0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
261 tayangan72 halaman
Buku ini membahas gerakan dakwah Islam di Indonesia dalam perspektif kerukunan umat beragama. Buku ini mengungkapkan realitas pelaksanaan dakwah di masyarakat yang beragam dan berbeda daerah. Melalui penelitian, buku ini menjawab tiga pertanyaan yaitu karakter dakwah organisasi Islam di masyarakat pluralis, potensi konflik dan faktor integrasi dalam kegiatan dakwah, serta relasi antara pelaku dak
Buku ini membahas gerakan dakwah Islam di Indonesia dalam perspektif kerukunan umat beragama. Buku ini mengungkapkan realitas pelaksanaan dakwah di masyarakat yang beragam dan berbeda daerah. Melalui penelitian, buku ini menjawab tiga pertanyaan yaitu karakter dakwah organisasi Islam di masyarakat pluralis, potensi konflik dan faktor integrasi dalam kegiatan dakwah, serta relasi antara pelaku dak
Buku ini membahas gerakan dakwah Islam di Indonesia dalam perspektif kerukunan umat beragama. Buku ini mengungkapkan realitas pelaksanaan dakwah di masyarakat yang beragam dan berbeda daerah. Melalui penelitian, buku ini menjawab tiga pertanyaan yaitu karakter dakwah organisasi Islam di masyarakat pluralis, potensi konflik dan faktor integrasi dalam kegiatan dakwah, serta relasi antara pelaku dak
GERAKAN DAKWAH ISLAM Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan Jakarta 2012 Editor : M. Yusuf Asry Buku Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama di Indonesia ini diterbitkan untuk memperkaya wawasan mengenai persoalan-persoalan dakwah dalam konteks kerukunan umat beragama pada berbagai daerah di Indonesia. Sebagai sebuah hasil penelitian, isi buku ini mengungkapkan realitas pelaksanaan dakwah di masyarakat, yang berbeda daerah dengan instrumen yang sama. Pelaku dakwah di sini ialah organisasi kemasyarakatan Islam dan kelompok gerakan dakwah Islam. Melalui penelitian ini berupaya menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu: (1) Bagaimana karekter dakwah ormas dan kelompok gerakan dakwah Islam pada masyarakat yang pluralis? (2) Apa saja potensi konfik dan faktor integrasi yang dominan dalam kegiatan dakwah? (3) Bagaimana relasi pelaku dakwah ormas dan kelompok gerakan dakwah Islam dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama? Secara umum misi dakwah adalah membumikan Islam rahmatan lilalamin, dan membela agama serta mewujudkan kerukunan, baik intern maupun antarumat beragama. Namun di sana-sini masih nampak potensi konfik antarormas dan kelompok gerakan dakwah atau harakah Islam, sekalipun diakui secara umum masalah khilafyah sudah kurang pupuler untuk dipermasalahkan pada dekade terakhir ini. Umat Islam dalam berdakwah dituntut mengaplikasikan teknologi informasi, untuk dapat mengemas pesan- pesan keagamaan yang makin efektif dengan jaungkauan yang luas. Jika menggunakan teknologi informasi, maka aktivitas dakwah akan makin dapat ditingkatkan. G e r a k a n
D a k w a h
I s l a m d a l a m
P e r s p e k t i f
K e r u k u n a n
U m a t
B e r a g a m a dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama GERAKAN DAKWAH ISLAM Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan Jakarta 2012 Editor : M. Yusuf Asry ISBN 978-602-8739-08-5 Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ... i GERAKAN DAKWAH ISLAM dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama Editor : M. Yusuf Asry Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan Jakarta 2012 Kata Pengantar ii
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) gerakan dakwah islam dalam perspektif kerukunan umat beragama/Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Ed. I. Cet. 1. ---- Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012 xxvi + 350 hlm; 14,8 x 21 cm ISBN 978-602-8739-08-5 Hak Cipta pada Penerbit .................................................................................................................................................................... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy, tanpa seizin sah dari penerbit .................................................................................................................................................................... Cetakan Pertama, Oktober 2012 .................................................................................................................................................................... GERAKAN DAKWAH ISLAM DALAM PERSPEKTIF KERUKUNAN UMAT BERAGAMA .................................................................................................................................................................... Editor : M. Yusuf Asry Tata Letak : Sugeng Design Cover Firdaus .................................................................................................................................................................... Foto Ilustrasi Cover : Siluet orang-orangan kertas di atas bola dunia Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. MH. Thamrin No. 6 Jakarta Telp/Fax. (021) 3920425, 3920421 puslitbang1@kemenag.go.id Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ... xi
Prolog DAKWAH, AKTIVITAS DISKURSIF DAN TANTANGAN GLOBALISASI Noorhaidi Hasan (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Muslim kontemporer hidup dalam situasi yang semakin kompleks akibat perubahan sosial yang sangat cepat pada era globalisasi. Masalah-masalah baru muncul setiap saat, mempersulit upaya mereka mengkontekstualisasi agama dengan kehidupan sehari-hari (everyday life). Menariknya, menghadapi tantangan-tantangan perubahan global, semakin banyak Muslim berupaya menyatakan identitas keagamaan mereka secara terbuka di ruang publik. Simbol-simbol Islam hadir semakin mencolok. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, Islam malah mempertunjukkan vitalitasnya sebagai sistem simbolik dan kolektif identitas yang mempengaruhi gerak sosial dan politik Muslim di seluruh dunia. Sejalan dengan kesadaran dan hasrat mereka yang semakin meningkat untuk mempertunjukkan kedirian agama (religious self) mereka di ruang publik, Islam
Prolog xii bergerak ke tengah mewarnai transaksi politik, kegiatan ekonomi, dan hubungan sosial-budaya. Sebagaimana kita saksikan di Indonesia, negara Muslim yang paling banyak penduduknya di dunia, pengaruh Islam yang semakin meningkat di ruang publik terjadi bersamaan dengan pertumbuhan institusi dan gaya hidup baru Islami. Masjid megah dengan gaya arsitektur baru bercorak Timur Tengah bermunculan, penuh jamaah menghadiri ibadah sehari- hari maupun acara pengajian dan zikir bersama. Semakin banyak orang pergi melakukan ibadah haji dan umrah ke Mekah, sebagian mereka menggunakan paket perjalanan mahal yang menawarkan pelayanan berbintang. Jilbab dan baju koko muncul menjadi trend berpakaian masa kini. Produk dandanan dan perawatan kulit istimewa dengan label halal secara luas diiklankan dan dijual baik di pasar tradisional maupun counter khusus toko serba-ada yang menjual barang-barang mewah. Melengkapi keberadaan qasyidah, nasyid yang memakai aliran musik beraneka dari pop sampai reggae berkembang semakin populer dan kerap berhasil menapaki tangga atas industri musik nasional. Bersamaan dengan berkembangnya budaya pop Islami, majalah, buletin, pamflet, buku, dan novel yang mengangkat tema-tema Islami terus bermunculan meraih oplah yang mengesankan. Saluran radio dan televisi bersaing menyiarkan sinetron bermuatan agama. Dakwah melalui dunia maya menjamur menawarkan pesan agama lewat layanan SMS dan jaringan internet. 1
Bank-bank syariah dan asuransi syariah (takaful) terus tumbuh mengimbangi persemaian Bank Perkreditan Rakyat Syariah dan Bait al-Mal wa al-Tamwil, lembaga keuangan berskala mikro yang tumbuh menjamur sampai pelosok kecamatan dan desa. 2
Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ... xiii Budaya pop Islami sarat dengan simbol-simbol yang bukan hanya telah berkembang menjadi identitas penting seorang Muslim, tetapi sekaligus status sosial dan mobilitas ekonomi. Hal ini malah lambat laun berubah menjadi lambang elitisme, yang terkait dengan kesuksesan seseorang. Simbol-simbol itu memungkinkan orang dari latar belakang sosial yang berbeda membangun jejaring sosial virtual maupun nyata yang bisa diupayakan menjadi modal sosial (social capital) untuk peningkatan produktivitas kolektif. Lewat jaringan ini, Islam diinterpretasikan dan diberikan makna baru seiring semangat perubahan zaman. Jaringan ini, pada gilirannya, menyediakan jalur mobilitas sosial dan ekonomi maupun pasar untuk produk komersial. 3
Landskap dunia Islam tampaknya tengah mengalami transformasi menuju terciptanya ruang publik baru yang disebut ruang publik Islam (Islamic public space). Dalam ruang publik yang baru ini kontras antara agama dan modernitas menjadi semakin tidak relevan karena globalisasi mendorong terciptanya budaya global homogen yang mensinkronkan selera, konsumsi dan gaya hidup masyarakat global. Globalisasi sekaligus memperdalam penetrasi nilai-nilai modern seperti demokrasi, toleransi, dan hak- hak asasi manusia. Proses ini melahirkan apa yang disebut Islam publik (public Islam), ekspresi, simbol dan pernyataan keagamaan yang ramah terhadap nilai-nilai modern dan globalisasi. 4
Konsep Islam publik tidak bisa dipisahkan dari perdebatan seputar agama publik (public religion) yang dicetuskan Jose Casanova. Membantah tesis-tesis sekularisasi, sosiolog Amerika ini berpandangan bahwa agama pada era globalisasi mengalami proses repolitisisasi dan sekaligus deprivatisasi, ketika ia masuk ke dalam gelanggang kontestasi politik dan menolak untuk disekat dalam ruang privat. 5 Namun karena globalisasi berkembang bergerak ke tengah mewarnai transaksi politik, kegiatan ekonomi, dan hubungan sosial-budaya. Sebagaimana kita saksikan di Indonesia, negara Muslim yang paling banyak penduduknya di dunia, pengaruh Islam yang semakin meningkat di ruang publik terjadi bersamaan dengan pertumbuhan institusi dan gaya hidup baru Islami. Masjid megah dengan gaya arsitektur baru bercorak Timur Tengah bermunculan, penuh jamaah menghadiri ibadah sehari- hari maupun acara pengajian dan zikir bersama. Semakin banyak orang pergi melakukan ibadah haji dan umrah ke Mekah, sebagian mereka menggunakan paket perjalanan mahal yang menawarkan pelayanan berbintang. Jilbab dan baju koko muncul menjadi trend berpakaian masa kini. Produk dandanan dan perawatan kulit istimewa dengan label halal secara luas diiklankan dan dijual baik di pasar tradisional maupun counter khusus toko serba-ada yang menjual barang-barang mewah. Melengkapi keberadaan qasyidah, nasyid yang memakai aliran musik beraneka dari pop sampai reggae berkembang semakin populer dan kerap berhasil menapaki tangga atas industri musik nasional. Bersamaan dengan berkembangnya budaya pop Islami, majalah, buletin, pamflet, buku, dan novel yang mengangkat tema-tema Islami terus bermunculan meraih oplah yang mengesankan. Saluran radio dan televisi bersaing menyiarkan sinetron bermuatan agama. Dakwah melalui dunia maya menjamur menawarkan pesan agama lewat layanan SMS dan jaringan internet. 1
Bank-bank syariah dan asuransi syariah (takaful) terus tumbuh mengimbangi persemaian Bank Perkreditan Rakyat Syariah dan Bait al-Mal wa al-Tamwil, lembaga keuangan berskala mikro yang tumbuh menjamur sampai pelosok kecamatan dan desa. 2
Prolog xiv seiring meluasnya pendidikan dan komunikasi massal, agama yang masuk ke ruang publik zaman ini terpaksa menerima prinsip rasionalitas komunikatif. 6 Pendidikan dan komunikasi massal memfasilitasi tumbuhnya kemandirian dan kesadaran di kalangan Muslim tentang perlunya merekonstruksi pemikiran dan tindakan keagamaan mereka, serta membuat format baru ruang publik yang diskursif, performatif, dan partisipatif. 7 Seturut perkembangan prinsip volunterisme modern yang mempengaruhi rasionalitas publik, pengertian tentang kesalehan bergeser ke arah yang menekankan keislaman personal (personalized Muslimhood). 8
Apakah trend perkembangan global semacam ini berpengaruh terhadap format dan arah dakwah ormas-ormas maupun gerakan Islam di Indonesia masa kini? Pertanyaan ini penting diajukan karena Indonesia merupakan contoh negara di mana pertarungan memperebutkan pusat medan wacana (centre of the discursive field) berlangsung sangat intens. Berbagai macam ormas dan gerakan keagamaan dari yang bercorak radikal, militan, moderat, progresif sampai liberal berupaya mengekspresikan identitas dan kepentingan masing-masing melalui aktivitas diskursif yang dinamis. Simbol-simbol dimunculkan, diberikan makna dan diinterpretasikan. Ketegangan dan negosiasi berlangsung mewarnai pertarungan wacana ini. Dakwah merupakan aktivitas diskursif yang berpusat pada produksi, penyemaian, otorisasi dan appropriasi pengetahuan keislaman. Berdasar teori Talal Asad tentang Islam sebagai tradisi diskursif, persepsi Muslim tentang bagaimana pengetahuan keislaman itu diterjemahkan ke dalam perkataan, prilaku, tindakan dan perbuatan selalu dikontekstualisasi dan sekaligus diperebutkan (contested). 9 Persepsi-persepsi ini sangat sentral dalam kaitan dengan pandangan-pandangan dan debat-debat tentang interaksi Muslim dengan dunia sosial di sekitarnya. Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ... xv Sekalipun tidak ada standard tunggal yang universal tentang definisi, lingkup dan cakupan pengetahuan keislaman, memahami dakwah merupakan hal krusial sebagai prasyarat dalam mengerti apa makna menjadi seorang Muslim dan bagaimana kedirian Muslim modern terbentuk dalam konteks yang terus berubah. Dakwah sebagai sarana produksi pengetahuan yang berlangsung secara diskursif dipercaya mempunyai fungsi penting dalam membentuk watak dan prilaku Muslim, seperti terefleksi dalam cara mereka berpikir, bersikap dan bertindak sehari-hari. Melalui aktivitas keagamaan yang melibatkan pendakwah, ulama dan otoritas keagamaan lainnya, dakwah berlangsung dinamis tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga mendorong lahirnya individu yang berkepribadian istimewa (tahdhib). 10
Buku yang ada di hadapan pembaca ini sangat relevan dibaca untuk mengetahui bagaimana dinamika dakwah ormas- ormas dan gerakan keagamaan di Indonesia berlangsung di tengah menguatnya pengaruh radikalisme yang mengancam kerukunan intern ataupun ekstern umat beragama. Beragam ormas dan gerakan keagamaan dari berbagai spektrum disorot, dibandingkan dan ditelaah menyangkut bagaimana cara mereka menghadirkan dakwah dan pengaruhnya terhadap kerukunan umat beragama. Ormas dan gerakan keagamaan yang tersebar di berbagai kota provinsi di Indonesia itu meliputi Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Mathlaul Anwar, Persatuan Umat Islam (PUI), Front Anti Pemurtadan, Nahdlatul Wathan, Gerakan Salafi, Majelis Tafsir Al Quran, Al-Khairaat, dan Dar ud Dawah Wal Irsyad. Mereka menghadirkan corak dakwah yang beraneka melalui ibadah, pengajian, zikir bersama, pendidikan, sosial, karitas, dan aktivitas kemanusiaan lainnya. Mereka juga mengembangkan aktivitas filantropik melalui zakat, sadaqah dan amal jariyah. Dakwah ormas dan gerakan-gerakan keagamaan ini seiring meluasnya pendidikan dan komunikasi massal, agama yang masuk ke ruang publik zaman ini terpaksa menerima prinsip rasionalitas komunikatif. 6 Pendidikan dan komunikasi massal memfasilitasi tumbuhnya kemandirian dan kesadaran di kalangan Muslim tentang perlunya merekonstruksi pemikiran dan tindakan keagamaan mereka, serta membuat format baru ruang publik yang diskursif, performatif, dan partisipatif. 7 Seturut perkembangan prinsip volunterisme modern yang mempengaruhi rasionalitas publik, pengertian tentang kesalehan bergeser ke arah yang menekankan keislaman personal (personalized Muslimhood). 8
Apakah trend perkembangan global semacam ini berpengaruh terhadap format dan arah dakwah ormas-ormas maupun gerakan Islam di Indonesia masa kini? Pertanyaan ini penting diajukan karena Indonesia merupakan contoh negara di mana pertarungan memperebutkan pusat medan wacana (centre of the discursive field) berlangsung sangat intens. Berbagai macam ormas dan gerakan keagamaan dari yang bercorak radikal, militan, moderat, progresif sampai liberal berupaya mengekspresikan identitas dan kepentingan masing-masing melalui aktivitas diskursif yang dinamis. Simbol-simbol dimunculkan, diberikan makna dan diinterpretasikan. Ketegangan dan negosiasi berlangsung mewarnai pertarungan wacana ini. Dakwah merupakan aktivitas diskursif yang berpusat pada produksi, penyemaian, otorisasi dan appropriasi pengetahuan keislaman. Berdasar teori Talal Asad tentang Islam sebagai tradisi diskursif, persepsi Muslim tentang bagaimana pengetahuan keislaman itu diterjemahkan ke dalam perkataan, prilaku, tindakan dan perbuatan selalu dikontekstualisasi dan sekaligus diperebutkan (contested). 9 Persepsi-persepsi ini sangat sentral dalam kaitan dengan pandangan-pandangan dan debat-debat tentang interaksi Muslim dengan dunia sosial di sekitarnya. Prolog xvi ternyata di satu sisi berpotensi meningkatkan kerukunan, tetapi juga di sisi lain menimbulkan konflik di masyarakat. Dinamisasi dakwah dan pemaknaannya yang dibingkai dalam kerangka multikulturalisme rupanya dapat berfungsi sebagai faktor integrasi di dalam masyarakat yang pluralistik. Multikulturalisme pada hakikatnya merupakan mekanisme kerjasama dan reciprocity (timbal-balik) dengan mana setiap individu dan komponen masyarakat sanggup memberikan tempat, menenggang perbedaan dan bahkan membantu individu dan komponen lainnya yang ada di dalam masyarakat tersebut. Nilai-nilai toleransi, keterbukaan, inklusivitas, kerjasama dan perhormatan terhadap hak-hak asasi manusia merupakan prinsip dasar multikulturalisme. Terkait dengan kerangka kewarganegaraan (framework of citizenship), multikulturalisme muncul sebagain mekanisme yang terpenting bagi pendidikan demokrasi dan perlindungan hak-hak minoritas. Ia mencegah adanya individu atau kelompok masyarakat yang merasa diri paling benar, dan dengan mengatasnamakan kebenaran, mengembangkan prilaku eksklusif yang mengabaikan hak-hak orang lain. 11
Sebaliknya, dakwah yang dikembangkan dalam bingkai eksklusivitas akan cenderung berperan menyemai bibit permusuhan dan keretakan antar umat beragama. Eksklusivitas berkembang di dalam mekanisme ingroup love-outgroup hate dan jalin menjalin dengan persepsi dan pemahaman pengikut- pengikut ormas atau gerakan keagamaan tertentu yang eksklusif dengan lingkungan sosial yang kompleks dan berada di luar diri mereka. Melalui kategorisasi sosial (social categorization) individu- individu dan kelompok (yang tergabung di dalam gerakan eksklusif) membagi dunia sosial ke dalam 2 kategori yang kontras. Kemudian, mereka membangun apa yang disebut ingroup- Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ... xvii positivity, dengan mengidealkan diri dan kelompok mereka. Pada tahap selanjutnya, mereka membangun intergroup comparison dengan membandingkan betapa beruntungnya diri mereka dengan orang-orang yang bukan bagian dari kelompok mereka. Dengan cara itu kemudian mereka membangun outgroup hostility, kebencian terhadap orang-orang yang hidup di luar batas-batas kelompok mereka. 12
Dengan lingkup bahasan maupun jangkauan obyek yang sangat beragam, kehadiran buku ini menjadi penting untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang perkembangan dakwah ormas dan gerakan-gerakan keagamaan masa kini di Indonesia. Buku ini juga sangat berguna sebagai referensi awal menelusuri trend-trend baru dakwah ormas-ormas dan gerakan keagamaan di Indonesia dan jaringan maknanya yang terus berubah berhadapan dengan globalisasi.
