Anda di halaman 1dari 23

DEMOKRASI TERPIMPIN

MARCH 24, 2013 BY CHAKYESPADA


Demokrasi Terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi dimana setiap keputusan serta pada
pemikiran berpusat pada pemimpin negara.
Kebijakan-kebijakan pemerintah setelah dekrit
1. Bidang Politik
1. Pembentukan MPRS.
2. Pembentukan DPAS.
3. Pembentukan cabinet kerja.
4. Melakukan penataan organisasi pertahanan dan keamanan.
5. Perdahanan partai polik = Pembubaran Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Masyumi.
6. Pembentukan front nasional.
2. Bidang Ekonomi
1. Kebijakan Moneter ialah menurunkan nilai uang kertas pecahan Rp 500 dan
Rp 1.000 menjadi Rp 50 dan Rp 100.
1. Membentuk Dewan Perancang Nasional (Dapernas)
Pada tahun 1963 diganti dengan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)
dipimpin oleh Presiden Soekarno.
1. Mengintegrasikan semua bank negara ke dalam suatu organsasi yaitu Bank Sentral.
2. Mengadakan Demokrasi Ekonomi (Dekon).

Penyimpangan-penyimpangan pemerintah pada masa demokrasi terpimpin
1. Kebijakan dalam bidang politik dalam negeri.
1. Kebijakan naskomisasi di seluruh bidang kehidupan.
2. Pemberian atribut-atribut kebesaran bagi Presiden.
3. Keputusan MPRS untuk memasukan pidato kenegaraan tanggal 17 Agustus 1959
yang berjudul Penemuan kembali revolusi kita.
4. Pembubaran DPR hasil pemilu tahun 1955.
5. Pengangkatan pimpinan MPRS sebagai menteri.
6. Mekanisme pengangkatan anggota MPRS dan DPRGR melalui penujukkan Prsiden
Soekarno.
7. Kebijakan MPRS tahun 1963 tentang sebagai penetapan Presiden Soekarno sebagai
presiden seumur hidup.
8. Kebijakan di bidang politik luar negeri.
2. Penyelenggaraan politik konfrontasi, pembagian negara menjadi 2 kekuatan yang saling
bertikai :
NEFO (New Emerging Force) ialah negara-negara komunis progresif.
OLDEFO (Old Established Force) ialah negara-negara kapitalis imperialis.
1. Pembelokan politik luar negeri Indonesia dengan membentuk Jakarta -Peking yang
menjadi poros anti-komunis dan anti-imperialis.
2. Mengadakan Ganefo (Games of Nefo).
3. Menerapkan politik mercusuar ialah menyelenggarakan pembangunan proyek-proyek
raksasa yang bertujuan mendapatkan prestige di dunia internasional, seperti : Monas,
Senayan, Jembatan Ampora.
4. Berupaya menarik negara-negara di Afrika dan Timur Tengah untuk
diadakannya Conference on the New Emerging Force (CONEFO) untuk menyaingi PBB.
5. Pada masa Demokrasi Terpimpin, terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap
pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif yaitu sebagai berikut.
6.
7.
8. a. Indonesia membagi kekuatan politik dunia menjadi dua.
9. 1) Nefo (New Emerging Forces), yaitu negara-negara baru penentang imperialism dan kapitalisme.
10. 2) Oldefo (Old Established Forces), yaitu negara-negara Barat yang menganut imperialisme dan
kapitalisme.
11.
12.
13. b. Membentuk poros Jakarta-Peking.
14. Maksud poros ini adalah Indonesia menjalin persahatan yang erat dengan RRC, padahal pada waktu
itu RRC merupakan blok komunis.
15.
16.
17. c. Indonesia melaksanakan Politik Mercusuar
18. Politik mercusuar adalah politik yang mengagungkan kemegahan Indonesia di mata dunia luar,
seperti:
19. 1) pembangunan Stadion Senayan Jakarta.
20. 2) penyelenggaraan pesta olahraga negara-negara Nefo di Jakarta yang disebut Ganefo.
21.
22.
23. d. Indonesia Keluar dari Perserikatan Bangsa Bangsa
24. Penyebab utama Indonesia keluar dari PBB adalah diterimanya Malaysia sebagai anggota Dewan
Keamanan (DK) tidak tetap PBB. Dengan masuknya Malaysia menjadi anggota DK tidak tetap PBB,
maka Presiden Sukarno berpidato di depan Sidang Umum PBB dengan judul Membangun Dunia
Kembali. Karena PBB tetap menerima Malaysia menjadi anggota DK, maka pada tanggal 7 Januari
1965 dengan terpaksa Presiden Sukarno memutuskan Indonesia keluar dari PBB. Secara resmi
keluarnya Indonesia dari PBB dinyatakan oleh Menlu Subandrio. Akibat keluarnya Indonesia dari
PBB adalah Indonesia semakin terkucil dari pergaulan internasional.
25.
26.
27. e. Konfrontasi dengan Malaysia
28. Presiden Sukarno menganggap bahwa Federasi Malaysia adalah proyek Neo Kolonialisme
Imperialisme (Nekolim) Inggris yang sangat membahayakan revolusi Indonesia. Oleh karena itu
Indonesia harus mencegah berdirinya Malaysia. Untuk mewujudkan cita-citanya, Presiden Sukarno
mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta. Setelah
dikeluarkannya Dwikora, dibentuklah suatu komando penyerangan yang diberi nama Komando
Mandala Siaga (Kolaga) di bawah pimpinan Marsekal Madya Oemar Dhani.
29.
30. Isi Dwi Komando Rakyat.
31. 1) Perhebat ketahanan revolusi Indonesia.
32. 2) Bantulah perjuangan rakyat di Malaysia, Singapura, Serawak, dan Sabah untuk menggagalkan
negara boneka Nekolim Malaysia.
Kehidupan Politik Pada Masa Demokrasi
Terpimpin.
1. Kondisi Politik Dalam Negeri Pada Masa Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi terpimpin yg menggantikan sistem demokrasi liberal, berlaku tahun 1959 - 1965.
Pada masa demokrasi terpimpin kekuasaan presiden sangat besar sehingga cenderung ke arah
otoriter. Akibatnya sering terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945. Berikut ini beberapa
penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yg terjadi semasa demokrasi terpimpin :
a. Pembentukan MPRS melalui Penetapan Presiden No. 2/1959.
b. Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden.
c. Presiden membubarkan DPR hasil Pemilu tahun 1955.
d. GBHN yg bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yg berjudu; '' Penemuan
Kembali Revolusi Kita '' ditetapkan oleh DPA bukan MPRS.
e. Pengangkat presiden seumur hidup.

2. Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin.
Politik luar negeri masa demokrasi terpimpin lebih condong ke blok Timur.

a. Oldefo dan Nefo
Oldefo ( The Old Estabilished Force ), yaitu dunia lama yg sudah mapan ekonominya,
khususnya negara-negara Barat yg kapitalis.
Nefo ( The New Emerging Forces ) ,yaitu negara-negara baru. Indonesia menjauhkan diri dari
negara-negara kelitalis (Blok Oldefo) dan menjalin kerjasama dengan negara-negara komunis (Blok
Nefo). Hal ini terlihat dengan terbentuknya Poros Jakarta - Peking (Indonesia-China) dan Poros
Jakarta - PnomPenh - Hanoi - Peking - Pyongyang ( Indonesia - Kamboja - Vietnam Utara - Cina -
Korea Utara ).

b. Konfrontasi dengan Malaysia.
Pada tahun 1961 mencul rencana pembentukan negara Federasi Malaysia yg terdiri dari
Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Serawak, Brunei, dan Sabah. Rencana tersebut di tentang
oleh Presiden Soekarno karena diangga sebagai proyek neokolonialisme yg dapat membahayakan
revolusi Indonesia yg belum selesai. Keberatan atas pembentukan Federasi Malaysia juga muncul di
Filipina yg mengklaim daerah Sabah sebagai wilayah negaranya. Pd tanggal 9 Juli 1963 Perdana
Menteri Tengku Andul Rahman menandatangani dokumen tentang pembentukan Federasi Malaysia.
Kemudian, tanggal 16 September 1963 pemerintah Malaysia memproklamasikan berdirinya Federasi
Malaysia. Menghadapi tindakan Malaysia tersebut, Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi.
Pada tanggal 17 September 1963 hubungan diplomatik antara dua negara putus. Selanjutnya pada
tanggal 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengeluakan Dwi Komando Rakyat ( Dwikora), isinya :
1). Perhebat ketahanan revolusi Indonesia, dan
2). Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaysia,Singapura,Serawak,Sabah, dan Brunei untuk
memerdekakan diri dan menggagalkan negara boneka Malaysia.

