Anda di halaman 1dari 26

0

LINGKAR
DISKUSI
PEJATEN
Volume 01 - Agustus 2014
Revolusi
Intelektual
69 Tahun Indonesia Merdeka
1







2


DAFTAR ISI

MUKADIMAH 3

KEMATIAN SEBAGAI INSENTIF TERBAIK 4
Syaiful Rahman Soenaria

OPTIMALISASI ORGANISASI KEMASYARAKATAN DAN KEAGAMAAN 8
DALAM PENINGKATAN KUALITAS HIDUP KELUARGA
Fithriyah Abubakar
MUHAMMAD, ISLAM & KAUM TAKFIRI ITU 12
Ridho Rosid

NEGARA EMERGENCY BBM 14
Candra Kesuma

IN GO(L)D WE TRUST 18
Rasyid Isa

BANK SEBAGAI AGEN PERUBAHAN 21
Imbang P Satryawan

MENGENAL LEBIH DEKAT: FITHRIYAH ABUBAKAR 24



LINGKAR DISKUSI PEJATEN
Ahmad Juwaini
Ali Sakti
Alir M Dewantara
Ahmad Zakie Mubarrok
Andhiputra
Aria Girinaya
Asep Kurniawan
Azwan Martin
Candra Kesuma
Dadan Gunawan
Darmawan Sepriyosa
Dede Abdul Hasyir
Dharma Tri Syukri
Eky Arnanda
Elpi Nazmuzzaman

Elpi Nazmuzzaman
Fani Cahyadininto
Firman Jatnika
Fithriyah Abubakar Harry Mulia
Rahman
Hary Mulia Rahman
Herdi Yustiadi
Humbul Kristiawan
Ihsan Haerudin
Iman Rahmat Budiman
Imbang Perdana Satryawan
Indra Gunawan
Iqbal Mutaqi
Mohammad Ramdan
Muhammad Agung

Mohammad Ramdan
Muhammad Agung
Prima Yusi Sari
Priasto Aji
Rachmat Hidayat
Rasyid Isa
Ridho Hasan Rosid Syaiful Anas
Syaiful Rahman Soenaria
Syahraki Syahrir
Sefin
Tito Satya Rinaldi
Wahyu Agung Permana
Dan kawan-kawan lain yang
mendukung LDP untuk berlomba
dalam kebaikan
3

MUKADIMAH

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang

Indonesia adalah sebuah kontrak sosial yang tidak sekedar didasari karena kesamaan
perjalanan sejarah, melainkan terutama karena kesamaan cita-cita luhur untuk membangun
satu masyarakat adil dan makmur , yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, yang memajukan kesejahteraan umum, yang mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan yang ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sangat disayangkan, setelah menjalani masa 68 tahun menjadi masyarakat merdeka,
Indonesia saat ini justru menunjukkan diri sebagai sistem sosial yang rapuh terutama
ditandai dengan: (1) budaya dan mental korupsi yang akut, (2) ketidakadilan dan
kesenjangan sosial yang parah, serta (3) hilangnya kemandirian dan berada dalam
ketergantungan yang tinggi terhadap kekuatan asing. Hal itu semua jauh dari cita cita luhur
dalam kontrak sosial Indonesia.
Kami, para anak anak bangsa yang ditakdirkan Allah sejak awal bertemu dalam komitmen
keislaman keindonesiaan keilmuan - kemanusiaan di kampus, bertekad ingin kembali
memperkuat silaturahmi, gagasan dan tindakan bersama untuk berkontribusi kepada
perbaikan dan pembangunan Indonesia yang lebih bermartabat, berdiri tegak sejajar dengan
bangsa-bangsa lain, dan diridhoi Allah.
Nilai nilai dan moralitas Islam akan menjiwai dan menjadi landasan kami dalam
berkontribusi, disertai komitmen kepada Pancasila dan penghargaan tinggi terhadap
kemanusiaan universal.
Indonesia adalah proyek yang belum selesai.
Marilah berlomba lomba dalam berbuat kebaikan.


Jakarta, 28 Oktober 2013

4

KEMATIAN SEBAGAI INSENTIF TERBAIK
Syaiful Rahman Soenaria


A. Insentif dan Perilaku Manusia
Manusia bereaksi terhadap insentif. Dan
insentif tidak melulu berupa uang. Bahkan
insentif yang non-finansial kadang lebih efektif
mengarahkan perilaku orang atau kelompok.
Pemimpin yang baik sering identik dengan
orang yang memiliki kemampuan desain dan
eksekusi insentif, sehingga dengannya perilaku
positif dari pengikutnya/musuhnya dapat
dimotivasi dan tujuan bersama dapat tercapai.
Ada 3 contoh sederhana tentang insentif
(dalam bentuk mekanisme) sebagai
pengarah/pemotivasi perilaku:
Contoh 1
Bila kita ingin mengajak 2 orang anak usia 6-9
tahun untuk berlaku adil, bawalah kehadapan
keduanya seloyang kue tart kesukaan mereka,
dan mintalah mereka berbagi tugas sebelum
menikmati kue bagian masing-masing. Anak
pertama diminta memotong kue, anak kedua
diminta memilih potongan kue. Niscaya anak
pertama akan memotong dengan adil, karena
dia tahu bila memotong tidak adil, maka anak
kedua boleh jadi mengambil potongan kue
yang lebih besar.

Contoh 2
Bila kita memiliki usaha Taksi dan ingin menjaga
reputasi perusahaan dimata pelanggan,
misalnya sopir taksi tidak membawa pelanggan
melalui rute panjang yang akan menaikkan
pendapatan sopir taksi namun merusak
reputasi perusahaan. Dalam hal ini kita perlu
mengarahkan perilaku jujur dari para sopir kita.
Sayangnya kita tidak bisa mengawasi setiap
sopir taksi setiap waktu. Solusinya adalah
desain tarif argo taksi. Bila tarif argo taksi
diserahkan kepada setiap pemilik usaha, maka
kita punya 2 alernatif tarif argo:
Alternatif 1: tarif argo awal saat pelanggan
naik, kita naikkan. Sedangkan tarif argo per KM
jarak tempuh, kita turunkan.
Alternatif 2: tarif argo awal kita turunkan,
sementara tarif per KM kita naikkan.
Mana diantara 2 alternatif tersebut yang
lebih mengarahkan sopir taksi jujur membawa
pelanggan di rute yang benar?
Dengan hitungan sederhana saja dapat kita
simpulkan alternatif 1 yang akan kita pilih.

