Anda di halaman 1dari 9

PATOFISIOLOGI

Infark miokard akut sering terjadi pada orang yang memiliki satu atau lebih faktor resiko seperti
: obesitas, merokok, hipertensi dan lain-lain. Faktor-faktor ini disertai dengan proses kimiawi
terbentuknya lipoprotein di tunika intima yang dapat menyebabkan interaksi fibrin dan patelet
sehingga menimbulkan cedera endotel pembuluh darah korner.Interaksi tersebut menyebabkan
invasi dan akumulasi lipid yang akan membentuk plak fibrosa. Timbunan plak menimbulkan lesi
komplikata yang dapat menimbulkan tekanan pada pembuluh darah dan apabila ruptur dapat
terjadi thrombus. Thrombus yang menyumbat pembuluh darah menyebabkan aliran darah
berkurang, sehingga suplay O2 yang diangkut dara ke jaringan miokardium berkurang yang
anaerob yang berakibat penumpukan asam laktat. Asam laktat yang meningkat menyebabkan
nyeri dan perubahan pH endokardium yang menyebabkan perubahan elektro fisiologi
endokardium, yang pada akhirnya menyebabkan perubahan sistem konduksi jantung sehingga
jantung mengalami disritmia.Iskemik yang berlangsung lebih dari 30 menit menyebabkan
kerusakan otot jantung yang ireversibel dan kematian otot jantung (infark). Miokardium yang
mengalami kerusakan otot jantung atau nekrosis tidak lagi dapat memenuhi fungsi kontraksi dan
menyebabkan keluarnya enzim dari intrasel ke pembuluh darah yang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan laboratorium. Otot jantung yang infark mengalami perubahan selama
penyembuhan. Mula-mula otot jantung yang mengalami infark tampak memar dan siarotik
karena darah di daerah sel tersebut berhenti. Dalam jangka waktu 2 4 jam timbul oedem sel-sel
dan terjadi respon peradangan yang disertai infiltrasi leukosit.Infark miokardium akan
menyebabkan fungsi vertrikel terganggu karena otot kehilangan daya kontraksi. sedang otot yang
iskemik disekitarnya juga mengalami gangguan dalam daya kontraksi secara fungsional infark
miokardium akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada daya kontraksi, gerakan dinding
abnormal, penurunan stroke volume, pengurangan ejeksi peningkatan volume akhir sistolik dan
penurunan volume akhir diastolik vertrikel.Keadaan tersebut diatas menyebabkan kegagalan
jantung dalam memompa darah (jatuh dalam dekompensasi kordis) dan efek jantung ke belakang
adalah terjadinya akumulasi cairan yang menyebabkan terjadinya oedem paru-paru dengan
manifestasi sesak nafas. Sedangkan efek ke depan terjadinya penurunan COP sehingga suplay
darah dan oksigen sistemik tidak adekuat sehingga menyebabkan kelelahan.

Secara morfologis AMI dapat transmural atau sub-endokardial. AMI transmural mengenai
seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada
AMI sub-endokardial, nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya
berupa bercak-bercak dan tidak konfluens seperti AMI transmural. AMI sub-endokardial dapat
regional (terjadi pada distribusi satu arteri koroner) atau difus (terjadi pada distribusi lebih dari
satu arteri koroner). Patogenesis dan perjalanan klinis dari kedua AMI ini berbeda
AMI subendokardial
Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka terhadap iskemia dan infark.
AMI subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam
waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan
oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat
bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia atau
hipertrofi ventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat relatif ringan,
kecenderungan iskemik dan infark lebih jauh merupakan ancaman besar setelah pasien
dipulangkan dari rumah sakit.
AMI transmural
Pada lebih dari 90 % pasien AMI transmural berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis
sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerotik. Penyebab lain lebih jarang
ditemukan. Termasuk disini misalnya perdarahan dalam plaque aterosklerotik dengan hematom
intramural, spasme yang umunya terjadi di tempat aterosklerotik dan emboli koroner. AMI dapat
terjadi walau pembuluh koroner normal, tetapi hal ini amat jarang.

Old infark miokard (OMI)
1. pengertian Old infark miokard (OMI)
Old Infark Miokard adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan arteri
koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan terjadi oleh karena adanya ateroksklerotik pada
dinding arteri koroner, sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung.
Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan sedang dimana lesi lemak yang
disebut Plak Ateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding arteri. Sehingga mempersempit
bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagiuan distal (Hudak & Gallo; 1997)
2. Etiologi Old infark miokard (OMI)
Old Infark miokard disebabkan oleh karena atherosclerosis atau penyumbatan total atau sebagian
oleh emboli dan atau thrombus
3. Patofisiologi Old infark miokard (OMI)

