Anda di halaman 1dari 72

dalam Perspektif

Kerukunan Umat Beragama


GERAKAN DAKWAH ISLAM
Kementerian Agama RI
Badan Litbang dan Diklat
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Jakarta 2012
Editor :
M. Yusuf Asry
Buku Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan
Umat Beragama di Indonesia ini diterbitkan untuk
memperkaya wawasan mengenai persoalan-persoalan
dakwah dalam konteks kerukunan umat beragama pada
berbagai daerah di Indonesia.
Sebagai sebuah hasil penelitian, isi buku ini
mengungkapkan realitas pelaksanaan dakwah di
masyarakat, yang berbeda daerah dengan instrumen
yang sama. Pelaku dakwah di sini ialah organisasi
kemasyarakatan Islam dan kelompok gerakan dakwah
Islam.
Melalui penelitian ini berupaya menjawab tiga
pertanyaan pokok, yaitu: (1) Bagaimana karekter dakwah
ormas dan kelompok gerakan dakwah Islam pada
masyarakat yang pluralis? (2) Apa saja potensi konfik dan
faktor integrasi yang dominan dalam kegiatan dakwah?
(3) Bagaimana relasi pelaku dakwah ormas dan kelompok
gerakan dakwah Islam dalam pemeliharaan kerukunan
umat beragama?
Secara umum misi dakwah adalah membumikan
Islam rahmatan lilalamin, dan membela agama serta
mewujudkan kerukunan, baik intern maupun antarumat
beragama. Namun di sana-sini masih nampak potensi
konfik antarormas dan kelompok gerakan dakwah
atau harakah Islam, sekalipun diakui secara umum
masalah khilafyah sudah kurang pupuler untuk
dipermasalahkan pada dekade terakhir ini.
Umat Islam dalam berdakwah dituntut mengaplikasikan
teknologi informasi, untuk dapat mengemas pesan-
pesan keagamaan yang makin efektif dengan jaungkauan
yang luas. Jika menggunakan teknologi informasi, maka
aktivitas dakwah akan makin dapat ditingkatkan.
G
e
r
a
k
a
n

D
a
k
w
a
h

I
s
l
a
m
d
a
l
a
m

P
e
r
s
p
e
k
t
i
f

K
e
r
u
k
u
n
a
n

U
m
a
t

B
e
r
a
g
a
m
a
dalam Perspektif
Kerukunan Umat Beragama
GERAKAN DAKWAH ISLAM
Kementerian Agama RI
Badan Litbang dan Diklat
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Jakarta 2012
Editor :
M. Yusuf Asry
ISBN 978-602-8739-08-5
Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ...
i
GERAKAN DAKWAH ISLAM
dalam
Perspektif Kerukunan
Umat Beragama
Editor :
M. Yusuf Asry
Kementerian Agama RI
Badan Litbang dan Diklat
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Jakarta 2012
Kata Pengantar
ii


Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
gerakan dakwah islam dalam perspektif kerukunan umat beragama/Puslitbang
Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Ed. I. Cet. 1. ----
Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012
xxvi + 350 hlm; 14,8 x 21 cm
ISBN 978-602-8739-08-5
Hak Cipta pada Penerbit
....................................................................................................................................................................
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara
apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy,
tanpa seizin sah dari penerbit
....................................................................................................................................................................
Cetakan Pertama, Oktober 2012
....................................................................................................................................................................
GERAKAN DAKWAH ISLAM DALAM PERSPEKTIF KERUKUNAN
UMAT BERAGAMA
....................................................................................................................................................................
Editor :
M. Yusuf Asry
Tata Letak :
Sugeng
Design Cover
Firdaus
....................................................................................................................................................................
Foto Ilustrasi Cover :
Siluet orang-orangan kertas di atas bola dunia
Penerbit:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI
Jl. MH. Thamrin No. 6 Jakarta
Telp/Fax. (021) 3920425, 3920421
puslitbang1@kemenag.go.id
Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ...
xi




Prolog
DAKWAH, AKTIVITAS DISKURSIF DAN TANTANGAN
GLOBALISASI
Noorhaidi Hasan
(Dosen Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)


Muslim kontemporer hidup dalam situasi yang semakin
kompleks akibat perubahan sosial yang sangat cepat pada era
globalisasi. Masalah-masalah baru muncul setiap saat,
mempersulit upaya mereka mengkontekstualisasi agama dengan
kehidupan sehari-hari (everyday life). Menariknya, menghadapi
tantangan-tantangan perubahan global, semakin banyak Muslim
berupaya menyatakan identitas keagamaan mereka secara
terbuka di ruang publik. Simbol-simbol Islam hadir semakin
mencolok. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, Islam malah
mempertunjukkan vitalitasnya sebagai sistem simbolik dan
kolektif identitas yang mempengaruhi gerak sosial dan politik
Muslim di seluruh dunia. Sejalan dengan kesadaran dan hasrat
mereka yang semakin meningkat untuk mempertunjukkan
kedirian agama (religious self) mereka di ruang publik, Islam

Prolog
xii
bergerak ke tengah mewarnai transaksi politik, kegiatan ekonomi,
dan hubungan sosial-budaya. Sebagaimana kita saksikan di
Indonesia, negara Muslim yang paling banyak penduduknya di
dunia, pengaruh Islam yang semakin meningkat di ruang publik
terjadi bersamaan dengan pertumbuhan institusi dan gaya hidup
baru Islami.
Masjid megah dengan gaya arsitektur baru bercorak Timur
Tengah bermunculan, penuh jamaah menghadiri ibadah sehari-
hari maupun acara pengajian dan zikir bersama. Semakin banyak
orang pergi melakukan ibadah haji dan umrah ke Mekah, sebagian
mereka menggunakan paket perjalanan mahal yang menawarkan
pelayanan berbintang. Jilbab dan baju koko muncul menjadi trend
berpakaian masa kini. Produk dandanan dan perawatan kulit
istimewa dengan label halal secara luas diiklankan dan dijual baik
di pasar tradisional maupun counter khusus toko serba-ada yang
menjual barang-barang mewah. Melengkapi keberadaan qasyidah,
nasyid yang memakai aliran musik beraneka dari pop sampai
reggae berkembang semakin populer dan kerap berhasil
menapaki tangga atas industri musik nasional.
Bersamaan dengan berkembangnya budaya pop Islami,
majalah, buletin, pamflet, buku, dan novel yang mengangkat
tema-tema Islami terus bermunculan meraih oplah yang
mengesankan. Saluran radio dan televisi bersaing menyiarkan
sinetron bermuatan agama. Dakwah melalui dunia maya
menjamur menawarkan pesan agama lewat layanan SMS dan
jaringan internet.
1

Bank-bank syariah dan asuransi syariah (takaful) terus
tumbuh mengimbangi persemaian Bank Perkreditan Rakyat
Syariah dan Bait al-Mal wa al-Tamwil, lembaga keuangan berskala
mikro yang tumbuh menjamur sampai pelosok kecamatan dan
desa.
2

Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ...
xiii
Budaya pop Islami sarat dengan simbol-simbol yang bukan
hanya telah berkembang menjadi identitas penting seorang
Muslim, tetapi sekaligus status sosial dan mobilitas ekonomi. Hal
ini malah lambat laun berubah menjadi lambang elitisme, yang
terkait dengan kesuksesan seseorang. Simbol-simbol itu
memungkinkan orang dari latar belakang sosial yang berbeda
membangun jejaring sosial virtual maupun nyata yang bisa
diupayakan menjadi modal sosial (social capital) untuk
peningkatan produktivitas kolektif. Lewat jaringan ini, Islam
diinterpretasikan dan diberikan makna baru seiring semangat
perubahan zaman. Jaringan ini, pada gilirannya, menyediakan jalur
mobilitas sosial dan ekonomi maupun pasar untuk produk
komersial.
3

Landskap dunia Islam tampaknya tengah mengalami
transformasi menuju terciptanya ruang publik baru yang disebut
ruang publik Islam (Islamic public space). Dalam ruang publik yang
baru ini kontras antara agama dan modernitas menjadi semakin
tidak relevan karena globalisasi mendorong terciptanya budaya
global homogen yang mensinkronkan selera, konsumsi dan gaya
hidup masyarakat global. Globalisasi sekaligus memperdalam
penetrasi nilai-nilai modern seperti demokrasi, toleransi, dan hak-
hak asasi manusia. Proses ini melahirkan apa yang disebut Islam
publik (public Islam), ekspresi, simbol dan pernyataan keagamaan
yang ramah terhadap nilai-nilai modern dan globalisasi.
4

Konsep Islam publik tidak bisa dipisahkan dari perdebatan
seputar agama publik (public religion) yang dicetuskan Jose
Casanova. Membantah tesis-tesis sekularisasi, sosiolog Amerika ini
berpandangan bahwa agama pada era globalisasi mengalami
proses repolitisisasi dan sekaligus deprivatisasi, ketika ia masuk ke
dalam gelanggang kontestasi politik dan menolak untuk disekat
dalam ruang privat.
5
Namun karena globalisasi berkembang
bergerak ke tengah mewarnai transaksi politik, kegiatan ekonomi,
dan hubungan sosial-budaya. Sebagaimana kita saksikan di
Indonesia, negara Muslim yang paling banyak penduduknya di
dunia, pengaruh Islam yang semakin meningkat di ruang publik
terjadi bersamaan dengan pertumbuhan institusi dan gaya hidup
baru Islami.
Masjid megah dengan gaya arsitektur baru bercorak Timur
Tengah bermunculan, penuh jamaah menghadiri ibadah sehari-
hari maupun acara pengajian dan zikir bersama. Semakin banyak
orang pergi melakukan ibadah haji dan umrah ke Mekah, sebagian
mereka menggunakan paket perjalanan mahal yang menawarkan
pelayanan berbintang. Jilbab dan baju koko muncul menjadi trend
berpakaian masa kini. Produk dandanan dan perawatan kulit
istimewa dengan label halal secara luas diiklankan dan dijual baik
di pasar tradisional maupun counter khusus toko serba-ada yang
menjual barang-barang mewah. Melengkapi keberadaan qasyidah,
nasyid yang memakai aliran musik beraneka dari pop sampai
reggae berkembang semakin populer dan kerap berhasil
menapaki tangga atas industri musik nasional.
Bersamaan dengan berkembangnya budaya pop Islami,
majalah, buletin, pamflet, buku, dan novel yang mengangkat
tema-tema Islami terus bermunculan meraih oplah yang
mengesankan. Saluran radio dan televisi bersaing menyiarkan
sinetron bermuatan agama. Dakwah melalui dunia maya
menjamur menawarkan pesan agama lewat layanan SMS dan
jaringan internet.
1

Bank-bank syariah dan asuransi syariah (takaful) terus
tumbuh mengimbangi persemaian Bank Perkreditan Rakyat
Syariah dan Bait al-Mal wa al-Tamwil, lembaga keuangan berskala
mikro yang tumbuh menjamur sampai pelosok kecamatan dan
desa.
2

Prolog
xiv
seiring meluasnya pendidikan dan komunikasi massal, agama
yang masuk ke ruang publik zaman ini terpaksa menerima prinsip
rasionalitas komunikatif.
6
Pendidikan dan komunikasi massal
memfasilitasi tumbuhnya kemandirian dan kesadaran di kalangan
Muslim tentang perlunya merekonstruksi pemikiran dan tindakan
keagamaan mereka, serta membuat format baru ruang publik
yang diskursif, performatif, dan partisipatif.
7
Seturut
perkembangan prinsip volunterisme modern yang mempengaruhi
rasionalitas publik, pengertian tentang kesalehan bergeser ke arah
yang menekankan keislaman personal (personalized Muslimhood).
8

Apakah trend perkembangan global semacam ini
berpengaruh terhadap format dan arah dakwah ormas-ormas
maupun gerakan Islam di Indonesia masa kini? Pertanyaan ini
penting diajukan karena Indonesia merupakan contoh negara di
mana pertarungan memperebutkan pusat medan wacana (centre
of the discursive field) berlangsung sangat intens. Berbagai macam
ormas dan gerakan keagamaan dari yang bercorak radikal, militan,
moderat, progresif sampai liberal berupaya mengekspresikan
identitas dan kepentingan masing-masing melalui aktivitas
diskursif yang dinamis. Simbol-simbol dimunculkan, diberikan
makna dan diinterpretasikan. Ketegangan dan negosiasi
berlangsung mewarnai pertarungan wacana ini.
Dakwah merupakan aktivitas diskursif yang berpusat pada
produksi, penyemaian, otorisasi dan appropriasi pengetahuan
keislaman. Berdasar teori Talal Asad tentang Islam sebagai tradisi
diskursif, persepsi Muslim tentang bagaimana pengetahuan
keislaman itu diterjemahkan ke dalam perkataan, prilaku, tindakan
dan perbuatan selalu dikontekstualisasi dan sekaligus
diperebutkan (contested).
9
Persepsi-persepsi ini sangat sentral
dalam kaitan dengan pandangan-pandangan dan debat-debat
tentang interaksi Muslim dengan dunia sosial di sekitarnya.
Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ...
xv
Sekalipun tidak ada standard tunggal yang universal tentang
definisi, lingkup dan cakupan pengetahuan keislaman, memahami
dakwah merupakan hal krusial sebagai prasyarat dalam mengerti
apa makna menjadi seorang Muslim dan bagaimana kedirian
Muslim modern terbentuk dalam konteks yang terus berubah.
Dakwah sebagai sarana produksi pengetahuan yang berlangsung
secara diskursif dipercaya mempunyai fungsi penting dalam
membentuk watak dan prilaku Muslim, seperti terefleksi dalam
cara mereka berpikir, bersikap dan bertindak sehari-hari. Melalui
aktivitas keagamaan yang melibatkan pendakwah, ulama dan
otoritas keagamaan lainnya, dakwah berlangsung dinamis tidak
hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga mendorong lahirnya
individu yang berkepribadian istimewa (tahdhib).
10

Buku yang ada di hadapan pembaca ini sangat relevan
dibaca untuk mengetahui bagaimana dinamika dakwah ormas-
ormas dan gerakan keagamaan di Indonesia berlangsung di
tengah menguatnya pengaruh radikalisme yang mengancam
kerukunan intern ataupun ekstern umat beragama. Beragam
ormas dan gerakan keagamaan dari berbagai spektrum disorot,
dibandingkan dan ditelaah menyangkut bagaimana cara mereka
menghadirkan dakwah dan pengaruhnya terhadap kerukunan
umat beragama. Ormas dan gerakan keagamaan yang tersebar di
berbagai kota provinsi di Indonesia itu meliputi Nahdlatul Ulama
(NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Mathlaul Anwar,
Persatuan Umat Islam (PUI), Front Anti Pemurtadan, Nahdlatul
Wathan, Gerakan Salafi, Majelis Tafsir Al Quran, Al-Khairaat, dan
Dar ud Dawah Wal Irsyad. Mereka menghadirkan corak dakwah
yang beraneka melalui ibadah, pengajian, zikir bersama, pendidikan,
sosial, karitas, dan aktivitas kemanusiaan lainnya. Mereka juga
mengembangkan aktivitas filantropik melalui zakat, sadaqah dan
amal jariyah. Dakwah ormas dan gerakan-gerakan keagamaan ini
seiring meluasnya pendidikan dan komunikasi massal, agama
yang masuk ke ruang publik zaman ini terpaksa menerima prinsip
rasionalitas komunikatif.
6
Pendidikan dan komunikasi massal
memfasilitasi tumbuhnya kemandirian dan kesadaran di kalangan
Muslim tentang perlunya merekonstruksi pemikiran dan tindakan
keagamaan mereka, serta membuat format baru ruang publik
yang diskursif, performatif, dan partisipatif.
7
Seturut
perkembangan prinsip volunterisme modern yang mempengaruhi
rasionalitas publik, pengertian tentang kesalehan bergeser ke arah
yang menekankan keislaman personal (personalized Muslimhood).
8

Apakah trend perkembangan global semacam ini
berpengaruh terhadap format dan arah dakwah ormas-ormas
maupun gerakan Islam di Indonesia masa kini? Pertanyaan ini
penting diajukan karena Indonesia merupakan contoh negara di
mana pertarungan memperebutkan pusat medan wacana (centre
of the discursive field) berlangsung sangat intens. Berbagai macam
ormas dan gerakan keagamaan dari yang bercorak radikal, militan,
moderat, progresif sampai liberal berupaya mengekspresikan
identitas dan kepentingan masing-masing melalui aktivitas
diskursif yang dinamis. Simbol-simbol dimunculkan, diberikan
makna dan diinterpretasikan. Ketegangan dan negosiasi
berlangsung mewarnai pertarungan wacana ini.
Dakwah merupakan aktivitas diskursif yang berpusat pada
produksi, penyemaian, otorisasi dan appropriasi pengetahuan
keislaman. Berdasar teori Talal Asad tentang Islam sebagai tradisi
diskursif, persepsi Muslim tentang bagaimana pengetahuan
keislaman itu diterjemahkan ke dalam perkataan, prilaku, tindakan
dan perbuatan selalu dikontekstualisasi dan sekaligus
diperebutkan (contested).
9
Persepsi-persepsi ini sangat sentral
dalam kaitan dengan pandangan-pandangan dan debat-debat
tentang interaksi Muslim dengan dunia sosial di sekitarnya.
Prolog
xvi
ternyata di satu sisi berpotensi meningkatkan kerukunan, tetapi
juga di sisi lain menimbulkan konflik di masyarakat.
Dinamisasi dakwah dan pemaknaannya yang dibingkai
dalam kerangka multikulturalisme rupanya dapat berfungsi sebagai
faktor integrasi di dalam masyarakat yang pluralistik.
Multikulturalisme pada hakikatnya merupakan mekanisme
kerjasama dan reciprocity (timbal-balik) dengan mana setiap
individu dan komponen masyarakat sanggup memberikan
tempat, menenggang perbedaan dan bahkan membantu individu
dan komponen lainnya yang ada di dalam masyarakat tersebut.
Nilai-nilai toleransi, keterbukaan, inklusivitas, kerjasama dan
perhormatan terhadap hak-hak asasi manusia merupakan prinsip
dasar multikulturalisme. Terkait dengan kerangka
kewarganegaraan (framework of citizenship), multikulturalisme
muncul sebagain mekanisme yang terpenting bagi pendidikan
demokrasi dan perlindungan hak-hak minoritas. Ia mencegah
adanya individu atau kelompok masyarakat yang merasa diri
paling benar, dan dengan mengatasnamakan kebenaran,
mengembangkan prilaku eksklusif yang mengabaikan hak-hak
orang lain.
11

Sebaliknya, dakwah yang dikembangkan dalam bingkai
eksklusivitas akan cenderung berperan menyemai bibit
permusuhan dan keretakan antar umat beragama. Eksklusivitas
berkembang di dalam mekanisme ingroup love-outgroup hate dan
jalin menjalin dengan persepsi dan pemahaman pengikut-
pengikut ormas atau gerakan keagamaan tertentu yang eksklusif
dengan lingkungan sosial yang kompleks dan berada di luar diri
mereka. Melalui kategorisasi sosial (social categorization) individu-
individu dan kelompok (yang tergabung di dalam gerakan
eksklusif) membagi dunia sosial ke dalam 2 kategori yang kontras.
Kemudian, mereka membangun apa yang disebut ingroup-
Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ...
xvii
positivity, dengan mengidealkan diri dan kelompok mereka. Pada
tahap selanjutnya, mereka membangun intergroup comparison
dengan membandingkan betapa beruntungnya diri mereka
dengan orang-orang yang bukan bagian dari kelompok mereka.
Dengan cara itu kemudian mereka membangun outgroup hostility,
kebencian terhadap orang-orang yang hidup di luar batas-batas
kelompok mereka.
12

Dengan lingkup bahasan maupun jangkauan obyek yang
sangat beragam, kehadiran buku ini menjadi penting untuk
menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang
perkembangan dakwah ormas dan gerakan-gerakan keagamaan
masa kini di Indonesia. Buku ini juga sangat berguna sebagai
referensi awal menelusuri trend-trend baru dakwah ormas-ormas
dan gerakan keagamaan di Indonesia dan jaringan maknanya yang
terus berubah berhadapan dengan globalisasi.

