Anda di halaman 1dari 38

Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kortikostreroid merupakan obat yang sangat banyak dan luas dipakai dalam dunia
kedokteran. Begitu luasnya penggunaan kortikosteroid ini bahkan banyak yang digunakan
tidak sesuai dengan indikasi maupun dosis dan lama pemberian, seperti pada penggunaan
kortikosteroid sebagai obat untuk menambah nafsu makan dalam waktu yang lama dan
berulang sehingga bisa memberikan efek yang tidak diinginkan. Untuk menghindari hal
tersebut diperlukan pemahaman yang mendalam dan benar tentang kortikosteroid baik
farmakokinetik, physiologi di dalam tubuh maupun akibat-akibat yang bisa terjadi bile
menggunakan obat tersebut.
Koerikosteroid pertama kali dipakai untuk pengobatan pada tahun 1949 oleh en!e et
al untuk pengobatan rheumatoid arthritis. "ejak saat tersebut kortikosteroid semakin luas
dipakai dan dikembangkan usaha-usaha untuk membuat senyawa-senyawa glukokortikoid
sintetik untuk mendapatkan efek glukokortikoid yang lebih besar dengan efek
mineralokortikoid lebih ke!il serta serendah mungkin efek samping.
Kelenjar adrenal mengeluarkan dua kelas steroid yaitu #orti!osteroid $glukokortikoid dan
mineralokortikoid% dan se& hormon. 'ineralokortikoid banyak berperan dalam pengaturan
keseimbangan !airan dan elektrolit, sedang glukokortikoid berperan dalam metabolisme
karbohidrat.
(lukokortikoid dikeluarkan oleh korteks kelenjar adrenal yang dikeluarkan kedalam sirkulasi
se!ara !ir!adian sebagai respon terhadap stress. #ortisol merupakan glukokortikoid utama di
dalam tubuh manusia.
Pembatasan masalah
'asalah yang akan dibahas pada makalah ini meliputi biosintesis, mekanisme kerja,
farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, kontraindikasi, efek samping obat dari konsep
terapi kortikosteroid.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
$
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
Tujuan penulisan
)ujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan konsep
terapi dari penggunaan kortikosteroid.
Metode penulisan
'etode penulisan yang digunakan pada makalah ini menga!u pada beberapa literatur
kepustakaan seperti buku, jurnal ilmiah, dan artikel ilmiah.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
"
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
BAB II
TINAUAN PU!TA"A
AD#EN$"$#TI"$T#$PIN %A&TH'
() Biosintesis* "imia dan Pengaturan !ekresi
*#) merupakan suatu rantai lurus polipeptida, yang pada manusia terdiri dari +9
asam amino. ,ada keadaan basal ke!epatan sekresi *#) diatur oleh mekanisme umpan
balik negatif hormon korteks adrenal $terutama kortisol% dalam darah. ,ada defisiensi hormon
korteks adrenal ini, misalnya pada pasien *ddison, produksi dan sekresi *#) akan
meningkat. ,engaturan sekresi *#) juga diatur oleh corticotropin releasing
hormone $#-% yang diproduksi di hipotalamus. #- sampai ke hipofisis anterior melalui
pembuluh darah portal hipotalamo-hipofisis.
(ambar 1. ubungan hipotalamus, hipofisis, dan kelenjar adrenal.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
'
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
"ekresi *#) juga dipengaruhi oleh berbagai rangsang saraf yang sampai pada
median eminens hipotalamus melalui serabut aferen dan menyebabkan pengeluaran #-.
"ebagai !ontoh, rangsangan pada reseptor rasa nyeri diteruskan ke saraf aferen perifer dan
traktus spinotalamikus, akhirnya sampai pada median eminens hipotalamus dan
menyebabkan sekresi #- yang kemudian dialirkan ke adenohipofisis yang kemudian
melepas *#). -eaksi emosi $takut, marah, !emas% melalui saraf aferen yang menuju ke
hipotalamus juga dapat merangsang sekresi hormon korteks adrenal. 'ungkin dapat
menjelaskan mengapa orang yang sering dilanda emosi !enderung menderita iritasi lambung,
karena pada pemberian hormon kortikosteroid sering ditemukan efek samping iritasi
lambung.
Kadar kortisol darah dalam keadaan basal mengalami alun $.ariasi% diurnal, yaitu
pada pagi hari paling tinggi sedangkan pada malam hari paling rendah. 'ungkin alun diurnal
ini se!ara tidak langsung berhubungan dengan akti.itas indi.idu. ,engobatan menggunakan
kortikosteroid sekali sehari dilakukan meniru keadaan fisiologis ini, yaitu dengan pemberian
obat pada pagi hari.
+) Mekanisme "erja
"etelah *#) bereaksi dengan reseptor hormon yang spesifik di membran sel korteks
adrenal, terjadi perangsangan sintesis adrenokortikosteroid pada jaringan target tersebut
melalui peningkatan akti.itas adenil-siklase sehingga terjadi peningkatan sintesis siklik-*',.
)empat kerja siklik-*', pada steroidogenesis ialah pada proses peme!ahan rantai !abang
kolesterol dengan oksidasi, proses ini menghasilkan pregnenolon.
,engaruh ekstra-adrenal *#) antara lain dapat dilihat pada warna kulit kodok yang
diisolasi. ormon ini dapat menyebabkan warna kulit tersebut menjadi lebih hitam. al ini
mungkin disebabkan karena pada hewan gugus asam amino ke-1 sampai ke-1+ identik
dengan gugus asam amino yang terdapat pada /-'" $melanocyte-stimulanting hormone%.
,ada manusia hiperpigmentasi akibat *#) dapat terjadi pada penyakit *ddison karena
adanya aktifitas /-'" intrinsik pada *#).
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
%
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
,) -armakokinetik
*#) tidak efektif bila diberikan per oral karena akan dirusak oleh en0im proteolitik
dalam saluran !erna. ,ada pemberian 1', *#) diabsorbsi dengan baik. "etelah pemberian
12, *#) !epat menghilang dari sirkulasi3 pada manusia masa paruhnya kira-kira 14 menit.
*#) yang ditemukan dalam urin tidak mempunyai akti.itas biologis yang berarti. 1ni
menunjukkan bahwa hormon tersebut mengalami inakti.asi di jaringan.
Besarnya efek *#) pada korteks adrenal tergantung dari !ara pemberiannya.
,emberian infus *#) 56 unit terus-menerus selama waktu yang ber.ariasi dari +6 detik
sampai 47 jam, menyebabkan sekresi adrenokortikosteroid yang linier sesuai dengan waktu
infus. Bila *#) diberikan se!ara 12 !epat, sebagian besar hormon ini tidak akan bekerja
pada korteks adrenal. "aat ini ada *#) sintetik yang lebih terpilih untuk pemakaian klinik
yaitu kosintropin.
.) Indikasi
*#) banyak digunakan untuk membedakan antara insufiensi adrenal primer dan
sekunder. ,ada isufiensi primer kelenjar adrenal mengalami gangguan, sehingga pemberian
*#) tidak akan menyebabkan peninggian kadar kortisol dalam darah. "ebaliknya, pada
isufiensi sekunder gangguan terletak di kelenjar hipofisis, sehingga pemberian *#) akan
menyebabkan peninggian kadar kortisol darah.
8ahulu *#) sering digunakan untuk mengobati isufiensi adrenal dan penyakit
nonendokrin lain yang memerlukan glukokortikoid, tetapi hasilnya kurang dapat diper!aya
dan kurang menyenangkan bila dibandingkan dengan pemakaian kortikosteroid. ,emberian
*#) juga akan merangsang sekresi mineralokortikoid sehingga dapat menyebabkan retensi
air dan elektrolit. Berbeda dengan pemberian glukokortikoid, penggunaan *#)
menyebabkan jaringan memperoleh bukan hanya glukokortikoid, tetapi juga
mineralokortikoid dan androgen. Karena alasan tersebut di atas, *#) jarang digunakan
untuk pengobatan yang bertujuan mendapatkan efek glukokortikoid. *#) sekarang ini
masih digunakan antara lain untuk mengatasi 9 neuritis optika, miastenia gra.is, dan sklerosis
multipel.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
)
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
/) E0ek !amping
*#) dapat menyebabkan timbulnya berbagai gejala akibat peningkatan sekresi
hormon korteks adrenal. "elain itu, hormon ini dapat pula menyebabkan reaksi
hipersensiti.itas, mulai dari yang ringan sampai syok dan kematian. -eaksi terhadap
kosintropin lebih jarang terjadi. ,eningkatan sekresi mineralokortikoid dan androgen
menyebabkan lebih sering terjadi alkalosis hipokalemik $akibat retensi :a% dan akne bila
dibandingkan dengan pemberian kortisol sintetik.
1) !ediaan dan Posologi
"ortikotropin U!P, larutan steril untuk pemakaian 1' atau 12. "ediaan ini berasal
dari hipofisis mamalia.
"ortikotropin repositoria, merupakan larutan *#) murni dalam gelatin untuk
suntikan 1' atau "K, dengan dosis 46 unit, diberikan sekali sehari.
"ortikotropin seng hidroksida U!P, suspensi untuk pemberian 1'. 8iberikan sekali
sehari dengan dosis 46 unit.
"osintropin, peptida sintetik yang dapat diberikan 1' atau 12, dosis 6,54 mg
ekui.alen dengan 54 unit.
AD#EN$"$#TI"$!TE#$ID DAN ANAL$2 !INTETI"N3A
() Biosintesis dan "imia
Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian dengan bantuan
berbagai en0im diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 51 atom karbon dan
androgen lemah dengan 19 atom karbon. *ndrogen ini juga merupakan sumber estradiol.
"ebagian besar kolestrol yang digunakan untuk steroidogenesis ini berasal dari luar
$eksogen%, baik pada keadaan basal maupun setelah pemberian *#).
'eskipun kelenjar adrenal dapat mensintesis androgen, pada wanita sekitar 46;
androgen plasma berasal dari luar kelenjar adrenal. 'eskipun demikian pada kasus
hipofungsi korteks adrenal penambahan dehidroepiandrosteron $8<*% bersama
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
*
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
glukokortikoid dan mineralokortikoid akan memperbaiki well being dan seksualitas wanita.