Catatan
1 Greg Fealy Consuming Islam: Commodified Religion and Aspirational Pietism in Contemporary Indonesia, dalam Greg Fealy and Sally White, eds., Expressing Islam, Religious Life and Politics in Indonesia (Singapore: ISEAS, 2008), hlm. 15-39. 2 Minako Sakai, Community Development through Islamic Microfinance: Serving the Financial Needs of the Poor in a Viable Way, dalam Greg Fealy dan Sally White, eds., Expressing Islam, Religious Life and Politics in Indonesia (Singapore: ISEAS, 2008), hlm. 267- 285. 3 Noorhaidi Hasan, The Making of Public Islam: Piety, Agency and Commodification on the Landscape of the Indonesian Public Sphere. Contemporary Islam 3, 3 (2009): 229-250. 4 Armando Salvatore dan Dale Eickelman, Public Islam and the Common Good, dalam Armando Salvatore and Dale F. Eickleman (eds.), Public Islam and the Common Good (Leiden, Boston: Brill, 2004), hlm. xi-xxv. 5 Jose Casanova, Public Religions in the Modern World (Chicago: University of Chicago Press, 1994), hlm. 23-27. ternyata di satu sisi berpotensi meningkatkan kerukunan, tetapi juga di sisi lain menimbulkan konflik di masyarakat. Dinamisasi dakwah dan pemaknaannya yang dibingkai dalam kerangka multikulturalisme rupanya dapat berfungsi sebagai faktor integrasi di dalam masyarakat yang pluralistik. Multikulturalisme pada hakikatnya merupakan mekanisme kerjasama dan reciprocity (timbal-balik) dengan mana setiap individu dan komponen masyarakat sanggup memberikan tempat, menenggang perbedaan dan bahkan membantu individu dan komponen lainnya yang ada di dalam masyarakat tersebut. Nilai-nilai toleransi, keterbukaan, inklusivitas, kerjasama dan perhormatan terhadap hak-hak asasi manusia merupakan prinsip dasar multikulturalisme. Terkait dengan kerangka kewarganegaraan (framework of citizenship), multikulturalisme muncul sebagain mekanisme yang terpenting bagi pendidikan demokrasi dan perlindungan hak-hak minoritas. Ia mencegah adanya individu atau kelompok masyarakat yang merasa diri paling benar, dan dengan mengatasnamakan kebenaran, mengembangkan prilaku eksklusif yang mengabaikan hak-hak orang lain. 11
Sebaliknya, dakwah yang dikembangkan dalam bingkai eksklusivitas akan cenderung berperan menyemai bibit permusuhan dan keretakan antar umat beragama. Eksklusivitas berkembang di dalam mekanisme ingroup love-outgroup hate dan jalin menjalin dengan persepsi dan pemahaman pengikut- pengikut ormas atau gerakan keagamaan tertentu yang eksklusif dengan lingkungan sosial yang kompleks dan berada di luar diri mereka. Melalui kategorisasi sosial (social categorization) individu- individu dan kelompok (yang tergabung di dalam gerakan eksklusif) membagi dunia sosial ke dalam 2 kategori yang kontras. Kemudian, mereka membangun apa yang disebut ingroup- Catatan Editor xviii
6 Ibid., hlm. 228-229. 7 Armando Salvatore, The Genesis and Evolution of Islamic Publicness under Global Constraints, Journal of Arabic, Islamic and Middle Eastern Studies 3, 1(1996): 51-70 dan Dale Eickelman, Islam and the Language of Modernity, Daedalus 129 (2000): 119-135. 8 Jenny B. White, (2005). The End of Islamism? Turkeys Muslimhood Model, dalam Robert W. Hefner (ed.). Remaking Muslim Politics. Princeton: Princeton University Press, pp. 87-111; Nilufer Gole, Islamic Visibilities and Public Sphere, dalam Nilufer Gle dan Ludwig Ammann (Eds.), Islam in Public Turkey, Iran, and Europe (Istanbul: Istanbul Bilgi University Press, 2006), hlm. 3-43; lihat juga Asef Bayat, Making Islam Democratic, Social Movements and the Post-Islamist Turn (Stanford, CA: Stanford University Press, 2007). 9 Talal Asad, The idea of an Anthropology of Islam. Occasional paper Center for Contemporary Arab Studies (Washington DC: Georgetown University, 1986). 10 Patrick D Gaffney. The Prophets Pulpit: Islamic Preaching in Contemporary Egypt. Berkeley: University of California Press, 1994), hlm. 8-11 dan Muhammad Qasim Zaman, The Ulama in Contemporary Islam: Custodians of Change (Princeton and Oxford: Princeton University Press, 2002), hlm. 23-28. 11 Lebih jauh tentang multikulturalisme dan kewarganegaraan, periksa Will Kymlicka, Multicultural Citizenship. A Liberal Theory of Minority Rights (Oxford: Oxford University Press, 1995). 12 Lihat Richard D. Ashmore, Lee Jussim, David Wilder, dan Jessica Heppen, Toward a Social Identity Framework for Intergroup Conflict, dalam Richard D. Ashmore, Lee Jussim, David Wilder, dan Jessica Heppen (eds.), Social Identity, Intergroup Conflict dan Conflict Reduction, vol 3 (Oxford: Oxford University Press, 2000), hlm. 189-225.
Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ... xix
6 Ibid., hlm. 228-229. 7 Armando Salvatore, The Genesis and Evolution of Islamic Publicness under Global Constraints, Journal of Arabic, Islamic and Middle Eastern Studies 3, 1(1996): 51-70 dan Dale Eickelman, Islam and the Language of Modernity, Daedalus 129 (2000): 119-135. 8 Jenny B. White, (2005). The End of Islamism? Turkeys Muslimhood Model, dalam Robert W. Hefner (ed.). Remaking Muslim Politics. Princeton: Princeton University Press, pp. 87-111; Nilufer Gole, Islamic Visibilities and Public Sphere, dalam Nilufer Gle dan Ludwig Ammann (Eds.), Islam in Public Turkey, Iran, and Europe (Istanbul: Istanbul Bilgi University Press, 2006), hlm. 3-43; lihat juga Asef Bayat, Making Islam Democratic, Social Movements and the Post-Islamist Turn (Stanford, CA: Stanford University Press, 2007). 9 Talal Asad, The idea of an Anthropology of Islam. Occasional paper Center for Contemporary Arab Studies (Washington DC: Georgetown University, 1986). 10 Patrick D Gaffney. The Prophets Pulpit: Islamic Preaching in Contemporary Egypt. Berkeley: University of California Press, 1994), hlm. 8-11 dan Muhammad Qasim Zaman, The Ulama in Contemporary Islam: Custodians of Change (Princeton and Oxford: Princeton University Press, 2002), hlm. 23-28. 11 Lebih jauh tentang multikulturalisme dan kewarganegaraan, periksa Will Kymlicka, Multicultural Citizenship. A Liberal Theory of Minority Rights (Oxford: Oxford University Press, 1995). 12 Lihat Richard D. Ashmore, Lee Jussim, David Wilder, dan Jessica Heppen, Toward a Social Identity Framework for Intergroup Conflict, dalam Richard D. Ashmore, Lee Jussim, David Wilder, dan Jessica Heppen (eds.), Social Identity, Intergroup Conflict dan Conflict Reduction, vol 3 (Oxford: Oxford University Press, 2000), hlm. 189-225.
CATATAN EDITOR
Buku Gerakan Dakwah Islam dalam Perspektif Kerukunan Umat Beragama di Indonesia ini diterbitkan untuk memperkaya wawasan mengenai persoalan-persoalan dakwah dalam konteks kerukunan umat beragama pada berbagai daerah di Indonesia. Sebagai sebuah hasil penelitian, isi buku ini mengungkapkan realitas pelaksanaan dakwah di masyarakat yang berbeda daerah dengan instrumen yang sama. Pelaku dakwah di sini ialah organisasi kemasyarakatan Islam dan kelompok gerakan (harakah) dakwah Islam. Isi buku memuat tulisan dari para peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan: Pertama, Dakwah Mathlaul Anwar dan Nahdlatul Ulama di Kabupaten Pandegelang, Provinsi Banten oleh Mursyid Ali dan Syuhada Abduh. Kedua, Dakwah Persatuan Islam dan Persatuan Umat Islam di Kota Bandung oleh M. Yusuf Asry, serta Kelompok Front Anti Pemurtadan di Bekasi Provinsi Jawa Barat oleh Ibnu Hasan Muchtar. Catatan Editor xx Ketiga, Dakwah Nahdlatul Wathan, Muhammadiyah dan Gerakan Salafi di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat oleh Bashori A, Hakim dan Muh. Khafidz. Keempat, Dakwah Kelompok Majelis Tafsir Al Quran, Jamura dan Muhammadiyah di Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah oleh Muh. Shulton dan Titik Suwaryati. Kelima, Dakwah Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Persatuan Islam di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Keenam, Dakwah Al Khairat, Darud Dakwah wal Irsyad dan Muhammadiyah di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah oleh Akmal Salim Ruhama. Melalui penelitian ini berupaya menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu: (1) Bagaimana karakter dakwah ormas dan kelompok gerakan dakwah Islam pada masyarakat yang pluralis? (2) Apa saja potensi konflik dan faktor integrasi yang dominan dalam kegiatan dakwah? (3) Bagaimana relasi pelaku dakwah ormas dan kelompok gerakan dakwah Islam dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama? Secara umum misi dakwah adalah membumikan Islam rahmatan lilalamin, dan membela agama serta mewujudkan kerukunan, baik intern maupun antarumat beragama. Namun di sana-sini masih nampak potensi konflik antarormas dan kelompok gerakan dakwah atau harakah Islam, maka sekalipun diakui secara umum masalah khilafiyah yang pada masa lalu merupakan ikon konflik internal umat Islam pada dekade terakhir ini sudah kurang pupuler untuk dipermasalahkan. Saat ini dan kedepan dalam berdakwah dituntut mengaplikasikan teknologi informasi dan komunikasi dakwah, untuk dapat mengemas pesan-pesan keagamaan yang makin Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ... xxi efektif dengan jaungkauan yang luas. Jika menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, maka aktivitas dakwah akan dapat ditingkatkan dan makin dirasakan makna bagi peningkatan kualitas kehidupan keagamaan keagamaan dan kerukunan umat beragama. Suatu harapan dengan kahadiran buku ini akan memperkaya khazanah referensi mengenai wajah dakwah Islam di lapangan. Referensi yang berkenaan dengan karakter, potensi konflik dan faktor integrasi, relasi pemeliharaan dalam kegiatan dakwah. Apa yang ditampilkan dalam buku ini belumlah sempurna, tetapi bermanfaat untuk merencanakan dakwah yang lebih intensif dan efektif ke depan.
Jakarta, November 2012 Editor
H. M. Yusuf Asry
Ketiga, Dakwah Nahdlatul Wathan, Muhammadiyah dan Gerakan Salafi di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat oleh Bashori A, Hakim dan Muh. Khafidz. Keempat, Dakwah Kelompok Majelis Tafsir Al Quran, Jamura dan Muhammadiyah di Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah oleh Muh. Shulton dan Titik Suwaryati. Kelima, Dakwah Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Persatuan Islam di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Keenam, Dakwah Al Khairat, Darud Dakwah wal Irsyad dan Muhammadiyah di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah oleh Akmal Salim Ruhama. Melalui penelitian ini berupaya menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu: (1) Bagaimana karakter dakwah ormas dan kelompok gerakan dakwah Islam pada masyarakat yang pluralis? (2) Apa saja potensi konflik dan faktor integrasi yang dominan dalam kegiatan dakwah? (3) Bagaimana relasi pelaku dakwah ormas dan kelompok gerakan dakwah Islam dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama? Secara umum misi dakwah adalah membumikan Islam rahmatan lilalamin, dan membela agama serta mewujudkan kerukunan, baik intern maupun antarumat beragama. Namun di sana-sini masih nampak potensi konflik antarormas dan kelompok gerakan dakwah atau harakah Islam, maka sekalipun diakui secara umum masalah khilafiyah yang pada masa lalu merupakan ikon konflik internal umat Islam pada dekade terakhir ini sudah kurang pupuler untuk dipermasalahkan. Saat ini dan kedepan dalam berdakwah dituntut mengaplikasikan teknologi informasi dan komunikasi dakwah, untuk dapat mengemas pesan-pesan keagamaan yang makin Catatan Editor xxii
Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ... xxiii
DAFTAR ISI
Halaman Kata Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan .. iii Sambutan Kepala Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI ................................................................................................... vii Prolog ........................................................................................................ xi Catatan Editor ......................................................................................... xix Daftar Isi .................................................................................................... xxiii I. DAKWAH MATHLAUL ANWAR DAN NAHDLATUL ULAMA DI KABUPATEN PANDEGELANG, PROVINSI BANTEN Oleh Mursyid Ali dan Syuhada Abduh ................................. 1 A. Profil Ormas Mathlaul Anwar ............................................ 9 B. Profil Nahdlatul Ulama ....................................................... 11 C. Aktivitas Dakwah .................................................................... 14
II. DAKWAH PERSATUAN ISLAM (PERSIS), PERSATUAN UMAT ISLAM (PUI) DI KOTA BANDUNG DAN KELOMPOK FRONT ANTI PEMURTADAN DI KOTA BEKASI JAWA BARAT Oleh M. Yusuf Asry, Ibnu Hasan Muchtar dan Haris Burhani.................................................................................. 23
Kata Pengantar xxiv A. Dakwah Persatuan Islam ................................................... 39 B. Dakwah Persatuan Umat Islam ........................................ 49 C. Dakwah Front Gerakan Anti Pemurtadan ................... 53
III. DAKWAH NAHDLATUL WATHAN, MUHAMMADIYAH DAN GERAKAN SALAFI DI KOTA MATARAM, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Oleh Bashori A, Hakim dan Muh. Khafidz .......................... 67 A. Nahdlatul Wathan (NW) ..................................................... 89 B. Muhammadiyah ................................................................... 98 C. Kelompok Salafi .................................................................... 103
IV. DAKWAH KELOMPOK MAJELIS TAFSIR AL QURAN, JAMURA DAN MUHAMMADIYAH DI KOTA SURAKARTA, PROVINSI JAWA TENGAH Oleh Muh. Shulton dan Titik Suwaryati ............................... 131 A. Jamaah Muji Rasul (Jamura) ............................................... 161 B. Majelis Tafsir Al Quran ....................................................... 165
V. DAKWAH NAHDLATUL ULAMA, MUHAMMADIAYAH DAN PERSATUAN ISLAM DI KOTA SURABAYA, PROVINSI JAWA TIMUR Oleh Haidlor Ali Ahmad, Sahri dan R. Adang Novandi ... 203 A. Profil Nahdlatul Ulama ....................................................... 231 B. Profil Muhammadiayah ..................................................... 245 C. Profil Persatuan Islam (Persis) Bangil ............................. 256 Kerukunan Umat Beragama di Berbagai Daerah: Studi tentang Gerakan Dakwah ... xxv VI. DAKWAH AL KHAIRAT, DARUD DAKWAH WAL IRSYAD DAN MUHAMMADIYAH DI KOTA PALU, PROVINSI SULAWESI TENGAH Oleh Akmal salim Ruhama ...................................................... 297 A. Al Khairat ................................................................................. 317 B. Nahdlatul Ulama .................................................................... 324 C. Darud Dakwah Wal Irsyad ................................................. 326 D. Muhammadiyah ................................................................... 328
A. Dakwah Persatuan Islam ................................................... 39 B. Dakwah Persatuan Umat Islam ........................................ 49 C. Dakwah Front Gerakan Anti Pemurtadan ................... 53
III. DAKWAH NAHDLATUL WATHAN, MUHAMMADIYAH DAN GERAKAN SALAFI DI KOTA MATARAM, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Oleh Bashori A, Hakim dan Muh. Khafidz .......................... 67 A. Nahdlatul Wathan (NW) ..................................................... 89 B. Muhammadiyah ................................................................... 98 C. Kelompok Salafi .................................................................... 103
IV. DAKWAH KELOMPOK MAJELIS TAFSIR AL QURAN, JAMURA DAN MUHAMMADIYAH DI KOTA SURAKARTA, PROVINSI JAWA TENGAH Oleh Muh. Shulton dan Titik Suwaryati ............................... 131 A. Jamaah Muji Rasul (Jamura) ............................................... 161 B. Majelis Tafsir Al Quran ....................................................... 165
V. DAKWAH NAHDLATUL ULAMA, MUHAMMADIAYAH DAN PERSATUAN ISLAM DI KOTA SURABAYA, PROVINSI JAWA TIMUR Oleh Haidlor Ali Ahmad, Sahri dan R. Adang Novandi ... 203 A. Profil Nahdlatul Ulama ....................................................... 231 B. Profil Muhammadiayah ..................................................... 245 C. Profil Persatuan Islam (Persis) Bangil ............................. 256 Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 297 _______& Endang Saefuddin Anshari, A.Hassan Wajah dan Wijhah Seorang Mujtahid. Bangil: al-Muslimun,1985. M. Federspiel, Howard, Kajian Al-Quran di Indonesia Dari Mahmud Yunus Hingga Quraish Shihab. Bandung: Mizan 1996 _______. Persatuan Islam Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia. New York: Cornel Uviversity, 1970 Nidia Zuraya, Ahmad Hassan, sang Guru Utama Persis, Republika, Ahad, 26 September 2010. Nottingham, Dr. Elizabeth K. Ph.D., Agama dan Masyarakat (terj.). Jakarta: Rajawali Press, 1990. PP Persatuan Islam, Qanun Asasi Qanun Dakhili Persis, Bab I pasal 2. Bandung: PP PERSIS, 1991 Santosa, Kholid O., Ahmad Hassan dalam Manusia di Panggung Sejarah Pemikiran dan Pergerakan Tokoh-tokoh Islam. Bandung: 2007 Saidi, Ridwan, Cendikiawan Islam Zaman Belanda. Jakarta:1990, Yayasan Piranti Ilmu. Saputra, Wahidin, Drs, MA, Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011. Saran, Eman, 40 Tahun Perjuangan Persatuan Islam, Majalah Risalah. Bandung: Pebruari 1964 hlm.9 Wildan, Dadan, Persis (Persatuan Islam) Dalam Pentas Sejarah Islam Indonesia. Persis Bandung, (tanpa tahun).
DAKWAH AL-KHAIRAAT, NAHDLATUL ULAMA, DARUD DAWAH WAL IRSYAD DAN MUHAMMADIYAH DI KOTA PALU, SULAWESI TENGAH Oleh: Akmal Salim Ruhana VI Akmal Salim Ruhana 298
Latar Belakang Kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional yang merupakan prasyarat terlaksananya pembangunan. Artinya, stabilitas keamanan dan ketentraman bangsa Indonesia serta pelaksanaan pembangunan nasional akan terganggu jika terjadi ketidak rukunan umat beragama. Sementara itu, bagian terbesar dari penduduk Indonesia beragama Islam. Oleh karenanya, kerukunan di kalangan umat Islam menjadi bagian penting dan faktor yang sangat berpengaruh bagi terciptanya kerukunan nasional Indonesia. Jika umat Islam rukun maka setidaknya 88% penduduk Indonesia dalam suasana kondusif, dan hal itu akan mewarnai keseluruhan kondisi bangsa Indonesia. Demikian juga sebaliknya. Secara umum, kondisi kerukunan umat Islam di Indonesia berjalan baik. Budaya saling menghormati, silaturahmi, hingga kerjasama sosial terwujud dalam berbagai bidang kehidupan. Lebih lagi, umat Islam memiliki konsep ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) di samping konsep ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama warga bangsa) dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan
Akmal Salim Ruhana 300 sesama manusia). Bahkan di dalam kitab sucinya, Al-Quran, ditegaskan berbagai hal yang mendorong kaum muslimin untuk bersatu dan tidak bercerai berai. Hal-hal ini menjadi penguat terpeliharanya kondisi kerukunan umat beragama. Namun demikian, potensi ketidak rukunan diketahui tetap ada, atau bahkan sesekali termanifestasi. Sekadar menyebutkan beberapa contoh, di masa lalu terjadi gesekan intern umat Islam terkait persoalan khilafiyah tertentu, mulai dari qunut atau tidak qunut, jumlah rakaat shalat tarawih, hingga soal perlu tidaknya perayaan Maulid Nabi. Contoh lain, adanya perebutan (saling klaim) umat, perebutan otoritas penguasaan masjid 61 , hingga pergesekan umat sebagai akibat kontestasi dan kompetisi dalam panggung politik praktis tertentu. 62
Jika dirunut, potensi ketidak rukunan ini antara lain berhubungan dengan upaya dakwah agama, baik yang dilakukan oleh suatu ormas keagamaan ataupun individu tertentu. Bahwa dakwah agama Islam yang bermaksud memberikan pencerahan dan pengajaran tentang ajaran-ajaran agama Islam, di lapangan tidak jarang dimaknai sebagai diseminasi pengaruh untuk kepen- tingan tertentu. Dakwah disalah persepsi bukan lagi sebagai upaya
61 Lebih jauh, menarik menyimak pergulatan di tubuh Muhammadiyah tentang keresahan sebagian kadernya karena pengaruh gerakan Islam tertentu yang mulai mengerogoti Muhammadiyah, termasuk terrebutnya sejumlah masjid milik Muhammadiyah. Baca selengkapnya dalam KH. Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, The Wahid Institute dan Maarif Institute, 2009, hlm. 176-189. 62 Sistem multipartai menyebabkan banyaknya partai Islam peserta Pemilu. Hal ini, dalam kondisi tertentu, telah memecah suara dan aspirasi umat Islam. Ironisnya, yang terjadi adalah proses saling berebut konstituen yang sama (umat Islam) di kalangan partai-partai Islam yang notabene tidak cukup laku dan selalu kalah. Lihat artikel Burhanuddin Muhtadi, peneliti senior LSI, yang menggambarkan kanibalisme antar sesama partai politik Islam, berjudul Partai Politik Islam: Memakan Teman Sendiri dalam http://www. burhanuddin- muhtadi.com/?p=24, diunduh 9 Mei 2011. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 301 pendalaman ajaran agama melainkan sebagai upaya perekrutan untuk penambahan keanggotaan kelompok tertentu. Di sisi lain, dakwah Islam terus menghadapi tantangan, baik internal maupun eksternal. Secara internal, dakwah Islam menghadapi (atau mengalami) variasi pemahaman keagamaan yang berhadapan-diametral: liberal dan fundamental. Kalangan liberalis memberi kecenderungan dakwah Islam pada sisi yang lebih bercorak rasional, longgar, dan permisif. Di sisi lain, kalangan fundamentalis memberi kecenderungan dakwah Islam pada suatu pemahaman yang kaku, literalis, dan kohersif bahkan dalam tingkat tertentu menjadi cenderung radikal. Selain itu, dakwah mengalami tantangan internal yang bersifat klasik, yakni keterbatasan dana, sarana prasarana, dan daya jangkau wilayah. Dakwah bergerak dengan dana terbatas yang kemudian menjadi alasan terbatasnya aktivitas dan jangkauan wilayah dakwah. Yang tidak kalah penting, dakwah juga menghadapi tantangan internal berupa kemandegan kaderisasi penyampai dakwah serta pergesekan antar kelompok umat, terutama terkait dinamika politik-praktis tertentu. Belum lagi kompetisi dakwah terjadi antara kalangan Islam mainstream dengan kelompok yang dinilai sempalan atau menyimpang yang terus berkembang dan dinilai menggerogoti umat dari dalam. Secara eksternal, tantangan globalisasi dan modernisasi cukup mempengaruhi dakwah. Kedua hal ini dalam tingkat tertentu telah melalaikan (atau mematikan?) upaya dakwah. Arus teknologi informasi yang demikian dahsyat telah menumbuhkan budaya masyarakat yang materialistik, hedonistik, atau bahkan bertendensi pendangkalan akidah hal-hal yang kontradiksi dengan misi utama dakwah. Selain itu, hal klasik, kreativitas dan agresivitas mission dan atau penyiaran agama lain, menjadi bagian dari tantangan eksternal dakwah Islam. sesama manusia). Bahkan di dalam kitab sucinya, Al-Quran, ditegaskan berbagai hal yang mendorong kaum muslimin untuk bersatu dan tidak bercerai berai. Hal-hal ini menjadi penguat terpeliharanya kondisi kerukunan umat beragama. Namun demikian, potensi ketidak rukunan diketahui tetap ada, atau bahkan sesekali termanifestasi. Sekadar menyebutkan beberapa contoh, di masa lalu terjadi gesekan intern umat Islam terkait persoalan khilafiyah tertentu, mulai dari qunut atau tidak qunut, jumlah rakaat shalat tarawih, hingga soal perlu tidaknya perayaan Maulid Nabi. Contoh lain, adanya perebutan (saling klaim) umat, perebutan otoritas penguasaan masjid 61 , hingga pergesekan umat sebagai akibat kontestasi dan kompetisi dalam panggung politik praktis tertentu. 62
Jika dirunut, potensi ketidak rukunan ini antara lain berhubungan dengan upaya dakwah agama, baik yang dilakukan oleh suatu ormas keagamaan ataupun individu tertentu. Bahwa dakwah agama Islam yang bermaksud memberikan pencerahan dan pengajaran tentang ajaran-ajaran agama Islam, di lapangan tidak jarang dimaknai sebagai diseminasi pengaruh untuk kepen- tingan tertentu. Dakwah disalah persepsi bukan lagi sebagai upaya
61 Lebih jauh, menarik menyimak pergulatan di tubuh Muhammadiyah tentang keresahan sebagian kadernya karena pengaruh gerakan Islam tertentu yang mulai mengerogoti Muhammadiyah, termasuk terrebutnya sejumlah masjid milik Muhammadiyah. Baca selengkapnya dalam KH. Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, The Wahid Institute dan Maarif Institute, 2009, hlm. 176-189. 62 Sistem multipartai menyebabkan banyaknya partai Islam peserta Pemilu. Hal ini, dalam kondisi tertentu, telah memecah suara dan aspirasi umat Islam. Ironisnya, yang terjadi adalah proses saling berebut konstituen yang sama (umat Islam) di kalangan partai-partai Islam yang notabene tidak cukup laku dan selalu kalah. Lihat artikel Burhanuddin Muhtadi, peneliti senior LSI, yang menggambarkan kanibalisme antar sesama partai politik Islam, berjudul Partai Politik Islam: Memakan Teman Sendiri dalam http://www. burhanuddin- muhtadi.com/?p=24, diunduh 9 Mei 2011. Akmal Salim Ruhana 302 Tantangan internal dan eksternal tersebut di atas sejatinya menjadi bahan introspeksi reflektif terhadap manajemen dakwah Islam: apakah gerakan dakwah Islam telah berjalan efektif dan integratif. Jawaban atas pertanyaan ini dapat bermanfaat untuk melihat sukses tidaknya dakwah Islam dilakukan selama ini. Namun khusus terkait penelitian ini, titik tekannya lebih dalam kaitannya dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama. Bahwa gerakan dakwah Islam (baca: para pelaku dakwah Islam) melakukan perannya dan berhubungan dengan berbagai pihak dalam upaya dakwahnya dengan tetap memelihara kerukunan, baik intern maupun ekstern umat beragama di Indonesia. Pada praktiknya, dakwah Islam dilakukan oleh para pelaku dakwah melalui sejumlah lembaga/ormas keagamaan ataupun secara individual. Meski dalam beberapa kasus dakwah individual cukup berperan, namun dakwah melalui lembaga biasanya lebih luas jangkauannya karena tersedianya perangkat organisasi yang massif dan terstruktur, dari pusat ke daerah. Ormas Nahdlatul Ulama, misalnya, memiliki jaringan dakwah dari tingkat pusat hingga daerah yang cukup banyak. Selain ada Pengurus Besar di tingkat pusat, terdapat 33 Pengurus Wilayah di tingkat propinsi, 439 Pengurus Cabang di tingkat kabupaten/kota dan 15 Pengurus Cabang Istimewa di luar negeri, 5.450 Pengurus Majelis Wakil Cabang/MWC di tingkat Kecamatan, dan 47.125 Pengurus Ranting di tingkat Desa/Kelurahan. 63 Demikian juga Muhammadiyah, di tingkat pusat ada Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di tingkat provinsi ada 33 Pimpinan Wilayah, di tingkat kabupaten/kota ada 417 Pimpinan Daerah, di tingkat kecamatan ada 3.221 Pimpinan Cabang, dan di tingkat desa ada 8.107 Pimpinan Ranting, serta terdapat sejumlah kelompok non struktural yang dinamakan
63 Data hingga akhir 2000, dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Nahdl-atul_Ulama diunduh 9 Mei 2011. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 303 Jamaah Muhammadiyah. 64 Ormas Islam lainnya yang jumlahnya ratusan juga memiliki jaringan dakwah masing-masing yang luas meski masih terbatas. 65 Bahkan, di samping sejumlah ormas tersebut, terdapat sejumlah kelompok gerakan dakwah Islam yang bersifat non-ormas tetapi memiliki pengaruh dan aktivitas dakwah yang cukup signifikan juga di masyarakat. Termasuk dalam kelompok ini adalah gerakan dakwah Salafi, Jamaah Tabligh, Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, dan sejumlah aliran tarekat. Maka kontestasi dan kompetisi dakwah di tengah masyarakat muslim Indonesia kian semarak. Para pelaku dakwah melakukan beragam gerakan dakwah, baik gerakan pemikiran maupun gerakan praksis- organisasional, dalam kancah dakwah yang sama. Adu wacana hingga beberapa gesekan tidak jarang terjadi. Maka pada titik inilah, penting untuk melihat peran dan interaksi diantara beragam pelaku dakwah Islam dalam melakukan dakwahnya terutama dalam kaitan pemeliharaan kerukunan intern umat beragama (Islam). Dalam konteks Sulawesi Tengah, gerakan keagamaan yang menonjol peran dan interaksinya antara lain Alkhairaat, Nahdlatul Ulama (NU), Darud Dawah Wal-Irsyad (DDI), dan Muhammadiyah. Di samping empat itu, terdapat pula kelompok Salafi, Wahdah Islamiyah, LDII, Jamaah Tabligh, HTI, DDII, dan Ahmadiyah.
Permasalahan Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian dengan mengajukan sejumlah pertanyaan penelitian
64 Informasi dari http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-45-det-jaringan- muhammadiyah.html diunduh 9 Mei 2011. 65 Jumlah ormas/LSM Islam pada 2009 yang terdata pada Direktorat Penerangan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama adalah 1.185 buah lembaga, dengan 60 diantaranya merupakan kepengurusan/kepemimpinan ormas di tingkat pusat. Lihat Bimas Islam Dalam Angka 2009, Jakarta: Departemen Agama, 2009. Lampiran hlm. 103-105. Tantangan internal dan eksternal tersebut di atas sejatinya menjadi bahan introspeksi reflektif terhadap manajemen dakwah Islam: apakah gerakan dakwah Islam telah berjalan efektif dan integratif. Jawaban atas pertanyaan ini dapat bermanfaat untuk melihat sukses tidaknya dakwah Islam dilakukan selama ini. Namun khusus terkait penelitian ini, titik tekannya lebih dalam kaitannya dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama. Bahwa gerakan dakwah Islam (baca: para pelaku dakwah Islam) melakukan perannya dan berhubungan dengan berbagai pihak dalam upaya dakwahnya dengan tetap memelihara kerukunan, baik intern maupun ekstern umat beragama di Indonesia. Pada praktiknya, dakwah Islam dilakukan oleh para pelaku dakwah melalui sejumlah lembaga/ormas keagamaan ataupun secara individual. Meski dalam beberapa kasus dakwah individual cukup berperan, namun dakwah melalui lembaga biasanya lebih luas jangkauannya karena tersedianya perangkat organisasi yang massif dan terstruktur, dari pusat ke daerah. Ormas Nahdlatul Ulama, misalnya, memiliki jaringan dakwah dari tingkat pusat hingga daerah yang cukup banyak. Selain ada Pengurus Besar di tingkat pusat, terdapat 33 Pengurus Wilayah di tingkat propinsi, 439 Pengurus Cabang di tingkat kabupaten/kota dan 15 Pengurus Cabang Istimewa di luar negeri, 5.450 Pengurus Majelis Wakil Cabang/MWC di tingkat Kecamatan, dan 47.125 Pengurus Ranting di tingkat Desa/Kelurahan. 63 Demikian juga Muhammadiyah, di tingkat pusat ada Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di tingkat provinsi ada 33 Pimpinan Wilayah, di tingkat kabupaten/kota ada 417 Pimpinan Daerah, di tingkat kecamatan ada 3.221 Pimpinan Cabang, dan di tingkat desa ada 8.107 Pimpinan Ranting, serta terdapat sejumlah kelompok non struktural yang dinamakan
63 Data hingga akhir 2000, dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Nahdl-atul_Ulama diunduh 9 Mei 2011. Akmal Salim Ruhana 304 sebagai berikut: (1) Bagaimana profil dan peran pelaku dakwah dalam kehidupan masyarakat Palu, Sulteng? (2) Apa saja potensi konflik dan potensi integrasi dalam kegiatan dakwah tersebut? (3) Bagaimana upaya para pelaku dakwah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama?
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui profil dan peran pelaku dakwah dalam kehidupan masyarakat Palu, Sulteng. (2) Mengetahui berbagai potensi konflik dan potensi integrasi dalam kegiatan dakwah tersebut. (3) Mengetahui upaya para pelaku dakwah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama.
Definisi Operasional Gerakan (movement) berarti usaha atau kegiatan yang memiliki arah tertentu. Adapun dakwah diartikan sebagai penyiaran/propaganda agama di kalangan masyarakat dan pengembangannya; serta seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama (Islam). Sedangkan gerakan dakwah berarti usaha yang terarah untuk menyiarkan ajaran Islam kepada masyarakat. Dalam konteks ini, dakwah dapat berupa penyiaran pemikiran keagamaan atau kegiatan praksis penyebaran paham keagamaan tertentu. Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik. Dengan demikian, ormas Islam berarti organisasi nonpemerintah yang dibentuk berdasarkan Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 305 kesamaan agama Islam, seperti: NU, Muhammadiyah, Alkhairaat, PERSIS, PERTI, Al-Washliyah, Mathlaul Anwar, dan sebagainya. Dalam konteks penelitian ini, tercakup pula kelompok/gerakan keagamaan yang non-ormas, seperti Salafi dan Jamaah Tabligh. Sedangkan kerukunan umat beragama, sebagaimana didefinisikan di dalam PBM No.9 dan 8 Tahun 2006, adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kerangka Konseptual Dakwah secara bahasa berarti upaya mengajak (uduu, ajaklah). Bentuknya bisa bermacam ragam: performa yang menarik, konsep pemikiran yang logis-menjanjikan, strategi yang menentramkan, dan lain sebagainya. Bisa dalam bentuk lisan, tulisan, ataupun sikap. Anasir dakwah sendiri meliputi: pendakwah (dai), yang didakwahi (madu), pesan dakwah (maddah), metode dakwah (thariqoh), media dakwah (wasilah), dan efek dakwah (atsar). Unsur-unsur seperti inilah yang hendak diwakili kata profil dalam penelitian ini. Bahwa pengenalan (identification) dan pemahaman (comprehension) pada identitas para pelaku dakwah penting untuk memberikan latar atas asumsi-asumsi atau sikap yang dimanifestasikannya dalam konteks hubungan antar umat beragama. Telah banyak teori yang menunjukkan adanya kaitan antara pemahaman keagamaan (religious thought) dengan sikap manifest keberagamaan, misalnya. Demikian juga, ada kaitan erat sebagai berikut: (1) Bagaimana profil dan peran pelaku dakwah dalam kehidupan masyarakat Palu, Sulteng? (2) Apa saja potensi konflik dan potensi integrasi dalam kegiatan dakwah tersebut? (3) Bagaimana upaya para pelaku dakwah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama?
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui profil dan peran pelaku dakwah dalam kehidupan masyarakat Palu, Sulteng. (2) Mengetahui berbagai potensi konflik dan potensi integrasi dalam kegiatan dakwah tersebut. (3) Mengetahui upaya para pelaku dakwah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama.
Definisi Operasional Gerakan (movement) berarti usaha atau kegiatan yang memiliki arah tertentu. Adapun dakwah diartikan sebagai penyiaran/propaganda agama di kalangan masyarakat dan pengembangannya; serta seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama (Islam). Sedangkan gerakan dakwah berarti usaha yang terarah untuk menyiarkan ajaran Islam kepada masyarakat. Dalam konteks ini, dakwah dapat berupa penyiaran pemikiran keagamaan atau kegiatan praksis penyebaran paham keagamaan tertentu. Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik. Dengan demikian, ormas Islam berarti organisasi nonpemerintah yang dibentuk berdasarkan Akmal Salim Ruhana 306 antara pengaruh figur tokoh kelompok pelaku dakwah dengan karakter sikap anggotanya. Masih termasuk kategori profil di atas, peran pelaku dakwah juga penting dilihat. Peran berarti sikap atau ekspresi nyata dari dakwah: seperti apa dakwah dilakukan. Dengan asumsi keutuhan (comprehensiveness) peran dakwah, maka yang hendak dilihat adalah segala aspek peran dakwah dalam ranah-ranah yang luas, yakni: politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keagamaan. Pemahaman atas peran-peran dakwah dalam beragam ranah ini juga dapat memberi konteks pada sikap-sikap pelaku dakwah dalam hubungan antarumat beragama. Secara teoritik, suatu gejala sosial pasti dipengaruhi lebih dari satu faktor, alias banyak faktor. Maka pengayaan ranah semacam ini sejatinya akan sangat membantu memahami suatu gejala tertentu yang hendak diketahui, yakni perihal hubungan antarumat beragama. Karena dakwah sifatnya mengajak, apalagi menjadi sebuah gerakandakwah, maka hal ini meniscayakan adanya interaksi (take and give, collaborative, atau justeru konflik) dengan pihak-pihak lain, baik yang didakwahi maupun pelaku dakwah lainnya. Selain itu, secara substansial, interaksi juga terjadi antara dai dengan sasaran dakwah (mauidzatul hasanah atau mujadalah), dai dengan media dakwah (bil lisan, bil hal, atau bil qolam), dan dai dengan pesan dakwah (sumber, pola memahami ajaran, dan ekspresi). Sementara itu, yang didakwahi adalah komunitas yang sama (umat Islam), dan yang menjadi pelaku dakwah adalah kelompok-kelompok gerakan dakwah yang memiliki profil dan peran yang beragam. Maka potensi adanya ketidakrukunan diasumsikan (atau diyakini) ada. Artinya, aktivitas dakwah dan interaksi antar pelaku dakwah, mengandung potensi konflik dan/atau potensi integrasi sebagai efek atau atsar dari dakwah. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 307 Secara praktis, penelitian ini membagi pihak-pihak pelaku dakwah setidaknya pada tiga kategori/pihak ormas atau gerakan keagamaan yang diteliti di Kota Palu, yakni: 1) Ormas atau gerakan keagamaan yang dinilai dominan di Kota Palu, yakni Alkhairaat; 2. Ormas atau gerakan keagamaan yang dinilai berpotensi bergesekan/berkonflik dengan ormas dominan atau gerakan keagamaan itu, dalam hal ini Muhammadiyah; dan 3. Ormas atau gerakan keagamaan yang relatif memiliki potensi integratif/damai dengan ormas atau gerakan keagamaan yang dominan itu, dalam hal ini Nahdlatul Ulama dan Darud Dawah wal Irsyad. Selain itu, dilihat pula peranan gerakan dakwah lainnya seperti Salafi dan LDII. Berikut skemanya:
Kajian Terdahulu Penelitian dan kajian tentang gerakan dakwah Islam telah banyak dilakukan. Di antaranya adalah sebagai berikut: 1) Quintan Wiktorowicz dalam buku yang dieditorinya Islamic Activism: A Social Movement Theory Approach 66 , sesuai judulnya, memberi gambaran tentang kasus-kasus gerakan keagamaan Islam di berbagai negara dengan pendekatan teori gerakan sosial. Yang menarik, kajian ini mendefinisikan aktivisme Islam
66 Quintan Wiktorowicz, Islamic Activism: A Social Movement Theory Approach, USA: Indiana University Press, 2004. Pelaku Dakwah 1: Alkhairaat a. Profil, b. Peran, c. Pelaku Dakwah 2: Muhammadiyah a. Profil, b. Peran, c. Pelaku Dakwah 3: NU dan DDI a. Profil, b. Peran, c. antara pengaruh figur tokoh kelompok pelaku dakwah dengan karakter sikap anggotanya. Masih termasuk kategori profil di atas, peran pelaku dakwah juga penting dilihat. Peran berarti sikap atau ekspresi nyata dari dakwah: seperti apa dakwah dilakukan. Dengan asumsi keutuhan (comprehensiveness) peran dakwah, maka yang hendak dilihat adalah segala aspek peran dakwah dalam ranah-ranah yang luas, yakni: politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keagamaan. Pemahaman atas peran-peran dakwah dalam beragam ranah ini juga dapat memberi konteks pada sikap-sikap pelaku dakwah dalam hubungan antarumat beragama. Secara teoritik, suatu gejala sosial pasti dipengaruhi lebih dari satu faktor, alias banyak faktor. Maka pengayaan ranah semacam ini sejatinya akan sangat membantu memahami suatu gejala tertentu yang hendak diketahui, yakni perihal hubungan antarumat beragama. Karena dakwah sifatnya mengajak, apalagi menjadi sebuah gerakandakwah, maka hal ini meniscayakan adanya interaksi (take and give, collaborative, atau justeru konflik) dengan pihak-pihak lain, baik yang didakwahi maupun pelaku dakwah lainnya. Selain itu, secara substansial, interaksi juga terjadi antara dai dengan sasaran dakwah (mauidzatul hasanah atau mujadalah), dai dengan media dakwah (bil lisan, bil hal, atau bil qolam), dan dai dengan pesan dakwah (sumber, pola memahami ajaran, dan ekspresi). Sementara itu, yang didakwahi adalah komunitas yang sama (umat Islam), dan yang menjadi pelaku dakwah adalah kelompok-kelompok gerakan dakwah yang memiliki profil dan peran yang beragam. Maka potensi adanya ketidakrukunan diasumsikan (atau diyakini) ada. Artinya, aktivitas dakwah dan interaksi antar pelaku dakwah, mengandung potensi konflik dan/atau potensi integrasi sebagai efek atau atsar dari dakwah. Akmal Salim Ruhana 308 (gerakan islam?) secara lebar, tidak hanya pada sesuatu ormas atau gerakan terorganisir tertentu, melainkan juga pada kelompok pendemo berbendera Islam, aksi yang membawa simbol atau identitas Islam, kelompok teroris, kelompok yang hendak mendirikan negara Islam, dan termasuk kelompok spiritual. 2) Melalui kajian dalam Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, 67
Jamhari dan Jajang Jahroni (Peny.) memetakan empat gerakan Islam yang dikategorikan salafi-radikal (FPI, Laskar Jihad, MMI, dan HTI), dalam bingkai kehidupan sosial politik masyarakat muslim Indonesia. Di bagian akhir, sebagai bagian tak terpisahkan, disertakan hasil penelitian PPIM tentang Islam dan Konsolidasi Demokrasi. Temuan penting penelitian ini menunjukkan bahwa meski fenomena gerakan salafi-radikal itu ada di Indonesia, namun mayoritas muslim masih setia dengan ideologi Islam yang moderat dan toleran. 3) Dr. Khalimi, MA mendaftar dan memberi informasi tentang profil dan aktivitas sejumlah penggiat dakwah, tepatnya 15 ormas Islam. Dalam bukunya berjudul Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik ini, 68 Khalimi menunjukkan adanya ragam karakter ormas Islam yang tetap harus dipandang sebagai rahmat. Kajian kompilatif ini tidak banyak memberi perspektif selain menginformasikan identitas dan posisi sejumlah ormas yang notabene cukup dikenal sebagiannya karena sifat kontroversialnya. 4) Kajian penting tentang pengaruh gerakan-gerakan Islam transnasional di Indonesia dalam hubungannya dengan ormas
67 Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004. 68 Dr. Khalimi, MA, Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik, Jakarta: Gaung Persada Press, 2010. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 309 Islam lokal dipaparkan di buku Ilusi Negara Islam 69 yang dieditori KH. Abdurrahman Wahid. Salahsatu kesimpulan penelitian ini adalah bahwa sejumlah gerakan keagamaan memiliki hubungan dengan gerakan transnasional dari Timur Tengah yang menganut ideologi totalitarian-sentralistik. Berbeda dengan kajian dan penelitian di atas, penelitian kali ini merupakan upaya pendalaman terhadap profil, peran, dan hubungan ormas-ormas Islam dan atau gerakan keagamaan lainnya dalam kaitannya dengan pemeliharaan kerukunan intern umat Islam di Indonesia. Lebih khas lagi, karena konteksnya Kota Palu, Sulawesi Tengah. Sesuatu yang belum secara luas dikaji dalam penelitian-penelitian terdahulu tersebut di atas.
Metode Penelitian Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini dalam pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan, pengamatan lapangan, dan wawancara-mendalam. Bahan pustaka (termasuk beberapa bahan dari dunia maya) tentang gerakan dakwah, ormas, dan tema terkait lainnya menjadi sumber awal yang memandu proses pengumpulan data melalui wawancara. Pengamatan dilakukan dengan mendatangi langsung kantor pengurus atau pusat perkumpulannya. Adapun wawancara dilakukan dengan sejumlah informan kunci, yakni: Drs. Jamaluddin Mariajang, M.Si. (Sekjen PB Alkhairaat), Ahmadan (Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Islam Alkhairaat), Drs. KH. M. Dahlan Tangkaderi (Anggota Dewan Pembina Alkhairaat sekaligus Ketua
69 KH. Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, The Wahid Institute dan Maarif Institute, 2009. Bandingkan dengan kajian serupa yang dilakukan oleh Greg Barton dengan horizon yang lebih luas, dalam Barry Rubin (Ed.), Guide to Islamist Movement Volume I, New York: ME. Sharpe, 2010, hlm 133-148. (gerakan islam?) secara lebar, tidak hanya pada sesuatu ormas atau gerakan terorganisir tertentu, melainkan juga pada kelompok pendemo berbendera Islam, aksi yang membawa simbol atau identitas Islam, kelompok teroris, kelompok yang hendak mendirikan negara Islam, dan termasuk kelompok spiritual. 2) Melalui kajian dalam Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, 67
Jamhari dan Jajang Jahroni (Peny.) memetakan empat gerakan Islam yang dikategorikan salafi-radikal (FPI, Laskar Jihad, MMI, dan HTI), dalam bingkai kehidupan sosial politik masyarakat muslim Indonesia. Di bagian akhir, sebagai bagian tak terpisahkan, disertakan hasil penelitian PPIM tentang Islam dan Konsolidasi Demokrasi. Temuan penting penelitian ini menunjukkan bahwa meski fenomena gerakan salafi-radikal itu ada di Indonesia, namun mayoritas muslim masih setia dengan ideologi Islam yang moderat dan toleran. 3) Dr. Khalimi, MA mendaftar dan memberi informasi tentang profil dan aktivitas sejumlah penggiat dakwah, tepatnya 15 ormas Islam. Dalam bukunya berjudul Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik ini, 68 Khalimi menunjukkan adanya ragam karakter ormas Islam yang tetap harus dipandang sebagai rahmat. Kajian kompilatif ini tidak banyak memberi perspektif selain menginformasikan identitas dan posisi sejumlah ormas yang notabene cukup dikenal sebagiannya karena sifat kontroversialnya. 4) Kajian penting tentang pengaruh gerakan-gerakan Islam transnasional di Indonesia dalam hubungannya dengan ormas
67 Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004. 68 Dr. Khalimi, MA, Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik, Jakarta: Gaung Persada Press, 2010. Akmal Salim Ruhana 310 FKUB Provinsi Sulawesi Tengah), Dr. H. Mochsen Alaydrus, MM (Ketua PWNU Sulawesi Tengah dan Kepala Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Tengah), Drs. H.M. Asad Syukur, M.Pd. (Ketua DDI Palu), Drs. H. Baqir Tora, MH. (Sekretaris PW Muhammadiyah Sulawesi Tengah), Drs. Aminun P. Omolo, M.Ag. (Rektor Universitas Muhammadiyah Palu), Abdul Hadid (Purek I Unismuh Palu), Muh. Ilyas Padduntu, S.Ag., M.Pd.I (Sekretaris PD Muhammadiyah Palu), Drs. Arsyad Said, SH, MH. (Sekretaris MUI Sulawesi Tengah), Muhammad (Ustad pada Pesantren Salafi), Iwan (anggota LDII Palu), Muslimin (Kasi Pontren dan Penamas Kanwil Kemenag Sulawesi Tengah), Drs. H. Abdullah Latupada, M.Pd.I (Kepala Kankemenag Kota Palu), dan M. Jen Ismail (Kabag. Pontren dan Penamas Kankemenag Kota Palu). Analisis data dilakukan secara deskriptif-analitik, melalui tahap-tahap: editing, klasifikasi data, reduksi data, dan interpretasi untuk memperoleh kesimpulan. Untuk menguji keabsahan data, digunakan teknik triangulasi sumber dengan cara pemeriksaan informasi melalui informan-informan kunci yang diwawancarai. Penelitian ini dilakukan di Kota Palu, Sulawesi Tengah, dengan masa pengumpulan data lapangan dilaksanakan selama 10 hari, yakni 21-30 September 2011. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan adanya kekhasan karakter masyarakat dan pola dakwah Islam yang dilakukan. Seperti diketahui, di Kota Palu terdapat suatu gerakan keagamaan Islam yang khas dan dominan, yakni Al-Khairaat.
Gambaran Geografis-Demografis Palu adalah sebuah kota sekaligus merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Tengah. Satu kota dari 11 kabupaten/kota di Sulawesi Tengah. Palu terletak di antara 036 - 056 Lintang Selatan dan 11945 - 1211 Bujur Timur, tepat berada di bawah garis khatulistiwa, dengan ketinggian 0 - 700 meter dari permukaan laut. Secara administratif, batas-batas wilayahnya adalah: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanantovea Kab. Donggala; Kecamatan Binangga di Sebelah Selatan, Kecamatan Biromeru di Sebelah Timur, dan Bandara Mutiara di Sebelah Barat. Dengan jumlah penduduk 336.532 jiwa dan luas wilayah Kota Palu sebanyak 395,06 km, maka kepadatan penduduk Kota Palu pada akhir tahun 2010 tercatat 852 jiwa/km. Palu Selatan merupakan kecamatan yang terpadat, sedangkan Palu Timur yang terjarang penduduknya. Keadaan populasi penduduk cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Selengkapnya, berikut gambaran luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk di Kota Palu.
FKUB Provinsi Sulawesi Tengah), Dr. H. Mochsen Alaydrus, MM (Ketua PWNU Sulawesi Tengah dan Kepala Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Tengah), Drs. H.M. Asad Syukur, M.Pd. (Ketua DDI Palu), Drs. H. Baqir Tora, MH. (Sekretaris PW Muhammadiyah Sulawesi Tengah), Drs. Aminun P. Omolo, M.Ag. (Rektor Universitas Muhammadiyah Palu), Abdul Hadid (Purek I Unismuh Palu), Muh. Ilyas Padduntu, S.Ag., M.Pd.I (Sekretaris PD Muhammadiyah Palu), Drs. Arsyad Said, SH, MH. (Sekretaris MUI Sulawesi Tengah), Muhammad (Ustad pada Pesantren Salafi), Iwan (anggota LDII Palu), Muslimin (Kasi Pontren dan Penamas Kanwil Kemenag Sulawesi Tengah), Drs. H. Abdullah Latupada, M.Pd.I (Kepala Kankemenag Kota Palu), dan M. Jen Ismail (Kabag. Pontren dan Penamas Kankemenag Kota Palu). Analisis data dilakukan secara deskriptif-analitik, melalui tahap-tahap: editing, klasifikasi data, reduksi data, dan interpretasi untuk memperoleh kesimpulan. Untuk menguji keabsahan data, digunakan teknik triangulasi sumber dengan cara pemeriksaan informasi melalui informan-informan kunci yang diwawancarai. Penelitian ini dilakukan di Kota Palu, Sulawesi Tengah, dengan masa pengumpulan data lapangan dilaksanakan selama 10 hari, yakni 21-30 September 2011. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada pertimbangan adanya kekhasan karakter masyarakat dan pola dakwah Islam yang dilakukan. Seperti diketahui, di Kota Palu terdapat suatu gerakan keagamaan Islam yang khas dan dominan, yakni Al-Khairaat.
Akmal Salim Ruhana 312 Tabel 1 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Kota Palu Tahun 2006-2010 No Kecamatan Luas (km 2 ) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/km 2 ) 1 Palu Barat 57,47 98.739 1.718 2 Palu Selatan 61,35 122.752 2.001 3 Palu Timur 186,55 75.967 407 4 Palu Utara 89,69 39.074 436 Kota Palu 2010 395,06 336.532 852 Sumber : Kota Palu Dalam Angka 2011, BPS Kota Palu
Kondisi Sosial-Ekonomi-Budaya Secara umum, penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 19 kelompok etnis atau suku, yaitu: Kaili, Kulawi, Lore, Pamona, Mori, Bungku, Saluan atau Loinang, Balantak, Mamasa, Taa, Bare'e, Banggai, Buol, Tolitoli, Tomini, Dampal, Dondo, Pendau, dan Dampelas. Di samping 19 kelompok etnis ini, terdapat pula beberapa suku yang hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea dan Suku Ta' di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli. Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan masyarakat Bugis dan Makasar serta etnis lainnya di Indonesia sejak awal abad ke 19 dan sudah membaur. Sedangkan di Kota Palu sendiri, sebagai sebuah ibukota, dihuni berbagai etnis/suku tersebut. Mereka terutama etnis Kaili, selain itu Jawa, Kulawi, Pamona, Banggai, Tionghoa, dan lain-lain. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 313 Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari. Demikian halnya di Kota Palu. Adapun etnis dan budaya Kaili menjadi yang dominan di Kota Palu. Secara ekonomi, Dana Alokasi Umum (DAU) Kota Palu dengan estimasi tahun 2011 mencapai Rp. 422.397.157.000,- Sedangkan pendapatan regional perkapitanya terus meningkat, dengan Rp 10.429.377,- pada 2006 meningkat menjadi Rp 11.803.268,- pada 2007. Sedangkan pada 2008 mencapai Rp 14.175.697,- yang kembali mengalami peningkatan pada 2009 menjadi Rp 16.023.983,- Adapun pekerjaan penduduk cukup beragam, mulai dari pedagang, petani, guru, Pegawai Negeri Sipil, hingga wiraswasta. Data mengenai lulusan pendidikan di Kota Palu menunjukkan angka partisipasi yang cukup. Setidaknya tergambar dari data murid sekolah di lingkungan Kementerian Agama Kota Palu. Tercatat ada 647 murid Raudhatul Atfal, 2.664 murid Madrasah Ibtidaiyah, 3.856 murid Madrasah Tsanawiyah, dan 1.607 murid Madrasah Aliyah. Demikian juga di sekolah umum, tercatat ada 6.137 murid TK, 40.820 murid SD, 14.547 murid SLTP dan 9.731 murid SLTA. Adapun data jumlah alumni perguruan tinggi (BPS 2011), tergambar sebagai berikut:
Tabel 1 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Kota Palu Tahun 2006-2010 No Kecamatan Luas (km 2 ) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan (jiwa/km 2 ) 1 Palu Barat 57,47 98.739 1.718 2 Palu Selatan 61,35 122.752 2.001 3 Palu Timur 186,55 75.967 407 4 Palu Utara 89,69 39.074 436 Kota Palu 2010 395,06 336.532 852 Sumber : Kota Palu Dalam Angka 2011, BPS Kota Palu
Kondisi Sosial-Ekonomi-Budaya Secara umum, penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 19 kelompok etnis atau suku, yaitu: Kaili, Kulawi, Lore, Pamona, Mori, Bungku, Saluan atau Loinang, Balantak, Mamasa, Taa, Bare'e, Banggai, Buol, Tolitoli, Tomini, Dampal, Dondo, Pendau, dan Dampelas. Di samping 19 kelompok etnis ini, terdapat pula beberapa suku yang hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea dan Suku Ta' di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli. Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan masyarakat Bugis dan Makasar serta etnis lainnya di Indonesia sejak awal abad ke 19 dan sudah membaur. Sedangkan di Kota Palu sendiri, sebagai sebuah ibukota, dihuni berbagai etnis/suku tersebut. Mereka terutama etnis Kaili, selain itu Jawa, Kulawi, Pamona, Banggai, Tionghoa, dan lain-lain. Akmal Salim Ruhana 314 Tabel 2 Jumlah Mahasiswa Baru dan Lulusan Perguruan Tinggi (TA 2010-2011) No Nama Kampus Jumlah Mahasiswa Baru Jumlah Mahasiswa Jumlah Alumni Jumlah Dosen Negeri 1 Universitas Tadulako 6.665 20.331 3.319 1.207 2 STAIN Dato Karama 490 1.638 346 186 Swasta 1 Universitas Muhammadiyah Palu 1.115 - 5.209 - 2 Sekolah Tinggi Panca Bakti 541 537 2.329 68 3 STISIPOL Panca Bakti 405 799 1.648 54 4 Sekolah Tinggi Panca Marga 328 678 52 32 5 STIA Pembangunan 357 710 148 45 6 Universitas Alkhairaat (Unisa) 882 7.616 323 386
Kondisi Kehidupan Keagamaan Informasi mengenai kehidupan keagamaan diantaranya ditunjukkan oleh jumlah pemeluk agama, jumlah rumah ibadat, dan jumlah kasus keagamaan yang muncul di tempat bersangkutan. Selain itu, jumlah rohaniawan agama dan ormas keagamaan yang ada juga penting menjadi pengetahuan. Mengenai jumlah pemeluk agama, mayoritas penduduk Kota Palu beragama Islam, yakni mencapai 87,84%. Selanjutnya secara berurutan, Kristen 9,46%, Katolik 1,46%, Hindu 0,78%, dan Buddha 0,45%. Selengkapnya berikut data jumlah pemeluk agama di Kota Palu, berdasarkan hasil Sensus BPS tahun 2010.
Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 315 Tabel 3 Presentase Penduduk menurut Agama dan Kecamatan Kota Palu Tahun 2006-2010 No Kecamatan Jumlah Pemeluk Agama (%) Islam Kristen Katolik Hindu Buddha Khonghc 1 Palu Barat 93,20 3,17 2,43 0,43 0,78 0 2 Palu Selatan 76,34 20,09 1,51 1,48 0,58 0 3 Palu Timur 95,16 4,16 0,43 0,19 0,05 0 4 Palu Utara 96,85 1,61 0,94 0,56 0,04 0 Kota Palu 2010 87,84 9,46 1,46 0,78 0,45 0 Sumber: Kota Palu Dalam Angka 2011, BPS Kota Palu
Data pemeluk agama dari Kementerian Agama Kota Palu menunjukkan hal berbeda, yakni: terdapat 199.284 penganut agama Islam (77%), 37.670 penganut agama Kristen (15%), 8.279 penganut agama Katolik (3,2%), 4.577 penganut agama Hindu (1,8%), dan 7.876 penganut agama Buddha (3%). Adapun data pemeluk agama Khonghucu belum tersedia. (Sumber: Data pada Kasi Penamas Kementerian Agama Kota Palu Tahun 2011). Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah ibadat, terdapat sejumlah tempat peribadatan di Kota Palu, sebagai berikut: Tabel 4 Jumlah Tempat Peribadatan menurut Agama Kota Palu Tahun 2006-2010 No Kecamatan Islam Kristen Katolik Hindu Buddha Khonghc Masjid Mush Langgr 1 Palu Barat 123 39 - 5 - - 3 - 2 Palu Selatan 118 8 - 57 2 1 1 - 3 Palu Timur 58 11 - 9 - 1 - - 4 Palu Utara 48 6 - 3 - - - - Kt. Palu 2010 347 64 - 74 2 2 4 - Sumber: Kota Palu Dalam Angka 2011, BPS Kota Palu Tabel 2 Jumlah Mahasiswa Baru dan Lulusan Perguruan Tinggi (TA 2010-2011) No Nama Kampus Jumlah Mahasiswa Baru Jumlah Mahasiswa Jumlah Alumni Jumlah Dosen Negeri 1 Universitas Tadulako 6.665 20.331 3.319 1.207 2 STAIN Dato Karama 490 1.638 346 186 Swasta 1 Universitas Muhammadiyah Palu 1.115 - 5.209 - 2 Sekolah Tinggi Panca Bakti 541 537 2.329 68 3 STISIPOL Panca Bakti 405 799 1.648 54 4 Sekolah Tinggi Panca Marga 328 678 52 32 5 STIA Pembangunan 357 710 148 45 6 Universitas Alkhairaat (Unisa) 882 7.616 323 386
Kondisi Kehidupan Keagamaan Informasi mengenai kehidupan keagamaan diantaranya ditunjukkan oleh jumlah pemeluk agama, jumlah rumah ibadat, dan jumlah kasus keagamaan yang muncul di tempat bersangkutan. Selain itu, jumlah rohaniawan agama dan ormas keagamaan yang ada juga penting menjadi pengetahuan. Mengenai jumlah pemeluk agama, mayoritas penduduk Kota Palu beragama Islam, yakni mencapai 87,84%. Selanjutnya secara berurutan, Kristen 9,46%, Katolik 1,46%, Hindu 0,78%, dan Buddha 0,45%. Selengkapnya berikut data jumlah pemeluk agama di Kota Palu, berdasarkan hasil Sensus BPS tahun 2010.
Akmal Salim Ruhana 316 Angka yang berbeda, khusus untuk Muslim misalnya, ditunjukkan oleh data jumlah rumah ibadat umat Islam pada Kantor Kementerian Agama Kota Palu. Disebutkan bahwa di Kota Palu terdapat 1 masjid agung, 1 masjid raya, 306 masjid jami, 71 langgar/mushola, dan berarti secara keseluruhan berjumlah 379 buah. Berbeda dengan data BPS di atas. Jumlah rohaniawan agama tahun 2006-2012 dari semua jenis agama (kecuali Khonghucu, yang juga belum didapatkan datanya) dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 5 Banyaknya Rohaniawan menurut Agama Kota Palu Tahun 2006-2010 No Jenis Rohaniwan Banyaknya Rohaniwan 2006 2007 2008 2009 2010 Islam 1 Ulama 500 500 503 612 620 2 Mubaligh 226 226 231 325 328 3 Khatib 536 536 540 553 556 4 Penyuluh 104 90 559 315 306 Kristen 1 Pendeta 114 114 156 158 158 2 Pendeta Muda 78 78 108 108 108 Katolik 1 Pastor 3 2 5 5 3 2 Suster 6 6 5 6 4 3 Frater/Bruder 4 4 6 5 6 Hindu 1 Pemangku 2 3 3 3 - 2 Pinandita 4 - - - - 3 Pedanda 2 - - - - Buddha 1 Bhikku - - - - 3 2 Samanera - - - - 1 3 Pandita 3 10 40 49 80 Khonghucu 1 - - - - - - Sumber: Kota Palu Dalam Angka 2011, BPS Kota Palu Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 317 Terdapat empat ormas keagamaan Islam yang cukup besar dan berperan, yakni: Alkhairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad, dan Muhammadiyah. Selain itu, terdapat kelompok- kelompok lainnya meski tidak dalam jumlah dan peranan yang menonjol.
Angka yang berbeda, khusus untuk Muslim misalnya, ditunjukkan oleh data jumlah rumah ibadat umat Islam pada Kantor Kementerian Agama Kota Palu. Disebutkan bahwa di Kota Palu terdapat 1 masjid agung, 1 masjid raya, 306 masjid jami, 71 langgar/mushola, dan berarti secara keseluruhan berjumlah 379 buah. Berbeda dengan data BPS di atas. Jumlah rohaniawan agama tahun 2006-2012 dari semua jenis agama (kecuali Khonghucu, yang juga belum didapatkan datanya) dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 5 Banyaknya Rohaniawan menurut Agama Kota Palu Tahun 2006-2010 No Jenis Rohaniwan Banyaknya Rohaniwan 2006 2007 2008 2009 2010 Islam 1 Ulama 500 500 503 612 620 2 Mubaligh 226 226 231 325 328 3 Khatib 536 536 540 553 556 4 Penyuluh 104 90 559 315 306 Kristen 1 Pendeta 114 114 156 158 158 2 Pendeta Muda 78 78 108 108 108 Katolik 1 Pastor 3 2 5 5 3 2 Suster 6 6 5 6 4 3 Frater/Bruder 4 4 6 5 6 Hindu 1 Pemangku 2 3 3 3 - 2 Pinandita 4 - - - - 3 Pedanda 2 - - - - Buddha 1 Bhikku - - - - 3 2 Samanera - - - - 1 3 Pandita 3 10 40 49 80 Khonghucu 1 - - - - - - Sumber: Kota Palu Dalam Angka 2011, BPS Kota Palu Akmal Salim Ruhana 318
Profil Keorganisasian Ormas/Gerakan Keagamaan Sebagaimana disebutkan di atas, ada empat ormas atau gerakan keagamaan utama yang menjadi fokus kajian penelitian ini di samping beberapa ormas atau gerakan lainnya. Keempatnya adalah Alkhairaat, NU, Darud Dawah wal Irsyad, dan Muhammadiyah. Berikut masing-masing profilnya.
D. Alkhairaat Gerakan keagamaan Alkhairaat berawal dari sebuah madrasah di Palu, Sulawesi Tengah, yang didirikan oleh Habib Idrus bin Salim Aldjufri (biasa dipanggil Guru Tua) pada 14 Muharram 1349 Hijriah, bertepatan 11 Juni 1930 Masehi. Lembaga pendidikan ini terus berkembang pesat di kota-kota dan kampung-kampung. Lama kelamaan madrasah ini menjadi ormas dan gerakan keagamaan tersendiri yang established dan mempengaruhi hampir seluruh bagian Timur Indonesia, dan daerah lainnya.
Akmal Salim Ruhana 320 Ditegaskan di dalam anggaran dasarnya, Perhimpunan Alkhairaat bersifat amaliah dan independen. Berkedudukan pusat di Palu, Sulawesi Tengah. Alkhairaat berazaskan Islam dan berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah dengan berfaham Asyariyah dan bermadzhab Syafii. Dengan demikian, secara paham keagamaan (akidah dan ubudiyah), Alkhairaat hampir sama atau bahkan sama sekali tidak berbeda dengan Nahdlatul Ulama atau kelompok Ahlussunnah wal Jamaah lainnya. Bedanya pada penegasan bermadzhab Syafii itu. Bahwa yang diajarkan di sekolah-sekolah Alkhairaat hanya ajaran bermadzhab Syafii, madzhab lainnya tidak diajarkan. Selain itu, bagi Alkhairaat, bahasa Arab merupakan hal yang penting. 70
Alkhairaat bertujuan membentuk insan yang beriman dan bertaqwa, cerdas, arif, bijaksana, dan bertanggung jawab terhadap pembangunan agama, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia guna terwujudnya masyarakat yang aman, adil, dan makmur yang diridhai Allah swt. Untuk tujuan ini dilakukan usaha pengembangan pendidikan, pembentukan kader dai, dan pengembangan usaha sosial. Saat ini Alkhairaat dipimpin oleh H.S. Ali Muhammad Aljufri dengan Sekretaris Jenderal Drs. Jamaluddin Mariajang, M.Si. Berikut selengkapnya susunan pengurus Pengurus Besar Alkhairaat masa khidmat 2008 - 2013. Ketua Umum : H.S. Ali Muhammad Aljufri Ketua : Drs. Sofyan Ing; Drs. Adjimin Ponulele; Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, H.S. Shaleh Muhammad Aldjufri, Lc. MA; Drs. H. Mohsen Alidrus, MM; Drs. H. Husen Habibu, M.HI; Drs. H. Zainal Abidin,
70 Hal-hal pembeda Alkhairaat dari lainnya ini disampaikan Sekjen Alkhairaat, wawancara 26 September 2011. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 321 M.Ag.; H. Hamdan Rampadio, SH, MH; Drs. H. Abdullah Latopada, M. Pd.I; KH. Yahya Alamri, S.HI; dan Drs. Ridwan Yalijama, MA Sekretaris : Jenderal: Drs. Jamaluddin Mariajang, M.Si Wakil Sekjen : Drs. Muhtadin Dg. Mustafa, M.Hi; Sofyan Bachmid, SPd, MM; Sy. Ragwan Ahmad Aljufri, SHI, MH; dan Syaifullah Tompo Bendahara Umum: H. Hasyim Hadado, dengan wakilnya: Saiful Jibran BA; dan Fathum Alhabsyi Majelis Pendidikan, Ketua: H.S. Alwi Saggaf Aljufri, Lc dan Sekretaris: Dr. Khairan Majelis Dakwah , Ketua : KH Mansur Baba, Lc; dan Sekretaris: Abdurrahman Mochsen, S.HI Majelis Organisasi, Ketua: H. Farid Djavar Nasar, SH; dan Sekretaris: Faisal Attamimi, S.Ag, M.Fil.I Adapun anggota Dewan Ulama Alkhairaat masa khidmat 2008-2013, adalah sebagai berikut: Ketua : Dr. KH.S. Salim Saggaf Aldjufri, MA (Sekarang menjabat Menteri Sosial RI) Wakil Ketua : Drs. Dahlan Tangkaderi; KH.S. Mohsen Ali Alhabsyi, Lc; dan KH. Mohammad Abubakar, S.Ag Sekretaris : KH. Mohammad Lationo, dengan wakilnya Drs. KH. Salim Dg. Masuka, Lc; dan Drs. Abd. Basyir Marjudo, M.HI Anggota : KH. Abd. Salam Tahir; KH. Syamsuddin Lamalundu; KH. Nawawian Abdullah; KH. Faradj Dhofir; KH. Daud Towandu; KH. Ibrahim Saleh; Ditegaskan di dalam anggaran dasarnya, Perhimpunan Alkhairaat bersifat amaliah dan independen. Berkedudukan pusat di Palu, Sulawesi Tengah. Alkhairaat berazaskan Islam dan berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah dengan berfaham Asyariyah dan bermadzhab Syafii. Dengan demikian, secara paham keagamaan (akidah dan ubudiyah), Alkhairaat hampir sama atau bahkan sama sekali tidak berbeda dengan Nahdlatul Ulama atau kelompok Ahlussunnah wal Jamaah lainnya. Bedanya pada penegasan bermadzhab Syafii itu. Bahwa yang diajarkan di sekolah-sekolah Alkhairaat hanya ajaran bermadzhab Syafii, madzhab lainnya tidak diajarkan. Selain itu, bagi Alkhairaat, bahasa Arab merupakan hal yang penting. 70
Alkhairaat bertujuan membentuk insan yang beriman dan bertaqwa, cerdas, arif, bijaksana, dan bertanggung jawab terhadap pembangunan agama, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia guna terwujudnya masyarakat yang aman, adil, dan makmur yang diridhai Allah swt. Untuk tujuan ini dilakukan usaha pengembangan pendidikan, pembentukan kader dai, dan pengembangan usaha sosial. Saat ini Alkhairaat dipimpin oleh H.S. Ali Muhammad Aljufri dengan Sekretaris Jenderal Drs. Jamaluddin Mariajang, M.Si. Berikut selengkapnya susunan pengurus Pengurus Besar Alkhairaat masa khidmat 2008 - 2013. Ketua Umum : H.S. Ali Muhammad Aljufri Ketua : Drs. Sofyan Ing; Drs. Adjimin Ponulele; Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, H.S. Shaleh Muhammad Aldjufri, Lc. MA; Drs. H. Mohsen Alidrus, MM; Drs. H. Husen Habibu, M.HI; Drs. H. Zainal Abidin,
70 Hal-hal pembeda Alkhairaat dari lainnya ini disampaikan Sekjen Alkhairaat, wawancara 26 September 2011. Akmal Salim Ruhana 322 KH. Hasyim Arsyad; Drs. H.S Muthahar Saleh Aljufri; Drs. KH. M. Thayeb Sualiman Lc.; KH. Abdurrahman Latopada; KH. Jamaluddin Tiku, BA; KH. Syuaib Muhya.; Drs. KH. Anas Ibrahim; KH.S. Idrus Ali Alhabsyi; KH.S. Umar Idrus Alhabsyi; dan H. Hafid Hadado. Di jajaran Dewan Pakar Alkhairaat masa khidmat 2008-2013, terdapat nama-nama berikut: Ketua : Prof. DR.KH.Moh.Noor Sulaiman Pettalongi (alm.) Wakil Ketua : Drs. KH. Sofyan Alwi Lahilote, SH; Prof. DR. Anhulaila Palampanga, SE; dan Dr. H. Lukman S. Tahir, MA Sekretaris : H. Thaha Aljufri, SE, wakilnya: Ir. H. Faisal Shahab Anggota : dr. H. Fikri Hamzens; Prof. Dr. H. Ahmad Bachmid; KH. Abdul Ghani Kasuba, Lc; dr. H. Abdullah Ammari, Sp.PD; Drs. Anwar Ponulele; Drs. H. Syahrir Alatas SE, M.Si; Drs. H. Andiwan Betalembah; H. Syafrun Abdullah BRE; Husen Muh. Saleh SE, M.Si; Drs. H. Mohammad Rumi; Ir. Rahmat Kawaru; Drs. Burhanuddin Maragau; Drs. Syarifuddin H. Muda; H. Naser Djibran; dan S. Alwi Yahya Assagaf, SH Selain pengurus di atas, terdapat sejumlah badan otonom Alkhairaat, yaitu: 1. Wanita Islam Alkhairaat (WIA), yang dipimpin oleh Sy. Sa'diyah binti Idrus Aljufri; 2. Himpunan Pemuda Alkhairaat (HPA) sebagai wahana pengkaderan pemuda penerus; 3. Ikatan Alumni Alkhairaat (IKAAL); 4. Banaat Alkhairaat, yang merupakan organisasi putri-putri Alkhairaat; dan sejak Maret 2010 lalu Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 323 dikukuhkan Persatuan Guru Alkhairaat (PGA), dan Badan Pengawas Keuangan dan Kekayaan Alkhairaat (BAWASKAL). Lini pendidikan Alkhairaat dilakukan dalam bentuk madrasah, pondok pesantren, dan universitas. Data jumlah Madrasah/Sekolah Pendidikan Islam Alkhairaat, estimasi tahun 2010, adalah sebagai berikut: Sulawesi Tengah 1.096 buah, Sulawesi Utara 135 buah, Gorontalo 61 buah, Sulawesi Selatan 7 buah, Sulawesi Barat 18 buah, Sulawesi Tenggara 3 buah, Kalimantan Timur 55 buah, Maluku Utara dan Maluku 162 buah, Papua dan Papua Barat 12 buah, Kalimantan Selatan 1 buah. Sehingga secara keseluruhan berjumlah 1.550 buah madrasah/ sekolah. Adapun data Pondok Pesantren Alkhairaat adalah: Sulawesi Tengah 16 buah, Sulawesi Utara 4 buah, Gorontalo 5 buah, Sulawesi Tenggara 1 buah, Sulawesi Selatan 1 buah, Kalimantan Selatan 1 buah, Kalimantan Timur 4 buah, Maluku Utara dan Maluku 4 buah. Sehingga keseluruhan jumlah pondok pesantren Alkhairaat adalah 36 buah. Di samping itu, Alkhairaat memiliki Universitas Islam Alkhairaat dengan 7 fakultasnya. Di bidang dakwah, kegiatan yang dilaksanakan antara lain: menyiapkan da'i pada peringatan hari-hari besar Islam, khotbah jum'at dan majelis taklim yang dilaksanakan di masjid-masjid maupun di rumah-rumah. Khusus pada bulan Ramadhan para da'i diterjunkan ke daerah-daerah untuk menyampaikan ceramah- ceramah Ramadhan. Selain itu, Alkhairaat bekerjasama mengantisipasi dan menyukseskan program pemerintah baik pusat maupun daerah menyampaikan bahasa agama. Adapun di bidang usaha Alkhairaat membuka Rumah Sakit Umum dengan Nama Sis. Aljufri, supermarket yang dinamai SAL (Supermarket Alkhairaat), penerbitan koran harian Media Alkhairaat dan dua stasion radio swasta (Radio Alkhairaat) yang ada KH. Hasyim Arsyad; Drs. H.S Muthahar Saleh Aljufri; Drs. KH. M. Thayeb Sualiman Lc.; KH. Abdurrahman Latopada; KH. Jamaluddin Tiku, BA; KH. Syuaib Muhya.; Drs. KH. Anas Ibrahim; KH.S. Idrus Ali Alhabsyi; KH.S. Umar Idrus Alhabsyi; dan H. Hafid Hadado. Di jajaran Dewan Pakar Alkhairaat masa khidmat 2008-2013, terdapat nama-nama berikut: Ketua : Prof. DR.KH.Moh.Noor Sulaiman Pettalongi (alm.) Wakil Ketua : Drs. KH. Sofyan Alwi Lahilote, SH; Prof. DR. Anhulaila Palampanga, SE; dan Dr. H. Lukman S. Tahir, MA Sekretaris : H. Thaha Aljufri, SE, wakilnya: Ir. H. Faisal Shahab Anggota : dr. H. Fikri Hamzens; Prof. Dr. H. Ahmad Bachmid; KH. Abdul Ghani Kasuba, Lc; dr. H. Abdullah Ammari, Sp.PD; Drs. Anwar Ponulele; Drs. H. Syahrir Alatas SE, M.Si; Drs. H. Andiwan Betalembah; H. Syafrun Abdullah BRE; Husen Muh. Saleh SE, M.Si; Drs. H. Mohammad Rumi; Ir. Rahmat Kawaru; Drs. Burhanuddin Maragau; Drs. Syarifuddin H. Muda; H. Naser Djibran; dan S. Alwi Yahya Assagaf, SH Selain pengurus di atas, terdapat sejumlah badan otonom Alkhairaat, yaitu: 1. Wanita Islam Alkhairaat (WIA), yang dipimpin oleh Sy. Sa'diyah binti Idrus Aljufri; 2. Himpunan Pemuda Alkhairaat (HPA) sebagai wahana pengkaderan pemuda penerus; 3. Ikatan Alumni Alkhairaat (IKAAL); 4. Banaat Alkhairaat, yang merupakan organisasi putri-putri Alkhairaat; dan sejak Maret 2010 lalu Akmal Salim Ruhana 324 di Manado dan Palu serta satu stasion radio dalam persiapan di Gorontalo. Kantor Sekretariat Pengurus Besar Al-Khairaat beralamat di Jl. SIS Aljufrie No. 44 Palu, Sulawesi Tengah, yang sekaligus menjadi sentral kegiatan Alkhairaat. Di sekitar situ ada Masjid Alkhairaat, sekolah-sekolah Alkhairaat, dan Swalayan Alkhairaat.
E. Nahdlatul Ulama Di Palu terdapat ormas keagamaan Nahdlatul Ulama yang secara umum profilnya sama sebagaimana Nahdlatul Ulama di Pulau Jawa. NU menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, yang berpola pikir jalan tengah antara rasionalis dan skripturalis. Sumber pemikirannya Al-Qur'an, Sunnah, dan juga kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat. Dalam Anggaran Dasarnya, tujuan NU adalah menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah- tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk tujuan ini dilakukan usaha organisasi, yaitu: 1) Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan. 2) Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, dan berpengetahuan luas. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 325 3) Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan. 4) Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. 5) Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Secara nasional, NU memiliki 31 Pengurus Wilayah di tingkat provinsi, 339 Pengurus Cabang di tingkat kabupaten/kota, 12 Pengurus Cabang Istimewa di luar negeri, 2.630 Majelis Wakil Cabang di tingkat kecamatan, dan 37.125 Pengurus Ranting di tingkat desa/kelurahan. Selain kepengurusan itu, NU juga memiliki 12 Lembaga, 4 Lajnah, dan 9 Badan Otonom. Kedua belas lembaga adalah: Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU), Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama (LPKNU), Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU), Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU), Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI), Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU), Lembaga Takmir Masjid Indonesia (LTMI), Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM), Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI), Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH), dan Lajnah Bahtsul Masail (LBM-NU). Keempat lajnah adalah: Lajnah Falakiyah (LF-NU), Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN-NU), Lajnah Auqaf (LA-NU), dan Lajnah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (Lazis NU). Sedangkan 9 badan otonom adalah: Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah, Muslimat NU, Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), Fatayat NU, Ikatan Pelajar Nahdlatul di Manado dan Palu serta satu stasion radio dalam persiapan di Gorontalo. Kantor Sekretariat Pengurus Besar Al-Khairaat beralamat di Jl. SIS Aljufrie No. 44 Palu, Sulawesi Tengah, yang sekaligus menjadi sentral kegiatan Alkhairaat. Di sekitar situ ada Masjid Alkhairaat, sekolah-sekolah Alkhairaat, dan Swalayan Alkhairaat.
