Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taman Nasional Bromo Tengger Semeru


2.1.1 Penjelasa Umum
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sejak dulu telah
dikenal merupakan gudangnya plasma-nutfah flora, dan fauna,
serta merupakan perwakilan ekosistem pegunungan provinsi Jawa
Timur yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, dan
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
Banyak sekali fenomena alam yang merupakan gejala alam
spektakuler seperti adanya batuan massif dari Pegunungan
Tengger, di mana di tengah-tengah kaldera muncul lima buah
gunung, yaitu Gunung Widodaren (2600 m.dpl), Gunung
Watangan (2601m.dpl), Gunung Kursi (2581m.dpl), Gunung
Batok (2470 m.dpl), dan Gunung Bromo (2392 m.dpl). Diantara
ke lima Gunung tersebut yang sampai saat ini masih aktif yaitu
hanya Gunung Bromo.
2.1.2 Sejarah

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ditetapkan


berdasarkan pernyataan Menteri Pertanian No.
736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982 dengan
luas kawasan 58.000 hektar.
Kemudian ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kehutanan
No. 278/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 dengan luas
kawasan 50.276,3 hektar, yang terdiri dari 50.266,05
hektar daratan dan 10,25 hektar perairan (danau).

6
2.1.2 Flora
Diperkirakan lebih dari seribu jenis flora dan fauna yang
telah teridentifikasi hidup di kawasan ini. Flora terdiri dari 400
jenis pohon, 241 jenis tumbuhan tinggi, 120 jenis efifit dan 100
jenis tumbuhan lumut dan 90 jenis tanaman obat-obatan. Terdapat
juga 24 jenis anggrek termasuk famili Orchideae (anggrek putri).
Tumbuhan yang khas dan langka di Taman Nasional Bogani
Nani Wartabone, adalah palem matayangan (Pholidocarpus ihur),
kayu hitam (Diospyros celebica), kayu besi (Intsia spp), kayu
kuning (Arcangelisia flava) dan bunga bangkai (Amorphophallus
companulatus). Sedangkan tumbuhan yang umum dijumpai
seperti Piper
aduncum, Trema
orientalis,Macaranga
sp,
cempaka, agathis, kenanga, dan tanaman hias.
2.2 Teknologi Penginderaan Jauh
2.2.1 Definisi Penginderaan Jauh

Gambar xx Teknologi Penginderaan jauh

7
Istilah penginderaan jauh pertama kali dikenalkan di
Amerika Serikat pada akhir tahun 1950-an untuk menarik dan
dari instansi survei kelautan Amerika Serikat. Istilah ini
dikemukaan Parker pada tahun 1962, pada simposium pertama di
Michigan, yang meliputi pengumpulan data tentang obyek-obyek
tanpa kontak langsung dengan alat pengumpulnya. Pada
simposium tersebut, makalah yang disajikan mengenai
interpretasi foto udara, radar dan penginderaan jauh sistem
termal. Beberapa definisi penginderaan jauh antara lain :

Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni


untuk memperoleh informasi tentang suatu subjek, daerah,
atau fenomena melalui analisa data yang diperoleh dengan
suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah,
atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1997).
Pentury (1997) menyebutkan bahwa penginderaan jauh
merupakan suatu ilmu dan teknologi. Penginderaan jauh
merupakan suatu ilmu bila digunakan untuk lingkup studi
penginderaan jauh sendiri dan merupakan suatu teknik bila
digunakan sebagai penunjang untuk mempelajari bidang
ilmu lain (Pentury 1997).
Menurut Seelye Martin (2004) penginderaan jauh (remote
sensing)
adalah
penggunaan
gelombang
radiasi
elektromagnetik untuk memperoleh informasi tentang
lautan, daratan dan atmosfer tanpa kontak langsung dengan
obyek, permukaan atau fenomena yang dikaji. Data
penginderaan jauh dapat berupa citra, grafik dan data
numerik. Data tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan
informasi tentang obyek daerah atau fenomena yang
diteliti. Interpretasi citra atau penafsiran citra penginderaan
jauh dilakukan untuk mengidentifikasi obyek yang
tergambar dalam citra dan menilai arti pentingnya obyek
tersebut.

