Anda di halaman 1dari 5

Teks Cerita Sejarah

Sejarah Berdirinya Kesultanan Yogyakarta


Kisah berdirinya Kerajaan Mataram Islam diawali dengan
pemberian daerah kekuasaan (Alas Mentaok) dari Kesultanan
Pajang (Sultan Hadiwijaya) terhadap Ki Ageng Pamanahan,
setelah berhasil mengalahkan musuhnya, Aryo Penangsang.
Kemudian, pada Tahun 1577, Ki Ageng Pamanahan membuat
sebuah keraton di daerah Kota Gede sebagai pusat pemerintahan,
hingga beliau wafat pada tahun 1584, sebagai pengikut setia
Kasultanan Pajang. Setelah Ki Ageng Pamanahan mangkat,
Kerajaan Mataram dilanjutkan oleh puteranya, yakni Danang
Sutawijaya. Namun, Sutawijaya konon tidak mau tunduk dan
patuh kepada Kesultanan Pajang.
Justru, Sutawijaya berniat menghancurkan Kesultanan Pajang
untuk memperluas wilayah kekuasaan Mataram. Dalam versi lain,
Sutawijaya semata-mata hanya ingin lepas dari dominasi
Kesultanan Pajang. Akhirnya Sultan Pajang mengetahui niat
tersebut dan memutuskan menyerang Mataram pada 1587.
Namun, tanpa disangka, saat pasukan Kesultanan Pajang hendak
menyerang Mataram, terkena dampak letusan Gunung Merapi,
hingga akhirnya pasukan Kesultanan Pajang kewalahan (hancur).
Dalam versi lain pula disebutkan, pasukan Kesultanan Pajang
kalah saat melawan pasukan Sutawijaya dan Mataram. Setahun
kemudian, Mataram menjadi sebuah kerajaan & Sutawijaya
mentasbihkan diri sebagai Raja Mataram berdaulat dengan gelar
Panembahan Senopati Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama
yang berarti Panglima Perang & Ulama Pengatur Kehidupan
Beragama.
Mulai saat itu, Kerajaan Mataram berkembang pesat menjadi
sebuah kerajaan yang besar dan menjadi penguasa Pulau Jawa
yang besar dan disegani. Setelah mangkatnya Panembahan
Senopati pada 1601, Raja Mataram selanjutnya digantikan oleh
puteranya yang bernama Mas Jolang dikenal juga dengan gelar
Panembahan Seda ing Krapyak. Setelah wafat pada 1613, Mas
Jolang digantikan lagi oleh anaknya, yaitu Pangeran Arya
Martapura dan dilanjutkan oleh kakaknya, yakni Raden Mas

Rangsang yang juga lebih dikenal sebagai Prabu Pandita


Hanyakrakusuma, dan bergelar Sultan Agung Senapati Ingalaga
Abdurrahman. Pada masa Kekuasaan Raden Mas Rangsang
(Sultan Agung) inilah kerajaan Mataram berada pada puncak
kejayaannya dan berkembang dengan sangat pesat di segala
bidang.
Kerajaan Mataram semakin kuat dan makmur sampai akhirnya
Sultan Agung dan digantikan oleh puteranya, yaitu Amangkurat I
pada tahun 1645. Masa kejayaan Kerajaan Mataram akhirnya
mengalami kemunduran. Kejadian-kejadian yang berbau konflik
perebutan kekuasaan dari dalam maupun luar istana, akhirnya
meruntuhkan Kerajaan Mataram. Situasi ini dimanfaatkan
penjajah VOC (Belanda) untuk memecah belah kerajaan dengan
adanya Perjanjian Giyanti, 13 Februari 1755. Perjanjian Giyanti ini
memutuskan untuk membagi kekuasan Kerajaan Mataram
menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan
Yogyakarta. Dalam perjanjian itu, juga menetapkan Pangeran
Mangkubumi sebagai Sultan di Kasultanan Yogyakarta dengan
gelar Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I.
Sekitar satu bulan setelah Perjanjian Giyanti, Sri Sultan HB I yang
pada saat itu tinggal di Pesanggrahan Ambar Ketawang
mendirikan sebuah keraton di pusat Kota Yogyakarta, yang kini
menjadi pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta. Pemerintah
Hindia Belanda mengakui Kasultanan Yogyakarta sebagai kerajaan
dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu
dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir
Kasultanan Yogyakarta tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47.
Lalu, apa yang dimaksud dengan Perjanjian Giyanti? Perjanjian
Giyanti adalah kesepakatan antara Belanda, pihak Mataram
(diwakili oleh Sunan Pakubuwono III), dan kelompok Pangeran
Mangkubumi. Dalam perjanjian ini, Kelompok Pangeran
Sambernyawa atau Mangkunegara I tidak dilibatkan.
Dikisahkan pula, dalam perjanjian ini, Pangeran Mangkubumi
memutar haluan menyeberang dari mendukung kelompok
pemberontak, dan bergabung dengan kelompok pemegang