Ditengah situasi konflik Indonesia - Malaysia, Malaysia di calonkan sebagai anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB. Masalah ini mendapat reaksi keras dari Presiden Soekarno. Namun akhirnya
Malaysia tetap terpilih sebagai anggota tida.k tetap Dewan Keamanan PBB. Terpilihnya Malaysia
tersebut mendorong Indonesia keluar dari PBB. Secara resmi Indonesia keluar dari PBB pada tanggal
7 Januari 1965




berikut adalah artikel saya berdasarkan tugas sejarah, semoga
bermanfaat !!!

A. Latar Belakang Demokrasi Terpimpin
Ketegangan-ketegangan politik yang terjadi pasca Pemilihan Umum 1955 membuat
situasi politik tidak menentu. Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi
dalam keadaan darurat. Hal mi diperparah dengan Dewan Konstituante yang
mengalami kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru, sehingga negara Indonesia
tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap. Berikut latar belakang munculnya
penerapan demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno.
a. Konstituante Gagal Menyusun Undang Undang Dasar Baru
Hasil pemilihan umum memunculkan NU dan PKI sebagai partai besar di samping
PNI dan Masyumi. Setelah pemilihan umum itu dibentuk Kabinet Ali Sastroamidjojo II
pada tanggal 24 Maret 1956 berdasarkan perimbangan partai-partai di dalam pariemen.
Kabinet ini juga tidak lama bertahan, karena adanya oposisi dari daerah-daerah di luar
Jawa dengan alasan bahwa pemerintah mengabaikan pembangunan di daerah.
Pada bulan Februari 1957, Presiden Soekamo memanggil semua pejabat sipil dan
militer beserta semua pimpinan partai politik ke Istana Merdeka. Dalam pertemuan itu
untuk pertama kalinya Presiden Soekarno mengaju-kan konsepsi yang berisi antara lain
sebagai berikut :
Dibentuk Kabinet Gotong-Royong yang terdiri atas wakil-wakil semua partai ditambah
dengan golongan fungsional
Dibentuk Dewan Nasional (kemudian bernama Dewan Pertimbangan Agung). Anggota-
anggotanya adalah wakil-wakil partai dan golongan fungsional dalam masyarakat.
Fungsi dewan ini adalah memberi nasehat kepada kabinet baik diminta maupun tidak
Konsepsi itu ditolak oleh beberapa partai, yakni Masyumi, NU, PSII, Partai Katolik,
dan PRI. Mereka berpendapat bahwa mengubah susunan ketatanegaraan secara radikal
hams diserahkan kepada Konstituante. Suhu politik pun semakin bertambah panas.
Dalam peringatan Sumpah Pemuda pada tahun 1957, Presiden Soekarno menyatakan
bahwa segala kesulitan yang dihadapi negara pada waktu itu disebabkan adanya
banyak partai politik, sehingga merusak persatuan dan kesatuan negara. Oleh karena
itu, ada baiknya parta-partai politik dibubarkan.
Kemudian, dengan alasan menyelamatkan negara, Presiden Soekarno mengajukan
suatu konsepsi dengan nama Demokrasi Terpimpin. Konsepsi Presiden itu mendapat
tantangan yang hebat. Untuk sementara waktu, masalah politik dan perdebatan
Konsepsi Presiden menjadi beku, karena perhatian masyarakat diarahkan kepada upaya
penumpasan pem-berontakan FRRI-Permesta. Setelah pemberontakan itu berhasil
diatasi, masalah politik muncul kembali. Masalah menjadi sangat serius, karena
konstituante mengalami kemacetan dalam menetapkan dasar negara.
Kemacetan itu teriadi karena masing-masing partai hanya mengejar kepentingan
partainya saja tanpa mengutamakan atau mendahulukan kepentingan negara dan
bangsa Indonesia secara keseluruhan. Masalah utama yang dihadapi oleh konstituante
adalah tentang penetapan dasar negara. Terjadi tarik-ulur di antara golongan-golongan
dalam konstituante. Sekelompok partai menghendaki agar Pancasila menjadi dasar
negara, namun sekelompok partai lainnya menghendaki agama Islam sebagai dasar
negara.
Dalam upaya mengatasi kemacetan konstituante, muncul gagasan untuk kembali ke
UUD 1945 dari kalangan ABRI. Dengan kembali ke UUD 1945, maka berbagai kekalutan
politik dapat diselesaikan dengan dasar yang kokoh untuk diselesaikan, yaitu
pemerintahan yang stabil, masalah dasar negara teratasi, semangat '45 dapat
dipulihkan, sehingga persatuan dapat dipulihkan juga. Berbagai partai politik ada yang
memberikan dukungan terhadap gagasan tersebut, kemudian Kabinet juga menerima
gagasan kembali ke UUD 1945 pada tanggal 19 Februari 1959.
Pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno menyampaikan anjuran pemerintah
supaya konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi konsdtusi Negara Republik
Indonesia. Menanggapi anjuran pemerintah itu dan sesuai dengan aturan yang berlaku,
konstituante dapat menentukan sikap atau melakukan pemungutan suara. Pemungutan
suara dilaksanakan riga kali dan hasilnya yaitu suara yang setuju selalu lebih banyak
dari suara yang menolak kembali ke UUD 1945, tetapi anggota yang hadir selalu kurang
dari dua pertiga. Hal ini menjadi masalah, karena masih belum memenuhi quorum.
Keadaan politik masih tetap tidak menentu. Kegagalan konstituante mengambil
keputusan itu menunjukkan bahwa anggota dari partai-partai politik yang hadir masih
tetap mengabdi kepada kepentingin partainya. Hal ini membukdkan bahwa selama tiga
tahun konstituante ti-iak mampu mengambil keputusan untuk menetapkan UUD baru
sebagai pengganti UUD Sementara 1950.
Dengan kegagalan konstituante mengambil suatu keputusan, maka sebagian
anggotanya menyatakan tidak akan menghadiri sidang konstituante lagi. Sementara itu
sejak tanggal 3 Juni 1959, konstituante memasuki masa reses dan ternyata merupakan
resesnya yang terakhir. Pada saat itu pula Penguasa Perang Pusat dengan peraturan
Nomor : PRT/PEPERPU/040/1959 melarang adanya kegiatan politik. Berbagai partai dan
ABRI mendukung usul supaya UUD 1945 diberlakukan kembali.
b. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah berhasil merumuskan Undang-Undang
Dasar baru. Keadaan itu semakin mengguncangkan situasi politik di Indonesia pada
saat itu. Bahkan, masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan
segala cara agar tujuan partainya tercapai. Oleh sebab itu, sejak tahun 1956 kondisi
dan situasi politik negara Indonesia semakin buruk dan kacau.


Keadaan yang semakin bertambah kacau ini bisa membahayakan dan mengancam
keutuhan negara dan bangsa Indonesia. Suasana semakin bertambah panas karena
adanya ketegangan yang diikuti dengan keganjilan-keganjilan sikap dari setiap partai
politik yang berada di Konstituante. Rakyat sudah tidak sabar lagi dan menginginkan
agar pemerintah. mengambil tindakan yang bijaksana untuk mengatasi kemacetan
sidang Konstituante. Namun, Konstituante ternyata tidak dapat diharapkan lagi.
Kegagalan Konstituante untuk melaksanakan sidang-sidangnya untuk membuat
undang-undang dasar baru, menyebabkan negara Indonesia dilanda kekalutan
konstitusional. Undang-Undang Dasar yang menjadi dasar hukum pelaksanaan
pemerintahan negara belum berhasil dibuat, sedang-kan Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak
sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi situasi yang
tidak menentu itu, pada bulan Februari 1957 Presiden Soekarno mengajukan gagasan
yang disebut dengan Konsepsi Presiden.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa tokoh partai politik mengajukan usul
kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan
pembubaran Konstituante. Pemberlakuan kembali Undang-undang Dasar 1945
merupakan langkah terbaik untuk mewujud-kan persatuan dan kesatuan nasional. Oleh
karena itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang
berisi sebagai berikut: (1) Pembubaran Konstituante. (2) berlakunya kembali UUD 1945
dan idak berlakunya UUDS 1950, (3) Pembentukkan MPRS dan DPAS.
Dekrit Presiden mendapat dukungan penuh dari masyarakat Indonesia. KSAD
langsung mengeluarkan perintah harian kepada seluruh anggota TNI untuk
mengamankan Dekrit Presiden. Mahkamah Agung juga membenarkan keberadaan
Dekrit itu. DPR hasil pemilihan umum tahun 1955 juga menyatakan kesediaannya untuk
terus bekerja berdasarkan UUD 1945.