a. Proses terjadinya infark
Thrombus menyumbat aliran darah arteri koroner, sehingga suplai nutrisi dan O2 ke bagian distal
terhambat., sel oto jantung bagian distal mengalami hipoksia iskhemik infark, kemudian serat
otot menggunakan sisa akhir oksigen dalam darah, hemoglobin menjadi teroduksi secara total
dan menjadi berwarna birui gelap, dinding arteri menjadi permeable, terjadilah edmatosa sel,
sehingga sel mati.
b. Mekanisme nyeri pada OMI
Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk melakukan metabolisme
CO2 (metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan asam laktat dan juga merangsang
pengeluaran zat-zatiritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau enzim proteolitik sleuler
merangsang ujung-ujung syaraf reseptor nyeri di otot jantung, impuls nyeri dihantarkan melalui
serat sraf aferen simpatis, kemudian dihantarkan ke thalamus, korteks serebri, serat saraf aferen,
dan dipersepsikan nyeri. Perangsangan syaraf simpatis yang berlebihan akan menyebabkan :
1) Meningkatkan kerja jantung dengan menstamulasi SA Node sehingga menghasilkan frekuensi
denyut jantunglebih dari normal (takikardi).
2) Merangsang kelenjar keringat sehingga ekresi keringat berlebihan.
Menekan kerja parasimpatis, sehingga gerakan peristaltik menurun, akumulai cairan di saluran
pencernaan, rasa penuh di lambung, sehingga merangsangf rasa mual / muntah.
3) Vasokonstriksi pembuluh darah ferifer, sehinga alir balik darah vena ke atrium kanan
meningkat, dan akhirnya yekanan darah meningkat.

4. Tanda dan Gejala Old Infark Miokard
Tanda dan gejala yang timbul pada Old Infark Miokard adalah sebagai berikut :
a. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri, kebanyakan
lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya seperti ditusuk-tusuk, ditekan, tertindik.
b. Keringat banyak sekali Kadang mual bahkan muntah diakibatkan karena nyeri hebat dan reflek
vasosegal yang disalurkan dari area kerusakan miokard ke trakus gastro intestinal
c. Dispnea
d. Abnormal Pada pemeriksaan EKG
e. Komplikasi
E. FAKTOR RESIKO AMI dan OMI
Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI, yaitu
factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa dimodifikasi.
1. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu
maka bisa dihilangkan. Termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
a. Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan
aterosklerosis; peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan
darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan
penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih
dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang tidak merokok.
b. Konsumsi alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga
moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi
platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih
controversial. Tidak semua literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan
dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia,
hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
c. Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae, organisme gram negative intraseluler dan penyebab
umum penyakit saluran pernafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner
aterosklerotik.
d. Hipertensi sistemik.
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung
akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi
ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya
meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
e. Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah,
peningkatan kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang
rendah.
f. Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung
koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
g. Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2-4 lebih
tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas
metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis
(peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).
2. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan pactor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
a. Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnya
setelah menopause).
b. Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen yang bersifat
protective pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat
dan akhirnya setara dengan laki-laki pada wanita setelah masa menopause.


c. Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun
merupakan factor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga
menandakan adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa
riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga
dekat.
d. Ras/Suku
Insidensi kematian akibat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi
dibandingkan dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada
RAS apro-karibia.
e. Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian
Inggris Utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok,
struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.
f. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat,
ambisius, dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan
antara stress dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
g. Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki
terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter, pengacara dll).
Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami
kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual.
(Ilham, 2010).
F. KOMPLIKASI AMI dan OMI
Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang. Embolus tersebut dapat
menghambat aliran darah kebagian jantung yang sebelumnya tidak rusak oleh infark pertama.
1. Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar semua darah
yang diterimanya.
2. Disritmia adalah komplikasi tersering pada infark, terjadi akibat perubahan keseimbangan
elektrolit dan penurunan PH.
3. Dapat terjadi syok kardiojenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama.
4. Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark besar.
5. Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung, (biasanya beberapa hari setelah infark).
6. Setelah infark miokard sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel miokardium
yang mati. Apabila jaringan parut ini cukup luas, kontraktilitas jantung dapat berkurang secara
permanen. (Corwin, 2009).
G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan Awal
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan serangan
jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk penyembuhan) dan
mencegah komplikasi lebih lanjut.
Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan pada pasien dengan AMI:
a. Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang melimpah
untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L /menit
melalu binasal kanul.
b. Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam jam-
jam pertama pasca serangan.
c. Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah kerusakan
otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan kepada sel-
selnya untuk memulihkan diri.
d. Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi yang diperlukan.
Pada awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan asupa nutrisi lewat mulut
karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa membebani jantung.
e. Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan aspirin
(antiplatelet) untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang elergi terhadap
aspirin dapat diganti dengan clopidogrel.
f. Nitroglycerin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan memperbaiki aliran
darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat membedakan apakah ia Infark atau
Angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang dengan pemberian nitrogliserin.
g. Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi aktivitas
pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat gangguan pernafasan.
Sebagai gantinya maka digunakan petidin

2. Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya:
a. Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah koroner,
sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obatan ini digunakan
untuk
melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling efektive pemberiannya
adalah 1 jam stelah timbul gejal pertama dan tidak boleh lebih dari 12 am pasca serangan. Selain
itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun
Contohnya adalah streptokinase
b. Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri
dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan. Beta bloker juga
bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia.
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan non-
cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol)
c. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini
juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung.Misalnya captropil
d. Obat-obatan antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada
arteri.Missal: heparin dan enoksaparin.
e. Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk membentuk bekuan
yang tidak diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai