Anda di halaman 1dari 18

PERAN KEBANGSAAN

MUHAMMADIYAH DI
INDONESIA
O Dalam satu abad kiprahnya Muhammadiyah
telah menanamkan infrastruktur kebangsaan
modern religius madani berkeadaban.
O Infrastruktur ini dalam bentuk pendidikan,
kesehatan, sosial dan ekonomi.
Dakwah kultural kecakapan hidup
berbasis pengguna jasa AUM
O Di abad kedua usia gerakan, Muhammadiyah
sudah waktunya mengelola pengguna jasa
amal usaha Muhammadiyah (AUM baik
bidang pendidikan, kesehatan ataupun yang
lainnya.
O Komunitas pengguna jasa AUM bisa mencapai
120 an juta jiwa.
O Dakwah kecakapan hidup yaitu dakwah yang tidak
hanya berpusat pada ranah kognisi atau pengetahuan,
melainkan menyasar kemampuan atau kecakapan
hidup, dalam beribadah dan memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat yang menjadi objek dakwah.
O Pelaksanaan dakwah kecakapan hidup itu dilakukan
dengan memanfaatkaan kecerdasan dan kearifan
lokal, barupa tata nilai yang tumbuh sebagai tradisi
hidup masyarakat setempat. Inilah yang antara lain
disebut dengan kebudayaan.
O Secara normatif bisa merujuk pada QS Ibrahim ayat
4 dan QS Al Anfal ayat 24.
O Surat Ibrahim ayat 4 menyatakan: “ kami tidak
mengutus seorwng rasul, kecuali dengan bahasa
kaumnya, agar bisal member penjelasan dengan
terang pada mereka. Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki. Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi
maha bijaksanan” . Al-Qur’an diturunkan dalam
bahasa Arab, bukan berarti diperuntukan bagi bangsa
Arab saja, tetapi bagi seluruh manusia.
O Surat al-Anfal ayat 24 menyatakan: “Hai orang-orang
yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul
kepada yang memberi kehidupan kepadamu,
ketahuilah sungguh Allah membatasi manusia dan
hatinya dan sungguh kepada-Nyalah kamu
dikumpulkan” . Maksudnya menyeru berperang
meninggalakn kalimat Allah, bisal membinasakan
musuh, menghidupkan Islam dan Muslimin, menyeru
kepada iman, petunjuk jihad dan segala yang ada
hubungannya dengan kebahagiaan hidup di dunia dan
akherat. Allah-lah yang menguasai hati manusia.
O Karena itu, dakwah,  selain dilakukan dengan
hikmah dan dialog, juga berbasis budaya orang
atau masyarakat sasaran dakwah. Seluruhnya
bertujuan sehingga masyarakat menjadi lebih
hidup, lebih bisal menyelesaikan berbagai
problem kehidupan yang dihadapi. Karenanya,
dakwah cultural ialah dakwah yang tidak terbatas
menyasar koginsi publik, melainkan juga melatih
kecakapan hidup sosial, ekonomi, budaya dan
politik.
O Kegiatan dakwah tidak lagi terbatas menjadi 
tanggung jawab lembaga tabligh (majelis dan
bagian), melainkan juga menjadi tanggung jawab
seluruh organ gerakan. Dari sini, gagasan dasar
dakwah jamaah dan gerakan jamaah
dikembangkan guna memenuhi kebutuhan
dakwah kotemporer tesebut. Dalam perspektif
dakwah jamaah dan gerakan jamaah, aktifis
gerakan ditempatkan sebagai inti penggerak
dinamika dakwah kecakapan hidup.
O Kini sudah waktunya, dakwah kecakapan
hidup memempatkan pengelola AUM sebagai
inti gerakan. Sasaran dakwahnya ialah
stakeholder yang terdiri dari murid dan
mahasiswa berserta keluarga basarnya, pasien
berserta keluarga besarnya, anak asuh panti
asuhan berserta kelurga besarnya.
Memperluas Tradisi Sosio-Ritual
dalam Kehidupan Berbangsa
O Tradisi sosio-ritual ialah suatu kegiatan sosial
yang dimaknani atau dipahami sebagai salah satu
bentuk dari ibadah kepada Allah. Kegiatan sosio-
ritual itu mencakup pembunaan kesehatan,
pendidikan, santunan sosial, dan kedermawanan
sosial (filantropi). Sejak itu, kegiatan sosial yang