,ada pria androgen dari adrenal hanya sebagian ke!il dari seluruh androgen plasma.
'eskipun androgen adrenal tidak esensial untuk sur.i.al, kadar 8<* dan deri.at sulfatnya
$8<*"% men!apai kadar pun!aknya pada usia +6 tahunan dan menurun sesudahnya. ,asien
dengan penyakit kronis pun mempunyai kadar yang sangat rendah, sehingga mun!ul hipotesa
bahwa pemberian 8<* mungkin akan mengurangi akibat buruk proses penuaan. 'eskipun
data belum mendukung, saat ini 8<* banyak dijual sebagai suplemen pangan dengan
tujuan mempengaruhi proses penuaan.
(ambar 5. Biosintesis adrenokortikosteroid dan androgen adrenal.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%

Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli


8alam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis terus
menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa menit saja, jumlah yang
tersedia dalam kelenjar adrenal tidak !ukup untuk memenuhi kebutuhan normal. =leh
karenanya ke!epatan biosintesisnya disesuaikan dengan ke!epatan sekresinya. Tabel +4(
menunjukkan ke!epatan sekresi dan kadar plasma kortikosteroid terpenting pada manusia.
)abel 5-1 Ke!epatan "ekresi dan Kadar ,lasma Kortikosteroid Utama ,ada 'anusia
Ke!epatan sekresi dalam
keadaan optimal $mg>hari%
Kadar plasma $?>166m@%
Aam 7966 Aam 1B 9 66
Kortisol 56 1B 4
*ldosteron 6,154 6,61 -
+) Pengaturan !ekresi
Cungsi sekresi korteks adrenal sangat dipengaruhi oleh *#). "istem saraf tidak
mempunyai pengaruh langsung terhadap fungsi sekresi korteks adrenal. 1ni terbukti pada
per!obaan transplantasi kelenjar adrenal dimana fungsi sekresinya tetap normal.
*kibat pengaruh *#), 0ona fasikulata korteks adrenal akan mensekresi kortisol dan
kortikosteron. Bila kadar kedua hormon tersebut dalam darah meningkat, terutama kortisol,
maka akan terjadi penghambatan sekresi *#). Keadaan tersebut tidak berlaku untuk
aldosteron, yang disekresikan oleh 0ona glumerulosa. ,eninggian kadar aldosteron dalam
darah tidak menyebabkan penghambatan sekresi *#).
"ekresi aldosteron terutama dipengaruhi oleh sistem renin angiotensin dalam darah.
*ngiotensin 11 merupakan oktapeptida yang dibentuk dari dekapeptida yaitu angiotensin 1
$berasal dari globulin plasma%. -eaksi yang terakhir ini dikatalisis oleh !on.erting en0yme
dalam paru-paru. Untuk perubahan ini dibutuhkan renin yang dihasilkan oleh ginjal.
,engeluaran renin ini diatur oleh tekanan perfusi ginjal dan sistem saraf yang mekanismenya
belum jelas. ,enghambatan sekresi renin tidak dipengaruhi oleh kadarnya dalam darah tetapi
oleh .olume darah.
*danya regulasi sekresi kortisol dan aldosteron yang terpisah, dapat dilihat pada
pasien edema, dimana ekskresi metabolit kortisol normal, sedangkan metabolit aldosteron
meningkat.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
+
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
,) Mekanisme "erja
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi ke!epatan sintesis protein. 'olekul
hormon memasuki sel melewati membran plasma se!ara difusi pasif. anya dijaringan target
hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan
membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konfirmasi, lalu
bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. 1katan ini menstimulasi transkripsi
-:* dan sintesis protein spesifik. 1nduksi sintesis protein ini yang akan menghasilkan efek
fisiologik steroid.
,ada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan
sintesis protein spesifik3 pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas hormon steroid
merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid,
hal ini menimbulkan efek katabolik.
.) -aal dan -armakodinamik
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak3 dan
mempengaruhi juga fungsi sistem kardio.askular, ginjal , otot lurik, sistem saraf dan organ
lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya penting bagi organisme untuk dapat
mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan. 8engan demikian, hewan
tanpa korteks adrenal hanya dapat hidup apabila diberikan makanan yang !ukup dan teratur,
:a#l dalam jumlah !ukup banyak dan temperatur sekitarnya dipertahankan dalam batas-batas
tertentu. Cungsi kortikosteroid penting untuk kelangsungan hidup organisme.
<fek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar
dosis terapi makin besar efek yang didapat. )etapi disamping itu juga ada keterkaitan kerja
kortikosteroid dengan hormon hormon lain. ,eran kortikosteroid dalam kerjasama ini disebut
permissive effects yaitu kortikosteroid diperlukan supaya terjadi suatu efek hormon lain,
diduga mekanismenya adalah melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang
mengubah respons jaringan terhadap hormon lain. 'isalnya otot polos bronkus tidak akan
berespons terhadap katekolamin bila tak ada kortikosteroid, dan pemberian kortikosteroid
dosis fisiologis akan mengembalikan respons tersebut. Begitu pula efek lipolitik katekolamin,
*#), hormon pertumbuhan pada sel lemak akan menghilang bila tak ada kortikosteroid.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
,
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
"uatu dosis kortikosteroid dapat memberikan efek fisiologik atau farmakologik,
tergantung keadaan sekitar, dan akti.itas indi.idu. 'isalnya, hewan tanpa kelenjar adrenal
yang berada dalam keadaan optimal hanya membutuhkan kortikosteroid dosis ke!il untuk
dapat mempertahankan hidupnya. )etapi bila keadaan sekitarnya tidak optimal, maka
dibutuhkan dosis obat yang lebih tinggi untuk mempertahankan hidupnya. Bila dosis obat
yang relatif tinggi ini diberikan berulang kali pada hewan yang sama dalam keadaan optimal,
akan terjadi hiperkortisisme, yaitu gejala kelebihan kortikosteroid. 8iduga, adanya .ariasi
akti.itas sekresi kortikosteroid pada orang normal menunjukkan adanya .ariasi kebutuhan
organisme akan hormon tersebut.
'eskipun kortikosteroid mempunyai berbagai ma!am akti.itas biologik, umumnya
potensi sediaan alamiah maupun yang sintetik, ditentukan oleh besarnya efek retensi natrium
dan penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat anti inflamasinya. ,ada tabel +4+
dapat dilihat perbandingan potensi relatif beberapa kortikosteroid, berdasarkan ketiga hal di
atas. ,erlu diingat bahwa nilai-nilai tersebut bukanlah merupakan rasio yang tetap, tetapi
tergantung !ara peneraan hayati yang digunakan. ,otensi steroid untuk mempertahankan
hewan tanpa adrenal agar tetap berada dalam keadaan sehat, dan untuk meretensi natrium
nilainya hampir sama. ,engaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar, efek antiinflamasi,
efek pada kapasitas kerja hepar, efek anti-inflamasi, efek pada kapasitas kerja otot lurik, dan
pada jaringan limfoid, hampir sejajar.
)abel 5-5. ,erbandingan ,otensi -elatif dan 8osis <kui.alen Beberapa "ediaan
Kortikosteroid
Kortikosteroid ,otensi @ama Kerja 8osis <ki.alen
$mg%D
-etensi :atrium *nti-inflamasi
Kortisol
$hidrokortison%
1 1 " 56
Kortison 6,7 6,7 " 54
Kortikosteron 14 6,+4 " -
B-/-metilprednisolon 6,4 4 1 4
Cludokortison
$mineralokortikoid%
154 16 1 -
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
$#
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
,rednison 6,7 4 1 4
,rednisolon 6,7 4 1 4
)riamsinolon 6 4 1 4
,arametason 6 16 @ 5
Betametason 6 54 @ 6,E4
8eksametason 6 54 @ 6,E4
Ket 9
Dhanya berlaku untuk pemberian oral atau 12
" F Kerja "ingkat $t G blokir 7-15 jam%
1 F 1ntermediate, kerja sedang $t G biologik 15-+B jam%
@ F Kerja lama $t G biologik +B-E5 jam%
8alam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. <fek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan
glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan
elektrolit ke!il. ,rototip untuk golongan ini ialah kortisol. "ebaliknya mineralokortikoid efek
utamanya adalah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada
penyimpanan glikogen hepar sangat ke!il. ,rototip golongan ini ialah desoksikortikosteron.
Umumnya golongan mineralokortikoid tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti,
ke!uali 9 /-fluorokortisol. 'eskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai
obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.
"ediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa
kerjanya. Tabel +4+ menunjukkan penggolongan kortikosteroid berdasarkan masa kerja
masin-masing sediaan sesuai dengan akti.itas biologisnya. "ediaan kerja singkat mempunyai
masa paruh biologis kurang dari 15 jam, sediaan kerja lama masa paruhnya lebih dari +B jam,
sedangkan yang kerja sedang mempunyai masa paruh antara 15-+B jam.
,engaruh kortikosteroid terhadap fungsi dan organ tubuh ialah sebagai berikut 9
o Metabolisme "arbohidrat dan Protein
,engaruh kortikosteroid pada metabolisme karbohidrat terlihat pada hewan yang
di adrenalektomi. ewan ini hanya dapat bertahan hidup, tanpa penurunan kadar glukosa
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
$$
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
darah dan glikogen hepar., bila diberi makanan !ukup. Bila hewan tersebut dipuaskan
sebentar saja maka !adangan karbohidrat berkurang dengan !epat. (likogen hepar dan
otot akan berkurang, timbul timbul hipoglikemia serta peningkatan sensiti.itas terhadap
insulin. (ambaran gangguan metabolisme karbohidrat ini mirip dengan gejala yang
dijumpai pada pasien *ddison. ,emberian glukokortikoid, misalnya kortisol, dapat
memperbaiki keadaan diatas3 !adangan glikogen terutama di hepar bertambah, glukosa
darah tetap normal pada keadaan puasa, dan sensiti.itas terhadap insulin kembali normal.
,eningkatan produksi glukosa ini diikuti oleh bertambahanya ekskresi nitrogen. al ini
menunjukkan terjadinya katabolisme protein menjadi karbohidrat. ,erubahan diatas
terjadi pada seseorang yang diberi kortikosteroid dosis besar untuk waktu lama, yang
dapat menimbulkan gejala seperti diabetes mellitus. ,ada keadaan tersebut glukosa darah
!enderung meninggi, resistensi terhadap insulin meninggi, toleransi terhadap glukosa
menurun dan mungkin terjadi glukosuria.
(lukokortikoid meningkatkan kadar glukosa darah sehingga merangsang
penglepasan insulin dan menghambat masuknya glukosa kedalam sel otot.
(lukokortikoid juga merangsang lipase yang sensitif dan menyebabkan lipolisis.
,eningkatan kadar insulin merangsang lipogenesis dan sedikit menghambat lipolisis
sehingga hasil akhirnya adalah peningkatan deposit lemak, peningkatan penglepasan
asam lemak dan gliserol. <fek ini paling nyata pada kondisi puasa, dimana kadar glukosa
otak dipertahankan dengan !ara glukoneogenesis, katabolisme protein otot melepas asam
amino, perangsangan lipolisis dan hambatan ambilan glukosa di jaringan perifer.
ormon ini menyebabkan glukoneogenesis di perifer dan di hepar. 8i perifer
steroid mempunyai efek katabolik. <fek katabolik inilah yang menyebabkan terjadinya
atrofi jaringan limfoid, pengurangan masa jaringan otot, terjadi osteoporosis tulang
$pengurangan matriks protein tulang yang diikuti oleh pengeluaran kalsium%, penipisan
kulit , dan keseimbanga nitrogen menjadi negatif. *sam amino tersebut dibawa ke hepar
dan digunakan sebagai substrat en0im yang berperan dalam produksi glukosa dan
glikogen.
8alam hepar glukokortikoid merangsang sintesis en0im yang berperan dalam
proses glukoneogenesis dan metabolism asam amino, antara lain peningkatan en0im
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
$"
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
fosfoenolpiru.at-karboksikinase, fruktosa-1,B-difosfatase, dan glukosa B-fosfatase,
glikogen sintase yang mengkatalisis sintesis glukosa. -angsangan sintesis en0im ini tidak
timbul dengan segera, tetapi membutuhkan waktu beberapa jam . efek yang lebih !epat
timbulnya ialah pengaruh hormon terhadap mitokondria hepar, yaitu terjadi sintesis
piru.at karboksilase sebagai katalisator pembentukan oksaloasetat. 1ni merupakan reaksi
permulaan sintesis glukosa dari piru.at.
,enggunaan glukokortikoid untuk jangka lama dapat menyebabkan peningkata
glu!agon plasma yang dapat merangsan glukoneogenesis. Keadaan ini dapat pula
merupakan salah satu penyebab bertambahnya sintesis glukosa. ,eningkata penyimpanan
glikogen di hepar setelah pemberian glukokortikoid diduga akibat akti.asi glikogen
sintase di hepar.
o Metabolisme Lemak
,ada penggunaan glukokortikoid dosis besar jangka panjang atau pada sindrom
#ushing, terjadi gangguan distribusi lemak tubuh yang khas. @emak akan terkumpul
se!ara berlebihan pada depot lemak3 leher bagian belakang $buffalo hump%, daerah
suprakla.ikula dan daerah ekstremitas akan menghilang. "alah satu hipotesi yang
menerangkan keadaan diatas ialah sebagai berikut9 kadar insulin meningkat akibat
hiperglikemia yang ditimbulkan glukokortikoid, insulin ini mempunyai efek lipogenik
dan antilipolitik pada jaringan lemak di batang tubuh sehingga lemak terkumpul di
tempat-tempata yang disebut tadi. "edangkan sel lemak di ekstremitas kurang sensitif
terhadap insulin dan lebih sensitif terhadap efek lipolitik hormon lain $epinefrin,
noreepinefrin, hormon pertumbuhan% yang diinduksi oleh glukokortikoid.
o "esimbangan Air dan Elektrolit
'ineralokortikoid dapat meningkatkan reabsorpsi :a
H
serta ekskresi K
H
dan
H
di
tubuli distal. 8engan dasar mekanisme inilah, pada hiperkortisisime terjadi kedaan
sebaliknya9 hiponatremia, hiperkalemia, .olume !airan ekstrasel berkurang dan hidrasi
sel.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
$'
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
)erjadinya pengeluaran :a
H
yang berlebihan melalui ginjal pada insufisiensi
adrenal dapat diterangkan sebagai berikut9 pada keadaan normal dengan diet normal,
hamper seluruh :a
H
yang difiltrasi glomerulus $I99,4;% akan direabsorpsi oleh tubuli
ginjal3 jumlah ini diperlukan untuk mempertahan keseimbangan :a
H
dan identik dengan
54.666 m<J :a
H
. ,ada infusiensi adrenal $misalnya pasien penyakit *ddison%, dengan
diet yang sama tadi, reabsorpsi maksimal hanya men!apai 97,4;. *danya kekurangan
reabsorpsi :a
H
sebanyak 1; pada pasien penyakit *ddison, berarti kira-kira 546 m<J
:a
H
per hari akan hilang melalui ginjal. 'enurut perhitungan :a
H
yang hilang ini berada
pada 1,E liter !airan ekstrasel. )ernyata jumlah !airan yang ditarik oleh :a
H
keluar kurang
dari 1,E liter. Aadi :a
H
yang keluar lebih banyak daripada air, maka !airan ekstrasel akan
menjadi hipoosmotik dan air dari ekstrasel akan masuk ke intrasel sehingga terjadi hidrasi
sel. ematokrit meninggi, bukan saja akibat pengurangan .olume plasma tetapi juga
karena pembengkakan eritrosit. iperkalemia dan ke!enderungan timbulnya asidosis
disebabkan gangguan ekskresi K
H
dan
H.
gangguan keseimbangan air dan elektrolit ini
selanjutnya dapat menyebabkan gangguan sistem kardio.askular yang diakhiri dengan
kolaps dan kematian apabila tidak diberikan mineralokortikoid atau :a#l atau kedua-
duanya.
,ada insufisiensi adrenal ini tidak hanya ginjal yang mengeluarkan !airan dengan
kadar :a
H
yang abnormal tinggi dan K
H
yang rendah, tetapi juga kelenjar sali.a, kelenjar
keringat, kelenjar esokrin pan!reas, dan mukosa saluran !erna . pengeluaran !airan yang
banyak menganding :a
H
pada pasien penyakit *ddison, dapat menjadi salah satu
penyebab keseimbangan :a
H
yang negatif.
*ldosteron merupakan mineralokortikoid alam yang paling kuat. ,emberian 16 Kg
aldosteron per hari pada hewan tanpa kelenjar adrenal dapat mempertahankan kadar
plasma :a
H
dan K
H
, dan tekanan darah dalam batas-batas normal. "edangkan untuk
kortisol, dosis yang dibutuhkan untuk keadaan diatas lebih besar, sekitar 4.666 Kg.
,eranan aldosteron dalam mengatur keseimbangan :a
H
dan K
H
plasma, dibuktikan dengan
adanya keseimbangan elektrolit yang relatif normal pada hewan yang mengalami
hipofisektomi. Keseimbangan ini dipertahankan oleh aldosteron yang tetap disekresikan
oleh korteks adrenal.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
$%
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
"atu jam setelah pemberian aldosteron 12 pada orang normal atau pada pasien
penyakit *ddison, akan terjadi penurunan ekskresi :a
H
melalui ginjal dan sebaliknya
ekskresi K
H
dan
H
akan meningkat. *pabila diberikan dosis aldosteron yang !ukup besar
dan terus menerus selama 5 atau + hari, ternyata ekskresi :a
H
seimbang lagi dengan
pemasukkan :a
H
, tetapi ekskresi K
H
dan
H
akan tetap tinggi sehingga akhirnya timbul
alkalosis-hipokalemik-hipokloremik. Keadaan ini dikenal sebagai es!ape phenomenon
dari resistensi :a
H
. "ebab dan mekanisme terjadinya fenomena ini belum jelas, tetapi hal
ini bukan merupakan akibat supresi sistem renin-angiotensin.
<fek aldosteron dalam jumlah berlebihan dan berlangsung terus menerus dapat
dilihat pada sindrom #onn $aldosteronisme primer%. Keseimbangan :a
H
biasanya normal
dan :a
H
dalam plasma biasanya normal atau sedikit meningkat. <kskresi terjadi
walaupun telah hipokalemia, dan ini menyebabkan kelemahan otot. Karena ekskresi ion
juga berlebihan, terjadilah alkalosis metabolik. *danya hipokalemia serta gangguan
keseimbangan air dan elektrolit, menyebabkan ginjal tidak sanggup memekatkan urin.
,ada penyakit dengan ke!enderungan edema, misalnya sirosis, hepatitis, dan
nefrosis, sering sekresi aldosteron meningkat. 8alam hal ini kelenjar adrenal bukan
merupakan sebab utama, maka keadaan ini disebut aldosteronisme sekunder. )erjadinya
eema disini mungkin akibat kompensasi terhadap pengurangan .olume !airan dalam
arteri. Berkurangnya alairan darah ke ginjal akan menyebabkan bertambahnya sekresi
renin dan angiotensin yang akan merangsang sekresi aldosteron. ,ada keadaan ini retensi
:a
H
tetap ada, dan tidak terjadi es!ape phenomenon seperti pada aldosteronisme primer,
sedangkan ekskresi K
H
tetap normal.
Kortisol dapat menyebabkan retensi :a
H
dan meningkatkan ekskresi K
H
, tetapi
efek ini jauh lebih ke!il daripada aldosteron, oleh karena itu penggunaan kortisol dalam
waktu singkat biasanya tidak menambah sekresi asam. Berlawanan dengan aldosteron,
kortisol pada keadaaan tertentu dapat meningkatkan ekskresi :a
H
3 hal ini mungkin
disebabkan karena hormon tersebut mungkin dapat menambah ke!epatan filtrasi
glomeruli . "elain itu kortisol juga dapat meningkatkan sekresi tubuli ginjal.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
$)
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
iperkortisisme akibat sekresi kortisol berlebihan atau karena pemberian kortisol
dosis besar terus menerus, sesekali menyebabkan alkalosis hipokloremik yang tidak berat.
