PENDAHULUAN
Pada dasarnya bagi sebagian besar perusahaan yang ada, tujuan utama
yang ingin dicapai adalah memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Hal ini
yang mengakibatkan banyak perusahaan tidak mengindahkan berbagai tata
kelola yang baik terhadap operasionalnya maupun melakukan eksploitasi yang
berlebihan kepada lingkungan maupun masyarakat sekitar.
Pengabaian terhadap tata kelola yang baik dan ekspoitasi yang berlebih
ini semakin hari semakin besar dampaknya. Sebagai contoh, bisa kita lihat
bagaimana perusahaan-perusahaan tidak peduli terhadap limbah beracun yang
dihasilkan dari produksinya. Tanpa ada perasaan bersalah, perusahaan itu
langsung membuang limbah beracun tersebut ke sungai tanpa mengolahnya
terlebih dahulu. Tentunya hal ini sangat berdampak terhadap terjadinya polusi,
keracunan dan sangat merusak lingkungan sekitar yang dampaknya langsung
dirasakan oleh masyarakat sekitar.
Sebagai respon dari adanya tuntutan ini, maka akuntansi sebagai salah
satu bahasa bisnis yang dimiliki perusahaan diharapkan mampu untuk
memberikan informasi tidak hanya informasi mengenai hubungan dengan para
1
investor dan kreditor, tetapi juga informasi tentang hubungan perusahaan
dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Hubungan perusahaan dengan
lingkungan dan masyarakat sekitar ini memang bersifat non reciprocal, yaitu
transaksi ini tidak menimbulkan prestasi timbal balik dari pihak yang
berhubungan. Hal inilah yang kemudian melahirkan apa yang disebut dengan
Socio economic accounting (SEA). SEA ini pada dasarnya merupakan sebuah
fenomena baru dalam ilmu akuntansi, sehingga dalam paper ini penulis ingin
memaparkan lebih lanjut mengenai konsep SEA maupun perkembangan lebih
lanjut dari SEA di Indonesia.
Pada dasarnya paper ini akan membahas mengenai hal-hal sebagai berikut:
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
perusahaan memiliki tanggung jawab sosial maka socio economic accounting
akan sangat diperlukan, namun bila paham dan paradigma yang ada di masyarakat
menyatakan bahwa perusahaan tidak memiliki tanggung jawab sosial maka socio
economic accounting menjadi tidak dibutuhkan. Sehingga eksistensi dari socio
economic accounting ini akan sangat dipengaruhi oleh paham tentang tanggung
jawab sosial perusahaan yang dianut oleh masyarkat.
Seperti dikutip dalam Harahap (2008), ada tiga pandangan atau model
yang menggambarkan tentang keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial.
Ketiga model tersebut adalah sebagai berikut:
1. Model klasik
2. Model Manajemen
4
didasarkan atas adanya hubungan kontrak perjanjian (Frank X. Suttin
et. al. 1956).
5
3. Meningkatkan nama baik perusahaan, akan menimbulkan simpati
langganan, simpati karyawan, investor dan lain-lain.
6. Sesuai dengan keinginan para pemegang saham, dalam hal ini publik.
Di pihak lain, ada juga alasan para penantang yang tidak menyetujui
konsep tanggung jawab sosial perusahaan sebagai berikut:
6
4. Keterlibatan sosial memerlukan dana dan tenaga yang cukup besar
yang tidak dapat dipenuhi oleh dana perusahaan yang terbatas, yang
dapat menimbulkan kebangkrutan atau menurunkan tingkat
pertumbuhan perusahaan.
7
2. Teori keadilan Rawls, seperti yang termuat dalam bukunya A theory of
Justice, teori hak kepemilikan dari Nozick seperti yang disajikan dalam
bukunya Anarchy State and Utopia, dan teori keadilan Gerwith seperti
yang disajikan dalam Reason and Morality, memuat prinsip-prinsip untuk
mengevaluasi hukum dan institusi dari sudut pandang moral. Baik model
Rawls maupun Gerwith memberikan opini mengenai konsep kewajaran
yang menguntungkan bagi akuntansi sosial.
