1 Paradigma Penelitian
Dalam penelitian kuantitatif/positivistik, yang dilandasi pada suatu asumsi bahwa
suatu gejala itu dapat di klasifikasikan, dan hubungan gejala bersifat kausal (sebab akibat),
maka peneliti dapat melakukan penelitian dengan memfokuskan kepada beberapa variabel
saja. Pola hubungan antara variabel yang akan diteliti tersebut selanjutnya disebut paradigma
penelitian.
Jadi paradigma penelitian dalam hal ini diartikan sebagai pola pikir yang
menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis
dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan
untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang
akan digunakan. Berdasarkan hal ini maka bentuk-bentuk paradigma atau model penelitian
kuantitatif seperti gambar berikut:
1. Paradigma Sederhana
Paradigma penelitian ini terdiri atas satu variabel independen dan dependen. Hal ini
dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini :
a. Jumlah rumusan masalah deskriptif ada dua, dan asosiatif ada satu yaitu :
1) Rumusan masalah deskriptif (dua)
a) Bagaimana X ?(kualitas alat).
b) Bagaimana Y ? (kualitas barang yang dihasilkan).
2) Rumusan masalah asosiatif/hubungan (satu)
a) Bagaimanakah hubungan atau pengaruh kualitas alat dengan kualitas barang
yang dihasilkan
b. Teori yang digunakan ada dua, yaitu teori tentang alat-alat kerja dan tentang
kualitas barang.
c. Hipotesis yang dirumuskan ada dua macam hipotesis deskriptif dan hipotesis
asosiatif (hipotesis deskriptif sering tidak dirumuskan
d. Teknik analisis Data
Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis tersebut, maka dapat dengan mudah
ditentukan teknik statistik yang digunakan untuk analisis data dan menguji hipotesis.
- Untuk dua hipotesis deskriptif, bila datanya berbentuk interval dan ratio, maka
pengujian hipotesis menggunakan t-test one sampel.
- Untuk hipotesis asosiatif, bila data ke dua variabel berbebtuinterval atau ratio,
maka menggunakan teknik statistik korelasi product moment.
Dalam paradigma ini terdapat dua variabel independen dan satu dependen.
Dalam paradigma ini terdapat 3 rumusan masalah deskriptif, dan 4 rumusan masalah
asosiatif (3 korelasi sederhana dan 1 korelasi ganda).
X1 = lingkungan keluarga Y = keberhasilan usaha;
X2 = demografi
Paradigma ganda dengan dua variabel independen X1 dan X2, dan satu variabel
dependen Y. Untuk mencari hubungan X1 dengan Y dan X2 dengan Y, menggunakan
teknik korelasi sederhana. Untuk mencari hubungan X, dengan X2 secara bersama-
sama terhadap Y menggunakan korelasi ganda.
Penjelasan :
Paradigma ganda dengan tiga variable independen yaitu X1, X2,dan X3.
Untuk mencari besarnya hubungan antara X, dengan Y; X2 dengan Y; X3 dengan Y,
X dengan X2, X, dengan X3, dan X, dengan X3 dapat menggunakan korelasi
sederhana. Untuk mencari besarnya hubungan antar X1 secara bersama-sama dengan
X2 dan Xterhadap Y digunakan korelasi ganda. Regresi sederhana, dan ganda serta
korelasi parsial dapat diterapkan dalam paradigma ini.
Paradigma ganda dengan satu variabel independen dan dua dependen. Untuk
mencari besarnya hubungan antara X dan Y2, dan X dengan Y2 digunakan teknik
korelasi sederhana. Demikian juga untuk Y1 dengan Y2. Analisis regresi juga dapat
digunakan disini.
Dalam paradigma ini terdapat dua variabel independen (X1, X2) dan dua
variabel dependen (Y) dan Y2). Terdapat 4 rumusan masalah deskriptif, dan enam
rumusan masalah hubungan sederhana. Korelasi dan regresi ganda juga dapat
digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel secara simultan. Gambar
paradigma Ganda dengan Dua Variabel Indepeden dan Dua Dependen dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :
Penjelasan:
Hubungan antar variabel rı , r2, r3, r4, r5, dan r6 dapat dianalisis dengan korelasi
sederhana. Hubungan antara Xi bersama-sama dengan X2 terhadap Y1 dan Xi dan X2
bersama-sama terhadap Y2 dapat dianalisis dengan korelasi ganda. Analisis regresi
sederhana maupun ganda dapat juga digunakan untuk memprediksi jumlah tiket yang
terjual dan kepuasan penumpang Kereta Api.
7. Paradigma Jalur
Penjelasan :
Dari gambar, terlihat bahwa, murid yang berasal dari status sosial ekonomi
tertentu Xi, tidak bisa langsung mencapai prestasi belajar yang tinggi Y (korelasi
0,33) tetapi harus melalui peningkatan motif berprestasinya X2 (r = 0,41) dan baru
dapat mencapai prestasi Y (r= 0,50). Tetapi bila murid mempunyai IQ yang tinggi
(X2) maka mereka langsung dapat mencapai prestasi (Y) dengan r = 0,57. Contoh
tersebut diberikan oleh Kerlinger.