Anda di halaman 1dari 3

Asal Usul Kaliwungu

Alkisah, Sunan Katong dari Demak melakukan perjalanan ke Tanah Perdikan Prawoto. Beliau diutus oleh
Wali Songo untuk menyadarkan Empu Pakuwaja yang merupakan murid dari Syeh Siti Jenar. Dalam perjalanannya
beliau ditemani oleh tiga santrinya yaitu Wali Jaka, Ki Tekuk Penjalin, dan Kyai Gembyang. Sesampainya di tempat
tujuan, beliau mendirikan sebuah Padhepokan di tepian Kali Sarean.
Beliau adalah sosok ulama yang berilmu tinggi, berbudi luhur dan disegani. Tak perlu waktu lama bagi
beliau untuk mendapatkan banyak santri. Berbondong-bondong orang datang ke padhepokan untuk belajar ilmu
agama.
Empu Pakuwaja adalah seorang bangsawan trah Majapahit. Dia seorang yang gagah berani, berwatak keras
dan teguh pendirian. Dia mempunyai 2 orang putri yang bernama Surati dan Raminten. Padhepokannya berada di
daerah Getas. Dia juga mempunyai murid kesayangan, yaitu Jaka Tuwuk dan Pilang.
Ketika Sunan Katong menemuinya dan berusaha mengajaknya kembali ke dalam ajaran Islam yang sejati,
Empu Pakuwaja menolak. Dia justru menantang Sunan Katong untuk bertanding adu kekuatan. Sunan Katong
meladeni tantangan Empu Pakuwaja. Maka bertandinglah kedua orang tersebut. Mereka mengeluarkan ilmu olah
bathin. Akhirnya Sunan Katong berhasil melukai Empu Pakuwaja.
Dalam keadaan terluka Empu Pakuwaja berlari dan mencoba bersembunyi dari kejaran Sunan Katong.
Dalam pelariannya Empu Pakuwaja merasa haus yang teramat. Ketika sampai di depan sebuah rumah, Empu
Pakuwaja segera memasukinya. Rumah itu sepi ditinggal penghuninya ke sawah. Empu Pakuwaja memasuki
rumah tersebut. Di atas meja dia melihat sebuah kendi berisi air nira yang akan dimasak menjadi gula. Karena rasa
haus yang tak tertahan, diapun segera meminum air tersebut dan menghabiskannya.
Karena kekenyangan minum air tersebut, akhirnya Empu Pakuwaja tertidur. Tak lama kemudian dia
terbangun karena mendengar suara pertengkaran dua orang yang ternyata adalah suami istri yangmempunyai
rumah itu. Mereka adalah Pak Singo dan Mbok Singo yang bertengkar karena air nira yang akan dibuat menjadi
gula habis. Mereka tidak tahu bahwa Empu Pakuwajalah yang telah menghabiskan air tersebut. Karena merasa
terganggu dengan keributan tersebut, tanpa banyak bicara Empu Pakuwaja membunuh kedua suami istri tersebut.
Tempat itu kemudian dikenal dengan nama Singopadu (padu = bertengkar).
Sunan Katong terus mengejar di belakang Empu Pakuwaja. Ketika dia merasa Sunan Katong berada tak jauh
darinya, maka Empu Pakuwaja bersembunyi di sebuah pohon Kendal yang berlubang. Ternyata Sunan Katong
mengetahui tempat persembunyian Empu Pakuwaja tersebut. Akhirnya Sunan Katong berhasil menangkap Empu
Pakuwaja.
Empu Pakuwaja kemudian menyerah dan mengakui kesaktian dan ketinggian ilmu Sunan Katong. Diapun
bersedia menjadi pengikut Sunan Katong, bahkan dia menjadi murid kesayangan. Tempat menyerahnya Empu
Pakuwaja itu di kemudian hari dinamakan Kendal. Selain nama pohon, Kendal juga berarti penerang, Sunan
Katong berhasil memberikan penerangan kepada Empu Pakuwaja dan membawanya kembali kepada ajaran Islam
yang sebenarnya.
Pada suatu hari, Empu Pakuwaja marah kepada putrinya, Raminten. Raminten mencintai Jaka Tuwuk,
padahal Empu Pakuwaja sudah menjodohkan Jaka Tuwuk pada Surati. Ternyata Jaka Tuwuk juga mencintai
Raminten, mereka saling mencintai. Empu Pakuwaja yang mengetahui hal tersebut sangat marah.
Lalu dia mencari Raminten dengan maksud menghajarnya. Raminten yang paham akan watak keras
ayahnya, segera melarikan diri. Dia mencari perlindungan, dan dia merasa orang yang bisa melindunginya
hanyalah Sunan Katong. Karenanya diapun menghadap Sunan Katong dan meminta bantuan.
Empu Pakuwaja yang gelap mata dan mengejar Raminten sangat marah mendengar ada orang yang
melindungi putrinya. Diapun menghunus Keris Pusakanya dan segera menghujamkan ke dada orang yang
melindungi putrinya. Ketika keris sudah menancap, Empu Pakuwaja baru menyadari bahwa orang yang ditusuknya
adalah gurunya sendiri.
Empu Pakuwaja jatuh tersungkur dan meminta maaf bersujud di hadapan sang guru. Sunan Katong
mencabut keris dari dadanya dan menancapkan keris tersebut kepada Empu Pakuwaja. Keduanya gugur sampyuh.
Dari luka Sunan Katong mengalir darah berwarna biru, sedangkan dari luka Empu Pakuwaja mengalir darah
berwarna merah.
Kedua aliran darah itu menyatu di Kali Sarean, membuat warna air sungai berubah menjadi ungu.
Demikianlah, daerah di mana kedua tokoh itu gugur sampyuh dan darahnya menyatu kemudian dikenal dengan
nama “KALIWUNGU” (sungai yang airnya berwarna ungu).
Kota kaliwungu kini terkenal sebagai kota santri. Para santrinya berasal dari daerah Kaliwungu dan
sekitarnya. Makam Sunan Katong dan Empu Pakuwaja yang berada di bukit Astana Kuntul Melayang selalu ramai
dikunjungi peziarah ketika perayaan Syawalan.

