Anda di halaman 1dari 10

Proceeding Simposium Nasional IATMI

25 - 28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta


_______________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-22

PENERAPAN METODA WIGGINS UNTUK PERHITUNGAN POTENSI
SUMUR DENGAN WATER CUT TINGGI
DI LAPANGAN TANJUNG

Oleh :

Aris Buntoro UPNVY
Amega Yasutra ITB
Anas Puji Santoso UPNVY
Suhardiman UBEP Tanjung
M. Ainul Arifin UBEP Tanjung

ABSTRAK

Metode Wiggins merupakan pengembangan dari metode Vogel yang dalam pengembangannya
Wiggins menyetarakan metode dua fasa dari Vogel dengan metode tiga fasa, sehingga mendapatkan
suatu metode tiga fasa yang lebih sederhana dari metode tiga fasa yang sudah ada.
Dalam metode Wiggins (penyetaraan IPR tiga fasa) mengasumsikan bahwa setiap fase dapat
diperlakukan secara terpisah, sehingga antara rate minyak (Qo) dan rate air (Qw) dapat dihitung sendiri-
sendiri.
Produksi sumur-sumur di lapangan Tanjung saat ini pada umumnya water cut sudah sangat
tinggi, rata-rata 90%, sehingga untuk evaluasi potensi sumur digunakan metoda yang tepat pada kondisi
tersebut, yaitu metoda Wiggins. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa kurva hasil perhitungan
dengan metode Vogel memiliki kelengkungan yang besar. Kelengkungan kurva IPR Vogel ini
sebenarnya dipengaruhi oleh kelarutan gas pada minyak, sehingga jika kadar air dari suatu sumur sudah
sangat tinggi, maka kurva IPR Vogel tidak tepat lagi jika digunakan, karena kadar air yang tinggi akan
menggurangi kelarutan gas pada minyak, dan kurva IPR akan cenderung linier. Sedangkan Metode
Wiggins memiliki kelengkungan yang kecil dan hampir linier, hal ini sesuai dengan kondisi.

Keywords : Water Cut Tinggi, Potensi Sumur

PENDAHULUAN

Lapangan Tanjung adalah salah satu
lapangan milik Daerah Operasi PT. Pertamina
(Persero) Unit Bisnis Pertamina EP (Tanjung),
Kalimantan Selatan. Sejarah penemuan
lapangan ini diawali dengan penemuan minyak
pada tahun 1898 oleh Mijn Bouw Maatschappij
Martapoera dan dilakukan pemboran empat
sumur.
Pada tahun 1912 lapangan ini diambil
alih oleh perusahaan Belanda Dotsche
Petroleum Maatschappij (DPM). Kemudian
pada tahun 1930 DPM bergabung dengan
sesama perusahaan Belanda yang bernama N.V.
Bataache Petroleum Maatscheppij atau yang
lebih dikenal dengan BPM.
Sejalan dengan perkembangan teknologi
serta usaha BPM yang lebih giat melakukan
eksplorasi maka pada akhirnya ditemukan
berturut-turut struktur Tanjung (1934), Warukin
(1937), serta struktur Kambitin (1939). Pada
pemboran sumur Tanjung-01 tahun 1938 telah
ditemukan minyak dengan kedalaman akhir
1920 meter. Sampai pada pertengahan tahun
1940 telah selesai dibor tujuh buah sumur pada
struktur Tanjung, tetapi tidak dieksploitasikan
karena adanya Perang Dunia II. Sekitar tahun
1942 sampai tahun 1945 sumur-sumur minyak
di lapangan ini dikuasai oleh pemerintah
pendudukan Jepang.
Pada tahun 1957 BPM kembali memulai
usaha perminyakan di lapangan ini, dimana
kemudian pada tahun 1961 terjadi pengambil-
alihan pengelolaan lapangan dari perusahaan
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-22