Contoh 3
E-bay dikenal sebagai situs lelang online
terbesar di dunia. Dengan cerdas E-bay
menerapkan teori Second Price Auction. Artinya
bila sebuah laptop ditawarkan dengan harga
awal 100.000 rupiah, dan pada saat penutupan
lelang ada 2 penawar tertinggi: X dengan
penawaran tertinggi 6 juta rupiah, dan Y
dengan penawaran tertinggi 5 juta rupiah.
Maka X adalah pemenang lelang namun dia
hanya perlu membayar uang senilai penawaran
5

tertinggi dibawahnya, yakni 5 juta rupiah senilai
penawaran tertinggi Y.
Dengan cara seperti itu, maka setiap
peserta lelang cenderung termotivasi untuk
memberi penawaran setinggi-tingginya agar
jadi pemenang, toch saat dia menang hanya
perlu membayar sejumlah penawaran tertinggi
dibawahnya.
Namun bila semua orang berpikiran sama,
apalagi di E-bay mereka sulit berkomunikasi
satu sama lain sebelum penutupan lelang, maka
harga penutupan akhirnya tinggi dan yang
untung adalah sang penjual dan E-bay.
Dari ketiga contoh diatas, kita bisa paham
mengapa penyeberang jalan (di kota Bandung
misalnya) sering enggan menggunakan zebra
cross. Karena saat mereka menyeberang di
zebra cross jarang sekali pengemudi kendaraan
yang sedia berhenti memberikan jalan.
Walaupun dalam aturan lalu lintas,
penyeberang jalan memiliki hak prioritas di
zebra cross atas pengemudi kendaraan.
Dengan demikian menyeberang di zebra cross
dalam situasi seperti itu adalah insentif yang
buruk. Lalu mengapa pengemudi kendaraan
jarang sekali sedia berhenti memberi jalan?
Karena tidak ada penegakan hukum?
Yang jelas kepribadian sesungguhnya dari
manusia dapat dilihat (diantaranya) saat dia
berkendaraan di jalan raya, karena di jalan raya
orang tidak punya insentif menarik untuk
berpura-pura. Kepura-puraan lebih mudah
dijumpai di kantor.

B. Desain Insentif sebagai Solusi dari
Problem Ke-agen-an
Relasi sosial dalam keseharian adalah
kesepakatan yang bisa eksplisit (tertuang dalam
bentuk kontrak tertulis, misalnya) atau implisit
(lebih didasarkan kepada mutual trust) antara
agen dan prinsipal, atau diantara beberapa
agen yang setara.
Konstitusi sebuah negara adalah contoh
kesepakatan eksplisit diantara warga
masyarakat yang setara, dituangkan secara
tertulis dan kita menyebutnya kontrak sosial.
Sedangkan hubungan kerja antara pemilik
perusahaan dengan manajemen (pengelola)
adalah kesepakatan eksplisit antara agen
(manajemen) dan prinsipal (pemilik).
Prinsipal mempercayakan sumber daya
yang dimilikinya kepada agen untuk dikelola
dalam rangka menghasilkan keuntungan.
Sayangnya ada 2 keterbatasan yang dihadapi
prinsipal, pertama: prinsipal tidak bisa observasi
secara sempurna ikhtiar yang dilakukan agen
(asimetri informasi) dan seringkali terdapat
konflik kepentingan antara prinsipal dan agen.
Kedua keterbatasan tadi bisa berakibat
kerugian bagi prinsipal bila agen melakukan
moral hazard (perilaku yang menyimpang dari
kesepakatan awal). Apa yang bisa dilakukan
prinsipal agar terhindar dari resiko tersebut?
Prinsipal dapat melakukan monitoring atas
semua aktivitas yang dilakukan agen. Tapi
monitoring ini ongkosnya besar sekali. Sebagai
alternatif prinsipal dapat mendesain insentif
yang tepat sehingga agen secara sukarela
berperilaku sesuai kepentingan prinsipal.
6

Model konseptual relasi prinsipal-agen ini
didasarkan kepada asumsi bahwa baik prinsipal
maupun agen berorientasi self interest. Model
konseptual ini dapat juga digunakan untuk
memotret relasi antara Anggota DPR dengan
konstituennya, antara orang tua dan anak-
anaknya, atau antara Rektor dengan Civitas
Academica, walaupun 3 relasi yang disebut
terakhir lebih merupakan kesepakatan implisit.
Tentu saja kita bisa mengatakan bahwa
perilaku manusia tidak hanya berorientasi self
interest, melainkan juga altruistik.

C. Kematian sebagai Insentif Terbaik
Kematian adalah sebuah desain Tuhan
(prinsipal) untuk manusia sebagai hambaNYA
(agen). Dan kematian adalah desain insentif
yang terbaik dalam sejarah peradaban manusia,
agar perilakunya sebagai agen di dunia dapat
sesuai dengan kehendak prinsipal (Tuhan).
Mengapa kematian adalah insentif terbaik?
Karena:
1. Bagi Tuhan, sama sekali tidak ada resiko
kerugian bila manusia melakukan moral
hazard dan menyimpang dari kesepakatan
awal dengan Tuhan (Maha Kaya, Maha
Terpuji).
2. Tuhan mampu Melakukan monitoring
secara absolut sempurna, tanpa
mengeluarkan ongkos apapun (Maha
Mengetahui, Maha Melihat, Maha
Mendengar).
3. Bagi manusia sebagai agen, ada asimetri
informasi yang tinggi tentang kapan (bisa
terjadi kapan saja) dan dimana (bisa terjadi
dimana saja) kematian itu akan
menjumpainya. Yang pasti kematian pasti
akan datang.
4. Bagi manusia, akibat dari perilakunya
didunia sebelum kematian (ex-ante) akan
dialaminya setelah kematian dalam
masa/durasi yang jauh lebih panjang
ketimbang masa hidupnya didunia (ex-
post).
5. Bagi manusia, Tuhan telah Menjelaskan
sejelas-jelasnya tentang
reward/punishment untuk setiap pilihan
perilaku manusia di dunia.
6. Bagi manusia, Tuhan telah Memberikan
diskresi sempurna (free will) kepada
manusia untuk melaksanakan fungsi ke-
agen-an selama hidup di dunia. Pilihan
perilaku yang diputuskan manusia dapat
dilakukan secara merdeka tanpa ada
paksaan.

Tidak heran, nabi Muhammad SAW pernah
berkata bahwa orang yang paling cerdas adalah
orang yang selalu mengingat kematian.
Lalu apakah kematian hanya menjadi
insentif bagi manusia untuk fokus kepada
akhirat dan melupakan kejayaan di dunia? Nabi
Muhammad SAW pernah juga berkata:
"Bekerjalah untuk dunia-mu seolah olah
engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah
untuk akhirat-mu seolah olah engkau akan mati
besok."
Jelas, kematian tidak hanya insentif terbaik
bagi manusia untuk sukses di akhirat,
7

melainkan juga insentif terbaik bagi manusia
untuk berjaya di dunia.
Bagaimana bila kematian sebagai insentif
terbaik tidak berfungsi pada diri kita? Boleh jadi
kita sedang sakit. Bila demikian, segera berobat
tampaknya langkah terbaik. [*]



Syaiful Rahaman Soenaria
Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 1989, Dosen tetap Departemen Akuntansi
FEB Universitas Padjadjaran, Certified Management Accountant/CMA, dan kandidat
doktor Akuntansi di RU Muenchen-Jerman.
8