Catatan

1
Greg Fealy Consuming Islam: Commodified Religion and Aspirational Pietism
in Contemporary Indonesia, dalam Greg Fealy and Sally White, eds., Expressing Islam,
Religious Life and Politics in Indonesia (Singapore: ISEAS, 2008), hlm. 15-39.
2
Minako Sakai, Community Development through Islamic Microfinance: Serving
the Financial Needs of the Poor in a Viable Way, dalam Greg Fealy dan Sally White, eds.,
Expressing Islam, Religious Life and Politics in Indonesia (Singapore: ISEAS, 2008), hlm. 267-
285.
3
Noorhaidi Hasan, The Making of Public Islam: Piety, Agency and
Commodification on the Landscape of the Indonesian Public Sphere. Contemporary Islam 3,
3 (2009): 229-250.
4
Armando Salvatore dan Dale Eickelman, Public Islam and the Common Good,
dalam Armando Salvatore and Dale F. Eickleman (eds.), Public Islam and the Common Good
(Leiden, Boston: Brill, 2004), hlm. xi-xxv.
5
Jose Casanova, Public Religions in the Modern World (Chicago: University of
Chicago Press, 1994), hlm. 23-27.
ternyata di satu sisi berpotensi meningkatkan kerukunan, tetapi
juga di sisi lain menimbulkan konflik di masyarakat.
Dinamisasi dakwah dan pemaknaannya yang dibingkai
dalam kerangka multikulturalisme rupanya dapat berfungsi sebagai
faktor integrasi di dalam masyarakat yang pluralistik.
Multikulturalisme pada hakikatnya merupakan mekanisme
kerjasama dan reciprocity (timbal-balik) dengan mana setiap
individu dan komponen masyarakat sanggup memberikan
tempat, menenggang perbedaan dan bahkan membantu individu
dan komponen lainnya yang ada di dalam masyarakat tersebut.
Nilai-nilai toleransi, keterbukaan, inklusivitas, kerjasama dan
perhormatan terhadap hak-hak asasi manusia merupakan prinsip
dasar multikulturalisme. Terkait dengan kerangka
kewarganegaraan (framework of citizenship), multikulturalisme
muncul sebagain mekanisme yang terpenting bagi pendidikan
demokrasi dan perlindungan hak-hak minoritas. Ia mencegah
adanya individu atau kelompok masyarakat yang merasa diri
paling benar, dan dengan mengatasnamakan kebenaran,
mengembangkan prilaku eksklusif yang mengabaikan hak-hak
orang lain.
11

Sebaliknya, dakwah yang dikembangkan dalam bingkai
eksklusivitas akan cenderung berperan menyemai bibit
permusuhan dan keretakan antar umat beragama. Eksklusivitas
berkembang di dalam mekanisme ingroup love-outgroup hate dan
jalin menjalin dengan persepsi dan pemahaman pengikut-
pengikut ormas atau gerakan keagamaan tertentu yang eksklusif
dengan lingkungan sosial yang kompleks dan berada di luar diri
mereka. Melalui kategorisasi sosial (social categorization) individu-
individu dan kelompok (yang tergabung di dalam gerakan
eksklusif) membagi dunia sosial ke dalam 2 kategori yang kontras.
Kemudian, mereka membangun apa yang disebut ingroup-
Catatan Editor
xviii

6
Ibid., hlm. 228-229.
7
Armando Salvatore, The Genesis and Evolution of Islamic Publicness under
Global Constraints, Journal of Arabic, Islamic and Middle Eastern Studies 3, 1(1996): 51-70 dan
Dale Eickelman, Islam and the Language of Modernity, Daedalus 129 (2000): 119-135.
8
Jenny B. White, (2005). The End of Islamism? Turkeys Muslimhood Model,
dalam Robert W. Hefner (ed.). Remaking Muslim Politics. Princeton: Princeton University
Press, pp. 87-111; Nilufer Gole, Islamic Visibilities and Public Sphere, dalam Nilufer Gle
dan Ludwig Ammann (Eds.), Islam in Public Turkey, Iran, and Europe (Istanbul: Istanbul Bilgi
University Press, 2006), hlm. 3-43; lihat juga Asef Bayat, Making Islam Democratic, Social
Movements and the Post-Islamist Turn (Stanford, CA: Stanford University Press, 2007).
9
Talal Asad, The idea of an Anthropology of Islam. Occasional paper Center for
Contemporary Arab Studies (Washington DC: Georgetown University, 1986).
10
Patrick D Gaffney. The Prophets Pulpit: Islamic Preaching in Contemporary Egypt.
Berkeley: University of California Press, 1994), hlm. 8-11 dan Muhammad Qasim Zaman, The
Ulama in Contemporary Islam: Custodians of Change (Princeton and Oxford: Princeton
University Press, 2002), hlm. 23-28.
11
Lebih jauh tentang multikulturalisme dan kewarganegaraan, periksa Will
Kymlicka, Multicultural Citizenship. A Liberal Theory of Minority Rights (Oxford: Oxford
University Press, 1995).
12
Lihat Richard D. Ashmore, Lee Jussim, David Wilder, dan Jessica Heppen,
Toward a Social Identity Framework for Intergroup Conflict, dalam Richard D. Ashmore,
Lee Jussim, David Wilder, dan Jessica Heppen (eds.), Social Identity, Intergroup Conflict dan
Conflict Reduction, vol 3 (Oxford: Oxford University Press, 2000), hlm. 189-225.


Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ...
xix

6
Ibid., hlm. 228-229.
7
Armando Salvatore, The Genesis and Evolution of Islamic Publicness under
Global Constraints, Journal of Arabic, Islamic and Middle Eastern Studies 3, 1(1996): 51-70 dan
Dale Eickelman, Islam and the Language of Modernity, Daedalus 129 (2000): 119-135.
8
Jenny B. White, (2005). The End of Islamism? Turkeys Muslimhood Model,
dalam Robert W. Hefner (ed.). Remaking Muslim Politics. Princeton: Princeton University
Press, pp. 87-111; Nilufer Gole, Islamic Visibilities and Public Sphere, dalam Nilufer Gle
dan Ludwig Ammann (Eds.), Islam in Public Turkey, Iran, and Europe (Istanbul: Istanbul Bilgi
University Press, 2006), hlm. 3-43; lihat juga Asef Bayat, Making Islam Democratic, Social
Movements and the Post-Islamist Turn (Stanford, CA: Stanford University Press, 2007).
9
Talal Asad, The idea of an Anthropology of Islam. Occasional paper Center for
Contemporary Arab Studies (Washington DC: Georgetown University, 1986).
10
Patrick D Gaffney. The Prophets Pulpit: Islamic Preaching in Contemporary Egypt.
Berkeley: University of California Press, 1994), hlm. 8-11 dan Muhammad Qasim Zaman, The
Ulama in Contemporary Islam: Custodians of Change (Princeton and Oxford: Princeton
University Press, 2002), hlm. 23-28.
11
Lebih jauh tentang multikulturalisme dan kewarganegaraan, periksa Will
Kymlicka, Multicultural Citizenship. A Liberal Theory of Minority Rights (Oxford: Oxford
University Press, 1995).
12
Lihat Richard D. Ashmore, Lee Jussim, David Wilder, dan Jessica Heppen,
Toward a Social Identity Framework for Intergroup Conflict, dalam Richard D. Ashmore,
Lee Jussim, David Wilder, dan Jessica Heppen (eds.), Social Identity, Intergroup Conflict dan
Conflict Reduction, vol 3 (Oxford: Oxford University Press, 2000), hlm. 189-225.






CATATAN EDITOR



Buku Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan
Umat Beragama di Indonesia ini diterbitkan untuk memperkaya
wawasan mengenai persoalan-persoalan dakwah dalam konteks
kerukunan umat beragama pada berbagai daerah di Indonesia.
Sebagai sebuah hasil penelitian, isi buku ini
mengungkapkan realitas pelaksanaan dakwah di masyarakat yang
berbeda daerah dengan instrumen yang sama. Pelaku dakwah di
sini ialah organisasi kemasyarakatan Islam dan kelompok gerakan
(harakah) dakwah Islam. Isi buku memuat tulisan dari para peneliti
pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan:
Pertama, Dakwah Mathlaul Anwar dan Nahdlatul Ulama di
Kabupaten Pandegelang, Provinsi Banten oleh Mursyid Ali dan
Syuhada Abduh.
Kedua, Dakwah Persatuan Islam dan Persatuan Umat Islam
di Kota Bandung oleh M. Yusuf Asry, serta Kelompok Front Anti
Pemurtadan di Bekasi Provinsi Jawa Barat oleh Ibnu Hasan
Muchtar.
Catatan Editor
xx
Ketiga, Dakwah Nahdlatul Wathan, Muhammadiyah dan
Gerakan Salafi di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat oleh
Bashori A, Hakim dan Muh. Khafidz.
Keempat, Dakwah Kelompok Majelis Tafsir Al Quran,
Jamura dan Muhammadiyah di Kota Surakarta, Provinsi Jawa
Tengah oleh Muh. Shulton dan Titik Suwaryati.
Kelima, Dakwah Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan
Persatuan Islam di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
Keenam, Dakwah Al Khairat, Darud Dakwah wal Irsyad dan
Muhammadiyah di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah oleh Akmal
Salim Ruhama.
Melalui penelitian ini berupaya menjawab tiga pertanyaan
pokok, yaitu: (1) Bagaimana karakter dakwah ormas dan kelompok
gerakan dakwah Islam pada masyarakat yang pluralis? (2) Apa saja
potensi konflik dan faktor integrasi yang dominan dalam kegiatan
dakwah? (3) Bagaimana relasi pelaku dakwah ormas dan kelompok
gerakan dakwah Islam dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama?
Secara umum misi dakwah adalah membumikan Islam
rahmatan lilalamin, dan membela agama serta mewujudkan
kerukunan, baik intern maupun antarumat beragama. Namun di
sana-sini masih nampak potensi konflik antarormas dan kelompok
gerakan dakwah atau harakah Islam, maka sekalipun diakui secara
umum masalah khilafiyah yang pada masa lalu merupakan ikon
konflik internal umat Islam pada dekade terakhir ini sudah kurang
pupuler untuk dipermasalahkan.
Saat ini dan kedepan dalam berdakwah dituntut
mengaplikasikan teknologi informasi dan komunikasi dakwah,
untuk dapat mengemas pesan-pesan keagamaan yang makin
Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ...
xxi
efektif dengan jaungkauan yang luas. Jika menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi, maka aktivitas dakwah akan
dapat ditingkatkan dan makin dirasakan makna bagi peningkatan
kualitas kehidupan keagamaan keagamaan dan kerukunan umat
beragama.
Suatu harapan dengan kahadiran buku ini akan
memperkaya khazanah referensi mengenai wajah dakwah Islam di
lapangan. Referensi yang berkenaan dengan karakter, potensi
konflik dan faktor integrasi, relasi pemeliharaan dalam kegiatan
dakwah. Apa yang ditampilkan dalam buku ini belumlah
sempurna, tetapi bermanfaat untuk merencanakan dakwah yang
lebih intensif dan efektif ke depan.

Jakarta, November 2012
Editor


H. M. Yusuf Asry







Ketiga, Dakwah Nahdlatul Wathan, Muhammadiyah dan
Gerakan Salafi di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat oleh
Bashori A, Hakim dan Muh. Khafidz.
Keempat, Dakwah Kelompok Majelis Tafsir Al Quran,
Jamura dan Muhammadiyah di Kota Surakarta, Provinsi Jawa
Tengah oleh Muh. Shulton dan Titik Suwaryati.
Kelima, Dakwah Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan
Persatuan Islam di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
Keenam, Dakwah Al Khairat, Darud Dakwah wal Irsyad dan
Muhammadiyah di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah oleh Akmal
Salim Ruhama.
Melalui penelitian ini berupaya menjawab tiga pertanyaan
pokok, yaitu: (1) Bagaimana karakter dakwah ormas dan kelompok
gerakan dakwah Islam pada masyarakat yang pluralis? (2) Apa saja
potensi konflik dan faktor integrasi yang dominan dalam kegiatan
dakwah? (3) Bagaimana relasi pelaku dakwah ormas dan kelompok
gerakan dakwah Islam dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama?
Secara umum misi dakwah adalah membumikan Islam
rahmatan lilalamin, dan membela agama serta mewujudkan
kerukunan, baik intern maupun antarumat beragama. Namun di
sana-sini masih nampak potensi konflik antarormas dan kelompok
gerakan dakwah atau harakah Islam, maka sekalipun diakui secara
umum masalah khilafiyah yang pada masa lalu merupakan ikon
konflik internal umat Islam pada dekade terakhir ini sudah kurang
pupuler untuk dipermasalahkan.
Saat ini dan kedepan dalam berdakwah dituntut
mengaplikasikan teknologi informasi dan komunikasi dakwah,
untuk dapat mengemas pesan-pesan keagamaan yang makin
Catatan Editor
xxii


Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ...
xxiii



DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan .. iii
Sambutan Kepala Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI ................................................................................................... vii
Prolog ........................................................................................................ xi
Catatan Editor ......................................................................................... xix
Daftar Isi .................................................................................................... xxiii
I. DAKWAH MATHLAUL ANWAR DAN NAHDLATUL
ULAMA DI KABUPATEN PANDEGELANG, PROVINSI
BANTEN
Oleh Mursyid Ali dan Syuhada Abduh ................................. 1
A. Profil Ormas Mathlaul Anwar ............................................ 9
B. Profil Nahdlatul Ulama ....................................................... 11
C. Aktivitas Dakwah .................................................................... 14

II. DAKWAH PERSATUAN ISLAM (PERSIS), PERSATUAN
UMAT ISLAM (PUI) DI KOTA BANDUNG DAN KELOMPOK
FRONT ANTI PEMURTADAN DI KOTA BEKASI JAWA
BARAT
Oleh M. Yusuf Asry, Ibnu Hasan Muchtar dan
Haris Burhani.................................................................................. 23


Kata Pengantar
xxiv
A. Dakwah Persatuan Islam ................................................... 39
B. Dakwah Persatuan Umat Islam ........................................ 49
C. Dakwah Front Gerakan Anti Pemurtadan ................... 53

III. DAKWAH NAHDLATUL WATHAN, MUHAMMADIYAH
DAN GERAKAN SALAFI DI KOTA MATARAM, PROVINSI
NUSA TENGGARA BARAT
Oleh Bashori A, Hakim dan Muh. Khafidz .......................... 67
A. Nahdlatul Wathan (NW) ..................................................... 89
B. Muhammadiyah ................................................................... 98
C. Kelompok Salafi .................................................................... 103

IV. DAKWAH KELOMPOK MAJELIS TAFSIR AL QURAN,
JAMURA DAN MUHAMMADIYAH DI KOTA
SURAKARTA, PROVINSI JAWA TENGAH
Oleh Muh. Shulton dan Titik Suwaryati ............................... 131
A. Jamaah Muji Rasul (Jamura) ............................................... 161
B. Majelis Tafsir Al Quran ....................................................... 165

V. DAKWAH NAHDLATUL ULAMA, MUHAMMADIAYAH
DAN PERSATUAN ISLAM DI KOTA SURABAYA,
PROVINSI JAWA TIMUR
Oleh Haidlor Ali Ahmad, Sahri dan R. Adang Novandi ... 203
A. Profil Nahdlatul Ulama ....................................................... 231
B. Profil Muhammadiayah ..................................................... 245
C. Profil Persatuan Islam (Persis) Bangil ............................. 256
Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ...
xxv
VI. DAKWAH AL KHAIRAT, DARUD DAKWAH WAL IRSYAD
DAN MUHAMMADIYAH DI KOTA PALU, PROVINSI
SULAWESI TENGAH
Oleh Akmal salim Ruhama ...................................................... 297
A. Al Khairat ................................................................................. 317
B. Nahdlatul Ulama .................................................................... 324
C. Darud Dakwah Wal Irsyad ................................................. 326
D. Muhammadiyah ................................................................... 328

















A. Dakwah Persatuan Islam ................................................... 39
B. Dakwah Persatuan Umat Islam ........................................ 49
C. Dakwah Front Gerakan Anti Pemurtadan ................... 53

III. DAKWAH NAHDLATUL WATHAN, MUHAMMADIYAH
DAN GERAKAN SALAFI DI KOTA MATARAM, PROVINSI
NUSA TENGGARA BARAT
Oleh Bashori A, Hakim dan Muh. Khafidz .......................... 67
A. Nahdlatul Wathan (NW) ..................................................... 89
B. Muhammadiyah ................................................................... 98
C. Kelompok Salafi .................................................................... 103

IV. DAKWAH KELOMPOK MAJELIS TAFSIR AL QURAN,
JAMURA DAN MUHAMMADIYAH DI KOTA
SURAKARTA, PROVINSI JAWA TENGAH
Oleh Muh. Shulton dan Titik Suwaryati ............................... 131
A. Jamaah Muji Rasul (Jamura) ............................................... 161
B. Majelis Tafsir Al Quran ....................................................... 165

V. DAKWAH NAHDLATUL ULAMA, MUHAMMADIAYAH
DAN PERSATUAN ISLAM DI KOTA SURABAYA,
PROVINSI JAWA TIMUR
Oleh Haidlor Ali Ahmad, Sahri dan R. Adang Novandi ... 203
A. Profil Nahdlatul Ulama ....................................................... 231
B. Profil Muhammadiayah ..................................................... 245
C. Profil Persatuan Islam (Persis) Bangil ............................. 256
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
297
_______& Endang Saefuddin Anshari, A.Hassan Wajah dan
Wijhah Seorang Mujtahid. Bangil: al-Muslimun,1985.
M. Federspiel, Howard, Kajian Al-Quran di Indonesia Dari Mahmud
Yunus Hingga Quraish Shihab. Bandung: Mizan 1996
_______. Persatuan Islam Islamic Reform in Twentieth Century
Indonesia. New York: Cornel Uviversity, 1970
Nidia Zuraya, Ahmad Hassan, sang Guru Utama Persis, Republika,
Ahad, 26 September 2010.
Nottingham, Dr. Elizabeth K. Ph.D., Agama dan Masyarakat (terj.).
Jakarta: Rajawali Press, 1990.
PP Persatuan Islam, Qanun Asasi Qanun Dakhili Persis, Bab I pasal 2.
Bandung: PP PERSIS, 1991
Santosa, Kholid O., Ahmad Hassan dalam Manusia di Panggung
Sejarah Pemikiran dan Pergerakan Tokoh-tokoh Islam.
Bandung: 2007
Saidi, Ridwan, Cendikiawan Islam Zaman Belanda. Jakarta:1990,
Yayasan Piranti Ilmu.
Saputra, Wahidin, Drs, MA, Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011.
Saran, Eman, 40 Tahun Perjuangan Persatuan Islam, Majalah
Risalah. Bandung: Pebruari 1964 hlm.9
Wildan, Dadan, Persis (Persatuan Islam) Dalam Pentas Sejarah Islam
Indonesia. Persis Bandung, (tanpa tahun).



DAKWAH
AL-KHAIRAAT, NAHDLATUL ULAMA,
DARUD DAWAH WAL IRSYAD DAN
MUHAMMADIYAH DI KOTA PALU,
SULAWESI TENGAH
Oleh: Akmal Salim Ruhana
VI
Akmal Salim Ruhana
298




Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
299



I
PEXDAMtItAX


Latar Belakang
Kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari
kerukunan nasional yang merupakan prasyarat terlaksananya
pembangunan. Artinya, stabilitas keamanan dan ketentraman
bangsa Indonesia serta pelaksanaan pembangunan nasional akan
terganggu jika terjadi ketidak rukunan umat beragama. Sementara
itu, bagian terbesar dari penduduk Indonesia beragama Islam. Oleh
karenanya, kerukunan di kalangan umat Islam menjadi bagian
penting dan faktor yang sangat berpengaruh bagi terciptanya
kerukunan nasional Indonesia. Jika umat Islam rukun maka
setidaknya 88% penduduk Indonesia dalam suasana kondusif, dan
hal itu akan mewarnai keseluruhan kondisi bangsa Indonesia.
Demikian juga sebaliknya.
Secara umum, kondisi kerukunan umat Islam di Indonesia
berjalan baik. Budaya saling menghormati, silaturahmi, hingga
kerjasama sosial terwujud dalam berbagai bidang kehidupan. Lebih
lagi, umat Islam memiliki konsep ukhuwah Islamiyah (persaudaraan
Islam) di samping konsep ukhuwah wathaniyah (persaudaraan
sesama warga bangsa) dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan




Akmal Salim Ruhana
300
sesama manusia). Bahkan di dalam kitab sucinya, Al-Quran,
ditegaskan berbagai hal yang mendorong kaum muslimin untuk
bersatu dan tidak bercerai berai. Hal-hal ini menjadi penguat
terpeliharanya kondisi kerukunan umat beragama.
Namun demikian, potensi ketidak rukunan diketahui tetap
ada, atau bahkan sesekali termanifestasi. Sekadar menyebutkan
beberapa contoh, di masa lalu terjadi gesekan intern umat Islam
terkait persoalan khilafiyah tertentu, mulai dari qunut atau tidak
qunut, jumlah rakaat shalat tarawih, hingga soal perlu tidaknya
perayaan Maulid Nabi. Contoh lain, adanya perebutan (saling klaim)
umat, perebutan otoritas penguasaan masjid
61
, hingga pergesekan
umat sebagai akibat kontestasi dan kompetisi dalam panggung
politik praktis tertentu.
62

Jika dirunut, potensi ketidak rukunan ini antara lain
berhubungan dengan upaya dakwah agama, baik yang dilakukan
oleh suatu ormas keagamaan ataupun individu tertentu. Bahwa
dakwah agama Islam yang bermaksud memberikan pencerahan
dan pengajaran tentang ajaran-ajaran agama Islam, di lapangan
tidak jarang dimaknai sebagai diseminasi pengaruh untuk kepen-
tingan tertentu. Dakwah disalah persepsi bukan lagi sebagai upaya