Keadaan ini menunjukkan bahwa efek kortisol terhadap keseimbangan air dan elektrolit
tidak sekuat aldosteron. Kelemahan otot yang timbul pada keadaan ini disebabkan oleh
berkurangnya massa jaringan otot, jadi bukan karena kehilangan K
H
.
o !istem "ardio5askular
(angguan sistem kardio.askular yang timbul pada insufisiensi adrenal atau pada
hiperkortisisme sebenarnya sangat kompleks dan belum semua diketahui dengan jelas.
Kortikosteroid dapat mempengaruhi sistem kardio.askular se!ara langsung
maupun tidak langsung. ,engaruh tidak langsung ialah terhadap keseimbangan air dan
elektrolit3 misalnya pada hiperkortisisme, terjadi pengurangan .olume yang diikuti
peningkatan .iskositas darah. Bila keadaan ini didiamkan akan timbul hipotensi dan
akhirnya kolaps kardio.askular. ,engaruh langsung steroid terhadap sistem
kardio.askular antara lain pada kapiler, arteriol, dan miokard.
8efisiensi kortikosteroid dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut 9
permeabilitas dinding kapiler meningkat, respons .asomotor pembuluh darah ke!il
berkurang, fungsi jantung menurun dan !urah jantung menurun, sehingga pasien harus
dimonitor untuk gejala atau tanda-tanda edema paru. ,ada hewan yang diadrenalketomi,
pembuluh darah ke!il akan kehilangan tonus .asomotornya. ,emeberian epinefrin dan
norepinefrin berulang-ulang dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah ke!il, yang
dapat di!egah dengan pemberian kortikosteroid.
,ada aldosteronisme primer dimana sekresi aldosteron berlebihan, efek
mineralokortikoid terlihat jelas. (ejala yang men!olok ialah hipertensi dan hipokalemia.
8iduga hipokalemia ini disebabkan oleh efek langsung aldosteron pada ginjal, sedangkan
mekanisme terjadinya hipertensi belum jelas3 hanya diketahui bahwa untuk menimbulkan
keadaan ini dibutuhkan mineralokortikoid dosis besar untuk waktu lama dan asupan
:a
H
yang berlebihan dan berlangsung lama yang dapat menimbulkan edema di antara
dinding arteriol, akibatnya diameter lumen berkurang dan resistensi pembuluh perifer
akan bertambah. Kemungkinan lain ialah bahwa retensi garam atau mineralokortikoid itu
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
$*
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
sendiri menyebabkan pembuluh darah menjadi lebih sensitif terhadap senyawa yang dapat
meningkatkan tekanan darah, terutama angiotensin dan katekolamin. ,ada sindrom
#ushing, peningkatan substrat renin dapat berperan dalam peningkatan tekanan darah.
o $tot #angka
Untuk mempertahankan otot rangka agar dapat berfungsi dengan baik, dibutuhkan
kortikosteroid dalam jumlah !ukup. )etapi apabila hormon ini berlebihan, timbul
gangguan fungsi otot rangka tersebut.
,ada insufisiensi adrenal atau pasien penyakit *ddison, terjadi penurunan
kapasitas kerja otot rangka sehingga mudah timbul keluhan !epat lelah dan lemah.
8isfungsi otot ini terutama disebabkan gangguan sirkulasi, sedangkan gangguan
metabolism karbohidrat dan keseimbangan elektrolit merupakan fa!tor yang tidak besar
peranannya. al ini terbukti dengan menetapnya gangguan fungsi otot meskipun kadar
elektrolit dan glukosa normal.pada keadaan ini terjadi kerusakan otot maupun sambungan
saraf otot. ,emberian transfuse atau kortisol dapat mengembalikan kapasitas kerja otot.
Kelemahan otot pada pasien aldosteronisme primer, terutama karena adanya
hipokalemia. ,ada pasien sindrom #ushing atau pemberian glukokortikoid dosis besar
untuk waktu lama wasting otot rangka yaitu pengurangan massa otot. 'ekanisme miopati
pada pemakaian glukokortikoid, diduga disebabkan oleh efek katabolik dan
antianaboliknya pada protein otot yang disertai hilangnya masa otot, penghambatan
akti.itas fosforilase dan adnya akumulasi kalsium otot yang menyebabkan penekanan
fungsi mitokondria.
o !usunan !ara0 Pusat
Kostikosteroid dapat mempengaruhi susunan saraf pusat baik se!ara tidak
langsung maupun langsung, meskipun hal yang terakhir ini belum dapat dipastikan.
,engaruh tidak langsung disebabkan efeknya pada metabolisme karbohidrat, sistem
sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. *danya efek steroid pada susunan saraf pusat ini
dapat dilihat dari timbulnya perubahan mood, tingkah laku, <<( dan kepekaan otak pada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
$
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
mereka yang sedang menggunakan kostikosteroid terutama untik waktu yang lama atau
pada pasien penyakit addison.
,asien penyakit addison dapat menunjukan gejala apatis, depresi dan !apat
tersinggung bahkan psikosis. (ejala tersebut dapat diatasi dengan kortisol. ,enggunaan
glukokortikol untuk waktu yang lama dapat menimbulkan serangkaian reaksi yang
berbeda-beda. "ebagian besar mengalami perbaikan semangat $mood% yang mungkin
disebabkan hilangnya gejala penyakit yang sedang diobati, yang lain memperhatikan
keadaan euforia, insomnia, kegelisahan dan peningkatan akti.itas motorik, kortikol juga
dapat menyebabkan depresi.
,ada hiperkortisme umumnya terjadi peningkatan kepekaan jaringan saraf,
nampaknya perubahn tersebut berhubungan dengan perubahan kadar elektrolit diotak.
"ebaliknya pemberian kortisol dapat meningkatkan kepekaan otak tanpa mempengaruhi
kadar :a
H
dan K
H
otak. ,ada insufisiensi adrenal dapat terjadi penurunan ambang
rangsang untuk persepsi rasa, bau dan bunyi. ,ada hiperkortisisme terjadi keadaan
sebaliknya. ,erubahan ambang rangsang ini dapat diatasi dengan kortisol. (lukokortikoid
dosis tinggi dalam waktu lama dapat menimbulkan gejala pseudotumor !erebri karena
tekanan intrakranial yang meningkat,
o Elemen Pembentukan Darah
(lukokortikoid dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan jumlah sel darah
merah, hal ini terbukti dari seringnya timbul polisitemia pada sindrom !ushing.
"ebaliknya pasien penyakit addison dapat mengalami anemia normokromik, normositik
ringan.
(lukokortikoid juga dapat meningkatkan jumlah leukosit polimorfonuklear,
karena memper!epat masuknya sel-sel tersebut kedalam darah dari sumsum tulang dan
mengurangi ke!epatan berpindahnya sel dari sirkulasi. "ebaliknya jumlah sel limfosit,
eosofil, monosit dan basofil dalam darah dapat menurun sesudah pemberian
glukokortikoid. ,enurunan limfosit, monosit, dan eosinofil tampaknya lebih banyak
disebabkan karena retribusi el dari pada akibat destruksi sel.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
$+
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
o E0ek Anti In0lamasi
Kortisol dan analog sintetik dapat men!egah atau menekan timbulnya gejala
inflamasi akibat radiasi, infeksi 0at kimia, mekanik atau alergen. (ejala ini umumnya
berupa kemerahan, rasa sakit dan panas,pembengkakan ditempat radang. "e!ara
mikroskopik obat ini menghambat manifestasi inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin,
dilatasi kapiler, migrasi leukosit ketempat radang dan aktifitas fagositosis.
,enggunaan klinik kortikosteroid sebagai anti inflamasi merupakan terapi paliatif,
yaitu hanya gejalanya yang dihambat sedangkan penyebab penyakit tetap ada. Karena
gejala inflamasi ini sering digunakan sebagai dasar a.aluasi terapi inflamasi, maka pada
penggunaan glukokortiroid kadang-kadang terjadi masking effeck, dari luar penyakit
nampaknya sudah sembuh tetapi infeksi didalam masih terus menjalar. Konsep terbaru
memperkirakan bahwa efek imunosuspresan dan anti inflamasi yang selama ini dianggap
sebagai efek farmakologi kortikosteroid sesungguhnya se!ara fisiologis pun merupakan
mekanisme protektif.
o aringan Lim0oid dan !istem Imunologi
,ada insufisiensi korteks adrenal terjadi peningkatan massa jaringan limfoid dan
limfositosis, pasien sindrom !ushing menunjukan limfositopenia dan massa jaringan
limfoid berkurang. 'eskipun pada manusia glukokortikoid tidak menyebabkan lisis
jaringan limfoid yang masif, golongan obat ini dapat mengurangi jumlah sel pada
leukimia limfoblastik akut dan beberapa keganasan sel limfosit. Kortikosteroid bukan
hanya mengurangi jumlah limfosit tetapi juga respons imunnya.
(lukokortikoid dan *#) dapat mengatasi gejala klinik hipersensitifitas. Belum
dapat dipastikan apakah dosis terapi kortikosteroid mempunyai efek yang berarti titer
antibodi lg( atau lg< yang berperan aktif pada reaksi alergi atau reaksi autoimun.
o Pertumbuhan
,enggunaan glukokortikoid pada anak dalam waktu yang lama, dapat
menghambat pertumbuhan , karena efek antagonisnya terhadap kerja hormon
pertumbuhan diperifer. <ek ini berhubungan dengan besarnya dosis yang dipakai. ,ada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
$,
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
beberapa jaringan, terutama diotot dan tulang, glukokortiroid menghambat sintesis dan
menambah degradasi protein dan -:*. al ini lah yang menyababkan kegagalan fungsi
hormon pertumbuhan bila digunakan bersama-sama kortikosteroid. 'eskipun demikian
pada beberapa pasien yang diobati untuk jangka lama tinggi badan normal juga tidak
di!apai.
,enghambatan pertumbuhan pada pemakaian kortikosteroid disebabkan oleh
kombinasi berbagai faktor, hambatan somatomedin oleh hormon pertumbuhan, hambatan
sekresi hormon pertumbuhan berkurangnya proliferasi sel di kartilago epifisis dan
hambatan aktifitas osteoblas ditulang.
/) -armakokinetik
Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorbsi !ukup baik. Untuk
mendapatkan efek yang lama kortisol dan esternya diberikan se!ara 1'. ,erubahan struktur
kimia sangat mempengaruhi ke!epatan absorbsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga
mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein. ,redison adalah produg yang
dengan !epat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh. glukokortikoid dapat
diabsorbsi melalui kulit sakus konjungti.a dan ruang sino.ial. ,enggunaan jangka panjang
ayau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistemik, antara lain supresi
korteks adrenal.
,ada keadaan normal, 96; kortosol trikat pada 5 jenis protein plasma yaitu globulin
pengikat kortikosteroid dan albumin. *nfinitas globulin tinggi tetapi kapasitas ikatan rendah,
sebaliknya afinitas albumin rendah tetapi kapasitas ikatannya relatif tinggi. Karena itu pada
kadar rendah atau normal sebagian besar kortikosteroid terikat globulin. Bila kadar
kortikosteroid meningkat jumlah hormon yang terikat albumin dan bebas juga meningkat,
sedangkan yang terikat globulin sedikt mengalami perubahan. Kortikosteroid berkompetisi
sesamanya untuk berikatan dengan globulin pengikat kortikosteroid. Kortisol mempunyai
afinitas tinggi sedangkan metabolit yang terkonyugasi dengan asam glukoronat dan aldoteron
afinitasnya rendah.
Kehamilan atau penggunaan estrogen dapat meningkatkan kadar globulin pengikat
kortikosteroid, kortisol plasma total dan kortisol bebas sampai beberapa kali. )elah diketahui
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
"#
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
bahwa hal ini tidak terlalu bermakna dalam tubuh. Biotransformasi steroid terjadi didalam
dan diluar hati. 'etabolitnya merupakan senyawa inaktif atau berpotensi rendah. ,erubahan
gugus keton menjadi gugus hidroksil hanya terjadi di hati. "ebagian besar hasil reduksi gugus
keton pada atom #
+
melalui gugus hidroksinya se!ara en0imatik bergabung dengan asam
sulfat atau asam glukoronat membentuk ester yang mudah larut dan kemudian diekresi .
reaksi ini terutama terjadi di hepar dan sebagian ke!i di ginjal. "etelah penyuntikan 12 steroid
radioaktif sebagian besar dalam waktu E5 jam diekresi dala urin, sedangkan di fases dan
empedu hampir tidak ada. 8iperkirakan paling sedikit E6; kortisol yang diekresi mengalami
metabolisme di hapar. 'asa paruh eliminasi kortisol sekitar 1,4 jam. *danya ikatan rangkap
atom # 1-5 atau subtitusi atom fluor memperlambat proses metabolisme dan karenanya dapat
memperpanjang massa paruh eliminasi.
1) Indikasi
Ke!uali untuk terapi substitusi pada defisiensi, penggunaan kortikosteroid pada
awalnya lebih banyak bersifat empiris. 8ari pengalaman klinis dapat diajukan minimal B
prinsip terapi yang perlu diperhatikan sebelum obat ini digunakan.9
1. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial and
error, dan harus die.aluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit
5. "uatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya
+. ,enggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik,
tidak membahayakane!uali dengan dosis yang sangat besar.
4. Bila pengobatan diperpanjang sampai 5 minggu atau lebih hingga dosis melebihi
dosis substitusi, insiden efek samping dan efek letal potensial akan bertambah3 dosis
eki.alen hidrokortisol 166 mg>hari lebih dari dua minggu hampir selalu
menimbulkan iatrogenic cushing syndrome. Bila terpaksa pasien harus juga diberi diet
tinggi protein dan kalium. *wasi dan sadari risiko pengaruhnya terhadap metabolism,
terutama bila gejala terkait telah mun!ul misalnya diabetes yang resisten insulin,
osteoporosis, lambatnya penyembuhan luka
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
"$
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
4. Ke!uali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid buan merupakan terapi
kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya
B. ,enghentian pengobatan tiba5 pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,
mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengan!am jiwa pasien.
"e!ara ringkas dapat dikatakan bahwa bila kortikosteroid akan digunakan untuk
jangka panjang, harus diberikan dalam dosis minimal yang masih efektif. 8osis ini ditentukan
se!ara trial and error. ,ada keadaan yang tidak mengan!am jiwa pasien, misalnya untuk
mengurangi nyeri pada arthritis rheumatoid, dosis awal harus ke!il kemudian se!ara bertahap
ditingkat sampai keadaan tersebut mereda dan dapat ditoleransi pasien. Kemudian dalam
periode singkat dosis harus diturunkan bertahap sampai ter!apai dosis minimal dimana gejala
semula timbul kembali. Bila terapi bertujuan mengatasi keadaan yang dapat mengan!am
pasien misalnya pemfigus maka dosis awal haruslah lebih besar. Bila dalam beberapa hari
belum terlihat efeknya, dosis dapat dilipatgandakan. 8alam hal ini, sebelum mengambil
keputusan, dokter harus dapat mempertimbangkan antara bahaya pengobatan dan bahaya
akibat penyakit sendiri.
Untuk keadaan yang tidak mengan!am jiwa pasien, kortikosteroid dosis besar dapat
diberikan untuk waktu singkat selama tidak ada kontraindikasi spesifik.
Besarnya dosis glukokortiroid yang dapat menyebabkansupresi hipofisis dan korteks
adrenal ternyata sangat ber.ariasi dan belum dapat dipastikan dengan tepat. Umumnya,
makin besar dosis dan makin lama waktu pengobata, makin besar kemungkinan terjadinya
supresi tersebut. Untuk mengurangi resiko supresi hipofisis-adrenal ini, dapat dilakukan
modifikasi !ara pemberian obat, misalnya dosis tunggal selang 1 atau 5 hari, tetapi !ara ini
tidak dapat diterapkan untuk semua penyakit. "ediaan yang masa kerjanya panjang juga tidak
dapat diberikan menurut !ara ini.
6) Terapi !ubstitusi
,emberian kortiosteroid disini bertujuan memperbaiki kekurangan akibat insufisiensi sekresi
korteks adrenal akibat gagguan fungsi atau struktur adrenal sendiri $insufisiensi primer% atau
hipofisis $insufisiensi sekunder%.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
""
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
Insu0isiensi adrenal akut
Keadaan ini umunya disebabkan oleh kelainan pada adrenal atau oleh
penghentian pengobatan kortikosteroid dosis besar se!ara tiba-tiba.
Bila insufisiensi primer, 56-+6 mg hidrokortison harus diberikan tiap hari,
dinaikkan bila dalam keadaan stress. ,erlu diberi juga preparat mineralokortiroid
yang dapat menahan :a dan air. preparat sintesis yang ke!il efek menahan airnya
jangan dipakai untuk kondisi ini.
Bila yang terjadi insufisiensi akibat kortikostreroid dosis besar jangka lama
yang dihentikan tiba-tiba pasien harus se!epatnya diberi9 air, natrium, klorida,
glukosa, ortisol serta pen!egahan terhadap infeksi, trauma, dan pendarahan. (ejalanya
!ukup berat antara lain berupa gangguan saluran !erna, dehidrasi, rasa lemah dan
hipotensi. ,asien mudah mengalami intoksikasi air, karena menurunnya fungsi
dieresis sehingga sering terjadi hidrasi sel. "elain pemberian larutan :a#l isotoni!
12,dapat ditambahkan glukosa untuk mengatasi hipoglikemia. Aumlah !airan yang
diberikan dalam waktu 54 jam pertama tidak boleh lebih dari 4; dari berat badan
ideal. ,asien harus terus dimonitor karena sewaktu-waktu dapat terjadi peninggian
tekanan .ena dan edema paru, mengngat kapasitas kerja system kardio.askular dapat
menurun. idrokortison $kortisol% diberikan se!ara bolus 12 awal 166 mg dan
dilanjutkan dengan pemberian dalam !airan 12 yang diberikan dengan ke!epatan 166
mg tiap 7 jam sampai pasien stabil. Aumlah ini sesuai dengan sekresi kortisol
maksimal per hari dalam keadaan stress. "etelah pasien stabil, dosis hidrokortison
dikurangi hingga 54 mg tiap B-7 jam. "elanjutnya pasien diperlakukan sama dengan
pasien insufisiensi adrenal kronik.
Insu0isiensi adrenal kronik
Kelainan akibat operasi atau lesi korteks adrenal ini dapat diatasi dengan
pemberian 56-+6 mg per hari dalam dosis terbagi $56 mg pada pagi hari dan 16 mg
sore hari%. Banyak pasien memerlukan juga mineralkortikoid fluorokortison asetat
dengan dosis 6,1-6,5 mg per hari3 atau !ukup dengan kortison dan diet tinggi garam.
)erapi tergantung dari keadaan pasien dalam rasa kesegaran badannya $well being%,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
"'
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
nafsu makan, berat badan, kekuatan otot, timbulnya pigmentasi, tekanan darah dan
tidak adanya hipotensi ortostetik.
H7perplasia adrenal kongenital
,ada penyakit turunan ini terjadi defisiensi akti.itas salah satu atau lebih
en0im yang diperlukan untuk biosintesis kortikosteroid. Karena produksi kortisol dan
atau aldosteron berurang dan tidak terjadi reaksi umpan negati.e, maka produksi
hormon steroid bertambah. 8alam hal ini gejala klinik yang timbul, hasil pemeriksaan
laboratorium dan terapinya, tergantung dari jenis en0im yang terganggu.
ampir 96; pasien dengan kelainan ini mengalami penurunan akti.itas en0im
51-hidroksilase, sehingga pembentukan 51-hidroksisteroid akan terhambat.
,enghambatan ini biasanya parsial, sehingga masih terbentuk glukokortikoid dan
mineralokortioid yang !ukup untuk mempertahankan hidup. *kibat terhambatnya
pembentukan 11-desokdisortikol dari 1E /-hidroksi progesterone, reaksi biosintesis
aan disalurkan ke arah pembentukan hormone androgen, akibatnya terjadi .irilisasi
pada ank perempuan atau timbulnya tanda-tanda seks sekunder yang lebih dini pada
anak laki-laki. ,ertumbuhan linier anak akan diper!epat tetapi tidak men!apai tinggi
badan normal setelah dewasa karena penutupan epifise terjadi lebih !epat.