OPTIMALISASI ORGANISASI KEMASYARAKATAN
DAN KEAGAMAAN DALAM PENINGKATAN
KUALITAS HIDUP KELUARGA
Fithriyah Abubakar

Indonesia adalah negara berpenduduk
terbesar keempat di dunia setelah Cina, India,
dan Amerika Serikat, dengan jumlah penduduk
237,6 juta jiwa (Sensus Penduduk 2010).
Proporsi penduduk berdasarkan jenis kelamin
pada tahun tersebut adalah 50,17 persen laki-
laki dan 49,83 persen perempuan. Sebagaimana
kita ketahui bersama, jumlah penduduk yang
besar ini di satu sisi merupakan berkah bagi
suatu negara, apabila mereka memiliki kualitas
yang baik dan berdaya saing. Di sisi lain, hal ini
merupakan suatu beban/musibah bagi negara
tersebut, apabila penduduknya berkualitas
rendah dan pada akhirnya akan banyak
menimbulkan masalah sosial.
Oleh sebab itu, pembangunan sumber daya
manusia (SDM) merupakan hal yang mutlak
dilakukan secara komprehensif oleh setiap
negara, baik dari sisi kualitas, kuantitas, maupun
mobilitas (persebarannya). Hal ini bertujuan
agar pembangunan negara tersebut dapat
dilakukan dan dirasakan manfaatnya secara
adil, efektif, dan akuntabel oleh seluruh
penduduknya, baik laki-laki maupun
perempuan.
Akan tetapi, data-data yang ada (dapat
dilihat pada berbagai sumber) menunjukkan
masih terdapatnya kesenjangan dalam
pemerataan hasilhasil pembangunan di
berbagai bidang, baik terhadap perempuan,
maupun lakilaki. Kesenjangan tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam empat aspek utama:
akses, partisipasi dalam proses pembangunan/
pengambilan keputusan, kontrol terhadap
sumber daya, maupun penerima manfaat
pembangunan.
Berdasarkan inilah, maka Pemerintah
Indonesia kemudian melakukan berbagai upaya
untuk meningkatkan kualitas penduduk
perempuan, mulai dari upaya peningkatan
peranan wanita pada masa ORBA, kemudian
pemberdayaan perempuan, hingga
peningkatan kesetaraan gender (sejak tahun
1997). Hingga tahun 2009, program kesetaraan
gender dan/ atau pemberdayaan perempuan
hanya meliputi sosialisasi/ advokasi untuk
perempuan belaka, tidak menyentuh pada
substansi inti kegiatan/ program
pembangunan, dan tidak menyentuh lakilaki
yang juga tertinggal di beberapa bidang
pembangunan. Oleh sebab itu, perlu diterapkan
strategi Pengarusutamaan Gender (PUG), yang
meliputi setiap tahapan dalam pembangunan
di berbagai bidang, untuk menghapuskan
kesenjangan tersebut. Strategi PUG ini
kemudian menjadi salah satu dari 3 strategi
pengarusutamaan pembangunan (di samping
9

pengarusutamaan Tatakelola Pemerintahan
yang Baik/Good Governance dan
Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable
Development) yang ditetapkan melalui
Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010, Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010-2014.
Pembangunan SDM terutama dalam
kaitannya dengan PUG ini seharusnya menjadi
tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat, sivitas akademika, swasta, maupun
organisasi kemasyarakatan/ keagamaan pada
umumnya. Terlebih ketika kita perhatikan,
bahwa organisasi kemasyarakatan/ keagamaan
yang memiliki kelompok sasaran laki-laki
maupun perempuan di tingkat akar rumput
sangat banyak dan beragam, serta sangat
potensial untuk melakukan itu.
Salah satu contohnya adalah kelompok
majelis taklim (MT) yang kini semakin banyak
menjamur. Para anggota majelis taklim ini rata-
rata bertemu 2 kali seminggu untuk mengaji
dan mendengarkan ceramah dari Ustadz/ah.
Jika ceramah dan lantunan ayat-ayat suci Al-
Quran ini kemudian dapat dikaji lebih lanjut
melalui contoh-contoh nyata penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari, maka
pemahaman terhadap Al-Quran ini diharapkan
tidak saja dapat meningkat, tapi juga dapat
mereka amalkan secara nyata. Misalnya ketika
membahas tentang kualitas keimanan
seseorang, dijelaskan pula bahwa kebersihan
itu adalah sebagian daripada iman. Oleh sebab
itu, maka muslim harus berperilaku hidup
bersih, tidak membuang sampah sembarangan,
dan seterusnya.
Di samping itu, ketika membahas tentang
pendidikan, disampaikan pula bahwa menuntut
ilmu itu wajib hukumnya bagi muslimin dan
muslimah, sejak dari dalam kandungan, hingga
akhir hayat. Perlu disampaikan pula bahwa
seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anak-
anaknya. Oleh sebab itu, baik laki-laki maupun
perempuan wajib untuk menuntut ilmu
setinggi-tingginya, walaupun perempuan
setelah menikah nanti tidak berminat untuk
bekerja, karena seorang ibu dituntut untuk
selalu belajar, dalam rangka mempersiapkan
anak-anaknya, agar menjadi generasi yang
lebih berkualitas, berakhlak mulia, mandiri, dan
berdaya saing dibandingkan generasi
sebelumnya.
Mekanisme pengajian MT inipun dapat
lebih ditingkatkan agar para anggotanya
bersifat lebih aktif, bukan hanya pasif
mendengarkan ceramah dari sang Ustadz/ah.
Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan
pemberian materi ceramah secara bergilir oleh
para anggotanya, kali ini Ibu X membawakan
tentang Zakat, pertemuan berikutnya Ibu Y
tentang Puasa, dan seterusnya. Dengan cara ini,
maka para anggota MT tersebut akan terpacu
untuk selalu belajar, berdiskusi, dan mengkaji
secara aktif, untuk selanjutnya diharapkan
dapat lebih memahami dan mengamalkan hasil
pengajian tersebut dalam kehidupan
kesehariannya, dan lebih memahami
10

