A. Pendahuluan
Dalam kaitannya dengan tanggung jawab perusahaan, banyak sekali para ahli
etika bisnis yang berbicara masalah ini. Pendapat pro dan kontra pun saling
memperdebatkan, apakah perusahaan perlu atau tidak dalam melakukan CSR. Hal
ini disebabkan karena pandangan dari para penggiat korporasi yang berbeda.
Sudut pandang mereka bermacam-macam menurut moral, etika, pelaku, dan lain
sebagainya (yang sebenarnya hanya bersifat teoretis saja).
Tetapi di lain pihak berlawanan dengan di atas, banyak juga yang berpendapat
bahwa adanya perusahaan bukan benda mati yang dikemudikan oleh para
pengelola di dalamnya, wujudnya adalah perusahaan memiliki karakteristik,
kepribadian dan sifat, yang biasanya ditunjukkan dalam momen-momen tertentu.
Sehingga perusahaan sering disebut memiliki budaya atau corporate culture,
sehingga perusahaan tidak disebut sebagai benda mati. Maka bila Anda memaknai
tentang perbedaan berpikir dan pendapat dari masing-masing orang tersebut, yang
terjadi permasalahan ini akan semakin rumit. Jika mengacu, pendapat-pendapat
fersebut, maka akan terjadi saling melempar tanggung jawab antara usahaan dan
sang pemilik (yang menciptakan dan yang diciptakan). Lalu pertanyaannya siapa
yang akan bertanggung jawab dalam hal ini?
Terlepas dengan adanya pendapat para pakar di atas, adanya perusahaan baik dia
sebagai benda mati maupun hidup, yang jelas dan yang terpenting perusahaan ada
dan memberikan dampak sosial kepada masyarakat. Karena bagaimana mungkin
perusahaan hidup tanpa adanye manusia di dalamnya, layaknya mesin manusia
sebagai pencipta da operatornya yang mengoperasikan. Pertanyaan yang
mendasar, Apaka mungkin perusahaan bisa beroperasi tanpa didukung oleh
peraneka manusianya?
Seperti saya sampaikan di atas, bahwa hal ini persoalan pelimpahannya saja atau
mungkin nama dari pelaku/manusia sebetulnya sama saja, sehingga masalah ini
semakin pelik dan membingungkan jika logika ini dibolak-balikkan (hanya
seputar masalah teoretis saja). Untuk mudahnya kita mencoba mempermudah
pemahaman ini, dalam pepatah Indonesia yang biasa dikenal “tiada asap kalau
tiada api” tidak mungkin akan ada perusahaan, jika tiada manusia yang
menggagas, mengoperasikan dan mengupayakan untuk berdirinya. Hal ini tidak
bisa lepas begitu saja.
Baik dan buruk citra perusahaan, salah dan benar perjalanan usaha dari
perusahaan, itu mencerminkan perbuatan dan tingkah manusia yang mengelola
perusahaan di dalamnya. Perusahaan memang tidak bisa disalahkan maupun
dibenarkan karena memang tidak bisa berbuat apa-apa, karena ia hanya benda
mati yang diisi dengan konten simbol- simbol tertentu. Manusia yang berada di
dalamnya yang bertanggung jawab atas semua itu (kesatuan antara pemilik dan
perusahaan).
B. Kontroversi
la kemudian menjelaskan secara detail ruang lingkup dan jawab manajer serta
kaidah perusahaan di dalam perannya di masyarakat yang mengikuti aturan yang
berlaku di masyarakat. Dikatakan bahwa manajer hanya melaksanakan tugas yang
dipercayakan kepadanya. Kemudian manajer dapat menggunakan uang milik
perusahaan sesuai dengan peruntukannya dalam meningkatkan laba, namun uang
pribadi manajer menjadi keputusan sendiri (pemisahan kepemilikan).
Dengan kata lain bahwa uang pribadi dari manajer boleh digunakan untuk
kepentingan sosial, namun jika menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan
sosial maka akan merugikan pemilik perusahaan. Freedman membedakan posisi
manajer sebagai pribadi dan sebagai orang yang ditugaskan pemilik perusahaan
(pemegang saham) dalam mencari keuntungan. Perlu diketahui Freedman adalah
seorang liberalisme yang sangat menolak dengan adanya komunis, sehingga
dalam pendapatnya selalu mengacu pada kebebasan pasar dalam ekonomi.