8
2.2.2 Sistem Penginderaan Jauh
Sebuah sistem penginderaan jauh memerlukan sumber
tenaga baik alamiah maupun buatan. Tenaga yang dimaksud
berupa spektrum elektromagnetik yang meliputi spektra
kosmis, gamma, sinar x, ultra violet, cahaya tampak, infra
merah, gelombang mikro serta gelombang radio. Jumlah
total seluruh spektrum disebut spektrum elektromagnetik.
Dalam dunia penginderaan jauh, terdapat dua sistem tenaga
pada wahana yaitu sistem pasif dan sistem aktif.
Sistem pasif
Pada wahana yang menggunakan sistem pasif, sumber
tenaga utama yang dibutuhkan oleh satelit berasal dari
sumber lain yang tidak terintegrasi dalam wahana.
Sumber tenaga yang dimaksud biasanya berupa energi
yang berasal dari matahari. Beberapa wahana yang
menggunakan sistem ini antara lain Aster, Landsat,
SPOT, ALOS, NOAA, MODIS dan lainnya.
Sistem aktif
Pada wahana yang menggunakan sistem pasif, sumber
tenaga utama yang dibutuhkan oleh wahana
menggunakan tenaga elektromagnetik yang dibangkitkan
oleh sensor radar ( radio detecting and ranging ) yang
terintegrasi pada wahana tersebut. Beberapa wahana yang
menggunakan sistem ini antara lain Radarsat, JERS,
ADEOS dan lainnya.

2.2.3 Sensor Penginderaan Jauh


Sensor adalah alat perekam obyek bumi. Sensor dipasang
pada wahana (platform) dan letaknya jauh dari obyek yang
diindera, maka diperlukan tenaga elektromagnetik yang
dipancarkan atau dipantulkan oleh obyek tersebut. Sensor terbatas

9
kemampuannya untuk mengindera objek kecil. Batas kemampuan
memisahkan setiap objek dinamakan resolusi. Resolusi suatu
sensor merupakan system itu tentang kemampuan sensor atau
kualitas sensor di dalm merekam objek. Empat resolusi yang
biasa digunakan sebagai parameter kemampuan sensor antara
lain:

Resolusi Spasial adalah ukuran objek terkecil yang masih


dapat disajikan, dibedakan, dan dikenali pada citra.
Semakin kecil ukuran obyek yang dapat dikeram, semakin
baik kualitas sensornya.
Resolusi Spektral merupakan daya pisah objek berdasarkan
besarnya system elektromagnetik yang digunakan untuk
perekaman data.
Resolusi Radiometrik adalah kemampuan 9ystem sensor
untuk mendeteksi perbedaan pantulan terkecil, atau
kepekaan sensor terhadap perbedaan terkecil kekuatan
sinyal.
Resolusi Termal adalah perbedaan suhu (9ystem9ture)
yang masih dapat dibedakan oleh sensor penginderaan jauh
9ystem termal. Besarnya resolusi termal juga bervariasi
tergantung kepakaan sensornya, misalnya 0,5C.

2.3 Citra ASTER


2.8.1 Spesifikasi sensor
Sensor Advanced Spaceborne Thermal Emission and
Reflection Radiometer - ASTER merupakan peningkatan dari
sensor yang dipasang pada sa-telit generasi sebelumnya, JERS-1.
Sensor ini terdiri dari Visible and Near-In-frared Radiometer
(VNIR), Short Wavelength Infrared Radiometer (SWIR),
Thermal Infrared Radiometer (TIR), Intersected Signal
Processing Unit dan Master Power Unit.
VNIR merupakan high performance dan high resolution
optical instrument yang digunakan untuk mendeteksi pantulan
cahaya dari permukaan bu-mi dengan range dari level visible

10
hingga infrared (520 - 860 mikrometer) dengan 3 bands. Dimana
band nomor 3 dari VNIR ini merupakan nadir dan backward
looking data, sehingga kombinasi data ini dapat diguna-kan untuk
mendapatkan citra stereoscopic. Digital Elevation model (DEM)
dapat diperoleh dengan mengaplikasikan data ini, sehingga data
ini ti-dak hanya untuk peta topografik saja, tetapi bisa juga
digunakan sebagai citra stereo.
SWIR merupakan high resolution optical instrument
dengan 6 bands yang digunakan untuk mendeteksi pantulan
cahaya dari permukaan bumi dengan short wavelength infrared
range (1.6 - 2.43 mikrometer). Penggunaan radiometer ini
memungkinkan menerapkan ASTER untuk identifikasi jenis batu
dan mineral, serta untuk monitoring bencana alam seperti
monitoring gunung berapi yang masih aktif.
TIR adalah high accuracy instrument untuk observasi
thermal infrared radi-ation (800 - 1200 mikrometer) dari
permukaan bumi dengan mengguna-kan 5 bands. Band ini dapat
digunakan untuk monitoring jenis tanah dan batuan di permukaan
bumi. Multi-band thermal infrared sensor dalam sa-telit ini adalah
pertama kali di dunia. Ukuran citra adalah 60 km dengan ground
resolution 90m
2.4 Hutan

11
Gambar xx Hutan
Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam
Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan. Menurut Undang-Undang tersebut, hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan
dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan.
Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur
yang meliputi :
a. Suatu kesatuan ekosistem
b. Berupa hamparan lahan
c. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam
lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya.
d. Mampu memberi manfaat secara lestari.
Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang
dinamakan hutan, merupakan rangkaian kesatuan komponen
yang utuh dan saling ketergantungan terhadap fungsi
ekosistem di bumi. Eksistensi hutan sebagai subekosistem
global menenpatikan posisi penting sebagai paru-paru dunia
(Zain, 1996).
Sedangkan kawasan hutan lebih lanjut dijabarkan dalam
Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/2001 tentang
Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan fungsi
kawasan hutan, yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk dan
atau ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap. Dari definisi dan
penjelasan tentang kawasan hutan, terdapat unsur-unsur
meliputi :
a. suatu wilayah tertentu
b. terdapat hutan atau tidak tidak terdapat hutan

12
c.

ditetapkan pemerintah (menteri) sebagai kawasan


hutan
d. didasarkan pada kebutuhan serta kepentingan
masyarakat.
Dari unsur pokok yang terkandung di dalam definisi
kawasan hutan, dijadikan dasar pertimbangan ditetapkannya
wilayah-wilayah tertentu sebagai kawasan hutan.
Kemudian, untuk menjamin diperolehnya manfaat yang
sebesar-besarnya dari hutan dan berdasarkan kebutuhan
sosial ekonomi masyarakat serta berbagai faktor
pertimbangan fisik, hidrologi dan ekosistem, maka luas
wilayah yang minimal harus dipertahankan sebagai kawasan
hutan adalah 30 % dari luas daratan.
Berdasarkan kriteria pertimbangan pentingnya kawasan
hutan, maka sesuai dengan peruntukannya menteri
menetapkan kawasan hutan menjadi :
a.

wilayah yang berhutan yang perlu dipertahankan


sebagai hutan tetap
b. wilayah tidak berhutan yang perlu dihutankan
kembali dan dipertahankan sebagai hutan tetap.
Pembagian kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsinya
dengan kriteria dan pertimbangan tertentu, ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah RI No. 34 tahun 2002 tentang Tata
Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pasal
5 ayat (2), sebagai berikut :
a. Kawasan Hutan Konservasi yang terdiri dari kawasan
suaka alam (cagar alam dan Suaka Margasatwa), Kawasan
Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya,
dan Taman Wisata Alam), dan Taman Buru.
b. Hutan Lindung
c. Hutan Produksi (Rahmawaty, S. 2004)

13
2.5 Kekeringan
Letak geografis diantara dua benua, dan dua samudra
serta terletak di sekitar garis khatulistiwa merupakan faktor
klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di Indonesia. Posisi
geografis ini menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi
dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap
anomali iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO). ENSO
menyebabkan terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu
permukaan laut di Pasifik Equator bagian tengah hingga timur
menghangat (El Nino). Berdasarkan analisis iklim 30 tahun
terakhir menunjukkan bahwa, ada kecenderungan terbentuknya
pola iklim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim.
Dampak terjadinya perubahan iklim terhadap sektor pertanian
adalah bergesernya awal musim kemarau yang menyebabkan
berubahnya pola tanam karena adanya kekeringan.
Penyimpangan iklim, menyebabkan produksi uap air dan
awan di sebagian Indonesia bervariasi dari kondisi sangat tinggi
ke rendah atau sebaliknya. Ini semua menyebabkan
penyimpangan iklim terhadap kondisi normalnya. Jumlah uap air
dan awan yang rendah akan berpengaruh terhadap curah hujan,
apabila curah hujan dan intensitas hujan rendah akan
menyebabkan kekeringan.
Dampak terjadinya kekeringan antara lain:
1)

2)

3)

produksi tanaman turun/rendah/puso bahkan


menyebabkan tanaman mati sehingga merugikan
petani
Karena produksi rendah secara riil mengalami
kerugian material maupun finansial yang besar dan
bila terjadi secara luas, akan mengancam ketahanan
pangan nasional
menyebabkan terganggunya hidrologis lingkungan
yang berakibat terjadinya kekurangan air pada
musim kemarau.

2.6 NDVI (Normalized Differential Vegetation Index)

14
Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi
yang diperoleh dari pengolahan sinyal dijital data nilai kecerahan
(brightnes) beberapa kanal sensor satelit. Untuk pemantauan
vegetasi, dilakukan proses pembandingan antara tingkat
kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal cahaya inframerah
dekat (near infrared).
Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan
pemantulan cahaya infaramerah dekat oleh jaringan mesofil yang
terdapat pada daun akan membuat nilai kecerahan yang diterima
sensor satelit pada kanal-kanal tersebut akan jauh berbeda. Pada
daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya wilayah perairan,
pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan
kondisi vegetasi yang rusak, tidak akan menunjukkan nilai rasio
yang tinggi (minimum). Sebaliknya pada wilayah bervegetasi
sangat rapat, dengan kondisi sehat, perbandingan ke dua kanal
tersebut akan sangat tinggi (maksimum).
Algoritma Normalized difference Vegetation Index (NDVI)
oleh Huete et al (2002) adalah sebagai berikut:

Indeks vegetasi berbasis NDVI mempunyai nilai yang


hanya berkisar antara -1 (non-vegetasi) hingga +1 (vegetasi).
Nilai NDVI yang rendah (negatif) menunjukkan tingkat vegetasi
yang rendah seperti awan, air, tanah kosong, bangunan, dan unsur
non-vegetasi lainnya. Sedangkan nilai NDVI yang tinggi (positif)
menunjukkan tingkat vegetasi hijau yang tinggi. Jadi, nilai NDVI
sebanding dengan kuantitas tutupan vegetasinya.
2.7 LST (Land Surface Temperature)
Suhu permukaan tanah adalah bagaimana panas
"permukaan" bumi akan merasa menyentuh di lokasi tertentu.
Dari titik pandang satelit, yang "permukaan" adalah apa saja yang
dilihatnya ketika itu terlihat melalui atmosfer ke tanah. Itu bisa
salju dan es, rumput di halaman rumput, atap bangunan, atau
daun-daun pada kanopi tanaman hutan. Dengan demikian, suhu

15
permukaan tanah tidak sama dengan suhu udara yang disertakan
dalam laporan cuaca harian (Huete et al, 2002).
Perhitungan LST (Land Surface Temperature) dilakukan untuk
memenuhi parameter yang diperlukan dalam perhitungan TVDI
dengan cara konversi digital number pada citra untuk menjadi
nilai temperature dengan persamaan sebagai berikut:
1. Mengkonversi dari Digital Number (DN) ke radiance
(radiansi spectral)

Trad = (DN 1) x UCC


Dimana:
Lrad =
UCC =

(1)

Nilai spectral citra (Radian)


Unit Conversion Coefficient (Wm-2sr1
m-1 , lihat Tabel 3.1)

Tabel 3.1 Unit Conversion Coefficient ASTER (Abduwasit


Ghulam, 2009)

Unit Conversion Coefficient (W m-2 sr-1 m-1)

Band#

High
gain

Normal Gain

Low Gain
1

Low
gain 2

16

1
2
3N
3B
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

0.676
0.708
0.423
0.423
0.1087
0.0348
0.0313
0.0299
0.0209
0.0159
N/A

1.688
1.415
0.862
0.862
0.2174
0.0696
0.0625
0.0597
0.0417
0.0318
0.006882
0.006780
0.006590
0.005693
0.005225

2.25
1.89
1.15
1.15
0.290
0.0925
0.0830
0.0795
0.0556
0.0424
N/A

N/A

0.290
0.409
0.390
0.332
0.245
0.265
N/A

2. Selanjutnya mentransformasikan nilai pancaran spektral


ke dalam bentuk nilai temperatur radian (Trad) pada citra
ASTER, dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
(Abduwasit Ghulam, 2009):

Dimana:
T
K1 dan K2
band

=
=

Temperature (K)
koefisien determinan dari masing-masing

Tabel 3.2 Aster band thermal (Abduwasit Ghulam, 2009)


Bands

Bandpass
(m)

10

8.125-

Effective
Wavelen
gth (m)
8.291

UCC
0.00688

K1
(W m2
m -1)
3040.13640

K2 (K)
1735.33794

17

11
12
13
14

8.475
8.4758.825
8.9259.275
10.2510.95
10.9511.65

8.634

0.00678

2482.37519

1666.39876

9.075

0.00659

1935.06018

1585.42004

10.657

0.00569

866.468575

1350.06914

11.318

0.00522

641.326517

1271.22167

3. Untuk merubah nilai suhu Kelvin menjadi celcius


menggunakan rumus sebagai berikut:

