Anda di halaman 1dari 4

RESENSI BUKU

Judul Buku : Guru Sejati Hasyim Asyari


Penulis : Masyamsul Huda
Penerbit : Pustaka Inspira, Jakata
Cetakan : I, Maret 2014
Tebal : 270 Halaman
ISBN : 978-602-97066-6-6




Tahun 1870 menjadi titik mula masuknya kapitalisme ke Indonesia. Ditandai dengan
lahirnya Undang-Undang Gula dan Undang-Undang Agraria di Hindia Belanda. Belanda
mendirikan Pabrik Gula Cukir di wilayah Timur pulau Jawa.
Pendirian pabrik dilakukan secara sewenang-wenang. Belanda mengambil paksa lahan
para petani dan mengabaikan hak-hak rakyat. Dengan cara sewenang-wenang Belanda menyulap
lahan penduduk menjadi lokasi pabrik. Hal itu pun memicu perlawanan dari masyarakat sekitar.
Sebab itu, Belanda mempertahankan pabrik tersebut dengan beragam cara. Termasuk
dengan melanggengkan pelacuran dan perjudian disekitar pabrik. Akibatnya, suasana Dusun
Sumoyono berubah menjadi carut-marut.
Perkelahian antar warga sudah menjadi pemandangan biasa. Pemerkosaan menjadi kabar
yang menakutkan bagi kaum perempuan. Warga sekitar terlilit hutang sebab gaji yang
semestinya dibelikan bahan pokok habis dalam meja perjudian.
Penduduk Sumoyono menyebut lokasi itu dengan nama Kebo Ireng. Kebo Ireng
dikendalikan seorang jawara bernama Joko Tulus. Ketokohan Joko Tulus di Kebo Ireng ibarat
raja kecil, sehingga masyarkat menjulukinya Kebo Kicak. (Halaman 103)
Buku bertajuk Guru Sejati Hasyim Asyari ini, menguraikan perjuangan Maha Guru
Hasyim Asyari dalam merintis Pondok Pesantren Tebu Ireng. Agar bisa dipakai sebagai rujukan
memahami sejarah dan menjadi pelajaran berharga atas perjuangan KH Hasyim Asyari.
Sebagai dalang terkenal dan orang terhormat di wilayah Sumoyono, Sakiban tidak bisa
terus berdiam diri. Akhirnya, dia memutuskan bertemu denga Alwi untuk membincangkan
masalah Pabrik Cukir. Alwi pun mengusulkan Hasyim Asyari sebagai tokoh pembaharu yang
dapat merubah kondisi tersebut.
Saat bertemu dengan Hasyim Asyari, Sakiban merasa menemukan tokoh yang selama ini
ia cari. Sosok pemimpin yang kharismatik, bersahaja, dan panutan menuju jalan kebenaran.
Sekaligus pemimpin yang kuat secara ilmu ekonomi dan agama Islam terdapat dalam diri
Hasyim Asyari.
Tidak mudah mencari pemimpin yang amanah dan mau ikhlas mengorbankan seluruh
hidup dan matinya untuk perjuangan di tengah peradaban yang sudah rusak. Karena ini butuh
keikhlasan, kesabaran dalam melakukan perjuangan mengubah peradaban secara permanen dan
jangka panjang.
Satu-satunya cara menghilangkan penyakit sosial di Pabrik Cukir tanpa kekerasan adalah
dengan membangun pondok pesantren. Maka Sakiban memberikan wakaf sebidang tanah
sebelah Utara Pabrik Cukir sebagai lokasi pondok pesantren.
Hasyim Asyari meletakkan dasar pendidikan yang berharga dengan menolak wakaf
tanah dan tetap membayar tanah tersebut. Baginya memperjelas suatu kepemilikan akan lebih
aman dan bermartabat dibanding menerima sesuatu yang kelak bisa diperdebatkan. (Halaman
191)
Hasyim Asyari bersama Sakiban dan Alwi memulai merintis pendirian pondok
pesantren. Pada mulanya pondok pesantren ini hanya padepokan silat dan pengobatan. Itu untuk
mengelabui Belanda yang selalu mencurigai pendirian pondok pesantren. Bahkan, Sakiban
mendatangkan beberapa santri dari berbagai daerah yang menguasai ilmu kanuragan.
Sekalipun pendirian pondok pesantren mendapatkan gangguan dan ancaman, Hasyim
Asyari tetep memperlihatkan sikap bersahabat dengan siapa saja. Termasuk pihak-pihak yang
tidak suka dengannya. Kedalaman ilmu, wawasan dan kesantunan sikap selalu dia tunjukkan di
mana pun. Sehingga semkin banyak memikat hati siapa saja yang mulai mengenalnya.
Keahliannya dalam bercocok tanam juga membuat masyarakat sekitar semakin kagum
dengannya. Menurut Hasyim Asyari, perlunya membangun pondasi agama yang baik dan
membangun ekonomi masyarakat secara paralel dalam metode pendidikan. Pembangunan pusat
pendidikan yang ideal adalah pesantren yang mampu meletakkan pondasi dengan membangun
etika bagi setiap santri. (Halaman 172)
Tujuh tahun sejak berdirinya pondok pesantren, nama Hasyim Asyari semakin dikenal
masyarakat. Islam dan pondok pesantren itu berkembang pesat bukan karena paksaan dan
tekanan, melainkan dengan sukarela.
Hasyim Asyari menginginkan pesantren itu memiliki nama yang bisa menjadi tetenger
sebuah perubahan. Tebu Ireng adalah nama yang tepat. Nama ini memiliki nilai filosofis yang
berarti tebu yang paling baik jenisnya adalah tebu ireng, batang tebu yang berwarna hitam. Dari
tebu jenis yang paling baik inilah kita berharap dan atas izin Allah akan menghasilkan gula yang
paling bermutu dan bernilai jual tinggi. (Halaman 260)
Sebagai keturunan Kiai Sakiban, Masyamsul Huda menyuguhkan karya yang orisinil.
Fakta-fakta yang diambil berdasarkan cerita dari orangtua, masyarakat setempat dan Sekitar
Tebu Ireng dan disadur dari berbagai literatur.
Masyamsul Huda tidak mengeksplorasi sosok dan ketokohan Hasyim Asyari secara
panjang lebar. Tetapi dia hendak menghadirkan dan menyuguhkan cerita sejarah Pabrik Cukir,
Kebo Ireng, Kebo Kicak dan Tabu Ireng sebagai rangkaian sejarah yang tidak bisa dipisahkan
satu dengan yang lainnya.
Buku ini menguak rahasia perjuangan Hasyim Asyari. Sebagai Maha Guru Sejati yang
membangun, membesarkan dan mempertahankan Pondok Pesantren Tebu Ireng dari Gempuran
dunia hitam Kebo Ireng. Sebuah fakta sejarah pengorbanan santri dan kiai dalam
memperjuangkan kemerdekaan.

Anda mungkin juga menyukai