8
pendemontrasian kepentingan sosial perusahaan. Investor dengan jenis ini
cenderung menghindari investasi-investasi tertentu hanya karena alasan-
alasan etis dan lebih memilih perusahaan-perusahaan yang memiliki
tanggung jawab sosial dalam portofolio mereka. Dalam kaitannya dengan
akuntabilitas, para investor sosial, yang meskipun memiliki kepentingan
dengan pengelolaan laba dan sumber daya yang langka, juga memiliki
ketertarikan dengan akuntabilitas perusahaan kepada para pemangku
kepentingan yang lain dalam lingkungan hidup di samping para pemegang
saham.
Polusi udara dan air, kebisingan suara, kemacetan lalu lintas, limbah
kimia, hujan asam, radiasi sampah nuklir, dan masih banyak petaka lain yang
menyebabkan stress mental maupun fisik, telah lama menjadi bagian dari
kehidupan kita sehari-hari. Dan hal ini dituduhkan kepada perusahaan sebagai
penyebab utama apa yang sekarang disebut kesalahan alokasi sumber daya
manusia dan alam seperti diungkapkan oleh Capra dalam Sueb (2001).
Selain itu, saat ini perusahaan juga sudah mulai merasakan arti penting
dari tanggung jawab sosial yang dilakukannya terhadap masyarakat dan
lingkungan sekitar. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adam
9
et. al (1997) dalam Maksum dan Kholis (2003) pada enam Negara eropa, yaitu
Jerman, Prancis, Swiss, Inggris, dan Belanda menunjukkan bahwa praktik
pengungkapan sosial merupakan hal yang lazim dalam laporan tahunan
perusahaan. Beberapa penelitian telah menguji bahwa kepedulian perusahaan
terhadap masyarkatnya pada dasarnya dapat berdampak pada kemajuan dari
perusahaan itu sendiri. Hal ini seperti diungkapkan oleh Watts & Zimmer-man
dalam Sueb (2001) bahwa perusahaan melaksanakan aktivitas
pertanggungjawaban sosial untuk mengurangi resiko dari peraturan pemerintah
yang dapat memberikan dampak merugikan kepada nilai perusahaan.
Lebih lanjut, Abbot & Monsen dalam Sueb (2001) berpendapat bahwa
dampak laporan pertanggungjawaban sosial ini dapat berpengaruh terhadap laba
perusahaan. Kemudian Chugh et al (1978), Trotman & Bradley (1981) dan
Mahapatra (1984) dan sueb (2001) menyatakan adanya hubungan yang signifikan
antara tingkat aktvitas pertanggungjawaban sosial dengan kinerja di pasar saham.
Hal senada juga disampaikan oleh Spicer (1978), Anderson & Frankle (1980),
Shane & Spicer (1983) dalam Sueb (2001) juga menyatakan bahwa aktivitas
pertanggungjawaban sosial dari perusahaan berpengaruh terhadap kinerja
keuangan di bursa saham.
4. Kesadaran perusahaan.
Bila kita melihat dari keempat hal di atas, maka yang perlu disikapi adalah
peran penting dari pressure group sangat diperlukan di dalam mendorong
10
pelaksanaan dari socio economic accounting. Kita semua bisa melihat dari kasus
baru-baru ini dimana Unilever dan juga Nestle akhirnya memutus kontrak CPO
dari PT Smart, Tbk yang disinyalir melakukan perusakan hutan di dalam aktivitas
usahanya. Pemutusan kontrak ini dilakukan menyusul protes dari para aktivis
Greenpeace. (sumber detik.com).
Selain itu, Henrique dan Sadosrky (1999) dalam Maksum dan Kholis
(2003) juga telah menguji bahwa variable regulasi pemerintah (government
regulation), tekanan masyarakat (community pressure), tekanan media massa
(mass media pressure) dan tekanan organisasi lingkungan (environmental
organization pressure) pada 750 perusahaan di kanada mempengaruhi pentingnya
tanggung jawab sosial perusahaan berdasarkan persepsi manajemen perusahaan
dengan berlandaskan pada kerangka pemikiran konsep stakeholder. Sementara itu
penelitian dari Stead (1996) dalam Maksum dan Kholis (2003) menambahkan
variable tekanan pelanggan (customer pressure) sebagai variable yang
mempengaruhi pentingnya peran tanggung jawab sosial perusahaan.