B. PERKEMBANGAN EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

a. Ekonomi - Keuangan
Untuk merencanakan pembangunan ekonomi, pada tahun 1958 dibentuk undang-
undang mengenai pembentukan Dewan Perancang Nasional. Tugasnya adalah:
1) Mempersiapkan rancangan undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana;
(pasal 2)
2) Menilai penyelenggara pembangunan itu (pasal 3)
Selanjutnya pada tanggal 15 Agustus 1959 terbentuklah Dewan Perancang Nasional
(Depernas) di bawah pimpinan Mr. Muh Yamin sebagai Wakil Menteri Pertama yang
beranggotakan 80 orang wakil golongan masyarakat dan daerah. Dalam waktu kurang
lebih satu tahun, Depernas berhasil menyusun suatu Rancangan Dasar Undang-
Undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969.
MPRS menyetujui rancangan tersebut.
Pada tahun 1963, Dewan Perancang Nasional diganti dengan Badan Perancang
Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno. Dalam
rangka usaha membendung inflasi maka dikeluarkan kebijakan :
1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 1959 yang mulai berlaku
tanggal 25 Agustus 1959. Peraturan itu dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya
uang dalam peredaran untuk kepentingan perbaikan keadaan keuangan dan
perekonomian negara. Untuk mencapai tujuan itu nilai uang kertas pecahan Rp.500,-
dan Rp.1000,- yang ada dalam peredaran pada saat berlakunya peraturan itu
diturunkan masing-masing menjadi Rp.50,- dan Rp.100,-.
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.3 tahun 1959 tentang pembekuan
sebagian dari simpanan pada bank-bank yang dimaksudkan untuk mengurangi
banyaknya uang dalam peredaran, yang terutama dalam tahun 1957 dan 1958 sangat
meningkat jumlahnya.
Peraturan moneter tanggal 25 Agustus 1959 diakhiri dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang No.6/1959, yang isi pokoknya ialah ketentuan bahwa bagian
uang lembaran seribu rupiah dan lima ratus rupiah yang masih berlaku (dan yang kini
bernilai seratus rupiah dan lima puluh rupiah) harus ditukar dengan uang kertas bank
baru sebelum tanggal 1 Januari 1960. Untuk menampung akibat-akibat dari tindakan
moneter dari bulan Agustus 1959 dibentuklah Panitia Penampung Operasi Keuangan (P
POK). Tugas pokok dari panitia ini ialah menyelenggarakan tindak lanjut dari tindakan
moneter itu, tanpa mengurangi tanggung jawab menteri, departemen, dan jawatan
yang bersangkutan.
Akibat utama dari tindakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah ialah terjadinya
kesukaran likuiditas di semua faktor, baik sektor pemerintah maupun sektor swasta.
Keadaan ini merupakan suatu kesempatan yang baik untuk mengadakan penertiban
dari segala kegiatan pemerintah dan swasta yang sebelumnya seolah-olah tidak
terkendalikan. Untuk tujuan itu pemerintah menginstruksikan :
a. Penghematan bagi instansi pemerintah serta memperketat pengawasan atas
pelaksanaan anggaran belanja.
b. Dilakukan penertiban manajemen dan administrasi perusahaan-perusahaan negara,
baik yang sudah lama ada, maupun yang baru diambil alih dari pihak Belanda.
Dengan tindakan moneter tanggal 25 Agustus 1959 itu, pemerintah bertujuan akan
dapat mengendalikan inflasi dan mencapai keseimbangan dan kemantapan moneter
dengan menghilangkan excess liquidity dalam masyarakat. Hal itu diusahakan dengan
menyalurkan uang dan kredit baru ke bidang-bidang usaha yang dipandang penting
bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan. Tetapi pada akhir tahun 1959 itu juga,
jadi hanya 4 bulan lebih sedikit setelah dilakukan tindakan moneter tersebut, dapat
diketahui bahwa pemerintah mengalami kegagalan. Semua tindakan-tindakan moneter
itu tidak mencapai sasarannya karena pemerintah tidak mempunyai kemauan politik
untuk menahan diri dalam pengeluaran-pengeluarannya. Misalnya saja
menyelenggarakan proyek mercu-suar seperti Ganefo (Games of the New Emerging
Forces) dan Conefo (Conference of The New Emerging Forces).
Sejak tahun 1961, Indonesia terus-menerus membiayai kekurangan neraca
pembayarannya dari cadangan emas dan devisa. Pada akhir tahun 1965, untuk pertama
kali dalam sejarah moneternya, Indonesia sudah habis membelanjakan cadangan emas
dan devisanya, yang memperlihatkan saldo negatif sebesar US $ 3 juta sebagai akibat
politik konfrontasi terus-menerus yang dilakukan. Tingkat kenaikan harga-harga paling
tinggi terjadi dalam tahun 1965 (antara 200%-300% dari harga tahun 1964).
Presiden Sukarno menganggap perlu untuk mengintegrasikan semua Bank Negara
ke dalam suatu organisasi Bank Sentral. Untuk itu dikeluarkan Penetapan Presiden No.7
tahun 1965 tentang Pendirian Bank Tunggal Milik Negara. Tugas bank tersebut adalah
menjalankan aktivitas-aktivitas bank sirkulasi, bank sentral dan bank umum. Maka
kemudian diadakan peleburan bank-bank negara seperti: Bank Koperasi dan Nelayan
(BKTN); Bank Umum Negara; Bank Tabungan Negara; Bank Negara Indonesia ke dalam
Bank Indonesia. Sesudah pengintegrasian Bank Indonesia itu selesai, barulah dibentuk
Bank Negara Indonesia. Bank Negara Indonesia tersebut dibagi dalam beberapa unit,
yang masing-masing unit menjalankan pekerjaannya menurut aturan-aturan
pendiriannya. Keadaan itu berlangsung terus sampai Bank Tunggal itu dibubarkan
dengan berlakunya Undang-undang No.13 Tahun 1968.
b. Perkreditan dan Perdagangan Luar Negeri
Politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin di bidang perkreditan dan
perdagangan hakekatnya tidak berbeda sifatnya dari sistem ijon dari petani-petani dan
pengusaha-pengusaha kecil, hanya saja kredit luar negeri ini berskala nasional dan
menyangkut hajat hidup seluruh rakyat Indonesia. Dalih perkreditan luar negeri pada
masa ini adalah mengarrangement dan readjustment dengan negara-negara kreditor.
Dan sementara itu masyarakat Indonesia pada umumnya masih beranggapan bahwa
hutang adalah identik dengan penghasilan.
Perdagangan luar negeri antara Indonesia dengan negara lain misalnya dengan
negara Cina. Perdagangan bilateral tersebut dijalin atas dasar Government to
Government (G to G). Dalam perdagangan G to G ini RRC memperoleh keuntungan
politik disamping keuntungan ekonomi yang tidak sedikit. Sebagai contoh perdagangan
karet. Transaksi-transaksi karet rakyat Indonesia dengan RRC pada hakekatnya adalah
pembelian bahan baku yang murah oleh RRC, yang kemudian dijual kembali sebagai
barang jadi yang mahal ke Indonesia sebagai yang disebut bantuan luar negeri. Dalam
hubungan ini adakalanya barang-barang yang bercap RRC seperti tekstil yang dikirim
sebagai bantuan ke Indonesia bukan dibuat di RRC sendiri akan tetapi di Hongkong.
Dalam hal ini disebut bantuan pada hakekatnya adalah hasil keuntungan RRC dari
pembelian karet rakyat Indonesia. Maka jelaslah bahwa kebijaksanaan perdagangan
dan perkreditan luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah Orde Lama terutama
selama 3 tahun terakhir telah membawa Indonesia ke dalam lingkungan pengaruh
politik RRC sampai titik kulminasinya dalam pemberontakan G 30 S/PKI.