legitimasi kekuasaan yang memerangi pemberontak, yaitu


Pangeran Sambernyawa.
Orientasi
Kesultanan Yogyakarta merupakan bagian dari Kerajaan Mataram
Islam yang terpecah menjadi dua; Kesunanan Surakarta dan
Kesultanan Yogyakarta.
Urutan peristiwa sejarah Tahap 1
Kisah berdirinya Kerajaan Mataram Islam diawali dengan
pemberian daerah kekuasaan (Alas Mentaok) dari Kesultanan
Pajang (Sultan Hadiwijaya) terhadap Ki Ageng Pamanahan,
setelah berhasil mengalahkan musuhnya, Aryo Penangsang
Urutan peristiwa sejarah Tahap 2
Kemudian, pada tahun 1577, Ki Ageng Pamanahan membuat
sebuah keraton di daerah Kota Gede sebagai pusat pemerintahan,
hingga beliau wafat pada tahun 1584, sebagai pengikut setia
Kasultanan Pajang.
Urutan peristiwa sejarah Tahap 3
Setelah Ki Ageng Pamanahan mangkat, Kerajaan Mataram
dilanjutkan oleh puteranya, yakni Danang Sutawijaya. Namun,
Sutawijaya konon tidak mau tunduk dan patuh kepada Kesultanan
Pajang
Urutan peristiwa sejarah Tahap 4
Justru, Sutawijaya berniat menghancurkan Kesultanan Pajang
untuk memperluas wilayah kekuasaan Mataram. Dalam versi lain,
Sutawijaya semata-mata hanya ingin lepas dari dominasi
Kesultanan Pajang. Akhirnya Sultan Pajang mengetahui niat
tersebut dan memutuskan menyerang Mataram pada 1587.
Namun, tanpa disangka, saat pasukan Kesultanan Pajang hendak
menyerang Mataram, terkena dampak letusan Gunung Merapi,
hingga akhirnya pasukan Kesultanan Pajang kewalahan (hancur).
Dalam versi lain pula disebutkan, pasukan Kesultanan Pajang
kalah saat melawan pasukan Sutawijaya dan Mataram.
Urutan peristiwa sejarah Tahap 5
Setahun kemudian, Mataram menjadi sebuah kerajaan &

Sutawijaya mentasbihkan diri sebagai Raja Mataram berdaulat


dengan gelar Panembahan Senopati Senapati Ingalaga Sayidin
Panatagama yang berarti Panglima Perang dan Ulama Pengatur
Kehidupan Beragama.
Urutan peristiwa sejarah Tahap 6
Mulai saat itu, Kerajaan Mataram berkembang pesat menjadi
sebuah kerajaan yang besar dan menjadi penguasa Pulau Jawa
yang besar dan disegani. Setelah mangkatnya Panembahan
Senopati pada 1601, Raja Mataram selanjutnya digantikan oleh
puteranya yang bernama Mas Jolang dikenal juga dengan gelar
Panembahan Seda ing Krapyak.
Urutan peristiwa sejarah Tahap 7
Setelah wafat pada 1613, Mas Jolang digantikan lagi oleh
anaknya, yaitu Pangeran Arya Martapura dan dilanjutkan oleh
kakaknya, yakni Raden Mas Rangsang yang juga lebih dikenal
sebagai Prabu Pandita Hanyakrakusuma, dan bergelar Sultan
Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman. Pada masa Kekuasaan
Raden Mas Rangsang (Sultan Agung) inilah kerajaan Mataram
berada pada puncak kejayaannya dan berkembang dengan
sangat pesat di segala bidang.
Urutan peristiwa sejarah Tahap 8
Kerajaan Mataram semakin kuat dan makmur sampai akhirnya
Sultan Agung dan digantikan oleh puteranya, yaitu Amangkurat I
pada tahun 1645. Masa kejayaan Kerajaan Mataram akhirnya
mengalami kemunduran. Kejadian-kejadian yang berbau konflik
perebutan kekuasaan dari dalam maupun luar istana, akhirnya
meruntuhkan Kerajaan Mataram. Situasi ini dimanfaatkan
penjajah VOC (Belanda) untuk memecah belah kerajaan dengan
adanya Perjanjian Giyanti, 13 Februari 1755. Perjanjian Giyanti ini
memutuskan untuk membagi kekuasan Kerajaan Mataram
menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan
Yogyakarta. Dalam perjanjian itu, juga menetapkan Pangeran
Mangkubumi sebagai Sultan di Kasultanan Yogyakarta dengan
gelar Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I.

Urutan peristiwa sejarah Tahap 9


Sekitar satu bulan setelah Perjanjian Giyanti, Sri Sultan HB I yang
pada saat itu tinggal di Pesanggrahan Ambar Ketawang
mendirikan sebuah keraton di pusat Kota Yogyakarta, yang kini
menjadi pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta. Pemerintah
Hindia Belanda mengakui Kasultanan Yogyakarta sebagai kerajaan
dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu
dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir
Kasultanan Yogyakarta tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47.
Lalu, apa yang dimaksud dengan Perjanjian Giyanti? Perjanjian
Giyanti adalah kesepakatan antara Belanda, pihak Mataram
(diwakili oleh Sunan Pakubuwono III), dan kelompok Pangeran
Mangkubumi. Dalam perjanjian ini, Kelompok Pangeran
Sambernyawa atau Mangkunegara I tidak dilibatkan.
Urutan peristiwa sejarah Tahap 10
Dikisahkan pula, dalam perjanjian ini, Pangeran Mangkubumi
memutar haluan menyeberang dari mendukung kelompok
pemberontak, dan bergabung dengan kelompok pemegang
legitimasi kekuasaan yang memerangi pemberontak, yaitu
Pangeran Sambernyawa. (Sindonews)
Reorientasi (dibuat sendiri)
Kasultanan Yogyakarta akhirnya berdiri setelah memisahkan diri
dari Kerajaan Mataram melalui adanya Perjanjian Giyanti yang
dimediasi oleh Belanda.

Anda mungkin juga menyukai