0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
1K tayangan3 halaman
Tulisan ini merupakan contoh dari feature sederhana yang menceritakan perjuangan hidup seorang ibu berumur setengah abad. Tulisan ini salah satu tugas mata kuliah Jurnalistik, saat semester 1.
Tulisan ini merupakan contoh dari feature sederhana yang menceritakan perjuangan hidup seorang ibu berumur setengah abad. Tulisan ini salah satu tugas mata kuliah Jurnalistik, saat semester 1.
Tulisan ini merupakan contoh dari feature sederhana yang menceritakan perjuangan hidup seorang ibu berumur setengah abad. Tulisan ini salah satu tugas mata kuliah Jurnalistik, saat semester 1.
Di Kampung Rawa Buaya Pagedangan Tanggerang, seorang Ibu yang berusia
setengah abad berjalan menulusuri jalan kecil dengan penuh semangat demi menjemput rupiah. Ia melangkahkan kaki sejauh 3 Km ke sebuah tempat di mana ia bekerja, tepatnya ke Perumahan Medan Sari. Seorang Ibu yang menaruh harapan hidup pada pakaian kotor, ia bekerja sebagai pencuci pakaian. Ibu kelahiran 50 tahun silam itu bernama lengkap Sumarni, merupakan ibu dari tiga orang anak hasil dari pernikahan dengan suaminya yang bernama Sumad. Menurutnya, ia telah bekerja sebagai pencuci pakaian di Perumahan Medan Sari sejak 10 tahun yang lalu. Saya bekerja sebagai pencuci pakaian sejak tahun 2003, waktu anak bungsu saya masih sekolah SD, saya mah memilih pekerjaan ini karna saya harus membiayai sekolah si bungsu dan membiayai kehidupan sehari-hari, suami saya tidak bekerja jadi saya yang harus berjuang ujarnya dengan wajah sedih. Bekerja selama 10 tahun bukanlah waktu yang singkat, waktu demi waktu Ibu Sumarni telah banting tulang menanggung biaya hidup keluarganya. Suami yang tengah menderita penyakit paru-paru sejak putrinya yang bernama Sumiati berumur 5 tahun, itu lah yang menyebabkan pak Sumad tidak mencari nafkah. Dari Suamiati masih kecil, si bapak mah sudah tidak kerja da punya penyakit paru-paru dan umurnya juga sudah tua ujarnya dengan logat bahasa sunda. Kini, Ibu Sumarni harus berjuang hidup sendiri untuk memenuhi kehidupan keluarganya. Ia mulai bekerja dari pukul 6 pagi hingga pukul 11 siang, namun ia bekerja hanya 4 atau 3 hari dalam seminggu. Profesi sebagai pencuci pakaian memang penghasilannya tak seberapa terkadang kebutuhan sehari-harinya tidak terpenuhi. saya bekerja di perumahan hanya di upah 300 ratus ribu perbulan, itu saja saya meminta tambahan upah waktu dulu sih upah saya hanya 50 ribu perbulan. Ucap Ibu Sumarni dengan senyum indahnya. Ibu Sumarni yang tak pernah mengenal lelah untuk bekerja meskipun upahnya sangat kecil tapi bagi dirinya begitu berarti dan selalu bersyukur dengan apa yang telah diterimanya. Bekerja sebagai pencuci pakaian tentu saja membutuhkan tenaga yang kuat, Ibu Sumarni tak pernah lupa untuk meneguk secangkir kopi hangat sebelum bekerja. saya suka minum kopi sebelum bekerja, kalo gak minum kopi suka gak kuat dan gak semangat juga. Hidup di dunia memang tidak pernah lepas dari sebuah masalah dan hambatan, sama halnya yang pernah dirasakan Ibu Sumarni, ia pernah jatuh pinsan karna kelelahan dan terserang penyakit mag bahkan ia sering sakit asam urat. Saat ini ibu Sumarni hanya hidup satu atap dengan suaminya, ke tiga anaknya yang bernama Suminta, Sumadi, dan Sumiati telah berkeluarga. Dengan kehidupan yang tak seberuntung orang-orang di sekitarnya, mengakibatkan Sumiati anak