keterkaitan antara agama dan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek).
Demikian pula halnya dengan kelompok
PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan
Keluarga), yang menjangkau ke hampir seluruh
desa di Indonesia. Materi-materi PKK sebaiknya
diperkaya pula dengan survival tips, misalnya
tentang sistem peringatan dini bencana, apa
saja yang harus/tidak boleh dilakukan saat
sedang ada gempa/bencana lainnya, apa yang
harus dibawa saat evakuasi, kiat-kiat dalam
pelestarian lingkungan (seperti: penggunaan
bahan pembersih yang ramah lingkungan,
pengolahan sampah yang efisien dan menjaga
kelestarian lingkungan), di samping
pengetahuan tentang diversifikasi dan
kemandirian pangan melalui budidaya tanaman
pangan di halaman masing-masing,
pengetahuan tentang obat tradisional, kiat-kiat
pendidikan anak, manajemen ekonomi rumah
tangga, dan lain-lain yang telah dilakukan
selama ini.
Adapun hal yang terpenting di sini adalah
perlunya laki-laki dan perempuan mengetahui
hal yang sama untuk kebaikan dan
kesepahaman dalam keluarga. Sebagai contoh,
untuk kewajiban menuntut ilmu bagi muslimin
dan muslimah, maka sang suami pun
hendaknya diikutsertakan dalam forum
tersebut. Dengan demikian, perlu diadakan
pengajian/pertemuan keluarga secara berkala
untuk menyampaikan materi-materi yang wajib
diketahui semuanya, baik laki-laki maupun
perempuan. Diharapkan dengan adanya
pengajian/pertemuan keluarga tersebut, maka
suami dapat ikut membantu dan berperan serta
secara aktif dalam peningkatan kualitas
keluarga, termasuk dalam mendidik dan
membesarkan anak-anak mereka.
Apabila informasi seperti ini hanya
disampaikan secara sepihak kepada sang isteri
saja, maka hampir sebagian besar informasi
tersebut tidak akan diterima oleh suami. Hal ini
dapat disebabkan oleh ketidakberanian sang
isteri untuk menyampaikannya, atau
keengganan sang suami dalam menerima
informasi tersebut, terutama untuk informasi-
informasi yang berbeda dengan apa yang
diyakini sebagai budaya dan turun-temurun
dalam keluarga. Akibatnya, bukanlah
kesepahaman, namun perselisihan pendapat
yang akan terjadi. Jika ini berlangsung terus-
menerus, maka akan berdampak pada
keharmonisan keluarga ini, dan bukannya tidak
mungkin akhirnya sang suami akan melarang
isterinya untuk mengikuti kegiatan PKK/MT
tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa peningkatan kualitas keluarga (baik dari
sisi agama maupun iptek) ini dapat dilakukan
melalui optimalisasi organisasi keagamaan/
kemasyarakatan/ lainnya, asalkan disampaikan
dengan bahasa yang mudah dipahami, dan
menumbuhkan partisipasi aktif para
anggotanya (laki-laki dan perempuan), dengan
memperhatikan kondisi dan situasi di daerah
setempat. [*]
11


Fithriyah Abubakar
Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 1990, Perencana di Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Menyelesaikan S2 dan S3 Jepang. Memiliki hobi travelling dan eksplorasi kuliner.
12

MUHAMMAD, ISLAM & KAUM TAKFIRI ITU
Ridho Rosid

Kasih sayang dan kedamaian adalah
kebutuhan utama manusia untuk hidup sehat
lahir batin. Untuk itulah berserah diri kepada
Yang Maha Pengasih Penyayang dan
menyuburkan sifat kasih sayang yang
membawa kedamaian bagi sesama. Itulah
makna Islam yang sesungguhnya yang dianut
muslim yang sesungguhnya. Siapapun yang
menjalankan ini adalah muslim yang
sesungguhnya.
Islam dan muslim bukanlah sekadar merk
atau simbol identitas.Menurut etimologi, kata
Islam yang merupakan kata benda terbentuk
dari kata-kata kerja seperti aslama, yuslimu,
islaman, arti dari kata-kata tersebut adalah
berserah diri, tunduk dan mematuhi aturan.
Satu dari kata kerja yakni aslama,
merupakan akar dari kata salima yang artinya
damai, sejahtera dan aman. Jadi secara
kebahasaan, Islam mempunyai arti berserah diri
kepada Allah Yang Maha Pengasih Penyayang
dengan menyuburkan sifat kasih sayang guna
melahirkan kehidupan yang damai, aman, dan
sejahtera lahir batin.
Karena itu tidak ada perang agama yang
diajarkan oleh Muhammad. Bermulanya dari
para pebisnis perbudakan yang terganggu
bisnisnya oleh ajaran Muhammad yang
mengajarkan kesetaraan hak-hak azasi
manusia, para pebisnis prostitusi yang
terganggu oleh ajaran Muhammad yang
mengangkat derajat kaum perempuan, para
penguasa yang terganggu kenikmatan
berkuasanya dari upeti-upeti dan korupsi.
Mereka gagal membujuk dan menyuap
Muhammad. Lalu mereka menghasut rakyat
bahwa Muhammad adalah perusak tradisi,
perusak tatanan ekonomi yang menjadi sumber
hidup. Dari situlah bermulanya peperangan.
Muhammad tidak diam dan tetap berjalan
tegak membawa agama keadilan dan kasih
sayang.
Bahwa cara-cara kaum jahiliyah itu dalam
perkembangannya sesudah Muhammad justru
digunakan untuk politik dengan menggunakan
nama Islam untuk memuaskan nafsu-nafsu
politik, itu kenyataan yang lain lagi.
Kalaupun sekarang marak kelompok takfiri
yang hobinya mengkafirkan orang lain bahkan
dengan sesama muslim harus dipelajari kembali
definisi kafir itu sendiri. Dari definisi Quran,
yang disebut kafir bukanlah orang yang
berbeda agama. Yang disebut kafir adalah
mereka yang mata dan telinga kalbu di dalam
dadanya tidak berfungsi.
Asal kata kafir dan kufur adalah *'kafara*
yang artinya tertutup (kata ini kemudian
diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi
*cover* artinya penutup). Kafir adalah mereka
yang masih tertutup dari *Al-Haqq*
(kebenaran hakiki).
13

Mata dan telinga yang di dalam dada,
maksudnya adalah mata dan telinga yang ada
dalam *kalbu* kita, dalam dada/*shuduur*,
yang ada pada level jiwa. *Shuduur* artinya
dada spiritual, sebagaimana hati yang biasa
kita kenal bukanlah liver maupun jantung, tapi
lebih kepada hati spiritual yakni nurani.
Cuplikan khutbah terakhir Nabi
Muhammad di lembah Arafah:
"Seseorang tidak dibenarkan mengambil
sesuatu dari saudaranya, kecuali jika dengan
senang hati diberikan kepadanya. Janganlah
kamu menganiaya diri sendiri."
"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?"
"Ya Allah, saksikanlah ini!"
Selesai Nabi mengucapkan pidato ia turun
dari al-Qashwa' -untanya. Ia masih di tempat itu
juga sampai pada waktu sholat dzuhur dan asar.
Kemudian menaiki kembali untanya.Pada waktu
itulah Nabi membacakan firman Tuhan ini
kepada mereka:
"Hari ini Kusempurnakan agamamu untuk
kamu sekalian dengan Kucukupkan NikmatKu
kepada kamu, dan yang Kusukai Islam inilah
menjadi jalan hidup kamu."(Qur'an, 5: 3)
Abu Bakar ketika mendengarkan ayat itu
menangis, ia merasa, bahwa risalah Nabi sudah
selesai dan sudah dekat pula saatnya Nabi
hendak menghadap Tuhan.
Tahukah anda apa bedanya "PEJABAT dan
"MANTAN PEJABAT"? MANTAN PEJABAT
adalah orang yang sudah tidak lagi menjabat
karena pensiun atau bahkan sudah meninggal.
Sementara PEJABAT adalah orang yang sedang
menjabat mempunyai otorisasi atas jabatannya
tersebut.
Apakah seorang Muhammad adalah
pejabat atau mantan pejabat ke-Nabi-an??
LA NABIYA BA'DA.
Tiada lagi Nabi sesudah Muhammad
hingga akhir zaman. Apakah sekarang sudah
akhir zaman? Karena belum saatnya akhir
zaman, tentu Muhammad "masih ada bersama
kita saat ini" serta kita masih tersenyum
matahari belum terbit dari arah barat dan kita
bergumam:
"Yaa, Rasululloh we miss U so much..."
Masak sih agama dipake buat berantem
melulu hehehe. [*


Ridho Hasan Rosid
Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 1990, bekerja di PT Siemens Indonesia
sebagai Division Controller Energy Transmission. Hobi membaca dan saat initinggal
di Yasmin Bogor dengan 1 istri dan 2 anak.