61
Lebih jauh, menarik menyimak pergulatan di tubuh Muhammadiyah tentang
keresahan sebagian kadernya karena pengaruh gerakan Islam tertentu yang mulai
mengerogoti Muhammadiyah, termasuk terrebutnya sejumlah masjid milik Muhammadiyah.
Baca selengkapnya dalam KH. Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan
Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, The Wahid Institute
dan Maarif Institute, 2009, hlm. 176-189.
62
Sistem multipartai menyebabkan banyaknya partai Islam peserta Pemilu. Hal ini,
dalam kondisi tertentu, telah memecah suara dan aspirasi umat Islam. Ironisnya, yang terjadi
adalah proses saling berebut konstituen yang sama (umat Islam) di kalangan partai-partai
Islam yang notabene tidak cukup laku dan selalu kalah. Lihat artikel Burhanuddin Muhtadi,
peneliti senior LSI, yang menggambarkan kanibalisme antar sesama partai politik Islam,
berjudul Partai Politik Islam: Memakan Teman Sendiri dalam http://www. burhanuddin-
muhtadi.com/?p=24, diunduh 9 Mei 2011.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
301
pendalaman ajaran agama melainkan sebagai upaya perekrutan
untuk penambahan keanggotaan kelompok tertentu.
Di sisi lain, dakwah Islam terus menghadapi tantangan, baik
internal maupun eksternal. Secara internal, dakwah Islam
menghadapi (atau mengalami) variasi pemahaman keagamaan
yang berhadapan-diametral: liberal dan fundamental. Kalangan
liberalis memberi kecenderungan dakwah Islam pada sisi yang lebih
bercorak rasional, longgar, dan permisif. Di sisi lain, kalangan
fundamentalis memberi kecenderungan dakwah Islam pada suatu
pemahaman yang kaku, literalis, dan kohersif bahkan dalam tingkat
tertentu menjadi cenderung radikal. Selain itu, dakwah mengalami
tantangan internal yang bersifat klasik, yakni keterbatasan dana,
sarana prasarana, dan daya jangkau wilayah. Dakwah bergerak
dengan dana terbatas yang kemudian menjadi alasan terbatasnya
aktivitas dan jangkauan wilayah dakwah. Yang tidak kalah penting,
dakwah juga menghadapi tantangan internal berupa kemandegan
kaderisasi penyampai dakwah serta pergesekan antar kelompok
umat, terutama terkait dinamika politik-praktis tertentu. Belum lagi
kompetisi dakwah terjadi antara kalangan Islam mainstream dengan
kelompok yang dinilai sempalan atau menyimpang yang terus
berkembang dan dinilai menggerogoti umat dari dalam.
Secara eksternal, tantangan globalisasi dan modernisasi
cukup mempengaruhi dakwah. Kedua hal ini dalam tingkat tertentu
telah melalaikan (atau mematikan?) upaya dakwah. Arus teknologi
informasi yang demikian dahsyat telah menumbuhkan budaya
masyarakat yang materialistik, hedonistik, atau bahkan bertendensi
pendangkalan akidah hal-hal yang kontradiksi dengan misi utama
dakwah. Selain itu, hal klasik, kreativitas dan agresivitas mission dan
atau penyiaran agama lain, menjadi bagian dari tantangan eksternal
dakwah Islam.
sesama manusia). Bahkan di dalam kitab sucinya, Al-Quran,
ditegaskan berbagai hal yang mendorong kaum muslimin untuk
bersatu dan tidak bercerai berai. Hal-hal ini menjadi penguat
terpeliharanya kondisi kerukunan umat beragama.
Namun demikian, potensi ketidak rukunan diketahui tetap
ada, atau bahkan sesekali termanifestasi. Sekadar menyebutkan
beberapa contoh, di masa lalu terjadi gesekan intern umat Islam
terkait persoalan khilafiyah tertentu, mulai dari qunut atau tidak
qunut, jumlah rakaat shalat tarawih, hingga soal perlu tidaknya
perayaan Maulid Nabi. Contoh lain, adanya perebutan (saling klaim)
umat, perebutan otoritas penguasaan masjid
61
, hingga pergesekan
umat sebagai akibat kontestasi dan kompetisi dalam panggung
politik praktis tertentu.
62

Jika dirunut, potensi ketidak rukunan ini antara lain
berhubungan dengan upaya dakwah agama, baik yang dilakukan
oleh suatu ormas keagamaan ataupun individu tertentu. Bahwa
dakwah agama Islam yang bermaksud memberikan pencerahan
dan pengajaran tentang ajaran-ajaran agama Islam, di lapangan
tidak jarang dimaknai sebagai diseminasi pengaruh untuk kepen-
tingan tertentu. Dakwah disalah persepsi bukan lagi sebagai upaya

61
Lebih jauh, menarik menyimak pergulatan di tubuh Muhammadiyah tentang
keresahan sebagian kadernya karena pengaruh gerakan Islam tertentu yang mulai
mengerogoti Muhammadiyah, termasuk terrebutnya sejumlah masjid milik Muhammadiyah.
Baca selengkapnya dalam KH. Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan
Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, The Wahid Institute
dan Maarif Institute, 2009, hlm. 176-189.
62
Sistem multipartai menyebabkan banyaknya partai Islam peserta Pemilu. Hal ini,
dalam kondisi tertentu, telah memecah suara dan aspirasi umat Islam. Ironisnya, yang terjadi
adalah proses saling berebut konstituen yang sama (umat Islam) di kalangan partai-partai
Islam yang notabene tidak cukup laku dan selalu kalah. Lihat artikel Burhanuddin Muhtadi,
peneliti senior LSI, yang menggambarkan kanibalisme antar sesama partai politik Islam,
berjudul Partai Politik Islam: Memakan Teman Sendiri dalam http://www. burhanuddin-
muhtadi.com/?p=24, diunduh 9 Mei 2011.
Akmal Salim Ruhana
302
Tantangan internal dan eksternal tersebut di atas sejatinya
menjadi bahan introspeksi reflektif terhadap manajemen dakwah
Islam: apakah gerakan dakwah Islam telah berjalan efektif dan
integratif. Jawaban atas pertanyaan ini dapat bermanfaat untuk
melihat sukses tidaknya dakwah Islam dilakukan selama ini. Namun
khusus terkait penelitian ini, titik tekannya lebih dalam kaitannya
dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama. Bahwa gerakan
dakwah Islam (baca: para pelaku dakwah Islam) melakukan
perannya dan berhubungan dengan berbagai pihak dalam upaya
dakwahnya dengan tetap memelihara kerukunan, baik intern
maupun ekstern umat beragama di Indonesia.
Pada praktiknya, dakwah Islam dilakukan oleh para pelaku
dakwah melalui sejumlah lembaga/ormas keagamaan ataupun
secara individual. Meski dalam beberapa kasus dakwah individual
cukup berperan, namun dakwah melalui lembaga biasanya lebih
luas jangkauannya karena tersedianya perangkat organisasi yang
massif dan terstruktur, dari pusat ke daerah. Ormas Nahdlatul
Ulama, misalnya, memiliki jaringan dakwah dari tingkat pusat
hingga daerah yang cukup banyak. Selain ada Pengurus Besar di
tingkat pusat, terdapat 33 Pengurus Wilayah di tingkat propinsi, 439
Pengurus Cabang di tingkat kabupaten/kota dan 15 Pengurus
Cabang Istimewa di luar negeri, 5.450 Pengurus Majelis Wakil
Cabang/MWC di tingkat Kecamatan, dan 47.125 Pengurus Ranting
di tingkat Desa/Kelurahan.
63
Demikian juga Muhammadiyah, di
tingkat pusat ada Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di tingkat
provinsi ada 33 Pimpinan Wilayah, di tingkat kabupaten/kota ada
417 Pimpinan Daerah, di tingkat kecamatan ada 3.221 Pimpinan
Cabang, dan di tingkat desa ada 8.107 Pimpinan Ranting, serta
terdapat sejumlah kelompok non struktural yang dinamakan

63
Data hingga akhir 2000, dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Nahdl-atul_Ulama
diunduh 9 Mei 2011.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
303
Jamaah Muhammadiyah.
64
Ormas Islam lainnya yang jumlahnya
ratusan juga memiliki jaringan dakwah masing-masing yang luas
meski masih terbatas.
65
Bahkan, di samping sejumlah ormas
tersebut, terdapat sejumlah kelompok gerakan dakwah Islam yang
bersifat non-ormas tetapi memiliki pengaruh dan aktivitas dakwah
yang cukup signifikan juga di masyarakat. Termasuk dalam
kelompok ini adalah gerakan dakwah Salafi, Jamaah Tabligh, Hizbut
Tahrir, Ikhwanul Muslimin, dan sejumlah aliran tarekat. Maka
kontestasi dan kompetisi dakwah di tengah masyarakat muslim
Indonesia kian semarak. Para pelaku dakwah melakukan beragam
gerakan dakwah, baik gerakan pemikiran maupun gerakan praksis-
organisasional, dalam kancah dakwah yang sama. Adu wacana
hingga beberapa gesekan tidak jarang terjadi. Maka pada titik inilah,
penting untuk melihat peran dan interaksi diantara beragam pelaku
dakwah Islam dalam melakukan dakwahnya terutama dalam kaitan
pemeliharaan kerukunan intern umat beragama (Islam).
Dalam konteks Sulawesi Tengah, gerakan keagamaan yang
menonjol peran dan interaksinya antara lain Alkhairaat, Nahdlatul
Ulama (NU), Darud Dawah Wal-Irsyad (DDI), dan Muhammadiyah.
Di samping empat itu, terdapat pula kelompok Salafi, Wahdah
Islamiyah, LDII, Jamaah Tabligh, HTI, DDII, dan Ahmadiyah.

Permasalahan
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
penelitian dengan mengajukan sejumlah pertanyaan penelitian

64
Informasi dari http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-45-det-jaringan-
muhammadiyah.html diunduh 9 Mei 2011.
65
Jumlah ormas/LSM Islam pada 2009 yang terdata pada Direktorat Penerangan
Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama adalah 1.185 buah lembaga, dengan 60 diantaranya
merupakan kepengurusan/kepemimpinan ormas di tingkat pusat. Lihat Bimas Islam Dalam
Angka 2009, Jakarta: Departemen Agama, 2009. Lampiran hlm. 103-105.
Tantangan internal dan eksternal tersebut di atas sejatinya
menjadi bahan introspeksi reflektif terhadap manajemen dakwah
Islam: apakah gerakan dakwah Islam telah berjalan efektif dan
integratif. Jawaban atas pertanyaan ini dapat bermanfaat untuk
melihat sukses tidaknya dakwah Islam dilakukan selama ini. Namun
khusus terkait penelitian ini, titik tekannya lebih dalam kaitannya
dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama. Bahwa gerakan
dakwah Islam (baca: para pelaku dakwah Islam) melakukan
perannya dan berhubungan dengan berbagai pihak dalam upaya
dakwahnya dengan tetap memelihara kerukunan, baik intern
maupun ekstern umat beragama di Indonesia.
Pada praktiknya, dakwah Islam dilakukan oleh para pelaku
dakwah melalui sejumlah lembaga/ormas keagamaan ataupun
secara individual. Meski dalam beberapa kasus dakwah individual
cukup berperan, namun dakwah melalui lembaga biasanya lebih
luas jangkauannya karena tersedianya perangkat organisasi yang
massif dan terstruktur, dari pusat ke daerah. Ormas Nahdlatul
Ulama, misalnya, memiliki jaringan dakwah dari tingkat pusat
hingga daerah yang cukup banyak. Selain ada Pengurus Besar di
tingkat pusat, terdapat 33 Pengurus Wilayah di tingkat propinsi, 439
Pengurus Cabang di tingkat kabupaten/kota dan 15 Pengurus
Cabang Istimewa di luar negeri, 5.450 Pengurus Majelis Wakil
Cabang/MWC di tingkat Kecamatan, dan 47.125 Pengurus Ranting
di tingkat Desa/Kelurahan.
63
Demikian juga Muhammadiyah, di
tingkat pusat ada Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di tingkat
provinsi ada 33 Pimpinan Wilayah, di tingkat kabupaten/kota ada
417 Pimpinan Daerah, di tingkat kecamatan ada 3.221 Pimpinan
Cabang, dan di tingkat desa ada 8.107 Pimpinan Ranting, serta
terdapat sejumlah kelompok non struktural yang dinamakan

63
Data hingga akhir 2000, dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Nahdl-atul_Ulama
diunduh 9 Mei 2011.
Akmal Salim Ruhana
304
sebagai berikut: (1) Bagaimana profil dan peran pelaku dakwah
dalam kehidupan masyarakat Palu, Sulteng? (2) Apa saja potensi
konflik dan potensi integrasi dalam kegiatan dakwah tersebut? (3)
Bagaimana upaya para pelaku dakwah dalam pemeliharaan
kerukunan umat beragama?

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui profil dan
peran pelaku dakwah dalam kehidupan masyarakat Palu, Sulteng.
(2) Mengetahui berbagai potensi konflik dan potensi integrasi
dalam kegiatan dakwah tersebut. (3) Mengetahui upaya para pelaku
dakwah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama.

Definisi Operasional
Gerakan (movement) berarti usaha atau kegiatan yang
memiliki arah tertentu. Adapun dakwah diartikan sebagai
penyiaran/propaganda agama di kalangan masyarakat dan
pengembangannya; serta seruan untuk memeluk, mempelajari, dan
mengamalkan ajaran agama (Islam). Sedangkan gerakan dakwah
berarti usaha yang terarah untuk menyiarkan ajaran Islam kepada
masyarakat. Dalam konteks ini, dakwah dapat berupa penyiaran
pemikiran keagamaan atau kegiatan praksis penyebaran paham
keagamaan tertentu.
Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi
kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh
warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum,
dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat serta bukan
organisasi sayap partai politik. Dengan demikian, ormas Islam
berarti organisasi nonpemerintah yang dibentuk berdasarkan
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
305
kesamaan agama Islam, seperti: NU, Muhammadiyah, Alkhairaat,
PERSIS, PERTI, Al-Washliyah, Mathlaul Anwar, dan sebagainya. Dalam
konteks penelitian ini, tercakup pula kelompok/gerakan keagamaan
yang non-ormas, seperti Salafi dan Jamaah Tabligh.
Sedangkan kerukunan umat beragama, sebagaimana
didefinisikan di dalam PBM No.9 dan 8 Tahun 2006, adalah keadaan
hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling
pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam
pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kerangka Konseptual
Dakwah secara bahasa berarti upaya mengajak (uduu,
ajaklah). Bentuknya bisa bermacam ragam: performa yang menarik,
konsep pemikiran yang logis-menjanjikan, strategi yang
menentramkan, dan lain sebagainya. Bisa dalam bentuk lisan,
tulisan, ataupun sikap. Anasir dakwah sendiri meliputi: pendakwah
(dai), yang didakwahi (madu), pesan dakwah (maddah), metode
dakwah (thariqoh), media dakwah (wasilah), dan efek dakwah
(atsar). Unsur-unsur seperti inilah yang hendak diwakili kata profil
dalam penelitian ini. Bahwa pengenalan (identification) dan
pemahaman (comprehension) pada identitas para pelaku dakwah
penting untuk memberikan latar atas asumsi-asumsi atau sikap
yang dimanifestasikannya dalam konteks hubungan antar umat
beragama. Telah banyak teori yang menunjukkan adanya kaitan
antara pemahaman keagamaan (religious thought) dengan sikap
manifest keberagamaan, misalnya. Demikian juga, ada kaitan erat
sebagai berikut: (1) Bagaimana profil dan peran pelaku dakwah
dalam kehidupan masyarakat Palu, Sulteng? (2) Apa saja potensi
konflik dan potensi integrasi dalam kegiatan dakwah tersebut? (3)
Bagaimana upaya para pelaku dakwah dalam pemeliharaan
kerukunan umat beragama?

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui profil dan
peran pelaku dakwah dalam kehidupan masyarakat Palu, Sulteng.
(2) Mengetahui berbagai potensi konflik dan potensi integrasi
dalam kegiatan dakwah tersebut. (3) Mengetahui upaya para pelaku
dakwah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama.

Definisi Operasional
Gerakan (movement) berarti usaha atau kegiatan yang
memiliki arah tertentu. Adapun dakwah diartikan sebagai
penyiaran/propaganda agama di kalangan masyarakat dan
pengembangannya; serta seruan untuk memeluk, mempelajari, dan
mengamalkan ajaran agama (Islam). Sedangkan gerakan dakwah
berarti usaha yang terarah untuk menyiarkan ajaran Islam kepada
masyarakat. Dalam konteks ini, dakwah dapat berupa penyiaran
pemikiran keagamaan atau kegiatan praksis penyebaran paham
keagamaan tertentu.
Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi
kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh
warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum,
dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat serta bukan
organisasi sayap partai politik. Dengan demikian, ormas Islam
berarti organisasi nonpemerintah yang dibentuk berdasarkan
Akmal Salim Ruhana
306
antara pengaruh figur tokoh kelompok pelaku dakwah dengan
karakter sikap anggotanya.
Masih termasuk kategori profil di atas, peran pelaku dakwah
juga penting dilihat. Peran berarti sikap atau ekspresi nyata dari
dakwah: seperti apa dakwah dilakukan. Dengan asumsi keutuhan
(comprehensiveness) peran dakwah, maka yang hendak dilihat
adalah segala aspek peran dakwah dalam ranah-ranah yang luas,
yakni: politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keagamaan. Pemahaman
atas peran-peran dakwah dalam beragam ranah ini juga dapat
memberi konteks pada sikap-sikap pelaku dakwah dalam hubungan
antarumat beragama. Secara teoritik, suatu gejala sosial pasti
dipengaruhi lebih dari satu faktor, alias banyak faktor. Maka
pengayaan ranah semacam ini sejatinya akan sangat membantu
memahami suatu gejala tertentu yang hendak diketahui, yakni
perihal hubungan antarumat beragama.
Karena dakwah sifatnya mengajak, apalagi menjadi sebuah
gerakandakwah, maka hal ini meniscayakan adanya interaksi (take
and give, collaborative, atau justeru konflik) dengan pihak-pihak lain,
baik yang didakwahi maupun pelaku dakwah lainnya. Selain itu,
secara substansial, interaksi juga terjadi antara dai dengan sasaran
dakwah (mauidzatul hasanah atau mujadalah), dai dengan media
dakwah (bil lisan, bil hal, atau bil qolam), dan dai dengan pesan
dakwah (sumber, pola memahami ajaran, dan ekspresi). Sementara
itu, yang didakwahi adalah komunitas yang sama (umat Islam), dan
yang menjadi pelaku dakwah adalah kelompok-kelompok gerakan
dakwah yang memiliki profil dan peran yang beragam. Maka
potensi adanya ketidakrukunan diasumsikan (atau diyakini) ada.
Artinya, aktivitas dakwah dan interaksi antar pelaku dakwah,
mengandung potensi konflik dan/atau potensi integrasi sebagai
efek atau atsar dari dakwah.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
307
Secara praktis, penelitian ini membagi pihak-pihak pelaku
dakwah setidaknya pada tiga kategori/pihak ormas atau gerakan
keagamaan yang diteliti di Kota Palu, yakni: 1) Ormas atau gerakan
keagamaan yang dinilai dominan di Kota Palu, yakni Alkhairaat; 2.
Ormas atau gerakan keagamaan yang dinilai berpotensi
bergesekan/berkonflik dengan ormas dominan atau gerakan
keagamaan itu, dalam hal ini Muhammadiyah; dan 3. Ormas atau
gerakan keagamaan yang relatif memiliki potensi integratif/damai
dengan ormas atau gerakan keagamaan yang dominan itu, dalam
hal ini Nahdlatul Ulama dan Darud Dawah wal Irsyad. Selain itu,
dilihat pula peranan gerakan dakwah lainnya seperti Salafi dan LDII.
Berikut skemanya:






Kajian Terdahulu
Penelitian dan kajian tentang gerakan dakwah Islam telah
banyak dilakukan. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Quintan Wiktorowicz dalam buku yang dieditorinya Islamic
Activism: A Social Movement Theory Approach
66
, sesuai judulnya,
memberi gambaran tentang kasus-kasus gerakan keagamaan
Islam di berbagai negara dengan pendekatan teori gerakan
sosial. Yang menarik, kajian ini mendefinisikan aktivisme Islam

66
Quintan Wiktorowicz, Islamic Activism: A Social Movement Theory Approach, USA:
Indiana University Press, 2004.
Pelaku Dakwah 1:
Alkhairaat
a. Profil, b. Peran, c.
Pelaku Dakwah 2:
Muhammadiyah
a. Profil, b. Peran, c.
Pelaku Dakwah 3: NU
dan DDI
a. Profil, b. Peran, c.
antara pengaruh figur tokoh kelompok pelaku dakwah dengan
karakter sikap anggotanya.
Masih termasuk kategori profil di atas, peran pelaku dakwah
juga penting dilihat. Peran berarti sikap atau ekspresi nyata dari
dakwah: seperti apa dakwah dilakukan. Dengan asumsi keutuhan
(comprehensiveness) peran dakwah, maka yang hendak dilihat
adalah segala aspek peran dakwah dalam ranah-ranah yang luas,
yakni: politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keagamaan. Pemahaman
atas peran-peran dakwah dalam beragam ranah ini juga dapat
memberi konteks pada sikap-sikap pelaku dakwah dalam hubungan
antarumat beragama. Secara teoritik, suatu gejala sosial pasti
dipengaruhi lebih dari satu faktor, alias banyak faktor. Maka
pengayaan ranah semacam ini sejatinya akan sangat membantu
memahami suatu gejala tertentu yang hendak diketahui, yakni
perihal hubungan antarumat beragama.
Karena dakwah sifatnya mengajak, apalagi menjadi sebuah
gerakandakwah, maka hal ini meniscayakan adanya interaksi (take
and give, collaborative, atau justeru konflik) dengan pihak-pihak lain,
baik yang didakwahi maupun pelaku dakwah lainnya. Selain itu,
secara substansial, interaksi juga terjadi antara dai dengan sasaran
dakwah (mauidzatul hasanah atau mujadalah), dai dengan media
dakwah (bil lisan, bil hal, atau bil qolam), dan dai dengan pesan
dakwah (sumber, pola memahami ajaran, dan ekspresi). Sementara
itu, yang didakwahi adalah komunitas yang sama (umat Islam), dan
yang menjadi pelaku dakwah adalah kelompok-kelompok gerakan
dakwah yang memiliki profil dan peran yang beragam. Maka
potensi adanya ketidakrukunan diasumsikan (atau diyakini) ada.
Artinya, aktivitas dakwah dan interaksi antar pelaku dakwah,
mengandung potensi konflik dan/atau potensi integrasi sebagai
efek atau atsar dari dakwah.
Akmal Salim Ruhana
308
(gerakan islam?) secara lebar, tidak hanya pada sesuatu ormas
atau gerakan terorganisir tertentu, melainkan juga pada
kelompok pendemo berbendera Islam, aksi yang membawa
simbol atau identitas Islam, kelompok teroris, kelompok yang
hendak mendirikan negara Islam, dan termasuk kelompok
spiritual.
2) Melalui kajian dalam Gerakan Salafi Radikal di Indonesia,
67

Jamhari dan Jajang Jahroni (Peny.) memetakan empat gerakan
Islam yang dikategorikan salafi-radikal (FPI, Laskar Jihad, MMI,
dan HTI), dalam bingkai kehidupan sosial politik masyarakat
muslim Indonesia. Di bagian akhir, sebagai bagian tak
terpisahkan, disertakan hasil penelitian PPIM tentang Islam dan
Konsolidasi Demokrasi. Temuan penting penelitian ini
menunjukkan bahwa meski fenomena gerakan salafi-radikal itu
ada di Indonesia, namun mayoritas muslim masih setia dengan
ideologi Islam yang moderat dan toleran.
3) Dr. Khalimi, MA mendaftar dan memberi informasi tentang
profil dan aktivitas sejumlah penggiat dakwah, tepatnya 15
ormas Islam. Dalam bukunya berjudul Ormas-ormas Islam:
Sejarah, Akar Teologi dan Politik ini,
68
Khalimi menunjukkan
adanya ragam karakter ormas Islam yang tetap harus dipandang
sebagai rahmat. Kajian kompilatif ini tidak banyak memberi
perspektif selain menginformasikan identitas dan posisi
sejumlah ormas yang notabene cukup dikenal sebagiannya
karena sifat kontroversialnya.
4) Kajian penting tentang pengaruh gerakan-gerakan Islam
transnasional di Indonesia dalam hubungannya dengan ormas

67
Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2004.
68
Dr. Khalimi, MA, Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik, Jakarta:
Gaung Persada Press, 2010.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
309
Islam lokal dipaparkan di buku Ilusi Negara Islam
69
yang dieditori
KH. Abdurrahman Wahid. Salahsatu kesimpulan penelitian ini
adalah bahwa sejumlah gerakan keagamaan memiliki
hubungan dengan gerakan transnasional dari Timur Tengah
yang menganut ideologi totalitarian-sentralistik.
Berbeda dengan kajian dan penelitian di atas, penelitian kali
ini merupakan upaya pendalaman terhadap profil, peran, dan
hubungan ormas-ormas Islam dan atau gerakan keagamaan lainnya
dalam kaitannya dengan pemeliharaan kerukunan intern umat
Islam di Indonesia. Lebih khas lagi, karena konteksnya Kota Palu,
Sulawesi Tengah. Sesuatu yang belum secara luas dikaji dalam
penelitian-penelitian terdahulu tersebut di atas.