BPM kepada perusahaan PT. Shell Indonesia,
yang mana sejak saat itu kegiatan lebih
digalakkan lagi karena kesulitan transportasi
telah dapat teratasi dengan selesainya
pembangunan pipa penyalur 20 inch ke
Balikpapan.
Pada tahun 1965 lapangan tersebut
diambil alih oleh Permina yang kemudian
berganti nama menjadi Pertamina. Selama
dikelola oleh Pertamina kembali dilakukan
usaha-usaha pencarian lapangan minyak yang
baru dan berhasil menemukan struktur Tapian
Timur pada tahun 1967 dan mulai diproduksikan
pada tahun 1977 setelah melakukan pemboran di
lima buah sumur.
Lapangan Tanjung hingga saat ini
mempunyai 144 sumur, tetapi yang aktif hanya
77 sumur, dengan produksi minyak rata-rata
sebesar 5,200 BOPD (water cut rata-rata 90%),
sementara total kumulatif produksi minyak
adalah 127 MMBBL (status Maret 2006).
Minyak lapangan Tanjung termasuk golongan
paraffin dengan berat jenis 40.3 API (titik
tuang 98 F) .

DASAR TEORI

Inflow Performance Relationship (IPR)
Aliran Fluida Dalam Media Berpori
Fluida yang mengalir dari formasi
produktif ke dasar sumur, dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
a. Sifat-sifat fisik batuan formasi
b. Geometri sumur dan daerah pengurasan
c. Sifat-sifat fisik fluida formasi
d. Perbedaan tekanan antara formasi
produktif dengan dasar sumur pada saat
terjadi aliran.
Tentang aliran fluida dalam media
berpori telah dikemukakan oleh Darcy dalam
persamaan :
dL
dp k
A
q
v .

= =
..................(1)
Persamaan tersebut berlaku untuk aliran
horisontal, fluida satu fasa dan incompressible.
Persamaan ini selanjutnya dikembangkan untuk
kondisi aliran dari formasi ke lubang sumur,
yang merupakan aliran radial, dimana dalam
satuan lapangan persamaan tersebut berbentuk :
) / ln(
) ( 007082 , 0
w e o o
r r B
Pwf Pe kh
q

=
.....(2)
dimana ;
q = laju produksi, STB/hari
k = permeabilitas efektif, md
h = tebal formasi produktif, ft.
Pe = tekanan formasi pada jarak r
e
dari
sumur, psi.
P
wf
= tekanan aliran di dasar sumur, psi.

o
= viskositas minyak, cp.
B
o
= faktor volume formasi, bbl/STB.
r
e
= jari-jari pengurasan sumur, ft.
r
w
= jari-jari sumur, ft.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk
penggunaan persamaan (2) adalah :
a. Fluida berfasa satu.
b. Aliran mantap (steady state)
c. Formasi homogen
d. Fluida incompressible

Dengan demikian jika variabel-variabel dari
persamaan (2) tersebut diketahui, maka laju
produksi sumur dapat ditentukan.

Productivity Index
Productivity Index (PI) adalah index
yang digunakan untuk menyatakan kemampuan
produksi dari suatu sumur pada kondisi tertentu.
Secara definisi PI adalah perbandingan antara
laju produksi yang dihasilkan oleh suatu sumur
pada suatu harga tekanan alir dasar sumur
tertentu dengan perbedaan tekanan dasar sumur
pada keadaan statik (Ps) dan tekanan dasar
sumur pada saat terjadi aliran (Pwf), atau dapat
dinyatakan dalam persamaan :

Pwf Ps
q
PI

= ,bbl/hari/psi. .......(3)
Dengan melakukan substitusi persamaan (2-2)
kedalam persamaan (2-3), maka PI juga dapat
ditentukan berdasarkan sifat fisik batuan dan
fluida reservoar, serta geometri sumur, yaitu :

) / ln(
007082 , 0
w e o o
r r B
kh
PI

= .....(4)
Dengan catatan bahwa persamaan (4) tersebut
dapat digunakan asalkan memenuhi persyaratan
dari persamaan (3).
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-22