diniatkan sebagai ibadah ditempatkan sebagai
bagian dari kegiatan ibadah itu sendiri, sehingga
partisipasi publik lebih didasari oleh niat ikhlas,
bukan karena kepentingan.
O Muhammadiyah mempelopori partisipasi publik
dalam membangun gedung sekolah dengan
memberi infak , sedakoh dan zakat (baca:
filantropi). Demikian pula halnya dengan
pembangunan tempat ibadah berupa musalla dan
masjid. Gerakan ini pula yang memulai
pembangunan tempat ibadah (musalla) di tempat
umum, di pasar, stasiun kereta api, dan terminal
bus; juga pembagian daging korban bagi fakir
miskin, seperti pembagian zakat fitrah.
O Melalui penafsiran baru, masyarkat digerakkan untuk
memenuhi ajaran Islam sekaligus memecahkan
problem sosial dan ekonomi. Muhammadiyah pula
yang mempolopori tata kelola perjalanan ibada haji.
Demikian pula, Muhammadiyah mempolopori
penyampaiain hutbah dalam bahasa daerah (waktu itu
Jawa dan Melayu) bersamaan dengan penerjemahan
kitab suci al-Qur’an dalam bahasa Jawa dan Melayu
(saat Muhammadiyah berdiri bahasa Indonesia belum
terbentuk), kemudian kedalam Bahasa Indonesia
O Di saat Muhammadiayah bisal disebut “berhenti
berijtihad” partisipasi kegiatan gerakan ini seolah
berlomba melakuakan kegiatan sosio-ritual yang dulu
dipelopori Muhammadiyah. Galam situasi yang
demikian inilah, penting bagi aktivis gerakan ini untuk
memahami ulang gagasan dasr sosio-ritual yang dulu
dipolopori KH. Ahmad Dahlan. Melalui pemahaman
kembali itu kita bisal melanjutkan atau melakukan
tranformasi atau bahkan melakukan pembaruan jilid
kedua dengan tujuan utama “memecahkan berbagai
problem sosial-kemanusiaan” warga bangsa ini.
O Saatnya dipertimbangkan untuk memperluas
tradisi sosio-ritual sebagai peraktik berorganisasi
dalam gerakan Muhammadiyah laiknya virus
yang menyebar menjadi etika kehidupan
kebangsaan negeri ini. Tanpa harus berpolitik,
gerakan ini bisa memanfaatkan tradisi sosio-
ritual berbasis pada komunitas stakeholder AUM
bagi peningkatan praktik kebangsaan yang lebih
mrnjajanjikan kehidupan yang lebih sejahtera
dan manusiawi sesuai cita-cita founding fathers.
Keunikan Perkembangan
Persyarikatan di Daerah
O Dalam penjelasan Mukaddimah AD, pokok pikiran keenam
gerakan ini membagi masyarakat ke dalam dua kelompok, yaitu
umat dakwah dan umat ijabah. Umat ijabah ialah umat atau
kelompok orang yang sudah menerima Islam sebagai agamanya,
sementara itu umat dakwah, ialah umat atau kelompok orang
yang belum sepenuhnya menerima Islam sebagai agamanya.
O Kepada kelompok ijabah, dakwah dilakukan untuk meneguhkan
iman dan mengfungsikan ajaran Islam bagi penyelesaian
problem kehidupan. Maka, kepada kelompok umat dakwah,
kegiatan dakwah dilakukan untuk menujukkan kebagusan ajaran
Islam, sehingga membuat umat dakwah trsebut tertarik pada
ajaran Islam.
O Demikian pula halnya, perluasan gerakan ini di suatu daerah
selalu bersifat unik dan spesifik serta bergantung pada tokoh
local dan problem umat di daerah yang bersangkutan.
Seperti stiap orang berbeda cara hidup di ruang yang
berbeda, berbeda pula cara dan pemicu seseorang untuk
berubah atau berkembang jadi aktivis gerakan ini. Khulafaur
rasyidin dan ashabunal awwalun juga memiliki latar
belakang berbeda mengenai pemicu konversinya menjadi
muslim. Setiap cabang atau ranting, daerah, sekolah, rumah
sakit, hingga perguruan tinggi Muhammadiyah, berbeda-
beda dalam hal cara bertumbuh dan berkembang, seperti
halnya apa yang menyebabkan berdiri dan berkembang
Indikator Sukses Persyarikatan
Semua makalah dikirim ke email:

gigihsetianto@gmail.
com

Anda mungkin juga menyukai