Metode Penelitian
Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini dalam
pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan studi
kepustakaan, pengamatan lapangan, dan wawancara-mendalam.
Bahan pustaka (termasuk beberapa bahan dari dunia maya) tentang
gerakan dakwah, ormas, dan tema terkait lainnya menjadi sumber
awal yang memandu proses pengumpulan data melalui wawancara.
Pengamatan dilakukan dengan mendatangi langsung kantor
pengurus atau pusat perkumpulannya. Adapun wawancara
dilakukan dengan sejumlah informan kunci, yakni: Drs. Jamaluddin
Mariajang, M.Si. (Sekjen PB Alkhairaat), Ahmadan (Dekan Fakultas
Agama Islam Universitas Islam Alkhairaat), Drs. KH. M. Dahlan
Tangkaderi (Anggota Dewan Pembina Alkhairaat sekaligus Ketua

69
KH. Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam
Transnasional di Indonesia, Jakarta: Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, The Wahid Institute dan
Maarif Institute, 2009. Bandingkan dengan kajian serupa yang dilakukan oleh Greg Barton
dengan horizon yang lebih luas, dalam Barry Rubin (Ed.), Guide to Islamist Movement Volume I,
New York: ME. Sharpe, 2010, hlm 133-148.
(gerakan islam?) secara lebar, tidak hanya pada sesuatu ormas
atau gerakan terorganisir tertentu, melainkan juga pada
kelompok pendemo berbendera Islam, aksi yang membawa
simbol atau identitas Islam, kelompok teroris, kelompok yang
hendak mendirikan negara Islam, dan termasuk kelompok
spiritual.
2) Melalui kajian dalam Gerakan Salafi Radikal di Indonesia,
67

Jamhari dan Jajang Jahroni (Peny.) memetakan empat gerakan
Islam yang dikategorikan salafi-radikal (FPI, Laskar Jihad, MMI,
dan HTI), dalam bingkai kehidupan sosial politik masyarakat
muslim Indonesia. Di bagian akhir, sebagai bagian tak
terpisahkan, disertakan hasil penelitian PPIM tentang Islam dan
Konsolidasi Demokrasi. Temuan penting penelitian ini
menunjukkan bahwa meski fenomena gerakan salafi-radikal itu
ada di Indonesia, namun mayoritas muslim masih setia dengan
ideologi Islam yang moderat dan toleran.
3) Dr. Khalimi, MA mendaftar dan memberi informasi tentang
profil dan aktivitas sejumlah penggiat dakwah, tepatnya 15
ormas Islam. Dalam bukunya berjudul Ormas-ormas Islam:
Sejarah, Akar Teologi dan Politik ini,
68
Khalimi menunjukkan
adanya ragam karakter ormas Islam yang tetap harus dipandang
sebagai rahmat. Kajian kompilatif ini tidak banyak memberi
perspektif selain menginformasikan identitas dan posisi
sejumlah ormas yang notabene cukup dikenal sebagiannya
karena sifat kontroversialnya.
4) Kajian penting tentang pengaruh gerakan-gerakan Islam
transnasional di Indonesia dalam hubungannya dengan ormas

67
Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2004.
68
Dr. Khalimi, MA, Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik, Jakarta:
Gaung Persada Press, 2010.
Akmal Salim Ruhana
310
FKUB Provinsi Sulawesi Tengah), Dr. H. Mochsen Alaydrus, MM
(Ketua PWNU Sulawesi Tengah dan Kepala Kanwil Kementerian
Agama Sulawesi Tengah), Drs. H.M. Asad Syukur, M.Pd. (Ketua DDI
Palu), Drs. H. Baqir Tora, MH. (Sekretaris PW Muhammadiyah
Sulawesi Tengah), Drs. Aminun P. Omolo, M.Ag. (Rektor Universitas
Muhammadiyah Palu), Abdul Hadid (Purek I Unismuh Palu), Muh.
Ilyas Padduntu, S.Ag., M.Pd.I (Sekretaris PD Muhammadiyah Palu),
Drs. Arsyad Said, SH, MH. (Sekretaris MUI Sulawesi Tengah),
Muhammad (Ustad pada Pesantren Salafi), Iwan (anggota LDII Palu),
Muslimin (Kasi Pontren dan Penamas Kanwil Kemenag Sulawesi
Tengah), Drs. H. Abdullah Latupada, M.Pd.I (Kepala Kankemenag
Kota Palu), dan M. Jen Ismail (Kabag. Pontren dan Penamas
Kankemenag Kota Palu).
Analisis data dilakukan secara deskriptif-analitik, melalui
tahap-tahap: editing, klasifikasi data, reduksi data, dan interpretasi
untuk memperoleh kesimpulan.
Untuk menguji keabsahan data, digunakan teknik
triangulasi sumber dengan cara pemeriksaan informasi melalui
informan-informan kunci yang diwawancarai.
Penelitian ini dilakukan di Kota Palu, Sulawesi Tengah,
dengan masa pengumpulan data lapangan dilaksanakan selama 10
hari, yakni 21-30 September 2011. Pemilihan lokasi penelitian ini
didasarkan pada pertimbangan adanya kekhasan karakter
masyarakat dan pola dakwah Islam yang dilakukan. Seperti
diketahui, di Kota Palu terdapat suatu gerakan keagamaan Islam
yang khas dan dominan, yakni Al-Khairaat.



Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
311



II
SEHIIAS HOTA PAIt



Gambaran Geografis-Demografis
Palu adalah sebuah kota sekaligus merupakan ibukota Provinsi
Sulawesi Tengah. Satu kota dari 11 kabupaten/kota di Sulawesi
Tengah. Palu terletak di antara 036 - 056 Lintang Selatan dan
11945 - 1211 Bujur Timur, tepat berada di bawah garis
khatulistiwa, dengan ketinggian 0 - 700 meter dari permukaan laut.
Secara administratif, batas-batas wilayahnya adalah: Sebelah Utara
berbatasan dengan Kecamatan Tanantovea Kab. Donggala;
Kecamatan Binangga di Sebelah Selatan, Kecamatan Biromeru di
Sebelah Timur, dan Bandara Mutiara di Sebelah Barat.
Dengan jumlah penduduk 336.532 jiwa dan luas wilayah Kota
Palu sebanyak 395,06 km, maka kepadatan penduduk Kota Palu
pada akhir tahun 2010 tercatat 852 jiwa/km. Palu Selatan
merupakan kecamatan yang terpadat, sedangkan Palu Timur yang
terjarang penduduknya. Keadaan populasi penduduk cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Selengkapnya, berikut gambaran
luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk di Kota Palu.

FKUB Provinsi Sulawesi Tengah), Dr. H. Mochsen Alaydrus, MM
(Ketua PWNU Sulawesi Tengah dan Kepala Kanwil Kementerian
Agama Sulawesi Tengah), Drs. H.M. Asad Syukur, M.Pd. (Ketua DDI
Palu), Drs. H. Baqir Tora, MH. (Sekretaris PW Muhammadiyah
Sulawesi Tengah), Drs. Aminun P. Omolo, M.Ag. (Rektor Universitas
Muhammadiyah Palu), Abdul Hadid (Purek I Unismuh Palu), Muh.
Ilyas Padduntu, S.Ag., M.Pd.I (Sekretaris PD Muhammadiyah Palu),
Drs. Arsyad Said, SH, MH. (Sekretaris MUI Sulawesi Tengah),
Muhammad (Ustad pada Pesantren Salafi), Iwan (anggota LDII Palu),
Muslimin (Kasi Pontren dan Penamas Kanwil Kemenag Sulawesi
Tengah), Drs. H. Abdullah Latupada, M.Pd.I (Kepala Kankemenag
Kota Palu), dan M. Jen Ismail (Kabag. Pontren dan Penamas
Kankemenag Kota Palu).
Analisis data dilakukan secara deskriptif-analitik, melalui
tahap-tahap: editing, klasifikasi data, reduksi data, dan interpretasi
untuk memperoleh kesimpulan.
Untuk menguji keabsahan data, digunakan teknik
triangulasi sumber dengan cara pemeriksaan informasi melalui
informan-informan kunci yang diwawancarai.
Penelitian ini dilakukan di Kota Palu, Sulawesi Tengah,
dengan masa pengumpulan data lapangan dilaksanakan selama 10
hari, yakni 21-30 September 2011. Pemilihan lokasi penelitian ini
didasarkan pada pertimbangan adanya kekhasan karakter
masyarakat dan pola dakwah Islam yang dilakukan. Seperti
diketahui, di Kota Palu terdapat suatu gerakan keagamaan Islam
yang khas dan dominan, yakni Al-Khairaat.



Akmal Salim Ruhana
312
Tabel 1
Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk menurut
Kecamatan Kota Palu Tahun 2006-2010
No Kecamatan Luas (km
2
)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kepadatan
(jiwa/km
2
)
1 Palu Barat 57,47 98.739 1.718
2 Palu Selatan 61,35 122.752 2.001
3 Palu Timur 186,55 75.967 407
4 Palu Utara 89,69 39.074 436
Kota Palu
2010
395,06 336.532 852
Sumber : Kota Palu Dalam Angka 2011, BPS Kota Palu

Kondisi Sosial-Ekonomi-Budaya
Secara umum, penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 19
kelompok etnis atau suku, yaitu: Kaili, Kulawi, Lore, Pamona, Mori,
Bungku, Saluan atau Loinang, Balantak, Mamasa, Taa, Bare'e,
Banggai, Buol, Tolitoli, Tomini, Dampal, Dondo, Pendau, dan
Dampelas. Di samping 19 kelompok etnis ini, terdapat pula
beberapa suku yang hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a
di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea dan Suku Ta' di
Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli. Selain penduduk asli,
Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali,
Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan
masyarakat Bugis dan Makasar serta etnis lainnya di Indonesia sejak
awal abad ke 19 dan sudah membaur. Sedangkan di Kota Palu
sendiri, sebagai sebuah ibukota, dihuni berbagai etnis/suku
tersebut. Mereka terutama etnis Kaili, selain itu Jawa, Kulawi,
Pamona, Banggai, Tionghoa, dan lain-lain.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
313
Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22
bahasa yang saling berbeda antara suku yang satu dengan yang
lainnya, namun masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
bahasa pengantar sehari-hari. Demikian halnya di Kota Palu. Adapun
etnis dan budaya Kaili menjadi yang dominan di Kota Palu.
Secara ekonomi, Dana Alokasi Umum (DAU) Kota Palu
dengan estimasi tahun 2011 mencapai Rp. 422.397.157.000,-
Sedangkan pendapatan regional perkapitanya terus meningkat,
dengan Rp 10.429.377,- pada 2006 meningkat menjadi Rp
11.803.268,- pada 2007. Sedangkan pada 2008 mencapai Rp
14.175.697,- yang kembali mengalami peningkatan pada 2009
menjadi Rp 16.023.983,- Adapun pekerjaan penduduk cukup
beragam, mulai dari pedagang, petani, guru, Pegawai Negeri Sipil,
hingga wiraswasta.
Data mengenai lulusan pendidikan di Kota Palu
menunjukkan angka partisipasi yang cukup. Setidaknya tergambar
dari data murid sekolah di lingkungan Kementerian Agama Kota
Palu. Tercatat ada 647 murid Raudhatul Atfal, 2.664 murid Madrasah
Ibtidaiyah, 3.856 murid Madrasah Tsanawiyah, dan 1.607 murid
Madrasah Aliyah. Demikian juga di sekolah umum, tercatat ada
6.137 murid TK, 40.820 murid SD, 14.547 murid SLTP dan 9.731
murid SLTA. Adapun data jumlah alumni perguruan tinggi (BPS
2011), tergambar sebagai berikut:




Tabel 1
Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk menurut
Kecamatan Kota Palu Tahun 2006-2010
No Kecamatan Luas (km
2
)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Kepadatan
(jiwa/km
2
)
1 Palu Barat 57,47 98.739 1.718
2 Palu Selatan 61,35 122.752 2.001
3 Palu Timur 186,55 75.967 407
4 Palu Utara 89,69 39.074 436
Kota Palu
2010
395,06 336.532 852
Sumber : Kota Palu Dalam Angka 2011, BPS Kota Palu

Kondisi Sosial-Ekonomi-Budaya
Secara umum, penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 19
kelompok etnis atau suku, yaitu: Kaili, Kulawi, Lore, Pamona, Mori,
Bungku, Saluan atau Loinang, Balantak, Mamasa, Taa, Bare'e,
Banggai, Buol, Tolitoli, Tomini, Dampal, Dondo, Pendau, dan
Dampelas. Di samping 19 kelompok etnis ini, terdapat pula
beberapa suku yang hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a
di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea dan Suku Ta' di
Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli. Selain penduduk asli,
Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali,
Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan
masyarakat Bugis dan Makasar serta etnis lainnya di Indonesia sejak
awal abad ke 19 dan sudah membaur. Sedangkan di Kota Palu
sendiri, sebagai sebuah ibukota, dihuni berbagai etnis/suku
tersebut. Mereka terutama etnis Kaili, selain itu Jawa, Kulawi,
Pamona, Banggai, Tionghoa, dan lain-lain.
Akmal Salim Ruhana
314
Tabel 2
Jumlah Mahasiswa Baru dan Lulusan Perguruan Tinggi
(TA 2010-2011)
No Nama Kampus
Jumlah
Mahasiswa
Baru
Jumlah
Mahasiswa
Jumlah
Alumni
Jumlah
Dosen
Negeri
1 Universitas Tadulako 6.665 20.331 3.319 1.207
2 STAIN Dato Karama 490 1.638 346 186
Swasta
1 Universitas
Muhammadiyah Palu
1.115 - 5.209 -
2 Sekolah Tinggi Panca
Bakti
541 537 2.329 68
3 STISIPOL Panca Bakti 405 799 1.648 54
4 Sekolah Tinggi Panca
Marga
328 678 52 32
5 STIA Pembangunan 357 710 148 45
6 Universitas Alkhairaat
(Unisa)
882 7.616 323 386

Kondisi Kehidupan Keagamaan
Informasi mengenai kehidupan keagamaan diantaranya
ditunjukkan oleh jumlah pemeluk agama, jumlah rumah ibadat, dan
jumlah kasus keagamaan yang muncul di tempat bersangkutan.
Selain itu, jumlah rohaniawan agama dan ormas keagamaan yang
ada juga penting menjadi pengetahuan.
Mengenai jumlah pemeluk agama, mayoritas penduduk
Kota Palu beragama Islam, yakni mencapai 87,84%. Selanjutnya
secara berurutan, Kristen 9,46%, Katolik 1,46%, Hindu 0,78%, dan
Buddha 0,45%. Selengkapnya berikut data jumlah pemeluk agama
di Kota Palu, berdasarkan hasil Sensus BPS tahun 2010.

Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
315
Tabel 3
Presentase Penduduk menurut Agama dan Kecamatan
Kota Palu Tahun 2006-2010
No Kecamatan
Jumlah Pemeluk Agama (%)
Islam Kristen Katolik Hindu Buddha Khonghc
1 Palu Barat 93,20 3,17 2,43 0,43 0,78 0
2 Palu Selatan 76,34 20,09 1,51 1,48 0,58 0
3 Palu Timur 95,16 4,16 0,43 0,19 0,05 0
4 Palu Utara 96,85 1,61 0,94 0,56 0,04 0
Kota Palu
2010
87,84 9,46 1,46 0,78 0,45 0
Sumber: Kota Palu Dalam Angka 2011, BPS Kota Palu

Data pemeluk agama dari Kementerian Agama Kota Palu
menunjukkan hal berbeda, yakni: terdapat 199.284 penganut
agama Islam (77%), 37.670 penganut agama Kristen (15%), 8.279
penganut agama Katolik (3,2%), 4.577 penganut agama Hindu
(1,8%), dan 7.876 penganut agama Buddha (3%). Adapun data
pemeluk agama Khonghucu belum tersedia. (Sumber: Data pada
Kasi Penamas Kementerian Agama Kota Palu Tahun 2011).
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah ibadat,
terdapat sejumlah tempat peribadatan di Kota Palu, sebagai berikut:
Tabel 4
Jumlah Tempat Peribadatan menurut Agama
Kota Palu Tahun 2006-2010
No Kecamatan
Islam
Kristen Katolik Hindu Buddha Khonghc
Masjid Mush Langgr
1 Palu Barat 123 39 - 5 - - 3 -
2 Palu Selatan 118 8 - 57 2 1 1 -
3 Palu Timur 58 11 - 9 - 1 - -
4 Palu Utara 48 6 - 3 - - - -
Kt. Palu
2010
347 64 - 74 2 2 4 -
Sumber: Kota Palu Dalam Angka 2011, BPS Kota Palu
Tabel 2
Jumlah Mahasiswa Baru dan Lulusan Perguruan Tinggi
(TA 2010-2011)
No Nama Kampus
Jumlah
Mahasiswa
Baru
Jumlah
Mahasiswa
Jumlah
Alumni
Jumlah
Dosen
Negeri
1 Universitas Tadulako 6.665 20.331 3.319 1.207
2 STAIN Dato Karama 490 1.638 346 186
Swasta
1 Universitas
Muhammadiyah Palu
1.115 - 5.209 -
2 Sekolah Tinggi Panca
Bakti
541 537 2.329 68
3 STISIPOL Panca Bakti 405 799 1.648 54
4 Sekolah Tinggi Panca
Marga
328 678 52 32
5 STIA Pembangunan 357 710 148 45
6 Universitas Alkhairaat
(Unisa)
882 7.616 323 386

Kondisi Kehidupan Keagamaan
Informasi mengenai kehidupan keagamaan diantaranya
ditunjukkan oleh jumlah pemeluk agama, jumlah rumah ibadat, dan
jumlah kasus keagamaan yang muncul di tempat bersangkutan.
Selain itu, jumlah rohaniawan agama dan ormas keagamaan yang
ada juga penting menjadi pengetahuan.
Mengenai jumlah pemeluk agama, mayoritas penduduk
Kota Palu beragama Islam, yakni mencapai 87,84%. Selanjutnya
secara berurutan, Kristen 9,46%, Katolik 1,46%, Hindu 0,78%, dan
Buddha 0,45%. Selengkapnya berikut data jumlah pemeluk agama
di Kota Palu, berdasarkan hasil Sensus BPS tahun 2010.