bungsunya harus menikah di usia muda selepas sekolah menengah pertama. Ketika seorang pria meminang Sumiati tak ada pilihan selain menerima lamaran pria itu meskipun profesi calon suaminya sebagai tukang ojek. Profesi sebagai tukang ojek terkadang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ibu Sumarni merasa sedih melihat anak bungsunya harus hidup seadanya. Ibu manapun tidak mungkin membiarkan anaknya hidup kekurangan, kadang saya juga membantu kehidupan suamiati, dan memberikan uang jajan untuk anaknya yang kembar itu. Dengan kehadiran si kembar yang bernama Dava dan Davi di kehidupan Sumiati biaya hidup pun semakin tinggi, sehingga menggeretakan hati ibu Sumarni yang tak mungkin membiarkan anak bungsunya hidup kesusahan. Ibu Sumarni sangat menyayangi kedua cucunya, terkadang ia membiarkan si kembar tinggal bersamanya karena ia khawatir Sumiati kerepotan mengurus Dava dan Davi. Biaya hidup yang menjulang tinggi, telah membuat Ibu Sumarni terkadang hidup kekurangan. Selepas bekerja Ibu Sumarni tidak memanjakan dirinya berdiam di rumah hanya beberapa jam beristirahat yang kemudian mencari pekerjaan tambahan dengan mengumpulkan barang-barang bekas layak jual di Tempat Pembuangan Akhir yang tidak jauh dari rumahnya. Di bawah terik matahari yang begitu panas, udara yang tidak sehat kini ibu Sumarni mencari dan menggali barang-barang bekas dari satu mobil ke mobil lainnya yang mengangkut barang-barang bekas tersebut dari sisa pembangunan proyek Ruko Paramont. Penghasilan dari pengumpulan barang-barang bekas tidak seperti upah kerja di Perumahan, penghasilannya tidak tentu hanya dapat menuai hasil sekitar 5 sampai 10 ribu rupiah perhari. ya,, kalo mungut barang-barang bekas penghasilan perharinya tidak tentu, paling tinggi saya dapat 10 ribu kadang Cuma dapat 5 ribu pernah saya juga tidak dapat sepeser pun tapi itu kalo mobil yang ngangkutnya Cuma sampah-sampah yang tidak bisa di jual. Barang-barang bekas dari sisa pembangunan proyek dominan berupa kayu-kayu. Meskipun Ibu Sumarni tengah berusia setengah abad, ia mampu memangku kayu-kayu tersebut. Namun harga kayu bekas berbeda dengan barang-barang bekas lainnya, Kayu tersebut dijual permobil sehingga Ibu Sumarni harus mengumpulkan kayu-kayu hingga berhari-hari bahkan hingga satu bulan. Dalam satu mobil kayu-kayu bekas di jual seharga 150 ribu. Biasanya saya mengumpulkan kayu-kayu paling lama itu satu bulan, dan saya baru dapat penghasilan sebesar 150 ribu. Ibu Sumarni tidak hanya mengumpulkan kayu-kayu bekas ia juga mengumpulkan barang-barang lainnya seperti kertas semen, paku, kardus, dan bata. Ibu Sumarni dari terbit pajar hingga petang tak hentinya mencari nafkah untuk keluarganya, namun ia tidak lupa akan posisinya sebagai ibu rumah tangga. Sebelum berangkat kerja ia pun selalu merapihkan semua pekerjaannya bahkan ketika suaminya terserang kembali penyakit yang dideritanya Ibu Sumarni tidak bekerja melainkan mengurus suaminya itu. Semangat hidup yang tak pernah pupus dalam jiwa seorang ibu yang berusia setengah abad, ia selalu menerima penghasilannya dengan lapang dada dan selalu berharap Sang Pencipta melimpahkan rezekinya dan diberikan kesehatan serta tenaga yang kuat. saya gak apa-apa bekerja kesana-kemari yang penting Alah selalu memberikan kesehatan dan kekutan untuk saya, karna rezeki itu sudah di atur oleh Allah yang paling penting saya berusaha Ucap Ibu Sumarni.