Hal lain yang dikemukakan Freedman dalam beberapa contoh pendapatnya adalah
pada bidang lingkungan, bahwa perusahaan tidak wajib mengeluarkan lebih
banyak biaya untuk mengurangi polusi daripada apa yang perlu demi kepentingan
perusahaan dan apa yang dituntut hukum demi terwujudnya tujuan sosial yakni
memperbaiki lingkungan. Pendapat ini sulit diterima karena keberadaan
perusahaan bukan hanya sekadar mencari keuntungan semata dan tanggung
jawabnya bukan sekadar apa yang tercantum dalam hukum saja.
Kemudian pendapat lain yaitu apabila terjadi kenaikan pada harga yang berakibat
pada inflasi, maka perusahaan tidak perlu mencegah perusahaan tidak wajib
memikirkan dan memprioritaskan tenaga kerja yang sudah lama menganggur yang
memang bukan secara menjadi urusan perusahaan. Mungkin pada contoh ini
masih bisa diterima karena perusahaan tidak memiliki kewajiban atas hal tersebut
secara langsung terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya yang memang bukan
dampak langsung akibat dari operasional perusahaan.
Perdebatan kedua mashab ini berlangsung sangat pelik dan panjang sehingga
akibat dari hal tersebut pelaksanaan CSR di sejumlah negara masih belum 100%
diikuti oleh semua perusahaan yang ada dalam negara tersebut. Pemerintah
sebagai pengelola negara harus melakukan langkah-langkah konkret dan tindakan
yang tegas dalam mengupayakan CSR dapat berjalan dengan maksimal. Regulasi
dan kebijakan mengenai penerapan CSR agar ini harus dengan tegas dengan
sanksi hukum ditegakkan dan dilaksanakan dalam implementasinya.
1. Profit (Keuntungan)
Keuntungan atau laba merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan
utama dari setiap kegiatan usaha. Keuntungan sendiri pada hakikatnya
merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin
kelangsungan hidup perusahaan.
2. People (Masyarakat)
Menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu
stakcholder penting bagi perusahaan karena dukungan masyarakat sekitar
sangat diperlukan untuk keberadaan, kelangsungan hidup dan
perkembangan perusahaan. Perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya
memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Selain itu,
operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat
sekitar. Tanggung jawab sosial perusahaan didasarkan pada keputusan
perusahaan tersebut tidak bersifat paksaan atau tuntutan masyarakat
sekitar. Untuk memperkokoh komitmen dalam tanggung jawab sosial
diperlukan pandangan menganai Corporate Social Responsibility. Melalui
kegiatan sosial perusahaan maka itu dapat dikatakan melakukan investasi
masa depan dan timbal baliknya masyarakat juga akan ikut serta menjaga
eksistensi perusahaan.
3. Planet (Lingkungan)
Lingkungan merupakan sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang
kehidupan perusahaan. Hubungan perusahaan dan lingkungan adalah
hubungan sebab akibat yaitu jika perusahaan merawat lingkungan maka
lingkungan akan bermanfaat bagi perusahaan. Sebaliknya jika perusahaan
merusak lingkungan maka lingkungan juga akan tidak memberikan
manfaat kepada perusahaan. Dengan demikian, penerapan konsep Triple
Bottom Line yakni profit, people, dan planet sangat diperlukan sebuah
perusahaan dalam menjalankan operasinya. Sebuah perusahaan tidak
hanya keuntungan saja yang dicari melainkan juga memperdulikan
masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan.
Sebenarnya tanpa disadari, secara tidak langsung tanggung jawab sosial akan
disertai dengan tanggung jawab ekonomis (dalam artian menyangkut dengan
kebutuhan uang). Sebab seperti diketahui, bahwa hampir tidak ada aktivitas sosial
di dunia ini yang tidak melibatkan dan berdampak pada keuangan, walaupun
aktivitas perusahaan yang sekecil apa pun (langsung maupun tidak langsung).
Terlebih fenomena di zaman sekarang ini, sudah sangat jarang masyarakat yang
bergotong-royong dalam melakukan kegiatan seperti dahulu budaya di nusantara.
Semua aktivitas selalu diukur dengan satuan uang. Semakin banyak aktivitas yang
dijalankan, semakin banyak uang yang dikeluarkan. Dengan demikian,
pembiayaan yang akan semakin meningkat berbanding lurus dengan aktivitasnya.