14

NEGARA EMERGENCY BBM
Candra Kesuma


Indonesia adalah Negara yang kaya dengan
sumber daya alam, thus, kaya sumber energy.
Benarkah pernyataan ini? Mari kita periksa
bersama. Indonesia dipersepsikan sebagai
Negara yang kaya minyak, energy utama yang
dipergunakan oleh bangsa-bangsa dunia saat
ini.
Namun ternyata ini adalah persepsi tinggal
persepsi. Tahun 2002 Indonesia ternyata sudah
menjadi net importer minyak. Artinya impor
minyak Indonesia sudah melebihi angka ekspor
minyak mentah Indonesia. Sayangnya posisi
yang sudah net importer ini tidak segera
dilanjutkan dengan pengkinian status
keanggotaan Indonesia di Organisasi Negara-
negara Pengekspor Minyak atau lazimnya
disebut dengan OPEC. Baru tahun 2008
keanggotaan ini ditinjau, keluar dari OPEC,
namun dengan status suspended member.
Masih menyimpan harapan nampaknya akan
penemuan cadangan minyak besar lainnya di
dasar bumi Nusantara ini.
Mari kita lihat satu lagi fakta. Indonesia
Negara kaya energy, sehingga apakah dengan
keberlimpahan, harga bahan bakar
selayaknyalah murah agar dinikmati banyak
warga. Untuk fakta ini mari kita lihat apa yang
tercantum tersurat dalam APBN Negara kita
tahun-tahun belakangan ini.

Pemberian energy murah untuk rakyat
memerlukan sumber pendanaan yang berasal
dari pendapatan Negara. Dalam beberapa tahun
ini, komposisi APBN adalah 67% untuk
pendapatan dari non-energi dan 33% untuk
pendapatan yang berasal dari energy.
Pendapatan yang berasal dari energy ini 87%
dari migas dan sisanya dari minerba lain. Akan
tetapi, penggunaan energy juga berbanding
lurus dengan pendapatan yang berasal dari
energy, dimana 77% energy itu bentuknya migas
dan 23% berbentuk energy lainnya. Komposisi-
komposisi ini menunjukkan pentingnya geliat
energy dalam kehidupan rakyat Indonesia dan
menguasai hajat hidup orang banyak.
Apakah memang kondisi energy Indonesia
layak untuk memberikan harga energy, dalam
hal ini migas, murah? Yang jelas dalam pencarian
sumber-sumber penghasil migas baru dengan
melakukan eksplorasi di dalam negeri, belum
satu pun ditemukan cadangan minyak bumi
terbukti signifikan. Jumlah produksi minyak
negeri ini dari tahun ketahun semenjak tahun
70-an menunjukkan bahwa kondisi produksi
tersebut sudah melewati kondisi peak oil atau
kondisi dimana produksi minyak tertinggi
dicapai. Dan sebagaimana kurva normal,
seterusnya terjadi penurunan.

15

Cadangan terbukti minyak Indonesia adalah
sekitar 4,4 miliar barel. Dengan penggunaan
rata-rata 312 juta barel pertahun maka akan
menggerogoti habis cadangan terbukti ini, yang
jika semuanya bisa diangkat ke atas permukaan
tanah dan diproduksi, dalam waktu 12 tahun saja
dan volume penggunaannya diasumsikan tetap.
Jika ditemukan pun cadangan minyak terbaru
yang besar, memerlukan waktu 5 sampai 10
tahun untuk bisa diproduksi. Sebelum mulai pun,
izin pemanfaatan lahan untuk kepentingan
pengeboran berdasarkan peraturan yang
berlaku akan memerlukan waktu sampai 500 hari
kerja. Jadi, agendakanlah waktu 7 12 tahun
setidaknya untuk suatu produksi minyak bumi.
Indonesia saat ini mencatat penjualan
sepeda motor 7 juta unit per tahun dan mobil 1
juta unit per tahun. Sudah pasti konsumsi bahan
bakar minyak yang dipakai oleh kendaran akan
terus meningkat setiap tahunnya. Konsumsi
bahan bakar minyak ini sekitar 1,2 juta barel per
hari. Sementara produksi kilang dalam negeri
hanya mampu memproses 1 juta barel per hari.
Namun tidak semua minyak produksi Indonesia,
yang sekarang sudah mulai mengarah ke tipe
heavy oil, dapat diproses oleh kilang dalam
negeri ini.
Sekali lagi, perekonomian memerlukan
energi, migas sebagai bahan energi utama, perlu
waktu 5-10 tahun dari sejak diketahui sampai
bisa diproduksi. Dan energi berasal dari migas
terus menurun. Dengan pertumbuhan
kendaraan bermotor tanpa ada moda alternative
penggantinya, maka jalanan Indonesia tetap
akan memerlukan 1,2 jt bopd bbm per hari
dibandingkan (tahun 2013) 830 ribu bopd
minyak mentah, artinya terdapat defisit minyak
(jika mentah ke mentah) sebesar 400 ribu bopd.
Dari 830 ribu bopd, hanya sekitar 65-70% yang
benar-benar milik Pemerintah karena selebihnya
adalah bagian bagi hasil untuk kontraktor migas
dan sebagian dari milik Pemerintah pun akan
dipakai sebagai penggantian biaya
eksplorasi/produksi KKKS.
Katakanlah harga minyak mentah di pasar
dunia sekarang berkisar US$100 bopd, dengan
kisaran biaya produksi US$30 sampai dengan 50
bopd seharusnya terdapat margin antara US$50
70 bopd. Namun akibat bahan bakar minyak
(masak bukan mentah!) ini sebagian diperoleh
dengan cara impor karena ketidaktersediaan
kilang minyak yang sesuai untuk mengolah yang
sesuai dengan karakteristik minyak mentah
Indonesia, maka margin profit tersebut otomatis
akan terpakai. Profit yang diperoleh dari
penjualan minyak mentah ke luar negeri akan
habis untuk pembiayaan impor minyak
keperluan dalam negeri karena yang dibeli
Indonesia adalah bahan bakar minyak yang
bukan minyak mentah. Angkanya adalah harga
kisaran minyak mentah dunia + biaya
pengilangan + biaya handling, yang sudah bisa
dipastikan melebih profit penjualan minyak
mentah.
Uraian diatas seharusnya sudah cukup
memberikan deskripsi mengenai kegawatan
bahan bakar energy, khususnya minyak, di tanah
air. Dalam waktu 25 tahun, diprediksikan
16

penggunaan bahan bakar minyak akan naik
sampai 3 atau 4 x lipat kebutuhan saat ini. So,
masih beranikah Indonesia terus memberikan
bahan bakar minyak murah? [*]