Dalam rangka usaha untuk membiayai proyek-proyek Presiden/Mandataris MPR-S,
maka Presiden Sukarno mengeluarkan Instruksi Presiden No.018 tahun 1964 dan
Keputusan Presiden No.360 tahun 1964, yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai
penghimpunan dan penggunaan dana-dana revolusi. Dana-dana revolusi tersebut
pada mulanya diperoleh dari pungutan uang call SPP dan dari pungutan yang dikenakan
pada pemberian izin impor dengan deferred payment. Deferred payment ialah suatu
macam impor yang dibayar dengan kredit (kredit berjangka 1-2 tahun) karena tidak
cukup persediaan devisa. Dalam praktek, barang-barang yang diimpor dengan
menggunakan deferred payment khusus itu adalah barang-barang yang tidak
membawa manfaat bagi rakyat banyak, bahkan sebaliknya merupakan barang-barang
yang sudah dijadikan bahan spekulasi dalam perdagangan, misalnya scooter dan
barang-barang lux lainnya. Pada umumnya yang mendapat izin deferred payment ini
adalah yang disponsori oleh Presiden Sukarno sendiri. Akibat kebijaksanaan kredit luar
negeri ini adalah:
a) Hutang-hutang negara semakin bertimbun-timbun, sedangkan ekspor semakin
menurun
b) Devisa menipis karena ekspor menurun sekali
c) Hutang luar negeri dibayar dengan kredit baru atau pembayaran itu ditangguhkan
d) RI tidak mampu lagi membayar tagihan-tagihan dari luar negeri, yang mengakibatkan
adanya insolvensi internasional. Karena itu, sering terjadi bahwa beberapa negara
menyetop impornya ke Indonesia karena hutang-hutang tidak dibayar
e) Di dalam negeri berakibat mengganggu proses produksi, distribusi dan perdagangan
serta menimbulkan kegelisahan di kalangan penduduk
Menteri Bank Sentral, Jusuf Muda Dalam diberikan kuasa untuk mengelola dana
revolusi itu. Dana revolusi tersebut diberikan dalam bentuk kredit kepada orang lain
atau perusahaan dengan rente tertentu agar jumlah dana bertambah terus. Namun,
pemberian kredit tersebut menyimpang dari pemberian kredit biasa sampai kira-kira
mencapai jumlah Rp 338 milyar (uang lama). Hal ini mengakibatkan inflasi meningkat
sangat tinggi karena pemerintah sama sekali tidak mengindahkan jumlah uang yang
beredar. Bank Indonesia diizinkan untuk mengadakan penyertaan dalam perusahaan,
sehingga membawa akibat yang cukup luas bagi masyarakat:
a) Bank Indonesia sebagai Bank Sentral tidak dapat lagi menjalankan fungsinya sebagai
pengantar peredaran uang
b) Neraca Bank Indonesia tidak dapat diketahui oleh rakyat lagi
c) Neraca Bank Indonesia yang tidak diumumkan mendorong usaha-usaha spekulasi
dalam bidang ekonomi dan perdagangan

C. PERKEMBANGAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
Soekarno dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya menilai Demokrasi Barat yang
bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan politik. Menurut Soekarno,
penerapan sistim Demokrasi Barat menyebabkan tidak terbentuknya pemerintahan kuat
yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia. Pandangan Soekarno terhadap sistem
liberal ini pada akhirnya berpengaruh terhadap kehidupan partai politik di Indonesia.
Partai politik dianggap sebagai sebuah penyakit yang lebih parah daripada perasaan
kesukuan dan kedaerahan. Penyakit inilah yang menyebabkan tidak adanya satu
kesatuan dalam membangun Indonesia. Partai-partai yang ada pada waktu itu
berjumlah sebanyak 40 partai dan ditekan oleh Soekarno untuk dibubarkan. Namun
demikian, Demokrasi Terpimpin masih menyisakan sejumlah partai untuk berkembang.
Hal ini dilakukan dengan pertimbangan Soekarno akan keseimbangan kekuatan yang
labil dengan kalangan militer. Beberapa partai dapat dimanfaatkan oleh Soekarno untuk
dijadikan sebagai penyeimbang.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang
nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan
menggunakan suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan
demikian partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan
kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam
pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin. Partai politik
seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya dilumpuhkan karena ditekan oleh
presiden yang menuntut agar mereka menyokong apa yang telah dilakukan olehnya.
Sebaliknya, golongan komunis memainkan peranan penting dan temperamen yang
tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang ada tetap diperkenankan untuk hidup,
termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib menyatakan dukungan terhadap gagasan
presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam
suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden.
Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi
Soekarno. Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh
untuk melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang
hendak dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-nilai
asli Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam
pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan
Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari
partai-partai pemenang pemilihan umum, dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap
terlibat dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI, juga
dibubarkan dengan paksa. Bahkan pada tahun 1961 semua partai politik, kecuali 9
partai yang dianggap dapat menyokong atau dapat dikendalikan, dibubarkan pula.
Dalam penggambaran kiprah partai politik di percaturan politik nasional, maka ada
satu partai yang pergerakan serta peranannya begitu dominan yaitu Partai Komunis
Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan memang berpusat pada tiga kekuatan yaitu,
Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran
mengenai kehidupan partai politik pada masa demokrasi terpimpin, pergerakan PKI
pada masa ini tidak dapat dilepaskan.
PKI di bawah pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan Nyoto, menghimpun massa
dengan intensif dan segala cara, baik secara etis maupun tidak. Pergerakan PKI yang
sedemikian progresifnya dalam pengumpulan massa membuat PKI menjadi sebuah
partai besar pada akhir periode Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki
tiga juta orang anggota ditambah 17 juta pengikut yang menjadi antek-antek organisasi
pendukungnya, sehingga di negara non-komunis, PKI merupakan partai terbesar.
Hubungan antara PKI dan Soekarno sendiri pada masa Demokrasi Terpimpin dapat
dikatakan merupakan hubungan timbal balik. PKI memanfaatkan popularitas Soekarno
untuk mendapatkan massa. Pada bulan Mei 1963, MPRS mengangkatnya menjadi
presiden seumur hidup. Keputusan ini mendapat dukungan dari PKI. Sementara itu di
unsur kekuatan lainnya dalam Demokrasi Terpimpin, TNI-Angkatan Darat, melihat
perkembangan yang terjadi antara PKI dan Soekarno, dengan curiga. Terlebih pada
saat angkatan lain, seperti TNI-Angkatan Udara, mendapatkan dukungan dari
Soekarno. Hal ini dianggap sebagai sebuah upaya untuk menyaingi kekuatan TNI-
Angkatan Darat dan memecah belah militer untuk dapat ditunggangi. Keretakan
hubungan antara Soekarno dengan pemimpin militer pada akhirnya muncul. Keadaan
ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan politiknya. Sikap militan yang radikal yang
ditunjukkan PKI melalui agitasi dan tekanan-tekanan politiknya yang semakin
meningkat, membuat jurang permusuhan yang terjadi semakin melebar. Konflik yang
terjadi itu kemudian mencapai puncaknya pada pertengahan bulan September tahun
1965.
Seperti yang telah disebutkan di atas, partai politik pada masa Demokrasi Terpimpin
mengalami pembubaran secara paksa. Pembubaran tersebut pada umumnya dilakukan
dengan cara diterapkannya Penerapan Presiden (Penpres) yang dikeluarkan pada
tanggal 31 Desember 1959. Peraturan tersebut menyangkut persyaratan partai, sebagai
berikut:
1) Menerima dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila
2) Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita politiknya
3) Menerima bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah
4) Partai-partai harus mempunyai cabang-cabang yang terbesar paling sedikit di
seperempat jumlah daerah tingkat I dan jumlah cabang-cabang itu harus sekurang-
kurangnya seperempat dari jumlah daerah tingkat II seluruh wilayah Republik
Indonesia
5) Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai
6) Presiden berhak membubarkan partai, yang programnya diarahkan untuk merongrong
politik pemerintah atau yang secara resmi tidak mengutuk anggotanya partai, yang
membantu pemberontakan
Sampai dengan tahun 1961, hanya ada 10 partai yang diakui dan dianggap
memenuhi prasyarat di atas. Melalui Keppres No. 128 tahun 1961, partai-partai yang
diakui adalah PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba, PSII dan
IPKI. Sedangkan Keppres No. 129 tahun 1961 menolak untuk diakuinya PSII Abikusno,
Partai Rakyat Nasional Bebasa Daeng Lalo dan partai rakyat nasional Djodi
Goondokusumo. Selanjutnya melalui Keppres No. 440 tahun 1961 telah pula diakui
Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Persatuan Tarbiyah Islam (Perti).
Demikianlah kehidupan partai-partai politik di masa Demokrasi Terpimpin. Partai-
partai tersebut hampir tidak bisa memainkan perannya dalam pentas perpolitikan
nasional pada masa itu. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh peran Soekarno yang
amat dominan dalam menjalankan pemerintahannya dengan cirinya utamanya yang
sangat otoriter pada waktu itu di era demokrasi terpimpin.


D. PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA PADA MASA DEMOKRASI
TERPIMPIN
1. Pendidikan
Murid-murid sekolah lanjutan pertama dan tingkat atas pada tahun 1950-an
jumlahnya melimpah dan berharap menjadi mahasiswa. Mereka ini adalah produk
pertama dari system pendidikan setelah kemerdekaan. Universitas baru didirikan di
ibukota propinsi dan jumlah fakultas ditambah meskipun kekurangan tenaga pengajar.
Perguruan tinggi swasta semakin banyak terutama tahun 1960. Eksplosi pendidikan
tinggi ini disebabkan meluasnya aspirasi untuk menjadi mahasiswa.
Untuk memenuhi keinginan golongan islam didirikan Institut Agama Islam Negeri
(IAIN). Sedangkan umat Kristen dan katolik didirikan sekolah Tinggi Theologia serta
seminari-seminari. Sistem penerimaan mahasiswa yang mudah dan pembebasan biaya
kuliah menyebabkan peningkatan jumlah mahasiswa besar-besaran. Penambahan
mahasiswa mencapai seratus ribu dengan perguruan tinggi 181 buah pada tahun 1961.
Sejak tahun 1959 dibawah menteri P dan K Prof. Dr. Prijono disusun suatu rencana
pengajaran yang disebut Sapta Usaha Tama, yang meliputi :
a) Penertiban aparatur dan usaha-usaha Departemen P dan K
b) Meningkatkan seni dan olahraga
c) Mengharuskan usaha halaman
d) Mengharuskan penabungan
e) Mewajibkan usaha-usaha koperasi
f) Mengadakan kelas masyarakat
g) Membentuk regu kerja di kalangan SLTP/SLTA dan Universitas
Sejak tahun 1962 sistem pendidikan SMP dan SMA mengalami perubahan dalam
kurikulum SMP baru di tambahkan mata pelajaran ilmu administrasi dan kesejahteraan
masyarakat. Sistem pendidikan SMA di lakukan penjurusan mulai kelas II jurusan di
bagi menjadi kelas budaya, soiial, ilmu pasti dan alam. Melihat pembagian di SMA
seperti itu menunjukkan mereka dipersiapkan untuk memasuki peguruan tinggi.
Tentang penyelenggaraan seni dan olah raga ditentukan kewajiban mempelajari dan
menyanyikan 6 lagu nasional selain lagu kebangsaan Indonesia Raya. Olah raga sepak
bola dan bola volley banyak dikembangkan.
Yang dimaksud Usaha halaman adalah usaha yang dapat dilakukan di halaman
sekolah maupun rumah, yang hasilnya dapat dibuat sebagai penambah pangan. Usaha
halaman sekolah berlaku untuk semua tingkat sekolah negeri maupun swasta.

Gerakan menabung bagi setiap murid dilakukan pada bank tabungan pos, kantor
pos, kantor pos pembantu. Cara penabungan di atur oleh departemen P dan K bersama
dengan Direksi Bank Tabungan Pos. usaha ini untuk mendidik anak berhemat selain
untuk pengumpulan dana masyarakat. Gerakan koperasi sekolah juga digiatkan. Murid
aktif dalam penyelenggaraan koperasi. Kepala sekolah dan guru sebagai pengawas dan
penasehat koperasi.
Suatu kelas masyarakat yang waktu pendidikannya 2 tahun dibentuk untuk
menampung lulusan sekolah rakyat yang karena sesuatu hal tidak dapat melanjutkan
sekolah. Mereka dididik dalam kelas masyarakat ini untuk mendapat ketrampilan.
Sekitar tahun 1960-an dikalangan pendidikan muncul masalah yakni usaha PKI
untuk menguasai organisasi profesi guru Persatuan Guru Replubik Indonesia (PGRI).
Hal ini menimbulkan perpecahan dikalangan guru dan PGRI. Perpecahan PGRI
bertepatan dengan dilancarkannya system pendidikan baru oleh menteri PP dan K.
system baru itu adalah Pancasila dan Pancawardhana. Adapun sistem Pancawardhana
atau lima pokok penjabarannya :
I. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional /internasional/keagamaan
II. Perkembangan intelegensi
III. Perkembangan nasional-artistik atau rasa keharusan dan keindahan lahir dan batin
IV. Perkembangan keprigelan ( kerajinan tangan )
V. Perkembangan jasmani
2. Komunikasi Massa
Surat kabar dan majalah yang tidak seirama dengan Demokrasi Terpimpin, harus
menyingkir dan tersingkir. Persyaratan untuk mendapatkan Surat Ijin Terbit dan Surat
Ijin Cetak (SIT) diperketat. Sejak tahun 1960, semua penerbit wajib mengajukan
permohonan SIT dengan dicantumkan 19 pasal yang mengandung
pertanggungjawaban surat kabar/majalah tersebut.
Pedoman resmi untuk penerbitan surat kabar dan majalah diseluruh Indonesia,
dikeluarkan pada tanggal 12 Oktober 1960 yang ditanda tangani oleh Ir. Juanda selaku
Pejabat Presiden. Pedoman yang berisi 19 pasal tersebut mudah digunakan penguasa
untuk menindak surat kabar/majalah yang tidak disenangi. Maka satu demi satu
penerbit yang menentang dominasi PKi di cabut SITnya. Yakni, Harian Pedoman,
Nusantara, Keng Po, Pos Indonesia, Star Weekly dan sebagainya. Surat kabar Abadi
lebih memilih menghentikan penerbitan daripada menandatangani persyaratan 19 pasal
itu. Dengan semakin sedikitnya pers Pancasila yangb masih hidup, dapat digambarkan
betapa merajalelanya Surat Kabar PKI seperti Harian Rakyat, Bintang Timur, dan Warta
Bhakti.
Melalui Harian Rakyat surat kabar resminya, pimpinan PKI memimpin propaganda
untuk menyingkirkan lawan politiknya. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) satu-
satunya organisasi profesi wartawan yang ada dan diakui pemerintah, didominasi oleh
golongan komunis dan satelit-satelitnya. Karena itu wartawan diluar kubu komunis tidak
bisa bergerak karena terkepung. Bahkan Departemen Penerangan akhirnya dapat
digiring kepada sikap mendukung garis yang diajukan PKI.
Sajuti Melik menyebarluaskan ajaran-ajaran Bung Karno yang murni (belum
dipengaruhi oleh komunisme) dalam tulisan-tulisan yang dimuat dalam surat kabar
dengan jdul tulisan Belajar Memahami Soekarnoisme. Isi pokok tulisan Sajuti Melik
ialah Tidak setuju Nasakom, melainkan setuju Nasasos. Maksudnya ialah untuk
mengingatkan berbagai pihak akan ajaran-ajaran Bung Karno yang semula. Dengan
demikian diharapakan untuk membendung penyimpangan-penyimpangan oleh PKI
terhadap ajaran-ajaran itu. Pada mulanya tulisan itu di muat oleh Suluh Indonesia,
Koran PNI, dan dari Koran itu di kutip oleh harian dan majalah lain.
Tapi setelah ada protes keras dari PKI, maka dihentikan pemuatannya oleh Suluh