,ada tipe hipertensif, akti.itas en0im 11-hidroksilase berkurang, sedangkan
pembentukan 11-desoksikortikosteron berjalan seperti biasa. *kibat berkurangnya
pembentukan kortisol sekresi *#) akan meningkat. al ini dapat meningkatkan
sekresi desoksikortikosteron. "emua pasien hyperplasia adrenal !ongenital
membutuhkan terapi substitusi kortisol, dan bila perlu juga dapat diberikan
kortikosteroid yang meretensi :aH.
Insu0isiensi adrenal sekunder akibat insu0isiensi adenohipo0isis)
(ejala utama insufusiensi adrenal ini ialah hipoglikemia, sedangkan
keseimbangan air dan elektrolit normal karena sekresi aldosteron tetap normal. )erapi
substitusi dengan kortisol, pagi hari 56 mg dan sore 16 mg, disesuaikan dengan siklus
diurnal sekresi adrenal. "esudah insufisiensi adrenal terkendali, dapat ditambahkan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
"%
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
tiroid. "ebab bila langsung diberikan tiroid tanpa kortisol mungkin terjadi insufisiensi
adrenal akut.
8) Terapi Non4Endokrin
8ibawah ini dibahas bebrapa penyakit yang bukan merupakan kelainan adrenal atau
hipofisis, tetapi diobati dengan glukokortikoid. 8asar pemakaian kortikosteroid disini adalah
efek antiinfamasinya dan kemampuannya menekan reaksi imun. ,ada penyakit yang dasarnya
respon imun, obat ini bermanfaat. ,ada keadaan yang perlu penanganan reaksi radang atau
reaksi imun untuk men!egah kerusakan jaringan yang parah dan menimbulkan ke!a!atan,
penggunaan kortikosteroid mungkin berbahaya sehingga perlu disertai dengan penanganan
tepat bagi penyebabnya. Lang dipakai adalah preparat kerja singkat dan kerja sedang
misalnya prednisone atau prednisolon dengan dosis serendah mungkin. Kemungkinan efek
samping harus terus dimonitor.
8osis glukoortikoid yang digunakan ber.ariasi, sesuai dengan keadaan penyakitnya.
Umumnya dianjurkan dosis prednison sebagai prototip sediaan kortikosteroid, tetapi hal ini
tidak berarti bahwa obat ini mempunyai keistimewaan dibandingkan sediaan lain. Untuk
membandingkan potensi sediaan lain dari golongan glukokortikoid dapat dilihat pada tabel +4+)
-ungsi paru pada 0etus
,enyempurnaan fungsi paru fetus dipengaruhi sekresi kortisol pada fetus.
,emberian kortikosteroid dosis tinggi pada ibu hamil akan membantu pematangan
fungsi paru pada fetus yang akan dilahirkan premature sehingga risiko
terjadinya respiratory distress syndrome, pendarahan intra.entrikular dan kematian
berkurang. Betametason atau deksametason selama 5 hari diberikan pada minggu ke
5E-+4 kehamilan. 8osis terlalu banyak akan mengganggu berat badan dan
perkembangan kelenjar adrenal fetus.
Artritis
Kortiosteroid hanya diberikan pada pasien arthritis rheumatoid yang sifatnya
progresif, dengan pembengkakan dan nyeri sendi yang hebat sehingga psien tidak
dapat bekerja, meskipun telah diberikan istirahat, terapi fisik dan obat golongan anti-
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
")
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
inflamasi nonsteroid. ,ada awalnya diberikan prednisone E,4 mg sehari dalam dosis
terbagi, sementara itu pasien tetap istirahat dan diberikan fisioterapi serta salisilat.
8osis predniso dapat dapat ditambah sampai gejala berkurang, kemudian
dipertahankan sesuai . kebutuhan dan ditentukan dosis pemeliharaan seke!il mungkin.
,enyembuhan yang sempurna sulit diharapkan. Kadang-kadang diperlukan pemberian
suntikan intra artikular, yakni triamsinolon asetonid 4-56 mg. untuk pasien yang
sedang mengalami akut, dengan gejala lokal rasa panas, pembengkakan, disertai rasa
saki di sendi, dianjurkan untuk tidak diberi steroid dengan !ara ini berulang kali,
karena dapat menyebabkan Martopatia #har!otN, suatu destruksi sendi tanpa rasa sakit.
,enyuntikan intrasendi sebaiknya dibatasi dn jarak antar suntikan adalah + bulan.
Kortiosteroid sring perlu didampingi oleh obat unosupresan misalnya
metrotreksat atau siklofosfamid yang dalam jangka panjang lebih bermanfaat daripada
steroid saja. Karena efek samping yang berat, steroid hanya dipakai sementara dan
dilanjutkan dengan metrotreksat saja atau obat baru lain yang menghambat ):C-/.
Kortiosteroid yang terpilih dengan masa kerja sedang misalnya prednisone atau
prednisolon, bukan deksametason yang bekerja lama. al ini akan
mempermudah tapering off atau pengurangan dosis menjadi tiap 5 hari sekali.
"arditis reumatik
Karena belum ada bukti kortikosteroid lebih baik dari salisilat, sedangkan
risiko penggunaan kortiosteroid lebih besar, maka pengobatan karditis reumatik
dimulai dengan salisilat. Kortikosteroid hanya digunaan pada keadaan akut, pada
pasien yang tidak menunjukkan perbaikan dengan salisilat saja, atau sebagai terapi
permulaan pada pasien dalam keadaan sakit keras dengan demam, payah jantung akut,
aritmia dan perikarditis. 8isini diberikan prednison 46 mg sehari dalam dosis terbagi.
8ianjurkan agar sesudah kortikosteroid dihentikan salisilat tetap diteruskkan, karena
sering terjadi reakti.asi penyakit.
Pen7akit ginjal
Kortikosteroid dapat bermanfaat pada sindrom nefrotik yang disebabkan lupus
eritematosus sistemik atau penyakit ginjal primer, ke!uali amiloidosis. ,rednisone B6
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
"*
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
mg sehari dalam dosis terbagi diberikan disertai peningkatan dieresis dan terjadi
penurunan proteinuri, dosis pemeliharaan dapat diberikan sampai satu tahun, tetapi
prednisone hanya diberika + hari pertama dalam setiap minggu.
Pen7akit kolagen
,emberian dosis besar $prednisone 1-5 mg>kg atau sediaan lain yang
ekui.alen% bermanfaat untuk eksaserbasi akut, sedangkan terapi jangka panjang
hasilnya ber.ariasi. ,ada polimiositis, poliartritis nodosa, poliartritis granulamatosa,
dan dermatomiosis yang hebat, terapi dimulai dengan dosis besar $prednisone 1-5
mg>kg>hari% selama 5-+ bulan, kemudian dosis dapat diturunan bertahap bila telah
terlihat klinis, sampai dosis minimal yang efektif $sekitar E,4-16 mg>hari%. Untuk
s!leroderma umumnya obat ini kurang bermanfaat. (lukokortikoid dpat menurunkan
mordibitas dan memperpanjang masa hidup pasien poliartritis nodosa dan
granulomatosis Oegener.
,ada beberapa pasien lupus eritematosus tertentu, terutama yang fungsi
ginjalnya juga terganggu, juga pernah digunakan kombinasi glukokortikoid dan
siklofosfamid.
)erapi awal dengan kortikosteroid pada polimiositis atau dermatomiositis,
menyembuhkan sekitar E4-96; pasien dengan dosis prednisone B6 mg>hari atau 1
mg>kg>hari untuk dewasa dan 1-5 mg>kg>hari untuk anak. 8osis harus diturunkan bila
telah terlihat adanya perbaikan.
Asma bronkial dan pen7akit saluran napas lainn7a)
-espons asma terhadap farmakoterapi ber.ariasi antar indi.idu, sehingga
dapat ditemukan pasien yang resisten terhadap steroid meskipun jarang dan tidak
menunjukkan hasil baik dengan inhalasi steroid. Kortikosteroid saat ini diberikan
segera pada serangan akut pasien asma bronkial akut maupun bronkial kronik untuk
mengatasi se!ara !epat reaksi radang yang ternyata selalu terjadi pada saat serangan
asma. (lukokortikoid tidak se!ara langsung berefek sebagai bronkodilator. )etapi
sebagai anti inflamasi obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
"
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
kemokin, menghambat sintesis eikosanoid, menghambat peningkatan basofil,
eosinofil, dan leukosit lain dijaringan paru-paru dan menurunkan permeabilitas
.askular, sehingga saat ini kortikosteroid adalah obat paling efektif untuk asma
bronkial. ,engobatan sistemik beresiko tinggi untuk timbulnya efek samping serius,
penemuan glukokortikoid inhalasi merupakan kemajuan besar dalam terapi asma
karena obat langsung sampai ke target organ sehingga sangat efektif sedangkan resiko
efek samping sistemik sangat rendah.
"aat ini ada 4 preparat yang berbentuk inhalasi yaitu beklometason
dipropinoat, triamsinolon asetonid, flunisolid, budesonid, flutikason propinoat. 1ndeks
terapi semua preparat hampir tidak berbeda bila digunakan dalam dosis yang
dianjurkan. 1nhalasi digunakan untuk pen!egahan, tetapi dibutuhkan waktu !ukup
lama dalam pengawasan dokter untuk men!apai keadaan berkurangnnya hiper-
reakti.itas paru. ,asien yang dianggap perlu ditangani dengan terapi inhalasi
kortikosteroid adalah pasien asma yang membutuhkan P5-adrenergik agonis 4 kali
atau lebih dalam satu minggu. 8osis untuk tiap indi.idu harus di!ari dan dapat
berbeda antar indi.idu. <fek samping sistemik dapat terjadi bila obat tertelan, tetapi
preparat terkini mengalami metabolisme lintas pertama sehingga lebih ke!il
kemungkinan efek sistemiknya.
,ada status asmatikus atau asma kronis yang berat, glukokortikoid dosis besar
harus segera diberikan3 metilprednisolon-:a-suksinat B6-166 mg setiap B jam dapat
diberikan se!ara 12. Bila gejala mereda, dapat diikuti pemberian prednison oral 46-B6
mg>hari. 8osis diturunkan bertahap sampai hari ke-16 terapi dapat dihentikan. )erapi
nonsteroid dapat diberikan setelah keadaan mereda.