Lebih lanjut, hal senada juga ditegaskan oleh penelitian yang dilakukan
oleh Maksum dan Kholis (2003) yang melakukan penelitian pada perusahaan di
kota medan menggungkapkan bahwa variable regulasi pemerintah, tekanan
masyarakat, tekanan organisasi lingkungan, dan tekanan media masa baik secara
individu maupun simultan berpengaruh signifikan terhadap pentingnya tanggung
jawab sosial perusahaan. Penelitian ini juga mengungkapkan hasil bahwa ada
hubungan yang positif antara tanggung jawab sosial perusahaan dengan
pentingnya akuntansi sosial perusahaan.
11
2. Ukuran dampak sosial perusahaan dalam satuan moneter secara teknis
tidak dapat dilakukan karena sangat kompleks dan merupakan estimasi
saja.
12
accounting, kita harus mengukur dampak positif dan dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kegiatan perusahaan. Biasanya dampak positif dan negatif ini
belum dapat dihitung karena memang transaksinya bersifat uncomplete cycles,
non reciprocal, dan belum mempengaruhi posisi keuangan perusahaan.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh A.W. Clausen, mantan direktur
World Bank sebagai berikut:
“Saya sampaikan bahwa salah satu alasan yang paling kuat atas ketiadaan
respon, kita terhadap isu penyakit sosial itu dan penyebab kebingungan kita
terhadap penyelesaiannya adalah ketidakadaan ukuran kualitas. Belkaoui (SEA,
hlm, 3.) dalam Harahap (2008).
13
2. Menggunakan daftar kuesioner, survei, lelang, di mana mereka yang
merasa dirugikan ditanyai berapa besar jumlah kerugian yang
ditimbulkannya atau berapa biaya yang harus dibayar kepada mereka
sebagai kompensasi kerugian yang dideritanya.
1. Penilaian Pengganti
2. Teknik Survei
5. Putusan Pengadilan
6. Analisis
7. Biaya Pengeluaran
14
2.2.2. Pengungkapan dan Pelaporan dalam Socio Economic Accounting
PT Ezly Bazliyah
31 Desember 2005
(dalam ribuan)
15
A. Perbaikan:
B. Kerusakan:
A. Perbaikan:
B. Kerusakan:
A. Perbaikan:
B. Kerusakan:
16
Saldo kumulatif net perbaikan 31.12.2005 Rp 360.000
• Praktik usaha yang fair: merekrut pegawai dari minoritas dan peningkatan
kemampuannya, penggunaan tenaga wanita sebagai karyawan, pembukaan
unit usaha di luar negeri, dan lain-lain.
17
implisit (standar yang ditetapkan oleh IAI), berupa PSAK 01 (revisi 1998) tentang
pengungkapan kebijakan akuntasi paragraf 9 sebagai berikut:
Di Indonesia saat ini kesadaraan akan tanggung jawab sosial bagi perusahaan
mulai tumbuh walaupun masih terbatas pada perusahan-perusahaan yang
tergolong dalam perusahaan high profile. Menurut Zuhroh dan Sukmawati (2003),
perusahaan- perusahaan high profile pada umumnya merupakan perusahaan yang
memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi
untuk bersinggungan dengan kepentingan luas. Masyarakat umumnya lebih
sensitif terhadap tipe industri ini karena kelalaian perusahaan dalam pengamanan
proses produksi dan hasil produksi dapat membawa akibat yang fatal bagi
masyarakat. Perusahaan high profile juga lebih sensitif terhadap keinginan
konsumen atau pihak lain yang berkepentingan terhadap produknya. Adapun
perusahaan yang tergolong dalam perusahaan high profile pada umumnya
memiliki sifat: memiliki jumlah tenaga kerja yang besar, dalam proses
produksinya mengeluarkan residu. Sementara perusahaan yang low profile
merupakan perusahaan yang tidak terlalu memperoleh sorotan luas dari
masyarakat manakala operasi yang mereka lakukan mengalami kegagalan atau
kesalahan pada aspek tertentu dalam proses atau hasil produksinya.
18
hubungan (korelasi) yang signifikan antara pengungkapan sosial dengan volume
perdagangan saham seputar publikasi laporan tahunan. Tetapi jika dilihat dari
angka korelasi yang bernilai positif, maka informasi sosial yang disajikan
perusahaan pada laporan tahunan sudah direspon baik oleh para investor.