Candra Kesuma
Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 1993, saat ini bekerja sebagai auditor di
Medco Energi. Memimpikan perdamaian dunia dan kedamaian abadi serta satu
pemerintahan dunia agar bisa travelling kemana saja tanpa batas negara dan visa.
17


SEANDAINYA
Subsidi BBM
diubah, dapat
apa Negara ini?
Candra Kesuma












14
kali anggaran setahun
jika hendak
mengadakan
keseluruhan sekolah
bertaraf internasional
ditanah air atau 18000
sekolah sejenis dapat
dijalankan


1,4
kali anggaran
pendidikan setahun
telah didapatkan


6
kota besar di tanah air
dapat dibiayai selama
setahun (APBD DKI
2014 = 6,7T)

Atau
3,5
Kali panjang rencana Jembatan
Selat Sunda (anggaran 100T
menurut Wikipedia)

95%
Nilai APBN untuk jumlah
penerimaan negara bukan pajak
di tahun 2014.
Atau juga sebanding dengan
29% dari penerimaan pajak
negara
Nilai subsidi BBM (Jero
Wacik, Kompas
6/8/2014):
Rp350T
35
kali lebih panjang tol atas laut
Bali yang dapat dibangun
disekeliling Jawa - Bali
522
Tank Leopard 2A4 yang
dapat menjaga perbatasan
atau

574
Sukhoi 30 Mk-2 di
pangkalan tanah air

18

IN GO(L)D WE TRUST
Rasyid Isa

Di suatu sore, fina, seorang dokter di sebuah
puskesmas di sebuah pedesaan, terkaget-kaget
ketika menerima beberapa kunjungan pasien
sekaligus di tempatnya mengabdi. Lima orang
datang dengan gejala mirip flu. Dokter fina
memutuskan untuk mengenakan pakaian
khusus ketika menangani mereka, tapi tetap
berusaha seramah mungkin agar para pasien
tidak panik. Bagaimanapun, ia yang baru lulus
program profesi dokter tentu merasa tidak
mampu menangani berbagai kemungkinan
terburuk. Ia ingin meminta bantuan dari orang
yang tepat. Ketika ia mencoba memikirkan,
terfikirkan juga berbagai kemungkinan terburuk
yang bisa saja sedang terjadi di hadapannya.
Wabah. Flu Burung? Belum dapat dipastikan. Ia
tidak bisa memutuskan, tetapi yang jelas ini
mungkin sebuah kasus serius dan ia harus
meminta bantuan kepada dokter yang terbaik.
Tapi bagaimana? Bukankah yang terbaik adalah
yang termahal? Atau setidaknya, salah satu yang
termahal?
Ilustrasi di atas memang hanya sebuah fiksi.
Tetapi ia memodelkan sebuah situasi di zaman
ini dimana orang-orang terbaik dalam
bidangnya selalu tersedia di kota-kota
ternyaman dengan bayaran mahal dan
penentuan kepemilikan hasil karya yang paling
andal dari peradaban manusia ditentukan oleh
kekuatan ekonomi. Sebuah situasi dimana uang
merupakan simbol penghargaan yang paling
adil untuk sebuah kualitas dan alat ukur yang
paling terhormat untuk menentukan ketepatan
perjalanan hidup seseorang.
Fenomena tersebut merupakan konsekuensi
dari hukum permintaan dan penawaran di mana
harga berkorelasi positif dengan jumlah
permintaan dan berkorelasi negatif dengan
jumlah penawaran. Sepintas hukum tersebut
terlihat adil untuk berlaku dalam kebanyakan
situasi. Tetapi bagaimana jika situasinya adalah,
tempat dimana suatu barang atau suatu jasa
diberikan bukanlah tempat dimana uang
berputar? Haruskah hukum tersebut tetap
dipatuhi?
Oke, kita punya dua solusi untuk masalah ini,
yaitu subsidi dan kegiatan sosial. Subsidi
memberikan kemampuan bagi mereka yang
tidak mampu menjangkau, sementara kegiatan
sosial adalah penyediaan kebutuhan yang
dilakukan secara sukarela oleh mereka yang
biasanya dibayar. Tetapi solusi ini selain berlaku
jangka pendek, ia tidak merepresentasikan
orientasi hidup masyarakat yang tidak lagi
berorientasi uang. Dua hal ini hanyalah sebuah
pengecualian dari pemberlakuan hukum pasar
yang terpaksa dilakukan atau secara sukarela
dilakukan sesekali. Konsekuensinya,
terpenuhinya sebagian besar kebutuhan
masyarakat tetap bergantung pada kekuatan
finansial. Hanya saja, sesekali ada aktivitas untuk
menambal lubang-lubang sosial yang bocor
dengan aktivitas sosial, atau ada regulasi untuk
mensubsidi agar lubang sosial tersebut tertutupi,
19

selagi masih ada subsidi. Tetapi mindset utama
masyarakat tetap tidak berubah. Kualitas tetap
harus diukur dengan uang. Hanya saja ada
sedikit pengecualian bagi mereka yang tidak
mampu.
Apakah hal tersebut salah? Jika salah,
dengan apa kita harus menghargai kualitas karya
seseorang?
Ini pertanyaan inti dan sulit, tidak ada
jawaban langsung dalam masalah ini.
Tetapi coba kita pikirkan, jika kita
menjadikan uang sebagai tolok ukur hak
kepemilikan atas kualitas karya dan pelayanan
terbaik, berarti kualitas hidup tertinggi tetap
diutamakan untuk orang-orang kaya. Dan lebih
jauh lagi, akses kualitas hidup yang baik hanya
akan dimiliki oleh orang-orang memiliki
kekuatan finansial. Sementara mereka yang
lemah finansial, hanya hidup sesuai dengan
subsidi yang diberikan dan amal sisa dari
penggunaan barang dan jasa orang-orang
yang memiliki kekuatan finansial. Siapa yang
mau hidup seperti itu? Maka dengan sendirinya
situasi demikian telah membuat manusia seolah
tidak mempunyai pilihan lain selain berlomba-
lomba menumpuk kekayaan. Terbentuklah
sebuah lingkaran setan, manusia menghargai
sesama atas dasar kekayaan, dan keinginan
untuk dihargai itu menjadi motivasi utama dalam
bertindak.
Kemudian coba kita pikirkan, sesaat ketika
kita lahir di dunia kita tidak mampu membayar
siapapun untuk merawat kita. Tetapi ada orang
tua dan sanak saudara yang bersedia
memberikan kasih sayangnya pada kita walau
kita tidak membayar. Dalam pandangan
materialistis bisa jadi ini adalah bentuk investasi
di mana pengembaliannya akan datang berbelas
atau berpuluh tahun kemudian. Tetapi
kenyataannya kita tidak pernah menandatangani
kontrak apapun dengan mereka yang
membesarkan kita. Begitu pula sebaliknya, tanpa
kontrak pun, seorang manusia akan secara
natural berbakti kepada orang-orang yang
membesarkannya, justru ketika orang-orang itu
lemah dan tidak memiliki kekuatan untuk
menagih apapun. Bukan didasarkan pada ukuran
uang tetapi didasarkan pada kebenaran yang
dipercayai. Prinsip.
Maka prinsip inilah yang membimbing
peradaban manusia untuk meletakkan
pelayanan dan karya pada tempat yang tepat.
Prinsip ini yang menjadi alasan seorang manusia
untuk melakukan tindakan yang secara
materialistik mungkin tidak menguntungkan,
tetapi ia benar.
Tentu uang dan sistem keuangan tidak bisa
dihapuskan dengan adanya sikap orientasi pada
prinsip ini, tetapi ia tidak boleh diletakkan di
atasnya. Jika prinsip-prinsip kebenaran sudah
diletakkan di bawah uang dan sistem keuangan,
maka jangan heran jika kebenaran, kejujuran,
keadilan dan segala prinsip-prinsip hidup bisa
diatur oleh mereka yang membayar lebih, pun
dengan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Kemudian, semakin sedikit orang yang
mempercayai nilai-nilai kebenaran dan kejujuran
sebagai tonggak dari tercapainya standar hidup
yang baik karena makin banyak orang
memindahkan kepercayaannya pada hal-hal
20