E. Nahdlatul Ulama Di Palu terdapat ormas keagamaan Nahdlatul Ulama yang secara umum profilnya sama sebagaimana Nahdlatul Ulama di Pulau Jawa. NU menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, yang berpola pikir jalan tengah antara rasionalis dan skripturalis. Sumber pemikirannya Al-Qur'an, Sunnah, dan juga kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat. Dalam Anggaran Dasarnya, tujuan NU adalah menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah- tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk tujuan ini dilakukan usaha organisasi, yaitu: 1) Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan. 2) Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, dan berpengetahuan luas. Akmal Salim Ruhana 326 Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa (IPS Pagar Nusa), Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz (JQH). Demikianlah, profil dan posisi keagamaan NU di Palu sama seperti NU di Jawa Timur ataupun Jakarta. Uniknya, secara struktural, NU di Palu dalam kondisi tertentu terkesan menyaru dengan Alkhairaat (atau sebaliknya?) Pimpinan Wilayah NU Sulawesi Tengah saat ini, misalnya, dijabat oleh Dr. H. Mochsen Alaydrus, MM, yang juga Kepala Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Tengah. Di Palu, beliau adalah tokoh tinggi Alkhairaat. Demikian juga, banyak peran-peran ganda sebagai pengurus Alkhairaat dan sebagai pengurus NU pada tokoh-tokoh tertentu, hingga muncul ujaran: Fleksibel saja. Kalau di Palu menjadi Alkhairaat, kalau sedang ke Jawa menjadi NU. 71 Dengan adanya peran-ganda ini, resikonya, performa salah satu diantara Alkhairat dan NU menjadi tidak terlalu menonjol dalam konteks lokal. Tentu saja, performa Alkhairaat lebih menonjol dan kentara di Palu. Sekolah-sekolah dan madrasah, misalnya, pastilah merupakan Madrasah Alkhairaat. NU bahkan tidak punya sekolah, tidak ada sekolah NU, dan karenanya NU seolah tidak eksis. 72
F. Darud Dawah wal Irsyad (DDI) Secara historis, kelahiran DDI tidak bisa dilepaskan dari pergulatan intelektual-spiritual al-Mukarram KH. Abd. Rahman
71 Bahkan peran multiganda juga dialami Drs. HM. Asad Syukur. Selain sebagai Ketua DDI juga pengurus NU, bahkan pernah menjadi Ketua Alwasliyah Kota Palu. 72 Ketiadaan eksistensi NU disampaikan Asad Syukur dalam wawancara tanggal 27 September 2011. Namun, kondisi ini ternyata merupakan sejenis kesepakatan pemuka NU dan Alkhairaat, bahwa NU akan berkiprah di politik dan tidak boleh mendirikan madrasah. Sedangkan Alkhairaat tidak berkiprah di politik tetapi bergerak di pendidikan, sehingga boleh mendirikan madrasah. Hal ini disampaikan Abdullah Latupada dalam wawancara dengan Endang Sulanjari tanggal 28 September 2011. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 327 Ambo Dalle (biasa disebut Gurutta Ambo Dalle). Beliaulah yang mendirikan DDI. Para pendiri DDI lainnya adalah AGH Daud Ismail, AGH M Abduh Pabbajah, AGH Ali Yafie (pernah menjabat sebagai Ketua MUI Pusat), dan AGM M Tahir Imam Lapeo. Organisasi Darud Dawah wal Irsyad didirikan pada 7 Februari 1947 di Watang Soppeng, sebagai pengintegrasian dari Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) yang didirikan di Mangkoso 11 Januari 1938. Organisasi yang berkedudukan pusat di Makassar ini dalam Anggaran Dasarnya menegaskan akidahnya sebagai Islam menurut Ahlussunnah wal Jamaah dan menganut salahsatu dari madzhab; Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. DDI berasaskan Pancasila, dan bersifat keagamaan, bergerak dalam pendidikan, dakwah, dan sosial kemasyarakatan. DDI bertujuan membentuk individu muslim yang beriman, bertaqwa, berakhlakul karimah yang mengabdi dan mengamalkan usahanya fisabilillah, menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, demi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur diridhai Allah SWT. Untuk tujuan ini, dilakukan sejumlah usaha, yakni: mengusahakan pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan ajaran Islam, mengusahakan terlaksananya ajaran Islam menurut Ahlussunnah wal Jamaah, mengupayakan terwujudnya pembangunan ekonomi yang adil, merata, dan mengusahakan hal- hal yang bermanfaat bagi umat guna terwujudnya khaira ummah. Secara struktural, sudah ada 8 pengurus wilayah, 274 pengurus daerah, 392 pengurus cabang, 127 pengurus ranting, 1.029 sekolah, 18 perguruan tinggi, 89 pesantren, yang tersebar di 20 provinsi di Indonesia. Terdapat pula sejumlah badan otonom, antara lain: Ummahat DDI (UMDI), Fatayat DDI (Fadi), Ikatan Pemuda DDI (IPDDI), Ikatan Mahasiswa DDI (IMDI), Ikatan Guru DDI (IGDI), dan Ikatan Alumni DDI (IADI). Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa (IPS Pagar Nusa), Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz (JQH). Demikianlah, profil dan posisi keagamaan NU di Palu sama seperti NU di Jawa Timur ataupun Jakarta. Uniknya, secara struktural, NU di Palu dalam kondisi tertentu terkesan menyaru dengan Alkhairaat (atau sebaliknya?) Pimpinan Wilayah NU Sulawesi Tengah saat ini, misalnya, dijabat oleh Dr. H. Mochsen Alaydrus, MM, yang juga Kepala Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Tengah. Di Palu, beliau adalah tokoh tinggi Alkhairaat. Demikian juga, banyak peran-peran ganda sebagai pengurus Alkhairaat dan sebagai pengurus NU pada tokoh-tokoh tertentu, hingga muncul ujaran: Fleksibel saja. Kalau di Palu menjadi Alkhairaat, kalau sedang ke Jawa menjadi NU. 71 Dengan adanya peran-ganda ini, resikonya, performa salah satu diantara Alkhairat dan NU menjadi tidak terlalu menonjol dalam konteks lokal. Tentu saja, performa Alkhairaat lebih menonjol dan kentara di Palu. Sekolah-sekolah dan madrasah, misalnya, pastilah merupakan Madrasah Alkhairaat. NU bahkan tidak punya sekolah, tidak ada sekolah NU, dan karenanya NU seolah tidak eksis. 72
F. Darud Dawah wal Irsyad (DDI) Secara historis, kelahiran DDI tidak bisa dilepaskan dari pergulatan intelektual-spiritual al-Mukarram KH. Abd. Rahman
71 Bahkan peran multiganda juga dialami Drs. HM. Asad Syukur. Selain sebagai Ketua DDI juga pengurus NU, bahkan pernah menjadi Ketua Alwasliyah Kota Palu. 72 Ketiadaan eksistensi NU disampaikan Asad Syukur dalam wawancara tanggal 27 September 2011. Namun, kondisi ini ternyata merupakan sejenis kesepakatan pemuka NU dan Alkhairaat, bahwa NU akan berkiprah di politik dan tidak boleh mendirikan madrasah. Sedangkan Alkhairaat tidak berkiprah di politik tetapi bergerak di pendidikan, sehingga boleh mendirikan madrasah. Hal ini disampaikan Abdullah Latupada dalam wawancara dengan Endang Sulanjari tanggal 28 September 2011. Akmal Salim Ruhana 328 Di Sulawesi Tengah (baca: Palu) DDI masuk pada tahun 1956 terutama di desa-desa. Leading sector perannya di bidang pendidikan. Sejak 1956 sampai saat ini, DDI bahkan telah memiliki 150 berbagai jenjang pendidikan, taman pengajian banyak , panti asuhan 10 buah, pondok pesantren 10 buah, serta perguruan tinggi jarak jauh 2 buah. DDI di Kota Palu saat ini diketuai Drs. H.M. Asad Syukur, M.Pd.
G. Muhammadiyah Organisasi yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta ini menegaskan dirinya sebagai gerakan islam, dawah amar maruf nahi munkar dan tajdid, yang bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah. Dengan berasaskan Islam, Muhammadiyah berdiri karena beberapa alasan dan tujuan sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar. 73
Muhammadiyah yang berasaskan Islam menegaskan identitasnya sebagai adalah Gerakan Islam, Dawah Amar Maruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah. Muhammadiyah adalah gerakan Islam. Kelahiran Muham- madiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Quran karena itu pula seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan
73 Alasan-alasan ini sebagaimana H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332 dalam www.muhammadiyah.or.id diunduh pada 22 September 2011. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 329 Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lilalamin. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar maruf nahi munkar. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah. Muhammadiyah adalah gerakan tajdid. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran dan Assunah, sekaligus membersihkan berbagai amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bidah lewat gerakan dakwah. Termasuk tajdid juga dalah pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan shalat Id dan pelaksanaan kurban dan sebagainya. Dalam Anggaran Dasarnya, Pasal 6 dan 7, disebutkan maksud dan tujuan Muhammadiyah yakni menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Untuk itu, dilakukan usaha-usaha sebagai berikut: (1) melaksanakan dawah amar maruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang Di Sulawesi Tengah (baca: Palu) DDI masuk pada tahun 1956 terutama di desa-desa. Leading sector perannya di bidang pendidikan. Sejak 1956 sampai saat ini, DDI bahkan telah memiliki 150 berbagai jenjang pendidikan, taman pengajian banyak , panti asuhan 10 buah, pondok pesantren 10 buah, serta perguruan tinggi jarak jauh 2 buah. DDI di Kota Palu saat ini diketuai Drs. H.M. Asad Syukur, M.Pd.
G. Muhammadiyah Organisasi yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta ini menegaskan dirinya sebagai gerakan islam, dawah amar maruf nahi munkar dan tajdid, yang bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah. Dengan berasaskan Islam, Muhammadiyah berdiri karena beberapa alasan dan tujuan sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar. 73
Muhammadiyah yang berasaskan Islam menegaskan identitasnya sebagai adalah Gerakan Islam, Dawah Amar Maruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah. Muhammadiyah adalah gerakan Islam. Kelahiran Muham- madiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Quran karena itu pula seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan
73 Alasan-alasan ini sebagaimana H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332 dalam www.muhammadiyah.or.id diunduh pada 22 September 2011. Akmal Salim Ruhana 330 kehidupan; (2) usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan, yang macam dan penye- lenggaraannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga; dan (3) Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program, dan kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah. Dalam konteks Sulawesi Tengah, Muhammadiyah masuk ke Kota Palu di saat kondisi masyarakat Kota Palu yang telah didominasi Alkhairaat. Maka kedatangannya yang berwatak tajdid (pembaharuan) itu pada awalnya kerap mendapat resistensi. 74
Proses asimilasi dan kehidupan sosial bersama kemudian hari menjadikan akseptasi yang cukup baik di kalangan masyarakat tertentu, terutama para pendatang. 75
Muhammadiyah menjadikan pendidikan sebagai media dakwahnya. Tak heran, Muhammadiyah mendirikan sekolah- sekolah Muhammadiyah di banyak tempat, dan bahkan memiliki kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu yang cukup luas di sebuah bukit di Jalan Hang Tuah, Kota Palu. Dengan tujuh fakultasnya, Unismuh menampung banyak mahasiswa dari berbagai latar belakang (baca: termasuk yang bukan Muhammadiyah). Secara struktural, susunan Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Palu periode 2010-2015 adalah sebagai berikut:
74 Diceritakan, pada tahun 1970-an pernah masjid-masjid Muhammadiyah dilempari pihak tertentu sebagai bentuk resistensi ini. Atau, pada saat Muhammadiyah memulai/menginisiasi pelaksanaan Sholat Ied di lapangan, masyarakat banyak yang menolaknya. Kondisi-kondisi ini saat ini tidak terjadi lagi. Wawancara Sekretaris PD Muhammadiyah Kota Palu, Muh. Ilyas Padduntu, S.Ag., M.Pd.I, pada 29 September 2011. 75 Salahsatu indikasi, misalnya, kebanyakan pengikut Muhammadiyah adalah pendatang/transmigran dari Jawa, atau para pedagang yang tinggal berkelompok di daerah pelabuhan atau daerah-daerah lainnya. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 331 Ketua : Hadie Soetjipto, B.Sc., S.Ag. Wakil Ketua : Drs. Leonar MS; Drs. Burhanuddin H. Arifin; Drs. H. Zainal Honteng; Drs. Abd. Hafid DM; Drs. HM. Ilyas Wella, M.Si.; dan Sitti Aminah M. Amin. Sekretaris : Muh. Ilyas Padduntu, S.Ag., M.Pd.I, dengan wakil Drs. HM. Ridwan, MM Bendahara : H. Sudirman M, dengan wakil Ilham A. Djorimi Alamat Sekretariat Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Palu berada di Jalan Tompi Nomor 15 Kelurahan Lere Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Telp/Fax 0451- 423163/461436, dengan alamat website/blog http://pdmkotapalu. blogspot.com. Selain keempat ormas keagamaan di atas, sesungguhnya masih banyak ormas atau gerakan keagamaan lain yang berperan dalam ladang garapan dakwah yang sama, yakni Kota Palu. Mereka antara lain: Persis, Al-Wasliyah, LDII, Salafi, Wahdah Islamiyah, FPI, HTI, DDII, dan Jamaah Tabligh. Kelompok-kelompok ini ada dan berkembang di Kota Palu, meski performa dan perannya tidak terlalu menonjol (atau tepatnya tidak termasuk yang didalami oleh penelitian ini).
Profil Aktivitas Dakwah Ormas/Gerakan Keagamaan Alkhairaat pusat misinya adalah pendidikan. Secara historis hal ini terjelaskan dari pendirinya, al-alim al-allamah Habib Sayyid Idrus bin Salim Aldjufri, seorang ulama dari Hadramaut yang cenderung pada ilmu pengetahuan. Dalam mendukung misi pendidikan ini agar tersebar luas ke masyarakat, maka dilakukan dakwah untuk memperkuatnya. Jadi dakwah itu instrumen yang kehidupan; (2) usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan, yang macam dan penye- lenggaraannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga; dan (3) Penentu kebijakan dan penanggung jawab amal usaha, program, dan kegiatan adalah Pimpinan Muhammadiyah. Dalam konteks Sulawesi Tengah, Muhammadiyah masuk ke Kota Palu di saat kondisi masyarakat Kota Palu yang telah didominasi Alkhairaat. Maka kedatangannya yang berwatak tajdid (pembaharuan) itu pada awalnya kerap mendapat resistensi. 74
Proses asimilasi dan kehidupan sosial bersama kemudian hari menjadikan akseptasi yang cukup baik di kalangan masyarakat tertentu, terutama para pendatang. 75
Muhammadiyah menjadikan pendidikan sebagai media dakwahnya. Tak heran, Muhammadiyah mendirikan sekolah- sekolah Muhammadiyah di banyak tempat, dan bahkan memiliki kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu yang cukup luas di sebuah bukit di Jalan Hang Tuah, Kota Palu. Dengan tujuh fakultasnya, Unismuh menampung banyak mahasiswa dari berbagai latar belakang (baca: termasuk yang bukan Muhammadiyah). Secara struktural, susunan Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Palu periode 2010-2015 adalah sebagai berikut:
74 Diceritakan, pada tahun 1970-an pernah masjid-masjid Muhammadiyah dilempari pihak tertentu sebagai bentuk resistensi ini. Atau, pada saat Muhammadiyah memulai/menginisiasi pelaksanaan Sholat Ied di lapangan, masyarakat banyak yang menolaknya. Kondisi-kondisi ini saat ini tidak terjadi lagi. Wawancara Sekretaris PD Muhammadiyah Kota Palu, Muh. Ilyas Padduntu, S.Ag., M.Pd.I, pada 29 September 2011. 75 Salahsatu indikasi, misalnya, kebanyakan pengikut Muhammadiyah adalah pendatang/transmigran dari Jawa, atau para pedagang yang tinggal berkelompok di daerah pelabuhan atau daerah-daerah lainnya. Akmal Salim Ruhana 332 mendukung gerakan pendidikan Alkhairaat. Dakwah dan pendidikan terajut secara sistemik, saling mengisi. Seorang abnaul Khairaat 76 diamanahi oleh pendiri Alkhairaat untuk mengem- bangkan pendidikan, memberi pengetahuan keagamaan pada masyarakat, dan memperhatikan kesejahteraan umat manusia. Dari amanah pendiri di atas, tergambar bahwa dakwah Alkhairaat mencakup bil lisan, bil qolam, dan bil hal. Dakwah bil lisan dilakukan dengan ceramah-ceramah agama di masyarakat. Ada dalam bentuk tabligh akbar ketika haul Pendiri Alkhairaat Guru Tua; ceramah/ diskusi pada instansi/kantor pemerintah, majelis taklim, maupun masjid-masjid; dialog interaktif di Radio Alkhairaat; dan ceramah dalam Safari Ramadhan. Dakwah bil qolam dilakukan dengan menerbitkan Koran Harian Media Alkhairaat dan Majalah Alkhairaat. Sedangkan dakwah bil hal, dilakukan dalam aneka ragam program, mulai membangun usaha ekonomi (Swalayan Alkhairaat dan Alkhairaat Sport Center), membangun Rumah Sakit SIS Aldjufri, hingga lini pendidikan yang sangat banyak ragam tingkatannya. Bahkan, secara maknawi, segala performa abnaul Khairaat adalah (sejatinya) ekspresi dari dakwah bil hal Alkhairaat. 77
Secara tegas, Alkhairaat memang menegaskan pendidikan sebagai sentral misinya, dengan dukungan dakwah jenis lainnya. Tak heran, eksistensi dan aktivitas ribuan madrasah Alkhairaat mengonfirmasi hal ini. Ketiga macam dakwah dilakukan terhadap semua kalangan umat Islam. Tidak secara khusus menarget orang (madu) tertentu atau daerah tertentu. Bahwa dakwah yang dilakukan diupayakan
76 Abnaul Khairaat diartikan sebagai pengikut Alkhairaat, baik pengurus, anggota, maupun para lulusan madrasah-madrasah dan angggota majelis taklim Alkhairaat, atau bahkan simpatisan Alkhairaat. 77 Disampaikan Jamaluddin, Sekjen Alkhairaat, bahwa orang-orang Alkhairaat biasanya menjadi pemuka panutan masyarakat karena ilmunya memadai, bicara/qiraatnya fasih, perilakunya supel, dan sikapnya santun. Wawancara tanggal 26 September 2011. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 333 sebanyak mungkin menjangkau umat. Misalnya ditunjukkan dengan dibuatnya Koran Harian Media Alkhairaat dan Radio Alkhairaat, yang diharapkan dapat dibaca atau didengar umat yang lebih luas. Bahwa Alkhairaat berkembang luas di Kawasan Timur Indonesia dan hampir menguasai wilayah ini, nampaknya merupakan target wilayah dakwah Guru Tua masa lalu. 78
Di dalam berbagai jenis media dakwah bil lisan, bil qolam, dan bil hal itu, senantiasa disampaikan tuntunan ajaran Islam yang baik, sesuai pentunjuk Al-Quran dan Sunnah dalam perspektif Sunni Syafiiyyah. Demikian halnya apa-apa yang dahulu dicontohkan sang pendiri Alkhairaat, Guru Tua, misalnya tentang kebiasaan ber- taushiyah, bersahabat dengan sebanyak mungkin orang, berusaha disamping berdakwah, dan sebagainya. Semua diajarkan atau disampaikan dengan cara-cara hikmah, tanpa pemaksaan atau kekerasan. Karena menggunakan cara dakwah yang soft (bil hikmah), sejauh ini belum pernah dakwah Alkhairaat mendapat tentangan atau perilaku yang tidak menyenangkan dari pihak lain. Nahdlatul Ulama, sebagaimana dijelaskan di atas tentang kebersatuannya dalam hal aktor-aktor dengan Alkhairaat, maka dakwahnya dapat dikatakan relatif sama/bersamaan. Hanya saja pamornya tampak lebih menonjol Alkhairaat dibandingkan NU. Setidaknya demikianlah jika bicara di aras lokal Palu, berkebalikan jika bicara untuk aras nasional. NU di Palu tidak memiliki sekolah
78 Menurut sejarahnya, sebelum mengembangkan Islam (berdakwah) di Kawasan Timur Indonesia, Guru Tua pernah membuka perguruan Islam Ar-Rabitha di Solo. Setelah beberapa tahun lamanya, beliau pindah ke Jombang Jawa Timur dan sempat berkenalan baik dan akrab dengan dengan KH. Hasyim Asyari, pendiri NU, tepatnya pada 1925. (Baca selengkapnya dalam Riwayat Hidup Pendiri Alkhairaat S.Idrus bin Salim Aldjufri, pidato haul XX tahun 1989 oleh Drs. H.M. Dahlan Tangkaderi. Selain itu, baca juga Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri guru Tua: Modernisasi Pendidikan dan Dakwah di Tanah Kaili (1930-1969) karya HM. Noor Sulaiman Pettalongi, Jakarta: Kultura, 2009). Asumsi penulis, Guru Tua pada saat itu melihat bahwa dakwah di Jawa dan sekitarnya telah cukup banyak dilakukan oleh banyak kyai/ustad, sedangkan di Kawasan Timur Indonesia belum cukup banyak yang melakukan, maka beliau menggarapnya. mendukung gerakan pendidikan Alkhairaat. Dakwah dan pendidikan terajut secara sistemik, saling mengisi. Seorang abnaul Khairaat 76 diamanahi oleh pendiri Alkhairaat untuk mengem- bangkan pendidikan, memberi pengetahuan keagamaan pada masyarakat, dan memperhatikan kesejahteraan umat manusia. Dari amanah pendiri di atas, tergambar bahwa dakwah Alkhairaat mencakup bil lisan, bil qolam, dan bil hal. Dakwah bil lisan dilakukan dengan ceramah-ceramah agama di masyarakat. Ada dalam bentuk tabligh akbar ketika haul Pendiri Alkhairaat Guru Tua; ceramah/ diskusi pada instansi/kantor pemerintah, majelis taklim, maupun masjid-masjid; dialog interaktif di Radio Alkhairaat; dan ceramah dalam Safari Ramadhan. Dakwah bil qolam dilakukan dengan menerbitkan Koran Harian Media Alkhairaat dan Majalah Alkhairaat. Sedangkan dakwah bil hal, dilakukan dalam aneka ragam program, mulai membangun usaha ekonomi (Swalayan Alkhairaat dan Alkhairaat Sport Center), membangun Rumah Sakit SIS Aldjufri, hingga lini pendidikan yang sangat banyak ragam tingkatannya. Bahkan, secara maknawi, segala performa abnaul Khairaat adalah (sejatinya) ekspresi dari dakwah bil hal Alkhairaat. 77
Secara tegas, Alkhairaat memang menegaskan pendidikan sebagai sentral misinya, dengan dukungan dakwah jenis lainnya. Tak heran, eksistensi dan aktivitas ribuan madrasah Alkhairaat mengonfirmasi hal ini. Ketiga macam dakwah dilakukan terhadap semua kalangan umat Islam. Tidak secara khusus menarget orang (madu) tertentu atau daerah tertentu. Bahwa dakwah yang dilakukan diupayakan
76 Abnaul Khairaat diartikan sebagai pengikut Alkhairaat, baik pengurus, anggota, maupun para lulusan madrasah-madrasah dan angggota majelis taklim Alkhairaat, atau bahkan simpatisan Alkhairaat. 77 Disampaikan Jamaluddin, Sekjen Alkhairaat, bahwa orang-orang Alkhairaat biasanya menjadi pemuka panutan masyarakat karena ilmunya memadai, bicara/qiraatnya fasih, perilakunya supel, dan sikapnya santun. Wawancara tanggal 26 September 2011. Akmal Salim Ruhana 334 atau pesantren, dakwahnya dilakukan melalui majelis-majelis taklim. Dakwah bil lisan, dengan demikian, tampak lebih menonjol dari dakwah bil qolam atau bil hal. Targeted group dakwahnya adalah masyarakat secara umum, dan substansi yang didakwahkan tentu saja ajaran Islam bercorak Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang dalam banyak hal adalah juga apa yang didakwahkan Alkhairaat dan DDI. Darud Dawah wal Irsyad juga relatif sama dengan Alkhairaat, memiliki sejumlah sekolah atau madrasah. Dakwah dilakukan dengan melalui wahana pendidikan, di samping dakwah bil lisan secara konvensional. Bedanya, DDI lebih menyasar (prioritas target) ke daerah-daerah pedesaan, perannya lebih di kampung- kampung. Dengan demikian, militansi dakwah DDI relatif lebih besar karena tantangannya pun cukup besar. DDI memandang justeru di kampong-kampung dan pedalaman masih banyak umat yang belum tersentuh dakwah, sedangkan di kota-kota para pelaku dakwahnya telah cukup banyak dan beragam. Karenanya, sebagaimana dicontohkan Gurutta Ambo Dalle, DDI memiliki perhatian khusus dalam dakwahnya ke daerah-daerah yang kurang tersentuh di desa-desa, baik dengan sekolah-sekolah maupun majelis taklim. Ketiga ormas atau gerakan keagamaan di atas dapat dikatakan serumpun dan relatif berperan seiring. Berbeda misalnya dengan arus dakwah Muhammadiyah. Persyarikatan Muhammadiyah yang menegaskan kelahirannya sebagai mujaddid, pembaharu, pembersih dari berbagai tahayul, bidah, dan khurafat dan berbagai amaliyah Islamiyah yang dinilai tidak lurus, maka kehadiran dan peran dakwahnya, dalam satu dan lain kasus, bersentuhan atau berhadapan dengan peran dakwah ketiga ormas yang menegaskan corak Ahlussunnah wal Jamaah di atas yang notabene telah masuk dan menguasai Kota Palu terlebih dahulu. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 335 Persentuhan ini tidak jarang menimbulkan sesuatu pergesekan atau konflik, namun hal itu terjadi di masa lalu, di masa-masa awal kedatangan Muhammadiyah. Saat ini persentuhan itu agak lebih mencair. Muhammadiyah merupakan gerakan dakwah Islam amar maruf nahi munkar. Selain dakwah bil lisan dengan ceramah- ceramah agama, dakwah bil qolam dengan berbagai buku dan brosur kemuhammadiyahan, juga terutama semua amal usaha Muhammadiyah merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah bil hal. Materi yang disampaikannya adalah ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran dan Sunnah yang dalam format tertentu menjadi materi Islam Kemuhammadiyahan. Misalnya hal ini yang disampaikan di seluruh jenjang pendidikan milik Muhammadiyah (SMP-SMA-Perguruan Tinggi) sebagai mata pelajaran atau mata kuliah wajib seluruh anak didiknya.