Sehingga kita bisa menarik suatu benang merah, yaitu suatu pengungkapan
pertanggungjawaban sosial dari perusahaan sangat terkait erat untuk memperoleh
citra yang positif dari masyarakat dan pelanggan. Sehingga pengungkapan
pertanggungjawaban sosial perusahaan lebih banyak dilakukan oleh perusahaan
yang memang tergolong high profile agar masyarakat dan pelanggan akan menilai
baik perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan produk dari
perusahaan yang bersangkutan.
19
3. Tema kemasyarakatan juga mendapatkan perhatian yang cukup oleh
perusahaan, yaitu pada item dukungan pada kegiatan olahraga dan
dukungan ke lembaga pendidikan melalui beasiswa, pendirian gedung
sekolah, kerja sama perusahaan dengan perguruan tinggi dan lembaga
pendidikan lain.
20
Urutan dari tema-tema ini merupakan perwujudan dari respon perusahaan
terhadap tekanan-tekanan yang ada, baik tekanan dari pemerintah maupun dari
pelanggan dan masyarakat. Bila dilihat dari beberapa hasil temuan yang
diungkapkan sebelumnya selalu menempatkan tema ketenagakerjaan menjadi
tema yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan. Untuk tema
ketenagakerjaan ini sendiri memang menjadi prioritas karena besarnya tekanan
dari pemerintah dengan undang-undang ketenagakerjaan yang ada, maupun
dengan serikat buruh yang ada. Derasnya tekanan tersebut, membuat perusahaan
menempatkan tema ketenagakerjaan ini diurutan yang teratas sebagai wujud
pertanggungjawaban sosial dari perusahaan.
Selain dari tema-tema yang diungkapkan, hal yang menarik untuk disikapi
adalah mengenai media atau lokasi dari pengungkapan tersebut dilakukan. Ada
cukup banyak lokasi atau media yang digunakan, seperti dalam prospektus, dalam
catatan laporan keuangan, dalam laporan tahunan, dalam surat direksi dan lain
sebagainya. Banyaknya keberagaman media yang digunakan ini pada dasarnya
disebabkan karena memang belum adanya aturan yang jelas mengenai
bagaimanakah seharusnya pertanggungjawaban sosial dari perusahaan seharusnya
diungkapkan. Dengan belum adanya aturan yang jelas, maka perusahaan
kebanyakan hanya di dasarkan pada kelaziman yang ada dan disesuiakan dengan
kebutuhan dari perusahaan.
21
Dengan pengungkapan pada website ini menandakan bahwa tanggung jawab
sosial ini sudah mulai banyak diperhatikan oleh perusahaan. Penggungkapan
melalui website ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan seperti Indosat,
Goodyear, Indosat, Bank Negara Indonesia, Bank Centra Asia, dan lain
sebagainya. Bahkan Unilever memiliki laporan Corporate Social Responsibility
tersendiri. Hal ini merupakan sebuah kemajuan yang pesat mengenai kesadaran
dari perusahaan akan tanggung jawab sosial yang dimilikinya. Dengan sendirinya
maka hal ini juga akan berkontribusi baik terhadap berkembangnya socio
economic accounting itu sendiri.
Terlepas dari semua hal di atas, yang perlu disikapi adalah besarnya animo
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan masih belum diimbangi dengan
infrasruktur aturan dan standar akuntansi yang dapat mengakomodir kebutuhan
akan hal tersebut. Hal inilah yang kemudian membuat perusahaan melakukan
pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang beragam dan pada media atau
lokasi yang beragam juga. Lebih lanjut, hal yang diungkapkan kebanyakan adalah
berbentuk kualitatif naratif. Sementara untuk pengungkapan berupa kuantitatif
moneter masih sangat terbatas dan bahkan hanya terbatas pada pengungkapan
tema ketenagakerjaan saja.
22
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
23
minim. Sementara dari sisi praktek yang ada dan berkembang baru sebatas
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat berupa
corporate socio responsibility reporting. Hal-hal yang diungkapkan masih sebatas
deskripsi kualitatif. Pengungkapannya pun dilakukan pada lokasi dan media yang
berlainan karena memang belum ada standar baku yang mengaturnya.
3.2 Saran
24