yang bersifat materialistik.Pada titik ekstrim,
kohesivitas dan rasa saling percaya antar sesama
manusia akan benar-benar runtuh dan
digantikan pada kohesivitas dan kepercayaan
manusia terhadap materi.
In Go(L)d We Trust.

Epilogue
Uang dan sistemnya sejatinya adalah alat
yang hadir sebagai salah satu buah tangan
peradaban manusia, untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia itu sendiri. Tetapi jika
manusia bergantung pada alat yang mereka
gunakan sendiri, maka bukan tidak mungkin alat
itu akan berbalik menguasai manusia. Artikel ini
sendiri adalah opini pribadi yang penulis
ungkapkan ketika mencoba mempersepsi
kehidupan modern yang terlihat serba
materialistik. Solusi yang bisa disimpulkan
sebenarnya sederhana; tempatkanlah sesuatu
pada tempatnya. Namun hal tersebut terdengar
retoris. Bagaimana aplikasinya?
Ada sebuah pepatah mengatakan mulailah
dari diri sendiri, dari hal yang kecil, dan mulailah
dari sekarang. Maka penulis mencoba
mengajak untuk bertanya pada diri masing-
masing, atas dasar apakah kita memberikan
pelayanan dan karya terbaik dalam berbagai
peran di kehidupan kita sehari-hari? Mudah-
mudahan kita semua bisa terus berusaha
menempatkan pengabdian terbaik kita secara
tepat, di manapun kita berada, apapun profesi
kita dan peran kita di masyarakat. Tentunya
dengan standar yang bersumber dari nilai-nilai
yang memang diyakini oleh nurani kita, bukan
hanya sekedar alasan pragmatis belaka. Aamiin
[*/*]

Rasyid Isa
Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 2004, pekerja lepas yang memiliki
pengalaman dibidang keuangan, teknologi informasi dan pendidikan. Pernah
mewakili Jawa Barat pada Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional dan meraih medali
perunggu untuk nomor beregu.
21

BANK SEBAGAI AGEN PERUBAHAN
Imbang P Satryawan


Dunia perbankan Indonesia mengalami
pertumbuhan yang begitu pesat dalam
beberapa tahun terakhir ini. Bahkan Bloomberg
dalam salah satu rilis beritanya di Februari 2014
menyatakan bahwa perbankan Indonesia
sebagai the most profitable diantara negara-
negara G20. Rata-rata return on equity 5 bank
yang memiliki nilai pasar lebih dari USD5 triliun
sebesar 23% berada diatas bank-bank Tiongkok
dan Amerika Serikat yang memiliki ukuran yang
sama yaitu masing-masing sebesar 21% dan 9%.
Tidak heran perbankan Indonesia masih sangat
menarik bagi para investor terutama bank-bank
asing yang ingin menancapkan kukunya di
Indonesia.
Bila dilihat lebih dekat lagi mengapa
perbankan Indonesia sangat menguntungkan
dengan merujuk padadata statistik perbankan
yang dimiliki Bank Indonesia tahun 2013,
ternyata pertumbuhan perbankan pada
sebagian besar berasal dari pendapatan bunga
yang secara rata-rata memberikan kontribusi
lebih dari 75% pendapatan bank. Terlebih marjin
bunga bersih perbankan Indonesia masih berada
dikisaran 5% atau jauh diatas negara tetangga
seperti Singapura dan Malaysia sebesar 1%
sampai dengan 2%. Hal yang lebih mengejutkan
ternyata bank-bank milik pemerintah, baik pusat
maupun daerah, memiliki marjin bunga sebesar
5.5% untuk BUMN dan 6,9% untuk BPD yang
ternyata lebih tinggi dari rata-rata nasional
sebesar 4,89%. Marjin ini jauh diatas bank-bank
asing sebesar 2,65%. Jadi bisa dikatakan bahwa
mesin pertumbuhan perbankan Indonesia lebih
didominasi oleh eksploitasi nasabah dengan
menggunakan instrumen bunga dibandingkan
kreatifitas bank dalam menelurkan produk-
produk lain yang memberikan nilai tambah pada
nasabah tetapi juga tetap berpotensi
meningkatkan pendapatan bank.
Sebelum krisis keuangan 1997, bank-bank
pemerintah memiliki misi dan fokus bisnis
tertentu dalam menopang rencana
pembangunan nasional. Sebagai contoh, BRI
fokus pada pembiayaan mikro, Bapindo pada
project finance, BNI pada pembiayaan korporasi,
Bank Exim pada transaksi perdagangan, BTN
pada perumahan rakyat serta beberapa bank
lainnya dengan misi yang berbeda. Perbedaan
fokus bisnis ini didasari bahwa dibutuhkan skill
set yang berbeda untuk menangani bisinis
dengan risiko yang berbeda. Akan tetapi
spesialisasi diatas kemudian berubah sejak krisis
1997 karena bank-bank pemerintah ini sering
disalahgunakan penguasa untuk keuntungan
pribadi dan kroninya. Sehingga melalui
penggabungan usaha dalam proses penyehatan
perbankan maka bank-bank BUMN yang tersisa
tinggallah Mandiri (gabungan dari Bapindo, BBD,
BDN dan Exim), BRI, BNI dan BTN. Seiring
22