Persyaratan pada persamaan (3) tidak
selalu dapat dipenuhi, misalnya yang sering
dijumpai dalam praktek adalah adanya gas
dalam aliran. Hal ini terjadi jika tekanan
reservoar berada dibawah tekanan bubble point
minyak. Pada kondisi ini PI tidak dapat
ditentukan dengan persamaan (3) dan (4), dan
harga PI untuk setiap harga Pwf tertentu tidak
sama dan selalu berubah.
Sehubungan dengan perubahan tersebut, maka
untuk kondisi diatas, maka persamaan PI, dapat
diperluas menjadi :

dPwf
dq
PI =
......(5)
Persyaratan fasa satu untuk persamaan
(2-3), dapat juga tidak terpenuhi jika dalam
aliran fluida tersebut terdapat air formasi. Tetapi
dalam praktek, keadaan ini masih dapat
dianggap berfasa satu, sehingga persamaan (2-3)
dapat lebih diperjelas dengan memasukkan laju
produksi air kedalam persamaan tersebut :

wf s
w o
P P
q q
PI

+
=
.......(6)

Sesuai dengan persamaan Darcy
(persamaan 2), maka persamaan (6) dapat
dinyatakan dalam bentuk :

(

+ =
w w
w
o o
o
w e
B
k
B
k
r r
h
PI
) / ln(
007082 , 0
..(7)

Bentuk lain yang sering digunakan
untuk mengukur produktivitas sumur adalah
Specific Productivy Index (SPI) yang
didefinikan sebagai berbandingan antara PI
dengan ketebalan, yaitu :

h
PI
SPI =
............(8)
SPI ini sering digunakan untuk
membandingkan produktivitas sumur-sumur
yang berada dalam suatu lapangan.

Grafik Inflow Performance Relationship
Productivity Index (PI) yang diperoleh
dari hasil test maupun dari perkiraan hanya
merupakan gambaran secara kualitatif tentang
kemampuan suatu sumur untuk berproduksi.
Dalam kaitannya dengan perencanaan suatu
sumur, maupun untuk melihat kelakuan suatu
sumur untuk berproduksi, maka harga PI
tersebut dapat dinyatakan secara grafis, yang
disebut grafik Inflow Performance Relationship
(IPR). Berdasarkan definisi PI pada persamaan
(3), untuk suatu saat tertentu dimana P
s
konstan
dan PI juga konstan, maka variabelnya adalah
laju produksi (q) dan tekanan aliran dasar sumur
(P
wf
). Persamaan (3) dapat dirubah menjadi :

PI
q
P P
s wf
= ........(9)
Berdasarkan asumsi diatas, maka bentuk
persamaan (2-3) merupakan garis lurus, seperti
ditunjukkan pada Gambar 1.
Titik A adalah merupakan harga P
wf
pada saat q = 0 dan sesuai dengan persamaan (2-
3), P
wf
= P
s
. Sedangkan titik B adalah harga q
pada saat P
wf
= 0 dan sesuai dengan persamaan
(2-3) : q = PI x P
s
, dan harga laju produksi ini
merupakan harga laju produksi maksimum, yang
disebut sebagai potensial sumur, dan merupakan
batas laju produksi maksimum yang
diperbolehkan dari suatu sumur.
Jika sudut AOB adalah u, maka :
PI
P
xPI P
OA
OB
s
s
= = = u tan ..(10)
Dengan demikian harga PI menyatakan
kemiringan dari garis IPR. Bentuk garis IPR
yang linier tersebut dapat juga diturunkan dari
persamaan aliran radial dari Darcy, yaitu
persamaan (2) dan (4). Dengan demikian
persamaan (2) dan (4) juga harus dipenuhi jika
garis IPR merupakan garis linier.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya,
bahwa persyaratan yang sulit untuk dipenuhi
adalah persyaratan fluida yang mengalir satu
fasa. Muskat menyatakan jika jika fluida yang
mengalir terdiri dari dua fasa (minyak dan gas),
maka bentuk grafik IPR akan merupakan
lengkungan, dan harga PI tidak lagi merupakan
harga yang konstan, karena kemiringan garis
IPR akan berubah secara kontinyu, untuk setiap
harga P
wf
(Gambar 2). Dalam hal ini persamaan
(3) tidak berlaku lagi, dan secara umum definisi
yang tepat adalah persamaan (5).
Pembuatan grafik IPR untuk aliran dua
fasa pada mulanya dikembangkan oleh Weller,
dimana Weller menurunkan persamaan PI untuk
solution gas drive reservoir, sebagai berikut :
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-22

( )
( )
W e w e
w
e
e
Pe
Pw o o
ro
w e
P P r r
r
r
r
dp
B
k
r r kh
PI

=
}
2 2 2
2 2
2
1
ln 294 , 141

(11)

Dalam menurunkan persamaan (11) tersebut,
diterapkan beberapa asumsi, yaitu :
a. Bentuk reservoar adalah lingkaran dan
terbatas (bounded reservoir) dan sumur
berada tepat ditengah lingkaran.
b. Media berpori uniform dan isotropis,
dan harga S
w
konstan di setiap titik.
c. Pengaruh gradien tekanan diabaikan.
d. Kompresibilitas air dan batuan
diabaikan.
e. Komposisi minyak dan gas konstan.
f. Tekanan pada fasa minyak dan gas
sama.
g. Kondisi semi-steady state, dimana laju
desaturasi minyak sama disetiap titik
pada saat tertentu.
Melihat persamaan tersebut cara pemecahannya
cukup rumit, sehingga cara Weller ini dianggap
tidak praktis.
Selanjutnya Vogel mengemukakan
suatu cara yang lebih sederhana jika dibanding
dengan metoda Weller. Dasar pengembangan
metoda Vogel, adalah persamaan Weller,
dimana berdasarkan persamaan tersebut, Vogel
membuat grafik IPR untuk :
a. Beberapa harga recovery kumulatif
tertentu.
b. Beberapa harga viskositas minyak
tertentu.
c. Beberapa harga permeabilitas relatip
dan kondisi-kondisi lain.
Hal yang sama dilakukan juga oleh
Vogel untuk berbagai viskositas minyak yang
berbeda, kemudian grafik-grafik tersebut diplot
sebagai Dimensionless IPR dan berdasarkan
hasil IPR tak berdemensi tersebut, Vogel
membuat kurva dasar IPR yang mewakili semua
kondisi yang diamati, dan merupakan perata-
rataan dari kurva-kurva IPR tak berdimensi yang
diperoleh. Untuk tujuan praktis, kurva IPR tak
berdimensi dinyatakan dalam bentuk persamaan
:
( )
2
max
8 , 0 2 , 0 1
|
|
.
|

\
|
=
s
wf
s
wf
o
o
P
P
P
P
q
q
(12)

dimana :
q
o
= laju Produksi, STB/D
q
max
= laju aliran minyak maksimum
pada saat Pwf = 0, STB/D
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
Ps = tekanan statik dasar sumur, psi.
Seberapa jauh ketelitian dari kurva dasar
IPR tersebut setelah diuji oleh Vogel, dengan
membandingkan IPR hasil perhitungan dengan
komputer dan IPR yang dibuat dengan
menggunakan Gambar 3 atau persamaan (12).
Ternyata kesalahan maksimum untuk reservoar
yang bersangkutan kurang dari 5% untuk hampir
seluruh masa produksi dan meningkat menjadi
20% selama masa terakhir produksi.
Meskipun kesalahan 20% kelihatannya
cukup tinggi, tetapi harga kesalahan sebenarnya
kurang dari 0,5 bbl/hari. Pada Gambar 4
menunjukkan perbedaan perhitungan IPR.
Sesuai dengan persamaan Weller yang
digunakan untuk solution gas drive reservoir,
yang merupakan dasar pengembangan cara
Vogel, maka penggunaan cara dasar IPR
tersebut, hanya berlaku untuk solution gas drive
reservoir saja. Selain itu juga hanya berlaku
untuk aliran dua fasa (minyak dan gas). Tetapi
dalam hal reservoir - partial water drive, dimana
terdapat sumur-sumur yang terisolisasi dari
perembesan air, kurva dasar IPR masih dapat
digunakan.