<ksaserbasi akut asma dapat dilatasi dengan prednison +6 mg, 5 kali sehari
selama 4 hari kemudian bila masih perlu terapi dapat diperpanjang dengan dosis yang
lebih rendah. Bila pemberian obat anti-asma lain memberikan respons baik,
kortikosteroid dapat dihentikan dengan !ara yang benar. (ejala supresi fungsi adrenal
dapat timbul dalam waktu 1-5 minggu, tergantung besar dosis. "aat ini hampir semua
asma dapat diatasi dengan inhalasi kortikosteroid.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
"+
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
,asien yang sedang menggunakan glukokortikoid oral harus menurunkan
dosis se!ara bertahap, bila akan memulai inhalasi beklometason. 1nhalasi ini sering
menyebabkan kandiasis oofarings tanpa gejala, pen!egahan diupayakan dengan
berkumur setiap kali pemakaian.
-esiko efek samping yang ditakuti misalnya penekanan sumbu hipotalamus-
hipofisa-korteks adrenal tidak bermakna pada dosis budesonid atau beklometason
Q1466 ?g>hari pada dewasa dan Q466 ?g>hari pada anak. Begitu pula gangguan
metabolisme karbohidrat dan lipid tak nyata pada beklometason Q1666 ?g>hari.
,urpura atau penipisan kulit dapat terjadi dan terkait dengan dosis pemakaian
beklometasom 466-5666 ?g>hari. 8isfoni hampir tak pernah terjadi, kandiasis Q4;
dan menurun dengan penggunaan alat khusus $spa!er de.i!e%, hambatan perumbuhan
tidak terbukti dan sulit dipisahkan antara efek obat dari penytakitnya.
Kortikosteroid juga digunakan pada #=,8 $chronic obstructive pulmonary
disesase) terutama bila diduga masih re.ersibel. asil terapi tidak sebaik pada kasus
asma.
Pen7akit alergi)
(ejala penyakit alergi yang hanya berlangsung dalam waktu tertentu, dapat
diatasi dengan glukokortikoid sebagai obat tambahan disamping obat primernya3
misalnya pada hay-fe.er, penyakit serum, urtikaria, dermatitis kontak, reaksi obat,
edeme angioneurotik. ,ada reaksi yang gawat , misalnya anafilaksis dan edema
angioneurotik glotis, diperlukan pemberian adrenalin dengan segera. ,ada keadaan
yang mengan!am jiwa pasien, korikosteroid dapat diberikan 12, misalnya
deksametason natrium fosfat$7-15 mg%. ,ada penyakit yang tidak begitu berat, seperti
penyakit serum, hay-fever, antihistamin masih merupakan pilihan obat utama.
Pen7akit mata)
Kortikosteroid dapat mengatasi gejala inflamasi mata bagian luar maupun
segmen anterior. =bat dapat diberikan pada kantung konjungti.a yang akan men!apai
kadar terapi dalam !airan mata, sedangkan pada gangguan bagian mata posterior lebih
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
",
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
baik diberikan sistemik. Umumnya dipakai larutan deksametason fosfat 6,1; pagi
dan siang3 dan salep mata deksametason fosfat 6,64; pada malam hari. 1nflamasi
segmen posterior diatasi dengan +6 mg prednison oral per hari dalam dosis yang
terbagi.
Korikosteroid dapat meningkatkan tekanan intraokular, maka bila obat
digunakan lebih dari 5 minggu dinjurkan untuk memeriksa tekanan intraokular se!ara
teratur.
,ada konjungti.itas karena bakteri, .irus, atau fungus, obat ini dapat
menimbulkan masiking effe!t sehingga infeksi dapat terus menjalar kedalam dan
menimbulkan kebutaan. al ini yang membahayakan ini harus disadari saar
memberikan preparat kombinasi dengan antibiotik. =bat ini tidak boleh digunakan
pada herpes simples mata$ dentritis keratitis%, karena dapat memperburuk keadaan dan
menimbulkan kekeruhan kornea yang menetap.
,ada laserasi dan abrasio mata akibat trauma mekanik, kortikosteroid topikal
dapat memperlambat penyembuhan dan menyebarkan infeksi. Kortikosteroid tidak
boleh diberikan pada pasien glaukoma sudut sempit ke!uali sangat diperlukan
$kontraindikasi relatif%.
Pen7akit kulit)
Berma!am-ma!am kelainan kulit dapat diobati dengan sediaan steroid topikal.
Lang harus diperhatikan ialah kadar kandungan steroidnya. <rupsi eksematosa
biasanya diatasi dengan salep hidrokortison 1;. Untuk meningkatkan absorbsi dan
efekti.itasnya, krim atau salep ditutup dengan plastik transparan. :amun !ara ini
dapat memperbesar absorpsi sistemik dan memungkinkan timbulnya efek samping.
,ada penyakit akut dan berat serta pada eksaserbasi penyakit kulit kronik,
kortikosteroid diberikan se!ara sistemik. Untuk itu digunakan prednison 46 mg per
hari. ,ada pemfigus, pemberian prednison dapat men!apai 156 mg, dan pada kasus ini
kortikosteroid bersifat live saving. ,ada pembuatan topikal harus disadari
kemungkinan timbulnya efek merugikan, misalnya kulit yang menipis.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
'#
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
Pen7akit hepar)
Uji klinis menunjukkan bahwa glukokortikoid dapat memperpanjang msa
hidup pasien mekrosis hepar subakut dan hepatitis kronik aktif, hepatitis alkoholik,
sirosis non alkoholik pada wanita. ,ada hepatitis kronik aktif, dapat diberikan
prednison B6-166 mg>hari. 8osis diturunkan bertahap bila ada perbaikan penyakit.
Kortikosteroid hanya diberikan pada hepatitis alkoholik yang hebat, dengan gejala
ensafalopati-hepatika, digunakan prednison 46 mg sehari selama satu bulan,
kemudian dihentikan selama 5 sampai 4 minggu. ,ada penurunan fungsi hepar yang
berat lebih baik digunakan prednisolon daripada prednison karena masih harus diubah
hepar menjadi prednisolon.
,ada hepatitis autoimun 76; pasien menunjukkan remisi se!ara histologis bila
diberi prednison 46-B6 mg sehari diturunkan dengan bertahan sampai dosis
pemeliharaan E,4-16 mg sehari bila kadar serum transaminase menurun.
"eganasan)
@eukimia limfositik akut dan limfoma dapat diatasi dengan glukokortikoid
karena efek antilimfositiknya. ,rednison biasanya digunakan bersama dengan
alkilator, antimetabolit dan alkaloid .inka. "elama pengobatan selain e.aluasi klinik
perlu dilakukan pemeriksaan darah dan sumsum tulang.
Kira-kira 14; pasien karsinoma mamae mengalami regresi setelah pemberian
prednisolon +6 mg sehari. 8iduga regresi ini disebabkan oleh supresi korteks adrenal,
sehingga menurunkan produksi androgen yang merupakan prekursor esterogen yang
menstimulasi tumor. ,asien karsinoma prostat yang telah mengalami kastrasi dapat
juga diberi sediaan ini untuk mensupresi androgen adrenal.
2angguan hematologik lain)
*nemia hemolitik auto-imun yang idiopatik maupun yang a!Juired memberi
respons yang baik terhadap terapi steroid. =bat ini tidak akan mengurangi hemolisis
pada reaksi-transfusi, meski mungkin dapat mengurangi hemolisis yang diinduksi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
'$
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
oleh obat $drug-indu!ed-hemolysis%. ,ada trombositopeni! ,urpura diberikan 1-1,4
mg>kgBB sehari.
!7ok)
Kotikosteroid sering digunakan untuk mengatasi syok. ,ada syok anafilaktik
mungkin manfaatnya adalah melalui efek permisi.e yaitu membuat adrenalin bekerja
lebih baik mengatasi syok tersebut, adrenalin tetap merupakan obat utama yang harus
diberikan. Untuk syok septik, sampai sekarang masih banyak pertentangan pendapat3
ada yang memberikan kortikosteroid dosis besar, yakni hidrokortison +66 mg yang
diberikan se!epat mungkin3 adapula yang menggunakan deksametason +-4 mg>kgBB,
dalam bentuk bolus 12, dan bila pelu dapat diulang sesudah 4 jam. Untuk syok
kardiogenik, dapat diberikan deksametason 56-46 mg se!ara 12 dan dapat diulang
sesudah 1-5 jam.
Edema serebal)
(lukokortikoid sangat efektif untuk men!egah atau mengobati edema serebral
karena parasit atau tumor otak. )erutama pada kasus metastasis. <dema akibat abses
memberikan respon yang baik terhadap steroid. Uji klinik tidak membuktikan manfaat
pada edema akibat trauma atau perdarahan otak meskipun obat ini banyak
digunakan.
Trauma sumsum tulang belakang %spinal 9ord injur7')
Uji klinik multisentra membuktikan manfaat metilprednison dosis besar $+6
mg>kgBB dilanjutkan infus 4,4 mg>kgBB per jam selama 5+ jam% sebelum 7 jam
setelah trauma akan mengurangi gejala neurologis.
:) "ontra Indikasi
"ebenarnya sampai sekarang tidak ada kontra indikasi absolut kortikosteroid.
,emberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang
mungkin dapat merupakan kontra indikasi relatif dapat dilupakan, terutama pada keadaan
yang mengan!am jiwa pasien. Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atau beberapa
minggu, kontra indikasi relatif yaitu diabetes mellitus, tukak pepti!>duodenum, infeksi berat,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
'"
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
hipertensi atau gangguan sistem kardio.askular lain patut diperhatikan. 8alam hal yang
terakhir ini dibutuhkan pertimbangan matang antara resiko dan keuntungan sebelum obat
diberikan.
(;) E0ek !amping
*da dua penyebab timbulnya efek samping pada penggunaan kortikosteroid. <fek
samping dapat timbul karena penghentian pemberian se!ara tiba-tiba atau pemberian terus-
menerus terutama dengan dosis besar.
,emberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan
insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam, mialgia, artralgia dan malaise. 1nsufisiensi
terjadi akibat kurang berfungsinya kelenjar adrenal yang telah lama tidak memproduksi
kortikosteroid endogen karena rendahnya mekanisme umpan balik oleh kortikosteroid
eksogen. (ejala-gejala ini sukar dibedakan dengan gejala reakti.asi arthritis rheumatoid atau
demam reumatik yang sering terjadi bila kortikosteroid dihentikan.
Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan !airan dan elektrolit,
hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuber!ulosis, pasien tukak
pepti! mungkin dapat mengalami perdarahan atau perforasi, osteoporosis, miopati yang
karakteristik, psikosis, habitus pasien #ushing $antara lain moon face, buffalo hump,
timbunan lemak suprakla.ikular, obesitas sentral, ekstremitas kurus, striae, ekimosis, akne
dan hirsutisme%
*lkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan deri.ate
kortikosteroid sintetik dan hampir tidak pernah dijumpai pada pasien dengan terapi 1B-/-
substitusi seperti triamsinolon dan deksametason. Keadaan ini mudah diatasi denga
pemberian K#@ tanpa menghentikan pengobatan. ,enggunaan triamsinolon dan
deksametason lebih !o!ok bagi pasien yang !enderung menderita edema, pengobatan dapat
diteruskan dengan desertai dengan diet rendah garam dan pemberian diuretik. (likosuria
dapat diatasi dengan diet dan pemberian insulin atau hipoglikemik oral
Kepekaan terhadap injeksi pada pasien yang mendapat kortikosteroid tidak bersifat
spesifik untuk bakteri atau fungus pathogen tertentu. Bila terjadi infeksi, dosis kortikisteroid
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
''
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
harus tetap dipertahankan atau ditambah, dan harus dilakukan pengobatan antibioti!>fungal
yang terbaik terhadap infeksi tersebut se!ara bersamaan
)ukak pepti! ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan
kortikosteroid. "ebab itu bila ada ke!urigaan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
rodiologi terhadap saluran !erna bagian atas sebelum obat diberikan. ,emberian dosisi besar
sebaiknya dilakukan pada waktu lambung berisi, dan di antara waktu makan diberikan
anta!id bila perlu. ,erforasi yang terjadi sewaktu terapi kortikosteroid dosis besar sangat
berbahaya karena dpat berlangsung dengan gejala klinis minimal
'iopati biasanya terjadi pada otot proksimal lengan dan tungkai, bahu dan pel.is,
pada pengobatan denga dosis besar. al ini dapat terjadi segera setelah pengobatan dimulai.
'iopati merupakan komplikasi yang berat, obat harus segera dihentikan. (ejala ini hilangnya
lambat dan otot mungkin tidak dapat kembali normal dengan sempurna.
,sikosis merupakan komplikasi berbahaya dan sering terjadi. 'eskipun demikian
pada penyakit yang sangat berbahaya obat ini dapat diteruskan, sedangkan pada keadaan
yang ringan dosis obat harus segera dikurangi. (angguan psikiatrik ini dapat timbul dalam
berbagai bentuk, antara lain ner.ositas, insomnia, perubahan mood dan jiwa serta timbulnya
tipe psikopati mani!-depresif atau ski0ofrenik. Ke!endrungan bunuh diri sering timbul.
Beberapa penyidik menyatakan bahwa timbulnya gejala-gejala ini disebabkan adanya
gangguan keseimbangan elektrolit dalam otak, sehingga mempengaruhi kepekaan otak. Auga
dikatakan tidak terdapat hubungan dosis yang diberikan dengan gejala yang timbul. (ejala-
gejala ini lebih sering timbul pada pasien yang sebelumnya pernah menderita psikosis atau
bentuk ner.ositas lain dan kelainan kepribadian. (angguan jiwa akibat pengunaan hormone
ini dapat hilang segera atau dalam beberapa bulan setelah obat dihentikan. "elain gangguan
jiwa juga mungkin terjadi serangan kon.ulsi, terutama pada anak-anak.
=steoporosis dan fraktur .ertebra karena kompresi juga merupakan komplikasi hebat
yang sering terjadi pada semua umur. 2ertebra pasien dengan terapi glukokortikoid untuk
beberapa bulan, harus diperiksa se!ara radiologi!. Bila terdapat gejala osteoporosis
pengobatan harus dihentikan. al ini perlu diperhatikan pada wanita yang mati haid yang
sedang mendapat pengobatan kortikosteroid
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
'%
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
iperkoagulabilitas darah dengan kejadian tromboemboli telah ditemukan terutama
pada pasien yang mempunyai penyakit yang memudahkan terjadinya trombisis intra.as!ular.
,engobatan kortikosteroid dosis besar pada pasien ini, harus disertai pemberian antikoagulan
sebagai terapi profilaksis.
(() !ediaan dan Posologi
"ediaan kortikosteroid dapat diberikan se!ara oral, parental $12, 1', intrasino.ial dan
intralesi% dan topi!al pada kulit atau mata $dalam bentuk salep, krim, losio% atau aerosol
melalui jalan nafas. ,ada semua !ara pemberian topi!al kortikosteroid dapt diabsorbsi dalam
jumlah !ukup untuk menimbulkan efek sistemik dan menyebabkan penekanan
andrnokortikosteroid.
(+) Penghambat "ortikosteroid
)elah ditemukan beberapa 0at yang dapat menghambat sekresi kortikosteroid, antara
lain yang akan dibahas adalah metirapon dan amino-glutemid. Ketokona0ol, suatu antifungal,
menhambat steroidogenesis karena menghambat en0im #L,1E $1E alfa hidroksilase%, hal ini
dapat menghambat interaksi obat. Ketokona0ol belum diketahui manfaat kliniknya untuk
menghambat produksi steroid. 'ifepriston menghambt mekanisme umpan balik sehingga
meningkatkan *#) dan kortisol. Karena kemampuaannya menghambat kortikosteroid obat
ini sedang diteliti kemungkinan kegunaannya untuk kasus hiperkortisisme. "aat ini digunakan
hanya bila obat lain tidak berhasil.
METI#AP$N) =bat ini menghambat kerja en0im 11-P-hidroksilase %lihat gambar
+', sehingga reaksi berhenti pada pembentukan 11-desoksi-kortisol, yang tidak mempunyai
efek penghambatan terhadap sekresi *#). *kibatnya, metirapon pada orang normal dapat
menimbulkan peningkatan sekresi *#) dan ekskresi 11-desoksikortisol, suatu 1E-
hidroksikortikoid.
'etirapon digunakan untuk menguji kemampuan hipofisis untuk mengadakan
kompensasi terhadap penurunan kortisol. ,ada pasien dengan gangguan simtem hipotalamus-
hipofisis yang tidak dapat mengadakan reaksi kompensasi tersebut, pemberian metapiron
tidak menimbulkan penigkatan ekskresi 1E-hidroksikortikoid. "ebelum penggunaan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
')
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
metapiron, lebih dahulu harus diketahui bahwa fungsi adrenal terhadap rangsangan *#)
normal, karena metapiron hanya berguna bila adrenal masih berfungsi terhadap rangsangan
*#). ,ada pasien dengan fungsi sekretoris adrenal yang menurun, obat ini dapat
menyebabkan insufisiensi adrenal yang akut.
'etirapon dapat mengatasi keadaan hiperkortisolisme akibat neoplasma adrenal yang
berfungsi se!ara otonomik atau akibat produksi *#) ektopik oleh adanya tumor. :amun
pada hiperkortisol akibat hiper sekresi *#) pada sindroma #ushing, metapiron tidak dapat
digunakan. 8isini penurunan kadar kortisol dalam darah akibat metapiron merangsang
pengluaran *#), selanjutnya merangsang sekresi kortisol yang berada dalam
penghambatan parsial, sehingga kadarnya dalam plasma kembali pada keadaan sebelum
pemberian metapiron. ,enggunaan jangka lama dapat menyebabkan hipertensi kerena sekresi
desoksikortikosteroidyang berlebihan. 'etapiron tersedia dalam bentuk tablet orang 546 mg.
,engobatan dengan aminoglutetimid tidak bersifat kuratif, relaps terjadi setelah terapi
dihentikan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
'*
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
BAB III
PENUTUP
"E!IMPULAN
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinisyang
sangat luas. 'amfaat dari preparat ini !ukup besar tetapi karena efek
sampingyang tidak diharapkan !ukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi.
Berdasarkan khasiatnya, kortikosteroid dibagi menjadi mineralokortikoid dan glukokortikoid.
'ineralokortikoid mempunyai efek terhadap metabolisme elektrolit :a dan K, yaitu
menimbulkan efek retensi :a dan deplesi K, maka mineralokortikoid jarang digunakan dalam
terapi. "edangkan glukokortikoid mempunyai efek terhadap metabolisme glukosa, anti
imunitas, efek neuroendokrinologik dan efek sitotoksik. "ebagian besar khasiat yang
diharapkan dari pemakaian kortikosteroid adalah sebagai
antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat inilah kortikosteroid
banyak digunakan dalam pengobatan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
'
Konsep Terapi Kortikosteroid Hotris Anandita Vitalli
DA-TA# PU!TA"A
() Kat0ung, B.(. 5665. MCarmakologi 8asar dan KlinikN. "alemba 'edika.Aakarta
+) "uherman, ".K. 1999. MCarmakologi dan )erapiN. CKU1. Aakarta.
,) "!himmer B,, ,arker K@. *dreno!orti!al hormone3 *dreno!orti!al steroid and their
syntheti! analogs3 inhibitors of the synthesis and a!tions of *dreno!orti!al hormones.
1n ardman A(. @imbird @<. 'alinoff <B eds. (oodman R (ilmanSs )he
,harma!ologi!al Basis of )herapeuti!s 9
th
ed. '! (raw-ill, :ew Lork9 199B
.) =rth 8:, Ko.a!s OA. )he *drenal #orte&. 1n Ko.a!s OA ed. Oilliams )e&book of
<ndo!rinology, 9
th
ed. OB "aunders, ,hiladelphia9 1997
/) #astillo @, #hernwo B. <ndo!rine 8isorders, *drenal #orte& ,hysiology. 1n olbrook
,- ed. )e&tbook of #riti!al #are. OB "aunders, ,hiladelphia9 199+
1) "herwood, @. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. <d5. 5661. <(# 9 Aakarta.
6) 'urray -obert K, et. al. Biokimia arper. <d. 5E. Aakarta 9 <(#, 566+.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode !uli "#$% & $' Septem(er "#$%
'+

Anda mungkin juga menyukai