berjalannya waktu kemudian fokus bisnis pun
akhirnya bergeser karena profitabilitas menjadi
hal utama dan fungsi sebagai agen perubahan
akhirnya menjadi tidak prioritas. Akibatnya
segmentasi pasar yang dulu dibangun untuk
mendukung program pembangunan nasional
menjadi carut-marut karena bank-bank ini
akhirnya bersaing pada ceruk pasar yang sama
terutama pembiayaan konsumen yang
memberikan marjin tinggi tapi hanya
memberikan nilai tambah serta multiplier effect
yang rendah pada perekonomian.
Kondisi diatas menyiratkan bahwa ditengah
pertumbuhan perbankan Indonesia yang tinggi
terdapat fungsi yang hilang yaitu bank sebagai
agen perubahan. Memang terlalu naif
mengharapkan perbankan memiliki fungsi
tersebut ditengah sistem yang sangat kapitalis
dan liberal yang lebih mengukur pencapaian
rasio-rasio keuangan menurut sudut pandang
shareholders. Akan tetapi harapan itu tentu
tetap harus disematkan pada bank-bank
pemerintah yang secara de jure adalah milik
rakyat Indonesia
Untuk membawa kembali fungsi agen
perubahan ini maka dibutuhkan inisiatif bersama
antara pemerintah selaku pemilik bank-bank
BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku
regulator perbankan. OJK (dulu Bank Indonesia)
melalui berbagai instrumen peraturan mencoba
memaksa perbankan untuk melakukan fungsi
sebagai agen perubahan. Namun hal ini tidaklah
efektif karena ruang gerak regulator sangatlah
terbatas di dalam sistem yang liberal serta
kepentingan pemilik modal yang sangat kuat.
Oleh karena itu OJK sebagai lembaga baru yang
efektif menjadi regulator sejak tahun 2014 harus
mampu menggunakan kesempatan yang baru
ini untuk merancang ulang atau memperbaiki
struktur perbankan Indonesia yang
mengedepankan aspek keseimbangan antara
tuntutan sebagai entitas bisnis yang mampu
memberikan hasil investasi yang memadai bagi
investor dan entitas sosial yang memberikan
nilai tambah pada masyarakat.
Pemerintah sebagai pemilik bank-bank
BUMN juga harus mulai memainkan peranannya
untuk merubah atau paling tidak
mengembangkan pola pikir yang sebelumnya
berorientasi profit ke kontribusi terhadap
pembangunan nasional dan masyarakat
(society). Perlu dilakukan lagi penajaman fokus
bisnis serta peranannya dalam menunjang
pembangunan nasional dengan
mempertimbangkan keunggulan serta
kelemahan yang dimiliki setiap bank. Langkah
bank-bank BUMN sebagai market maker untuk
fokus pada fungsi sebagai agen perubahan akan
memberikan pengaruh yang besar terhadap
bank-bank lain yang diharapkan perlahan-lahan
mengikuti langkah bank-bank BUMN.
Pemerintah juga harus membatasi hasrat
memperoleh dividen tinggi sebagai bagian dari
penerimaan pemerintah dan melalui
kementerian BUMN melakukan sinkronisasi
program pembangunan nasional dengan
kemampuan pembiayaan yang dimiiki bank-
bank BUMN.
23

Sinergi antara OJK dan Pemerintah
diharapkan mampu secara perlahan-lahan
mengembalikan fungsi bank-bank BUMN.
Konsistensi kebijakan dan ketegasan dalam
penerapannya menjadi kunci sukses dalam
pengembangan paradigma bank sebagai agen
perubahan. [*/*}



Imbang Perdana Satryawan
Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 1995, berkecimpung di dunia manajemen
risiko dan audit internal perbankan dan saat ini bekerja di salah satu bank asing.
Certified Internal Audior/ CIA dan Certified Islamic Finance Executive/CIFE. Memiliki
minat khusus pada olahraga lari, sepeda dan renang.
24

Mengenal Lebih Dekat:
Fithriyah Abubakar

Perempuan yang lahir pada tahun 1972 dan
tumbuh besar hingga menamatkan SMA-nya di
Mojokerto-Jawa Timur ini suka menulis sejak
bisa baca tulis, walaupun karya-karyanya belum
pernah dimuat di media cetak mana pun. Selulus
SMA, ia hijrah untuk kuliah di Fakultas Ekonomi,
Universitas Padjadjaran-Bandung, dan semenjak
itulah hobi menulisnya terlupakan,
berganti dengan kesibukan kuliahnya.
Hijrah berikutnya adalah ke Jakarta,
saat mendapatkan tawaran pekerjaan
di sebuah konsultan swasta asing
pada tahun 1995.
Setelah berpindah ke konsultan
swasta asing lainnya, pada tahun
1997 ia bergabung dengan instansi
pemerintah yang bergerak dalam perencanaan
pembangunan, hingga sekarang. Saat itu ia
ditugaskan untuk membantu perencanaan
pembangunan di bidang Keluarga Berencana,
Kependudukan, Anak, Remaja, Lansia, dan
Peranan Wanita (yang saat itu mengalami
transisi ke arah Kesetaraan Gender).
Pada tahun 1999-2001, ia mendapatkan
kesempatan untuk studi S2 di Saitama
University-Jepang, melalui beasiswa Monbusho
(Ministry of Education-Japan), sesuai cita-citanya
untuk melanjutkan studi ke luar negeri gratis
melalui hibah, sehingga tidak membebani
pribadi maupun negara tercintanya dalam
bentuk pinjaman apapun. Setelah lulus,
sebagaimana halnya PNS lainnya yang baik dan
benar, maka ia kembali ke instansi untuk
melakukan ikatan dinas, dan ditugaskan untuk
membantu perencanaan terkait Kesetaraan
Gender dan Pemberdayaan Perempuan, serta
Pemuda.
Empat tahun kemudian, setelah ikatan dinas
itu usai ditunaikan, ia pun kembali
ke Jepang, mendapatkan beasiswa
Monbukagakusho (Ministry of
Education, Culture, Sports, Science
and Technology/MEXT-Japan)
untuk melanjutkan studi S3-nya di
National Graduate Institute for
Policy Studies (GRIPS)-Tokyo
(2005-2008). Dalam periode inilah
minat menulisnya kembali tersalurkan melalui
Forum Lingkar Pena Jepang (FLPJ), dan
menghasilkan 2 buku hasil kolaborasi dengan
para penulis FLPJ. Pada saat yang sama,
beberapa tulisannya mulai dimuat di beberapa
media elektronik, seperti Eramuslim, serta hasil
penelitiannya dalam bentuk prosiding/jurnal
internasional.
Kini ia telah kembali mengabdi di
instansinya di Jakarta, dan kesibukan menulisnya
kembali berganti dengan penulisan laporan/
kajian/ pekerjaan lainnya di kantor, terutama
terkait dengan tanggung jawabnya di
perencanaan pembangunan Kesetaraan Gender
dan Pemberdayaan Perempuan, yang menjadi
25

passion-nya hingga saat ini, karena masih
banyaknya kaum perempuan maupun laki-laki
yang tertinggal/ belum mendapatkan manfaat
pembangunan di negeri ini. Pada tahun 2008-
2010, ia diperbantukan pula pada perencanaan
pembangunan Kependudukan, Keluarga
Berencana, dan Perlindungan Anak.
Motto hidupnya adalah: Kalau kita benar,
jangan takut pada siapapun kecuali kepada Allah
SWT, yang merupakan pesan almarhum
ayahandanya tercinta. Pada tahun 2014 ia
bergabung dengan LDP, dengan niat untuk
menyumbangkan sesuatu untuk NKRI, sebatas
yang ia mampu. [*/*]

Anda mungkin juga menyukai