Pembuatan Kurva IPR
Sesuai dengan definisi PI, maka untuk membuat
kurva IPR diperlukan data :
a. Laju produksi
b. Tekanan alir dasar sumur
c. Tekanan statis
Ketiga data tersebut diperoleh dari test
produksi dan test tekanan yang dilakukan pada
sumur yang bersangkutan. Berdasarkan ketiga
data tersebut dapat dibuat IPR sesuai dengan
kondisi aliran fluidanya, baik satu fasa maupun
dua fasa (multifasa).
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-22

Selanjutnya dalam sub-bab ini hanya
akan dijelaskan tentang pembuatan kurva IPR
untuk aliran fluida multifasa.

Metoda Vogel
Seperti yang sudah dijelaskan diatas
tentang Grafik Inflow Performance
Relationship, yaitu pada bagian pembuatan
grafik IPR yang dikembangkan oleh Vogel,
yang merupakan penyempurnaan dari metoda
Weller, dimana vogel membuat persamaan
empiris dari bentuk dasar kurva IPR tak
berdimensi, yaitu persamaan (12).

Metode Wiggins

Metode Wiggins merupakan
pengembangan dari metode Vogel yang dalam
pengembangannya Wiggins menyetarakan
metode dua fasa dari Vogel dengan metode tiga
fasa, sehingga mendapatkan suatu metode tiga
fasa yang lebih sederhana dari metode tiga fasa
yang sudah ada.
Dalam metode Wiggins (penyetaraan
IPR tiga fasa) mengasumsikan bahwa setiap fase
dapat diperlakukan secara terpisah, sehingga
antara rate minyak (Qo) dan rate air (Qw) dapat
dihitung sendiri-sendiri.
Bila dibandingkan penyetaraan IPR
Wiggins dengan metode Brown dan Pudjo
Sukarno menghasilkan perkiraan rate produksi
yang hampir sama (setara), hal ini menunjukan
bahwa hasil penyetaraan IPR tiga fasa Wiggins
adalah benar.
Perbedaan maksimum dari
perbandingan tersebut adalah sebesar 3.98 %
untuk minyak dan 7.08 % untuk fasa air.
Secara empiris Wiggins menyatakan
bentuk dasar kurva IPR tiga fasa sebagai berikut
:
Untuk minyak :

....(13)

Untuk air :

......(14)

dimana :
q
o
= laju Produksi, STB/D
q
max
= laju aliran minyak maksimum
pada saat Pwf = 0, STB/D
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
Ps = tekanan statik dasar sumur, psi.

PENERAPAN METODA WIGGINS

Lapangan Tanjung merupakan
lapangan yang memiliki fluida multi fasa
(minyak, air, dan gas), sehingga metode
Wiggins sangat cocok diterapkan di
lapangan Tanjung. Contoh hasil perhitungan
IPR sumur T-114 lapangan Tanjung dengan
metode Wiggins dapat dilihat pada Tabel -
1.
Hasil plot antara tekanan alir dasar
sumur (Pwf) dengan laju produksi (Q)
dengan metode Wiggins dapat dilihat pada
Gambar 5.

Perbandingan Perhitungan IPR Existing
(Vogel) dengan Metoda Wiggins
Perbandingan antara hasil perhitungan
IPR existing (metode Vogel) dengan metode
Wiggins dapat dilihat pada Gambar 5.
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa
kurva hasil perhitungan dengan metode Vogel
memiliki kelengkungan yang besar.
Kelengkungan kurva IPR Vogel ini sebenarnya
dipengaruhi oleh kelarutan gas pada minyak,
sehingga jika kadar air dari suatu sumur sudah
sangat tinggi, maka kurva IPR Vogel tidak tepat
lagi jika digunakan, karena kadar air yang tinggi
akan menggurangi kelarutan gas pada minyak,
dan kurva IPR akan cenderung linier.
Sedangkan Metode Wiggins memiliki
kelengkungan yang kecil dan hampir linier, hal
ini sesuai dengan kondisi sumur saat ini yang
memproduksikan fluida dengan kadar air yang
tinggi.