Akmal Salim Ruhana
316
Angka yang berbeda, khusus untuk Muslim misalnya,
ditunjukkan oleh data jumlah rumah ibadat umat Islam pada Kantor
Kementerian Agama Kota Palu. Disebutkan bahwa di Kota Palu
terdapat 1 masjid agung, 1 masjid raya, 306 masjid jami, 71
langgar/mushola, dan berarti secara keseluruhan berjumlah 379
buah. Berbeda dengan data BPS di atas.
Jumlah rohaniawan agama tahun 2006-2012 dari semua
jenis agama (kecuali Khonghucu, yang juga belum didapatkan
datanya) dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 5
Banyaknya Rohaniawan menurut Agama
Kota Palu Tahun 2006-2010
No
Jenis
Rohaniwan
Banyaknya Rohaniwan
2006 2007 2008 2009 2010
Islam
1 Ulama 500 500 503 612 620
2 Mubaligh 226 226 231 325 328
3 Khatib 536 536 540 553 556
4 Penyuluh 104 90 559 315 306
Kristen
1 Pendeta 114 114 156 158 158
2 Pendeta Muda 78 78 108 108 108
Katolik
1 Pastor 3 2 5 5 3
2 Suster 6 6 5 6 4
3 Frater/Bruder 4 4 6 5 6
Hindu
1 Pemangku 2 3 3 3 -
2 Pinandita 4 - - - -
3 Pedanda 2 - - - -
Buddha
1 Bhikku - - - - 3
2 Samanera - - - - 1
3 Pandita 3 10 40 49 80
Khonghucu
1 - - - - - -
Sumber: Kota Palu Dalam Angka 2011, BPS Kota Palu
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
317
Terdapat empat ormas keagamaan Islam yang cukup besar
dan berperan, yakni: Alkhairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah
wal Irsyad, dan Muhammadiyah. Selain itu, terdapat kelompok-
kelompok lainnya meski tidak dalam jumlah dan peranan yang
menonjol.


















Angka yang berbeda, khusus untuk Muslim misalnya,
ditunjukkan oleh data jumlah rumah ibadat umat Islam pada Kantor
Kementerian Agama Kota Palu. Disebutkan bahwa di Kota Palu
terdapat 1 masjid agung, 1 masjid raya, 306 masjid jami, 71
langgar/mushola, dan berarti secara keseluruhan berjumlah 379
buah. Berbeda dengan data BPS di atas.
Jumlah rohaniawan agama tahun 2006-2012 dari semua
jenis agama (kecuali Khonghucu, yang juga belum didapatkan
datanya) dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 5
Banyaknya Rohaniawan menurut Agama
Kota Palu Tahun 2006-2010
No
Jenis
Rohaniwan
Banyaknya Rohaniwan
2006 2007 2008 2009 2010
Islam
1 Ulama 500 500 503 612 620
2 Mubaligh 226 226 231 325 328
3 Khatib 536 536 540 553 556
4 Penyuluh 104 90 559 315 306
Kristen
1 Pendeta 114 114 156 158 158
2 Pendeta Muda 78 78 108 108 108
Katolik
1 Pastor 3 2 5 5 3
2 Suster 6 6 5 6 4
3 Frater/Bruder 4 4 6 5 6
Hindu
1 Pemangku 2 3 3 3 -
2 Pinandita 4 - - - -
3 Pedanda 2 - - - -
Buddha
1 Bhikku - - - - 3
2 Samanera - - - - 1
3 Pandita 3 10 40 49 80
Khonghucu
1 - - - - - -
Sumber: Kota Palu Dalam Angka 2011, BPS Kota Palu
Akmal Salim Ruhana
318











Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
319



III
GEHAHAX DAHWAM
DI HOTA PAIt


Profil Keorganisasian Ormas/Gerakan Keagamaan
Sebagaimana disebutkan di atas, ada empat ormas atau
gerakan keagamaan utama yang menjadi fokus kajian penelitian ini
di samping beberapa ormas atau gerakan lainnya. Keempatnya
adalah Alkhairaat, NU, Darud Dawah wal Irsyad, dan
Muhammadiyah. Berikut masing-masing profilnya.

D. Alkhairaat
Gerakan keagamaan Alkhairaat berawal dari sebuah
madrasah di Palu, Sulawesi Tengah, yang didirikan oleh Habib Idrus
bin Salim Aldjufri (biasa dipanggil Guru Tua) pada 14 Muharram
1349 Hijriah, bertepatan 11 Juni 1930 Masehi. Lembaga pendidikan
ini terus berkembang pesat di kota-kota dan kampung-kampung.
Lama kelamaan madrasah ini menjadi ormas dan gerakan
keagamaan tersendiri yang established dan mempengaruhi hampir
seluruh bagian Timur Indonesia, dan daerah lainnya.











Akmal Salim Ruhana
320
Ditegaskan di dalam anggaran dasarnya, Perhimpunan
Alkhairaat bersifat amaliah dan independen. Berkedudukan pusat di
Palu, Sulawesi Tengah. Alkhairaat berazaskan Islam dan berhaluan
Ahlussunnah wal Jamaah dengan berfaham Asyariyah dan
bermadzhab Syafii. Dengan demikian, secara paham keagamaan
(akidah dan ubudiyah), Alkhairaat hampir sama atau bahkan sama
sekali tidak berbeda dengan Nahdlatul Ulama atau kelompok
Ahlussunnah wal Jamaah lainnya. Bedanya pada penegasan
bermadzhab Syafii itu. Bahwa yang diajarkan di sekolah-sekolah
Alkhairaat hanya ajaran bermadzhab Syafii, madzhab lainnya tidak
diajarkan. Selain itu, bagi Alkhairaat, bahasa Arab merupakan hal
yang penting.
70

Alkhairaat bertujuan membentuk insan yang beriman dan
bertaqwa, cerdas, arif, bijaksana, dan bertanggung jawab terhadap
pembangunan agama, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia guna terwujudnya masyarakat yang aman, adil, dan
makmur yang diridhai Allah swt. Untuk tujuan ini dilakukan usaha
pengembangan pendidikan, pembentukan kader dai, dan
pengembangan usaha sosial.
Saat ini Alkhairaat dipimpin oleh H.S. Ali Muhammad Aljufri
dengan Sekretaris Jenderal Drs. Jamaluddin Mariajang, M.Si. Berikut
selengkapnya susunan pengurus Pengurus Besar Alkhairaat masa
khidmat 2008 - 2013.
Ketua Umum : H.S. Ali Muhammad Aljufri
Ketua : Drs. Sofyan Ing; Drs. Adjimin Ponulele; Prof. Dr.
Hj. Huzaemah T. Yanggo, H.S. Shaleh Muhammad
Aldjufri, Lc. MA; Drs. H. Mohsen Alidrus, MM; Drs.
H. Husen Habibu, M.HI; Drs. H. Zainal Abidin,

70
Hal-hal pembeda Alkhairaat dari lainnya ini disampaikan Sekjen Alkhairaat,
wawancara 26 September 2011.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
321
M.Ag.; H. Hamdan Rampadio, SH, MH; Drs. H.
Abdullah Latopada, M. Pd.I; KH. Yahya Alamri,
S.HI; dan Drs. Ridwan Yalijama, MA
Sekretaris : Jenderal: Drs. Jamaluddin Mariajang, M.Si
Wakil Sekjen : Drs. Muhtadin Dg. Mustafa, M.Hi; Sofyan
Bachmid, SPd, MM; Sy. Ragwan Ahmad Aljufri,
SHI, MH; dan Syaifullah Tompo
Bendahara Umum: H. Hasyim Hadado, dengan wakilnya: Saiful
Jibran BA; dan Fathum Alhabsyi
Majelis Pendidikan, Ketua: H.S. Alwi Saggaf Aljufri, Lc dan Sekretaris:
Dr. Khairan
Majelis Dakwah , Ketua : KH Mansur Baba, Lc; dan Sekretaris:
Abdurrahman Mochsen, S.HI
Majelis Organisasi, Ketua: H. Farid Djavar Nasar, SH; dan Sekretaris:
Faisal Attamimi, S.Ag, M.Fil.I
Adapun anggota Dewan Ulama Alkhairaat masa khidmat
2008-2013, adalah sebagai berikut:
Ketua : Dr. KH.S. Salim Saggaf Aldjufri, MA (Sekarang
menjabat Menteri Sosial RI)
Wakil Ketua : Drs. Dahlan Tangkaderi; KH.S. Mohsen Ali
Alhabsyi, Lc; dan KH. Mohammad Abubakar, S.Ag
Sekretaris : KH. Mohammad Lationo, dengan wakilnya Drs.
KH. Salim Dg. Masuka, Lc; dan Drs. Abd. Basyir
Marjudo, M.HI
Anggota : KH. Abd. Salam Tahir; KH. Syamsuddin
Lamalundu; KH. Nawawian Abdullah; KH. Faradj
Dhofir; KH. Daud Towandu; KH. Ibrahim Saleh;
Ditegaskan di dalam anggaran dasarnya, Perhimpunan
Alkhairaat bersifat amaliah dan independen. Berkedudukan pusat di
Palu, Sulawesi Tengah. Alkhairaat berazaskan Islam dan berhaluan
Ahlussunnah wal Jamaah dengan berfaham Asyariyah dan
bermadzhab Syafii. Dengan demikian, secara paham keagamaan
(akidah dan ubudiyah), Alkhairaat hampir sama atau bahkan sama
sekali tidak berbeda dengan Nahdlatul Ulama atau kelompok
Ahlussunnah wal Jamaah lainnya. Bedanya pada penegasan
bermadzhab Syafii itu. Bahwa yang diajarkan di sekolah-sekolah
Alkhairaat hanya ajaran bermadzhab Syafii, madzhab lainnya tidak
diajarkan. Selain itu, bagi Alkhairaat, bahasa Arab merupakan hal
yang penting.
70

Alkhairaat bertujuan membentuk insan yang beriman dan
bertaqwa, cerdas, arif, bijaksana, dan bertanggung jawab terhadap
pembangunan agama, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia guna terwujudnya masyarakat yang aman, adil, dan
makmur yang diridhai Allah swt. Untuk tujuan ini dilakukan usaha
pengembangan pendidikan, pembentukan kader dai, dan
pengembangan usaha sosial.
Saat ini Alkhairaat dipimpin oleh H.S. Ali Muhammad Aljufri
dengan Sekretaris Jenderal Drs. Jamaluddin Mariajang, M.Si. Berikut
selengkapnya susunan pengurus Pengurus Besar Alkhairaat masa
khidmat 2008 - 2013.
Ketua Umum : H.S. Ali Muhammad Aljufri
Ketua : Drs. Sofyan Ing; Drs. Adjimin Ponulele; Prof. Dr.
Hj. Huzaemah T. Yanggo, H.S. Shaleh Muhammad
Aldjufri, Lc. MA; Drs. H. Mohsen Alidrus, MM; Drs.
H. Husen Habibu, M.HI; Drs. H. Zainal Abidin,

70
Hal-hal pembeda Alkhairaat dari lainnya ini disampaikan Sekjen Alkhairaat,
wawancara 26 September 2011.
Akmal Salim Ruhana
322
KH. Hasyim Arsyad; Drs. H.S Muthahar Saleh
Aljufri; Drs. KH. M. Thayeb Sualiman Lc.; KH.
Abdurrahman Latopada; KH. Jamaluddin Tiku,
BA; KH. Syuaib Muhya.; Drs. KH. Anas Ibrahim;
KH.S. Idrus Ali Alhabsyi; KH.S. Umar Idrus
Alhabsyi; dan H. Hafid Hadado.
Di jajaran Dewan Pakar Alkhairaat masa khidmat 2008-2013,
terdapat nama-nama berikut:
Ketua : Prof. DR.KH.Moh.Noor Sulaiman Pettalongi (alm.)
Wakil Ketua : Drs. KH. Sofyan Alwi Lahilote, SH; Prof. DR.
Anhulaila Palampanga, SE; dan Dr. H. Lukman S.
Tahir, MA
Sekretaris : H. Thaha Aljufri, SE, wakilnya: Ir. H. Faisal Shahab
Anggota : dr. H. Fikri Hamzens; Prof. Dr. H. Ahmad Bachmid;
KH. Abdul Ghani Kasuba, Lc; dr. H. Abdullah
Ammari, Sp.PD; Drs. Anwar Ponulele; Drs. H.
Syahrir Alatas SE, M.Si; Drs. H. Andiwan
Betalembah; H. Syafrun Abdullah BRE; Husen
Muh. Saleh SE, M.Si; Drs. H. Mohammad Rumi; Ir.
Rahmat Kawaru; Drs. Burhanuddin Maragau; Drs.
Syarifuddin H. Muda; H. Naser Djibran; dan S. Alwi
Yahya Assagaf, SH
Selain pengurus di atas, terdapat sejumlah badan otonom
Alkhairaat, yaitu: 1. Wanita Islam Alkhairaat (WIA), yang dipimpin
oleh Sy. Sa'diyah binti Idrus Aljufri; 2. Himpunan Pemuda Alkhairaat
(HPA) sebagai wahana pengkaderan pemuda penerus; 3. Ikatan
Alumni Alkhairaat (IKAAL); 4. Banaat Alkhairaat, yang merupakan
organisasi putri-putri Alkhairaat; dan sejak Maret 2010 lalu
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
323
dikukuhkan Persatuan Guru Alkhairaat (PGA), dan Badan Pengawas
Keuangan dan Kekayaan Alkhairaat (BAWASKAL).
Lini pendidikan Alkhairaat dilakukan dalam bentuk
madrasah, pondok pesantren, dan universitas. Data jumlah
Madrasah/Sekolah Pendidikan Islam Alkhairaat, estimasi tahun 2010,
adalah sebagai berikut: Sulawesi Tengah 1.096 buah, Sulawesi Utara
135 buah, Gorontalo 61 buah, Sulawesi Selatan 7 buah, Sulawesi
Barat 18 buah, Sulawesi Tenggara 3 buah, Kalimantan Timur 55
buah, Maluku Utara dan Maluku 162 buah, Papua dan Papua Barat
12 buah, Kalimantan Selatan 1 buah. Sehingga secara keseluruhan
berjumlah 1.550 buah madrasah/ sekolah. Adapun data Pondok
Pesantren Alkhairaat adalah: Sulawesi Tengah 16 buah, Sulawesi
Utara 4 buah, Gorontalo 5 buah, Sulawesi Tenggara 1 buah,
Sulawesi Selatan 1 buah, Kalimantan Selatan 1 buah, Kalimantan
Timur 4 buah, Maluku Utara dan Maluku 4 buah. Sehingga
keseluruhan jumlah pondok pesantren Alkhairaat adalah 36 buah.
Di samping itu, Alkhairaat memiliki Universitas Islam Alkhairaat
dengan 7 fakultasnya.
Di bidang dakwah, kegiatan yang dilaksanakan antara lain:
menyiapkan da'i pada peringatan hari-hari besar Islam, khotbah
jum'at dan majelis taklim yang dilaksanakan di masjid-masjid
maupun di rumah-rumah. Khusus pada bulan Ramadhan para da'i
diterjunkan ke daerah-daerah untuk menyampaikan ceramah-
ceramah Ramadhan. Selain itu, Alkhairaat bekerjasama
mengantisipasi dan menyukseskan program pemerintah baik pusat
maupun daerah menyampaikan bahasa agama.
Adapun di bidang usaha Alkhairaat membuka Rumah Sakit
Umum dengan Nama Sis. Aljufri, supermarket yang dinamai SAL
(Supermarket Alkhairaat), penerbitan koran harian Media
Alkhairaat dan dua stasion radio swasta (Radio Alkhairaat) yang ada
KH. Hasyim Arsyad; Drs. H.S Muthahar Saleh
Aljufri; Drs. KH. M. Thayeb Sualiman Lc.; KH.
Abdurrahman Latopada; KH. Jamaluddin Tiku,
BA; KH. Syuaib Muhya.; Drs. KH. Anas Ibrahim;
KH.S. Idrus Ali Alhabsyi; KH.S. Umar Idrus
Alhabsyi; dan H. Hafid Hadado.
Di jajaran Dewan Pakar Alkhairaat masa khidmat 2008-2013,
terdapat nama-nama berikut:
Ketua : Prof. DR.KH.Moh.Noor Sulaiman Pettalongi (alm.)
Wakil Ketua : Drs. KH. Sofyan Alwi Lahilote, SH; Prof. DR.
Anhulaila Palampanga, SE; dan Dr. H. Lukman S.
Tahir, MA
Sekretaris : H. Thaha Aljufri, SE, wakilnya: Ir. H. Faisal Shahab
Anggota : dr. H. Fikri Hamzens; Prof. Dr. H. Ahmad Bachmid;
KH. Abdul Ghani Kasuba, Lc; dr. H. Abdullah
Ammari, Sp.PD; Drs. Anwar Ponulele; Drs. H.
Syahrir Alatas SE, M.Si; Drs. H. Andiwan
Betalembah; H. Syafrun Abdullah BRE; Husen
Muh. Saleh SE, M.Si; Drs. H. Mohammad Rumi; Ir.
Rahmat Kawaru; Drs. Burhanuddin Maragau; Drs.
Syarifuddin H. Muda; H. Naser Djibran; dan S. Alwi
Yahya Assagaf, SH
Selain pengurus di atas, terdapat sejumlah badan otonom
Alkhairaat, yaitu: 1. Wanita Islam Alkhairaat (WIA), yang dipimpin
oleh Sy. Sa'diyah binti Idrus Aljufri; 2. Himpunan Pemuda Alkhairaat
(HPA) sebagai wahana pengkaderan pemuda penerus; 3. Ikatan
Alumni Alkhairaat (IKAAL); 4. Banaat Alkhairaat, yang merupakan
organisasi putri-putri Alkhairaat; dan sejak Maret 2010 lalu
Akmal Salim Ruhana
324
di Manado dan Palu serta satu stasion radio dalam persiapan di
Gorontalo.
Kantor Sekretariat Pengurus Besar Al-Khairaat beralamat di
Jl. SIS Aljufrie No. 44 Palu, Sulawesi Tengah, yang sekaligus menjadi
sentral kegiatan Alkhairaat. Di sekitar situ ada Masjid Alkhairaat,
sekolah-sekolah Alkhairaat, dan Swalayan Alkhairaat.

E. Nahdlatul Ulama
Di Palu terdapat ormas keagamaan Nahdlatul Ulama yang
secara umum profilnya sama sebagaimana Nahdlatul Ulama di
Pulau Jawa. NU menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, yang
berpola pikir jalan tengah antara rasionalis dan skripturalis. Sumber
pemikirannya Al-Qur'an, Sunnah, dan juga kemampuan akal
ditambah dengan realitas empirik. Dalam bidang fikih mengikuti
empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara
dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan
Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan
syariat.
Dalam Anggaran Dasarnya, tujuan NU adalah menegakkan
ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-
tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Untuk tujuan ini dilakukan usaha organisasi,
yaitu:
1) Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan
meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat
persatuan dalam perbedaan.
2) Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang
sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang
bertakwa, berbudi luhur, dan berpengetahuan luas.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
325
3) Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat
serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan
kemanusiaan.
4) Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan
untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan
berkembangnya ekonomi rakyat.
5) Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat
luas.
Secara nasional, NU memiliki 31 Pengurus Wilayah di tingkat
provinsi, 339 Pengurus Cabang di tingkat kabupaten/kota, 12
Pengurus Cabang Istimewa di luar negeri, 2.630 Majelis Wakil
Cabang di tingkat kecamatan, dan 37.125 Pengurus Ranting di
tingkat desa/kelurahan.
Selain kepengurusan itu, NU juga memiliki 12 Lembaga, 4
Lajnah, dan 9 Badan Otonom. Kedua belas lembaga adalah:
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), Lembaga Pendidikan
Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU), Lembaga Pelayanan
Kesehatan Nahdlatul Ulama (LPKNU), Lembaga Perekonomian
Nahdlatul Ulama (LPNU), Lembaga Pengembangan Pertanian
Nahdlatul Ulama (LP2NU), Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI),
Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU),
Lembaga Takmir Masjid Indonesia (LTMI), Lembaga Kajian dan
Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM), Sarikat Buruh
Muslimin Indonesia (SARBUMUSI), Lembaga Penyuluhan dan
Bantuan Hukum (LPBH), dan Lajnah Bahtsul Masail (LBM-NU).
Keempat lajnah adalah: Lajnah Falakiyah (LF-NU), Lajnah Ta'lif wan
Nasyr (LTN-NU), Lajnah Auqaf (LA-NU), dan Lajnah Zakat, Infaq, dan
Shadaqah (Lazis NU). Sedangkan 9 badan otonom adalah: Jam'iyyah
Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah, Muslimat NU, Gerakan
Pemuda Ansor (GP Ansor), Fatayat NU, Ikatan Pelajar Nahdlatul
di Manado dan Palu serta satu stasion radio dalam persiapan di
Gorontalo.
Kantor Sekretariat Pengurus Besar Al-Khairaat beralamat di
Jl. SIS Aljufrie No. 44 Palu, Sulawesi Tengah, yang sekaligus menjadi
sentral kegiatan Alkhairaat. Di sekitar situ ada Masjid Alkhairaat,
sekolah-sekolah Alkhairaat, dan Swalayan Alkhairaat.