Indonesia. Berdasarkan tulisan sajuti Melik ini, berdirilah Badan Pendukung
Soekarnoisme (BPS). Pengurus BPS adalah ketua : Adam Malik; Wakil Ketua : B. M.
Diah; Ketua Harian : Sumantoro; Wakil Ketua Harian : Junus Lubis; Sekretaris Umum :
Drs. Asnawi Said; Bendahara : Sunaryo Prawiroadinata; Biro Dalam Negeri : Sugiarso;
Biro Luar Negeri : Zain Effendi AI; Penghubung : Adyatman. BPS terbukti mendapat
dukungan luas dalam masyarakat, dilain pihak mendapat tantangan dari PKI. Melalui
surat kabar, rapat-rapat dan demonstrasi PKI menfitnah BPS dengan slogan to kill
Soekarno With Soekarnoisme.
Pemerintah Soekarno pada saat itu mendapat tekanan dari golongan komunis untuk
menindak BPS. Pada akhirnya Presiden Soekarno, selaku pemutus terakhir turun
tangan. Keputusan yang di ambil Presiden Soekarno pada bulan februari 1965 ialah:
melarang semua aktivitas BPS dan mencabut izin terbit Koran-koran penyokong BPS.
Ini berarti BPS bubar.
Akibat dilarangnya Koran pendukung BPS banyak karyawan pers yang dengan itikat
baik hendak menyebarkan ajaran Bung Karno menurut tafsiran yang murni dan bukan
tafsiran Komunis., kehilangan nafkahnya.
3. Kehidupan Budaya
Sesuai dengan semboyan PKI politik adalah panglima maka seluruh kehidupan
masyarakat diusahakan untuk berada di bawah dominasi politiknya. Kampus
diperpolitikkan mahasiswa yang tidak mau ikut dalam rapat umumnya, appel-appel
besarnya dan demonstrasi-demonstrasi revolusionernya di caci maki dan dirongrong
oleh unsur Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) atau satelit-satelitnya.
Wartawan yang ikut BPS dimaki-maki sebagai antek Nekolim atau agen CIA. Bahkan
para budayawan maupun seniman juga tak luput dari raihan tangan mereka.
Realisme sosialis sebagai doktrin komunis dibidang seni dan sastra diusahakan
untuk menjadi doktrin di Indonesia juga. Akan tetapi pelaksanaan doktrin tersebut lebih
represif dari pada persuasive seperti adanya larangan bagi pemusik-pemusik pop untuk
memainkan lagu-lagu ala imperialis barat. Peristiwa yang paling diingat oleh masyarakat
pada bidang budaya adalah heboh mengenai Manifes Kebudayaan dan Konferensi
Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI). Sesungguhnya isi dari Manifes Kebudayaan itu
tidaklah baru atau luar biasa. Yang diungkap adalah konsepsi humanisme universal
yang timbul dalam masyarakat liberal yang menekankan kebebasan individu untuk
berkarya secara kreatif. PKI tidak serta merta menyerang manifes tersebut akan tetapi
berselang 4 bulan setelah kemunculannya baru mulai angkat senjata.
Hal ini terjadi karena para sastrawan Pancasilais baik yang mendukung manifes
kebudayaan maupun tidak sedang menyiapkan rencana untuk menyelenggarakan
Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI). PKI menganggap bahwa sebuah
manifest saja bukanlah ancaman bagi mereka akan tetapi suatu pengelompokan yang
terorganisasi merupakan bahaya yang harus segera ditumpas sebelum berkembang
lebih besar. Para sastrawan yang sudah menyiapkan KKPI memiliki perencanaan yang
matang. Mereka sudah melakukan pengaman secukupnya baik berupa konsepsi
maupun dukungan dari pejabat-pejabat dan kekuatan-kekuatan pancasilais.
Setelah kemunculan Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia (PKPI) barulah PKI
mulai mengadakan kampanye untuk mengidentifikasi KKPI dan PKPIdengan manifest
kebudayaan untuk sama-sama dihancurkan. Serangan terhadap manifest kebudayaan
terus dilancarkan melalui tulisan yang semakin tajam dalam Harian Rakyat, Bintang
Timur dan Zaman Baru. PKI menganggap manifest kebudayaan sebagai bentuk
penyelewengan dari revolusi Indonesia yang berporos pada soko guru tani, buruh dan
prajurit. Di lain sisi PKI mendukung penuh gagasan manifest politik karena dalam ide-
ide tersebut terdapat penyesuaian gagasan sikap politik budaya dari perjuangan
komunisme. Manifes kebudayaan dianggap mengesampingkan manifest politik karena
memisahkan antara politik dan kebudayaan. Propaganda PKI yang hebat sedikit banyak
telah mempengaruhi massa, serangan-serangan terhadap pendukung manifest
kebudayaan dan KKPI tidak ada hentinya dalam harian, pidato, tokoh-tokoh PKI
maupun aksi politik. Serangan lewat media mass media, aksi turun
kejalanberdemonstrasi dilakukan oleh penyokong PKI. Aksi-aksi tersebut mengundang
presiden Soekarno sehingga pada ulang tahun Departemen Perguruan Tinggi dan ILmu
Pengetahuan (PTIP) yang ke-3 menyampaikan pidato yang mendesak mahasiswa
revolusioner dan molotan untuk menggeser guru-guru besar dan sarjana anti manifest
politik. Pidato Presiden Soekarno tentang Manipol-Usdek yang dimanfaatkan PKI untuk
pentrapan bagi konsumsi rakyat. Dalam pidato ini Presiden soekarno mengecam adanya
kebudayaan barat yang diasosiasikan dengancita-cita imperialism barat. Kekuatan Pki
setelah tahun 1963sangat besar dan berpengaruh sekali, Bahkan PKI dapat keluar
masuk istana secara mudah. Sehingga Presiden soekarno mengeeluarkan larangan
terhadap manifest kebudayaan karena manifesto politik republic Indonesia sebagai
pancaran pancasiala telah menjadi garis besar haluan negara tidak mungkin didampingi
manifesto lain apalagi kalau manifesto itu menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap
revolusi dan member kesan berdiri disampingnya. Pernyataan Presiden Soekarno yang
menganggap pendukung manifest kebudayaan bertentangan dengan manipol
merupakan suatu tuduhan yang sangat berbahasa pada saat itu. Pencetus utama
manifest kebudayaan H.B Jassin, wiratmo Sukitodan Trisno sumardjo merasakan ahwa
mereka harus membuat suatu pernyataan berkenaan dengan perintah pelarangan dari
Presiden soekarno untuk menjelaskan posisi manifesto kebudayaan, membersihkan diri
mereka dari massa yang digerakkkan PKI. Oleh sebab itu pada tanggal 11 Mei 1964
ketiga tokoh tersebut menanggapi larangan Presiden Soekarno. Pernyataan ini dibuat
agar angka korban yang jatuh akibat dukungan kepada manifest kebudayaan tidak
meningkat.