Potensi Konflik dan Integrasi dalam Dakwah Potensi Konflik Aktivitas dakwah berbagai pelaku dakwah dalam ladang garap yang sama meniscayakan adanya interaksi antar, atau boleh jadi bahkan persentuhan, pergesekan, dan konflik, jika ada sesuatu hal yang kurang tepat dilakukan. Potensi ketidakrukunan atau potensi konflik dapat terjadi di ranah keagamaan (akidah, ibadah, dan akhlak) ataupun di ranah non-keagamaan (politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Dalam hal akidah, tidak ada pergesekan antar empat pelaku dakwah ini. Semua meyakini pokok-pokok akidah Islam. Justeru keberadaan Ahmadiyah yang notabene memiliki Nabi baru, misalnya, malah menguatkan pertahanan bersama soal akidah ini. atau pesantren, dakwahnya dilakukan melalui majelis-majelis taklim. Dakwah bil lisan, dengan demikian, tampak lebih menonjol dari dakwah bil qolam atau bil hal. Targeted group dakwahnya adalah masyarakat secara umum, dan substansi yang didakwahkan tentu saja ajaran Islam bercorak Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang dalam banyak hal adalah juga apa yang didakwahkan Alkhairaat dan DDI. Darud Dawah wal Irsyad juga relatif sama dengan Alkhairaat, memiliki sejumlah sekolah atau madrasah. Dakwah dilakukan dengan melalui wahana pendidikan, di samping dakwah bil lisan secara konvensional. Bedanya, DDI lebih menyasar (prioritas target) ke daerah-daerah pedesaan, perannya lebih di kampung- kampung. Dengan demikian, militansi dakwah DDI relatif lebih besar karena tantangannya pun cukup besar. DDI memandang justeru di kampong-kampung dan pedalaman masih banyak umat yang belum tersentuh dakwah, sedangkan di kota-kota para pelaku dakwahnya telah cukup banyak dan beragam. Karenanya, sebagaimana dicontohkan Gurutta Ambo Dalle, DDI memiliki perhatian khusus dalam dakwahnya ke daerah-daerah yang kurang tersentuh di desa-desa, baik dengan sekolah-sekolah maupun majelis taklim. Ketiga ormas atau gerakan keagamaan di atas dapat dikatakan serumpun dan relatif berperan seiring. Berbeda misalnya dengan arus dakwah Muhammadiyah. Persyarikatan Muhammadiyah yang menegaskan kelahirannya sebagai mujaddid, pembaharu, pembersih dari berbagai tahayul, bidah, dan khurafat dan berbagai amaliyah Islamiyah yang dinilai tidak lurus, maka kehadiran dan peran dakwahnya, dalam satu dan lain kasus, bersentuhan atau berhadapan dengan peran dakwah ketiga ormas yang menegaskan corak Ahlussunnah wal Jamaah di atas yang notabene telah masuk dan menguasai Kota Palu terlebih dahulu. Akmal Salim Ruhana 336 Memang, jika ditelisik lebih jauh, dalam kesamaan apa yang diyakini itu ada area yang menjadi variasi ideologis dalam hal keimanan. Meminjam istilah Al Fadl, ada yang lebih puritan dan ada yang lebih moderat. 79 Misalnya tentang upaya puritanisasi Muhammadiyah terhadap keimanan umat yang telah dinodai kepercayaan pada benda keramat tertentu yang bagi Muhammadiyah dapat dikategorikan menodai akidah. Dalam konteks Palu, dakwah Muhammadiyah misalnya sempat mendapat resistansi dari masyarakat yang terbiasa dengan hal bidah atau khurafat itu. Dalam perbedaan masalah fikih (ikhtilaf furuiyah), meski tidak lagi mewujud pertentangan, perbedaan dalam masalah khilafiyah masih menjadi ancaman bagi umat Islam Kota Palu. Segregasi masyarakat masih terlihat dari terkonsentrasinya umat pengikut Muhammadiyah di sekitar masjid Muhammadiyah, misal- nya. Namun hal ini dapat dijelaskan, bahwa biasanya pendirian masjid melihat dimana memungkinkan dibangun. Calon lokasi yang secara akseptabilitas maupun aksesibilitas tinggi tentu saja daerah dimana pengikutnya terkonsentrasi. Selain itu, ada juga fenomena pengikut Alkhairaat/NU yang bertarawih 20 rakaat di masjid Alkhairaat yang cukup jauh, padahal ada masjid Muhammadiyah di depan rumahnya yang bertarawih 8 rakaat, atau sebaliknya. Terkait perebutan, atau tepatnya peralihan, pengelolaan masjid pernah terjadi. Bahwa masjid di belakang kampus STAIN Palu dahulu didirikan oleh tokoh-tokoh (tua) Muhammadiyah dan praktis mengamalkan kebiasaan Muhammadiyah dalam kaifiyat ibadatnya. Namun sepeninggal beberapa pendiri masjid itu dan setelah beberapa pendiri tidak lagi menjabat di kepengurusan, masjid
79 Lebih jauh baca Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, Jakarta: Serambi, 2006, hlm. 152. Terlepas dari pengistilahan moderat-puritan dalam konteks para pelaku dakwah ini, namun variasi dalam penekanan dalam hal akidah ini kiranya ada. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 337 secara perlahan dikelola pihak lain dengan kaifiyat ibadah yang berbeda. Hanya saja, hal ini tidak terlalu dipermasalahkan pihak Muhammadiyah karena merasa masjid milik umat, siapapun boleh mengelolanya. Dinamika keberanjakan beberapa kader Muhammadiyah ke aliran atau kelompok tertentu juga menarik dicermati. 80 Dalam kadar tertentu hal ini dapat memanifes menjadi konflik internal, misalnya. Meski saat ini Muhammadiyah belum merasa terancam, namun hal ini tidak bisa dipandang biasa. Drs. H. Baqir Tora, MH., Sekretaris PW Muhammadiyah Sulawesi Tengah, mengatakan: Itu memang dimana-mana, banyak juga warga Muhammadiyah menambah wawasan pengetahuan keagamaannya lewat seperti itu, lewat Jamaah Tabligh, Salafi, bahkan ada yang lebih ekstrim lagi, tetapi kita kita tidak terlalu mempermasalahkan itu. Cuma kita tetap mengatakan kalau memang anda sudah seperti itu, ya anda milih, jangan sampai nanti anda disana membawa atas nama Muhammadiyah padahal anda pribadi. Jadi kami tidak mempermasalahkan, cuma kami bagaimana saling mengingatkan demi kebaikan dan kemaslahatan umat, supaya umat tidak bingung. Memang ada seperti itu, tapi tidak terlalu menonjol. Artinya belum mengganggu, itu intinya belum mengganggu, baik (bagi) kelembagaan Muhammadiyah maupun individu-individu. Bahkan mereka itu karena belum punya tempat ibadat mereka menggunakan fasilitasnya Muhammadiyah. Tapi belum mengganggu. Mereka masih menghargai, mereka tahu itu masjid Muhammadiyah. 81
80 Ada fenomena beberapa kader Muhammadiyah yang berpindah ke Salafi dan Wahdah Islamiyah karena konon kurang merasa terpenuhi kebutuhan spiritualnya. Mereka merasa Muhammadiyah terlalu sibuk dengan aktivitas organisasionalnya. Hal ini pendapat seseorang yang outsider. Namun bagi Ustad Muhammad, ustad pada Pesantren Salafi di Masjid Imam Muslim, merasa mereka tetap baik dengan Muhammadiyah meski mereka lebih mencari dan menggunakan dalil-dalil yang mereka percayai lebih lurus, dan lalu harus diaplikasikan dalam keseharian. Wawancara pada 30 September 2011. 81 Wawancara pada 28 September 2011. Bandingkan dengan kegundahan beberapa kader Muhammadiyah di Jawa, misalnya Haedar Nashir, yang melihat hal itu Memang, jika ditelisik lebih jauh, dalam kesamaan apa yang diyakini itu ada area yang menjadi variasi ideologis dalam hal keimanan. Meminjam istilah Al Fadl, ada yang lebih puritan dan ada yang lebih moderat. 79 Misalnya tentang upaya puritanisasi Muhammadiyah terhadap keimanan umat yang telah dinodai kepercayaan pada benda keramat tertentu yang bagi Muhammadiyah dapat dikategorikan menodai akidah. Dalam konteks Palu, dakwah Muhammadiyah misalnya sempat mendapat resistansi dari masyarakat yang terbiasa dengan hal bidah atau khurafat itu. Dalam perbedaan masalah fikih (ikhtilaf furuiyah), meski tidak lagi mewujud pertentangan, perbedaan dalam masalah khilafiyah masih menjadi ancaman bagi umat Islam Kota Palu. Segregasi masyarakat masih terlihat dari terkonsentrasinya umat pengikut Muhammadiyah di sekitar masjid Muhammadiyah, misal- nya. Namun hal ini dapat dijelaskan, bahwa biasanya pendirian masjid melihat dimana memungkinkan dibangun. Calon lokasi yang secara akseptabilitas maupun aksesibilitas tinggi tentu saja daerah dimana pengikutnya terkonsentrasi. Selain itu, ada juga fenomena pengikut Alkhairaat/NU yang bertarawih 20 rakaat di masjid Alkhairaat yang cukup jauh, padahal ada masjid Muhammadiyah di depan rumahnya yang bertarawih 8 rakaat, atau sebaliknya. Terkait perebutan, atau tepatnya peralihan, pengelolaan masjid pernah terjadi. Bahwa masjid di belakang kampus STAIN Palu dahulu didirikan oleh tokoh-tokoh (tua) Muhammadiyah dan praktis mengamalkan kebiasaan Muhammadiyah dalam kaifiyat ibadatnya. Namun sepeninggal beberapa pendiri masjid itu dan setelah beberapa pendiri tidak lagi menjabat di kepengurusan, masjid
79 Lebih jauh baca Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, Jakarta: Serambi, 2006, hlm. 152. Terlepas dari pengistilahan moderat-puritan dalam konteks para pelaku dakwah ini, namun variasi dalam penekanan dalam hal akidah ini kiranya ada. Akmal Salim Ruhana 338 Dinamika politik lokal kerap mengganggu stabilitas internal ormas keagamaan. Seperti ketika dalam pilkada terdapat dua calon peserta pilkada yang sama-sama berlatar belakang Alkhairaat dan terkesan sama-sama berupaya meraih suara umat/jamaah Alkhairaat. Memang, sejatinya sikap Alkhairaat, NU, DDI, dan Muhammadiyah, terhadap politik praktis rata-rata menyatakan sama. Bahwa secara perseorangan dipersilakan berpolitik asalkan tidak membawa-bawa organisasi. Meski begitu, faktanya, afinitas ketokohan dalam ormas dan ketokohan dalam kancah politik praktis tidak selalu mudah dilepaskan. Yang cukup menarik adalah soal adanya perasaan kesenjangan kebijakan politik keagamaan. 82 Bahwa karena tokoh- tokoh Alkhairaat mendominasi pucuk-pucuk pimpinan di berbagai posisi penting di Kota Palu (dan/atau Sulawesi Tengah), misalnya jabatan kepala pada Kementerian Agama, dan rektor atau ketua pada perguruan tinggi Islam, maka beberapa ormas Islam atau gerakan keagamaan lain merasa adanya nuansa hegemonik yang dapat mengganggu rasa keadilan. Misalnya, yang sangat rawan, dalam soal bantuan sosial keagamaan dan penempatan orang pada jabatan tertentu. 83 Meski hal ini masih berupa riak-riak keluhan namun jika terus menerus terjadi, potensi laten konflik ini dapat terakumulasi menjadi sesuatu yang dapat mengganggu kerukunan.
sebagai ancaman serius. Baca selanjutnya dalam KH. Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam, loc.cit. 82 Kata perasaan penting ditekankan karena boleh jadi faktanya tidak selalu berkesesuaian. Hanya saja, dengan merasa saja sudah cukup untuk menjustifikasi adanya sesuatu. 83 Misalnya, dalam wawancara tanggal 24 dan 27 September 2011, beberapa tokoh DDI dan Muhammadiyah menceritakan bahwa dahulu terjadi pemerataan dalam pembagian bantuan sosial dari Kementerian Agama pusat untuk ormas-ormas keagamaan. Pembagian didasarkan pada pemetaan kebutuhan sesuai eksistensi dan peran ormas yang ada di Kota Palu atau Sulawesi Tengah. Demikian juga soal penempatan penyuluh dan lain- lain. Tertangkap kesan adanya kesenjangan distribusi dan akomodasi terkait kebijakan politik keagamaan. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 339 Potensi Integrasi Selain potensi konflik dalam dakwah, sesungguhnya terkandung potensi integratif yang besar yang dapat dan harus dikembangkan. Umat semakin dewasa dalam beragama, buktinya tidak lagi mudah terpancing isu-isu terkait khilafiyah tertentu. Mengenai qunut atau tidak qunut, tarawih 8 rakaat atau 20 rakaat, berlebaran hari ini atau besok, dan sebagainya, adalah hal-hal yang diakui berbeda cara pandangnya sehingga berbeda amaliyahnya. Hanya saja hal-hal itu disikapi secara positif dan dimaklumi sebagai perbedaan yang wajar, sehingga tidak berujung pada sikap-sikap yang tidak tepat. Kedewasaan ini dipengaruhi tingkat pendidikan umat yang semakin baik. Semakin bisa memilih sikap dalam memahami dan menghadapi perbedaan. Misalnya dikatakan Arsyad Said, pengurus MUI yang berlatar belakang Muhammadiyah: Masyarakat sekarang juga sudah bisa menilai, Muhammadiyah itu selama ini kan sudah berulang-ulang begini kan. (Orang tahu) itu Muhammadiyah Walaupun secara organisatoris bukan Muhammadiyah tetapi dia karena kemajuan juga sudah memahami itu. Kemudian tentang yang furu tadi itu, orang sudah biasa begitu lah. Yang suka biasa rebut itu kan mereka yang tidak paham. Orang yang paham hukum kan gak ada (apa-apa). Saya dengan tokoh-tokoh lain biasa saja. Biasa itu. Searah dengan ini, terjadi semacam cross-participants dalam proses pendidikan. Bahwa banyak mahasiswa Unisa (Universitas Islam Alkhairaat) berasal dari sekolah-sekolah lanjutan milik Muhammadiyah. Begitu juga sebaliknya, banyak mahasiswa Unismuh (Universitas Muhammadiyah) berasal dari sekolah- sekolah/madrasah lanjutan Alkhairaat. Artinya, para mahasiswa akan mendapatkan wawasan yang lain dan kemudian memahaminya. Seperti diketahui, di Unismuh ada mata kuliah dasar Dinamika politik lokal kerap mengganggu stabilitas internal ormas keagamaan. Seperti ketika dalam pilkada terdapat dua calon peserta pilkada yang sama-sama berlatar belakang Alkhairaat dan terkesan sama-sama berupaya meraih suara umat/jamaah Alkhairaat. Memang, sejatinya sikap Alkhairaat, NU, DDI, dan Muhammadiyah, terhadap politik praktis rata-rata menyatakan sama. Bahwa secara perseorangan dipersilakan berpolitik asalkan tidak membawa-bawa organisasi. Meski begitu, faktanya, afinitas ketokohan dalam ormas dan ketokohan dalam kancah politik praktis tidak selalu mudah dilepaskan. Yang cukup menarik adalah soal adanya perasaan kesenjangan kebijakan politik keagamaan. 82 Bahwa karena tokoh- tokoh Alkhairaat mendominasi pucuk-pucuk pimpinan di berbagai posisi penting di Kota Palu (dan/atau Sulawesi Tengah), misalnya jabatan kepala pada Kementerian Agama, dan rektor atau ketua pada perguruan tinggi Islam, maka beberapa ormas Islam atau gerakan keagamaan lain merasa adanya nuansa hegemonik yang dapat mengganggu rasa keadilan. Misalnya, yang sangat rawan, dalam soal bantuan sosial keagamaan dan penempatan orang pada jabatan tertentu. 83 Meski hal ini masih berupa riak-riak keluhan namun jika terus menerus terjadi, potensi laten konflik ini dapat terakumulasi menjadi sesuatu yang dapat mengganggu kerukunan.