E. Nahdlatul Ulama
Di Palu terdapat ormas keagamaan Nahdlatul Ulama yang
secara umum profilnya sama sebagaimana Nahdlatul Ulama di
Pulau Jawa. NU menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, yang
berpola pikir jalan tengah antara rasionalis dan skripturalis. Sumber
pemikirannya Al-Qur'an, Sunnah, dan juga kemampuan akal
ditambah dengan realitas empirik. Dalam bidang fikih mengikuti
empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara
dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan
Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan
syariat.
Dalam Anggaran Dasarnya, tujuan NU adalah menegakkan
ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-
tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Untuk tujuan ini dilakukan usaha organisasi,
yaitu:
1) Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan
meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat
persatuan dalam perbedaan.
2) Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang
sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang
bertakwa, berbudi luhur, dan berpengetahuan luas.
Akmal Salim Ruhana
326
Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Ikatan
Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa (IPS
Pagar Nusa), Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz (JQH).
Demikianlah, profil dan posisi keagamaan NU di Palu sama
seperti NU di Jawa Timur ataupun Jakarta. Uniknya, secara
struktural, NU di Palu dalam kondisi tertentu terkesan menyaru
dengan Alkhairaat (atau sebaliknya?) Pimpinan Wilayah NU Sulawesi
Tengah saat ini, misalnya, dijabat oleh Dr. H. Mochsen Alaydrus, MM,
yang juga Kepala Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Tengah. Di
Palu, beliau adalah tokoh tinggi Alkhairaat. Demikian juga, banyak
peran-peran ganda sebagai pengurus Alkhairaat dan sebagai
pengurus NU pada tokoh-tokoh tertentu, hingga muncul ujaran:
Fleksibel saja. Kalau di Palu menjadi Alkhairaat, kalau sedang ke
Jawa menjadi NU.
71
Dengan adanya peran-ganda ini, resikonya,
performa salah satu diantara Alkhairat dan NU menjadi tidak terlalu
menonjol dalam konteks lokal. Tentu saja, performa Alkhairaat lebih
menonjol dan kentara di Palu. Sekolah-sekolah dan madrasah,
misalnya, pastilah merupakan Madrasah Alkhairaat. NU bahkan
tidak punya sekolah, tidak ada sekolah NU, dan karenanya NU
seolah tidak eksis.
72


F. Darud Dawah wal Irsyad (DDI)
Secara historis, kelahiran DDI tidak bisa dilepaskan dari
pergulatan intelektual-spiritual al-Mukarram KH. Abd. Rahman

71
Bahkan peran multiganda juga dialami Drs. HM. Asad Syukur. Selain sebagai
Ketua DDI juga pengurus NU, bahkan pernah menjadi Ketua Alwasliyah Kota Palu.
72
Ketiadaan eksistensi NU disampaikan Asad Syukur dalam wawancara tanggal
27 September 2011. Namun, kondisi ini ternyata merupakan sejenis kesepakatan pemuka
NU dan Alkhairaat, bahwa NU akan berkiprah di politik dan tidak boleh mendirikan
madrasah. Sedangkan Alkhairaat tidak berkiprah di politik tetapi bergerak di pendidikan,
sehingga boleh mendirikan madrasah. Hal ini disampaikan Abdullah Latupada dalam
wawancara dengan Endang Sulanjari tanggal 28 September 2011.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
327
Ambo Dalle (biasa disebut Gurutta Ambo Dalle). Beliaulah yang
mendirikan DDI. Para pendiri DDI lainnya adalah AGH Daud Ismail,
AGH M Abduh Pabbajah, AGH Ali Yafie (pernah menjabat sebagai
Ketua MUI Pusat), dan AGM M Tahir Imam Lapeo.
Organisasi Darud Dawah wal Irsyad didirikan pada 7
Februari 1947 di Watang Soppeng, sebagai pengintegrasian dari
Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) yang didirikan di Mangkoso 11
Januari 1938. Organisasi yang berkedudukan pusat di Makassar ini
dalam Anggaran Dasarnya menegaskan akidahnya sebagai Islam
menurut Ahlussunnah wal Jamaah dan menganut salahsatu dari
madzhab; Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. DDI berasaskan
Pancasila, dan bersifat keagamaan, bergerak dalam pendidikan,
dakwah, dan sosial kemasyarakatan.
DDI bertujuan membentuk individu muslim yang beriman,
bertaqwa, berakhlakul karimah yang mengabdi dan mengamalkan
usahanya fisabilillah, menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam, demi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur diridhai
Allah SWT. Untuk tujuan ini, dilakukan sejumlah usaha, yakni:
mengusahakan pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan
ajaran Islam, mengusahakan terlaksananya ajaran Islam menurut
Ahlussunnah wal Jamaah, mengupayakan terwujudnya
pembangunan ekonomi yang adil, merata, dan mengusahakan hal-
hal yang bermanfaat bagi umat guna terwujudnya khaira ummah.
Secara struktural, sudah ada 8 pengurus wilayah, 274
pengurus daerah, 392 pengurus cabang, 127 pengurus ranting,
1.029 sekolah, 18 perguruan tinggi, 89 pesantren, yang tersebar di
20 provinsi di Indonesia. Terdapat pula sejumlah badan otonom,
antara lain: Ummahat DDI (UMDI), Fatayat DDI (Fadi), Ikatan Pemuda
DDI (IPDDI), Ikatan Mahasiswa DDI (IMDI), Ikatan Guru DDI (IGDI),
dan Ikatan Alumni DDI (IADI).
Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Ikatan
Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa (IPS
Pagar Nusa), Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz (JQH).
Demikianlah, profil dan posisi keagamaan NU di Palu sama
seperti NU di Jawa Timur ataupun Jakarta. Uniknya, secara
struktural, NU di Palu dalam kondisi tertentu terkesan menyaru
dengan Alkhairaat (atau sebaliknya?) Pimpinan Wilayah NU Sulawesi
Tengah saat ini, misalnya, dijabat oleh Dr. H. Mochsen Alaydrus, MM,
yang juga Kepala Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Tengah. Di
Palu, beliau adalah tokoh tinggi Alkhairaat. Demikian juga, banyak
peran-peran ganda sebagai pengurus Alkhairaat dan sebagai
pengurus NU pada tokoh-tokoh tertentu, hingga muncul ujaran:
Fleksibel saja. Kalau di Palu menjadi Alkhairaat, kalau sedang ke
Jawa menjadi NU.
71
Dengan adanya peran-ganda ini, resikonya,
performa salah satu diantara Alkhairat dan NU menjadi tidak terlalu
menonjol dalam konteks lokal. Tentu saja, performa Alkhairaat lebih
menonjol dan kentara di Palu. Sekolah-sekolah dan madrasah,
misalnya, pastilah merupakan Madrasah Alkhairaat. NU bahkan
tidak punya sekolah, tidak ada sekolah NU, dan karenanya NU
seolah tidak eksis.
72


F. Darud Dawah wal Irsyad (DDI)
Secara historis, kelahiran DDI tidak bisa dilepaskan dari
pergulatan intelektual-spiritual al-Mukarram KH. Abd. Rahman

71
Bahkan peran multiganda juga dialami Drs. HM. Asad Syukur. Selain sebagai
Ketua DDI juga pengurus NU, bahkan pernah menjadi Ketua Alwasliyah Kota Palu.
72
Ketiadaan eksistensi NU disampaikan Asad Syukur dalam wawancara tanggal
27 September 2011. Namun, kondisi ini ternyata merupakan sejenis kesepakatan pemuka
NU dan Alkhairaat, bahwa NU akan berkiprah di politik dan tidak boleh mendirikan
madrasah. Sedangkan Alkhairaat tidak berkiprah di politik tetapi bergerak di pendidikan,
sehingga boleh mendirikan madrasah. Hal ini disampaikan Abdullah Latupada dalam
wawancara dengan Endang Sulanjari tanggal 28 September 2011.
Akmal Salim Ruhana
328
Di Sulawesi Tengah (baca: Palu) DDI masuk pada tahun 1956
terutama di desa-desa. Leading sector perannya di bidang
pendidikan. Sejak 1956 sampai saat ini, DDI bahkan telah memiliki
150 berbagai jenjang pendidikan, taman pengajian banyak , panti
asuhan 10 buah, pondok pesantren 10 buah, serta perguruan tinggi
jarak jauh 2 buah. DDI di Kota Palu saat ini diketuai Drs. H.M. Asad
Syukur, M.Pd.

G. Muhammadiyah
Organisasi yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada
tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta ini menegaskan dirinya
sebagai gerakan islam, dawah amar maruf nahi munkar dan tajdid,
yang bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah. Dengan
berasaskan Islam, Muhammadiyah berdiri karena beberapa alasan
dan tujuan sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia
dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi
doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3)
Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan
Islam dari pengaruh dan serangan luar.
73

Muhammadiyah yang berasaskan Islam menegaskan
identitasnya sebagai adalah Gerakan Islam, Dawah Amar Maruf
Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam. Kelahiran Muham-
madiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati
oleh ajaran-ajaran Al-Quran karena itu pula seluruh gerakannya
tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan
prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan

73
Alasan-alasan ini sebagaimana H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar
Nashir, 1990: 332 dalam www.muhammadiyah.or.id diunduh pada 22 September 2011.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
329
Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran,
kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan
sebagainya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan
dan melaksankan ajaran Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah
hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud
yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan
dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lilalamin.
Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar maruf
nahi munkar. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak
lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal
usaha diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk
dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah.
Muhammadiyah adalah gerakan tajdid. Muhammadiyah
sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang
berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana
yang tercantum dalam Al-Quran dan Assunah, sekaligus
membersihkan berbagai amalan umat yang terang-trangan
menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik,
maupun bidah lewat gerakan dakwah. Termasuk tajdid juga dalah
pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan
bermasyarakat, semacam memperbaharui cara penyelenggaraan
pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak
yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara
pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan shalat Id dan pelaksanaan
kurban dan sebagainya.
Dalam Anggaran Dasarnya, Pasal 6 dan 7, disebutkan
maksud dan tujuan Muhammadiyah yakni menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Untuk itu, dilakukan usaha-usaha
sebagai berikut: (1) melaksanakan dawah amar maruf nahi
munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang
Di Sulawesi Tengah (baca: Palu) DDI masuk pada tahun 1956
terutama di desa-desa. Leading sector perannya di bidang
pendidikan. Sejak 1956 sampai saat ini, DDI bahkan telah memiliki
150 berbagai jenjang pendidikan, taman pengajian banyak , panti
asuhan 10 buah, pondok pesantren 10 buah, serta perguruan tinggi
jarak jauh 2 buah. DDI di Kota Palu saat ini diketuai Drs. H.M. Asad
Syukur, M.Pd.

G. Muhammadiyah
Organisasi yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada
tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta ini menegaskan dirinya
sebagai gerakan islam, dawah amar maruf nahi munkar dan tajdid,
yang bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah. Dengan
berasaskan Islam, Muhammadiyah berdiri karena beberapa alasan
dan tujuan sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia
dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi
doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3)
Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan
Islam dari pengaruh dan serangan luar.
73

Muhammadiyah yang berasaskan Islam menegaskan
identitasnya sebagai adalah Gerakan Islam, Dawah Amar Maruf
Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam. Kelahiran Muham-
madiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati
oleh ajaran-ajaran Al-Quran karena itu pula seluruh gerakannya
tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan
prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan

73
Alasan-alasan ini sebagaimana H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar
Nashir, 1990: 332 dalam www.muhammadiyah.or.id diunduh pada 22 September 2011.
Akmal Salim Ruhana
330
kehidupan; (2) usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk
amal usaha, program, dan kegiatan, yang macam dan penye-
lenggaraannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga; dan (3)
Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program,
dan kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah.
Dalam konteks Sulawesi Tengah, Muhammadiyah masuk ke
Kota Palu di saat kondisi masyarakat Kota Palu yang telah
didominasi Alkhairaat. Maka kedatangannya yang berwatak tajdid
(pembaharuan) itu pada awalnya kerap mendapat resistensi.
74

Proses asimilasi dan kehidupan sosial bersama kemudian hari
menjadikan akseptasi yang cukup baik di kalangan masyarakat
tertentu, terutama para pendatang.
75

Muhammadiyah menjadikan pendidikan sebagai media
dakwahnya. Tak heran, Muhammadiyah mendirikan sekolah-
sekolah Muhammadiyah di banyak tempat, dan bahkan memiliki
kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu yang cukup
luas di sebuah bukit di Jalan Hang Tuah, Kota Palu. Dengan tujuh
fakultasnya, Unismuh menampung banyak mahasiswa dari
berbagai latar belakang (baca: termasuk yang bukan
Muhammadiyah).
Secara struktural, susunan Pengurus Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Palu periode 2010-2015 adalah sebagai
berikut:


74
Diceritakan, pada tahun 1970-an pernah masjid-masjid Muhammadiyah
dilempari pihak tertentu sebagai bentuk resistensi ini. Atau, pada saat Muhammadiyah
memulai/menginisiasi pelaksanaan Sholat Ied di lapangan, masyarakat banyak yang
menolaknya. Kondisi-kondisi ini saat ini tidak terjadi lagi. Wawancara Sekretaris PD
Muhammadiyah Kota Palu, Muh. Ilyas Padduntu, S.Ag., M.Pd.I, pada 29 September 2011.
75
Salahsatu indikasi, misalnya, kebanyakan pengikut Muhammadiyah adalah
pendatang/transmigran dari Jawa, atau para pedagang yang tinggal berkelompok di
daerah pelabuhan atau daerah-daerah lainnya.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
331
Ketua : Hadie Soetjipto, B.Sc., S.Ag.
Wakil Ketua : Drs. Leonar MS; Drs. Burhanuddin H. Arifin; Drs. H.
Zainal Honteng; Drs. Abd. Hafid DM; Drs. HM.
Ilyas Wella, M.Si.; dan Sitti Aminah M. Amin.
Sekretaris : Muh. Ilyas Padduntu, S.Ag., M.Pd.I, dengan wakil
Drs. HM. Ridwan, MM
Bendahara : H. Sudirman M, dengan wakil Ilham A. Djorimi
Alamat Sekretariat Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota
Palu berada di Jalan Tompi Nomor 15 Kelurahan Lere Kecamatan
Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Telp/Fax 0451-
423163/461436, dengan alamat website/blog http://pdmkotapalu.
blogspot.com.
Selain keempat ormas keagamaan di atas, sesungguhnya
masih banyak ormas atau gerakan keagamaan lain yang berperan
dalam ladang garapan dakwah yang sama, yakni Kota Palu. Mereka
antara lain: Persis, Al-Wasliyah, LDII, Salafi, Wahdah Islamiyah, FPI,
HTI, DDII, dan Jamaah Tabligh. Kelompok-kelompok ini ada dan
berkembang di Kota Palu, meski performa dan perannya tidak
terlalu menonjol (atau tepatnya tidak termasuk yang didalami oleh
penelitian ini).

Profil Aktivitas Dakwah Ormas/Gerakan Keagamaan
Alkhairaat pusat misinya adalah pendidikan. Secara historis
hal ini terjelaskan dari pendirinya, al-alim al-allamah Habib Sayyid
Idrus bin Salim Aldjufri, seorang ulama dari Hadramaut yang
cenderung pada ilmu pengetahuan. Dalam mendukung misi
pendidikan ini agar tersebar luas ke masyarakat, maka dilakukan
dakwah untuk memperkuatnya. Jadi dakwah itu instrumen yang
kehidupan; (2) usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk
amal usaha, program, dan kegiatan, yang macam dan penye-
lenggaraannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga; dan (3)
Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program,
dan kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah.
Dalam konteks Sulawesi Tengah, Muhammadiyah masuk ke
Kota Palu di saat kondisi masyarakat Kota Palu yang telah
didominasi Alkhairaat. Maka kedatangannya yang berwatak tajdid
(pembaharuan) itu pada awalnya kerap mendapat resistensi.
74

Proses asimilasi dan kehidupan sosial bersama kemudian hari
menjadikan akseptasi yang cukup baik di kalangan masyarakat
tertentu, terutama para pendatang.
75

Muhammadiyah menjadikan pendidikan sebagai media
dakwahnya. Tak heran, Muhammadiyah mendirikan sekolah-
sekolah Muhammadiyah di banyak tempat, dan bahkan memiliki
kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu yang cukup
luas di sebuah bukit di Jalan Hang Tuah, Kota Palu. Dengan tujuh
fakultasnya, Unismuh menampung banyak mahasiswa dari
berbagai latar belakang (baca: termasuk yang bukan
Muhammadiyah).
Secara struktural, susunan Pengurus Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Palu periode 2010-2015 adalah sebagai
berikut:


74
Diceritakan, pada tahun 1970-an pernah masjid-masjid Muhammadiyah
dilempari pihak tertentu sebagai bentuk resistensi ini. Atau, pada saat Muhammadiyah
memulai/menginisiasi pelaksanaan Sholat Ied di lapangan, masyarakat banyak yang
menolaknya. Kondisi-kondisi ini saat ini tidak terjadi lagi. Wawancara Sekretaris PD
Muhammadiyah Kota Palu, Muh. Ilyas Padduntu, S.Ag., M.Pd.I, pada 29 September 2011.
75
Salahsatu indikasi, misalnya, kebanyakan pengikut Muhammadiyah adalah
pendatang/transmigran dari Jawa, atau para pedagang yang tinggal berkelompok di
daerah pelabuhan atau daerah-daerah lainnya.
Akmal Salim Ruhana
332
mendukung gerakan pendidikan Alkhairaat. Dakwah dan
pendidikan terajut secara sistemik, saling mengisi. Seorang abnaul
Khairaat
76
diamanahi oleh pendiri Alkhairaat untuk mengem-
bangkan pendidikan, memberi pengetahuan keagamaan pada
masyarakat, dan memperhatikan kesejahteraan umat manusia.
Dari amanah pendiri di atas, tergambar bahwa dakwah
Alkhairaat mencakup bil lisan, bil qolam, dan bil hal. Dakwah bil lisan
dilakukan dengan ceramah-ceramah agama di masyarakat. Ada
dalam bentuk tabligh akbar ketika haul Pendiri Alkhairaat Guru Tua;
ceramah/ diskusi pada instansi/kantor pemerintah, majelis taklim,
maupun masjid-masjid; dialog interaktif di Radio Alkhairaat; dan
ceramah dalam Safari Ramadhan. Dakwah bil qolam dilakukan
dengan menerbitkan Koran Harian Media Alkhairaat dan Majalah
Alkhairaat. Sedangkan dakwah bil hal, dilakukan dalam aneka ragam
program, mulai membangun usaha ekonomi (Swalayan Alkhairaat
dan Alkhairaat Sport Center), membangun Rumah Sakit SIS
Aldjufri, hingga lini pendidikan yang sangat banyak ragam
tingkatannya. Bahkan, secara maknawi, segala performa abnaul
Khairaat adalah (sejatinya) ekspresi dari dakwah bil hal Alkhairaat.
77

Secara tegas, Alkhairaat memang menegaskan pendidikan sebagai
sentral misinya, dengan dukungan dakwah jenis lainnya. Tak heran,
eksistensi dan aktivitas ribuan madrasah Alkhairaat mengonfirmasi
hal ini.
Ketiga macam dakwah dilakukan terhadap semua kalangan
umat Islam. Tidak secara khusus menarget orang (madu) tertentu
atau daerah tertentu. Bahwa dakwah yang dilakukan diupayakan

76
Abnaul Khairaat diartikan sebagai pengikut Alkhairaat, baik pengurus, anggota,
maupun para lulusan madrasah-madrasah dan angggota majelis taklim Alkhairaat, atau
bahkan simpatisan Alkhairaat.
77
Disampaikan Jamaluddin, Sekjen Alkhairaat, bahwa orang-orang Alkhairaat
biasanya menjadi pemuka panutan masyarakat karena ilmunya memadai, bicara/qiraatnya
fasih, perilakunya supel, dan sikapnya santun. Wawancara tanggal 26 September 2011.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
333
sebanyak mungkin menjangkau umat. Misalnya ditunjukkan
dengan dibuatnya Koran Harian Media Alkhairaat dan Radio
Alkhairaat, yang diharapkan dapat dibaca atau didengar umat yang
lebih luas. Bahwa Alkhairaat berkembang luas di Kawasan Timur
Indonesia dan hampir menguasai wilayah ini, nampaknya
merupakan target wilayah dakwah Guru Tua masa lalu.
78

Di dalam berbagai jenis media dakwah bil lisan, bil qolam,
dan bil hal itu, senantiasa disampaikan tuntunan ajaran Islam yang
baik, sesuai pentunjuk Al-Quran dan Sunnah dalam perspektif Sunni
Syafiiyyah. Demikian halnya apa-apa yang dahulu dicontohkan
sang pendiri Alkhairaat, Guru Tua, misalnya tentang kebiasaan ber-
taushiyah, bersahabat dengan sebanyak mungkin orang, berusaha
disamping berdakwah, dan sebagainya. Semua diajarkan atau
disampaikan dengan cara-cara hikmah, tanpa pemaksaan atau
kekerasan. Karena menggunakan cara dakwah yang soft (bil
hikmah), sejauh ini belum pernah dakwah Alkhairaat mendapat
tentangan atau perilaku yang tidak menyenangkan dari pihak lain.
Nahdlatul Ulama, sebagaimana dijelaskan di atas tentang
kebersatuannya dalam hal aktor-aktor dengan Alkhairaat, maka
dakwahnya dapat dikatakan relatif sama/bersamaan. Hanya saja
pamornya tampak lebih menonjol Alkhairaat dibandingkan NU.
Setidaknya demikianlah jika bicara di aras lokal Palu, berkebalikan
jika bicara untuk aras nasional. NU di Palu tidak memiliki sekolah