Pada tanggal 27 Agustus-2 September 1964 PKI mengadakan Konferensi Nasional
Sastra dan Seni Revolusioner (KSSR) di Jakarta. KSSR ini dimaksudkan untuk
menandingi KKPI yang diadakan bulan Maret lalu. KSSR mau membuktikan bahwa
suasana kebudayaan berada dibawah kekuasaaan PKI. Dengan demikian berhasilllah
PKI memukul manifest kebudayaan akan tetapi PKPI tidak dapat mereka hancurkan.
Benteng Pancasila tidak dapat ditaklukkan oleh PKI selain itu para sastrawan Indonesia
mendapatkan pelajaran berharga bahwa untuk menghadapi komunisme diperlukan juga
senjata berupa organisasi.

E. PELAKSANAAN DEMOKRASI TERPIMPIN
Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Soekarno dengan mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959 telah memenuhi harapan rakyat. Namun demikian, harapan itu akhirnya hilang, karena ternyata
UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 1945 yang menjadi dasar hukum
konstitusional penyelenggaraan pemerintahan hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka. Hal ini
terlihat dengan jelas dari masalah-masalah berikut ini,
Kedudukan Presiden Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi,
pada kenyataannya MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan
oleh MPRS. Hal ini terlihat dengan jelas dari tindakan presiden ketika mengangkat ketua MPRS yang
dirangkap oleh wakil perdana menteri III dan mengangkat wakil-wakil ketua MPRS yang dipilih dari
pimpinan partai-partai besar (PNI, NU, dan PKI) serta wakil ABRI yang masing-masing diberi kedudukan
sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
Pembentukan MPRS Presiden Soekarno juga membentuk MPRS ber-dasarkan Penetapan Presiden No. 2
tahun 1959. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Soekarno itu bertentangan dengan UUD 1945,
karena dalam UUD 1945 telah ditetapkan bahwa pengangkatan anggota MPR sebagai lembaga tertinggi
negara hams melalui pemilihan umum, sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-
anggotanya yang duduk di MPR.
Manifesto Politik Republik Indonesia Pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 berjudul "Penemuan
Kembali Revolusi Kita", dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia. Atas usulan dari DPA yang
bersidang tanggal 23-25 September 1959 agar Manifestio Politik Republik Indoneia itu dijadi-kan Garis-
garis Besar Haluan Negara. Inti Manifesto Politik itu adalah USDEK (Undang Undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Keperibadian Indonesia).
Pembubaran DPR hasil pemilu dan pembentukkan DPR-GR Anggota DPR hasil pemilu tahun 1955
mencoba menjalankan fungsinya dengan menolak RAPBN yang diajukan oleh Presiden. Sebagai akibat
dari penolakan itu, DPR hasil pemilu dibubarkan dan diganti dengan pembentukkan DPR-GR (Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong). Padahal langkah ini bertentangan dengan UUD 1945 yang
menyebutkan bahwa Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Keanggotaan dalam DPR-GR diduduki oleh tokoh-tokoh beberapa partai besar, seperti PNI, NU, dan PKI.
Ketiga partai ini dianggap telah mewakili seluruh golongan seperti golongan nasionalis, agama, dan
komunis yang sesuai dengan konsep Nasakom. Dalam pidato Presiden Soekarno pada upacara pelantikan
DPR-GR pada tanggal 25 Juni 1960 disebutkan tugas DPR-GR adalah melaksanakan Manifesto Politik, me-
realisasikan Amanat Penderitaan Rakyat dan melaksanakan Demokrasi Terpimpin. Selanjutnya, untuk
menegakkan Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno mendirikan lembaga-lembaga negara lainnya,
misalnya Front Nasional yang dibentuk melalui Penetapan Presiden No. 13 tahun 1959.
Masuknya pengaruh PKI Konsep Nasakom memberi peluang kepada PKI untuk memperluas dan
mengembangkan pengaruhnya. Secara perlahan dan hati-hati, PKI berusaha untuk menggeser kekuatan-
kekuatan yang yang berusaha menghalanginya. Sasaran PKI selanjutnya adalah berusaha menggeser
kedudukan Pancasila dan UUD 1945 digantikan menjadi komunis. Setelah itu, PKI mengambil alih
kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. Untuk mewujudkan rencananya, PKI memengaruhi
sistem Demokrasi Terpimpin. Hal ini terlihat dengan jelas bahwa konsep terpimpin dari Presiden
Soekarno yang berporos nasionalis, agama, dan komunis (Nasakom) mendapat dukungan sepenuhnya
dari pimpinan PKI, D.N. Aidit. Bahkan melalui Nasakom, PKI berhasil meyakinkan Presiden Soekarno
bahwa Presiden Soekarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.
Pembentukan Front Nasional, Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun
1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi
dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi
nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden
Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah sebagai berikut :
Menyelesaikan Revolusi Nasional
Melaksanakan Pembangunan
Mengembalikan Irian Barat
Arah politik luar negeri Indonesia terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas-aktif menjadi
condong pada salah satu poros. Pada masa itu diberlakukan politik konfrontasi yang diarahkan pada
negara-negara kapitalis, seperti negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik konfrontasi
dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces). Nefo
merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk
Indonesia dan negara-negara kornunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme. Sedangkan
Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan
imperialis (Nekolim). Bentuk perwujudan poros anti imperialis dan kolonialis itu dibentuk poros Jakarta -
Phnom Penh - Hanoi - Peking - Pyong Yang. Akibatnya ruang gerak diplomasi Indonesia di forum
internasional menjadi sempit, karena berkiblat ke negera-negara komunis. Selain itu, pemerintah juga
menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan pemerintah tidak setuju dengan
pembentukkan negara federasi Malaysia yang dianggap proyek neokolonialisme Inggris yang
membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo. Dalam rangka konfrontasi itu, Presiden
Soekarno mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 yang isinya sebagai
berikut.
Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia
Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris
Pelaksanaan Dwikora itu diawali dengan pembentukan Komando Siaga dipimpin Marsekal Omar Dani.
Komando Siaga ini bertugas untuk mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat. Hal ini
menunjuk-kan adanya campur-tangan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.

F. DAMPAK POSITIF DAN DAMPAK NEGATIF DEMOKRASI TERPIMPIN

a) Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan
Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan Negara
Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS
yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya

b) Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi
dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-
slogan kosong belaka
Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada
masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru
Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan
Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap
terasa sampai sekarang.


G. PERJUANGAN MEMBEBASKAN IRIAN BARAT
Ada 3 bentuk perjuangan dalam rangka pembebesan Irian Barat : Diplomasi,
Konfrontasi Politik dan Ekonomi serta Konfrontasi Militer.
1. Perjuangan Diplomasi
Ditempuh guna menunjukkan niat baik Indonesia mandahulukan cara damai dalam menyelesaikan
persengketaan. Perjuangan tersebut dilakukan dengan perundingan. Jalan diplomasi ini sudah dimulai
sejak kabinet Natsir (1950) yang selanjutnya dijadikan program oleh setiap kabinet. Meskipun selalu
mengalami kegagalan sebab Belanda masih menguasai Irian Barat bahkan secara sepihak memasukkan
Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan Belanda. Perjuangan secara diplomasi ditempuh dengan 2 tahap,
yaitu :
1) Secara bilateral, melalui perundingan dengan belanda
Berdasarkan perjanjian KMB masalah Irian Barat akan diselesaikan melalui perundingan, setahun
setelah pengakuan kedaulatan. Pihak Indonesia menganggap bahwa Belanda akan menyerahkan Irian
Barat pada waktu yang telah ditentukan. Sementara Belanda mengartikan perjanjian KMB tersebut
bahwa Irian Barat hanya akan dibicarakan sebatas perundingan saja, bukan diserahkan. Berdasarkan
alasan tersebut maka Belanda mempunyai alasan untuk tetap menguasai Indonesia. Akhirnya
perundingan dengan Belanda inipun mengalami kegagalan.
2) Diplomasi dalam forum PBB, yaitu dengan membawa masalah Indonesia-Belanda ke sidang PBB.
Dilakukan sejak Kabinet Ali Sastroamijoyo I, Burhanuddin Harahap, hingga Ali Sastroamijoyo II.
Dikarenakan penyelesaian secara diplomatik mengalami kegagalan dan karena adanya pembatalan Uni
Indonesia-Belanda secara sepihak maka Indonesia sejak 1954 melibatkan PBB dalam menyelesaikan
masalah Irian Barat. Dalam sidang PBB Indonesia berupaya meyakinkan bahwa masalah Irian Barat perlu
mendapatkan perhatian Internasional. Alasan Indonesia adalah karena masalah Irian Barat menunjukkan
adanya penindasan suatu bangsa terhadap hak bangsa lain. Upaya melalui forum PBB pun tidak berhasil
karena mereka menganggap masalah Irian Barat merupakan masalah intern antara Indonesia-Belanda.
Negara-negara barat masih tetap mendukung posisi Belanda. Indonesia justru mendapat dukungan dari
negara-negara peserta KAA di Bandung yang mengakui bahwa Irian Barat merupakan bagian dari Negara
Kesatuan republik Indonesia.


2. Perjuangan Konfrontasi Politik, Ekonomi dan Militer

Karena perjuangan diplomasi baik bilateral maupun dalam forum PBB belum menunjukkan hasil
sehingga Indonesia meningkatkan perjuangannya dalam bentuk konfrontasi. Konfrontasi dilakukan tetapi
tetap saja melanjutkan diplomasi dalam sidang-sidang PBB. Konfrontasi yang ditempuh yaitu konfrontasi
politik dan ekonomi, serta konfrontasi militer. Konfrontasi militer terpaksa dilakukan setelah Belanda tidak
mau berkompromi dengan Indonesia.

a. Konfrontasi Politik dan Ekonomi
Konfrontasi ekonomi dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap aset-aset dan kepentingan-
kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia. Konfrontasi ekonomi tersebut sebagai berikut.
1) Tahun 1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB, diumumkan pembatalan utang-utang RI
kepada Belanda
2) Selama tahun 1957 dilakukan :
Pemogokan buruh di perusahaan-perusahaan Belanda
Melarang terbitan-terbitan dan film berbahasa Belanda
Melarang penerbangan kapal-kapal Belanda
Memboikot kepentingan-kepentingan Belanda di Indonesia
3) Selama tahun 1958-1959 dilakukan :
Nasionalisasi terhadap 700 perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia
Mengalihkan pusat pemasaran komoditi RI dan Rotterdam (Belanda) ke Bremen, Jerman
Konfrontasi Politik dilakukan melalui tindakan sebagai berikut.
1) Tahun 1951, Kabinet Sukiman menyatakan bahwa hubungan Indonesia dengan Belanda merupakan
hubungan bilateral biasa, bukan hubungan Unie-Statuut
2) Tanggal 3 Mei 1956, pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II, diumumkan pembatalan semua hasil KMB
3) Pada tanggal 17 Agustus 1956 dibentuk provinsi Irian Barat dengan ibukotanya kotanya di Soa Siu
(Tidore) dan Zaenal Abidin Syah (Sultan Tidore) sebagai gubernurnya yang dilantik tanggal 23 September
1956. Provinsi Irian Barat meliputi : Irian, Tidore, Oba, Weda, Patani, dan Wasile
4) Pada tanggal 18 November 1957 terjadi Rapat umum pembebasan Irian Barat di Jakarta
5) Tahun 1958, Pemerintah RI menghentikan kegiatan-kegiatan konsuler Belanda di Indonesia. Pemecatan
semua pekerja warga Belanda di Indonesia
6) Tanggal 8 Februari 1958, dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat
7) Tanggal 17 Agustus 1960 diumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda








b. Konfrontasi Militer
Dampak dari tindakan konfrontasi politik dan ekonomi tersebut maka tahun 1961 dalam Sidang
Majelis Umum PBB terjadi perdebatan mengenai masalah Irian Barat. Diputuskan bahwa Diplomat
Amerika Serikat Ellsworth Bunker bersedia menjadi penengah dalam perselisihan antara Indonesia dan
Belanda. Bunker mengajukan usul yang dikenal dengan Rencana Bunker, yaitu :
a) Pemerintah Irian Barat harus diserahkan kepada Republik Indonesia
b) Setelah sekian tahun, rakyat Irian Barat harus diberi kesempatan untuk menentukan pendapat apakah
tetap dalam negara Republik Indonesia atau memisahkan diri
c) Pelaksanaan penyelesaian masalah Irian Barat akan selesai dalam jangka waktu dua tahun
d) Guna menghindari bentrokan fisik antara pihak yang bersengketa, diadakan pemerintah peralihan di
bawah pengawasan PBB selama satu tahun.
Indonesia menyetujui usul itu dengan catatan jangka waktu diperpendek. Pihak Belanda tidak
mengindahkan usul tersebut bahkan mengajukan usul untuk menyerahkan Irian Barat di bawah
pengawasan PBB. Selanjutnya PBB membentuk negara Papua dalam jangka waktu 16 tahun. Jadi
Belanda tetap tidak ingin Irian Barat menjadi bagian dari Indonesia. Keinginan Belanda tersebut tampak
jelas ketika tanpa persetujuan PBB, Belanda mendirikan negara Papua, lengkap dengan bendera dan lagu
kebangsaan. Tindakan Belanda tersebut tidak melemahkan semangat bangsa Indonesia. Indonesia
menganggap bahwa sudah saatnya menempuh jalan kekuatan fisik (militer).
Perjuangan melalui jalur militer ditempuh dengan tujuan untuk :
Menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam memperjuangankan apa pun yang memang menjadi
haknya
Menunjukkan kesungguhan dan memperkuat posisi Indonesia
Menunjukkan sikap tidak kenal menyerah dalam merebut Irian Barat
Persiapan pemerintah untuk menggalang kekuatan militer adalah :
Pada Desember 1960, mengirimkan misi ke Uni Soviet untuk membeli senjata dan perlengkapan perang
lainnya
KSAD mengunjungi beberapa negara, seperti India, Pakistan, tahiland, Filipina, Australia, Selandia Baru,
Jerman, Perancis, dan Inggris untuk menjajaki sikap negara-negara tersebut bila terjadi perang antara
Indonesia dengan Belanda
Tindakan persiapan Indonesia tersebut dianggap oleh Belanda sebagai upaya untuk melaklukan Agresi.
Sehingga Belanda kemudian memperkuat armada dan angkatan perangnya di Irian Barat dengan
mendatangkan kapal induk Karel Dorman
Maka Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Sukarno mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) di
Yogyakarta yang telah dirumuskan oleh Dewan Pertahanan Nasional. Peristiwa ini menandai dimulainya
secara resmi konfrontasi militer terhadap Belanda dalam rangka mengembalikan Irian Barat ke pangkuan
ibu pertiwi
Isi Trikora adalah sebagai berikut.
1) Gagalkan Pembentukan Negara boneka papua buuatan Belanda
2) Kibarkan Sang merah Putih di Irian Barat, Tanah air Indonesia
3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan
bangsa

c. Konfrontasi Total
Sesuai dengan perkembangan situasi Trikora diperjelas dengan Instruksi Panglima Besar Komodor
Tertinggi Pembebasan Irian Barat No.1 kepada Panglima Mandala yang isinya sebagai berikut.
Merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer dengan tujuan mengembalikan
wilayah Irian Barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia
Mengembangkan situasi di Provinsi Irian Barat sesuai dengan perjuangan di bidang diplomasi dan dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya di Wilayah Irian Barat dapat secara de facto diciptakan daerah-daerah
bebas atau ada unsur kekuasaan/ pemerintah daerah Republik Indonesia
Strategi yang disusun oleh Panglima Mandala guna melaksanakan instruksi tersebut.
a. Tahap Infiltrasi (penyusupan) (sampai akhir 1962)
yaitu dengan memasukkan 10 kompi di sekitar sasaran-sasaran tertentu untuk menciptakan daerah
bebas de facto yang kuat sehingga sulit dihancurkan oleh musuh dan mengembangkan pengusaan
wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat
b. Tahap Eksploitasi (awal 1963)
yaitu mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan dan menduduki semua pos-pos
pertahanan musuh yang penting
c. Tahap Konsolidasi (awal 1964)
yaitu dengan menunjukkan kekuasaan dan menegakkan kedaulatan Republik Indonesia secara mutlak di
seluruh Irian Barat
Pelaksanaannya Indonesia menjalankan tahap infiltasi, selanjutnya melaksanakan operasi
Jayawijaya, tetapi sebelum terlaksana pada 18 Agustus 1962 ada sebuah perintah dari presiden untuk
menghentikan tembak-menembak.
d. Akhir Konfrontasi
Surat perintah tersebut dikeluarkan setelah ditandatangani persetujuan antara pemerintah RI
dengan kerajaan Belanda mengenai Irian Barat di Markas Besar PBB di New York pada tanggal 15
Agustus 1962 yang selanjutnya dikenal dengan Perjanjian New York. Delegasi Indonesia dipimpin oleh
Menlu Subandrio sementara itu Belanda dipimpin oleh Van Royen dan Schuurman. Kesepakatan tersebut
berisi.
1) Kekuasaan pemerintah di Irian Barat untuk sementara waktu diserahkan pada UNTEA(United Nations
Temporary Executive Authority)
2) Akan diadakan PERPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) di Irian Barat sebelum tahun 1969
3) Untuk menjamin Keamanan di Irian Barat dibentuklah pasukan penjaga perdamaian PBB yang disebut
UNSF (United Nations Security Force) yang dipimpin oleh Brigadir Jendral Said Udin Khan dari Pakistan.
Berdasarkan Perjanjian New York proses untuk pengembalian Irian Barat ditempuh melalui
beberapa tahap, yaitu :
1. Antara 1 Oktober -31 Desember 1962 merupakan masa pemerintahan UNTEA bersama Kerajaan Belanda
2. Antara 1 Januari 1963- 1 Mei 1963 merupakan masa pemerintahan UNTEA bersama RI
3. Sejak 1 Mei 1963, wilayah Irian Barat sepenuhnya berada di bawah kekuasaan RI
4. Tahun 1969 akan diadakan act of free choice, yaitu penentuan pendapat rakyat (Perpera)
Penentuan Pendapat rakyat (Perpera) berarti rakyat diberi kesempatan untuk memilih tetap
bergabung dengan Republik Indonesia atau Merdeka. Perpera mulai dilaksankan pada tanggal 14 Juli
1969 di Merauke sampai dengan 4 Agustus 1969 di Jayapura. Hasil Perpera tersebut adalah mayoritas
rakyat Irian Barat menyatakan tetap berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hasil Perpera
selanjutnya dibawa oleh Diplomat PBB, Ortis Sanz (yang menyaksikan setiap tahap Perpera) untuk
dilaporkan dalam sidang Majelis Umum PBB ke-24. Tanggal 19 November 1969, Sidang Umum PBB
mengesahkan hasil Perpera tersebut.

KESIMPULAN
Latar belakang dicetuskannya sistem Demokrasi Terpimpin oleh Presiden
Soekarno yaitu dari segi keamanan : Banyaknya gerakan sparatis pada masa Demokrasi
Liberal, menyebabkan ketidakstabilan di bidang keamanan. Dari segi perekonomian :
Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal menyebabkan
program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh,
sehingga pembangunan ekonomi tersendat. Dari segi politik : Konstituante gagal dalam
menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950.
Untuk merencanakan pembangunan ekonomi, pada tahun 1958 dibentuk
undang-undang mengenai pembentukan Dewan Perancang Nasional. Tugasnya adalah
mempersiapkan rancangan undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana,
menilai penyelenggara pembangunan itu. Pada massa demokrasi terpimpin Indonesia
melakukan kredit luar negeri dan melakukan kerja sama perdangan dengan Cina yang
memberikan keuntungan materi dan politik.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan
yang nyata. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional
dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin.
Dalam bidang sosial budaya, pendidikan masa demokrasi terpimpin mulai
berubah dan mengalami kemajuan. Perguruan tinggi mulai bermunculan baik swasta
maupun negeri. Media massa ketika demokrasi terpimpin mengalami kemunduran,
sebab media massa mulai dibelenggu dengan aturan-aturan dan izin cetak/siar. Media
massa dikendalikan oleh komunis. Bidang budayapun juga begitu, seni dan sastra
dipengaruhi oleh paham komunis.

Anda mungkin juga menyukai