Saat berbicara pada tanggung jawab tingkat perusahaan, perlu diingat bahwa
kegiatan perusahaan yang mengandung (memisahkan) unsur sosial dan ekonomi
adalah hanya terdapat pada perusahaan swasta. Sedangkan pada perusahaan
pemerintah kedua tanggung jawab tersebut tidak dapat terpisahkan (melekat), hal
ini berkaitan dengan konsep penyelenggaraan negara itu sendiri untuk apa
dilakukan.
Sebagai pembelajaran untuk memahami hal di atas, bila melihat fenomena saat ini
banyak sekali perusahaan pemerintah yang tidak mampu menghasilkan
keuntungan (kemampulabaan), hal tersebut bukan hanya terjadi dalam waktu
dekat dan menelan biaya kerugian yang sedikit, namun terjadi selama bertahun-
tahun dan tetap dibiarkan untuk terus hidup dengan konsekuensi tidak ditutup oleh
pemerintah. Ini yang disebut fenomena Zombie Company. Bukan tanpa sebab,
namun ada pertimbangan dari sisi lain yang terkait dengan nilai etis dan tidak etis
atas keputusan yang diambil pemerintah tersebut mengingat keadaan jangka
panjang.
Jika kita memandang sekilas, kerugian sebesar itu dan terjadi sepanjang tahun
akan menyebabkan negara harus menutup kerugian dari BUMN yang tidak
produktif (merugi). Di sisi lainnya pemerintah harus mengalokasikan subsidi
melalui anggaran pendapatan dan belanja negara melalui APBN, harus selalu
menutupi kerugian atas biaya operasional dari BUMN tersebut.
Bila mengacu pada hasil analisis ekonomi, tindakan yang dipilih pemerintah pasti
akan mengambil tindakan untuk menutup perusahaan- perusahaan negara yang
merugi tersebut. Dengan disertai kerugian yang akan menjadi beban pemerintah,
maka wajarlah jika tidak mempertahankan BUMN yang kondisinya merugi
tersebut. Hal ini bukanlah keputusan yang salah jika memprediksi dan melihat
dari sudur pandang yang sempit untuk kepentingan jangka pendek.
Lalu dengan kasus lain jika Bulog yang merugi, bagaimana BUMN tersebut
ditutup? Sudah dapat dibayangkan hal/risiko yang akan terjadi, selain beberapa
faktor di atas yang sama terjadi pada PT Merpati yaitu pengangguran, rakyat pun
akan terkendala dengan pengelolaan dan pengadaan beras jangka pendek,
menengah dan panjang. Karena bisa dipastikan beras menjadi akan sulit, dan
dikendalikan oleh orane orang yang memang berniat memonopoli beras dan
berupaya mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan manumpuk dan
menimbun beras dalam jumlah yang besar. Akibatnya rakyat akan mengalami
kesulitan pangan dan kelaparan, selain akibat lain berupa penambahan jumlah
angka pengangguran akibat PHK di Bulog. Dan masih banyak lagi masalah yang
dampaknya akan timbul jika BUMN tersebut ditutup.
Hal yang bisa kita pastikan adalah dengan pemerintah menutup BUMN yang
merugi tersebut, maka permasalah terkait dengan kemampulabaan akan selesai.
Permasalahan lain sehubungan dengan masalah sosial dan ekonomi rakyat,
pendidikan, kriminalitas, dan lain- lain yang secara tidak langsung akibat dari
penutupan BUMN tersebut akan timbul.
D. Perkembangan CSR
Istilah korporasi yang awalnya digunakan di Roma kini sudah mendunia, menjadi
badan hukum yang banyak dipakai oleh pelaku bisnis yang dimengerti sebagai
perusahaan. Dimulai dengan beberapa perusahaan besar dunia di abad ke-19
seperti Andrew Carnegie tahun 1835 - 1919 sebagai Raja Besi dan Baja dari
Amerika, John Rockefeller di tahun 1839 - 1937 sebagai Raja Minyak dari
Amerika bersama putranya John Rockefeller Jr. di tahun 1874-1960 dan
pengusaha mobil kenamaan asal Amerika yang mereknya hingga saat ini masih
mendunia dan tetap eksis digunakan dalam industri mobil di seluruh dunia yaitu
Henry Ford (1863-1974).
