
Ketua Tim Ahli Gubernur DIY.Setelah Paku Alam VIII wafat, dan melalui beberapa perdebatan, pada 1998
beliau ditetapkan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan masa jabatan 1998-2003. Dalam
masa jabatan ini Hamengkubuwono X tidak didampingi Wakil Gubernur. Pada tahun 2003 beliau ditetapkan
lagi, setelah terjadi beberapa pro-kontra, sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa
jabatan 2003-2008. Kali ini beliau didampingi Wakil Gubernur yaitu Paku Alam IX.Sejak menggantikan
ayahnya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang meninggal di Amerika, 8 Oktober 1988, Ngersa Dalem,
demikian ia biasa disapa, dikenal sebagai sosok yang dekat dengan rakyatnya.
Dalam suatu kesempatan, ia pernah mengatakan, keberpihakan pada rakyat itu tetap harus dilakukan
sebagai suatu panggilan. Saya harus membentuk jati diri untuk tumbuh dan mengembangkan wawasan
untuk keberpihakan itu sendiri sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan. Selain itu, masyarakat juga
agar mengetahui setiap gerak langkah saya dalam membentuk jati diri, dan rakyat diberi kesempatan untuk
melihat bener atau tidak, mampu atau tidak, sependapat atau tidak, dan sebagainya, ujuarnya.
Keberpihakannya pada rakyat ini memang terbukti. Pada 14 Mei 1998, ketika gelombang demontrasi
mahasiswa semakin membesar, Sultan mengatakan, Saya siap turun ke jalan. Ia benar-benar tampil dan
berpidato di berbagai tempat menyuarakan pembelaan pada rakyat, sambil berpesan Jogja harus menjadi
pelopor gerakan reformasi secara damai, tanpa kekerasan.Aksi turun ke jalan yang dilakukan Sri Sultan HB
X itu bukan tanpa alasan. Jika pemimpin tidak benar, kewajiban saya untuk mengingatkan. Karena
memang kebangetan (keterlaluan), ya tak pasani sesasi tenan (ya saya puasai sebulan penuh), katanya.
Puasa itu dimulai 19 April dan berakhir 19 Mei 1998 saat Sri Sultan HB X dan Sri Paku Alam VIII tampil
bersama menyuarakan Maklumat Yogyakarta, yang mendukung gerakan reformasi total dan damai. Itu
yang dia sebut ngelakoni. Pada akhir puasa, ia mengaku mendapat isyarat kultural Soeharto jatuh,
manakala omah tawon sekembaran dirubung laron sak pirang-pirang (sepasang sarang tawon dikerumuni
kelekatu dalam jumlah sangat banyak).
Bukan maksud saya mengabaikan peran mahasiswa. Saya hanya mendukung gerakan itu dengan laku
kultural. Itu maksud saya. Memang, sehari setelah banjir massa yang jumlahnya sering disebut lebih dari
sejuta manusia di Alun-alun Utara Jogjakartamengikuti Aksi Reformasi Damai dengan mengerumuni
sepasang berigin berpagar (ringin kurung)Soeharto pun lengser.
Sri Sultan HB X dengan Keraton Jogjakarta-nya memang fenomenal. Kedekatannya dengan rakyat, dan
karena itu juga kepercayaan rakyat terhadapnya, telah menjadi ciri khas yang mewarisi hingga kini. Lihat
saja, misalnya, pada 20 Mei 1998, di bawah reksa Sultan, aparat keamanan berani melepas mahasiswa ke
alun-alun utara. Sebelum itu hampir setiap hari mahasiswa bersitegang melawan aparat keamanan untuk
keluar dari kampus.
Di pagi hari yang cerah di hari peringatan Kebangkitan Nasional 1998 itu, mahasiswa berbaris dengan amat
tertib menyuarakan mantra sakti reformasi menuju Alun-alun Utara. Mereka pergi untuk mendengarkan
maklumat yang akan dibacakan sebagai semacam pernyataan politik Sri Sultan.
Di era reformasi, bersama Gus Dur, Megawati dan Amien Rais, Sultan Hamengku Buwono X menjadi tokoh
yang selalu diperhitungkan. Legitimasi mereka berempat sebagai tokoh-tokoh yang dipercaya rakyat bahkan
2/21/2014 Raja-Raja Kesultanan Yogyakarta | Blogpress
http://blogspotplus.wordpress.com/2011/06/25/raja-raja-kesultanan-yogyakarta/ 17/17
melebihi legitimasi yang dimiliki lembaga formal seperti DPR. Mereka berempat adalah deklarator Ciganjur,
yang lahir justru ketika MPR sedang melakukan bersidang. Mereka berempat, plus Nurcholis Madjid dan
beberapa tokoh nasional lain, diundang Pangab Jenderal TNI Wiranto untuk ikut mengupayakan keselamatan
bangsa, setelah pristiwa kerusuhan di Ambon.Pada masa kepemimpinannya, Yogyakarta mengalami gempa
bumi yang terjadi pada bulan Mei 2006 dengan skala 5,9 sampai dengan 6,2 Skala Richter yang menewaskan
lebih dari 6000 orang dan melukai puluhan ribu orang lainnya.
Pada peringatan hari ulang tahunnya yang ke-61 di Pagelaran Keraton 7 April 2007, ia menegaskan tekadnya
untuk tidak lagi menjabat setelah periode jabatannya 2003-2008 berakhir. Dalam pisowanan agung yang
dihadiri sekitar 40.000 warga, ia mengaku akan mulai berkiprah di kancah nasional. Ia akan
menyumbangkan pemikiran dan tenaganya untuk kepentingan bangsa dan negara.

by Just-Sharing
SHARE THIS:
Twitter Facebook Google Reddit Digg LinkedIn StumbleUpon
Email Print
Blog at WordPress.com. The Coraline Theme.
About these ads


This entry was posted in Indonesia, News, People and tagged indonesia, news, people. Bookmark the
permalink.
Like
Be the f irst to like this.

Anda mungkin juga menyukai