TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1.2 Flora
Diperkirakan lebih dari seribu jenis flora dan fauna yang
telah teridentifikasi hidup di kawasan ini. Flora terdiri dari 400
jenis pohon, 241 jenis tumbuhan tinggi, 120 jenis efifit dan 100
jenis tumbuhan lumut dan 90 jenis tanaman obat-obatan. Terdapat
juga 24 jenis anggrek termasuk famili Orchideae (anggrek putri).
Tumbuhan yang khas dan langka di Taman Nasional Bogani
Nani Wartabone, adalah palem matayangan (Pholidocarpus ihur),
kayu hitam (Diospyros celebica), kayu besi (Intsia spp), kayu
kuning (Arcangelisia flava) dan bunga bangkai (Amorphophallus
companulatus). Sedangkan tumbuhan yang umum dijumpai
seperti Piper
aduncum, Trema
orientalis,Macaranga
sp,
cempaka, agathis, kenanga, dan tanaman hias.
2.2 Teknologi Penginderaan Jauh
2.2.1 Definisi Penginderaan Jauh
7
Istilah penginderaan jauh pertama kali dikenalkan di
Amerika Serikat pada akhir tahun 1950-an untuk menarik dan
dari instansi survei kelautan Amerika Serikat. Istilah ini
dikemukaan Parker pada tahun 1962, pada simposium pertama di
Michigan, yang meliputi pengumpulan data tentang obyek-obyek
tanpa kontak langsung dengan alat pengumpulnya. Pada
simposium tersebut, makalah yang disajikan mengenai
interpretasi foto udara, radar dan penginderaan jauh sistem
termal. Beberapa definisi penginderaan jauh antara lain :
8
2.2.2 Sistem Penginderaan Jauh
Sebuah sistem penginderaan jauh memerlukan sumber
tenaga baik alamiah maupun buatan. Tenaga yang dimaksud
berupa spektrum elektromagnetik yang meliputi spektra
kosmis, gamma, sinar x, ultra violet, cahaya tampak, infra
merah, gelombang mikro serta gelombang radio. Jumlah
total seluruh spektrum disebut spektrum elektromagnetik.
Dalam dunia penginderaan jauh, terdapat dua sistem tenaga
pada wahana yaitu sistem pasif dan sistem aktif.
Sistem pasif
Pada wahana yang menggunakan sistem pasif, sumber
tenaga utama yang dibutuhkan oleh satelit berasal dari
sumber lain yang tidak terintegrasi dalam wahana.
Sumber tenaga yang dimaksud biasanya berupa energi
yang berasal dari matahari. Beberapa wahana yang
menggunakan sistem ini antara lain Aster, Landsat,
SPOT, ALOS, NOAA, MODIS dan lainnya.
Sistem aktif
Pada wahana yang menggunakan sistem pasif, sumber
tenaga utama yang dibutuhkan oleh wahana
menggunakan tenaga elektromagnetik yang dibangkitkan
oleh sensor radar ( radio detecting and ranging ) yang
terintegrasi pada wahana tersebut. Beberapa wahana yang
menggunakan sistem ini antara lain Radarsat, JERS,
ADEOS dan lainnya.
9
kemampuannya untuk mengindera objek kecil. Batas kemampuan
memisahkan setiap objek dinamakan resolusi. Resolusi suatu
sensor merupakan system itu tentang kemampuan sensor atau
kualitas sensor di dalm merekam objek. Empat resolusi yang
biasa digunakan sebagai parameter kemampuan sensor antara
lain:
10
hingga infrared (520 - 860 mikrometer) dengan 3 bands. Dimana
band nomor 3 dari VNIR ini merupakan nadir dan backward
looking data, sehingga kombinasi data ini dapat diguna-kan untuk
mendapatkan citra stereoscopic. Digital Elevation model (DEM)
dapat diperoleh dengan mengaplikasikan data ini, sehingga data
ini ti-dak hanya untuk peta topografik saja, tetapi bisa juga
digunakan sebagai citra stereo.
SWIR merupakan high resolution optical instrument
dengan 6 bands yang digunakan untuk mendeteksi pantulan
cahaya dari permukaan bumi dengan short wavelength infrared
range (1.6 - 2.43 mikrometer). Penggunaan radiometer ini
memungkinkan menerapkan ASTER untuk identifikasi jenis batu
dan mineral, serta untuk monitoring bencana alam seperti
monitoring gunung berapi yang masih aktif.
TIR adalah high accuracy instrument untuk observasi
thermal infrared radi-ation (800 - 1200 mikrometer) dari
permukaan bumi dengan mengguna-kan 5 bands. Band ini dapat
digunakan untuk monitoring jenis tanah dan batuan di permukaan
bumi. Multi-band thermal infrared sensor dalam sa-telit ini adalah
pertama kali di dunia. Ukuran citra adalah 60 km dengan ground
resolution 90m
2.4 Hutan
11
Gambar xx Hutan
Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam
Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan. Menurut Undang-Undang tersebut, hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan
dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang
lainnya tidak dapat dipisahkan.
Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur
yang meliputi :
a. Suatu kesatuan ekosistem
b. Berupa hamparan lahan
c. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam
lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya.
d. Mampu memberi manfaat secara lestari.
Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang
dinamakan hutan, merupakan rangkaian kesatuan komponen
yang utuh dan saling ketergantungan terhadap fungsi
ekosistem di bumi. Eksistensi hutan sebagai subekosistem
global menenpatikan posisi penting sebagai paru-paru dunia
(Zain, 1996).
Sedangkan kawasan hutan lebih lanjut dijabarkan dalam
Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/2001 tentang
Penetapan Kawasan Hutan, perubahan status dan fungsi
kawasan hutan, yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk dan
atau ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap. Dari definisi dan
penjelasan tentang kawasan hutan, terdapat unsur-unsur
meliputi :
a. suatu wilayah tertentu
b. terdapat hutan atau tidak tidak terdapat hutan
12
c.
13
2.5 Kekeringan
Letak geografis diantara dua benua, dan dua samudra
serta terletak di sekitar garis khatulistiwa merupakan faktor
klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di Indonesia. Posisi
geografis ini menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi
dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap
anomali iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO). ENSO
menyebabkan terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu
permukaan laut di Pasifik Equator bagian tengah hingga timur
menghangat (El Nino). Berdasarkan analisis iklim 30 tahun
terakhir menunjukkan bahwa, ada kecenderungan terbentuknya
pola iklim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim.
Dampak terjadinya perubahan iklim terhadap sektor pertanian
adalah bergesernya awal musim kemarau yang menyebabkan
berubahnya pola tanam karena adanya kekeringan.
Penyimpangan iklim, menyebabkan produksi uap air dan
awan di sebagian Indonesia bervariasi dari kondisi sangat tinggi
ke rendah atau sebaliknya. Ini semua menyebabkan
penyimpangan iklim terhadap kondisi normalnya. Jumlah uap air
dan awan yang rendah akan berpengaruh terhadap curah hujan,
apabila curah hujan dan intensitas hujan rendah akan
menyebabkan kekeringan.
Dampak terjadinya kekeringan antara lain:
1)
2)
3)
14
Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi
yang diperoleh dari pengolahan sinyal dijital data nilai kecerahan
(brightnes) beberapa kanal sensor satelit. Untuk pemantauan
vegetasi, dilakukan proses pembandingan antara tingkat
kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal cahaya inframerah
dekat (near infrared).
Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan
pemantulan cahaya infaramerah dekat oleh jaringan mesofil yang
terdapat pada daun akan membuat nilai kecerahan yang diterima
sensor satelit pada kanal-kanal tersebut akan jauh berbeda. Pada
daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya wilayah perairan,
pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan
kondisi vegetasi yang rusak, tidak akan menunjukkan nilai rasio
yang tinggi (minimum). Sebaliknya pada wilayah bervegetasi
sangat rapat, dengan kondisi sehat, perbandingan ke dua kanal
tersebut akan sangat tinggi (maksimum).
Algoritma Normalized difference Vegetation Index (NDVI)
oleh Huete et al (2002) adalah sebagai berikut:
15
permukaan tanah tidak sama dengan suhu udara yang disertakan
dalam laporan cuaca harian (Huete et al, 2002).