Analisa
Dari hasil perhitungan dengan metoda
Wiggins dapat dilihat bahwa hasil kurva
2
max ,
481092 . 0 519167 . 0 1
|
|
.
|

\
|

|
|
.
|

\
|
=
r
wf
r
wf
o
o
p
p
p
p
q
q
2
max ,
284777 . 0 722235 . 0 1
|
|
.
|

\
|

|
|
.
|

\
|
=
r
wf
r
wf
w
w
p
p
p
p
q
q
Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-22

performa sumur yang didapatkan mendekati
linier, dikarenakan kadar air dari sumur-sumur
di lapangan Tanjung sudah tinggi.
Kelengkungan kurva IPR Vogel ini sebenarnya
dipengaruhi oleh kelarutan gas pada minyak,
sehingga jika kadar air dari suatu sumur sudah
sangat tinggi, maka kurva IPR Vogel tidak tepat
lagi jika digunakan pada lapangan Tanjung,
karena metoda Vogel tidak memperhitungkan
kadar air yang tinggi dalam pembuatan
persamaannya.

KESIMPULAN

1. Dari hasil perhitungan, Grafik IPR
Metode Wiggins hampir mendekati
linier dibandingkan dengan Metode
Vogel
2. Perhitungan potensi sumur-sumur di
lapangan Tanjung dengan metoda Vogel
tidak tepat, karena water cut dari sumur-
sumurnya rata-rata sudah mencapai
90%. Untuk diusulkan potensi sumur
dihitung dengan metoda Wiggins.

UCAPAN TERIMA KASIH
Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Manajemen UNIT BISNIS PERTAMINA EP
Tanjung yang telah memberikan izin untuk
mempublikasikan tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brown, K.E., The Technology of
Artificial Lift, Vol. 1 (Inflow
Performance, Multiphase Flow in Pipes,
and The Flowing Well), PennWell
Publishing Company, Tulsa, Oklahoma,
1977.
2. Brown, K.E., The Technology of
Artificial Lift, Vol. 4 (Production
Optimization of Oil and Gas wells by
Nodal System Analysis), PennWell
Publishing Company, Tulsa, Oklahoma,
1977.
3. Wiggins, M.L., Generalized Infowl
Performance Relationships for Three
Phase Flow, SPE Reservoir
Enginering, August 1994.

Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-22

TABEL 1. HASIL PERHITUNGAN DENGAN METODE WIGGINS SUMUR T-114

Pressure,
psi
Q water,
Bwpd
Q oil,
Bopd
Q liquid,
Bfpd
0 851,26 110,60 961,85
44 787,35 104,32 891,67
88 718,60 96,98 815,58
132 645,00 88,58 733,58
176 566,55 79,12 645,66
220 483,25 68,59 551,83
308 302,11 44,33 346,44
352 204,26 30,61 234,87
396 101,57 15,82 117,39
440 0,00 0,00 0,00
GAMBAR 1. GRAFIK IPR IDEAL (LINIER)

Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-22

GAMBAR 2. GRAFIK IPR AKTUAL (TIDAK LINIER)

GAMBAR 3. IPR UNTUK SOLUTION GAS DRIVE RESERVOIR

Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-22

0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
0 200 400 600 800 1000 1200
Q, Bpd
P
r
e
s
s
u
r
e
,
P
s
i
a
Total Liquid
Oil
Water
GAMBAR 4. PERBANDINGAN IPR UNTUK ALIRAN CAIRAN, ALIRAN GAS DAN
ALIRAN DUA FASA

GAMBAR 5. KURVA IPR SUMUR T-114 DENGAN METODE WIGGINS

Proceeding Simposium Nasional IATMI
25 - 28 Juli 2007, UPN Veteran Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
IATMI 2007-TS-22

GAMBAR 6. PERBANDINGAN KURVA IPR METODE VOGEL DENGAN METODE
WIGGINS

Anda mungkin juga menyukai