78
Menurut sejarahnya, sebelum mengembangkan Islam (berdakwah) di Kawasan
Timur Indonesia, Guru Tua pernah membuka perguruan Islam Ar-Rabitha di Solo. Setelah
beberapa tahun lamanya, beliau pindah ke Jombang Jawa Timur dan sempat berkenalan
baik dan akrab dengan dengan KH. Hasyim Asyari, pendiri NU, tepatnya pada 1925. (Baca
selengkapnya dalam Riwayat Hidup Pendiri Alkhairaat S.Idrus bin Salim Aldjufri, pidato haul
XX tahun 1989 oleh Drs. H.M. Dahlan Tangkaderi. Selain itu, baca juga Sayyid Idrus bin Salim
Al-Jufri guru Tua: Modernisasi Pendidikan dan Dakwah di Tanah Kaili (1930-1969) karya HM.
Noor Sulaiman Pettalongi, Jakarta: Kultura, 2009). Asumsi penulis, Guru Tua pada saat itu
melihat bahwa dakwah di Jawa dan sekitarnya telah cukup banyak dilakukan oleh banyak
kyai/ustad, sedangkan di Kawasan Timur Indonesia belum cukup banyak yang melakukan,
maka beliau menggarapnya.
mendukung gerakan pendidikan Alkhairaat. Dakwah dan
pendidikan terajut secara sistemik, saling mengisi. Seorang abnaul
Khairaat
76
diamanahi oleh pendiri Alkhairaat untuk mengem-
bangkan pendidikan, memberi pengetahuan keagamaan pada
masyarakat, dan memperhatikan kesejahteraan umat manusia.
Dari amanah pendiri di atas, tergambar bahwa dakwah
Alkhairaat mencakup bil lisan, bil qolam, dan bil hal. Dakwah bil lisan
dilakukan dengan ceramah-ceramah agama di masyarakat. Ada
dalam bentuk tabligh akbar ketika haul Pendiri Alkhairaat Guru Tua;
ceramah/ diskusi pada instansi/kantor pemerintah, majelis taklim,
maupun masjid-masjid; dialog interaktif di Radio Alkhairaat; dan
ceramah dalam Safari Ramadhan. Dakwah bil qolam dilakukan
dengan menerbitkan Koran Harian Media Alkhairaat dan Majalah
Alkhairaat. Sedangkan dakwah bil hal, dilakukan dalam aneka ragam
program, mulai membangun usaha ekonomi (Swalayan Alkhairaat
dan Alkhairaat Sport Center), membangun Rumah Sakit SIS
Aldjufri, hingga lini pendidikan yang sangat banyak ragam
tingkatannya. Bahkan, secara maknawi, segala performa abnaul
Khairaat adalah (sejatinya) ekspresi dari dakwah bil hal Alkhairaat.
77

Secara tegas, Alkhairaat memang menegaskan pendidikan sebagai
sentral misinya, dengan dukungan dakwah jenis lainnya. Tak heran,
eksistensi dan aktivitas ribuan madrasah Alkhairaat mengonfirmasi
hal ini.
Ketiga macam dakwah dilakukan terhadap semua kalangan
umat Islam. Tidak secara khusus menarget orang (madu) tertentu
atau daerah tertentu. Bahwa dakwah yang dilakukan diupayakan

76
Abnaul Khairaat diartikan sebagai pengikut Alkhairaat, baik pengurus, anggota,
maupun para lulusan madrasah-madrasah dan angggota majelis taklim Alkhairaat, atau
bahkan simpatisan Alkhairaat.
77
Disampaikan Jamaluddin, Sekjen Alkhairaat, bahwa orang-orang Alkhairaat
biasanya menjadi pemuka panutan masyarakat karena ilmunya memadai, bicara/qiraatnya
fasih, perilakunya supel, dan sikapnya santun. Wawancara tanggal 26 September 2011.
Akmal Salim Ruhana
334
atau pesantren, dakwahnya dilakukan melalui majelis-majelis taklim.
Dakwah bil lisan, dengan demikian, tampak lebih menonjol dari
dakwah bil qolam atau bil hal. Targeted group dakwahnya adalah
masyarakat secara umum, dan substansi yang didakwahkan tentu
saja ajaran Islam bercorak Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang
dalam banyak hal adalah juga apa yang didakwahkan Alkhairaat
dan DDI.
Darud Dawah wal Irsyad juga relatif sama dengan
Alkhairaat, memiliki sejumlah sekolah atau madrasah. Dakwah
dilakukan dengan melalui wahana pendidikan, di samping dakwah
bil lisan secara konvensional. Bedanya, DDI lebih menyasar (prioritas
target) ke daerah-daerah pedesaan, perannya lebih di kampung-
kampung. Dengan demikian, militansi dakwah DDI relatif lebih
besar karena tantangannya pun cukup besar. DDI memandang
justeru di kampong-kampung dan pedalaman masih banyak umat
yang belum tersentuh dakwah, sedangkan di kota-kota para pelaku
dakwahnya telah cukup banyak dan beragam. Karenanya,
sebagaimana dicontohkan Gurutta Ambo Dalle, DDI memiliki
perhatian khusus dalam dakwahnya ke daerah-daerah yang kurang
tersentuh di desa-desa, baik dengan sekolah-sekolah maupun
majelis taklim.
Ketiga ormas atau gerakan keagamaan di atas dapat
dikatakan serumpun dan relatif berperan seiring. Berbeda misalnya
dengan arus dakwah Muhammadiyah. Persyarikatan
Muhammadiyah yang menegaskan kelahirannya sebagai mujaddid,
pembaharu, pembersih dari berbagai tahayul, bidah, dan khurafat
dan berbagai amaliyah Islamiyah yang dinilai tidak lurus, maka
kehadiran dan peran dakwahnya, dalam satu dan lain kasus,
bersentuhan atau berhadapan dengan peran dakwah ketiga ormas
yang menegaskan corak Ahlussunnah wal Jamaah di atas yang
notabene telah masuk dan menguasai Kota Palu terlebih dahulu.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
335
Persentuhan ini tidak jarang menimbulkan sesuatu pergesekan atau
konflik, namun hal itu terjadi di masa lalu, di masa-masa awal
kedatangan Muhammadiyah. Saat ini persentuhan itu agak lebih
mencair.
Muhammadiyah merupakan gerakan dakwah Islam amar
maruf nahi munkar. Selain dakwah bil lisan dengan ceramah-
ceramah agama, dakwah bil qolam dengan berbagai buku dan
brosur kemuhammadiyahan, juga terutama semua amal usaha
Muhammadiyah merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah
bil hal. Materi yang disampaikannya adalah ajaran Islam yang
bersumber pada Al-Quran dan Sunnah yang dalam format tertentu
menjadi materi Islam Kemuhammadiyahan. Misalnya hal ini yang
disampaikan di seluruh jenjang pendidikan milik Muhammadiyah
(SMP-SMA-Perguruan Tinggi) sebagai mata pelajaran atau mata
kuliah wajib seluruh anak didiknya.

Potensi Konflik dan Integrasi dalam Dakwah
Potensi Konflik
Aktivitas dakwah berbagai pelaku dakwah dalam ladang
garap yang sama meniscayakan adanya interaksi antar, atau boleh
jadi bahkan persentuhan, pergesekan, dan konflik, jika ada sesuatu
hal yang kurang tepat dilakukan. Potensi ketidakrukunan atau
potensi konflik dapat terjadi di ranah keagamaan (akidah, ibadah,
dan akhlak) ataupun di ranah non-keagamaan (politik, ekonomi,
sosial, dan budaya).
Dalam hal akidah, tidak ada pergesekan antar empat pelaku
dakwah ini. Semua meyakini pokok-pokok akidah Islam. Justeru
keberadaan Ahmadiyah yang notabene memiliki Nabi baru,
misalnya, malah menguatkan pertahanan bersama soal akidah ini.
atau pesantren, dakwahnya dilakukan melalui majelis-majelis taklim.
Dakwah bil lisan, dengan demikian, tampak lebih menonjol dari
dakwah bil qolam atau bil hal. Targeted group dakwahnya adalah
masyarakat secara umum, dan substansi yang didakwahkan tentu
saja ajaran Islam bercorak Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang
dalam banyak hal adalah juga apa yang didakwahkan Alkhairaat
dan DDI.
Darud Dawah wal Irsyad juga relatif sama dengan
Alkhairaat, memiliki sejumlah sekolah atau madrasah. Dakwah
dilakukan dengan melalui wahana pendidikan, di samping dakwah
bil lisan secara konvensional. Bedanya, DDI lebih menyasar (prioritas
target) ke daerah-daerah pedesaan, perannya lebih di kampung-
kampung. Dengan demikian, militansi dakwah DDI relatif lebih
besar karena tantangannya pun cukup besar. DDI memandang
justeru di kampong-kampung dan pedalaman masih banyak umat
yang belum tersentuh dakwah, sedangkan di kota-kota para pelaku
dakwahnya telah cukup banyak dan beragam. Karenanya,
sebagaimana dicontohkan Gurutta Ambo Dalle, DDI memiliki
perhatian khusus dalam dakwahnya ke daerah-daerah yang kurang
tersentuh di desa-desa, baik dengan sekolah-sekolah maupun
majelis taklim.
Ketiga ormas atau gerakan keagamaan di atas dapat
dikatakan serumpun dan relatif berperan seiring. Berbeda misalnya
dengan arus dakwah Muhammadiyah. Persyarikatan
Muhammadiyah yang menegaskan kelahirannya sebagai mujaddid,
pembaharu, pembersih dari berbagai tahayul, bidah, dan khurafat
dan berbagai amaliyah Islamiyah yang dinilai tidak lurus, maka
kehadiran dan peran dakwahnya, dalam satu dan lain kasus,
bersentuhan atau berhadapan dengan peran dakwah ketiga ormas
yang menegaskan corak Ahlussunnah wal Jamaah di atas yang
notabene telah masuk dan menguasai Kota Palu terlebih dahulu.
Akmal Salim Ruhana
336
Memang, jika ditelisik lebih jauh, dalam kesamaan apa yang diyakini
itu ada area yang menjadi variasi ideologis dalam hal keimanan.
Meminjam istilah Al Fadl, ada yang lebih puritan dan ada yang lebih
moderat.
79
Misalnya tentang upaya puritanisasi Muhammadiyah
terhadap keimanan umat yang telah dinodai kepercayaan pada
benda keramat tertentu yang bagi Muhammadiyah dapat
dikategorikan menodai akidah. Dalam konteks Palu, dakwah
Muhammadiyah misalnya sempat mendapat resistansi dari
masyarakat yang terbiasa dengan hal bidah atau khurafat itu.
Dalam perbedaan masalah fikih (ikhtilaf furuiyah), meski
tidak lagi mewujud pertentangan, perbedaan dalam masalah
khilafiyah masih menjadi ancaman bagi umat Islam Kota Palu.
Segregasi masyarakat masih terlihat dari terkonsentrasinya umat
pengikut Muhammadiyah di sekitar masjid Muhammadiyah, misal-
nya. Namun hal ini dapat dijelaskan, bahwa biasanya pendirian
masjid melihat dimana memungkinkan dibangun. Calon lokasi yang
secara akseptabilitas maupun aksesibilitas tinggi tentu saja daerah
dimana pengikutnya terkonsentrasi. Selain itu, ada juga fenomena
pengikut Alkhairaat/NU yang bertarawih 20 rakaat di masjid
Alkhairaat yang cukup jauh, padahal ada masjid Muhammadiyah di
depan rumahnya yang bertarawih 8 rakaat, atau sebaliknya.
Terkait perebutan, atau tepatnya peralihan, pengelolaan
masjid pernah terjadi. Bahwa masjid di belakang kampus STAIN Palu
dahulu didirikan oleh tokoh-tokoh (tua) Muhammadiyah dan praktis
mengamalkan kebiasaan Muhammadiyah dalam kaifiyat ibadatnya.
Namun sepeninggal beberapa pendiri masjid itu dan setelah
beberapa pendiri tidak lagi menjabat di kepengurusan, masjid

79
Lebih jauh baca Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan,
Jakarta: Serambi, 2006, hlm. 152. Terlepas dari pengistilahan moderat-puritan dalam
konteks para pelaku dakwah ini, namun variasi dalam penekanan dalam hal akidah ini
kiranya ada.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
337
secara perlahan dikelola pihak lain dengan kaifiyat ibadah yang
berbeda. Hanya saja, hal ini tidak terlalu dipermasalahkan pihak
Muhammadiyah karena merasa masjid milik umat, siapapun boleh
mengelolanya.
Dinamika keberanjakan beberapa kader Muhammadiyah ke
aliran atau kelompok tertentu juga menarik dicermati.
80
Dalam
kadar tertentu hal ini dapat memanifes menjadi konflik internal,
misalnya. Meski saat ini Muhammadiyah belum merasa terancam,
namun hal ini tidak bisa dipandang biasa. Drs. H. Baqir Tora, MH.,
Sekretaris PW Muhammadiyah Sulawesi Tengah, mengatakan:
Itu memang dimana-mana, banyak juga warga Muhammadiyah
menambah wawasan pengetahuan keagamaannya lewat seperti
itu, lewat Jamaah Tabligh, Salafi, bahkan ada yang lebih ekstrim
lagi, tetapi kita kita tidak terlalu mempermasalahkan itu. Cuma
kita tetap mengatakan kalau memang anda sudah seperti itu, ya
anda milih, jangan sampai nanti anda disana membawa atas nama
Muhammadiyah padahal anda pribadi. Jadi kami tidak
mempermasalahkan, cuma kami bagaimana saling mengingatkan
demi kebaikan dan kemaslahatan umat, supaya umat tidak
bingung. Memang ada seperti itu, tapi tidak terlalu menonjol.
Artinya belum mengganggu, itu intinya belum mengganggu, baik
(bagi) kelembagaan Muhammadiyah maupun individu-individu.
Bahkan mereka itu karena belum punya tempat ibadat mereka
menggunakan fasilitasnya Muhammadiyah. Tapi belum
mengganggu. Mereka masih menghargai, mereka tahu itu masjid
Muhammadiyah.
81


80
Ada fenomena beberapa kader Muhammadiyah yang berpindah ke Salafi dan
Wahdah Islamiyah karena konon kurang merasa terpenuhi kebutuhan spiritualnya. Mereka
merasa Muhammadiyah terlalu sibuk dengan aktivitas organisasionalnya. Hal ini pendapat
seseorang yang outsider. Namun bagi Ustad Muhammad, ustad pada Pesantren Salafi di
Masjid Imam Muslim, merasa mereka tetap baik dengan Muhammadiyah meski mereka
lebih mencari dan menggunakan dalil-dalil yang mereka percayai lebih lurus, dan lalu harus
diaplikasikan dalam keseharian. Wawancara pada 30 September 2011.
81
Wawancara pada 28 September 2011. Bandingkan dengan kegundahan
beberapa kader Muhammadiyah di Jawa, misalnya Haedar Nashir, yang melihat hal itu
Memang, jika ditelisik lebih jauh, dalam kesamaan apa yang diyakini
itu ada area yang menjadi variasi ideologis dalam hal keimanan.
Meminjam istilah Al Fadl, ada yang lebih puritan dan ada yang lebih
moderat.
79
Misalnya tentang upaya puritanisasi Muhammadiyah
terhadap keimanan umat yang telah dinodai kepercayaan pada
benda keramat tertentu yang bagi Muhammadiyah dapat
dikategorikan menodai akidah. Dalam konteks Palu, dakwah
Muhammadiyah misalnya sempat mendapat resistansi dari
masyarakat yang terbiasa dengan hal bidah atau khurafat itu.
Dalam perbedaan masalah fikih (ikhtilaf furuiyah), meski
tidak lagi mewujud pertentangan, perbedaan dalam masalah
khilafiyah masih menjadi ancaman bagi umat Islam Kota Palu.
Segregasi masyarakat masih terlihat dari terkonsentrasinya umat
pengikut Muhammadiyah di sekitar masjid Muhammadiyah, misal-
nya. Namun hal ini dapat dijelaskan, bahwa biasanya pendirian
masjid melihat dimana memungkinkan dibangun. Calon lokasi yang
secara akseptabilitas maupun aksesibilitas tinggi tentu saja daerah
dimana pengikutnya terkonsentrasi. Selain itu, ada juga fenomena
pengikut Alkhairaat/NU yang bertarawih 20 rakaat di masjid
Alkhairaat yang cukup jauh, padahal ada masjid Muhammadiyah di
depan rumahnya yang bertarawih 8 rakaat, atau sebaliknya.
Terkait perebutan, atau tepatnya peralihan, pengelolaan
masjid pernah terjadi. Bahwa masjid di belakang kampus STAIN Palu
dahulu didirikan oleh tokoh-tokoh (tua) Muhammadiyah dan praktis
mengamalkan kebiasaan Muhammadiyah dalam kaifiyat ibadatnya.
Namun sepeninggal beberapa pendiri masjid itu dan setelah
beberapa pendiri tidak lagi menjabat di kepengurusan, masjid

79
Lebih jauh baca Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan,
Jakarta: Serambi, 2006, hlm. 152. Terlepas dari pengistilahan moderat-puritan dalam
konteks para pelaku dakwah ini, namun variasi dalam penekanan dalam hal akidah ini
kiranya ada.
Akmal Salim Ruhana
338
Dinamika politik lokal kerap mengganggu stabilitas internal
ormas keagamaan. Seperti ketika dalam pilkada terdapat dua calon
peserta pilkada yang sama-sama berlatar belakang Alkhairaat dan
terkesan sama-sama berupaya meraih suara umat/jamaah
Alkhairaat. Memang, sejatinya sikap Alkhairaat, NU, DDI, dan
Muhammadiyah, terhadap politik praktis rata-rata menyatakan
sama. Bahwa secara perseorangan dipersilakan berpolitik asalkan
tidak membawa-bawa organisasi. Meski begitu, faktanya, afinitas
ketokohan dalam ormas dan ketokohan dalam kancah politik
praktis tidak selalu mudah dilepaskan.
Yang cukup menarik adalah soal adanya perasaan
kesenjangan kebijakan politik keagamaan.
82
Bahwa karena tokoh-
tokoh Alkhairaat mendominasi pucuk-pucuk pimpinan di berbagai
posisi penting di Kota Palu (dan/atau Sulawesi Tengah), misalnya
jabatan kepala pada Kementerian Agama, dan rektor atau ketua
pada perguruan tinggi Islam, maka beberapa ormas Islam atau
gerakan keagamaan lain merasa adanya nuansa hegemonik yang
dapat mengganggu rasa keadilan. Misalnya, yang sangat rawan,
dalam soal bantuan sosial keagamaan dan penempatan orang pada
jabatan tertentu.
83
Meski hal ini masih berupa riak-riak keluhan
namun jika terus menerus terjadi, potensi laten konflik ini dapat
terakumulasi menjadi sesuatu yang dapat mengganggu kerukunan.

sebagai ancaman serius. Baca selanjutnya dalam KH. Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara
Islam, loc.cit.
82
Kata perasaan penting ditekankan karena boleh jadi faktanya tidak selalu
berkesesuaian. Hanya saja, dengan merasa saja sudah cukup untuk menjustifikasi adanya
sesuatu.
83
Misalnya, dalam wawancara tanggal 24 dan 27 September 2011, beberapa
tokoh DDI dan Muhammadiyah menceritakan bahwa dahulu terjadi pemerataan dalam
pembagian bantuan sosial dari Kementerian Agama pusat untuk ormas-ormas keagamaan.
Pembagian didasarkan pada pemetaan kebutuhan sesuai eksistensi dan peran ormas yang
ada di Kota Palu atau Sulawesi Tengah. Demikian juga soal penempatan penyuluh dan lain-
lain. Tertangkap kesan adanya kesenjangan distribusi dan akomodasi terkait kebijakan
politik keagamaan.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
339
Potensi Integrasi
Selain potensi konflik dalam dakwah, sesungguhnya
terkandung potensi integratif yang besar yang dapat dan harus
dikembangkan.
Umat semakin dewasa dalam beragama, buktinya tidak lagi
mudah terpancing isu-isu terkait khilafiyah tertentu. Mengenai
qunut atau tidak qunut, tarawih 8 rakaat atau 20 rakaat, berlebaran
hari ini atau besok, dan sebagainya, adalah hal-hal yang diakui
berbeda cara pandangnya sehingga berbeda amaliyahnya. Hanya
saja hal-hal itu disikapi secara positif dan dimaklumi sebagai
perbedaan yang wajar, sehingga tidak berujung pada sikap-sikap
yang tidak tepat. Kedewasaan ini dipengaruhi tingkat pendidikan
umat yang semakin baik. Semakin bisa memilih sikap dalam
memahami dan menghadapi perbedaan. Misalnya dikatakan Arsyad
Said, pengurus MUI yang berlatar belakang Muhammadiyah:
Masyarakat sekarang juga sudah bisa menilai, Muhammadiyah itu
selama ini kan sudah berulang-ulang begini kan. (Orang tahu) itu
Muhammadiyah Walaupun secara organisatoris bukan
Muhammadiyah tetapi dia karena kemajuan juga sudah
memahami itu. Kemudian tentang yang furu tadi itu, orang sudah
biasa begitu lah. Yang suka biasa rebut itu kan mereka yang tidak
paham. Orang yang paham hukum kan gak ada (apa-apa). Saya
dengan tokoh-tokoh lain biasa saja. Biasa itu.
Searah dengan ini, terjadi semacam cross-participants dalam
proses pendidikan. Bahwa banyak mahasiswa Unisa (Universitas
Islam Alkhairaat) berasal dari sekolah-sekolah lanjutan milik
Muhammadiyah. Begitu juga sebaliknya, banyak mahasiswa
Unismuh (Universitas Muhammadiyah) berasal dari sekolah-
sekolah/madrasah lanjutan Alkhairaat. Artinya, para mahasiswa
akan mendapatkan wawasan yang lain dan kemudian
memahaminya. Seperti diketahui, di Unismuh ada mata kuliah dasar
Dinamika politik lokal kerap mengganggu stabilitas internal
ormas keagamaan. Seperti ketika dalam pilkada terdapat dua calon
peserta pilkada yang sama-sama berlatar belakang Alkhairaat dan
terkesan sama-sama berupaya meraih suara umat/jamaah
Alkhairaat. Memang, sejatinya sikap Alkhairaat, NU, DDI, dan
Muhammadiyah, terhadap politik praktis rata-rata menyatakan
sama. Bahwa secara perseorangan dipersilakan berpolitik asalkan
tidak membawa-bawa organisasi. Meski begitu, faktanya, afinitas
ketokohan dalam ormas dan ketokohan dalam kancah politik
praktis tidak selalu mudah dilepaskan.
Yang cukup menarik adalah soal adanya perasaan
kesenjangan kebijakan politik keagamaan.
82
Bahwa karena tokoh-
tokoh Alkhairaat mendominasi pucuk-pucuk pimpinan di berbagai
posisi penting di Kota Palu (dan/atau Sulawesi Tengah), misalnya
jabatan kepala pada Kementerian Agama, dan rektor atau ketua
pada perguruan tinggi Islam, maka beberapa ormas Islam atau
gerakan keagamaan lain merasa adanya nuansa hegemonik yang
dapat mengganggu rasa keadilan. Misalnya, yang sangat rawan,
dalam soal bantuan sosial keagamaan dan penempatan orang pada
jabatan tertentu.
83
Meski hal ini masih berupa riak-riak keluhan
namun jika terus menerus terjadi, potensi laten konflik ini dapat
terakumulasi menjadi sesuatu yang dapat mengganggu kerukunan.