============$$$$============
Joko Kendil
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang wanita dengan anak laki-lakinya. Anak itu mempunyai bentuk fisik

yang aneh. Badannya mirip dengan periuk. Karena itulah orang menyebutkan Joko Kendil*.

Walaupun tubuh Joko tidak normal, ibunya mencintainya apa adanya. Ia juga tak pernah menyesali nasib

anaknya. Apa pun yang diminta Joko, ia selalu berusaha mengabulkannya. Joko tumbuh sebagai anak yang

bahagia. Ia dikenal sebagai anak yang jenaka. Tapi kadang-kadang Joko juga nakal. Ia sering ke pasar, lalu ia duduk

di dekat pedagang. Pedagang mengira, Joko itu sebuah periuk. Sehingga ia menaruh sebagian makanannya di atas

tubuh Joko. Ia juga sering menyelinap ke pesta. Orang menyangka Joko itu periuk biasa, sehingga orang itu

menaruh makanan di sana. Kemudian dengan diam-diam Joko pulang dan membawa makanan untuk ibunya.

Ibu Joko marah melihat kenakalan Joko. Ia menyangka Joko mencuri. Joko lalu menjelaskan, kalau semua

orang menyangka dirinya periuk. Ibunya pun tertawa mendengarnya. Ketika Joko tumbuh dewasa, tubuh Joko

tetap mirip periuk. Tapi yang mengherankan, Joko justru meminta ibunya mencarikan istri untuknya. Tidak

tanggung-tanggung, Joko menginginkan putri raja sebagai istrinya. Tentu saja Ibunya kaget sekali. “Ingat Joko, kita

ini orang miskin. Lagi pula, apakah kau tidak menyadari bentuk tubuhmu?” tanya Ibunya. “Jangan khawatir, Ibu.

Percayalah, semuanya akan baik-baik saja. Sekali lagi, saya minta tolong, agar Ibu melamar putri raja untuk

dijadikan istriku,” ujar Joko menghibur Ibunya.

Dengan hati penuh keraguan, Ibu Joko pergi menghadap Raja. Raja mempunyai tiga putri yang cantik. Ibu

Joko mengungkapkan keinginan anaknya pada Raja. Raja sama sekali tidak marah mendengar penuturan Ibu Joko.

Sebaliknya, Raja meneruskan lamaran itu pada ketiga putrinya. Putri Sulung mengatakan, “Saya tak sudi,

Ayahanda. Saya menginginkan suami yang kaya raya.” Putri Tengah mengatakan, “Suami yang saya inginkan?

Seorang raja seperti Ayahanda.” Berbeda dengan ketiga kakaknya, Putri Bungsu justru menerima pinangan itu

dengan senang hati. Raja sangat heran. Tapi karena Putri Bungsu sudah setuju, ia tak dapat mencegah pernikahan

itu. Sayangnya, Putri Bungsu selalu diejek kedua kakaknya. “Suamimu berjalan mirip bola menggelinding,” ejek

Putri Sulung. “Suamimu mirip tempayan air,” ejek Putri Tengah. Putri Bungsu sedih. Tapi ia berusaha sabar dan

tabah.

Suatu hari, Raja mengadakan lomba ketangkasan. Tapi Joko tidak bisa ikut. Ia mengatakan pada Raja,

badannya sakit. Lomba ketangkasan itu diikuti banyak orang penting seperti para pangeran dan panglima.

Mereka berlomba naik kuda dan menggunakan senjata. Tiba-tiba datang seorang ksatria gagah. Ia sangat tampan

dan tangkas menggunakan senjata.

Putri Sulung dan Putri Tengah senang sekali melihatnya. Mereka jatuh cinta pada ksatria itu. Ia kembali

mengejek adiknya, karena terburu-buru menikahi Joko Kendil. Putri Bungsu pun berlari ke kamarnya sambil

menangis. Di sana ia melihat sebuah kendi. Karena kesal, ia membanting kendi itu hingga berkeping-keping.

Ksatria gagah itu masuk ke dalam kamar Putri Bungsu. Ia mencari kendi, tapi kendi itu sudah hancur. Lalu ia

melihat Putri Bungsu menangis tersedu-sedu. “Ada apa istriku?” tanyanya. Tentu saja Putri Bungsu kaget.

Bukankah suaminya adalah Joko Kendil? Lalu ksatria itu menceritakan dirinya yang sebenarnya. Ia sebenarnya

Joko Kendil, suaminya. Ia selama ini harus memakai pakaian dalam bentuk kendi. Tapi ia dapat kembali menjelma

menjadi ksatria kalau seorang putri mau menikah dengannya.

Begitu tahu kalau ksatria tampan itu Joko Kendil, betapa menyesalnya Putri Sulung dan Putri Tengah.

Sebaliknya dengan Putri Bungsu, ia menjadi sangat bahagia bersama Joko Kendil yang telah menjelma menjadi

pria yang rupawan.

Orang Jawa biasa menyebut periuk = kendil

Anda mungkin juga menyukai