Di zaman modern ini bentuk dari praktik filantropi yang masih biea dilihat dan
dirasakan adalah Bill Gates dari Microsoft yang memproduksi software dari
komputer, ia memprakarsai pendirian beberapa yayasan sosial berupa program
vaksin bagi anak-anak di negara-negara miskin Kemudian ia mendirikan lagi
yayasan yang menyumbangkan komputer kepada sejumlah perpustakaan yang ada
di Amerika Serikat, agar orane. yang tidak mampu memiliki komputer dan
internet bisa mengakses informasi melalui internet. Yayasan ini diberi nama Gates
Learning dan tenaganya Foundation.
Di Indonesia bentuk dari CSR ini dapat dilihat dari beberapa perusahaan seperti
(data dari Sindonews.com): PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung dengan
programnya untuk memperbesar manfaat industri bagi kehidupan sosial, Energy
Equty Epic memberikan bantuan fasilitas pertanian tingkatan ekonomi
masyarakat, EMP Malacca Stait & EMP Bentu memberikan bantuan
pembudidayaan dan manfaat karet, PT Indonesia Power memberikan Diklat
Aksara dalam mengatası ketertinggalan Masyarakat Garut, PT Bank Mandiri
Persero Tbk. memberikan dukungan Program Indonesia Mengajar, PT Bank
Rakyat Indonesia Persero Tbk. Beasiswa Nusantara Cerdas Bank BRI, PT Askes
Persero bantuan beasiswa bagi 1.000 pelajar SMA dan 1.000 mahasiswa
berprestasi di seluruh Indonesia dan lain sebagainya.
Namun demikian, jika kita perhatikan masih banyak sekal perusahaan yang masih
belum menerapkan CSR dan tidak memerhatikan serta memedulikan lingkungan
sosial sekitarnya. Seperti yang terjadi pada perusahaan tambang yang mungkin
jumlahnya ribuan beroperasi di Indonesia, namun hanya sekitar 10 perusahaan
yang berkomitmen dan berkelanjutan untuk menjalankan CSR. Namun berdasar
penelitian, sebagian besar perusahaan yang melakukan CSR lebih kepada tujuan
image atau pencitraan dari status organisasi tersebut.
Corporate Social Responsibility atau sering disingkat/disebut dengan CSR,
merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris. CSR yang terdiri dari tiga
kata, yaitu corporate yang berarti perusahaan besar, social yang berarti
masyarakat dan responsibility yang berarti pertanggungjawaban. Sehingga CSR
berarti sebuah pertanggungjawaban perusahaan besar terhadap masyarakat sekitar
perusahaan beroperasi. Secara teoretis K. Bertens (2004) menjelaskan hakikat
CSR yang merupakan tanggung jawab (responsibility) berarti suatu keharusan
seseorang sebagai makhluk rasional dan bebas untuk tidak mengelak serta
memberikan penjelasan mengenai perbuatannya, secara retrospektif dan
prospektif.
Ungkapan lain untuk memperjelas CSR dalam The World Business Council for
Sustainable Development, dikutip Rahman (2009) mengemukakan bahwa CSR
sebagai suatu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut,
berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup.
Lebih lanjut Rahman menjelaskan bahwa dalam praktiknya, suatu kegiatan CSR
yang diimplementasikan perusahaan harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut.
Padahal program CSR itu seharusnya dirancang sedemikian rupa dengan strategi
yang matang dan berkelanjutan yang terkait dengan area tanggung jawab sosial
perusahaan pada masyarakat dan lingkungan. Negara-negara di dunia juga banyak
yang bermasalah dengan CSR-nya. Begitu pula di Indonesia, permasalahan yang
meliputi implementasi CSR terjadi di negeri ini. Fakta menurut data dapat dilihat
dari anggota yang bergabung dalam Corporate Forum for Community
Development (CFCD) baru sebanyak 253 perusahaan. Padahal kalau melihat
regulasinya semua perusahaan yang beroperasi di Indonesia berkewajiban untuk
melaksanakan program CSR (Konferensi Nasional CFCD di Balai Kartini Jakarta,
26/11/2014).
Regulasí yang mengatur tentang CSR ini ada pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, dan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
Sama halnya dengan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 15
ayat b yang menegaskan, setiap penanam berkewajiban melaksanakan tanggung
jawab sosial perusanaa (CSR) dan Pasal 16 ayat d mengatakan setiap penanaman
modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan. Dengan demikian,
perusahaan penanaman modal berkewajiban memprogramkan kegiatan CSR
sehingga dapat meningkatkan jaminan kelangsungan aktivitas perusahaan karena
adanya hubungan yang serasi dan saling modal ketergantungan antara pengusaha
dan masyarakat.
