Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Jurnalistik
Kelompok 2:
1441/2020
1
PEMBAHASAN
1
AS haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), hlm. 14-21.
2
1. Masalah Ejaan
Menurut “Pedoman Pemakaian Bahasa dalam Pers” yang merupakan
kesepakatan para peserta Karya Latih Wartawan (KLW) ke-17 PWI Jaya yang dipimpin
oleh H. Rosihan Anwar pada bulan November 1975 di Jakarta, bahwa bahasa pers
pertama-tama harus menaati aturan ejaan yang berlaku. Saat ini aturan ejaan bahasa
Indonesia adalah yang tertuang dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
Yang Disempurnakan (disingkat PUEBI EYD). Ejaan ini berlaku sejak 17 Agustus 1972,
yang berlaku juga di Kerajaan Malaysia dengan nama Ejaan Baharu Bahasa Malaysia.2
Masalah ini ini berkaitan dengan Bahasa Jurnalistik, yaitu tentang kata-kata penat,
kerancuan, upaya hemat kata melalui ejaan, dan masalah bahasa jurnalistik untuk radio
dan televisi. Kita semua sudah mengetahui bahwa ragam bahasa jurnalistik itu memiliki
ciri hemat kata dalam artian menggunakan kata sedikit mungkin tanpa mengorbankan
makna, dalam artian memberikan pengertian atau konsep yang bisa diterima sesuai apa
yang dimaksud dan menarik dalam artian bisa disajikan dengan bahasa yang bisa
menggugah orang untuk melihat dan membacanya.3 Berikut ini adalah kesalahan terkait
pengejaan dalam Bahasa Jurnalistik:
a) Berlebihan, Tumpang Tindih
Contoh:
- Para hadirin, para bapak-bapak, para siswa. (Hadirin sudah jamak, jadi tidak perlu
ada kata para)
- Saling pukul-memukul satu sama lain (tidak perlu ada kata saling, karena pukul -
memukul sudah bermakna saling karena dilakukan oleh keduanya)
- Agar supaya bermanfaat (cukup menggunakan kata agar/supaya, karena sinonim)
Disebabkan karena menyepelekan (sebab bersinonim dengan sebab)4
b) Kesalahan Pembentukan Kata
- Mengenyampingkan (benar) // Mengesampingkan (salah)
- Menyetop (benar) // Menstop (salah)
- Ilmuwan (benar) // Ilmuan (salah)
2
Abdul Chaer, Bahasa Jurnalistik (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm. 97-122.
3
Abdul Chaer, Bahasa Jurnalistik (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm. 123.
4
Suhaimi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) hlm. 144.
3
5
Suhaimi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) hlm. 144.
6
AS haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), hlm. 14.
7
Kunjana Rahardi, Bahasa Jurnalistik (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm 99
8
AS haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006)hlm.59.
4
9
Suhaimi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) hlm. 60.
5
10
Suhaimi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) hlm. 76.
6
memerhatikan masalah struktur dan tata bahasa. Contohnya sebagai berikut: bilang,
dibilangin, bikin, dikasih tau, kayaknya, mangkanya, sopir, jontor, kelar, semangkin.11
4. Penggunaan Kata dan Istilah Asing
Berita ditulis untuk dibaca dan didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti
dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak
diselipi kata-kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif, juga sangat
membingungkan.
Menurut teori komunikasi, khalayak media massa anonimdan heterogen. Tidak
saling mengenal dan benar-benar majemuk, terdiri atas berbagai suku bangsa, latar
belakang sosial-ekonomi, pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam
perspektif teori jurnalistik, memasukkan kata atau istilah asing pada berita yang kita tulis,
kita udarakan atau kita tayangkan, sama saja dengan sengaja menebar banyak duri di
tengah jalan. Kecuali menyiksa diri sendiri, juga mencelakakan orang lain. 12 Contoh:
Sebanyak 20 Pasien Suspect Corona Dirawat di RSCM (penggunaan kata suspect
harusnya diubah menjadi terduga atau tercuriga).
5. Menggunakan Istilah Ilmiah
Karena ditunjukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah
dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala
berdenyut. Salah satu cara untuk itu ialah menghindari penggunaan kata atau istilah
teknis/ilimiah. Sebagai contoh, berbagai istilah ilmiah dalam dunia mikro biologi, tidak
akan bisa dipahami maksudnya oleh khalayak pembaca apabila dipaksakan untuk dimuat
dalam berita, laporan, atau tulisan pers. Supaya bisa dimengerti oleh khalayak umum,
maka penulis berita diharuskan mengganti istilah tersebut dengan penggalan diksi yang
lebih mudah dipahami.
6. Tidak Tunduk Terhadap Kaidah Etika
Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik. Fungsi ini bukan saja
harus tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel-artikelnya, melainkan
juga harus tampak pada bahasanya. Pada bahasa tersimpul etika. Bahasa tidak saja
mencerminkan pikiran seseorang tetapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu.
11
AS haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), hlm. 18-19.
12
AS haris Sumadiria, Bahasa Jurnalistik (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006), hlm. 19.
7
Sebagai guru bangsa dengan fungsinya sebagai pendidik, pers wajib menggunakan serta
tunduk pada kaidah dan etika bahasa baku.
Bahasa pers harus baku, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan,
vulgar, sumpah serapah, hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial budaya
agama. Pers juga tidak boleh menggunakan kata-kata porno dan berselera rendah lainnya
dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.
Pers-pers berkualitas senantiasa menjaga reputasi dan wibawa martabatnya di mata
masyarakat., antara lain dengan senantiasa menghindari penggunaan kata-kata atau istilah
yang dapat diasumsikan tidak sopan, vulgar, kata-kata yang menjurus pornografi,
biasanya lebih banyak ditemukan pada pers populer lapis bawah dan pers kuning
(Sumadiria: 2005:53-61).13
Contoh:
- Bikin Melongo! Tambah Waktu Berlibur 3 Hari, Segini Kocek yang Dikeluarkan
Raja Salman (salah satu judul berita di media Tribunnews.com)
- Ya Ampun, Gadis Belia Dirampok, Diperkosa, Lalu Digorok (salah satu judul
berita di media Tribunnews.com)
- Ya Ampun, Anak SD Cacat Mental Dicabuli Hingga Hamil (salah satu judul
berita di media Tribunnews.com)
13
hlm. 21.
8
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Suhaimi dan Ruli Nasrullah. 2009. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.