sebagai ancaman serius. Baca selanjutnya dalam KH. Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara
Islam, loc.cit.
82
Kata perasaan penting ditekankan karena boleh jadi faktanya tidak selalu
berkesesuaian. Hanya saja, dengan merasa saja sudah cukup untuk menjustifikasi adanya
sesuatu.
83
Misalnya, dalam wawancara tanggal 24 dan 27 September 2011, beberapa
tokoh DDI dan Muhammadiyah menceritakan bahwa dahulu terjadi pemerataan dalam
pembagian bantuan sosial dari Kementerian Agama pusat untuk ormas-ormas keagamaan.
Pembagian didasarkan pada pemetaan kebutuhan sesuai eksistensi dan peran ormas yang
ada di Kota Palu atau Sulawesi Tengah. Demikian juga soal penempatan penyuluh dan lain-
lain. Tertangkap kesan adanya kesenjangan distribusi dan akomodasi terkait kebijakan
politik keagamaan.
Akmal Salim Ruhana
340
wajib yakni Kemuhammadiyahan, begitu juga di Unisma ada mata
kuliah dasar wajib tentang Aswaja, Ahlussunnah wal Jamaah.
Konflik di Poso juga ternyata memberikan pelajaran yang
baik bagi masyarakat Kota Palu. Pada saat konflik terjadi, banyak
para pengungsi yang berlari dan berlindung di Kota Palu. Warga
Palu melihat bagaimana susahnya menjadi pengungsi dan tidak
enaknya hidup berkonflik. Maka pengalaman dan kesadaran ini
mendorong pada upaya bersama untuk menjaga perdamaian,
saling menghindari untuk terjadinya konflik.
Adanya forum-forum organis yang berisikan lintas ormas,
seperti MUI dan FKUB, ataupun forum-forum pertemuan sosial
kemasyarakatan lainnya diyakini mencairkan perbedaan-perbedaan
yang ada diantara mereka. Hal itu membuat mereka berkomunikasi
dan bersatu, apalagi jika ada isu tertentu yang menyatukan, seperti
penolakan terhadap Ahmadiyah. Adanya pertemuan dan kerjasama
asosiasional dalam forum-forum ataupun kerjasama interaksional
dalam aktivitas keseharian membuat jarak sosial kian berdekatan.
84

Hal ini misalnya diindikasikan Jamaluddin, Sekjen Alkhairaat:
Ya, sekarang ini kan kita bertemu di berbagai, apa namanya,
peran. Ya misalnya dengan temen-teman Muhammadiyah ada di
FKUB, di kampus. Atau menggunakan pendekatan-pendekatan
modern yang sudah membuat pikiran-pikiran tradisional itu
tersingkir, begitu. Ini karena pertemuan-pertemuan secara
interaksional dalam event-event kemasyarakatan itu yang
merekatkan itu orang-orang Muhammadiyah dalam suatu
skenario misalnya dimana kita berperan bersama untuk
mengentaskan kemiskinan, menghadapi tantangan umat islam,
khususnya .. itu kita berusaha menyingkirkan perbedaan-
perbedaan.
85


84
Teori jarak sosial ini selanjutnya dapat dibaca di Asuthosh Versney, Ethnic
Conflict and Civic Life: Hindus and Muslims in India, London: Yale University, 2002.
85
Wawancara dengan Drs. H. Jamaluddin M pada 26 September 2011 di kantor
PB Alkhairaat.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
341
Selain itu, adanya upaya untuk saling mengundang dalam
pertemuan atau diskusi tema tertentu, dapat memupus jarak-jarak
perbedaan atau kesalahpahaman yang ada. Misalnya dilanjutkan
Jamaluddin terkait pendapatnya tentang DDI, sebagai berikut:
DDI memang lebih banyak kesamaan dengan kita. Biasanya
mereka apa ya tidak terlalu terbuka karena pusatnya di Makasar.
Dan sikap politik mereka tidak bisa ditebak dia kemana, begitu.
Ada juga mengambil jarak dengan kita, lebih ke Muhammadiyah,
misalnya. ..Ya, kalau amaliyahnya NU dia Kita punya hubungan
baik dengan mereka, ada beberapa tokohnya seperti siapa itu, nah
itu sering bersama kita , dalam diskusi-dikusi keagamaan sering
kita undang.

Hubungan antar Ormas dalam Upaya Pemeliharaan Kerukunan
Searah dengan potensi integrasi di atas, hubungan antar
ormas dalam pemeliharaan kerukunan internal umat Islam terwujud
dalam MUI yang telah menjadi payung bersama. Di dalam MUI ini
berhimpun seluruh perwakilan elemen ormas dan gerakan Islam,
meskipun ada beberapa yang tidak atau belum dapat masuk,
seperti LDII. Bahwa LDII telah berkali-kali menyatakan keinginannya
untuk masuk dan diterima dalam lingkungan MUI dan umat Islam,
namun sebagian pihak masih keberatan karena Paradigma Baru
yang didengungkannya pada faktanya belum terealiasasi di
lapangan.
86

Selain MUI, Forum Kerukunan Umat Beragama, yang secara
internal Islam telah membagi keanggotaan dengan memperhatikan
pelibatan berbagai ormas Islam, juga menjadi bentuk upaya
pemeliharaan itu. Persoalan-persoalan keumatan dan antar umat

86
Misalnya disampaikan Sekretaris MUI, Arsyad Said, pada wawancara tanggal 27
September 2011.
wajib yakni Kemuhammadiyahan, begitu juga di Unisma ada mata
kuliah dasar wajib tentang Aswaja, Ahlussunnah wal Jamaah.
Konflik di Poso juga ternyata memberikan pelajaran yang
baik bagi masyarakat Kota Palu. Pada saat konflik terjadi, banyak
para pengungsi yang berlari dan berlindung di Kota Palu. Warga
Palu melihat bagaimana susahnya menjadi pengungsi dan tidak
enaknya hidup berkonflik. Maka pengalaman dan kesadaran ini
mendorong pada upaya bersama untuk menjaga perdamaian,
saling menghindari untuk terjadinya konflik.
Adanya forum-forum organis yang berisikan lintas ormas,
seperti MUI dan FKUB, ataupun forum-forum pertemuan sosial
kemasyarakatan lainnya diyakini mencairkan perbedaan-perbedaan
yang ada diantara mereka. Hal itu membuat mereka berkomunikasi
dan bersatu, apalagi jika ada isu tertentu yang menyatukan, seperti
penolakan terhadap Ahmadiyah. Adanya pertemuan dan kerjasama
asosiasional dalam forum-forum ataupun kerjasama interaksional
dalam aktivitas keseharian membuat jarak sosial kian berdekatan.
84

Hal ini misalnya diindikasikan Jamaluddin, Sekjen Alkhairaat:
Ya, sekarang ini kan kita bertemu di berbagai, apa namanya,
peran. Ya misalnya dengan temen-teman Muhammadiyah ada di
FKUB, di kampus. Atau menggunakan pendekatan-pendekatan
modern yang sudah membuat pikiran-pikiran tradisional itu
tersingkir, begitu. Ini karena pertemuan-pertemuan secara
interaksional dalam event-event kemasyarakatan itu yang
merekatkan itu orang-orang Muhammadiyah dalam suatu
skenario misalnya dimana kita berperan bersama untuk
mengentaskan kemiskinan, menghadapi tantangan umat islam,
khususnya .. itu kita berusaha menyingkirkan perbedaan-
perbedaan.
85


84
Teori jarak sosial ini selanjutnya dapat dibaca di Asuthosh Versney, Ethnic
Conflict and Civic Life: Hindus and Muslims in India, London: Yale University, 2002.
85
Wawancara dengan Drs. H. Jamaluddin M pada 26 September 2011 di kantor
PB Alkhairaat.
Akmal Salim Ruhana
342
beragama dibicarakan bersama dalam forum ini meski optimalitas
kinerjanya masih perlu ditingkatkan.
Ada program bersama yang melibatkan seluruh perwakilan
ormas atau gerakan keagamaan. Ceramah Safari Ramadhan ke
mesjid-masjid di Kota Palu diikuti oleh perwakilan semua ormas
dengan penjadualan penceramah dari berbagai ormas. Dan semua
pihak berbicara dalam kapasitasnya masing-masing dengan tetap
sadar kondisi, dimana mereka berbicara, demi menjaga kondisi
kerukunan yang ada.
Dalam isu-isu nasional tertentu, seperti kasus Ahmadiyah,
mereka dapat bersatu. Demikian juga dalam menghadapi isu
Kristenisasi atau liberalisasi, kecenderungan ormas-ormas relatif
sama meski dalam derajat yang berbeda.




Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
343







Dari paparan profil dan peran ormas atau gerakan
keagamaan di atas, secara sederhana dapat diskemakan hubungan
para pelaku dakwah di Kota Palu, sebagai berikut:









Secara umum, Alkhairaat, NU, dan DDI menjadi satu pihak
karena kesamaan corak keagamaannya, berhadapan dengan
Muhammadiyah di pihak lainnya. Terdapat sejumlah kelompok kecil
gerakan keagamaan, dalam hal ini Salafi dan Wahdah Islamiyah,
beragama dibicarakan bersama dalam forum ini meski optimalitas
kinerjanya masih perlu ditingkatkan.
Ada program bersama yang melibatkan seluruh perwakilan
ormas atau gerakan keagamaan. Ceramah Safari Ramadhan ke
mesjid-masjid di Kota Palu diikuti oleh perwakilan semua ormas
dengan penjadualan penceramah dari berbagai ormas. Dan semua
pihak berbicara dalam kapasitasnya masing-masing dengan tetap
sadar kondisi, dimana mereka berbicara, demi menjaga kondisi
kerukunan yang ada.
Dalam isu-isu nasional tertentu, seperti kasus Ahmadiyah,
mereka dapat bersatu. Demikian juga dalam menghadapi isu
Kristenisasi atau liberalisasi, kecenderungan ormas-ormas relatif
sama meski dalam derajat yang berbeda.




Akmal Salim Ruhana
344
yang secara corak keagamaan lebih dekat atau bersamaan dengan
Muhammadiyah, bahkan sebagian aktornya merupakan orang-
orang Muhammadiyah. Terdapat pula kelompok keagamaan yang
coraknya berbeda dengan dua pihak utama bahkan cenderung
mendapat resistansi dari para pihak, yakni LDII dan Ahmadiyah.
Meski eksistensinya tidak terlalu menonjol, namun dua gerakan
keagamaan ini (serta gerakan lainnya, seperti Jamaah Tabligh,
Hizbuttahrir, dan FPI) tetap ada dan berkembang di Kota Palu.
Profil dan peran dakwah ormas atau gerakan keagamaan
terjadi dalam ladang dakwah yang sama, Kota Palu. Hubungan
interaktif antar ormas atau gerakan keagamaan berlangsung intens
dan bersifat resiprokal.
Gambaran skema di atas lebih didasarkan pada profil
ormas/gerakannya, sedangkan jika dipandang dari segi peran
dakwahnya, mempertimbangkan cakupan dan kuantitas objeknya,
maka Alkhairaat tampak lebih mendominasi jagat dakwah Islam di
Kota Palu. Sejumlah sekolah, majelis taklim, dan berbagai fasilitas
dakwah Alkhairaat kiranya mengonfirmasi hal ini.
Secara umum, dalam hal pengadministrasian (managing)
dan pentahapan dakwah masih kurang, tidak ada pendataan atau
penertiban administrasi keanggotaan misalnya, terlalu longgar,
sehingga dalam kadar tertentu sulit untuk mengukur sejauh mana
keberhasilan dakwah (target madu, dsb).





Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
345







Kesimpulan
Secara umum, profil dan peran pelaku dakwah (Alkhairaat, NU,
DDI, dan Muhammadiyah) dalam kehidupan masyarakat Palu,
Sulawesi Tengah, cukup variatif. Alkhairaat, NU, dan DDI relatif
serupa, karena sama-sama Ahlussunnah wal Jamaah meski
Alkhairaat lebih Syafii saja. Muhammadiyah ada di sisi yang lain,
sebagai gerakan tajdid. Peran para ormas telah cukup optimal, baik
melalui dakwah billisan (konvensional) maupun bilqolam dan bilhal
(pendidikan, rumah sakit, swalayan, dsb). Dari segi cakupan dan
pengaruhnya, Alkhairaat tampak lebih mendominasi.
Diantara potensi konflik dalam kegiatan dakwah di Kota Palu
adalah: (1) Meski tidak lagi kuat, potensi ketidak rukunan dari
masalah khilafiyah tersisa masih ada, misalnya dalam penentuan 1
Syawal yang masih belum sama. (2) Kesenjangan distribusi dan
akomodasi kebijakan politik keagamaan dapat berkembang pada
kecemburuan sosial yang dapat memicu konflik. (3) Kehadiran dan
gerak berkembang aliran-aliran keagamaan kecil dari arus
keagamaan besar, dalam tahap tertentu dapat menimbulkan
yang secara corak keagamaan lebih dekat atau bersamaan dengan
Muhammadiyah, bahkan sebagian aktornya merupakan orang-
orang Muhammadiyah. Terdapat pula kelompok keagamaan yang
coraknya berbeda dengan dua pihak utama bahkan cenderung
mendapat resistansi dari para pihak, yakni LDII dan Ahmadiyah.
Meski eksistensinya tidak terlalu menonjol, namun dua gerakan
keagamaan ini (serta gerakan lainnya, seperti Jamaah Tabligh,
Hizbuttahrir, dan FPI) tetap ada dan berkembang di Kota Palu.
Profil dan peran dakwah ormas atau gerakan keagamaan
terjadi dalam ladang dakwah yang sama, Kota Palu. Hubungan
interaktif antar ormas atau gerakan keagamaan berlangsung intens
dan bersifat resiprokal.
Gambaran skema di atas lebih didasarkan pada profil
ormas/gerakannya, sedangkan jika dipandang dari segi peran
dakwahnya, mempertimbangkan cakupan dan kuantitas objeknya,
maka Alkhairaat tampak lebih mendominasi jagat dakwah Islam di
Kota Palu. Sejumlah sekolah, majelis taklim, dan berbagai fasilitas
dakwah Alkhairaat kiranya mengonfirmasi hal ini.
Secara umum, dalam hal pengadministrasian (managing)
dan pentahapan dakwah masih kurang, tidak ada pendataan atau
penertiban administrasi keanggotaan misalnya, terlalu longgar,
sehingga dalam kadar tertentu sulit untuk mengukur sejauh mana
keberhasilan dakwah (target madu, dsb).





Akmal Salim Ruhana
346
ketidak rukunan. (4) Efek dinamika politik praktis lokal dapat
memecah belah umat.
Sedangkan potensi integrasi dalam kegiatan dakwah di Kota
Palu adalah: (1) Peningkatan tingkat pendidikan dan saling
pemahaman terhadap yang lain dapat mengurangi berbagai
ikhtilaf dalam dan antar ormas. (2) Crosscutting/cross-participants di
dunia pendidikan menyebabkan terjadinya saling mempelajari dan
memahami pihak lain. (3) Konflik Poso menjadi ibroh untuk saling
menghindari konflik. (4) Adanya forum-forum seperti MUI yang
menaungi semua serta FKUB dan forum sosial lainnya dapat
mengeratkan hubungan antar person dalam ormas-ormas.
Diantara upaya para pelaku dakwah dalam pemeliharaan keru-
kunan umat beragama, antara lain: (1) Tidak mempertegas
perbedaan, melainkan mencari kesamaan-kesamaannya. (2) Saling
memahami dan menjaga keadaan agar tak berujung konflik. (3)
Kegiatan bersama dalam isu-isu agama atau non-keagamaan.

Rekomendasi
Dari pembahasan di atas, dapat disampaikan beberapa
rekomendasi sebagai berikut: (1) Dakwah hendaknya senantiasa
diarahkan pada upaya peningkatan keimanan dan ketaqwaan umat,
bukan diutamakan pada rekrutmen keanggotaan ormas/gerakan
keagamaan. (2) Dakwah keagamaan hendaknya memperhatikan
etika dan tetap menjaga perasaan (emosi keagamaan) masyarakat.
(3) Kebijakan keagamaan hendaknya dijaga keseimbangannya
sehingga dapat memuaskan rasa keadilan pihak-pihak. (4) Majelis
Ulama Indonesia hendaknya dapat lebih mengkoordinasikan proses
dakwah yang dilakukan banyak unsur (ormas, gerakan islam, dll.),
bahkan hingga membuat peta dakwah yang terintegrasi dengan
program-program ormas.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
347
SKB No. 1/1979 penting untuk mulai ditinjau dan disesuaikan
dengan perkembangan, karena proses penyiaran agama telah
mendapat tantangan, baik karena hubungan internal, eksternal,
maupun perkembangan teknologi informasi.










ketidak rukunan. (4) Efek dinamika politik praktis lokal dapat
memecah belah umat.
Sedangkan potensi integrasi dalam kegiatan dakwah di Kota
Palu adalah: (1) Peningkatan tingkat pendidikan dan saling
pemahaman terhadap yang lain dapat mengurangi berbagai
ikhtilaf dalam dan antar ormas. (2) Crosscutting/cross-participants di
dunia pendidikan menyebabkan terjadinya saling mempelajari dan
memahami pihak lain. (3) Konflik Poso menjadi ibroh untuk saling
menghindari konflik. (4) Adanya forum-forum seperti MUI yang
menaungi semua serta FKUB dan forum sosial lainnya dapat
mengeratkan hubungan antar person dalam ormas-ormas.
Diantara upaya para pelaku dakwah dalam pemeliharaan keru-
kunan umat beragama, antara lain: (1) Tidak mempertegas
perbedaan, melainkan mencari kesamaan-kesamaannya. (2) Saling
memahami dan menjaga keadaan agar tak berujung konflik. (3)
Kegiatan bersama dalam isu-isu agama atau non-keagamaan.

Rekomendasi
Dari pembahasan di atas, dapat disampaikan beberapa
rekomendasi sebagai berikut: (1) Dakwah hendaknya senantiasa
diarahkan pada upaya peningkatan keimanan dan ketaqwaan umat,
bukan diutamakan pada rekrutmen keanggotaan ormas/gerakan
keagamaan. (2) Dakwah keagamaan hendaknya memperhatikan
etika dan tetap menjaga perasaan (emosi keagamaan) masyarakat.
(3) Kebijakan keagamaan hendaknya dijaga keseimbangannya
sehingga dapat memuaskan rasa keadilan pihak-pihak. (4) Majelis
Ulama Indonesia hendaknya dapat lebih mengkoordinasikan proses
dakwah yang dilakukan banyak unsur (ormas, gerakan islam, dll.),
bahkan hingga membuat peta dakwah yang terintegrasi dengan
program-program ormas.
Akmal Salim Ruhana
348

Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ...
349



DAFTAH PtSTAHA


Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Program Umum, dan
Taushiyah (Rekomendasi) Darud Dawah wal Irsyad (DDI),
Hasil Muktamar XX Darud Dawah wal Irsyad, Makassar 23-
25 Februari 2009.
Anshoriy, Nashruddin, Ch., Anregurutta Ambo Dalle Mahaguru dari
Bumi Bugis, Yogyakarta: Penerbit Tiara wacana, 2009.
Bachmid, Achmad, Sang Bintang dari Timur: Sayyid Idrus Aljufri,
Sosok Ulama dan Sastrawan, Jakarta: Studia Press, 2007.
Bimas Islam Dalam Angka 2009, Jakarta: Departemen Agama, 2009.
Lampiran hlm. 103-105.
El Fadl, Khaled Abou, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, Jakarta:
Serambi, 2006
Hasil Keputusan Rapat Kerja Nasional Alkhairaat 2009, Palu: PB
Alkhairaat, 2009.
Hasil Ketetapan Muktamar Besar Al-Khairaat IX Tahun 2008, Palu:
Pengurus Besar Alkhairaat, 2008.
Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.

Akmal Salim Ruhana
350
Khalimi, Dr., MA, Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik,
Jakarta: Gaung Persada Press, 2010.
Laporan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Palu Periode 2005-
2010, Musyda VII Muhammadiyah Kota Palu, 9-10 April 2011,
Palu: Pimpinan Daerah Muhammadiyah, 2011.
Perguruan Alkhairaat Dari Masa ke Masa, Palu: PB Alkhairaat, 1991.
Rubin, Barry (Ed.), Guide to Islamist Movement Volume I, New York:
ME. Sharpe, 2010.
Versney, Asuthosh, Ethnic Conflict and Civic Life: Hindus and Muslims
in India, London: Yale University, 2002.
Wahid, Abdurrahman, KH, (Ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan
Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: Gerakan Bhinneka
Tunggal Ika, The Wahid Institute dan Maarif Institute, 2009.
Wiktorowicz, Quintan, Islamic Activism: A Social Movement Theory
Approach, USA: Indiana University Press, 2004.

Anda mungkin juga menyukai