sebagai ancaman serius. Baca selanjutnya dalam KH. Abdurrahman Wahid (Ed.), Ilusi Negara Islam, loc.cit. 82 Kata perasaan penting ditekankan karena boleh jadi faktanya tidak selalu berkesesuaian. Hanya saja, dengan merasa saja sudah cukup untuk menjustifikasi adanya sesuatu. 83 Misalnya, dalam wawancara tanggal 24 dan 27 September 2011, beberapa tokoh DDI dan Muhammadiyah menceritakan bahwa dahulu terjadi pemerataan dalam pembagian bantuan sosial dari Kementerian Agama pusat untuk ormas-ormas keagamaan. Pembagian didasarkan pada pemetaan kebutuhan sesuai eksistensi dan peran ormas yang ada di Kota Palu atau Sulawesi Tengah. Demikian juga soal penempatan penyuluh dan lain- lain. Tertangkap kesan adanya kesenjangan distribusi dan akomodasi terkait kebijakan politik keagamaan. Akmal Salim Ruhana 340 wajib yakni Kemuhammadiyahan, begitu juga di Unisma ada mata kuliah dasar wajib tentang Aswaja, Ahlussunnah wal Jamaah. Konflik di Poso juga ternyata memberikan pelajaran yang baik bagi masyarakat Kota Palu. Pada saat konflik terjadi, banyak para pengungsi yang berlari dan berlindung di Kota Palu. Warga Palu melihat bagaimana susahnya menjadi pengungsi dan tidak enaknya hidup berkonflik. Maka pengalaman dan kesadaran ini mendorong pada upaya bersama untuk menjaga perdamaian, saling menghindari untuk terjadinya konflik. Adanya forum-forum organis yang berisikan lintas ormas, seperti MUI dan FKUB, ataupun forum-forum pertemuan sosial kemasyarakatan lainnya diyakini mencairkan perbedaan-perbedaan yang ada diantara mereka. Hal itu membuat mereka berkomunikasi dan bersatu, apalagi jika ada isu tertentu yang menyatukan, seperti penolakan terhadap Ahmadiyah. Adanya pertemuan dan kerjasama asosiasional dalam forum-forum ataupun kerjasama interaksional dalam aktivitas keseharian membuat jarak sosial kian berdekatan. 84
Hal ini misalnya diindikasikan Jamaluddin, Sekjen Alkhairaat: Ya, sekarang ini kan kita bertemu di berbagai, apa namanya, peran. Ya misalnya dengan temen-teman Muhammadiyah ada di FKUB, di kampus. Atau menggunakan pendekatan-pendekatan modern yang sudah membuat pikiran-pikiran tradisional itu tersingkir, begitu. Ini karena pertemuan-pertemuan secara interaksional dalam event-event kemasyarakatan itu yang merekatkan itu orang-orang Muhammadiyah dalam suatu skenario misalnya dimana kita berperan bersama untuk mengentaskan kemiskinan, menghadapi tantangan umat islam, khususnya .. itu kita berusaha menyingkirkan perbedaan- perbedaan. 85
84 Teori jarak sosial ini selanjutnya dapat dibaca di Asuthosh Versney, Ethnic Conflict and Civic Life: Hindus and Muslims in India, London: Yale University, 2002. 85 Wawancara dengan Drs. H. Jamaluddin M pada 26 September 2011 di kantor PB Alkhairaat. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 341 Selain itu, adanya upaya untuk saling mengundang dalam pertemuan atau diskusi tema tertentu, dapat memupus jarak-jarak perbedaan atau kesalahpahaman yang ada. Misalnya dilanjutkan Jamaluddin terkait pendapatnya tentang DDI, sebagai berikut: DDI memang lebih banyak kesamaan dengan kita. Biasanya mereka apa ya tidak terlalu terbuka karena pusatnya di Makasar. Dan sikap politik mereka tidak bisa ditebak dia kemana, begitu. Ada juga mengambil jarak dengan kita, lebih ke Muhammadiyah, misalnya. ..Ya, kalau amaliyahnya NU dia Kita punya hubungan baik dengan mereka, ada beberapa tokohnya seperti siapa itu, nah itu sering bersama kita , dalam diskusi-dikusi keagamaan sering kita undang.
Hubungan antar Ormas dalam Upaya Pemeliharaan Kerukunan Searah dengan potensi integrasi di atas, hubungan antar ormas dalam pemeliharaan kerukunan internal umat Islam terwujud dalam MUI yang telah menjadi payung bersama. Di dalam MUI ini berhimpun seluruh perwakilan elemen ormas dan gerakan Islam, meskipun ada beberapa yang tidak atau belum dapat masuk, seperti LDII. Bahwa LDII telah berkali-kali menyatakan keinginannya untuk masuk dan diterima dalam lingkungan MUI dan umat Islam, namun sebagian pihak masih keberatan karena Paradigma Baru yang didengungkannya pada faktanya belum terealiasasi di lapangan. 86
Selain MUI, Forum Kerukunan Umat Beragama, yang secara internal Islam telah membagi keanggotaan dengan memperhatikan pelibatan berbagai ormas Islam, juga menjadi bentuk upaya pemeliharaan itu. Persoalan-persoalan keumatan dan antar umat
86 Misalnya disampaikan Sekretaris MUI, Arsyad Said, pada wawancara tanggal 27 September 2011. wajib yakni Kemuhammadiyahan, begitu juga di Unisma ada mata kuliah dasar wajib tentang Aswaja, Ahlussunnah wal Jamaah. Konflik di Poso juga ternyata memberikan pelajaran yang baik bagi masyarakat Kota Palu. Pada saat konflik terjadi, banyak para pengungsi yang berlari dan berlindung di Kota Palu. Warga Palu melihat bagaimana susahnya menjadi pengungsi dan tidak enaknya hidup berkonflik. Maka pengalaman dan kesadaran ini mendorong pada upaya bersama untuk menjaga perdamaian, saling menghindari untuk terjadinya konflik. Adanya forum-forum organis yang berisikan lintas ormas, seperti MUI dan FKUB, ataupun forum-forum pertemuan sosial kemasyarakatan lainnya diyakini mencairkan perbedaan-perbedaan yang ada diantara mereka. Hal itu membuat mereka berkomunikasi dan bersatu, apalagi jika ada isu tertentu yang menyatukan, seperti penolakan terhadap Ahmadiyah. Adanya pertemuan dan kerjasama asosiasional dalam forum-forum ataupun kerjasama interaksional dalam aktivitas keseharian membuat jarak sosial kian berdekatan. 84
Hal ini misalnya diindikasikan Jamaluddin, Sekjen Alkhairaat: Ya, sekarang ini kan kita bertemu di berbagai, apa namanya, peran. Ya misalnya dengan temen-teman Muhammadiyah ada di FKUB, di kampus. Atau menggunakan pendekatan-pendekatan modern yang sudah membuat pikiran-pikiran tradisional itu tersingkir, begitu. Ini karena pertemuan-pertemuan secara interaksional dalam event-event kemasyarakatan itu yang merekatkan itu orang-orang Muhammadiyah dalam suatu skenario misalnya dimana kita berperan bersama untuk mengentaskan kemiskinan, menghadapi tantangan umat islam, khususnya .. itu kita berusaha menyingkirkan perbedaan- perbedaan. 85
84 Teori jarak sosial ini selanjutnya dapat dibaca di Asuthosh Versney, Ethnic Conflict and Civic Life: Hindus and Muslims in India, London: Yale University, 2002. 85 Wawancara dengan Drs. H. Jamaluddin M pada 26 September 2011 di kantor PB Alkhairaat. Akmal Salim Ruhana 342 beragama dibicarakan bersama dalam forum ini meski optimalitas kinerjanya masih perlu ditingkatkan. Ada program bersama yang melibatkan seluruh perwakilan ormas atau gerakan keagamaan. Ceramah Safari Ramadhan ke mesjid-masjid di Kota Palu diikuti oleh perwakilan semua ormas dengan penjadualan penceramah dari berbagai ormas. Dan semua pihak berbicara dalam kapasitasnya masing-masing dengan tetap sadar kondisi, dimana mereka berbicara, demi menjaga kondisi kerukunan yang ada. Dalam isu-isu nasional tertentu, seperti kasus Ahmadiyah, mereka dapat bersatu. Demikian juga dalam menghadapi isu Kristenisasi atau liberalisasi, kecenderungan ormas-ormas relatif sama meski dalam derajat yang berbeda.
Dari paparan profil dan peran ormas atau gerakan keagamaan di atas, secara sederhana dapat diskemakan hubungan para pelaku dakwah di Kota Palu, sebagai berikut:
Secara umum, Alkhairaat, NU, dan DDI menjadi satu pihak karena kesamaan corak keagamaannya, berhadapan dengan Muhammadiyah di pihak lainnya. Terdapat sejumlah kelompok kecil gerakan keagamaan, dalam hal ini Salafi dan Wahdah Islamiyah, beragama dibicarakan bersama dalam forum ini meski optimalitas kinerjanya masih perlu ditingkatkan. Ada program bersama yang melibatkan seluruh perwakilan ormas atau gerakan keagamaan. Ceramah Safari Ramadhan ke mesjid-masjid di Kota Palu diikuti oleh perwakilan semua ormas dengan penjadualan penceramah dari berbagai ormas. Dan semua pihak berbicara dalam kapasitasnya masing-masing dengan tetap sadar kondisi, dimana mereka berbicara, demi menjaga kondisi kerukunan yang ada. Dalam isu-isu nasional tertentu, seperti kasus Ahmadiyah, mereka dapat bersatu. Demikian juga dalam menghadapi isu Kristenisasi atau liberalisasi, kecenderungan ormas-ormas relatif sama meski dalam derajat yang berbeda.
Akmal Salim Ruhana 344 yang secara corak keagamaan lebih dekat atau bersamaan dengan Muhammadiyah, bahkan sebagian aktornya merupakan orang- orang Muhammadiyah. Terdapat pula kelompok keagamaan yang coraknya berbeda dengan dua pihak utama bahkan cenderung mendapat resistansi dari para pihak, yakni LDII dan Ahmadiyah. Meski eksistensinya tidak terlalu menonjol, namun dua gerakan keagamaan ini (serta gerakan lainnya, seperti Jamaah Tabligh, Hizbuttahrir, dan FPI) tetap ada dan berkembang di Kota Palu. Profil dan peran dakwah ormas atau gerakan keagamaan terjadi dalam ladang dakwah yang sama, Kota Palu. Hubungan interaktif antar ormas atau gerakan keagamaan berlangsung intens dan bersifat resiprokal. Gambaran skema di atas lebih didasarkan pada profil ormas/gerakannya, sedangkan jika dipandang dari segi peran dakwahnya, mempertimbangkan cakupan dan kuantitas objeknya, maka Alkhairaat tampak lebih mendominasi jagat dakwah Islam di Kota Palu. Sejumlah sekolah, majelis taklim, dan berbagai fasilitas dakwah Alkhairaat kiranya mengonfirmasi hal ini. Secara umum, dalam hal pengadministrasian (managing) dan pentahapan dakwah masih kurang, tidak ada pendataan atau penertiban administrasi keanggotaan misalnya, terlalu longgar, sehingga dalam kadar tertentu sulit untuk mengukur sejauh mana keberhasilan dakwah (target madu, dsb).
Kesimpulan Secara umum, profil dan peran pelaku dakwah (Alkhairaat, NU, DDI, dan Muhammadiyah) dalam kehidupan masyarakat Palu, Sulawesi Tengah, cukup variatif. Alkhairaat, NU, dan DDI relatif serupa, karena sama-sama Ahlussunnah wal Jamaah meski Alkhairaat lebih Syafii saja. Muhammadiyah ada di sisi yang lain, sebagai gerakan tajdid. Peran para ormas telah cukup optimal, baik melalui dakwah billisan (konvensional) maupun bilqolam dan bilhal (pendidikan, rumah sakit, swalayan, dsb). Dari segi cakupan dan pengaruhnya, Alkhairaat tampak lebih mendominasi. Diantara potensi konflik dalam kegiatan dakwah di Kota Palu adalah: (1) Meski tidak lagi kuat, potensi ketidak rukunan dari masalah khilafiyah tersisa masih ada, misalnya dalam penentuan 1 Syawal yang masih belum sama. (2) Kesenjangan distribusi dan akomodasi kebijakan politik keagamaan dapat berkembang pada kecemburuan sosial yang dapat memicu konflik. (3) Kehadiran dan gerak berkembang aliran-aliran keagamaan kecil dari arus keagamaan besar, dalam tahap tertentu dapat menimbulkan yang secara corak keagamaan lebih dekat atau bersamaan dengan Muhammadiyah, bahkan sebagian aktornya merupakan orang- orang Muhammadiyah. Terdapat pula kelompok keagamaan yang coraknya berbeda dengan dua pihak utama bahkan cenderung mendapat resistansi dari para pihak, yakni LDII dan Ahmadiyah. Meski eksistensinya tidak terlalu menonjol, namun dua gerakan keagamaan ini (serta gerakan lainnya, seperti Jamaah Tabligh, Hizbuttahrir, dan FPI) tetap ada dan berkembang di Kota Palu. Profil dan peran dakwah ormas atau gerakan keagamaan terjadi dalam ladang dakwah yang sama, Kota Palu. Hubungan interaktif antar ormas atau gerakan keagamaan berlangsung intens dan bersifat resiprokal. Gambaran skema di atas lebih didasarkan pada profil ormas/gerakannya, sedangkan jika dipandang dari segi peran dakwahnya, mempertimbangkan cakupan dan kuantitas objeknya, maka Alkhairaat tampak lebih mendominasi jagat dakwah Islam di Kota Palu. Sejumlah sekolah, majelis taklim, dan berbagai fasilitas dakwah Alkhairaat kiranya mengonfirmasi hal ini. Secara umum, dalam hal pengadministrasian (managing) dan pentahapan dakwah masih kurang, tidak ada pendataan atau penertiban administrasi keanggotaan misalnya, terlalu longgar, sehingga dalam kadar tertentu sulit untuk mengukur sejauh mana keberhasilan dakwah (target madu, dsb).
Akmal Salim Ruhana 346 ketidak rukunan. (4) Efek dinamika politik praktis lokal dapat memecah belah umat. Sedangkan potensi integrasi dalam kegiatan dakwah di Kota Palu adalah: (1) Peningkatan tingkat pendidikan dan saling pemahaman terhadap yang lain dapat mengurangi berbagai ikhtilaf dalam dan antar ormas. (2) Crosscutting/cross-participants di dunia pendidikan menyebabkan terjadinya saling mempelajari dan memahami pihak lain. (3) Konflik Poso menjadi ibroh untuk saling menghindari konflik. (4) Adanya forum-forum seperti MUI yang menaungi semua serta FKUB dan forum sosial lainnya dapat mengeratkan hubungan antar person dalam ormas-ormas. Diantara upaya para pelaku dakwah dalam pemeliharaan keru- kunan umat beragama, antara lain: (1) Tidak mempertegas perbedaan, melainkan mencari kesamaan-kesamaannya. (2) Saling memahami dan menjaga keadaan agar tak berujung konflik. (3) Kegiatan bersama dalam isu-isu agama atau non-keagamaan.
Rekomendasi Dari pembahasan di atas, dapat disampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut: (1) Dakwah hendaknya senantiasa diarahkan pada upaya peningkatan keimanan dan ketaqwaan umat, bukan diutamakan pada rekrutmen keanggotaan ormas/gerakan keagamaan. (2) Dakwah keagamaan hendaknya memperhatikan etika dan tetap menjaga perasaan (emosi keagamaan) masyarakat. (3) Kebijakan keagamaan hendaknya dijaga keseimbangannya sehingga dapat memuaskan rasa keadilan pihak-pihak. (4) Majelis Ulama Indonesia hendaknya dapat lebih mengkoordinasikan proses dakwah yang dilakukan banyak unsur (ormas, gerakan islam, dll.), bahkan hingga membuat peta dakwah yang terintegrasi dengan program-program ormas. Dakwah Al-Khairaat, Nahdlatul Ulama, Darud Dawah wal Irsyad dan Muhammadiyah ... 347 SKB No. 1/1979 penting untuk mulai ditinjau dan disesuaikan dengan perkembangan, karena proses penyiaran agama telah mendapat tantangan, baik karena hubungan internal, eksternal, maupun perkembangan teknologi informasi.
ketidak rukunan. (4) Efek dinamika politik praktis lokal dapat memecah belah umat. Sedangkan potensi integrasi dalam kegiatan dakwah di Kota Palu adalah: (1) Peningkatan tingkat pendidikan dan saling pemahaman terhadap yang lain dapat mengurangi berbagai ikhtilaf dalam dan antar ormas. (2) Crosscutting/cross-participants di dunia pendidikan menyebabkan terjadinya saling mempelajari dan memahami pihak lain. (3) Konflik Poso menjadi ibroh untuk saling menghindari konflik. (4) Adanya forum-forum seperti MUI yang menaungi semua serta FKUB dan forum sosial lainnya dapat mengeratkan hubungan antar person dalam ormas-ormas. Diantara upaya para pelaku dakwah dalam pemeliharaan keru- kunan umat beragama, antara lain: (1) Tidak mempertegas perbedaan, melainkan mencari kesamaan-kesamaannya. (2) Saling memahami dan menjaga keadaan agar tak berujung konflik. (3) Kegiatan bersama dalam isu-isu agama atau non-keagamaan.
Rekomendasi Dari pembahasan di atas, dapat disampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut: (1) Dakwah hendaknya senantiasa diarahkan pada upaya peningkatan keimanan dan ketaqwaan umat, bukan diutamakan pada rekrutmen keanggotaan ormas/gerakan keagamaan. (2) Dakwah keagamaan hendaknya memperhatikan etika dan tetap menjaga perasaan (emosi keagamaan) masyarakat. (3) Kebijakan keagamaan hendaknya dijaga keseimbangannya sehingga dapat memuaskan rasa keadilan pihak-pihak. (4) Majelis Ulama Indonesia hendaknya dapat lebih mengkoordinasikan proses dakwah yang dilakukan banyak unsur (ormas, gerakan islam, dll.), bahkan hingga membuat peta dakwah yang terintegrasi dengan program-program ormas. Akmal Salim Ruhana 348
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Program Umum, dan Taushiyah (Rekomendasi) Darud Dawah wal Irsyad (DDI), Hasil Muktamar XX Darud Dawah wal Irsyad, Makassar 23- 25 Februari 2009. Anshoriy, Nashruddin, Ch., Anregurutta Ambo Dalle Mahaguru dari Bumi Bugis, Yogyakarta: Penerbit Tiara wacana, 2009. Bachmid, Achmad, Sang Bintang dari Timur: Sayyid Idrus Aljufri, Sosok Ulama dan Sastrawan, Jakarta: Studia Press, 2007. Bimas Islam Dalam Angka 2009, Jakarta: Departemen Agama, 2009. Lampiran hlm. 103-105. El Fadl, Khaled Abou, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, Jakarta: Serambi, 2006 Hasil Keputusan Rapat Kerja Nasional Alkhairaat 2009, Palu: PB Alkhairaat, 2009. Hasil Ketetapan Muktamar Besar Al-Khairaat IX Tahun 2008, Palu: Pengurus Besar Alkhairaat, 2008. Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Akmal Salim Ruhana 350 Khalimi, Dr., MA, Ormas-ormas Islam: Sejarah, Akar Teologi dan Politik, Jakarta: Gaung Persada Press, 2010. Laporan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Palu Periode 2005- 2010, Musyda VII Muhammadiyah Kota Palu, 9-10 April 2011, Palu: Pimpinan Daerah Muhammadiyah, 2011. Perguruan Alkhairaat Dari Masa ke Masa, Palu: PB Alkhairaat, 1991. Rubin, Barry (Ed.), Guide to Islamist Movement Volume I, New York: ME. Sharpe, 2010. Versney, Asuthosh, Ethnic Conflict and Civic Life: Hindus and Muslims in India, London: Yale University, 2002. Wahid, Abdurrahman, KH, (Ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, The Wahid Institute dan Maarif Institute, 2009. Wiktorowicz, Quintan, Islamic Activism: A Social Movement Theory Approach, USA: Indiana University Press, 2004.