Perhitungan LST (Land Surface Temperature) dilakukan untuk
memenuhi parameter yang diperlukan dalam perhitungan TVDI
dengan cara konversi digital number pada citra untuk menjadi
nilai temperature dengan persamaan sebagai berikut:
1. Mengkonversi dari Digital Number (DN) ke radiance
(radiansi spectral)
(1)
Band#
High
gain
Normal Gain
Low Gain
1
Low
gain 2
16
1
2
3N
3B
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
0.676
0.708
0.423
0.423
0.1087
0.0348
0.0313
0.0299
0.0209
0.0159
N/A
1.688
1.415
0.862
0.862
0.2174
0.0696
0.0625
0.0597
0.0417
0.0318
0.006882
0.006780
0.006590
0.005693
0.005225
2.25
1.89
1.15
1.15
0.290
0.0925
0.0830
0.0795
0.0556
0.0424
N/A
N/A
0.290
0.409
0.390
0.332
0.245
0.265
N/A
Dimana:
T
K1 dan K2
band
=
=
Temperature (K)
koefisien determinan dari masing-masing
Bandpass
(m)
10
8.125-
Effective
Wavelen
gth (m)
8.291
UCC
0.00688
K1
(W m2
m -1)
3040.13640
K2 (K)
1735.33794
17
11
12
13
14
8.475
8.4758.825
8.9259.275
10.2510.95
10.9511.65
8.634
0.00678
2482.37519
1666.39876
9.075
0.00659
1935.06018
1585.42004
10.657
0.00569
866.468575
1350.06914
11.318
0.00522
641.326517
1271.22167
18
19
dimana,
TSmin
TS
NDVI
a; b
TSmax
= temperatur permukaan maksimum yang diamati
untuk tiap nilai NDVI
Parameter a dan b diperoleh berdasarkan pixel dari suatu
area yang cukup besar untuk merepresentasikan keseluruhan
rentang dari unsur kelembaban permukaan, dari basah hingga
kering, dan dari tanah kosong hingga permukaan bervegetasi
penuh. Nilai TVDI berkisar antara 0 hingga 1 . Nilai 1
menyatakan sisi kering (ketersediaan air terbatas) dan 0
menyatakan sisi basah (evapotranspirasi maksimum dan
ketersediaan air tak terbatas). Untuk mendapatkan nilai TVDI,
beberapa data harus dihasilkan terlebih dahulu dari citra, yaitu
temperatur dan NDVI. Hubungan segitiga dapat dimodelkan
setelah data diekstrak dari citra. Informasi ini digunakan dalam
algoritma yang kemudian digunakan kembali dalam citra
berdasarkan hitungan pixel per pixel (Witter, 2004).
Ketidakpastian TVDI lebih besar untuk nilai NDVI yang tinggi,
dimana isoline TVDI hampir rapat. Penyederhanaan representasi
ruang TS/NDVI menjadi segitiga (dibandingkan bentuk
trapezoid) menambah ketidakpastian nilai TVDI pada nilai NDVI
yang tinggi. Selain itu, sisi basah yang dimodelkan sebagai garis
horizontal akan mengakibatkan perkiraan nilai TVDI yang terlalu
besar pada nilai NDVI yang rendah.
2.9 Penelitian Terdahulu
20
Parwati dan Suwarsono (2008) yang melakukan
penelitian di Provinsi Riau menggunakan citra satelit MODIS.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mdel kekeringan
lahan (TVDI) yang diperoleh berdasarkan integrasi antara
parameter indeks vegetasi (EVI) dan suhu Permukaan lahan dari
data MODIS periode Juni-Agustus (2003-2006). Metodologi yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
pengembangan model TVDI (Temperature Vegetation Dryness
Index) dengan menggunakan indeks vegetasi EVI (Enchanced
Vegetation Index) dari suhu permukaan lahan menggunakan data
TERRA-MODIS tahun 2003-2006
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan dalam tugas
akhir ini adalah dengan menggunakan metode model TVDI yang
diperoleh dari dua parameter dalam menentukan nilai TVDI, yaitu
indeks vegetasi NDVI (Normalized Diferential Vegetation Index)
dan suhu permukaan LST (Land Surface Temperature)