Pelaksanaan program CSR itu bukan semata-mata menghapus kesalahan apa yang
dilakukan perusahaan dengan memberikan program hadiah kepada masyarakat
sekitar, program CSR yang dinilai berhasil apabila mampu memberdayakan
masyarakat. Membuat perubahan dalam kondisi masyarakat menjadi lebih baik.
Namun tidak menjadi program yang sekadar untuk meningkatkan reputasi
perusahaan di mata sosial. Mengadakan kegiatan demi meningkatkan laba
perusahaan. Hal yang demikian bertentangan dengan maksud diadakannya CSR.
Hal yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa dalam melakukan tanggung jawab
sosialnya terkadang perusahaan menyelipkan maksud dan misi yang tidak nyata
semisal untuk mempromosikan citra dan menambah jaringan pemasaran atas
produknya. Walaupun kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang berbentuk
amal. Seperti program mudik gratis yang diselenggarakan oleh beberapa bank,
perusahaan jamu, dan beberapa perusahaan lainnya. Namun itu tidak jadi soal,
masyarakat pun memiliki kepentingan atas kegiatan mudik tersebut kendati ada
maksud terselubung di dalam penyelenggaraannya.
Salah satu motif perusahaan dalam melaksanakan CSR dan menjadi bagian
penting adalah menjalin hubungan yang baik dengan regulator. Perusahaan berdiri
berdasarkan izin yang diberikan pemerintah, dan diharapkan mampu berkontribusi
dalam pembangunan melalui pembayaran kewajiban berupa pajak dan lainnya,
juga secara sadar turut membangun kepedulian terhadap meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
G. Manfaat CSR
Tidaklah mungkin perusahaan mau melakukan hal-hal yang sia-sia tanpa ada
maksud yang sebenarnya menguntungkan perusahaan sendiri. Selain CSR sebagai
program wajib yang harus berkelanjutan untuk dilaksanakan oleh perusahaan,
maka terdapat beberapa manfaat yang akan didapatkan dari pelaksanaan tanggung
jawab sosial perusahaan. Aspek manfaat tersebut akan dirasakan baik bagi
perusahaan sendiri, bagi masyarakat, pemerintah dan pemangku kepentingan
lainnya. Wibisono 2007) menguraikan manfaat yang akan diterima dari
pelaksanaan CSR bagi ketiga unsur tersebut, di antaranya sebagai berikut.
1. Bagi Perusahaan. Terdapat empat manfaat yang diperoleh perusahaan
dengan mengimplementasikan CSR. Pertama, keberadaan perusahaan
dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan citra yang
positif dari masyarakat luas. Kedua, perusahaan lebih mudah memeroleh
akses terhadap modal (capital). Ketiga, perusahaan dapat mempertahankan
sumber daya manusia (human resources) yang berkualitas. Keempat,
perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal kritis
(critical decision making) dan mempermudah pengelolaan yang
manajemen risiko (risk management).
2. Bagi masyarakat, praktik CSR yang baik akan meningkatkan nils tambah
adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja,
meningkatkan kualitas sosial di daerah terseb Pekerja lokal yang diserap
akan mendapatkan perlindungan akan hak-haknya sebagai pekerja. Jika
terdapat masyarakat adat atau masyarakat lokal, praktik CSR akan
menghargai keberadaan tradisi dan budaya lokal tersebut.
3. Bagi lingkungan, praktik CSR akan mencegah eksploitasi berlebihan atas
sumber daya alam, menjaga kualitas lingkungan dengan menekan tingkat
polusi dan justru perusahaan terlibat memengaruhi lingkungannya.
4. Bagi negara, praktik CSR yang baik akan mencegah apa yang disebut
“corporate misconduct” atau malpraktik bisnis seperti penyuapan pada
aparat negara atau aparat hukum yang memicu tingginya korupsi. Selain
itu, negara akan menikmati pendapatan dari pajak yang wajar (yang tidak
digelapkan) oleh perusahaan.
Ada beberapa pendapat lain yang dikemukakan terkait keuntungal yang diperoleh
ketika perusahaan menjalankan CSR. Mengapa aspek manfaat itu lebih
ditekankan pada perusahaan, karena memang co pelaku utamanya adalah
perusahaan. Mereka yang mengupayaka bentuk dari CSR tersebut dan
mengimplementasikannya pada masyarakat. Untuk itu beberapa pendapat tersebut
dapat diuraikan.