Anda di halaman 1dari 2

Alkisah, Sunan Katong dari Demak melakukan perjalanan ke Tanah Perdikan Prawoto.

Beliau diutus oleh Wali Songo untuk menyadarkan Empu Pakuwaja yang merupakan
murid dari Syeh Siti Jenar. Dalam perjalanannya beliau ditemani oleh tiga santrinya
yaitu Wali Jaka, Ki Tekuk Penjalin, dan Kyai Gembyang. Sesampainya di tempat tujuan,
beliau mendirikan sebuah Padhepokan di tepian Kali Sarean.
Beliau adalah sosok ulama yang berilmu tinggi, berbudi luhur dan disegani. Tak perlu
waktu lama bagi beliau untuk mendapatkan banyak santri. Berbondong-bondong orang
datang ke padhepokan untuk belajar ilmu agama.
***
Empu Pakuwaja adalah seorang bangsawan trah Majapahit. Dia seorang yang gagah
berani, berwatak keras dan teguh pendirian. Dia mempunyai 2 orang putri yang
bernama Surati dan Raminten. Padhepokannya berada di daerah Getas. Dia juga
mempunyai murid kesayangan, yaitu Jaka Tuwuk dan Pilang.
Ketika Sunan Katong menemuinya dan berusaha mengajaknya kembali ke dalam ajaran
Islam yang sejati, Empu Pakuwaja menolak. Dia justru menantang Sunan Katong untuk
bertanding adu kekuatan. Sunan Katong meladeni tantangan Empu Pakuwaja. Maka
bertandinglah kedua orang tersebut. Mereka mengeluarkan ilmu olah bathin. Akhirnya
Sunan Katong berhasil melukai Empu Pakuwaja.
Dalam keadaan terluka Empu Pakuwaja berlari dan mencoba bersembunyi dari kejaran
Sunan Katong. Dalam pelariannya Empu Pakuwaja merasa haus yang teramat. Ketika
sampai di depan sebuah rumah, Empu Pakuwaja segera memasukinya. Rumah itu sepi
ditinggal penghuninya ke sawah. Empu Pakuwaja memasuki rumah tersebut. Di atas
meja dia melihat sebuah kendi berisi air nira yang akan dimasak menjadi gula. Karena
rasa haus yang tak tertahan, diapun segera meminum air tersebut dan
menghabiskannya.
Karena kekenyangan minum air tersebut, akhirnya Empu Pakuwaja tertidur. Tak lama
kemudian dia terbangun karena mendengar suara pertengkaran dua orang yang
ternyata adalah suami istri yang mempunyai rumah itu. Mereka adalah Pak Singo dan
Mbok Singo yang bertengkar karena air nira yang akan dibuat menjadi gula habis.
Mereka tidak tahu bahwa Empu Pakuwajalah yang telah menghabiskan air tersebut.
Karena merasa terganggu dengan keributan tersebut, tanpa banyak bicara Empu
Pakuwaja membunuh kedua suami istri tersebut. Tempat itu kemudian dikenal dengan
nama Singopadu (padu = bertengkar).
Sunan Katong terus mengejar di belakang Empu Pakuwaja. Ketika dia merasa Sunan
Katong berada tak jauh darinya, maka Empu Pakuwaja bersembunyi di sebuah pohon
Kendal yang berlubang. Ternyata Sunan Katong mengetahui tempat persembunyian
Empu Pakuwaja tersebut. Akhirnya Sunan Katong berhasil menangkap Empu
Pakuwaja.
Empu Pakuwaja kemudian menyerah dan mengakui kesaktian dan ketinggian ilmu
Sunan Katong. Diapun bersedia menjadi pengikut Sunan Katong, bahkan dia menjadi
murid kesayangan. Tempat menyerahnya Empu Pakuwaja itu di kemudian hari
dinamakan Kendal. Selain nama pohon, Kendal juga berarti penerang, Sunan Katong
berhasil memberikan penerangan kepada Empu Pakuwaja dan membawanya kembali
kepada ajaran Islam yang sebenarnya.
***
Pada suatu hari, Empu Pakuwaja marah kepada putrinya, Raminten. Raminten
mencintai Jaka Tuwuk, padahal Empu Pakuwaja sudah menjodohkan Jaka Tuwuk pada
Surati. Ternyata Jaka Tuwuk juga mencintai Raminten, mereka saling mencintai. Empu
Pakuwaja yang mengetahui hal tersebut sangat marah.
Lalu dia mencari Raminten dengan maksud menghajarnya. Raminten yang paham akan
watak keras ayahnya, segera melarikan diri. Dia mencari perlindungan, dan dia merasa
orang yang bisa melindunginya hanyalah Sunan Katong. Karenanya diapun menghadap
Sunan Katong dan meminta bantuan.
Empu Pakuwaja yang gelap mata dan mengejar Raminten sangat marah mendengar
ada orang yang melindungi putrinya. Diapun menghunus Keris Pusakanya dan segera
menghujamkan ke dada orang yang melindungi putrinya. Ketika keris sudah menancap,
Empu Pakuwaja baru menyadari bahwa orang yang ditusuknya adalah gurunya sendiri.
Empu Pakuwaja jatuh tersungkur dan meminta maaf bersujud di hadapan sang guru.
Sunan Katong mencabut keris dari dadanya dan menancapkan keris tersebut kepada
Empu Pakuwaja. Keduanya gugur sampyuh. Dari luka Sunan Katong mengalir darah
berwarna biru, sedangkan dari luka Empu Pakuwaja mengalir darah berwarna merah.
Kedua aliran darah itu menyatu di Kali Sarean, membuat warna air sungai berubah
menjadi ungu. Demikianlah, daerah di mana kedua tokoh itu gugur sampyuh dan
darahnya menyatu kemudian dikenal dengan nama KALIWUNGU (sungai yang
airnya berwarna ungu).

Anda mungkin juga menyukai