2.8 TVDI (Temperature-Vegetation Dryness Index)


TVDI merupakan indeks kekeringan yang ditentukan
berdasarkan parameter empirik dari hubungan antara temperatur
permukaan (TS) dan indeks vegetasi (NDVI). Indeks tersebut
dikaitkan dengan kelembaban tanah dan diperoleh hanya
berdasarkan input dari informasi satelit penginderaan jauh
(Sandholt, 2002).
TS diplot sebagai fungsi dari NDVI. Sisi kiri
merepresentasikan tanah kosong dari range kering hingga basah
(atas-bawah). Dengan meningkatnya jumlah vegetasi hijau pada
sumbu x (NDVI), temperatur permukaan maksimum menurun.
Untuk kondisi kering, hubungan negatif didenisikan oleh sisi atas,
yang merupakan batas atas temperatur permukaan untuk jenis
permukaan tertentu. Konsep ruang TS/NDVI dapat dilihat pada
Gambar berikut :

18

Gambar 3.5 Konsep ruang TS/NDVI (Sandholt, 2002)

Gambar 3.6 Konsep algoritma TVDI (Sandholt, 2002)

Jika suatu permukaan basah, TS akan menjadi rendah.


Sebaliknya jika permukaan kering, TS akan meningkat.
Peningkatan TS relatif lebih signifikan pada daerah dengan NDVI
rendah, yang merupakan tanah kosong atau vegetasi jarang.
Sedangkan pada daerah dengan NDVI tinggi, peningkatan TS
semakin sempit range-nya.
Formula untuk menghitung nilai TVDI (Sandholt, 2002) adalah :

19
dimana,
TSmin
TS
NDVI
a; b

= temperatur permukaan minimum pada


segitiga, mende_nisikan sisi basah
= temperatur permukaan yang diamati pada
suatu pixel
= nilai indeks vegetasi yang diamati
= parameter yang mendefinisikan model linier
sisi kering
(TSmax = a + bNDV I)

TSmax
= temperatur permukaan maksimum yang diamati
untuk tiap nilai NDVI
Parameter a dan b diperoleh berdasarkan pixel dari suatu
area yang cukup besar untuk merepresentasikan keseluruhan
rentang dari unsur kelembaban permukaan, dari basah hingga
kering, dan dari tanah kosong hingga permukaan bervegetasi
penuh. Nilai TVDI berkisar antara 0 hingga 1 . Nilai 1
menyatakan sisi kering (ketersediaan air terbatas) dan 0
menyatakan sisi basah (evapotranspirasi maksimum dan
ketersediaan air tak terbatas). Untuk mendapatkan nilai TVDI,
beberapa data harus dihasilkan terlebih dahulu dari citra, yaitu
temperatur dan NDVI. Hubungan segitiga dapat dimodelkan
setelah data diekstrak dari citra. Informasi ini digunakan dalam
algoritma yang kemudian digunakan kembali dalam citra
berdasarkan hitungan pixel per pixel (Witter, 2004).
Ketidakpastian TVDI lebih besar untuk nilai NDVI yang tinggi,
dimana isoline TVDI hampir rapat. Penyederhanaan representasi
ruang TS/NDVI menjadi segitiga (dibandingkan bentuk
trapezoid) menambah ketidakpastian nilai TVDI pada nilai NDVI
yang tinggi. Selain itu, sisi basah yang dimodelkan sebagai garis
horizontal akan mengakibatkan perkiraan nilai TVDI yang terlalu
besar pada nilai NDVI yang rendah.
2.9 Penelitian Terdahulu

20
Parwati dan Suwarsono (2008) yang melakukan
penelitian di Provinsi Riau menggunakan citra satelit MODIS.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mdel kekeringan
lahan (TVDI) yang diperoleh berdasarkan integrasi antara
parameter indeks vegetasi (EVI) dan suhu Permukaan lahan dari
data MODIS periode Juni-Agustus (2003-2006). Metodologi yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
pengembangan model TVDI (Temperature Vegetation Dryness
Index) dengan menggunakan indeks vegetasi EVI (Enchanced
Vegetation Index) dari suhu permukaan lahan menggunakan data
TERRA-MODIS tahun 2003-2006
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan dalam tugas
akhir ini adalah dengan menggunakan metode model TVDI yang
diperoleh dari dua parameter dalam menentukan nilai TVDI, yaitu
indeks vegetasi NDVI (Normalized Diferential Vegetation Index)
dan suhu permukaan LST (Land Surface Temperature)

Anda mungkin juga menyukai